Monday, September 22, 2014

SIFAT-SIFAT ALLAH



PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Allah telah menetapkan bagi diri-Nya sifat-sifat  yang menunjukkan dan sekaligus memberitahukan, menggambarkan dan membuktikan kesempurnaan-Nya Allah. Allah SWT melakukan pilihan-pilihan sesuai kehendak-Nya untuk memberikan pahala atau memberikan siksa, mencipta atau tidak mencipta, memberi petunjuk atau tidak memberikannya dan sebagainya. Allah melakukan perbuatan-perbuatanyang layak bagi-Nya dan sesuai dengan kehendak dan kekuasaan-Nya. Begitulah Tuhan memberitahukan tentang diri-Nya kepada makhluk-Nya. Apapun yang terdapat pada diri Allah dan keluar dari-Nya adalah kehendak, kekuasaan, kesempurnaan dan milik Allah yang Maha suci. Itulah sifat Allah yang Maha sempurna dan meliputi segala sesuatu.
Namun demikian, perlu ditegaskan bahwa Allah sama sekali berbeda dari dan tidak dapat disamakan dengan makhluk-Nya. Dia Allah Maha suci dan bersih dari segala penyerupaan dan pembentukan. Sifat Allah bukanlah Dzat-Nya tetapi ia (sifat) tidak dapat dipisahkan dari-Nya.jika dikatakan bahwa Allah Maha melihat, berarti Allah melihat dengan penglihatan-Nya, bukan dengan Dzat-Nya.
Melalui pemahaman sifat-sifat Allah sebagai kesempurnaan bagi-Nya dapat membantu meningkatkan keimanan kita kepada Allah. Sesungguhnya keimanan manusia itu yazid wa yankus (naik turun). Oleh karena itu agar keimanan manusia bisa yazid dan tidak yankus maka manusia harus memahami sifat-sifat Allah, keajaiban-keajaiban alam dan seluruh isi alam jagad raya ini milik Allah SWT.

1.2.RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian iman dan sifat Allah ?
2.      Bagaimana sifat-sifat Allah yang tsubutiya dan salbiyah ?
3.      Apa saja sifat-sifat wajib bagi Allah ?
4.      Apa saja ayat-ayat al-quran yang berkaitan dengan sifat-sifat Allah ?


1.3. TUJUAN MASALAH
1.      Untuk mengetahui dan memahami pengertian iman dan sifat Allah.
2.      Untuk mengetahui dan memahami sifat-sifat Allah yang stubutiyah dan salbiyah supaya yazid keimanan manusia.
3.      Untuk mengetahui dan memahami sifat-sifat wajib bagi Allah agar bertambah keimanan manusia dengan mempelajari sifat-sifat wajib bagi Allah tersebut.
4.      Untuk mengetahui ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan dengan sifat-sifat Allah.
















BAB II
PEMBAHASAN

2.1.  Pengertian iman dan sifat Allah
Iman dari segi bahasa berarti percaya. Berasal dari bahasa arab
يُؤْمِنُ - ِايْمَانًا  اَمَنَ –
        Menurut istilah:
اَلإيْمَا نُ هُوَ تَصْدِيْقُ بِالْقَلْبُ وَاِقْرَارٌ بِالِلسَانِ وَعَمَلٌ بِالأرْكَانِ                        Artinya: “ iman adalah membenarkan dengan hati, mengucapkan dengan lisan, dan memperbuat dengan anggota badan (beramal).”
Iman itu terdiri atas tiga tingkatan:
a.       Tingkatan mengenal. Pada tingkatan pertama ini seseorang baru mengenalsesuatu yang diimani.
b.      Tingkatan kesadaran. Pada tingkat kedua ini iman seseorang sudah lebih tinggi, karena sesuatu yang diimani didasari oleh alasan-alasan tertentu.
c.       Tingkatan haqqul yaqin. Tingkat ini adalah tingkatan iman yang tertinggi. Seseorang mengimani sesuatu tidak hanya mengetahui dengan alasan-alasan tertentu, tetapi dibarengi dengan ketaatan dan berserah diri kepada Allah.[1]
Adapun “Sifat” (sifah) adalah nama yang menunjukkan pada sebagian keadaan dari dzat ,[2] dan sifat tersebut merupakan sesuatu yang terjadi dengan mengambil sesuatu dari dzat tersebut, seperti ilmu kekuasaan dan sebagainya.”[3]
Ibnu Faris mengatakan: sifat adalah al-amarah (tanda-tanda) yang lazim untuk sesuatu.[4] Ia juga mengatakan: “sifat (na’t) adalah penyebutan (penjelasan) mengenai sesuatu dengan kebaikan yang ada di dalamnya.”[5] 
Sifat-sifat Allah seluruhnya sifat sempurna yang tidak memiliki kekurangan sedikitpun dalam segala aspeknya.. seperti sifat Al Hayah (hidup). Al Ilmu (berilmu), Al Qudrah (berkuasa), As Sam’u (mendengar), Al Bashar (melihat), dan lain-lainnya.
Sifat-sifat di atas semuanya sempurna ditinjau dari segala aspeknya. Ini berdasarkan dalil wahyu, akal maupun fitrah manusia.

a)      Dalil wahyu
Adapun dalil wahyu, Al-Quran dan Al-Hadits, di antaranya firman Allah Ta’ala:
                  وَهُوَ الأعْلَى الْمَثَلُ وَلِلَّهِ السَّوْءِ مَثَلُ بِالآخِرَةِ يُؤْمِنُونَ لا لِلَّذِينَ
                                     الْحَكِيمُ الْعَزِيزُ         
orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, mempunyai sifat yang buruk; dan Allah mempunyai sifat yang Mahatinggi; dan Dia-lah yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (Q.s. An-Nahl:60)
Makna al-matsal al-A’la ( الأعْلَى الْمَثَلُ ) pada ayat di atas ialah sifat yang maha tinggi.[6]
b)      Dalil akal
Menurut hukum akal, dapat dikatakan bahwa seluruh yang wujud pasti memiliki sifat, apakah itu sifat sempurna atau sifat yang masih mengandung kekurangan.
Jelas, Ar Rabb (Allah) mempunyai sifat sempurna lagi berhak disembah. Sifat-sifat yang masih mengandung kekurangan dan kelemahan tidak layak ada pada Allah. Oleh karena itu, Allah menyatakan batilnya penyembahan kepada berhala dengan menisbatkan sifat kekurangan dan kelemahan kepada para berhala tersebut.
Allah berfirman:
            إِلَى لَهُ يَسْتَجِيبُ لا مَنْ اللَّهِ دُونِ مِنْ يَدْعُو مِمَّنْ أَضَلُّ وَمَنْ
                            غَافِلُونَ دُعَائِهِمْ عَنْ وَهُمْ الْقِيَامَةِ يَوْمِ
“dan siapakah yang lebih sesat dari pada orang yang menyembah sembahan-sembahan selain Allah yang tidak dapat memperkenankan (doa) sampai hari kiamat; dan mereka lalai dari (memperhatikan) doa mereka?” (Q.s. Al Ahqaf:5)
Kemudian, telah terbukti dengan indra dan fakta bahwa makhluk pun ada yang mempunyai sifat sempurna yang itu tidak lain datangnya dari Allah Ta’ala. Bila demikian, tentu Dzat yang memberi sifat sempurna seperti itu lebih pantas memiliki sifat-sifat sempurna.
c)      Dalil fitrah
Menurut fitrah, jiwa yang masih jernih akan mencintai, mengagungkan dan menyembah Allah. Sebaliknya, jiwa masih lurus juga tidak akan mau mencintai, mengagungkan dan menyembah Dzat yang dia tidak ketahui tidak memilki sifat-sifat kesempurnaan, baik secara rububiyah maupun uluhiyah.
Apabila ada satu sifat yang menunjukkan kekurangan, yang tidak terpuji, yang tidak sempurna, seperti sifat mati, bodoh, lupa, tidak berkemampuan, buta, bisu dan sejenisnya, maka sifat ini mustahil ada pada Allah. Ini berdasarkan firman Allah:
                       يَمُوتُلاالَّذِي الْحَيِّ عَلَى وَتَوَكَّلْ
 “dan bertakwakallah kepada Allah yang hidup (kekal) yang tidak mati.” (Q.s. Al Furqan:58)[7]

2.2. Sifat-sifat Allah terbagi menjadi sifat tsubutiyah dan sifat salbiyah
1.      Sifat Tsubutiyah
Sifat tsubutiyah adalah sifat-sifat yang telah ditetapkan oleh Allah menjadi sifat diri-Nya di dalam Al-Quran dan hadits Rasulullah. Sifat ini semuanya sifat yang sempurna, tidak sedikitpun memiliki kekurangan. Yang termasuk sifat-sifat tsubutiyah misalnya: sifat Al-Hayah (hidup), ilmu, Qudrah (berkuasa), Istiwa’ ‘alal Arsy (bersemayam di atas Arsy), Nuzul (turun) ke langit dunia, mempunyai wajah, mempunyai dua tangan, dan lain-lain.[8]
Sifat tsubutiyah ini terbagi menjadi dua, yaitu:
Sifat Dzatiyah adalah sifat yang senantiasa dan selamanya ada pada Allah. Yang termasuk sifat-sifat dzatiyah adalah Al Ilmu (mengetahui), Al Qudrat (berkuasa), Al Hikmah (bijaksana), Al ‘Uluw (tinggi) dan Al ‘Azhamah (agung).
Sifat dzatiyah ada yang berupa sifat khobariyah, seperti Allah mempunyai wajah, mempunyai dua tangan dan mempunyai dua mata.
      Sifat fi’liyah adalah sifat-sifat Allah yang berhubungan dengan perbuatan-Nya, jika berkehendak, maka Dia akan melakukan, dan jika tidak, maka Dia tidak melakukannya.
Yang termasuk sifat-sifat fi’liyah misalnya Allah bersemayam di atas Arsy-Nya, Allah turun ke langit dunia, dan sebagainya.
Terkadang satu sifat bisa termasuk sifat dzatiyah sekaligus sifat fi’liyah. Seperti sifat kalam (berbicara). Ditinjau dari asal sifatnya, sifat Al Kalam adalah dzatiyah karena Allah senantiasa berbicara, tetapi jka ditinjau dari peristiwanya, maka Al Kalam merupakan sifat fi’liyah karena Allah berbicara jika Dia menghendaki kapan dan bagaimananya. Di jelaskan dalam firman Allah:
     فَيَكُونُ كُنْ لَهُ يَقُولَ أَنْ شَيْئًا أَرَادَ إِذَا أَمْرُهُ إِنَّمَا
“Sesungguhnya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah dengan berkata, ‘jadilah!’ maka akan terjadilah sesuatu itu.” (Q.s. Yasin:82).
Semua sifat yang berhubungan dengan kehendak Allah selalu mengikuti hikmah-Nya. Terkadang hikmah tersebut bisa kita ketahui, namun terkadang tidak mampu kita ketahui, tetapi kita harus tetap meyakini bahwa Allah berkehendak sesuai dengan hikmah-Nya. Ini diisyaratkan oleh Allah dalam firman-Nya:
    حَكِيمًا عَلِيمًا كَانَ اللَّهَ إِنَّ اللَّهُ يَشَاءَ أَنْ إِلا تَشَاءُونَ وَمَا
“Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki oleh Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.” (Q.s. Al Insan:30) [9]
2.       sifat salbiyah
Sifat salbiyah adalah sifat-sifat yang Allah nafikan dari diri-Nya, baik dalam al-quran maupun hadits. Sifat salbiyah semuanya sifat kekurangan dan tercela yang tidak layak dinisbatkan kepada Allah. Yang termasuk sifat salbiyah misalnya sifat Al Maut (mati), An Naum (tidur), Al Jahlu (bodoh), An Nisyan (lupa), Al ‘Ajzu (lemah), At Ta’ab (lelah).
Sifat-sifat salbiyah ini wajib dinafikan dari Allah, berdasarka penjelasan di atas, namun harus disertai dengan menetapkan kebalikan dari sifat-sifat tersebut yang sempurna. Hal itu karena yang dimaksud dengan meniadakan sifat salbiyah tidak lain adalah menjelaskan tidak adanya sifat-sifat tersebut disebabkan adanya kesempurnaan lawan sifat tersebut. Jadi, bukan sekedar meniadakan saja. Sebab penafian tersebut tidak akan menghasilkan sesuatu yang sempurna jika tidak mengandung sesuatu yang menunjukkan kesempurnaan. Contoh sifat salbiyah dalam firman Allah:
يَمُوتُلاالَّذِي الْحَيِّ عَلَى وَتَوَكَّلْ
“Dan bertawakallah kepada Allah yang hidup (kekal), yang tidak mati.” (Q.s. Al Furqan:58)
Peniadaan sifat kematian pada ayat di atas mengandung penetapan sifat hidup yang sempurna bagi Allah.
Dengan begitu bisa kita ketahui bahwa di balik sifat salbiyah Allah terkadang malah terkandung isyarat adanya lebih dari satu sifat kesempurnaan-Nya.[10] 
 
2.3.  Sifat-sifat Wajib bagi Allah
Sifat wajib bagi Allah adalah sifat yang harus ada pada Dzat Allah sebagai kesempurnaan bagi-Nya. Menurut para ulama ilmu kalam sifat-sifat wajib bagi Allah terdiri atas 20 sifat. Dari 20 sifat itu dikelompokkan menjadi 4 kelompok sebagai berikut:
a.       Sifat Nafsiyah, yaitu sifat yang berhubungan dengan Dzat Allah. Sifat nafsiyah ini hanya ada satu, yaitu Wujud (ada).
b.      Sifat Salbiyah yaitu sifat yang meniadakan adanya sifat sebaliknya, yakni sifat-sifat yang tidak sesuai, tidak layak dengan kesempurnaan Dzat-Nya. Sifat salbiyah ini ada lima, yaitu:
1.      Qidam (dahulu)
2.      Baqa’(kekal)
3.      Mukhalafatul lil-hawadis (berbeda dengan yang baru)
4.      Qiyamuhu bi nafsihi (berdiri sendiri)
5.      Wahdaniyah (keesaan)
c.       Sifat Ma’ani yaitu sifat-sifat abstrak yang wajib ada pada Allah. Yang termasuk sifat ma’ani ada tujuh, yaitu:
1.      Qudrah (berkuasa)
2.      Iradat (berkehendak)
3.      ‘llmu (mengetahui)
4.      Hayat (hidup)
5.      Sama’ (mendengar)
6.      Basar (melihat)
7.      Kalam (berbicara)
d.      Sifat Ma’nawiyah adalah kelaziman dari sifat Ma’ani. Sifat Ma’nawiyah tidak dapat berdiri sendiri, sebab setiap ada sifat ma’ani tentu ada sifat Ma’nawiyah. Jumlah sifat ma’nawiyah sama dengan jumlah sifat ma’ani, yaitu:
1.      Qadiran ( Maha berkuasa)
2.      Muridan (Maha berkehendak)
3.      ‘Aliman (Maha mengetahui)
4.      Hayyan (Maha hidup)
5.      Sami’an (Maha mendengar)
6.      Basiran (Maha melihat)
7.      Mutakalliman (Maha berbicara)[11]
Selain sifat-sifat wajib bagi Allah ada juga sifat-sifat mustahil bagi Allah. Sifat mustahil bagi Allah yaitu sifat yang tidak layak dan tidak mungkin ada pada Allah dan sekiranya terdapat sifat tersebut dapat melemahkan derajat Allah. Sifat mustahil ini merupakan kebalikan dari sifat-sifat wajib bagi Allah , karena itu jumlahnya sama, yaitu sebanyak 20 sifat. Adapun sifat-sifat mustahil tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Sifat mustahil dari sifat nafsiyah ada satu, yaitu ‘Adam (tidak ada)
b.      Sifat mustahil dari sifat salbiyah ada lima, yaitu:
1.      Hudus (baru)
2.      Fana’ (rusak)
3.      Mumatsalatuhu lil-hawadis (sama dengan makhluknya)
4.      Ihtiyajuhu li gairih ( membutuhkan yang lain)
5.      Ta’addud (berbilang)
c.       Sifat mustahil dari sifat Ma’ani ada tujuh, yaitu:
1.      ‘Ajz (tidak mampu)
2.      Karahah ( dipaksa)
3.      Jahl (bodoh)
4.      Maut (mati)
5.      Samam (tuli)
6.      Umy (buta)
7.      Bukm (bisu)
d.      Sifat mustahil dari sifat Ma’nawiyah ada tujuh, yaitu:
1.      ‘Ajizan
2.      Mukrahan
3.      Jahilan
4.      Mayyitan
5.      Asamm
6.      A’ma
7.      Abkam[12]
Selain sifat wajib, sifat mustahil bagi Allah, ada juga sifatsifat jaiz bagi Allah. Kata “jaiz” menurut bahasa berarti “boleh”. Yang dimaksud dengan sifat jaiz bagi Allah ialah sifat yang boleh ada dan boleh pula tidak ada pada Allah.
Sifat jaiz ini tidak menuntut pasti ada atau pasti tidak ada. Allah bebas dengan kehendak-Nya sendiri tanpa ada yang menghendaki. Allah boleh saja tidak menciptakan alam ini, jika Dia tidak menghendaki alam ini.
Pembagian sifat jaiz bagi Allah ini sangat berbeda dengan sifat wajib dan sifat mustahil, sifat jaiz bagi Allah hanya satu, yaitu:
فِعْلُ كُلِّ مُمْكِنٍ اَوْ تَرْكُهُ
Artinya: “ memperbuat segala sesuatu yang mungkin terjadi atau tidak memperbuatnya.”
Yang dimaksud dengan sesuatu yang mungkin terjadi adalah sesuatu yang boleh terjadi dan boleh juga tidak terjadi. Allah bebas menciptakan dan berbuat sesuatu yang Dia kehendaki.[13] 















DAFTAR PUSTAKA
Al Utsaimin, Syaikh Muhammad bin Shalih, 1996, Qowa’idul Mutsla, yogyakarta : media hidayah
Al- jibrin, Syaikh Abdullah bin Abdul Aziz, 2006, Cara Mudah Memahami Aqidah, Jakarta: Pustaka At-Tazkia.
Al Utsaimin, Syaikh Muhammad bin Shalih, 1995, Syarah Lum’atul I’tiqad, yogyakarta: Media Hidayah.
As-Segaf, Alawi bin Abdul Qadir, 2001, Mengungkapkan Kesempurnaan Sifat-sifat Allah dalam Alquran dan As-sunnah, Jakarta:Pustaka Azzam.
Drs. H. Masan AF, 2009, Aqidah Akhlak Madrasah Tsanawiyah kelas V11, Semarang: Karya Toha Putra.





[1] H. Masan AF, Aqidah Akhlak Madrasah Tsanawiyah kelas V11,(Semarang: Karya Toha putra,2009), hal.4
[2] “Al-Ta’rifat” (h. 133)
[3] “Al-Kulliyat” (h. 546)
[4] “Mu’jam Maqayis al-Lughah” (5/448)
[5] Ibid., (6/115)
[6] Al utsman syaikh M. bin Sholeh, Al Qowa’idul Mutsla memahami nama dan sifat Allah, (yogyakarta: hidayah, 2003), h. 72
[7]Al utsman syaikh M. bin Sholeh, Al Qowa’idul Mutsla memahami nama dan sifat Allah, (yogyakarta: hidayah, 2003), h. 72-74
[8] Al utsman syaikh M. bin Sholeh, Al Qowa’idul Mutsla memahami nama dan sifat Allah, (yogyakarta: hidayah, 2003), h.82
[9] Al utsman syaikh M. bin Sholeh, Al Qowa’idul Mutsla memahami nama dan sifat Allah, (yogyakarta: hidayah, 2003), h. 88-89
[10]Al utsman syaikh M. bin Sholeh, Al Qowa’idul Mutsla memahami nama dan sifat Allah, (yogyakarta: hidayah, 2003), h. 84-86
[11]H. Masan AF, Aqidah Akhlak Madrasah Tsanawiyah kelas V11,(Semarang: Karya Toha putra,2009), hal. 16
[12]H. Masan AF, Aqidah Akhlak Madrasah Tsanawiyah kelas V11,(Semarang: Karya Toha putra,2009), hal. 18
[13]H. Masan AF, Aqidah Akhlak Madrasah Tsanawiyah kelas V11,(Semarang: Karya Toha putra,2009), hal. 20

No comments:

Post a Comment