Pengertian, Pembagian, dan Contoh
Hadits Dhoif
Menurut al-Nawawi dan juga mayoritas
ulama ahli hadits, hadits dloif adalah hadits yang tidak memenuhi syarat
shohih dan hasan. Hadits dloif dapat
diklasifikasikan menjadi dua;
a) Dhaif disebabkan tidak memenuhi
syarat itishol al sanad.
Dhaif jenis ini di bagi lagi menjadi
:
1) Hadits Muallaq
Yaitu hadits yang pada sanadnya telah dibuang satu
atau lebih rawi baik secara berurutan maupun tidak.
Contoh adalah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori
قال مالك عن الزهرى عن أبى سلمة عن
أبى هريرة عن النبى “لا تفا ضلوا بين الأنبيأ
Dikatakan Muallaq karena Imam bukhori langsung
menyebut Imam Malik padahal ia dengan Imam Malik tidak pernah bertemu. Contoh
lain adalah,
قال ألبخارى قالت العائشة كان النبى
يذكر الله على كل أحواله
Disini
Bukhari tidak menyebutkan rawi sebelum Aisyah
2) Hadits Mursal
Yaitu hadits yang sanadnya dari tabi’in meloncat
langsung kepada Nabi. Menurut Imam Malik dan Abu Hanifah hadits ini boleh
dijadikan hujjah. Contoh hadits ini adalah:
قال مالك عن جعفر بن محمد عن أبيه أن
رسول الله قضى باليمن والشاهد
Disini Muhammad bin Ali Zainul Abidin tidak menyebutkan
sahabat yang menjadi perantara antara nabi dan bapaknya.
3) Hadits Munqothi’
Yaitu hadits yang salah satu rawinya atau lebih dihilangkan
atau tidak jelas, bukan pada pada sahabat tapi bisa di tengah atau di akhir.
Contoh hadits ini adalah;
ما رواه عبد الرزاق عن الثورى عن أبى
إسحاق عن زيد بن يثيع عن حذيفه مرفوعا إن وليتموها أبا بكر فقوى أمين
Riwayat yang sebenarnya adalah Abd Rozak meriwayatkan hadits
dari Nukman bin Abi Saybah al-Jundi bukan dari Syauri. Sedangkan Syauri tidak
meriwayatkan hadits dari Abi Ishak, akan tetapi ia meriwayatkan hadits dari
Zaid. Dari riwayat yang sesungguhnya kita dapat mengetahui bahwa hadits di atas
adalah termasuk hadits yang munqotiq.
4) Hadits Mu’adlol
Yaitu hadits yang hilang dua rawinya atau lebih secara
berurutan ditengah sanadnya. Contoh :
يقال للرجل يوم القيامة عملت كذا
وكذا؟ فيقول لا فيحتم على فيه
Hadits ini berasal dari al-Sakbi dari Anas dari Nabi, di
sini Akmas tidak menyebutkan Anas dan Nabi.
5) Hadits Mudallas
Yaitu hadits yang diriwayatkan dengan menghilangkan rawi
diatasnya. Tadlis sendiri dibagi menjadi beberapa macam;
a. Tadlis Isnad, adalah hadist yang disampaikan
oleh seorang perawi dari orang yang semasa dengannya dan ia betemu sendiri
dengan orang itu namun ia tidak mendengar hadist tersebut langsung darinya.. Apabila perawi memberikan penjelasan bahwa ia mendengar
langsung hadist tersebut padahal kenyataannya tidak, maka tidak tidak termasuk
mudallas melainkan suatu kebohongan/ kefasikan. Contoh hadist mudallas sanad
adalah :
b. Tadlis qath’i : Apabila perawi menggugurkan
beberapa perawi di atasnya dengan meringkas menggunakan nama gurunya atau
misalnya perawi mengatakan “ telah berkata kepadaku”, kemudian diam
beberapa saat dan melanjutkan “al-Amasi . . .” umpamanya. Hal seperti
itu mengesankan seolah-olah ia mendengar dari al-Amasi secara langsung padahal
sebenarnya tidak. Hadist seperti itu disebut juga dengan tadlis Hadf
(dibuang) atau tadlis sukut (diam dengan tujuan untuk memotong).
c. Tadlis ‘Athof (merangkai dengan kata sambung
semisal “Dan”). Yaitu bila perawi menjelaskan bahwa ia memperoleh hadist dari
gurunya dan menyambungnya dengan guru lain padahal ia tidak mendengar hadist
tersebut dari guru kedua yang disebutnya.
d. Tadlis Taswiyah : apabila perawi menggugurkan
perawi di atasnya yang bukan gurunya karena dianggap lemah sehingga hadist
tersebut hanya diriwayatkan oleh orang-orang yang terpercaya saja, agar dapat
diterima sebagai hadist shahih. Tadlis taswiyah merupakan jenis tadlis yang
palin buruk karena mengandung penipuan yang keterlaluan.
e. Tadlis Syuyukh: Yaitu tadlis yang memberikan sifat
kepada perawi dengan sifat-sifat yang lebih dari kenyataan, atau memberinya
nama dengan kunyah (julukan) yang berbeda dengan yang telah masyhur
dengan maksud menyamarkan masalahnya. Contoh: Seseorang mengatakan: “Orang
yang sangat alim dan teguh pendirian bercerita kepadaku, atau penghafal yang
sangat kuat hafaleannya brkata kepadaku”.
f. Termasuk dalam golongan tadlis
suyukh adalah tadlis bilad (penyamaran nama tampat). Contoh: Haddatsana
fulan fi andalus (padahal yang dimaksud adalah suatu tempat di pekuburan).
Ada beberapa hal yang mendasari seorang perawi melakukan tadlis suyukh,
adakalanya dikarenakan gurunya lemah hingga perlu diberikan sifat yang belum
dikenal, karena perawi ingin menunjukkan bahwa ia mempunyai banyak guru atau
karena gurunya lebih muda usianya hingga ia merasa malu meriwayatkan hadist
darinya dan lain sebagainya.
b) Dhaif karena hal lain diluar
ittisal al sanad.
1) Hadits Maudhu’
Adalah hadits kontroversial yang di buat seseorang dengan
tidak mempunyai dasar sama sekali. Sedangkan menurut
Subhi Sholih adalah khabar yang di buat oleh pembohong kemudian dinisbatkan
kepada Nabi.karena disebabkan oleh faktor kepentingan.
Tanda-tanda sebuah hadits itu dapat dikatakan maudu’
dapat dilihat sanadnya yaitu:
·
Rawi hadits terkenal sebagi
pembohong.
·
Perawi merupakan perawi tunggal.
·
Perawi mengaku sendiri bahwa hadits
itu adalah hadits maudu’.
·
Mengetahui sikap dan perilaku
perawi.
Sedangkan tanda-tanda dari aspek matan antara lain:
·
Arti hadits itu kontra dengan hadits
yang lain yang lebih tinggi.
·
Bertentangn dengan al-Quran, sunnah
mutawatir atau ijmak.
·
Tidak sesuai dengan fakta sejarah.
Contohnya adalah hadits tentang keutamaan bulan rajab
yang diriwayatkan Ziyad ibn Maimun dari shabat Anas r.a
قيل يارسول الله لم سمي رجب قال لأنه
يترجب فيه خير كثبر لشعبنا ورمضنا.
Menurut Abu Dawud dan Yazid ibn Burhan, Ziyad ibn Maimun
adalah seorang pembohong dan pembuat hadiits palsu.
2) Hadits Matruk
Adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang yang disangka
suka berdusta. Contoh hadits ini adalah hadits tentang qadha’ al hajat
yang diriwayatkan oleh Ibn Abi Dunya dari Juwaibir ibn Sa’id al Asdi dari
dhohak dari Ibn ‘Abbas.
قال النبي عليكم باصطناع المعروف فانه
يمنع مصارع السوء … الخ
Menurut an Nasa’i dan Daruqutni, Juwaibir adalah orang yang
tidak dianggap haditsnya.
3) Hadits Munkar
Adalah hadits yang tidak diketahui matannya selain dari rawi
itu dan perawi itu tidak memenuhi syarat bias dikatakan seorang dlobid.
Atau dengan pengetian hadits yang rawinya lemah dan bertentangan dengan riwayat
rawi tsiqoh. Munkar sendiri tidak hany sebatas pad sanad namun juga bis
aterdapat pada matan.
4) Hadits Majhul
a. Majhul ‘aini : hanya diketahui seorang saja
tanpa tahu jarh dan ta’dilnya.
Contohnya hadits yang diriwayatkan oleh Qutaibah ibn Sa’ad
dari Ibn Luhai’ah dari Hafs ibn Hasyim ibn ‘utbah ibn Abi Waqas dari Saib ibn
Yazid dari ayahnya Yazid ibn Sa’id al Kindi
ان النبي كان اذا دعا فرفع يديه مسح
وجهه بيده. اخرجه ابي داود
Hanyalah Ibn Luhai’ah yang meriwayatkan hadits dari Hafs ibn
Hasyim ibn ‘utbah ibn Abi Waqas tanpa diketahui jarh dan ta’dilnya.
b. Majhul hali : diketahui lebih adari sati orang
namun tidak diketahui jarh dan ta’dilnya.contoh hadits ini adalah haditsnya
Qasim ibn Walid dari Yazid ibn Madkur.
ان عليا رضي الله عنه رجم لوطيا.
اخرجه البيهقى
Yazid ibn Madkur dianggap majhul hali.
5) Hadits Mubham
Yaitu hadits yang tidak menyebutkan nama dalam rangkaian
sanadnya. Contohnya adalah hadits Hujaj ibn Furadhah dari seseorang (rajul),
dari Abi Salamah dari Abi Hurairah.
قال رسو ل الله المؤمن غر كريم
والفاجر خب لئيمز اخرجه ابو داود
6) Hadits Syadz
Selain hadits diatas masih terdapat
beberapa hadits lagi yang termasuk dha’if antara lain Hadits maqlub, matruh,
mudhtharab, mudha’af , mudarraj, mu’allal, musalsal, mukhtalith
untuk lebih jelasnya lihat ‘Abdur Rahman al Mun’im as Salim, Taisir al
‘Ulum al Hadits dan juga Ujjaj al-Khotib Ushul al-hadits
lihat
syarah Shahih Muslim juz 1 hal 19, lihat juga Ujjaj al-Khotib Ushul
al-hadits..337 dan qowaid al-hadits hal 86).
Umar Hasyim, , Qowaid al-Ushul.. hlm.
108. Definisi tentang tadlis isnad sebenarnya sangat beragam, seperti Ali Rowad
dalam bukunya Ulum al-Quran Wa al-Hadist menambahkan dengan kata-kata “
atau dari orang yang semasa dengan perawi dan ia tidak pernah bertemu dengannya
namun memberi gambaran seolah-olah ia mendengar langsung darinya.
Sedangkan Ibnu Sholah dan an-Nawawi menamakan tadlis
sanad dengan mursal khofi lihat Alwi al-Maliki, al-Munhil Fi…., hlm, 108).
Dalam masalah ini penulis cenderung lebih sepakat pada
pendapat Umar-yang juga didukung oleh Ibnu Hajar- yang memisahkan antara kedua
definisi tersebut, yaitu bila hadist diriwayatkan dari orang yang semasa dan
perawi pernah bertemu namun tidak mendengar hadist tersebut secara langsung
maka disebut mudallas. Sedangkan apabila hadist diriwayatkan dari orang
yang semasa namun perawi tidak pernah bertemu dan ia menggambarkan seolah-olah
pernah bertemu dan mendengar hadist langsung hadist tersebut maka dinamakan
dengan mursal khofi. Dengan demikian ada garis perbedaan diantara
keduanya, yaitu pada permasalahan apakah perawi yang meriwayatkan dari orang
yang semasa pernah bertemu atau tidak.
No comments:
Post a Comment