Saturday, August 22, 2020

Kearifan Lokal dan lemahnya Nasionalisme

Kearifan lokal (local wisdom) kini menjadi sesuatu yang mulai pudar, jarang lagi terdengar. Di ruang publik apalagi, rasanya kering. Kecuali untuk kepentingan studi-studi ilmiah, kalimat kearifan lokal terdengar. Dengan jarang dibincangkannya tema kearifan lokal, tampaknya kita mulai lalai melestarikan peninggalan sejarah. Padahal dari kearifan lokal itulah kehidupan damai dan kompak terlahir.

Dalam pembelajaran sejarah, pengakuan terhadap kearifan lokal perlu terus-menerus diangkat. Menjadi gagasan sentral bila perlu. Ya, tentu dengan tujuan memotivasi dan membangkitkan kecintaan kita terhadap kondisi lokalitas. Peninggalan atau warisan leluruh akan terus hidup. Bukan semata dalam kata dan ucapan, melainkan tindakan.

Jangan berlebihan kita memimpikan nasionalisme, jikalau kearifan lokal dilangkahi. Mestinya, bermula dari pembelajaran tentang kecintaan terahdap kearifan lokal kita kuatkan. Selanjutnya, kita dengan efektif, tidak telalu sulit membangkitkan kesadaran nasionalisme. Sebab, nasionalisme kebangsaan itu terlahir dari solidaritas masyarakat lokal.

Kekuatan nasionalisme tak boleh tersekat. Apalagi diputuskan rantainya dengan sejarah kearifan lokal. Jika direview, sejarah nasionalisme Indonesia itu belakangan lahir. Setelah kearifan lokal, barulah nasionalisme menyusul. Karena jauh sebelum Indonesia terbentuk dengan doktrin nasionalismenya agar masyarakat bersatu, kearifan lokal lebih dulu dihidupkan.

Kearifan lokal itu berkorelasi dengan nilai luhur yang menjadi produksi sejarah, ide, kebaikan, solidaritas, kolektifisme masyarakat, sikap saling peduli dan tenggang rasa (tolerance). Di era modern semua spirit itu mulai luntur. Masyarakat akhirnya terbiasa dengan tema pluralisme, liberalisme dan Hak Asasi Manusia (HAM), yang kesemuanya itu berbau kebarat-baratan (Amerika sentris). Kita seolah lupa, produk lokalitas kita lebih unggul.

Jauh sebelum kita mengenali wacana dan narasi besar yang disisipkan kelompok Asing, kita telah mengenali kerja gotong royong. Semangat tolong menolong, berbagi dan menerapkan kebaikan telah menjadi identitas leluhur kita. Tanpa ada agenda yang diselundupkan, hal itu lebih murni. Kearifan lokal yang ditinggalkan para pendahulu kita mesti digelorakan.

Kurangi mengadopsi cara pandang Eropa atau Amerika yang kapitalis. Kiblat pemikiran kita harusnya diletakkan pada tradisi kebaikan yang pernah ditunjukkan para nenek moyang kita. Beteng sekaligus kekuatan perlawanan kita terhadap gelombang ekspansi pemikiran liberal Barat ada pada nilai kearifan lokal.

Mulai terasa sekarang, dimana masyarakat kita disibukkan dengan konflik komunal, konflik suku dan isu-isu primordial lainnya. Akankan kita terus dibenturkan?. Tentu, jika tidak segera sadar diri maka kita dibentur-benturkan terus. Padahal kita semua adalah satu, kita bersaudara. Yang ada hanyalah mudharat dan kerugian yang didapati, bila soal perbedaan primordial kita jadikan perbedaan sampai melahirkan konflik.

Segera sadar, lalu kita rubah haluan berfikir kita. Kitalah masyarakat Indonesia yang punya kearifan lokal. Jangan berlebihan atau bahkan salah tafsir terhadap nasionalisme, yang akhirnya berbuntut pada pengabaian nilai-nilai lokalitas. Kita seolah-olah lebih mendewakan nasionalisme, lalu menyingkirkan kearifan lokal. Disitulah kesesatan berfikir kita. Lekas sadar dan balik arah. Kedepankan, bahwa kearifan local yang perlu diprioritaskan.

Sepantasnya kearifan lokal menjadi di depan dan pengikat persatuan. Melalui kearifan lokal kita menumbuhkan nasionalisme. Jangan dibolak-balik nalarnya. Jangan sampai kita dituding sebagai generasi ahistoris. Sedari awal pemahaman soal integrasi itu terlahir dan dibudayakan dari pelosok-pelosok Desa.

Masyarakat di daerah terisolir di Nusantara ini telah terbiasa dengan hidup rukun dan damai, tanpa mengenal gagasan nasionalisme pun mereka telah damai. Kini saat modernitas datang, teknologi mulai dikenalkan ke masyarakat Desa, semua kenyamanan dan ketenteraman itu seperti menghilang.

Sunday, July 21, 2019

Pendekatan Pengembangan Kurikulum PAI


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan yang mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara-cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Sedangkan pengembangan kurikulum merupakan bagian yang esensial dalam proses pendidikan. Sasaran yang dicapai bukan semata-mata memproduksi bahan pelajaran melainkan lebih dititik beratkan untuk meningkatkkan kualitas pendidikan. Pengembangan kurikulum merupakan proses faktor yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum. Karena pengembangan kurikulum merupakan alat untuk membantu guru dalam melakukan tugasnya mengajarkan bahan, menarik minat dan memenuhi kebutuhan masyarakat.[1]
Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan yang dinamis. Oleh karenanya kurikulum harus selalu dikembangkan dan disempurnakan agar sesuai dengan laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta masyarakat yang sedang membangun. Hal ini dimaksudkan agar hasil pengembangan kurikulum tersebut sesuai dengan minat, bakat kebutuhan peserta didik, lingkungan, kebutuhan daerah, sehingga dapat mempelancar program pendidikan salam rangka perwujudan dan pencapaian tujuan pendidikan nasional.[2]
Dalam pengembangan kurikulum, tidak hanya melibatkan orang yang terkait langsung dengan dunia pendidikan saja, namun di dalamnya melibatkan banyak orang, seperti: politikus, pengusaha, orang tua peserta didik, serta unsur - unsur masyarakat lainnya yang merasa berkepentingan dengan pendidikan.[3]
Selain harus memperhatikan unsur-unsur diatas, di dalam mengembangkan sebuah kurikulum juga harus menganut beberapa prinsip dan melakukan pendekatan terlebih dahulu, sehingga di dalam penerapannya sebuah kurikulum dapat mencapai sebuah tujuan seperti yang di harapkan. Dan pendekatan pengembangan kurikulum akan dijelaskan selengkapnya dalam pembahasan makalah ini yang berjudul Pendekatan Pengembangan Kurikulum PAI”.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian pengembangan kurikulum PAI ?
2.      Apa pengertian pendekatan pengembangan kurikulum PAI ?
3.      Apa macam-macam pendekatan dalam pengembangan kurikulum PAI ?

C.      Tujuan Pembahasan
1.    Untuk membahas pengertian pengembangan kurikulum PAI
2.    Untuk membahas pengertian pendekatan pengembangan kurikulum PAI
3.    Untuk membahas macam-macam pendekatan dalam pengembangan kurikulum PAI











BAB II
PENDEKATAN PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI

A.    Pengertian Pengembangan Kurikulum PAI
Kurikulum merupakan salah satu alat untuk membina dan mengembangkan siswa kearah perubahan perilaku yang dininginkan. Sedangkan kurikulum pendidikan agama islam ialah membina manusia dan menjadikan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[4]
Menurut Muhaimin kurikulum berasal dari kata Yunani yang semula digerakan dalam bidang olahraga yaitu curir yang artinya pelari currere yang berarti jarak tempuh lari, yakni jarak yang harus ditempuh dalam kegiatan berlari mulai dari start sampai finish. Pengertian ini kemudian digunakan dalam pendidikan. Menurut Muhaimin mengutip pendapat Saylor kurikulum adalah segala usaha sekolah/perguruan tinggi yang bisa menghasilkan atau menimbulkan hasil-hasil yang dikehendaki, apakah itu di dalam situasi sekolah maupun di luar sekolah. Muhaimin mengemukakan bahwa pengembangan kurikulum itu berangkat dari-ide yang pada gilirannya diwujudkan dalam bentuk program.
Dengan demikian kurikulum bukan berasal dari bahasa Indonesia tetapi berasal dari bahasa latin yang kata dasarnya adalah currere, secara harfiah berarti lapangan perlombaan lari. Lapangan tersebut ada batas star dan finish. Dalam lapangan pendidikan pengertian tersebut dijabarkan bahawa bahan belajar sudah ditentukan secara pasti, dari mana mulai diajarkan dan kapan diakhiri.[5]
Dengan demikian kurikulum itu merupakan program pendidikan bukan program pengajaran, yaitu program yang direncanakan yang berisi berbagai bahan ajar dan pengalaman belajar baik yang berasal dari waktu yang lalu, sekarang maupun yang akan datang. Berbagai bahan ajar yang dirancang tersebut harus sesuai dengan norma-norma yang berlaku sekarang, diantaranya harus sesuai dengan pancasila, UUD 1945, GBHN, UU SISDIKNAS, PP No. 27 dan 30, adat istiadat dan sebagainya. Program tersebut akan dijadikan pedoman bagi tenaga pendidik maupun peserta didik dalam pelaksanaan proses pembelajaran agar dapat mencapai cita-cuta yang diharapkan sesuai dengan yang tertera pada tujuan pendidikan.

B.     Pengertian Pendekatan Pengembangan Kurikulum
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendekatan berati proses, cara, perbuatan mendekati; atau usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti, metode untuk mencapai pengertian tentang masalah penelitian. Jika hal ini dikaitkan dengan kurikulum, maka pendekatan adalah cara kerja dengan menerapkan strategi dan metode yang tepat dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan yang sistematis agar memperoleh kurikulum yang lebih baik.[6]
C.    Macam - Macam Pendekatan Pengembangan Kurikulum
Dalam teori kurikulum setidaknya terdapat sembilan pendekatan yang digunakan dalam pengembangan kurikulum, yaitu[7]:
  1. Pendekatan Subjek Akademis
Pendekatan subjek akademis dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan didasarkan pada sistematisasi disiplin ilmu masing-masing. Setiap ilmu pengetahuan memiliki sistematisaasi tertentu yang berbeda dengan sistematisaasi ilmu lainnya. Pengembangan kurikulum subjek akademis dilakukan dengan cara menetapkan lebih dahulu mata pelajaran / mata kuliah apa yang harus dipelajari peserta didik, yang diperlukan untuk persiapan pengembangan disiplin ilmu.
Pada tabel tersebut dapat dijelaskan kedudukan dan kaitan yang erat antara beberapa aspek / mata pelajaran PAI, yaitu Al-Qur’an Hadist yang merupakan sumber utama ajaran Islam, dalam arti merupakan sumber aqidah (keimanan), syariah (ibadah dan muamalah) dan akhlaq, sehingga kajiannya berada disetiap unsur tersebut. Akhlaq merupakan sikap hidup atau kepribadian hidup manusia, dalam arti bagaimana sistem norma yang mengatur hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan manusia lainnya (muamalah) itu menjadi sikap hidup dan kepribadian hidup manusia dalam menjalankan sistem kehidupannya (politik, ekonomi, sosial, pendidikan, kekeluargaan, kebudayaan / seni, iptek, olahraga / kesehatan dan lain-lain yang dilandasi oleh aqidah yang kokoh. Sedangkan tarikh atau sejarah islam merupakan perkembangan perjalanan hidup manusia Muslim dari masa ke masa dalam usaha bersyariah (ibadah dan mualamah) dan berakhlaq serta dalam mengembangkan sistem kehidupannya yang dilandasi oleh aqidah.
  1. Pendekatan Humanistis
Pendekatan humanistis dalam pengembangan kurikulum bertolak dari ide “memanusiakan manusia”. Penciptaan konteks yang akan memberi peluang manusia untuk menjadi lebih human, untuk mempertinggi harkat manusia merupakan dasar filosofi, dasar teori, dasar evaluasi, dan dasar pengembangan program pendidikan.[8]
Sebelum menguraikan lebih jauh tentang pendekatan humanistis tersebut dilihat dari proses kejadiannya manusia itu terdiri atas dua substansi yaitu : (1) substansi jasad atau materi yang bahan dasarnya dari materi yang merupakan bagian dari alam semesta dan dalam pertumbuhan serta perkembangannya tunduk kepada Allah dan Rasul-Nya (aturan, ketentuan, hukum Allah yang berlaku dialam semesta). (2) substansi immateri/ non jasadi, yaitu penghembusan atau peniupan ruh (ciptaan-Nya) kedalam dri manusia, sehingga manusia merupakan benda organik yang mempunyai hakikat kemanusiaan serta mempunyai berbagai alat potensial  dan fitrah. Dari kedua substansi tersebut yang paling esensial adalah substansi materi, jasad hanyalah alat ruh dialam nyata ketika ruh terpisah dari jasad maka hal tersebut disebut maut. Yang mati adalah  jasad, sedangkan ruh masih melanjutkan eksistensinya dialam barzah.
Dengan demikian, “memanusiakan manusia” berarti usaha memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan alat-alat potensialnya seoptimal mungkin untuk difungsikan sebagai sarana pemecahan masalah kehidupan, pengembangan iptek sains dan budaya, serta pengembangan sikap iman dan taqwa.
Berdaasarkan pengertaian tersebut, maka kurikulum PAI dikembangkan dengan bertolak pada kebutuhan dan minat peserta didik, yang mendorong mereka untuk dapat mengembangkan alat-alat potensial dan potensi dasar atau fitrahnya, serta mendorongnya untuk mampu mengemban amanah sebagai abdullah maupun kholifahtullah. Materi ajar dipilih sesuai minat dan kebutuhannya. Peserta didik menjadi subjek pendidikan, dalam arti ia menduduki tempat utama dalam pendidikan. Guru atau dosen berfungsi sebagai psikoog yang memahami segala kebutuhan dan permasalahan peserta didik, ia berperan sebagai bidan yang membantu peserta didik melahirkan ide-idenya atau sebagai pembimbing, pendorong, fasilitator dan pelayan bagi peserta didik.[9]
Disamping itu, pendekatan humanistis dapat dilakukan melalui pengembangan tema-tema PAI yang berupa problem-problem yang aktual dimasyarakat dan banyak menjadi perhatian para peserta didik. Melaui tema-tema peserta didik dibimbing dan diarahkan untuk mampu memecahkan masalah tersebut dalam prespektif ajaran dan nilai-nilai Islam ata ajaran dan nilai-nilai Islam dijadikan sebagai landasan moral dan etika dalam pengembangan iptek dan budaya serta aspek-aspek kehidupan lainnya. Bisa pula diterapkan dalam pembelajaran sejarah Islam yang dimaksudkan untuk menggali, mengembangkan dan mengambil  ibrah dari pelajaran sejarah dan kebudayaan (peradaban Islam), sehingga peserta didik mampu menginternalisasi dan tergerak untuk meneladani dan mewujudkan dalam amal perbuatan serta dalam rangka membangun sikap terbuka dan toleran atau semangat ukhwah Islamiyah dalam arti luas.
Jadi dari hal tersebut dapatlah kita pahami bahwa pada pendekatan humanistik tujuan dari pendidikan itu bukan hanya pada nilai-nilai yang dapat dicapai pesera didik tapi lebih kepada pembentukan perubahan pada peserta didik, baik secara jasmani maupun ruhani. Selanjutnya siswa hendaknya diturut sertakan dalam penyelenggaraan kelas dan keputusan instruksional. Dan siswa hendaknya turut serta dalam pembuatan, pelaksanaan, dan pengawasan peraturan sekolah. Siswa hendaknya diperbolehkan memilih kegiatan belajar, dan siswa boleh membuktikan hasil belajarnya melalui berbagai macam karya atau kegiatan.
  1. Pendekatan Teknologis
Pendidikan merupakan upaya menyiapkan peserta didik untuk menghadapai masa depan perubahan masyarakat yang semakin pesat yang akibat dari perkembangan IPTEK. Oleh karena itu pengembangan kurikulum pendidikan harus menggunakan pendekatan IPTEK.[10]
Pendekatan teknologis dalam menyusun kurikulum bertolak dari analisis kompetensi  yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu. Materi yang diajarkan, kriteria sukses, dan stategi belajarnya ditetapkan sesuai dengan tugas (job analisis) tersebut. Pembelajaran PAI dikatakan menggunakan pendekatan teknologis, bilamana ia menggunakan pendekatan sistem dalam menganalisis masalah belajar, merencanakan, mengelolah, melaksanakan dan menilainya. Disamping itu, pendekatan teknologis ingin mengejarkan kemanfaatan tertentu dan menuntut peserta didik agar mampu melaksanakan tugas-tugas tertentu sehingga proses dan rencana produknya (hasil) diprogram sedemikian rupaa agar mencapai hasil pembelajarannya (tujuan dapat dievaluasi dan diukur dengan jelas dan terkontrol). Dari rancangan proses pembelajaran sampai mencapai hasil tersebut diharapkan dapat dilaksanakan seecara efektif dan efisien serta memiliki daya tarik.
Pendekatan teknologis ini sudah tentu mempunyai keterbatasan, yaitu : ia terbatas pada hal-hal yang dirancang sebelumnya, baik yang menyangkut proses pembelajran maupun produknya. Karna adanya keterbatasan tersebut maka dalam pembelajaran PAI tidak selamanya menggunakan pendekatan teknologis.[11]
  1. Pendekatan Rekonstruksi Sosial
Pendekatan rekonstruksi sosial dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan keahlian bertollak dari problem yang dihadapi dalam masyarakat, untuk selanjutnya dengan memerankan ilmu-ilmu dan teknologi, serta bekerja secara kooperatif dan kollaboratif, akan dicarikan upaya pemecahannya menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik.
Pendekatan rekonstruksi sosial berasumsi bahwa manusia adalah sebagai mahluk sosial yang dalam kehidupannya selalu membutuhkan orang lain, selalu hidup bersama, berinteraksi dan bekerja sama. Melalui kehidupan bersama dan kerja sama itulah manusia dapat hidup, berkembang, dan mampu memecahkan berbagai masalah yanng dihadapi. Tugas pendidikan terutama membantu agar peserta didik mampu menjadi cakap dan selanjutnya mampu ikut bertanggung jawab terhadap pengembangan masyarakatnya.
Isi pendidikan terdiri dari problem-problem aktual yang dihadapi dalam kehidupan nyata di masyarakat. Proses pendidikan atau pengalaman belajar peserta didik berbentuk kegiatan-kegiatan belajar kelompok yang mengutamakan kerja sama, baik antar peserta didik dan guru/dosen dengan sumber-sumber belajar yang lain. Oleh karena itu, dalam menyusun kurikulum PAI bertolak dari problem yang dihadapi dalam masyarakat sebagai isi PAI, sedangkan proses atau pengalaman belajar peserta didik adalah dengan cara memrankan ilmu-ilmu dan teknologi, serta bekerja secara kooparatif dan kolaboratif, berupaya mencari pemecahan terhadap problem tersebut menuju pembentukan masyarakat yang baik.
Kurikulum rekonstruksi sosial sangat memperhatikan hubungan kurikulum dengan sosial masyarakat dan politik perkembangan ekonomi. Banyak prinsip kelompok ini yang konsisten dengan cita-cita tertinggi, contohnya masalah hak asasi kaum minoritas, keyakinan dalam intelektual masyarakat umumnya, dan kemampuan menentukan nasib sendiri sesuai arahan yang mereka inginkan.
Pengajaran kurikulum rekonstruksi sosial banyak dilaksanakan di daerah-daerah yang tergolong belum maju dan tingkat ekonominya juga belum tinggi. Pelaksanaan pengajaran ini diarahkan untuk meningkatkan kondisi kehidupan mereka. Sesuai dengan potensi yang ada dalam masyarakat, sekolah mempelajari potensi-potensi tersebut, dengan bantuan biaya dari pemerintah sekolah berusaha mengembangna potensi tersebut. Kurikulum rekonstruksi sosial bertujuan untuk menghadapka peserta didik pada berbagai permasalahan manusia dan kemanusian. Para pendukung kurikulum ini yakin, bahwa permasalahan yang muncul tidak harus diperhatikan oleh “pengetahuan sosial” saja, tetapi oleh setiap disiplin ilmu.
5.      Pendekatan Kompetensi
Kompetensi merupakan jalinan terpadu antara pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam pola berfikir dan bertindak.  Pendekatan kompetensi menitikberatkan kepada semua ranah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor.[12] Ciri-ciri pendekatan ini yakni berfikir teratur sistemik, sasran penilaian lebih difokuskan pada tingkat penguasaan dan kemampuan memperbaharui diri (regenerative capability).
Prosedur penggunaan pada pendekatan ini[13]:
a.       Menetapkan standar kopetensi lulusan yang harus dikuasai oleh para lulusan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan
b.      Memerinci perangkat kopetensi yang diharapkan dimiliki oleh para lulusan.
c.       Menetapkan bentuk dan kuantitas pengalaman belajar melalui bidang studi atau mata pelajaran (jjika perlu menciptakan mata pelajaran baru) dan kegiatan-kegiatan baru yang relevan.
d.      Mengembangkan silabus.
e.       Mengembangkan skenario pembelajaran
f.       Mengembangkan perangkat llunak (software)/
g.      Mengembangkan sistm penilaian.
  1. Pendekatan Sistem (System Aproach)
Sistem adalah totalitas atau keseluruhan komponen yang sling berfungsi, berinteraksi, berintelasiberinterelasi dan interpendensi untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Pendekatan sistem adalah penggunaan berbagai konsep yang serasi dari teori sistem yang umum untuk memahami teori organisasi dan praktik manajemen. Pendekatan sistem ini terdiri atas beberapa aspek, antara lain[14]: (1) filsafat sistem, yaitu sebagai cara untuk berfikir (way of thinking) tentang fenomena secara keseluruhan, (2) analisis sistem, yaitu metode atau teknik dalam memecahkan masalah (problem solving) atau pengambilan keputusan (decision making), (3) manajemen sistem, yaitu aplikasi teori sistem di dalam mengelola sistem organisasi.

  1. Pendekatan Berorientasi Pada Tujuan
Pendekatan ini menempatkan rumusan atau penempatan tujuan yang hendak dicapai dalam posisi sentral, sebab tujuan adalah pemberi arah dalam pelaksanaan proses belajar mengajar.[15]
Kelebihan pendekatan pengembangan kurikulum yang berorientasi pada tujuan adalah:
a.         Tujuan yang ingin dicapai jelas bagi penyusun kurikulum.
b.         Tujuan yang jelas akan memberikan arah yang jelas pula dalam menetapkan materi pelajaran, metode, jenis kegiatan dan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan.
c.         Tujuan-tujuan yang jelas itu juga akan memberikan arah dalam mengadakan penilaian terhadap hasil yang dicapai.
d.        Hasil penelitian yang terarah itu akan membantu penyusun kurikulum di dalam mengadakan perbaikan-perbaikan yang diperlukan.

  1. Pendekatan dengan Pola Organisasi Bahan
Pendekatan ini dapat dilihat dari pola pendekatan:
a.         Pendekatan pola Subject Matter Curriculum
Pendekatan ini penekanannya pada berbagai matapelajaran secara terpisah-pisah, misalnya: sejarah, ilmu bumi, biologi, matematika dan sebagainya. Matapelajaran ini tidak berhubungan satu sama lain.
b.        Pendekatan pola Correlated Curriculum
Pendekatan ini adalah pendekatan dengan pola mengelompokkan beberapa mata pelajaran (bahan) yang sering dan bisa secara dekat berhubungan. Misalnya, bidang studi IPA, IPS dan sebagainya.
c.         Pendekatan pola Integrated Curriculum
Pendekatan ini berdasarkan kepada keseluruhan hal yang mempunyai arti tertentu, Misalnya: pohon; sebatang pohon ini bukan merupakan sejumlah bagian-bagian pohon yang terkumpul, akan tetapi merupakan sesuatu yang memiliki arti tertentu yang utuh, yaitu pohon.
  1. Pendekatan Akuntabilitas (Accountability)
Accountability atau pertanggungjawaban lembaga pendidikan tentang pelaksanaan tugasnya kepada masyarakat akhir-akhir ini menjadi hal yang penting dalam dunia pendidikan. Akuntabilitas yang sistematis pertama kali diperkenalkan Frederick Tylor dalam bidang industri pada permulaan abad ini. Pendekatannya yang dikenal sebagai scientific management atau manajemen ilmiah, menetapkan tugas-tugas spesifik yang harus diselesaikan pekerja dalam waktu tertentu. Tiap pekerja bertanggung jawab atas penyelesaian tugas itu.
Menurut Prof. Dr. H. Wina Sanjaya, M.Pd. ada dua pendekatan yang bisa diterapkan dalam pengembangan kurikulum, yaitu:
a.      Pendekatan Top Down
Dikatakan pendekatan top down atau pendekatan administratif, yaitu pendekatan dengan sistem komando dari atas ke bawah. Oleh karena dimulai dari atas itulah, pendekatan ini juga dinamakan line staff mode. Dilihat dari cakupan pengembangannya, pendekatan top down bisa dilakukan baik untuk menyusun kurikulum yang benar-benar baru (curriculum construction) ataupun untuk penyempurnaan kurikulum yang sudah ada (curriculum improvement). Prosedur kerja atau proses pengembangan kurikulum model ini dilakukan kira-kira sebagai berikut:
Langkah pertama, dimulai dengan pembentukan tim pengarah oleh pejabat pendidikan.
Langkah kedua, adalah menyusun tim atau kelompok kerja untuk menjabarkan kebujakan atau rumusan-rumusan yang telah disusun oleh tim pengarah.
Langkah Ketiga, apabila kurikulum sudah selesai disusun oleh tim atau kelompok kerja, selanjutnya hasilnya diserahkan kepada tim perumus untuk dikaji dan diberi catatan-catatan atau direvisi.
Langkah Keempat, para administrator selanjutnya memerintahkan kepada setiap sekolah untuk mengimplementasikan kurikulum yang telah tersusun itu.[16]
b.      Pendekatan Grass Roots
Dalam model grass roots atau pengembangan kurikulum yang diawali oleh inisiatif dari bawah lalu disebartluaskan pada tingkat atau skala yang lebih luas, dengan istilah singkat sering dinamakan pengembangan kurikulum dari bawah ke atas. Oleh karena sifatnya yang demikian, maka pendekatan ini lebih banyak digunakan dalam penyempurnaan kurikulum (curriculum improvement), walaupun dalam skala yang terbatas mungkin juga digunakan dalam pengembangan kurikulum baru (curriculum construction).
Ada beberapa langkah penyempurnaan kurikulum yang dapat dilakukan manakala menggunakan pendekatan grass roots ini.
Pertama, menyadari adanya masalah. Berawal dari keresahan guru tentang kurikulum yang berlaku.
Kedua, mengadakan refleksi. Refleksi dilakukan dengan mengkaji literature yang relevan misalnya dengan membaca buku, jurnal hasil penelitian yang relevan dengan masalah yang kita hadapi atau mengkaji sumber informasi lain.
Ketiga, mengajukan hipotesis atau jawaban sementara. Guru memetakan berbagai kemungkinan munculnya masalah dan cara penanggulangannya.
Keempat, menentukan hipotesis yang sangat mungkin dekat dan dapat dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan.
Kelima, mengimplementasikan perencanaan dan mengevaluasinya secara terus-menerus hingga terpecahkan masalah yang dihadapi. Dalam pelaksanaannya kita bisa berkolaborasi atau meminta pendapat teman sejawat.
Keenam, membuat dan menyusun laporan hasil pelaksanaan pengembangan melalui grass roots. Langkah ini sangat penting untuk dilakukan sebagai bahan publikasi dan diseminasi, sehingga memungkinkan dapat dimanfaatkan dan diterapkan oleh orang lain yang pada gilirannya hasil pengembangan dapat tersebar.


BAB III
KESIMPULAN
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa: Pendekatan kurikulum adalah cara kerja dengan menerapkan strategi dan metode yang tepat dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan baik dari materi pembelajaran, proses pembelajaran maupun tujuan pembelajaran yang sistematis agar memperoleh kurikulum yang lebih baik dan bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. Pengantar Kurikulum, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2001)
Muhaimin. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam: di Sekolah Madrasah dan Perguruan tinggi. (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2005)
Munir, Kurikulum Berbasis TIK. (Bandung : ALFABETA, 2010)
Nasution, S. Asas-Asas Kurikulum. (Jakarta : Bumi Akasara, 2003)
Nasution, S. Kurikulum dan Pengajaran. (Jakarta : Bumi Aksara, 2001)
Syaodih, Nana Syaodih Sukmainata dan Erliana. Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. (Bandung : PT Refika Aditama, 2012)
Triwiyanto, Teguh. Manajemen Kurikulum dan Pembelajaran. (Jakarta : Bumi Akasara, 2015)
Nata, Abuddin. Manajemen Pendidikan (Jakarta: Kencana 2007
Khaerudin,Mahfud Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Jogjakarta: Nuansa Aksara 2007)



[1] Nana Syaodih Sukmainata dan Erliana Syaodih, Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. (Bandung : PT Refika Aditama, 2012) hlm 2
[2] Munir, Kurikulum Berbasis TIK. (Bandung : ALFABETA, 2010) hlm 3

[3] S. Nasution, Asa-Asas Kurikulum. (Jakarta : Bumi Akasara, 2003) hlm 6
[4] Muhaimin. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam: di sekolah Madrasah dan Perguruan tinggi. (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 10
[5] Muhaimin, ibid hlm 12
[6] Muhaimin, ibid hlm 139
[7] Muhaimin, ibid hlm 140
[8] Muhaimin, ibid hlm 142
[9]  Muhaimin, ibid hlm 144
[10] Muhaimin, ibid hlm 163
[11] Muhaimin, ibid hlm 163
[12] Abu Ahmadi, Pengantar Kurikulum, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2001), hlm. 29
[13] Teguh Triwiyanto, Manajemen Kurikulum dan Pembelajaran. (Jakarta : Bumi Akasara, 2015) hlm 183
[14] S. Nasution, Kurikulum dan Pengajaran. (Jakarta : Bumi Aksara, 2001) hlm 56
[15] Abuddin, Nata. Manajemen Pendidikan (Jakarta: Kencana 2007) hlm 175.
[16] Mahfud, khaeruddin. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Jogjakarta: Nuansa Aksara 2007) hlm 43.