BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang
system pendidikan Nasional pasal 1, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhalk mulia, serta
keterampilanyang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan
bahwa pendidikan dapat berlangsung jika memenuhi unsur-unsur yang ada di
dalamnya, salah satunya pendidik dan peserta didik.
Pendidik dan peserta didik akan
dijelaskan dalam makalah ini baik dalam perspektif umum maupun perspektif
pendidikan islam.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Pendidik dan Peserta
didik dalam perspektif pendidikan Islam?
2. Bagaimana karakteristik pendidik dan
peserta didik?
3. Bagaimana hak dan kewajiban pendidik dan
peserta didik?
1.3 Tujuan
- Mendeskripsikan Pendidik dan peserta didik dalam perspektif pendidikan Islam.
- Mendeskripsikan Karekteristik pendidik dan peserta didik.
- Mendeskripsikanhak dan kewajiban pendidik dan peserta didik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pendidik
1. Pengertian Pendidik
Pengertian pendidik atau guru
secara terbatas adalah sebagai satu sosok individu yang berada di depan kelas.
Dalam arti luas adalah seorang yang mempunyai tugas tanggung jawab untuk
mendidik peserta didik dalam mengembangkan kepribadiannya, baik berlangsung
disekolah maupun di luar sekolah.Menurut UUSPN 1989, guru termasuk tenaga
kependidikan khususnya tenaga pendidik yang bertugas membimbing, mengajar dan
melatih peserta didik.[1]
Dalam terminologi pendidikan modern, para pendidik disebut orang yang
memberikan pelajaran kepada anak didik dengan memegang satu disiplin ilmu di sekolah.[2]
Secara umum pendidik adalah orang
yang memiliki tanggung jawab untuk mendidik. Sementara secara khusus, pendidik
dalam perspektif pendidikan islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan
mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif,
kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran agama islam.[3]
Orang sebagai kelompok pendidik
banyak macamnya tetapi pada dasarnya semua orang. Yang paling dikenal dalam
ilmu pendidikan adalah orang tua peserta didik, guru-guru disekolah,
teman-teman sepermainan dan tokoh-tokoh masyarakat.[4]
Islam mengajarkan bahwa pendidik pertama dan yang utama paling bertanggung
jawab terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik adalah kedua orang
tua. Islam memerintahkan kedua orang tua
untuk mendidik diri dan keluarganya, terutama anak-anaknya, agar mereka
terhindar dari adzab yang pedih.[5]
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydßqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pkön=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâxÏî ×#yÏ© w tbqÝÁ÷èt ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtur $tB tbrâsD÷sã ÇÏÈ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai
Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan. (Q.S. At-Tahriim:
6).
Sekarang timbul
persoalan, disebabkan oleh berbagai macam jenis pekerjaan yang dilakukan oleh
orang tua peserta didik yang menyebabkan orang tua jarang berada di rumah.
Keadaan yang demikian dapat menjadi salah satu penyebab orang tua tidak dapat
malakukan tugasnya menjadi seorang pendidik, maka dari itu alangkah baiknya
kalau kedua orang tua tidak sama-sama bekerja, mungkin hanya suami yang kerja,
istri hanya berada di rumah mengawasi dan mendidik anak.[6]
Karena kedua
orang tua harus mencari nafkah untuk
memenuhi seluruh kebutuhan material, maka orang tua kemudian menyerahkan
anaknya kepada pendidik di sekolah untuk didik.[7]
2. Tugas Pendidik.
Secara umum tugas pendidik adalah
mendidik.[8]
Disamping itu pendidik juga bertugas sebagai motivator dan fasilitator dalam
proses belajar mengajar, sehingga seluruh potensi peserta didikdapat
teraktualisasi secara baik dan dinamis.[9]
Menurut Ahmad D.
Marimba tugas pendidik dalam pendidikan
Islam adalah membimbing dan mengenal kebutuhan atau kesanggupan peserta
didik, mencipytakan situasi yang kondusif bagi berlangsungnya proses
kependidikan, menambah dan mengembangkan pengetahuan yang dimiliki guna ditransformasikan kepada peserta didik,
serta senantiasa membuka diri terhadap seluruh kelemahan dan kekurangannya.[10]
Imam Ghazali
mengemukakan bahwa tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan,
membersikan, mensucikan, serta membawa hati manusia untuk taqarrub ila
Allah. Para pendidik hendaknya mengarahkan para peserta didik untuk
mengenal Allah lebih dekat lagi melalui seluruh ciptaan-Nya. Para pendidikan
dituntut untuk dapat mensucikan jiwa pesertaa didiknya. Hanya melalui jiwa-jiwa
yang suci manusia akan dapat dengan Khaliq-Nya. Berdasarkan konsep tersebut,
An-Nahlawi menyimpulkan bahwa selain bertugas mengalihkan berbagai pengeetahuan
dan keterampilan kepada peserta didik, tugas utama yang harus dilakukan
pendidik adalah tazkiyat an-nafs yaitu mengembangkan, membersikan,
mengangkat jiwa peserta didik kepada Khaliq-Nya, menjauhkannya dari kejahatan
dan menjaganya agar tetap kepada fitrah-Nya.[11]
3. Sifat yang harus dimiliki Pendidik dalam
pendidikan Islam[12].
a. Zuhud, tidak mengutamakan materi dan
mengajar karena mencari keridhoan Allah semata.
b. Kebersihan Guru.
c. Ikhlas dan jujur dalam pekerjaan
d. Suka pemaaf.
e. Harus mengetahui tabi’at murid
f. Harus menguasai mata pelajaran.
4. Kewajiban Pendidik.
Menurut Imam Ghazali beberapa
keawajiaban pendidik yang harus diperhatikan yakni:[13]
a. Harus menaruh rasa kasih sayang terhadap
murid memperlakukan mereka seperti perlakuan anak kita sendiri. Rasulullah saw
bersabda:
“ Sesungguhnya saya bagi kamu adalah ibarat bapak
dengan anak.” Oleh karena itu seorang pendidik
harus melayani murid seperti melayani anaknya sendiri.
b. Tidak mengharapkan balasan jasa ataupun
ucapan terima kasih, tetapi bermaksud mengajar itu mencari keridhaan Allah dan
mendekatkan diri kepada-Nya.
c. Memberikan nasihat kepada murid pada
tiap kesempatan, bahkan gunakan setiap kesemptan untuk menasehatinya.
d. Mencegah murid dari segala sesuatu
akhlah yang tidak baik dengan jalan sindiran jika mungkin dan jangan dengan
cara terus terang, dengan cara halus dan jangan dengan jalan mencela.
Al-Ghazali menganjurkan pencegahan itu
dengan isyarat atau sindiran, jangan dengan terus terang sekiranya terjadipada murid itu sesuatu yang
merupakan akhlak yang kurang baik.
e. Supaya diperhatikan tingkat akal pikiran
anak-anak dan berbicara dengan mereka
menurut kadar akalnya dan jangan disampaikan sesuatu yang melebihi
tingkat daya tangkapnya, agar ia tidak lari dari pelajaran, ringkasnya bicara
dengan bahasa mereka. Ini adalah prinsip tebaik yang kini tengah dipakai .
f. Jangan ditimbulkan rasa benci pada diri
murid mengenai suatu cabang ilmu tersebut, tetapi sebaiknya dibukakan jalan
bagi mereka untuk belajar cabang ilmu tersebut. Artinya murid jangan terlalu
fanatik terhadap jurusan pelajaannya saja.
g. Sebaiknya kepada murid yang masih
dibawah umur, diberikan pelajaran yang jelas dan pantas buat dia dan tidak
perlu disebutkan kepadanya akan rahasia-rahasia yang terkandung dari sesuatu
itu, hingga tidak menajdi dingin kemampuan dan gelisa fikirannya.
h. Sang guru harus mengamalkan ilmunya dan
jangan berlain kata dengan perbuatannya.
* tbrâßDù's?r& }¨$¨Y9$# ÎhÉ9ø9$$Î/ tböq|¡Ys?ur öNä3|¡àÿRr& öNçFRr&ur tbqè=÷Gs? |=»tGÅ3ø9$# 4 xsùr& tbqè=É)÷ès? ÇÍÍÈ
Artinya: Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan)
kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, Padahal kamu
membaca Al kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?. (Q.S. al-Baqarah: 44)
uã92 $ºFø)tB yYÏã «!$# br& (#qä9qà)s? $tB w cqè=yèøÿs? ÇÌÈ
Artinya: Amat besar
kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.
(Q.S. Ash-Shaf: 3).
2.2 Peserta Didik
1. Pengertian Peserta Didik
Mengacu pada konsep pendidikan
sepanjang masa tau seumur hidup, maka dalam arti luas yang disebut dengan
peserta didik adalah siapa saja yang berusaha untuk melibatkan diri sebagai
peserta didik dalam kegiatan pendidikan, sehingga tumbuh dan berkembang potensinya, baik yang
berstatus sebagai anak yang belum dewasa, maupun orang yang sudah dewasa.
Dalam UU sisdiknas 2002 pasal 1, di
jelaskan bahwa yang disebut peserta didik adalah anggota masyarakat yang
berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia
pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
Dalam perspektif pendidikan islam
peserta didik merupakan subjek dan objek. Oleh karena itu proses kependidikan
tidak akan terlaksana tanpa keterlibatan pesera didik, di dalamnya. Dalam
paradikma pendidikan islam, peserta didik merupakan orang yang belum dewasa
yang memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan.
Di sini, peserta didik merupakan makhluk Allah yang memiliki fitrah jasmani
maupun rohani yang belum mencapai taraf kematangan baik bentuk, ukuran maupun perimbangan pada
bagian-bagian lainnya. Dari segi rohaniah ia memiliki bakat, memiliki kehendak,
perassaan dan pikiran yang dinamis dan perlu dikembangkan.[14]
Secara kodrati, anak memerlukan
pendidikan atau bimbingan dari orang dewasa. Dasar kodrati ini dapat dimengerti
dari kebutuhan-kebutuhan dasar yang didmiliki anak yang hidup didunia ini.
Sebagaimana Hadis Nabi, yang artinya “ tidaklah seseorang yang dilahirkan
melainkan menurut fitrahnya, maka kedua orang tuanyalah yang me-Yahudikannya
atau me-Nasranikannya atau me-Majusikannya.[15]
(ada sebuah percakapan) yakni:
Sebagaimana halnya binatang yang dilahirkan dengan sempurna, apakah kamu lihat
binatang itu tiada berhidung dan bertelinga? Kemudian Abi Hurairah berkata,
apabila kau mau bacalah, alazimilah fitrah Allah yang telah Allah menciptakan
manusia di atas fitrah-Nya. Tiada penggantian terhadap ciptaan Allah, itulah
agama yang lurus.” (H.R Muslim). Disadamping itu dalam Al-Qur’an Surat an-Nahl
ayat 78 juga dijelaskan:
ª!$#ur Nä3y_t÷zr& .`ÏiB ÈbqäÜç/ öNä3ÏF»yg¨Bé& w cqßJn=÷ès? $\«øx© @yèy_ur ãNä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#ur noyÏ«øùF{$#ur öNä3ª=yès9 crãä3ô±s? ÇÐÑÈ
Artinya: Dan Allah
mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun,
dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”
(QS.an-Nahl: 78)
Dari hadis dan ayat di atas dapat
disimpulkan bahwa untuk menentukan status manusia sebagaimana mestinya adalah
melalui proses pendidikan. Agar pelaksanaan proses pendidikan Islam dapat
mencapai tujuan yang diinginkannya, maka setiap peserta didik hendaknya
senantiasa menyadari tuFahmias dan kewajibannya.
Dalam perspektif Islam, anak didik
sejak lahir sudah dianjurkan untuk dirangsang dengan suara-suara seperti suara
adzan, iqamah, pepujian, suara bacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an, lagu-lagu
Islami dan lain sebagainya. Hal ini disebabkan karena manusia pada masa masih
berada diperut ibunya telah mengadakan perjanjian dengan Tuhan-nya (Al-A’raf: 172), dan untuk mengeluarkan
nilai-nilai keTuhan-an tersebut perlu dirangsang atau dipancing dengan
suara-suara spiritual.
Disamping itu juga orang tua perlu
memberikan nama dan sebutan yang baik kepada anak tersebut, memberi makanan dan
minuman yang baik dan halal (QS. Al-Baqarah: 168), terutama dengan air susu
murni dari ibunya sampai umur dua tahun, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an
Surat Al-Baqarah: 233.
Kemudian pada masa anak mulai
kelihatan tumbuh potensi biologis, psikologis, paedagogis-nya, kira-kira umur
2-12 tahun peran pendidikan sudah mulai diperlukan melalui kegiatan bimbingan,
pelatihan, pembinaan, pengajaran dari orang lain yang lebih dewasa (orang tua
atau pendidik). Pendidikan disesuaikan dengan kemampuan, bakat, dan minat anak
(QS. Al-Kahfi: 29, QS. al-Rum: 30, QS. Hud: 39). Pada masa ini anak sudah mulai
memasuki wilayah pendidikan di luar institusi keluarga, seperti masuk
pendidikan di tingkat usia dini 2-4 tahun (play group) dan pada 4-6 tahun
(taman kanak-kanak), pendidikan sekolah dasar (SD) umur 6-12 tahun. Pada masa
ini kegiatan pendidikan diarahkan untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan melalui
pemberian contoh berprilaku positif kepada anak.
Pada masa ini anak sudah mulai
menfungsikan daya intelektualitas dan tumbuh kesadarannya sehingga mampu
membedakan antara yang baik dan buruk, yang salah dan benar. Dalm perspektif
pendidikan Islam anak pada usia ini sudah dianjurkan oleh Nabi. Ia diperintah
melaksanakan shalat dan dipukul apabila tidak mau melaksanakannya, sebagaimana
dijelaskan dalam sebuah Hadis yang artinya, “perintahlah anak-anak kalian
melaksanakan shalat ketika ia berusia tujuh tahun, dan pukullah ia ketika tidak
mau melaksanakannya” (HR. Ahmad, Abu Daud dan Hakim).
Oleh
karena itu model pendidikan yang perlu diberikan adalah diarakan kepada tiga
rana pendidikan, yakni pela tihan intelektual (aspek kognitif) pembinaan moral
atau akhlak atau pembiasaan dan ketaatan untuk menjalankan nilai-nilai ajaran
agama Islam (aspek afektif) dan semangat bekerja atau amal shaleh (aspek
psikomotorik).
2. Karakteristik yang dimiliki peserta
didik.
Anak didik memiliki karakteristik
yang ada dalam dirinya, yaitu:
a) Belum
memiliki pribadi dewasa susila sehingga
masih menjadi tanggung jawab pendidik (guru)
b) Masih
menyempurnakan aspek tertentu dari kedewasaannya, sehingga masih menjadi
tanggung jawab pendidik.
c) Memiliki
sifat-sifat dasar manusia yang sedang berkembang secara terpadu, yaitu
kebutuhan jasmani (fisik) dan rohani (non-fisiknya)
Rasyidin dan Nizar juga memberikan
penjelasan, bahwa peserta didik atau anak didik memiliki karakteristik yang
antara lain:
a) Peserta
didik bukan merupakan miniatur orang dewasa akan tetapi memilki dunianya
sendiri. Hal ini sangat penting untuk dipahami agar perlakuan terhadap mereka
dalam proses belajar mengajar tidak disamakan dengan pendidikan dewasa, baik
dalam aspek metode, materi, sumber bahan dan lain sebagainya.
b) Peserta
didik adalah manusia yang memiliki deferensiasi periodisasi perkembangan dan
pertumbuhan. Pemahaman ini cukup perlu untuk diketahui agar aktivitas
kependidikan Islam disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang
pada umumnya dilalui oleh setiap peserta didik.
c) Peserta
didik adalah manusia yang memiliki ketuhanan, baik yang menyangkut kebutuhan
jasmani maupun rohani yang harus dipenuhi.
d) Peserta
didik adalah makshluk Tuhan yang memiliki perbedaan individual, baik yang
disebabkan oleh faktor pembawaan maupun lingkungan dimana iaa berada.
e) Peserta
didik merupakan resultan dari dua unsur utama, yaitu jasmani dan rohani. Unsur
jasmani memiliki daya fisik yang menghendaki latihan dan pembiasaan yang
dilakukan memiliki dua daya, yaitu daya akal dan daya rasa. Untuk mempertajam
daya akal, maka proses pendidikan hendaknya diarahkan untuk mengasah daya
intelektualnya melalui ilmu-ilmu rasional. Adapun untuk mempertajam daya rasa
dapat dilakukan melalui pendidikan akhlak dan ibadah.
f) Peserta didik adalah manusia yang memiliki
potensi (fitrah) yang dapat dikembangkan secara dinamis.
3. Ahklak dan kewajiban peserta didik
Asma hasan fahmi menyebutkan empat
akhlak yang harus dimiliki anak didik,[16]
yaitu:
a) Seorang
anak didik harus membersihkan hatinya dari kotoran dan penyakit jiwa sebelum ia
menuntut ilmu, karena belajar adalah merupakan ibadah yang tidak sah dilakukan
kecuali dengan hati yang bersih. Kebersihan hati tersebut dapat dilakukan
dengan menjauhkan diri dari sifat-sifat tercela, seperti dengki, menghasut,
takabbur, menipu, berbangga-bangga, dan memuji diri sendiri yang selanjutnya
diikuti dengan menghiasi diri dengan akhlak yang mulia seperti bersikap benar,
taqwa, ikhlas, zuhud, dan merendahkan diri dari ridla.
b) Seorang
anak didik harus mempunyai tujuan menuntut ilmu dalam rangka menghiasi jiwa
dengan sifat keitamaan, mendekatkan diri kepada tuhan, dan bukan mencari
kemegahan dan kedudukan.
c) Seorang
pelajar harus tabah dalam memperoleh ilmu pengetahuan dan bersedia pergi
merantau. Selanjutnya apabila ia menghendaki pergi jauh untuk memperoleh
seorang guru, maka ia tidak boleh ragu-ragu untuk itu. Demikian pula ia
dinasehatkanagar tidak sering menukar-nukar guru. Jika keadaan
menghendakisebaiknya ia dapat menanti sampai duabulan sebelum menuka seorang
guru.
d) Seorang
anak murid wajib menghormati guru dan senantiasa memperoleh kerelaan dari guru,
dengan mempergunakan bernacam-macam cara.
Dalam buku lain (dasar-dasar pokok
pendidikan Islam, Dr. Moh. Athiyah: 1970) juga menambahkan antra lain ;[17]
a) Hendaklah
ia menghormati guru dan memuliakannya serta mengagungkannya karena Allah, dan
berdaya upaya pula menyenangkan hati guru dengan cara yang baik.
b) Jangan
merepotkan guru dengan banyk pertanyaan, janganlah meletihkan guru untuk menjawab, jangan
berjalan dihadapannya, jangan duduk ditempat duduknya, dan jangan mulai biara
kecuali setelah mendapat izin dari guru.
c) Jangan
membukakan rahasia kepada guru, jangan pula minta pada guru membukakan rahasia,
diterima peernyataan maaf dari guru bila selip lidahnya.
d) Bersungguh-sugguh
dan tekun belajar, bertanggang siang malam untuk memperoleh pengetahuan, dengan
terlebih dahulu mencari ilmu yang lebih penting.
e) Jiwa
saling mencintai dan persaudaraan haruslah menyinari pergaulan antara siswa
sehingga merupakan anak-anak yang sebapak.
f) Siswa
harus terlebih dahulu memberi salam kepada gurunya, mengurangi percakapa
dihadapan guru, jangan mengatakan kepada guru “ si anu bilang begini lai dari
yang bapak katakan”.
g) Hendaklah
siswa itu tekun belajar, mengulangi pelajarannya diwaktu senja dan menjelang
subuh. Waktu antara isya’ dan makan sahur itu adalah waktu yang penuh berkat.
h) Bertekad
untuk belajar hingga akhir umur, jangan merendakan suatu cabang ilmu, tetapi
hendaklah menganggapnya bahwa setiap illmu ada faedahnya, jangan meniru-niru
yang didengarnya dari orang-orang yang terdahulu yang mengkritik dan
merendahkan sebagaian ilmu seperti ilmu mantiq dan filsafat.
Dalam hubungan
dengan akhlak seorang anak murid, khususnya dengan penghormatan terhadap guru,
dijelaskan lebih lanjut oleh Ali bin Abi Thalib sebagai berikut:
Sebagian dari hak guru itu
janganlah seorang murid banyak bertanya kepadanya, dan jangan pula memaksa untuk menjawab
berbagai pertanyaan yang diajukan kepadanya. Selain itu seorang murid jangan
pula banyak meminta sesuatu pada saat guru sedang letih, jangan menarik kainnya
jika ia sedang bergerak, jangan membuka rahasianya, jangan mencela orang
didepannya jangan membuat ia jatuh atau terhina di depan orang lain, dan kalau
guru itu salah maka dimaafkan. Seorang murid wajib menghormati dan memuliakannya,selama
guru itu tidak melanggar larangan Allah dan melalaikan perintahnya. Selanjutnya
seorang murid jangan pula duduk di depannya, dan jika ia membutuhkan sesuatu
maka segeralah berlomba-lomba untuk membantunya.
Selain itu, seorang anak didik
harus mempelajari ilmu yang berhubungan dengan pemeliharaan hati, seperti
bertawakkal, mendekatkan diri kepada Allah, memohon ampunannya, takut, dan
mencari keridlaannya, karena semua itu diperlukan bagi tingkah laku kehidupan
sehari-hari dan bagi kemuliaan seorang alim. Dengan ilmu yang demikian itu,
seseorang menjadi mulia, sebagaimana nabi Adam as. Yang dihormati para
malaikat. Para malaikat disuruh sujud kepada nabi Adam, karena ia memiliki ilmu
yang mulia. Hal ini sejalan dengan pendapat Muhammad bin al-Hasan ibn Abdullah
dalam sya’ir nya yang artinya :
تَعَلَّمْ
فَاِنَ الْعِلْمَ زَيْنُ لِاهْلِهِ وَ فَضْلٌ وَعُنْوَانٌ لِكُل المَحَا مِدِ
Belajarlah kamu, karena
ilmu adalah hiasan bagi orang yang memiliki-nya, keutamaan dan pertolongan bagi
derajat yang terpuji. Dan jadikanlah sehari-hari yang dilalui sebagai
kesempatan untuk menambah ilmu, dan berjuanglah dalam meraih segenap keluhuran
ilmu.
Sejalan dengan itu seorang pelajar
harus memelihara akhlak yang mulia, dan menjauhi akhlak yang buruk seperti
kikir, pengecut, sombong dan tergesa-gesa. Sebaliknya ia harus bersikap
tawadlu’, memelihara diri, dan menjauhi dari berbuat mubazzir dan terlampau
kikir, karena sombong, kikir, pengecut, dalam berlebih-lebihan adalah haram.,
dan tidak mungkin menjauhinya kecuali dengan mempelajarinya dan mengetahui ilmu
yang sebaliknya.
Hal lain yang dilakukan oleh anak
didik adalah berniat dalam menunutut ilmu, karena niat itu adalah dasar bagi
bagi setiap amal perbutan. Hal ini sesuai dengan sabda rasulullah SAW. Yang
berbunyi:
اِنَماَلاَعْمَلُ
بِالنِىَاتِ
Bahwasannya sahnya amal perbutan itu harus dengan
niat(hadits shahih)
Berdasarkan
hadits diatas, al-Zarnujiy menyarankan agar seorang pelajar dalam menuntut
ilmunya berniat untuk mencari keridlaan Allah dan kebahagiaan hidup diakhirat,
menghilangkan kebodohan, mennghidupkan agama Islam, karena kelangsungan hidup
agama hanya dengan ilmu, dan tidak benar seorang zuhud dan takwa tanpa disertai
dengan ilmu.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pendidik dalam perspektif
pendidikan islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan
mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif,
kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran agama islam.
Dalam perspektif pendidikan islam
peserta didik merupakan subjek dan objek. Oleh karena itu proses kependidikan
tidak akan terlaksana tanpa keterlibatan pesera didik, di dalamnya. Dalam
paradikma pendidikan islam, peserta didik merupakan orang yang belum dewasa
yang memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan.
Kewajiban Pendidika:
- Harus menaruh rasa kasih sayang terhadap murid memperlakukan mereka seperti perlakuan anak kita sendiri. Rasulullah saw bersabda:
“ Sesungguhnya saya bagi kamu adalah ibarat bapak
dengan anak.” Oleh karena itu seorang pendidik
harus melayani murid seperti melayani anaknya sendiri.
- Tidak mengharapkan balasan jasa ataupun ucapan terima kasih, tetapi bermaksud mengajar itu mencari keridhaan Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya.
- Memberikan nasihat kepada murid pada tiap kesempatan, bahkan gunakan setiap kesemptan untuk menasehatinya.
- Mencegah murid dari segala sesuatu akhlah yang tidak baik dengan jalan sindiran jika mungkin dan jangan dengan cara terus terang, dengan cara halus dan jangan dengan jalan mencela. Al-Ghazali menganjurkan pencegahan itu dengan isyarat atau sindiran, jangan dengan terus terang sekiranya terjadipada murid itu sesuatu yang merupakan akhlak yang kurang baik.
- Supaya diperhatikan tingkat akal pikiran anak-anak dan berbicara dengan mereka menurut kadar akalnya dan jangan disampaikan sesuatu yang melebihi tingkat daya tangkapnya, agar ia tidak lari dari pelajaran, ringkasnya bicara dengan bahasa mereka. Ini adalah prinsip tebaik yang kini tengah dipakai .
- Jangan ditimbulkan rasa benci pada diri murid mengenai suatu cabang ilmu tersebut, tetapi sebaiknya dibukakan jalan bagi mereka untuk belajar cabang ilmu tersebut. Artinya murid jangan terlalu fanatik terhadap jurusan pelajaannya saja.
- Sebaiknya kepada murid yang masih dibawah umur, diberikan pelajaran yang jelas dan pantas buat dia dan tidak perlu disebutkan kepadanya akan rahasia-rahasia yang terkandung dari sesuatu itu, hingga tidak menajdi dingin kemampuan dan gelisa fikirannya.
- Sang guru harus mengamalkan ilmunya dan jangan berlain kata dengan perbuatannya.
Karakteristik Peserta didik:
1. Belum
memiliki pribadi dewasa susila sehingga
masih menjadi tanggung jawab pendidik (guru)
2. Masih
menyempurnakan aspek tertentu dari kedewasaannya, sehingga masih menjadi
tanggung jawab pendidik.
3. Memiliki
sifat-sifat dasar manusia yang sedang berkembang secara terpadu, yaitu
kebutuhan jasmani (fisik) dan rohani (non-fisiknya).
DAFTAR
PUSTAKA
al-Abrasyi, Mohd. Athiyad, 1987, Dasar-dasr pokok
Prndidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang,
Athiyah,
Mohammad. 1970. Dasar- Dasar Pokok Pendidikan Islam.
Hasan, M. Ali dan Mukti Ali, 2003, Kapita
Selekta Pendidikan Agama Islam, Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, hal: 81.
Lunggung, Hasan, 1988, Pendidikan Islam
Menghadapi Abad ke-21, Jakarta: Pustaka al-Husna,
Nata, Abuddin, 1997, Filsafat pendidikan islam , Jakarta:
Logos Wacana Ilmu
Nizar, Samsul, 2002, Filsafat
Pendidikan Islam: Pendekatan historis teoritis dan praktis, Jakarta:
Ciputat Pres,
Tafsir, Ahmad, 1992, Ilmu Pendidikan dalam
perspektif Islam, Bandung: Rosdakarya,
, 2006, Filsafat
Pendidikan Islam: Integrasi jasmani, rohani dan qolbu memanusiakan manusia, Bandung:
PT. Remaja Rosda Karya,
Yasin,
Fatah,
2008, Dimensi-dimensi pendidikan islam, Malang: Uin-malang press
[1] M. Ali Hasan dan Mukti Ali, 2003, Kapita Selekta Pendidikan
Agama Islam, Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, hal: 81.
[2] Samsul Nizar, 2002, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan
historis teoritis dan praktis, Jakarta: Ciputat Pres, hal: 43
[3] Ibid, hal: 41.
[4] Ahmad Tafsir, 2006, Filsafat Pendidikan Islam: Integrasi
jasmani, rohani dan qolbu memanusiakan manusia, Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya, hal: 170-171
[5] Samsul Nizar, 2002, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan
historis teoritis dan praktis, Jakarta: Ciputat Pres, hal:42
[6] Ahmad Tafsir, 2006, Filsafat Pendidikan Islam: Integrasi
jasmani, rohani dan qolbu memanusiakan manusia, Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya, hal: 172-173
[7] Samsul Nizar, 2002, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan historis
teoritis dan praktis, Jakarta: Ciputat Pres, hal: 43
[8] Ahmad Tafsir, 1992, Ilmu Pendidikan dalam perspektif Islam, Bandung:
Rosdakarya, hal: 78
[9] Hasan Lunggung, 1988, Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke-21, Jakarta:
Pustaka al-Husna, hal: 86-87.
[10] Samsul Nizar, 2002, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan
historis teoritis dan praktis, Jakarta: Ciputat Pres, hal: 44.
[11] Ibid, hal: 44-45
[12] Mohd. Athiyad al-Abrasyi, 1987, Dasar-dasr pokok Prndidikan
Islam, Jakarta: Bulan Bintang, hal: 137-139
[13] Ibid, hal: 150-152
[14] Samsul Nizar, 2002, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan
historis teoritis dan praktis, Jakarta: Ciputat Pres, hal: 47
[15] yasin.
Fatah, 2008,Diemensi-dimensi pendidikan islam hal :102-103
No comments:
Post a Comment