Thursday, May 21, 2015

Resuman teologi islam

Resuman teologi islam
             
A.    Murji’ah
Kemunculan aliran Murji’ah dalam sejarah perkembangan ilmu teologi dalam islam, tidak terlepas dari pengaruh perkembangan politik pada masa itu, yang dimulai dari pertentangan Ali bin Abi Thalib dengan Mu’awiyah. Aliran Murji’ah merupakan aliran yang berusaha bersikap netral atau nonblok dalam proses pertentangan yang terjadi antara kaum Khawarij dengan kaum Syi’ah yang telah masuk pada permasalahan kafir mengkafirkan.
Dan dalam perkembangannya Murji’ah ikut memberikan tanggapan dalam permasalahan ketentuan Tuhan dalam menetapkan seseorang telah keluar Islam atau masih mukmin.Tipe pemikiran yang dikembangkan oleh kaum Murji’ah adalah bahwa penentuan seseorang telah keluar dari Islam tidak bisa ditentukan oleh manusia tapi di tangguhkan sampai nanti di akhirat.Pembagian golongan Murji’ah dapat dibagi ke dalam dua golongan besar yaitu, golongan Murji’ah moderat dan golongan Murji’ah ekstrim.
B.     Syi’ah
Syiah adalah : Golongan yang lebih mengutamakan ibn Abi Thalib dari sahabat lainnya, yang percaya bahwa ahl Bait adalah lebih berhak untuk memegang tampuk kekhalifahan sesudah meninggalnya Rasul, yang dalam hal ini jatuh pada diri Ali Ibn Abi Thalib atas dasar wasiat dari Rasul dan kehendak dari Allah. Aliran-aliran dalam syiah adalah Syi’ah Itsna Asy’ariyah (Syi’ah Dua Belas/Syi’ah Imamiyah), Syi’ah Sab’iyah ( Syi’ah Tujuh ), Syi’ah Zaidiyah dan Syi’ah Ghulat.
Pokok-pokok ajaran dalam syiah diantaranya pembahasan meliputi : Tentang Hadits, Tentang Al-Qur’an, Nikah Mut’ah dan Para Imamiyah.
Pokok-pokok penyimpangan secara umum dalam syiah misalnya dalam rukun iman tiadak adanya kepercayaan terhadap Qadla dan Qadar.
Di Indonesia Syiah sebenarnya bukan mazhab baru, tapi sudah lama. Hanya saja ia tidak tersebar luas sebagaimana mazhab sunni. Proses masuknya islam ke Indonesia menurut Jalaluddin Rahmat terbagi menjadi tiga teori diantaranya : Teori pertama, merujuk pada masa penyebaran Islam di Indonesia; Teori Kedua, Islam yang dating ke Indonesia itu adalah Islam Sunni; Teori Ketiga, Syiah itu datang setelah peristiwa Revolusi Islam Iran (RII).
C.    Mu’tailah
a.      Eksistensi Aliran Mu’tazilah
Aliran ini pada awal perkembangannya tidak mendapat simpati umat Islam, khususnya di kalangan masyarakat awam karena mereka sulit memahami ajaran-ajaran Mu’tazilah yang bersifat rasional dan filosofis. Selain itu, kaum Mu’tazilah dinilai tidak teguh berpegang pada sunnah Rosulullah SAW dan para sahabat. Baru pada masa al-Ma’mun (Khalifah Abbasiyah periode 198-218 H/813-833 M), golongn ini memperoleh dukungan luas teruatama di kalangan intelektual. Selanjutnya, kedudukan Mu’tazilah semakin kokoh setelah dijadikan madzhab resmi negara oleh al-Ma’mun (anaknya Harun al-Rasyid), disebabkan sejak kecil ia dididik dalam tradisi Yunani yang gemar akan ilmu pengetahuan dan filsafat.
b.      Latar Belakang Kemunculan Mu’tazilah
Secara harfiah kata mu’tazilah berasal dari i’tazala yang berarti berpisah atau memisahkan diri, yang berarti juga menjauh atau menjauhkan diri.
Secara terminologi, Mu’tazilah adalah firqoh Islamiyyah (aliran dalam islam) yang muncul pada masa akhir dinasti umayyah dan tumbuh pesat pada masa dinasti abbasiyyah. Sedangkan sebagian ulama, mendefinisikannya sebagai satu kelompok dari qadiriyah yang berbeda pendapat dengan umat islam dalam permasalahan hukum pelaku dosa besar yang di pimpin oleh Wasil bin Atho’ dan Amr bin Ubaid pada zaman Al Hasan Al Basry
Ajaran-Ajaran Aliran Mu’tazilah
Ø  Tauhid (Ke-Esaan)
Ø  Al-Adlu (keadilan)
Ø  Wal wal Wa’id (Janji dan Ancaman)
Ø  Al-Manjilah Bainal Manzilataini (Tempat Diantara Dua)
Ø  Amar Ma’ruf Nahi Munkar (menyuruh kebaikan dan melarang kejelekan)
Sekte-Sekte Aliran Mu’tazilah
  1. Al-Washiliyyah
  2. Huzailiyyah
  3.  An-Nazhzhamiyyah
  4. Al-Khatabiyyah dan al-Hadidiyyah
  5. Al-Bisyariyyah
  6. Al Mu’ammariyah
  7. Al-Mardariyyah
  8. Al-Tsumamah
  9. Al-Hisyamiyyah
  10. Al-Jahizhiyyah
  11. Al-Khayatiyyah dan Al-Ka’biyyah
Tokoh – Tokoh Aliran Mu’tazilah
Tokoh-tokoh aliran mu’tazilah basrah adalah :
  1. Washil bin ‘Atha (80-131 H/ 699-748 M)
  2. Al-‘Allaf (135-237 H/ 735-850 M)
  3. An- Nazzam (wafat 231 H/ 345 M)
Al-Jubba’i (wafat 303 H/ 915 M
Tokoh-tokoh aliran mu’tazilah baghdad adalah:
  1. Bisyr bin Al-Mu’tamar (wafat 226 H/ 840 M)
  2. Al-Khayyath (wafat 300 H/ 912 M)
  3. Al-Qadhi Abdul Jabbar (wafat 1024 M)
  4. Az-Zamarkhasyi (467 H/ 1075-1144 M)
C.    Pemikiran Kaum Mu’tazilah
Disebutkan dalam buku “al-mausu’ah al muyassaroh fi’ladyan wa’lmadzahib wa’lahzab al-mu’ashirah” bahwa pada awal sekte Mu’tazilah ini mengusung dua pemikiran yang menyimpang (mubtadi’),  yaitu:
  1. Pemikiran bahwa manusia punya kekuasaan mutlak dalam memilih apa yang mereka kerjakan dan mereka sendirilah yang menciptakan pekerjaan tersebut.
  2. Pemikiran bahwa pelaku dosa besar bukanlah orang mu’min tetapi bukan pula orang kafir, melainkan orang fasik yang berkedudukan diantara dua kedudukan –mu’min dan kafir- (manzilatun baina ‘lmanzilataini)
Dari dua pemikiran yang menyimpang ini kemudian berkembang dan melahirkan pemikiran-pemikiran turunan seiring dengan perkembangan mu’tazilah sebagai sebuah sekte pemikiran.
Hal tersebut ditegaskan Al-Baghdadi dengan menyebutkan enam pemikiran yang mereka sepakati, pemikiran-pemikiran tersebut adalah :
  1. Pemikiran bahwa Allah tidak memiliki sifat azali. Dan pemikiran bahwa Allah tidak memiliki ‘ilmu, qudrah, hayat, sama’, bashar, dan seluruh sifat azali.
  2. Pemikiran tentang kemustahilan melihat Allah dengan mata kepala dan keyakinan mereka bahwa Allah sendiri tidak bisa melihat “diri”-Nya dan yang lain pun tidak bisa melihat “diri”-Nya.
  3. Pemikiran tentang ke-baru-an (hadits) kalamullah dan ke-baru-an perintah, larangan, dan khabar-Nya. Yang kemudian kebanyakan mereka mengatakan bahwa kalamullah adalah makhluk-Nya.
  4. Pemikiran bahwa Allah bukan pencipta perbuatan manusia bukan pula pencipta prilaku hewan. Keyakinan mereka bahwa manusia sendirilah yang memiliki kemampuan (Qudrah) atas perbuatanya sendiri dan Allah tidak memiliki peran sedikitpun dalam seluruh perbuatan manusia juga seluruh prilaku hewan. Inilah alasan Mu’tazilah disebut qodariyah oleh sebagaian kaum muslimin.
  5. Pemikiran bahwa orang muslim yang fasiq berada dalam satu manzilah di antara dua manzilah - mu’min dan kafir- (manzilatun baina manzilataini). Inilah alasan mereka disebut Mu’tazilah.
  6. Pemikiran bahwa segala sesuatu perbuatan manusia yang tidak di perintatahkan oleh Allah atau dilarang-Nya adalah sesuatu yang pada dasarnya tidak Allah kehendaki.
D.     QADARIYAH
a.     pengertian Qodariyah
Qodariyah berasal dari bahasa Arab yaitu قدر yang mempunyai arti kemampuan dan kekuatan[1]. Secara terminology, qodariyah adalah aliran atau paham teologi yang percaya bahwa segala tindakan dan perbuatan manusia itu terjadi tanpa ada campur tangan Tuhan, artinya manusia bebas melakukan apa saja sesuai dengan keinginannya. Aliran ini berpendapat bahwa setiap manusia adalah pencipta bagi segala perbuatannya: ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri[2]. Dan dari pernyataan ini, maka dapat dipahami bahwa qodariya digunakan untuk satu nama suatu aliran atau paham yang menyatakan kebebasan dan kekuatan paenuh bagi manusia dalam mewujudkan perbuatan perbuatannya. Menurut Harun Nasution, kaum Qodariyah berasal dari pengertian bahwamanusia mempunyai qudarah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar ketentuan Tuhan.
Paham ini jelas sangat keliru, kerana dengan aqidah seperti itu apabila dilanjutkan secara lebih mendalam lagi, maka berarti Tuhan pada hakikatnya tidak tahu apa yang dilakukan oleh manusia dan Tuhan itu baru tahu setelah manusia mengerjakannya, sehingga Tuhan marah dan memberinya dosa.
b.    Latar Belakang Kemunculan Paham Qodariyah
Seperti dalam pengertian diatas Aliran ini lebih menekankan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbutan-perbutannya. Harun Nasution menegaskan bahwa aliran ini berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan.[3]
Menurut Ahmad Amin sebagaimana dikutip oleh Dr. Hadariansyah, orang-orang yang berpaham Qadariyah adalah mereka yang mengatakan bahwa manusia memiliki kebebasan berkehendak dan memiliki kemampuan dalam melakukan perbuatan. Manusia mampu melakukan perbuatan, mencakup semua perbuatan, yakni baik dan buruk.[4]
c.    Ajaran-ajaran Aliran Qodariyah
Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghalian tentang ajaran Qadariyah bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbutannya. Manusia sendirilah yang melakukan baik atas kehendak dan kekuasaan sendiri dan manusia sendiri pula yang melakukan atau menjauhi perbuatan-perbutan jahat atas kemauan dan dayanya sendiri. Tokoh an-Nazzam menyatakan bahwa manusia hidup mempunyai daya, dan dengan daya itu ia dapat berkuasa atas segala perbuatannya.[5]
Dengan pemahaman seperti ini tidak ada alasan untuk menyandarkan perbuatan kepada Allah. Di antara dalil yang mereka gunakan adalah banyak ayat-ayat Alquran yang berbicara dan mendukung paham itu.
a. QS al-Kahfi: 29
È@è%ur ,ysø9$# `ÏB óOä3În/§ ( `yJsù uä!$x© `ÏB÷sãù=sù ÆtBur uä!$x© öàÿõ3uù=sù 4 !
Dan Katakanlah: Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir".
D.    ALIRAN JABARIYAH
1.        Asal-Usul  Pertumbuhan Jabariyah
Jabariyah  berasal dari kata jabara yang berarti memaksa. Dalam Al-Munjid, dijelaskan bahwa nama jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu. Lebih lanjut Asy-Syahratsan menegaskan bahwa paham al-jabr berarti  menghilangkan perbuatan manusia dalam arti yang sesungguhnya yang menyandarkannya kepada Allah. Dengan kata lain, Manusia mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa.[6] Dan meyakini bahwa segala pekerjan manusia digerakkan oleh Allah SWT.[7] Dalam bahasa inggris, Jabariyah disebut fatalism atau presentination, yaitu faham yang menyebutkan bahwa perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh qodho dan qadar  Tuhan. Faham al-jabar  pertama kali diperkenalkan oleh ja’d bin dirham kemudian disebarkan oleh jahm bin Shafwan dari Khurasan.
 HADITS
Perbuatan itu diciptakan Tuhan didalam diri manusia, tak ubahnya dengan gerak yang diciptakan Tuhan dalam benda-benda mati. Menurut paham ekstrim ini, segala perbuatan manusia tidak merupakan perbuatan yang timbul dari kemauan diri, tetapi perbuatan yang dipaksakan atas dirinya. Kalau paham fatalisme yang dibawa jahm itu menurutnya Tuhanlah yang menciptakan perbuatan manusia, baik jahat maupun baik, tetapi manusia mempunyai bagian dalam perwujudan perbuatan-perbuatan itu. Dan inilah ayat –ayat yang membawa kepada paham jabariyah :
!tbqè=yJ÷ès?$tBurö/ä3s)n=s{ª!$#ur
"Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu". (Q.S Al-shaffat:96)
2.      Perbandingan antara aliran Qadariyah dan Jabariyah
·         Qadariyah : Berpendapat bahwa manusisa mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
·         Jabariyah : Berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan dan kehendak dalam menentukan perbuatannya.
·         Qadariyah berpedoman pada QS. Al Mudatsir : 38
·         Jabariyah berpedoman pada QS. Al Hadid : 22
·         Dalam Sejarah, Qadariyah dianut Mu’tazilah
·         Dalam sejarah Jabariyah dianut Asy’ariyah
·         Jabariyah berpendapat & mengatakan segala sesuatu yang terjadi pada manusia atau jagad raya ini merupakan kehendak Allah semata tanpa peran serta sesuatu pun termasuk di dalam adalah perbuatan-perbuatan maksiat yang dilakukan manusia.
·         Yang dijadikan dasar Jabariyah mengesampingkan usaha dan ikhtiar manusia adalah QS. An-Nisa’ : 13






[1] luwisnMa’luf Al-Yusu’i, Al-Munjid, al- Khathulikiyah, Beirut, 1945, hlm.436;lihat juga Hans  Werh, a Dictionary of Modern Written Arabic, wlesbanden,1971,hlm.745
[2] Al-Yusu’i, op,hlm.436
[3] Rosihan Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2006), cet ke-2, h. 68
[4] Hadariansyah, AB, Pemikiran-pemikiran Teologi dalam Sejarah Pemikiran Islam, (Banjarmasin: Antasari Press, 2008) hal 68
[5] Nasution, Harun, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI-Press, 1986), cet ke-5 hal 31
[6]Abdul Rozak, Rosihon Anwar.Ilmu Kalam.Bandung:CV Pustaka Setia.2010.Cet V.Hlm 63
[7]Aliran-aliran dalam ilmu kalam. Aqidah Ahlak Aliyah XI

No comments:

Post a Comment