Thursday, May 21, 2015

HAK DAN KEWAJIBAN GURU PAI

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Guru adalah seorang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu (tidak hanya di lembaga pendidikan formal) guru memeiliki tugas dan tanggung jawab berat. Guru adalah figure seorang pemimpin. Guru mempunyai banyak tugas baik yang terikat oleh dinas maupun di luar dinas dalam bentuk pengabdian.
Hubungan hukum terlaksana pada hak dan kewajiban yang diberikan oleh hukum. Setiap hubungan hukum yang diciptakan oleh hukum selalu mempunyai dua sisi. Sisi yang satu ialah hak dan sisi lainnya adalah kewajiban. Tidak ada hak tanpa kewajiban. Sebaliknya tidak ada kewajiban tanpa hak. Karena pada hakikatnya sesuatu pasti ada pasangannya. Hak dan kewajiban tersebut terdapat juga pada guru.
Sebagai seorang pendidik tentu banyak menghadapi berbagai persoalan di tempat mengajarnya, baik ketika dikelas, luar kelas, bahkan luar kelas. Tugas guru yang paling pokok adalah mendidik bukan mengajar. Mendidik adalah proses transfer nilai sedangkan mengajar adalah proses transfer pengetahuan. Proses mendidik tidak hanya berlansung dikelas, sedang mengajar hanya saat proses pembelajaran berlansung
Setiap guru mempunyai hak nya masing-masing dan mempunyai tugas pokok seorang guru.











B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan maka munculah beberapa permasalahan yang akan dibahas. Adapun permasalahan yang perlu dibahas antara lain
1.       Apa Pengertian hak dan kewajiban Guru PAI?
2.       Apa Hak dan tanggung jawab guru PAI ?
C.    Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui Pengertian hak dan kewajiban Guru PAI
2.      Untuk mengetahui  Hak dan tanggung jawab guru PAI


















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian hak dan kewajiban
1        Pengertian hak
Hak dapat diartikan wewenang atau kekuasaan yang secara etis seseorang dapat mengerjakan, memiliki, meninggalkan, mempergunakan atau menuntut sesuatu. Hak juga dapat berarti panggilan kepada kemauan orang lain dengan perantara akalnya, perlawananengan kekuasaan atau kekuatan fisik untuk mengakui wewenang yang ada pada pihak lain.[1]
Selain itu hak juga bisa diartikan sebagai milik, kepunyaan yang tidak hanya berupa benda saja, melainkan pula berupa tindakan, pikiran dan hasil pikiran ini.[2] Contoh dari hak adalah, jika dari seseorangmempunyai hak atas sebidang tanah maka ia berwenang, berkuasa untuk bertindak atau memamfaatkan terhadap miliknya itu. Misalnya menjual, memberikan kepada orang lain, mengolah dan sebagainya.
Pengertian hak dalam Al-quran disebut dengan kata Al-haq yang mempunyai empat pengertian, yaitu:
a.       Hak yang berarti untuk menunjukkan terhadap pelaku yang mengadakan sesuatu yang mengandunng hikmah. Seperti adanya Allah disebut sebagai Al-haq karena Dialah yang mengadakan sesuatu yang mengandung hikmahnya dan nilai bagi kehidupan. Penggunaan hak yang demikian dapat kita jumpai pada ayat:

§NèO (#ÿrŠâ n<Î) «!$# ãNßg9s9öqtB Èd,ysø9$# 4 Ÿwr& ã&s! ãNõ3çtø:$# uqèdur äíuŽó r& tûüÎ7Å¡»ptø:$# ÇÏËÈ 
Artinya:
‘’kemudian kembalilah kamu sekalian kepada Allah. Dialah tuhan mereka yang hak’’(QS: Al-an’am :62)
b.      Kata Al-haq digunakan untuk menunjukkan kepada sesuatu yang diadakan mengandung hikmah. Misalnya Allah SWT menjadikan matahari dan bulan dengan Al-haq yakni mengandung hikmah kepada kehidupan. Penggunaan Al-haq seperti ini dapat dijumpai misalnya pada ayat:
 $tB t,n=y{ ª!$# šÏ9ºsŒ žwÎ) Èd,ysø9$$Î/ 4 ã@Å_ÁxÿムÏM»tƒFy$# 5Qöqs)Ï9 tbqßJn=ôètƒ ÇÎÈ  
Artnya:
‘’Allah tidak menciptakan yang demikian itu (matahari dan bulan) kecuali dengan haq’’ (QS: yunus :5)
c.       Kata Al-haq digunakan untuk menunjukkan keyakinan seseorang terhadap sesuatu yang cocok dengan jiwanya. Seperti keyakinan seseorang terhadap adanya kebabangkitan di hari akhirat.
d.      Kata Al-haq digunakan untuk menunjukkan terhadap perbuatan atau ucapan yang dilakukan menurut kadar atau porsi yang seharusnya dilakukan sesuai keadaan waktu dan tempat.[3]
2        Pengertian kewajiban
Oleh karena hak itu merupakan wewenang bukan berwujud kekuatan, maka perlu ada penegak hukum melindungi yang lemah yaitu orang yang tidak melakukan haknya manakala berhadapan dengan orang lain yang merintangi pelaksanaan haknya.
Dengan demikian masalah kewajiban memegang peranan penting dalam pelaksanaan hak. Namun perlu ditegaskan bahwa kewajiban disinipun bukan merupakan keharusan fisik, tetapi berwajib yaitu wajib yang berdasarkan kemanusiaan karena, karena hak yang merupakan sebab timbulnya kewajiban itu berdasarkan kemanusiaan. Dengan demikian, yang tidak memenuhi kewajibanya berarti telah memperkosa kemanusiaannya.Sebaliknya orang yang melaksanakan kewajibannya berarti telah melaksanakan sikap kemanusiaannya.[4]
Didalam islam kewajiban ditempatkan sebagai salah satu hukum syara’ yaitu sesuatu perbuatan yangt apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan akan mendapat siksa. Dengan kata lain, bahwa kewajiban dalam agama berkaitan dengan pelaksanaan hak yang diwajibkan oleh Allah. Misalnya kewajiban mengerjakan shalat lima waktu, puasa bulan ramadhan dan lain-lain.
Berangkat dari uraian di atas maka tanggung jawab pendidik sebagaimana disebutkan oleh Abd al-Rahman al-Nahlawi adalah, pendidik individu supaya beriman kepada Allah dan melaksanakan syari’atNya, mendidik diri supaya beramal saleh, dan mendidik masyarakat untuk saling menasehati dalam melaksanakan kebenaran, saling menasehati agar tabah dalam menghadapi kesusahan beribadah kepada Allah serta menegakkan kebenaran. Tanggung jawab itu bukan hanya sebatas tanggung jawab moral seorang pendidik terhadap peserta didik, akan tetapi lebih jauh dari itu. Pendidikan akan mempertanggungjawabkan atas segala tugas yang dilaksanakannya kepada Allah SWT sebagaimna hadits Rasul:
Artinya :
“Dari Ibnu Umar r.a. berkata : Rasulullah SAW bersabda: Masing-masing kamu adalah pengembala dan masing-masing kamu bertanggungjawab atas gembalanya: pemimpin adalah pengembala, suami adalah pengembala terhadap anggota keluarga, dan istri adalah pengembala di tengah-tengah rumah tangga suaminya dan terhadap anaknya. Setiap orang di antara kalian adalah pengembala, dan masing-masing bertanggung jawab atas apa yang digembalanya”. (H.R. Bukhari dan Muslim)
            Sabda Rasulullah Sollallahu `alaihi wasallam:
كلكم راع وكلكم مسؤل عن رعيته
Maksudnya: “Setiap kamu adalah penjaga (pemimpin) dan setiap kamu ditanya berkaitan dengan tanggungjawabnya”. (Hadis Riwayat Al-Bukhari)
            Kata “ra’in dalam hadits di atas berarti bahwa setiap orang dewasa dibebani kewajiban serta diserahi kepercayaan untuk menjalankan dan memelihara suatu urusan serta dituntut untuk berlaku adil dalam urusan itu. Kata “ra’iyyah” berarti setiap orang yang memiliki beban tanggungjawab bagi orang lain, seperti istri dan anak bagi suami atau ayah. Sedangkan kata “al-amir” berarti bagi setiap orang yang memegang kendali pemerintah, yang mencakup pemerintahan dengan kepala Negara dan aparatnya. Tanggung jawab dalam Islam bernilai keagamaan, berarti kelalaian seseorang terhadapnya akan dipertanggungjawabkan di hari kiamat dan bernilai keduniawian, dalam arti kelalaian seseorang terhadapnya dapat dituntut di pengadilan oleh orang-orang yang berada di bawah kepemimpinannya.[5]
            Melihat luasnya ruang lingkup tanggung jawab dalam pendidikan Isla, yang meliputi kehidupan dunia dan akhirat dalam arti yang luas sebagaimana uraian di atas, maka orang tua tidak dapat memikul sendiri tanggung jawab pendidikan anaknya secara sempurna lebih-lebih dalam kehidupan masyarakat yang senantiasa berkembang dengan maju. Orang tua memiliki keterbatasan dalam mendidik anak mereka, makanya tugas dan tanggung jawab pendidikan anak-anaknya diamanahkan kepada pendidik lain (orang lain) baik yang berada di sekolah maupun di masyarakat. Orang tua menyerahkan anaknya ke sekolah sekaligus berarti melimpahkan sebagian tanggung jawab pendidikan anaknya kepada guru di sekolah, karena tidak semua orang yang dapat menjadi guru sekaligus menjadi pendidik.
3        Pengertian Guru (Pendidik)
Kata pendidikan, pendidik, guru, dan pengajar, telah menjadi pembicaraan sehari-hari. Namun demikian, masih terjadi “kekeliruan” dalam mengartikan hakikatnya. Nursid Sumaatmadja mengartikan pendidikan sebagai proses kegiatan mengubah perilaku individu kearah kedewasaan dan kematangan.
Secara etimologis, guru sering disebut pendidik. Dalam bahasa Arab, ada beberapa kata yang menunjukkan profesi ini, seperti mudarris, mu’allim, murrabi, dan mu’addib, yang meski memiliki makna yang sama, namun masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda. [6]
Di dalam al-Quran ditemukan beberapa kata yang menunjukan kepada pengertian pendidik:
a.       Muallim (Q.S. 29:34 dan Q.S. 35:28)
Muallim adalah orang yang menguasai ilmu mampu mengembangkannya dan menjelaskan fungsinya dalam kehidupan, serta menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya sekaligus.
b.      Murabbi (Q.S. 17:24)
Murabbi adalah pendidik yang mampu menyiapkan mengatur, mengelola, membina, memimpin, membimbing dan mengembangkan potensi kreatif pesera didik, yang dapat digunakan bagi pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam yang berguna bagi dirinya, dan makhluk Tuhan di sekelilingnya.
c.       Mudarris
Mudarris adalah pendidik yang mampu menciptakan suasana pembelajaran yang dialogis dan dinamis, mampu membelajarkan peserta didik dengan belajar mandiri, atau memperlancar pengalaman belajar dan menghasilkan warga belajar.
d.      Mursyid (Q.S. 18:17)
Mursyid adalah pendidik yang menjadi sentral figur bagi peserta didiknya, memiliki wibawa yang tinggi di depan peserta didiknya, mengamalkan ilmu secara konsisten, merasakan kelezatan dan manisnya iman terhadap Allah Swt
e.       Muzakki
Muzakki adalah pendidik yang bersifat hati-hati terhadapapa yang akan diperbuat, senantiasa mensucikan hatinya dengan cara menjauhkan semua bentuk sifat-sifat mazmumah dan mengamalkan sifat-sifat mahmudah.
f.       Mukhlis (Q.S. 98:5)
Mukhlis adalah pendidik yang melaksanakan tugasnya dalam mendidik dan mengutamakan motivasi ibadah yang benar-benar ikhlas karena Allah.[7]
Sedangkan secara terminologis Guru (pendidik) adalah, pegawai negeri sipil (PNS) yang diberi tugas, wewanang, dan tanggung jawab oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pendidikan di sekolah, termasuk hak yang melekat dalam jabatan. Pendidik merupakan tenaga prosesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi (Pasal 39 (2) UU Nomor 20 Tahun 2003).
Guru sebagai figure sentral dalam pendidikan, haruslah dapat diteladani akhlaknya disamping kemampuan keilmuan dan akademisnya. Selain itu, guru haruslah mempunyai tanggung jawab dan keagamaan untuk mendidik anak didiknya menjadi orang yang berilmu dan berakhlak
Guru adalah seseorang yang memiliki tugas sebagai fasilitator agar siswa dapat belajar dan atau mengambangan potensi dasar dan kemampuannya secara optimal, melalui lembaga pendidikan sekolah, baik yang didirikan oleh pemerintah maupun masyarakat oleh swasta.
Menurut Poerwadarminta (1996: 335), guru adalah orang yang kerjanya mengajar. Sedangkan menurut Zakiyah Daridjat (1992: 39) menyatakan bahwa guru adalah pendidik professional, karena guru itu telah menerima dan memikul beban dari orang tua untuk ikut mendidik anak-anak. Dalam hal ini, orang tua harus tetap sebagai pendidik yang pertama dan utama bagi anak-anaknya, sedangkan guru adalah tenaga professional yang membantu orang tua untuk mendidik anak-anak pada jenjang pendidikan sekolah.[8]
Jadi dapat disimpulkan guru (pendidik) adalah seseorang yang bertugas sebagai fasilitator peserta didik.
B.     Hak dan tanggung jawab guru PAI
1.      Hak guru PAI
Pendidik adalah mereka yang terlibat langsung dalam membina, mengarahkan dan mendidik peserta didik, waktu dan kesempatannya dicurahkannya dalam rangka mentransformasikan dan menginternalisasikan nilai termasuk pembinaan akhlak mulia dalam kehidupan peserta didik.Dengan demikian waktu dan kesempatannya dihabiskan untuk mendidik peserta didiknya, sehingga dia tidak mempunyai waktu lagi untuk berusaha memenuhi kebutuhan sehari-hari. Justru itu pendidik berhak untuk mendapatkan:
a.      Gaji
Gaji, mengenai penerimaan gaji ini pada awalnya terdapat perselisihan pendapat. Mengenai gaji ini ahli-ahli piker dan filosof-filosof berbeda pendapat dalam hal guru menerima gaji atau menolaknya. Yang paling terkenal untuk menolak gaji adalah Socrates.[9]
Sedangkan Al-Ghazali menyimpulkan mengharamkan gaji.Sementara utu Al-Qabisi yang memandang gaji itu tidak dapat tidak harus diadakan.[10]
Karena pendidik telah menapakan lapangan profesi, tentu mereka berhak untuk mendapatkan kesejahteraan dalam kehidupan ekonomi, berupa gaji atau honorarium.Seperti di Negara kita, pendidik merupakan bagian aparat Negara yang mengabdi untuk kepentingan Negara melalui sector pendidikan, diangkat menjadi pegawai negeri sipil, diberi gaji dan tunjangan tenaga kependidikan.Namun kalau dibandingkan dengan Negara maju, penghasilannya belum memuaskan.Akan tetapi karenatugas itu mulia, tidak menjadi halangan bagi pendidik dalam mendidik peserta dididknya. Bagi pendidik yang statusnya non  PNS maka mereka ada yang digaji oleh yayasan bahkan mereka tidak sedikit mereka tidak mendapatkannya akan tetapi mereka tetap mengabdi dalam rangka mencari ridha Allah SWT.


b.      Mendapatkan penghargaan
Guru adalahabu al-ruh (bapak rohani) bagi peserta didiknya. Dialah yang memberikan santapan rohani dan memperbaiki tingkah laku peserta didik.Justru itu profesi guru wajib dimuliakan, mengingat perannya yang sangat signifikan dalam menyiapkan generasi mendatang seperti yang diungkapkan oleh Muhammad Athiyyah Al-Abrasyi, yang dikutip Zainudin dkk.
menghormati guru berarti penghormatan terhadap anak-anak kita. Bangsa yang ingin maju peradabannya adalah bangsa yang mampu memberikan penghormatan dan penghargaan kepada para pendidik.Inilah salah satu rahasia keberhasilan bangsa Jepang yang mengutamakan dan memprioritaskan guru setelah hancurnya Hirosima dan Nagasaki, pertama sekali yang dicari oleh Kaisar Hirohito adalah para guru.Dalam waktu yang relatif singkat bangsa Jepang kembali bangkit dari kehancuran sehingga menjadi modern pada masa sekarang.
Adapun hak guru sebagaimana dinyatakan dalam pasal 14 Undang-Undang no. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen :
a.       Memperoleh penghasilan atas kebutuhan hidup minimun dan jaminan kesehatan sosial.
b.      Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja.
c.       Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual.
d.      Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensinya.
e.       Memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalannya.
f.       Memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan dan/atau sanksi kepada siswa sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan.
g.      Memperoleh rasa aman, dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas.
h.      Memilikikebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi.
i.        Memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pemerintah.
j.        Memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi dan/atau
k.      Memperoleh pelatiahan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.[11]
Selain hak yang harus mereka dapatkan, guru juga memiliki kewajiban yang harus dilaksanakan. Adapun yang menjadi kewajiban guru adalah sebagai berikut:
a.       Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dengan mengevaluasi hasil pembelajaran.
b.      Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan  perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
c.       Bertindak obyektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras dan kondisi fisik tertentu,atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi siswa dalam pembelajaran.
d.      Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum dan kode etik guru, serta niali-nilai agama dan etika, serta
e.       Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.[12]
Guru sebagai seorang pendidik dalam rangka peingkatan kualitas pendidikan yang tentunya sangat ditentukan oleh kualitas guru itu sendiri, peranan guru dalam nuansa pendidikan yang ideal adalah :
a.       Guru sebagai pendidik
Guru merupakan teladan, panutan dan tokoh yang akan di identifikasikan oleh peserta didik.
b.      Guru sebagai pengajar
Guru berperan sebagai fasilitaror dan mediator pembelajaran yang mengarahkan peserta didik melakukan kegiatan pembelajaran dan memperoleh pengalaman belajar
c.       Guru sebagai pembimbing
Guru menddampingi dan memberikan arahan kepada siswa berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan pada diri siswa baik meliputi aspek kognitif, afektif maupun psikomotor
d.      Guru sebagai pelatih
Agar kompetensi dasar harus tercapai dan dikuasai siswa maka membutuhkan latihan secara berulang-ulang oleh guru.
e.       Guru sebagai penasehat
Peranya sebagai penasehat guru harus dapat memberikan konseling sesuai dengan apa yang dibuthkan siswa baik itensitas maupun masalah-masalah yang dihadapi.
f.       Guru sebagai model dan teladan
Dengan keteladan yang diberiakn orang-orang menempatkan ia sebagai figur guru
g.      Guru sebagai korektor
Guru sebagai korektor dimana guru harus mebedakan mana nilaiyang baik dan dimana niai yang buruk.
h.      Guru sebagai organisator
Dalam bidang ini guru memilki kegiatan pengelolaan kegiatan akademik, membuat dan melaksanakan program pembelajaran
i.        Guru sebagai motivator
Guru sebagai motivator hendknya dapat mendorong anak didik agar bergairah dan aktif belajar.
j.        Guru sebagai Fasilitator
Guru sebagai fasilitator berarti guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang memungkikan memudahkan kegiatan belajar anak didik.
k.      Guru sebagai pengelola kelas
Guru sebagai pengelola kelas hendaknya dapat mengelola kelas dengan baik, karena kelas tempat berhimpunya semua anak didik.
l.         Guru sebagai mediator
Guru sebagai mediator memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan dalam berbagai bentuk dan jenisnya
m.    Guru sebagai evaluator
Guru sebagai evaluator yang baik dan jujur, dengan memberiakn penilaian yang menyentuh aspek ekstrinsik.[13]





2.      Tanggung jawab pendidik
            Apabila dilihat dari rincian tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh guru terutama guru pendidikan agama Islam, Al-Abrasyi yang mengutip pendapat Al-Ghazali mengemukakan bahwa:
a.       Harus menaruh rasa kasih sayang terhadap murid dan memberlakukan mereka seperti perlakuan anak sendiri.
b.      Tidak mengharapkan jasa ataupun ucapan terima kasih, tetapi bermaksud dengan mengajar itu mencari keridhoan Allah dan mendekatkan diri kepada tuhan.
c.       Berikanlah nasehat kepada murid pada tiap kesemptatan, bahkan gunakanlah setiap kesempatan itu untuk menasehati dan menunjukinya
d.      Mencegah murid dari sesuatu akhlak yang tidak baik dengan jalan sendirian jika mungkin dan dengan jalan terus terang, dengan jalan halus dan jangan mencela
e.       Seorang guru harus menjalankan ilmunya dan jangan berlainan kata dengan perbuatannya
            Tugas dan tanggung jawab guru tidak akan terlaksana dengan baik tanpa bantuan orang tua dan masyarakat karena guru sebagai pendidik mempunyai ketrebatasan.
Tugas dan tanggung jawab guru menurut Imam Al Ghazali:
a.       Harus menaruh rasa  kasih saying terhadap murid dan memperrlakukan mereka seperti terhadap anak sendiri hal ini sebagaimana sabda rasulullah”sesungguhnya saya bagi kamu adalah ibarat bapak dengan anak”
b.      Tidak mengharapkan balas jasa ataupun ucapan terimakasih, tetapi bermaksud mencari keridhaan Allah swt dan mendekatkan diri kepada-Nya
c.        Berikanlah nasehat kepada murid pada setiap kesempatan, sesuai dengan keadaan yang ada.
d.      Mencegah murid dari akhlak  yang tidak baik dengan jalan sindiran jika mungkin dan jangan dengan terus terang, serta dg halus dan jangan mencela.
e.       Perhatikan tingkat  akal pikiran anak-anak dan berbicara dengan mereka  menurut kadar akalnya, jangan sampai sesuatu elebihi daya tangkapnya agar ia tidak lari dari pelajaran (bicaralah dengan bahasa mereka)
f.       Jangan menampakan  rasa benci pada murid terhadap suatu cabang ilmu, tapi seharusnya memotivasi bagi mereka untuk belajar  cabang ilmu tersebut
g.      Hindari mereka dari perasaan bahwa  mereka adalah bodoh tapi(lemah sehingga tidak timbul pengaruh buruk terhadap  jiwanya) karena hal ini berdampak negative.
h.      Sang guru harus mengamalkan ilmunya dan tidak bertolak belakang dengan perbuatannya.
tanggung jawab guru itu menurut Oemar Hamalik adalah :
a.       Tanggung jawab dan kompetensi guru adalah Guru akan mampu bertangung jawab apabila dia memiliki kompetensi yang dibutuhkan oleh peserta didik
b.      Tanggung Jawab moral: Setiap guru bertanggung jawabmewariskan mora pancasila dan nilai undang-undang  1945 kepada peserta didik
c.       Tanggung jawab dalam bidang pendidikan disekolah Guru bertanggung jawab melaksanakan kegiatan bimbingnan dan pengajaran pada anak didik
d.      Tanggung jawab dalam bidang kemaasyrakatan Guru bertanggung jawab memajukan kesatuan dan kesatuan bangsa, menyukseskan pembangunan nasional ditengah negara indonesia
e.       Tanggung jawab dalam bidang keilmuwan Guru selaku ilmuan bertanggung  jawab turut memajukan ilmu, teruama ilmu yang menjadi spelisasinya.[14]
Seorang pendidik mempunyai tanggung jawab sebagai pendidik karena tanggung jawab itu akan dipertanggung jawabakan pula bagi pedidik itu di dunia dan diakhirat. Makanya guru perlu meningkatakan perenan dan kemanuan profesionalnya. Tampa ada kecakapan yang maksiimal yang dimilki oleh pendidik maka kiranya sulit bagi pendidik untuk mengemban dan melaksanakan tangung jawab dengan cara yang sebaik-baiknya.









BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Pendidik, guru, ustadz, ustazah, kiyai adalah orang yang berperanan penting dalam proses pendidikan dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif, kognitif, maupun potensi psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.
guru sering disebut pendidik. Dalam bahasa Arab, ada beberapa kata yang menunjukkan profesi ini, seperti mudarris, mu’allim, murrabi, dan mu’addib, yang meski memiliki makna yang sama, namun masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda.
Hak guru terdapat dalam pasal 14 Undang-Undang no. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang didalamnya terdiri dari hak-hak yang bisa didapatkan oleh guru, tidak lepas dari hak seorang guru harus menjalankan kewajibannya sebagai guru agar hak-haknya dapat diterima dengan baik.
Tugas dan tanggung jawab guru (Pendidik) Terkit dengan tugas dan tanggung jawab guru, terdapat  dalam Undang-undang Guru dan Dosen pasal 1 dinyatakan bahwa, Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah








DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Charris Zubair, 1990  Kuliyah Akhlak Jakarta: Rajawali Pers,
Poejawidjadna, 1982 etika, filsafat, tingkah laku  jakarta: bina aksara,
Nata abudin, 1996  akhlak tasawuf  jakarta: raja grafindo persada,
Chaerul, Gunawan. Pengembengan Kepribadian Guru Bandung: Nuansa cendikia
Ramayulis, 2008 Ilmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia, Jakarta,
Hamdani, Fuad. 2007 Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Nursid Sumaatmadja. 2002  Pendidikan Pemanusiaan Manusia Manusiawi. Bandung: Alfabeta,
Suparlan. 2006 Guru Sebagai Profesi. Yogyakarta: Hikayat Publishing.
Nata Abudin, 1996 Akhlak Tasawuf. Raja Grafindo Persada, Jakarta; 
UU RI No 14 dan PERMENDIKNAS No11 2011, Citra Umba RA
Supardi, dkk, Profesi Keguruan Berkompetensi dan bersertifikat, Jakarta: Diadit Media
Arifin Arif, 2008 Pengantar Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta Kultural (GP. Press Grup),)




[1] Ahmad Charris Zubair, Kuliyah Akhlak (Jakarta: Rajawali Pers, 1990), Hal.59.
[2] Poejawidjadna, etika, filsafat, tingkah laku (jakarta: bina aksara, 1982), hal. 60
[3] Nata abudin, akhlak tasawuf (jakarta: raja grafindo persada, 1996), hal.138.
[4] Chaerul, Gunawan. Pengembengan Kepribadian Guru.( Bandung: Nuansa cendikia),hal 76
[5] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam,( Kalam Mulia, Jakarta, 2008),hal 80
[6] Hamdani, Fuad. Filsafat Pendidikan Islam. (Bandung: Pustaka Setia. 2007), hal 89
[7] Nursid Sumaatmadja. Pendidikan Pemanusiaan Manusia Manusiawi. (Bandung: Alfabeta, 2002 ) hal 70
[8] Suparlan. Guru Sebagai Profesi. (Yogyakarta: Hikayat Publishing. 2006)hal 54
[9] Nata Abudin, Akhlak Tasawuf. (Raja Grafindo Persada, Jakarta;  1996) hal  99
[10]  Ibid,
[11] UU RI No 14 dan PERMENDIKNAS No11 2011, Citra Umba RA
[12]  ibid
[13] Supardi, dkk, Profesi Keguruan Berkompetensi dan bersertifikat,(Jakarta: Diadit Media), Hal 78
[14] Arifin Arif, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta Kultural (GP. Press Grup),2008) hal 64