PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Allah telah menetapkan
bagi diri-Nya sifat-sifat yang
menunjukkan dan sekaligus memberitahukan, menggambarkan dan membuktikan
kesempurnaan-Nya Allah. Allah SWT melakukan pilihan-pilihan sesuai kehendak-Nya
untuk memberikan pahala atau memberikan siksa, mencipta atau tidak mencipta,
memberi petunjuk atau tidak memberikannya dan sebagainya. Allah melakukan
perbuatan-perbuatanyang layak bagi-Nya dan sesuai dengan kehendak dan
kekuasaan-Nya. Begitulah Tuhan memberitahukan tentang diri-Nya kepada
makhluk-Nya. Apapun yang terdapat pada diri Allah dan keluar dari-Nya adalah
kehendak, kekuasaan, kesempurnaan dan milik Allah yang Maha suci. Itulah sifat
Allah yang Maha sempurna dan meliputi segala sesuatu.
Namun demikian, perlu
ditegaskan bahwa Allah sama sekali berbeda dari dan tidak dapat disamakan
dengan makhluk-Nya. Dia Allah Maha suci dan bersih dari segala penyerupaan dan
pembentukan. Sifat Allah bukanlah Dzat-Nya tetapi ia (sifat) tidak dapat
dipisahkan dari-Nya.jika dikatakan bahwa Allah Maha melihat, berarti Allah
melihat dengan penglihatan-Nya, bukan dengan Dzat-Nya.
Melalui pemahaman
sifat-sifat Allah sebagai kesempurnaan bagi-Nya dapat membantu meningkatkan
keimanan kita kepada Allah. Sesungguhnya keimanan manusia itu yazid wa yankus
(naik turun). Oleh karena itu agar keimanan manusia bisa yazid dan tidak yankus
maka manusia harus memahami sifat-sifat Allah, keajaiban-keajaiban alam dan
seluruh isi alam jagad raya ini milik Allah SWT.
1.2.RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa pengertian
iman dan sifat Allah ?
2.
Bagaimana
sifat-sifat Allah yang tsubutiya dan salbiyah ?
3.
Apa saja
sifat-sifat wajib bagi Allah ?
4.
Apa saja
ayat-ayat al-quran yang berkaitan dengan sifat-sifat Allah ?
1.3.
TUJUAN MASALAH
1.
Untuk mengetahui
dan memahami pengertian iman dan sifat Allah.
2.
Untuk mengetahui
dan memahami sifat-sifat Allah yang stubutiyah dan salbiyah supaya yazid
keimanan manusia.
3.
Untuk mengetahui
dan memahami sifat-sifat wajib bagi Allah agar bertambah keimanan manusia
dengan mempelajari sifat-sifat wajib bagi Allah tersebut.
4.
Untuk mengetahui
ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan dengan sifat-sifat Allah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian iman dan sifat Allah
Iman
dari segi bahasa berarti percaya. Berasal dari bahasa arab
يُؤْمِنُ - ِايْمَانًا
اَمَنَ –
Menurut istilah:
اَلإيْمَا نُ هُوَ تَصْدِيْقُ بِالْقَلْبُ
وَاِقْرَارٌ بِالِلسَانِ وَعَمَلٌ بِالأرْكَانِ Artinya: “ iman
adalah membenarkan dengan hati, mengucapkan dengan lisan, dan memperbuat dengan
anggota badan (beramal).”
Iman
itu terdiri atas tiga tingkatan:
a. Tingkatan
mengenal. Pada tingkatan pertama ini seseorang baru mengenalsesuatu yang
diimani.
b. Tingkatan
kesadaran. Pada tingkat kedua ini iman seseorang sudah lebih tinggi, karena
sesuatu yang diimani didasari oleh alasan-alasan tertentu.
c. Tingkatan
haqqul yaqin. Tingkat ini adalah tingkatan iman yang tertinggi. Seseorang
mengimani sesuatu tidak hanya mengetahui dengan alasan-alasan tertentu, tetapi
dibarengi dengan ketaatan dan berserah diri kepada Allah.[1]
Adapun
“Sifat” (sifah) adalah nama yang
menunjukkan pada sebagian keadaan dari dzat ,[2]
dan sifat tersebut merupakan sesuatu yang terjadi dengan mengambil sesuatu dari
dzat tersebut, seperti ilmu kekuasaan dan sebagainya.”[3]
Ibnu
Faris mengatakan: sifat adalah al-amarah
(tanda-tanda) yang lazim untuk sesuatu.[4] Ia
juga mengatakan: “sifat (na’t) adalah
penyebutan (penjelasan) mengenai sesuatu dengan kebaikan yang ada di dalamnya.”[5]
Sifat-sifat
Allah seluruhnya sifat sempurna yang tidak memiliki kekurangan sedikitpun dalam
segala aspeknya.. seperti sifat Al Hayah (hidup). Al Ilmu (berilmu), Al Qudrah
(berkuasa), As Sam’u (mendengar), Al Bashar (melihat), dan lain-lainnya.
Sifat-sifat
di atas semuanya sempurna ditinjau dari segala aspeknya. Ini berdasarkan dalil
wahyu, akal maupun fitrah manusia.
a) Dalil
wahyu
Adapun dalil wahyu,
Al-Quran dan Al-Hadits, di antaranya firman Allah Ta’ala:
وَهُوَ الأعْلَى الْمَثَلُ وَلِلَّهِ السَّوْءِ مَثَلُ بِالآخِرَةِ يُؤْمِنُونَ لا لِلَّذِينَ
الْحَكِيمُ الْعَزِيزُ
“orang-orang
yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, mempunyai sifat yang buruk; dan
Allah mempunyai sifat yang Mahatinggi; dan Dia-lah yang Mahaperkasa lagi
Mahabijaksana.” (Q.s. An-Nahl:60)
b) Dalil
akal
Menurut hukum akal,
dapat dikatakan bahwa seluruh yang wujud pasti memiliki sifat, apakah itu sifat
sempurna atau sifat yang masih mengandung kekurangan.
Jelas, Ar Rabb (Allah) mempunyai sifat
sempurna lagi berhak disembah. Sifat-sifat yang masih mengandung kekurangan dan
kelemahan tidak layak ada pada Allah. Oleh karena itu, Allah menyatakan
batilnya penyembahan kepada berhala dengan menisbatkan sifat kekurangan dan
kelemahan kepada para berhala tersebut.
Allah berfirman:
إِلَى لَهُ يَسْتَجِيبُ لا مَنْ
اللَّهِ دُونِ مِنْ يَدْعُو مِمَّنْ
أَضَلُّ وَمَنْ
غَافِلُونَ دُعَائِهِمْ عَنْ وَهُمْ
الْقِيَامَةِ يَوْمِ
“dan
siapakah yang lebih sesat dari pada orang yang menyembah sembahan-sembahan
selain Allah yang tidak dapat memperkenankan (doa) sampai hari kiamat; dan
mereka lalai dari (memperhatikan) doa mereka?” (Q.s. Al Ahqaf:5)
Kemudian, telah
terbukti dengan indra dan fakta bahwa makhluk pun ada yang mempunyai sifat
sempurna yang itu tidak lain datangnya dari Allah Ta’ala. Bila demikian, tentu
Dzat yang memberi sifat sempurna seperti itu lebih pantas memiliki sifat-sifat
sempurna.
c) Dalil
fitrah
Menurut fitrah, jiwa
yang masih jernih akan mencintai, mengagungkan dan menyembah Allah. Sebaliknya,
jiwa masih lurus juga tidak akan mau mencintai, mengagungkan dan menyembah Dzat
yang dia tidak ketahui tidak memilki sifat-sifat kesempurnaan, baik secara
rububiyah maupun uluhiyah.
Apabila ada satu sifat
yang menunjukkan kekurangan, yang tidak terpuji, yang tidak sempurna, seperti
sifat mati, bodoh, lupa, tidak berkemampuan, buta, bisu dan sejenisnya, maka
sifat ini mustahil ada pada Allah. Ini berdasarkan firman Allah:
يَمُوتُلاالَّذِي الْحَيِّ عَلَى وَتَوَكَّلْ
“dan bertakwakallah kepada Allah yang hidup
(kekal) yang tidak mati.” (Q.s. Al Furqan:58)[7]
2.2. Sifat-sifat
Allah terbagi menjadi sifat tsubutiyah dan sifat salbiyah
1.
Sifat
Tsubutiyah
Sifat tsubutiyah adalah
sifat-sifat yang telah ditetapkan oleh Allah menjadi sifat diri-Nya di dalam
Al-Quran dan hadits Rasulullah. Sifat ini semuanya sifat yang sempurna, tidak
sedikitpun memiliki kekurangan. Yang termasuk sifat-sifat tsubutiyah misalnya:
sifat Al-Hayah (hidup), ilmu, Qudrah (berkuasa), Istiwa’ ‘alal Arsy (bersemayam
di atas Arsy), Nuzul (turun) ke langit dunia, mempunyai wajah, mempunyai dua
tangan, dan lain-lain.[8]
Sifat tsubutiyah ini terbagi menjadi
dua, yaitu:
Sifat
Dzatiyah adalah sifat yang senantiasa dan selamanya ada pada
Allah. Yang termasuk sifat-sifat dzatiyah adalah Al Ilmu (mengetahui), Al
Qudrat (berkuasa), Al Hikmah (bijaksana), Al ‘Uluw (tinggi) dan Al ‘Azhamah
(agung).
Sifat dzatiyah ada yang berupa sifat
khobariyah, seperti Allah mempunyai wajah, mempunyai dua tangan dan mempunyai
dua mata.
Sifat fi’liyah adalah sifat-sifat Allah
yang berhubungan dengan perbuatan-Nya, jika berkehendak, maka Dia akan
melakukan, dan jika tidak, maka Dia tidak melakukannya.
Yang termasuk
sifat-sifat fi’liyah misalnya Allah bersemayam di atas Arsy-Nya, Allah turun ke
langit dunia, dan sebagainya.
Terkadang satu sifat
bisa termasuk sifat dzatiyah sekaligus sifat fi’liyah. Seperti sifat kalam
(berbicara). Ditinjau dari asal sifatnya, sifat Al Kalam adalah dzatiyah karena
Allah senantiasa berbicara, tetapi jka ditinjau dari peristiwanya, maka Al
Kalam merupakan sifat fi’liyah karena Allah berbicara jika Dia menghendaki
kapan dan bagaimananya. Di jelaskan dalam firman Allah:
فَيَكُونُ كُنْ لَهُ يَقُولَ
أَنْ شَيْئًا أَرَادَ إِذَا أَمْرُهُ إِنَّمَا
“Sesungguhnya
apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah dengan berkata, ‘jadilah!’ maka akan
terjadilah sesuatu itu.” (Q.s. Yasin:82).
Semua sifat yang
berhubungan dengan kehendak Allah selalu mengikuti hikmah-Nya. Terkadang hikmah
tersebut bisa kita ketahui, namun terkadang tidak mampu kita ketahui, tetapi
kita harus tetap meyakini bahwa Allah berkehendak sesuai dengan hikmah-Nya. Ini
diisyaratkan oleh Allah dalam firman-Nya:
حَكِيمًا عَلِيمًا كَانَ اللَّهَ
إِنَّ اللَّهُ يَشَاءَ أَنْ إِلا
تَشَاءُونَ وَمَا
“Dan
kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki oleh Allah.
Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.” (Q.s. Al
Insan:30) [9]
2. sifat
salbiyah
Sifat salbiyah adalah
sifat-sifat yang Allah nafikan dari diri-Nya, baik dalam al-quran maupun
hadits. Sifat salbiyah semuanya sifat kekurangan dan tercela yang tidak layak
dinisbatkan kepada Allah. Yang termasuk sifat salbiyah misalnya sifat Al Maut
(mati), An Naum (tidur), Al Jahlu (bodoh), An Nisyan (lupa), Al ‘Ajzu (lemah),
At Ta’ab (lelah).
Sifat-sifat salbiyah
ini wajib dinafikan dari Allah, berdasarka penjelasan di atas, namun harus
disertai dengan menetapkan kebalikan dari sifat-sifat tersebut yang sempurna.
Hal itu karena yang dimaksud dengan meniadakan sifat salbiyah tidak lain adalah
menjelaskan tidak adanya sifat-sifat tersebut disebabkan adanya kesempurnaan
lawan sifat tersebut. Jadi, bukan sekedar meniadakan saja. Sebab penafian
tersebut tidak akan menghasilkan sesuatu yang sempurna jika tidak mengandung
sesuatu yang menunjukkan kesempurnaan. Contoh sifat salbiyah dalam firman
Allah:
يَمُوتُلاالَّذِي الْحَيِّ عَلَى وَتَوَكَّلْ
“Dan
bertawakallah kepada Allah yang hidup (kekal), yang tidak mati.” (Q.s. Al
Furqan:58)
Peniadaan sifat
kematian pada ayat di atas mengandung penetapan sifat hidup yang sempurna bagi
Allah.
Dengan begitu bisa kita
ketahui bahwa di balik sifat salbiyah Allah terkadang malah terkandung isyarat
adanya lebih dari satu sifat kesempurnaan-Nya.[10]
2.3.
Sifat-sifat
Wajib bagi Allah
Sifat
wajib bagi Allah adalah sifat yang harus ada pada Dzat Allah sebagai
kesempurnaan bagi-Nya. Menurut para ulama ilmu kalam sifat-sifat wajib bagi
Allah terdiri atas 20 sifat. Dari 20 sifat itu dikelompokkan menjadi 4 kelompok
sebagai berikut:
a. Sifat
Nafsiyah, yaitu sifat yang berhubungan dengan Dzat Allah. Sifat nafsiyah ini
hanya ada satu, yaitu Wujud (ada).
b. Sifat
Salbiyah yaitu sifat yang meniadakan adanya sifat sebaliknya, yakni sifat-sifat
yang tidak sesuai, tidak layak dengan kesempurnaan Dzat-Nya. Sifat salbiyah ini
ada lima, yaitu:
1. Qidam
(dahulu)
2. Baqa’(kekal)
3. Mukhalafatul
lil-hawadis (berbeda dengan yang baru)
4. Qiyamuhu
bi nafsihi (berdiri sendiri)
5. Wahdaniyah
(keesaan)
c. Sifat
Ma’ani yaitu sifat-sifat abstrak yang wajib ada pada Allah. Yang termasuk sifat
ma’ani ada tujuh, yaitu:
1. Qudrah
(berkuasa)
2. Iradat
(berkehendak)
3. ‘llmu
(mengetahui)
4. Hayat
(hidup)
5. Sama’
(mendengar)
6. Basar
(melihat)
7. Kalam
(berbicara)
d. Sifat
Ma’nawiyah adalah kelaziman dari sifat Ma’ani. Sifat Ma’nawiyah tidak dapat
berdiri sendiri, sebab setiap ada sifat ma’ani tentu ada sifat Ma’nawiyah.
Jumlah sifat ma’nawiyah sama dengan jumlah sifat ma’ani, yaitu:
1. Qadiran
( Maha berkuasa)
2. Muridan
(Maha berkehendak)
3. ‘Aliman
(Maha mengetahui)
4. Hayyan
(Maha hidup)
5. Sami’an
(Maha mendengar)
6. Basiran
(Maha melihat)
7. Mutakalliman
(Maha berbicara)[11]
Selain sifat-sifat
wajib bagi Allah ada juga sifat-sifat mustahil bagi Allah. Sifat mustahil bagi
Allah yaitu sifat yang tidak layak dan tidak mungkin ada pada Allah dan
sekiranya terdapat sifat tersebut dapat melemahkan derajat Allah. Sifat
mustahil ini merupakan kebalikan dari sifat-sifat wajib bagi Allah , karena itu
jumlahnya sama, yaitu sebanyak 20 sifat. Adapun sifat-sifat mustahil tersebut
adalah sebagai berikut:
a. Sifat
mustahil dari sifat nafsiyah ada satu, yaitu ‘Adam (tidak ada)
b. Sifat
mustahil dari sifat salbiyah ada lima, yaitu:
1. Hudus
(baru)
2. Fana’
(rusak)
3. Mumatsalatuhu
lil-hawadis (sama dengan makhluknya)
4. Ihtiyajuhu
li gairih ( membutuhkan yang lain)
5. Ta’addud
(berbilang)
c. Sifat
mustahil dari sifat Ma’ani ada tujuh, yaitu:
1. ‘Ajz
(tidak mampu)
2. Karahah
( dipaksa)
3. Jahl
(bodoh)
4. Maut
(mati)
5. Samam
(tuli)
6. Umy
(buta)
7. Bukm
(bisu)
d. Sifat
mustahil dari sifat Ma’nawiyah ada tujuh, yaitu:
1. ‘Ajizan
2. Mukrahan
3. Jahilan
4. Mayyitan
5. Asamm
6. A’ma
7. Abkam[12]
Selain sifat wajib,
sifat mustahil bagi Allah, ada juga sifatsifat jaiz bagi Allah. Kata “jaiz” menurut bahasa berarti “boleh”. Yang dimaksud dengan sifat jaiz
bagi Allah ialah sifat yang boleh ada dan boleh pula tidak ada pada Allah.
Sifat jaiz ini tidak
menuntut pasti ada atau pasti tidak ada. Allah bebas dengan kehendak-Nya
sendiri tanpa ada yang menghendaki. Allah boleh saja tidak menciptakan alam
ini, jika Dia tidak menghendaki alam ini.
Pembagian sifat jaiz
bagi Allah ini sangat berbeda dengan sifat wajib dan sifat mustahil, sifat jaiz
bagi Allah hanya satu, yaitu:
فِعْلُ
كُلِّ مُمْكِنٍ اَوْ تَرْكُهُ
Artinya: “ memperbuat segala sesuatu yang mungkin terjadi atau tidak
memperbuatnya.”
Yang dimaksud dengan
sesuatu yang mungkin terjadi adalah sesuatu yang boleh terjadi dan boleh juga
tidak terjadi. Allah bebas menciptakan dan berbuat sesuatu yang Dia kehendaki.[13]
DAFTAR
PUSTAKA
Al Utsaimin, Syaikh Muhammad bin Shalih,
1996, Qowa’idul Mutsla, yogyakarta : media hidayah
Al- jibrin, Syaikh Abdullah bin Abdul
Aziz, 2006, Cara Mudah Memahami Aqidah, Jakarta: Pustaka At-Tazkia.
Al Utsaimin, Syaikh Muhammad bin Shalih,
1995, Syarah Lum’atul I’tiqad, yogyakarta: Media Hidayah.
As-Segaf, Alawi bin Abdul Qadir, 2001,
Mengungkapkan Kesempurnaan Sifat-sifat Allah dalam Alquran dan As-sunnah,
Jakarta:Pustaka Azzam.
Drs. H. Masan AF, 2009, Aqidah Akhlak
Madrasah Tsanawiyah kelas V11, Semarang: Karya Toha Putra.
[1] H.
Masan AF, Aqidah Akhlak Madrasah
Tsanawiyah kelas V11,(Semarang: Karya Toha putra,2009), hal.4
[2]
“Al-Ta’rifat” (h. 133)
[3]
“Al-Kulliyat” (h. 546)
[4]
“Mu’jam Maqayis al-Lughah” (5/448)
[5]
Ibid., (6/115)
[6] Al
utsman syaikh M. bin Sholeh, Al Qowa’idul
Mutsla memahami nama dan sifat Allah, (yogyakarta: hidayah, 2003), h. 72
[7]Al
utsman syaikh M. bin Sholeh, Al Qowa’idul
Mutsla memahami nama dan sifat Allah, (yogyakarta: hidayah, 2003), h. 72-74
[8] Al
utsman syaikh M. bin Sholeh, Al Qowa’idul
Mutsla memahami nama dan sifat Allah, (yogyakarta: hidayah, 2003), h.82
[9] Al
utsman syaikh M. bin Sholeh, Al Qowa’idul
Mutsla memahami nama dan sifat Allah, (yogyakarta: hidayah, 2003), h. 88-89
[10]Al
utsman syaikh M. bin Sholeh, Al Qowa’idul
Mutsla memahami nama dan sifat Allah, (yogyakarta: hidayah, 2003), h. 84-86
[11]H.
Masan AF, Aqidah Akhlak Madrasah
Tsanawiyah kelas V11,(Semarang: Karya Toha putra,2009), hal. 16
[12]H.
Masan AF, Aqidah Akhlak Madrasah
Tsanawiyah kelas V11,(Semarang: Karya Toha putra,2009), hal. 18
[13]H.
Masan AF, Aqidah Akhlak Madrasah
Tsanawiyah kelas V11,(Semarang: Karya Toha putra,2009), hal. 20
No comments:
Post a Comment