BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Total Quality
Management (TQM) dan diterjemahkan ke
dalam Bahasa Indonesia menjadi Manajemen Mutu Terpadu (MMT),[1]
merupakan istilah yang tidak asing lagi di dunia pendidikan pada era globalisasi ini. Hal tersebut berawal dari
keberhasilan penerapan TQM di sector industria yang mampu membuat industri
tersebut menjadi berkembang pesat dan mampu menguasai pasar, karena dinilai
mampu memenuhi kebutuhan pelanggan dan membuat pelanggan tersebut merasa puas.
Sehingga para pakar pendidikan mulai tertarik untuk mengadopsi sistem TQM dari
dunia industri untuk diterapkan dalam dunia pendidikan dan mereka berharap
melalui TQM ini dapat meningkatkan mutu dalam pendidikan.
Konsep Total Quality Manajement (TQM) yang telah dicetuskan oleh Deming,
Juran dan Crosby pada awalnya bertujuan untuk mengatasi beberapa masalah di
bidang bisnis dan industria, terutama pada peningkatan kaulitas mutu. Konsep
itu telah diimplementasikan dengan sangat berhasil oleh dunia bisnis dan
industri di Jepang, dan negara - negara lain di dunia. Dan kemudian TQM mulai
diadopsi dalam dunia pendidikan pada sekitar tahun 1980. Awal mulanya TQM dilaksanakan di perguruan tinggi, dan mulai mengalami
perkembangan sekitar tahun 1990 di negara Inggris dan Amerika.
Pengimplementasian TQM dalam dunia pendidikan telah banyak di lakukan
di Indonesia sekarang ini, dan para pakar telah banyak membahasnya dalam
buku-buku mereka. Akan tetapi kebanyakan hanya untuk pendidikan secara umum,
dalam arti masih sedikit sekali atau bahkan belum ada yang membahas tentang
pengimplementasian TQM dalam pendidikan agama Islam secara spesifik. Mengingat
pendidikan Agama pada masa sekarang ini menjadi prioritas dalam rangka untuk
menanamkan nilai-nilai moral pada generasi di Indonesia. Sehingga perlu sekali
untuk menemukan cara bagaimana untuk meningkatkan kualitas mutu dalam
pendidikan Agama, terutama Agama Islam. Dan salah satu cara yang penulis tawakarkan
yaitu dengan menggunakan TQM dalam dunia pendidikan Agama Islam.
Berdasarkan hal tersebut di atas, pada kesempatan ini, penulis ingin
membahas lebih lanjut tentang konsep TQM dalam pendidikan, dan
pengimplementasiannya dalam pendidikan agama Islam.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis memberikan
rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana pengertian dan konsep TQM dalam pendidikan?
2.
Bagaimana Pengimplementasian TQM dalam Pendidikan Agama
Islam?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tulisan ini
bertujuan untuk :
1.
Mengetahui pengertian dan konsep TQ dalam Pendidikan.
2.
Mengetahui Pengimplementasian TQM dalam Pendidikan Agama
Islam.
BAB
II PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Konsep TQM dalam
Pendidikan
Para pakar telah berbeda-beda dalam mendefinisikan Total
Quality Management (TQM), hal tersebut dilandaskan pada sudut pandang
masaing-masing pakar tersebut, pendapat tersebut di antaranya yaitu :
Ø
Fandy dan Anastasia mengemukakan bahwa TQM ialah system
menejemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada
kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi.[2]
Ø
West-Burnham menyatakan bahwa TQM ialah memaksimal semua
fungsi dari organisasi dalam falsafah holistis yang dibangun berdasarkan konsep
mutu, kerja tim, produktifitas dan prestasi serta kepuasan pelanggan.[3]
Ø
Dale mendefinisikan TQM ialah kerja sama yang saling
menguntungkan dari semua orang dalam organisasi dan dikaitkan dengan proses
bisnis untuk menghasilkan nilai produk dan pelayanan yang melampaui kebutuhan
dan harapan konsumen.[4]
Ø
Hadari Nawari mendefinisikan TQM ialah manajemen fungsional
dengan pendekatan yang secara terus-menerus difokuskan pada peningkatan
kualitas agar produknya sesuai dengan standart kualitas dari masyarakat yang dilayani
dalam tugas pelayanan umum dan pembangunan masyarakat.[5]
Dari berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa TQM
ialah suatu sistem menejemen yang melibatkan seluruh komponen organisasi yang
dilakukan secara terus menerus untuk menghasilkan produk/jasa yang bermutu/berkualitas
sesuai dengan kebutuhan pelanggan dan berorientasi pada kepuasan pelanggan.
Berdasarkan
beberapa pengertian TQM di atas, paling tidak terdapat empat konsep
dalam TQM, antara lain: Mutu/Kualitas, kepuasan pelanggan, perbaikan terus
menerus, melibatkan seluruh komponen organisasi.
1.
Mutu (Quality)
Sesungguhnya konsep “quality”
merupakan konsep yang sangat “slippery”,
artinya mempunyai makna yang berbeda bagi tiap orang. Beberapa
kebingungan terhadap pemaknaan mutu bisa muncul karena ada dua macam konsep “quality” yang sering digunakan. Pertama
“quality” sebagai konsep yang absolut
dan kedua “quality” sebagai konsep
yang relative. Mutu yang biasa kita pakai dalam percakapan sehari-hari pada
dasarnya adalah konsep “quality” yang
absolute, yakni sesuatu yang memiliki standart yang tinggi dan tidak dapat
diungguli.[6]
Misalnya mobil mewah, mesinnya kuat, irit bahan bakar, casingnya mengkilat,
interiornya dari kulit, dan harganya mahal. Sedangkan “Quality” sebagai konsep relatif maksudnya bahwa kualitas itu tidak
merupakan atribut atau karakteristik suatu produk atau layanan (service), tetapi suatu yang dianggap berasala
dari produk atau layanan. Misalnya kualitas dikatakan tercapai apabila suatu
produk atau layanan memenuhi spesifikasi tertentu yang telah ditentukan
terlebih dahulu.[7]
Kualitas dalam konsep relative ini tidak harus mahal, tidak harus selalu
eksklusif dan tidak harus luks bahkan mungkin belum menjadi tujuan akhir, yang
penting adalah “fit for the purpose”.
Namun dalam TQM, konsep mutu yang digunakan adalah konsep mutu yang
relativ. Dalam konsep relativ, mutu memilki dua aspek, pertama
produk/jasa yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi dan standart pabriknya,
hal ini sering disebut dengan istilah mutu sesungguhnya (quality in fact).[8]
Pengukuran standart mutu produksi dan pelayanan didasarkan pada kriteria
sesuai dengan spesifikasi, cocok dengan tujuan pembuatan dan penggunaan, tanpa
cacat (zero defects) dan selalu baik sejak awal (right first time and
every time). Kedua, mutu didefinisikan sebagai sesuatu yang
memuaskan dan melampaui keinginan dan kebutuhan pelanggan, hal ini sering
disebut dengan istilah mutu sesuai presepsi (quality in preseption).[9]
Mutu dalam presepsi diukur dari kepuasan pelanggan atau pengguna, meningkatnya
minat, harapan dan kepuasan pelanggan.
Dalam penyelenggaraannya di dunia pendidikan, quality in fact merupakan
profil lulusan institusi pendidikan sesuai dengan kualifikasi tujuan
pendidikan, yang berbentuk stándar kemampuan dasar berupa kualifikasi akademik
minimal yang dikuasai oleh peserta didik. Sedangkan quality in
preseption merupakan kepuasan dan bertambahnya minat pelanggan terhadap
lulusan institusi pendidikan.[10]
2.
Kepuasan pelanggan (Customer Satisfaction)
Isu utama yang mendasari TQM ialah bahwa “customer” beserta
kesukaan-kesukaannya harus menjadi perhatian
pertama, dan ini menuntut komitmen yang sangat tinggi dari semua pihak
dalam organisasi. Dan seperti yang dikuliahkan Deming dan Juran di Jepang pada
tahun 1950 bahwa yang sesungguhnya diinginkan oleh “customers” adalah kualitas
(quality), sebagaimana yang dijelaskan di atas.
Terdapat dua hal yang sangat fundamental dalam hal kepuasan pelanggan,
yaitu apa yang menjadi produk? dan siapakah yang menjadi pelanggan?, oleh
Karena itu terlebih dahulu kita pahami tentang produk dan pelanggan dalam
konsep TQM di dunia pendidikan.
Dalam konsep TQM di dunia pendidikan, institusi pendidikan diposisikan
sebagai institusi jasa atau dengan kata lain menjadi industria jasa, yakni
institusi yang memberikan pelayanan (service) sesuai dengan apa yang
diinginkan oleh pelanggan.[11]
Oleh karena itu, yang dimaksud produk di sini adalah jasa yang diberikan oleh
institusi pendidikan kepada pelanggan. Jasa-jasa itu meliputi pendidikan yang
diberikan, bimbingan belajar, penilaian, layanan administrasi, dan lain
sebagainya.
Dalam konsep TQM di dunia pendidikan, pelanggan dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu, pertama pelanggan dalam (internal customer), yakni
pengelola institusi pendidikan itu sendiri, misalkan kepala sekolah/manager,
guru, staff/tenaga kependidikan, pengelola instansi. Kedua, pelanggan
luar (external customer), misalnya peserta didik, orang tua, masyarakat,
pemerintah, dan bursa kerja.[12]
Berdasarkan hal tersebut, maka instansi pendidikan yang merupakan
industri jasa haruslah mampu untuk memberikan berbagai layanan pendidikan yang
mampu memberikan kepuasan kepada pengelola pendidikan, peserta didik, orang
tua, masyarakat, pemerintah, serta bursa kerja dengan menghasilkan profil
lulusan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
Untuk mempermudah pemahaman, silahkan lihat
pada tabel berikut :
Komponen
|
Kedudukannya
dalam TQM di dunia Pendidikan
|
Instansi pendidikan
|
Industri jasa
|
Pendidikan (nilai
tambah yang diberikan pada pelajar)
|
Jasa
|
Pelajar
|
Pelanggan
eksternal utama
|
Orang tua/wali,
sponsor
|
Pelanggan ekternal
kedua
|
Masyarakat,
pemerintah, bursa kerja
|
Pelanggan ekternal
ketiga
|
Guru, staff,
pengelola instansi
|
Pelanggan internal
|
3.
Perbaikan terus menerus
Perbaikan yang terus menerus juga menjadi salah satu prinsif dalam TQM,
artinya sebuah proses sistematis dalam melaksanakan perbaikan berkesinambungan.
Konsep yang berlaku adalah siklus planning, doing, checking dan actuating
(PDCA), yakni perencanaan, melaksanakan rencana, memeriksa hasil pelaksanaan
rencana dan melakukan tindakan korekrif terhadap hasil yang diperoleh.[13]
Perbaikan terus-menerus ini didasarkan pada posisi TQM sebagai sebuah
pendekatan yang mencari sebuah perubahan permanen dalam tujuan sebuah
organisasi, dari tujuan kelayakan jangka pendek menuju tujuan perbaikan mutu
jangka panjang. Institusi pendidikan yang melakukan inovasi secara konstan,
melakukan perbaikan dan perubahan yang terarah, dan mempraktekkan TQM, akan
mengalami siklus perbaikan secara terus menerus.[14]
di Jepang, hal tersebut dengan “kaizen” yang artinya perbaikan sedikit demi
sedikit.
Untuk melakukan perbaikan terus menerus ini memang bukanlah hal yang
mudah, mungkin seorang manajer harus mampu menciptakan kultur perbaikan
terus-menerus tersebut. Dan hal tersebut membutuhkan waktu yang lama. TQM
membutuhkan perubahan sikap dan metode. Guru/staff dalam institusi harus
memahami dan melaksanakan moral TQM agar
bisa membawa dampak. Untuk itu seorang manajer/kepala sekolah harus
mempercayai guru/stafnya dan mendelegasikan keputusan pad tingkatan-tingkatan
yang tepat. Hal tersebut bertujuan untuk memberikan guru/staff sebuah tanggung
jawab untuk menyampaikan mutu dalam lingkungan mereka. Guru/staff membutuhkan
kebebasan kerja dalam kerangkakerja yang sudah jelas dan tujuan organisasi yang
sudah diketahui.[15]
Bagaimanapun juga, perubahan kultur tidak hanya berbicara tentang
perubahan prilaku Guru/staff, tapi juga memerlukan perubahan dalam metode untuk
mengarahkan sebuah nstitusi. Perubahan metode tersebut ditandai dengan sebuah
pemahaman bahwa orang menghasilkan mutu. Ada dua hal yang diperlukan guru/staff
untuk menghasilkan mutu. Pertama, guru/staff membutuhkan sebuah
lingkungan yang cocok untuk bekerja, yaitu lingkungan yang mencakup sistem dan
prosedur dalam sebuah organisasi memotivasi dan meningkatkan kerja mereka,
serta ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai. Kedua, guru/staff
memerlukan lingkungan yang mendukung dan menghargai kesuksesan dan prestasi
yang diraih.[16]
4.
Melibatkan seluruh komponen organisasi
Melibatkan semua komponen dalam pelaksanaan TQM merupakan hal yang
penting. Di dalamnya terdapat manfaat dan keuntungan bagi organisasi, manfaat
tersebut antara lain:
Ø
dapat menghasilkan keputusan yang baik dan perbaikan yang lebih efektif
karena mencakup pandangan dan pemikiran dari pihak yang langsung berhubungan
dengan situasi kerja.
Ø
Meningkatkan “rasa memiliki” dan tanggung jawab atas keputusan dengan
melibatkan orang yang harus melaksanakan
Kunci sukses TQM adalah mata rantai internal-eksternal yang
efektif antara pelanggan-produsen. Begitu konsep tersebut ada pada genggaman
atau berhasil dijalankan, maka ada implikasi yang luar biasa besar terhadap
organisasi dan pola hubungan yang ada di dalamnya. Dalam kultur TQM, peran
manajer/kepala sekolah adalah memberikan wewenang kepada guru/staff dan
pelajar, bukan mengkontrol mereka.
Di samping itu terdapat karakteristik TQM untuk
meningkatkan mutu, yaitu :[17]
a.
Focus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun
eksternal.
b.
Memiliki obsesi yang
tinggi terhadap kualitas.
c.
Menggunakan pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan
dn pemecahan masalah.
d.
Memiliki komitmen jangka panjang.
e.
Membutuhkan kerjasama tim.
f.
Memperbaiki proses secara berkesinambungan.
g.
Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan.
h.
Memberikan kebebasan yang terkendali.
i.
Memiliki kesatuan yang terkendali.
j.
Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan.
B.
Persamaan
dan Perbedaan Quality Control, Quality Assurance, dan Total Quality management
Dalam peningkatan mutu pendidikan Agama Islam terdapat
beberpa konsep yaitu Quality Control (kontrol mutu), Quality Assurance (Jaminan
mutu), dan Total Quality management (manajemen mutu terpadu). Persamaan tiga
konsep mutu tersebut adalah sama-sama bertujuan untuk meningkatkan mutu
produksi atau jasa dan untuk memenuhi kebutuhan konsumen atau pelanggan. Serta
ketiga konsep tersebut memiliki hubungan saling melengkapi dan menjadi dasar
bagi pengembangan selanjutnya, misalnya quality control di kembangkan menjadi
quality assurance, dan dikembangkan lagi menjadi total quality management.
Walaupun ketiga konsep tersebut sama-sama bergerak pada
bidang mutu, tetapi terdapat beberapa perpedaan yang mendasar di antara
ketiganya, yaitu :
Quality Control (kontrol mutu) secara historis merupakan
konsep mutu yang paling tua. Quality control ini merupakan sebuah proses
pasca-produksi yang mendeteksi dan menheliminasi komponen-komponen atau produk
gagal yang tidak sesuai dengan standart. Kontrol mutu ini biasanya dilakukan oleh
ekerja-pekerja yang dikenal sebagai pemeriksa mutu. inspeksi dan pemeriksaan
adalah metode-metode umum dari control mutu, dan sudah digunakan secara luas
dalam pendidikan untuk memeriksa apakah standar-standar telah terpenuhi atau
belum.[18]
Quality Assurance (Jaminan mutu) ialah pemenuhan
spesifikasi produk secara konsisten atau menghasilkan produk yangs selalu baik
sejak awal (right first time every time). Jadi Quality Assurance ini
berbeda dengan quality control, baik sebelum maupun ketika proses tersebut
berlangsung, karena tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya kesalahan sejak
awal proses prosuksi dan menciptakan produk tanpa cacat (zero defects).
Jaminan mutu didesain sedemikian rupa untuk menjamin bahwa proses produksi
menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya.
Jaminan mutu lebih menekankan tanggungjawab tenaga kerja dibandingkan inspeksi
control mutu, meskipun sebenarnya inspeksi control mutu juga memiliki peran
dalam jaminan mutu. Mutu barang atau jasa yang baik dijamin oleh system, ang
dikenal sebagai system penjamin mutu, yang memposisikan secara tepat bagaimana
produksi seharusnya berperan sesuai dengan standar. Standar mutu telah diataur
oleh prosedur yang ada pada system penjain mutu.[19]
Total Quality management/TQM (manajemen mutu terpadu)
merupakan perluasan dan pengembangan dari Quality Assurance (jaminan mutu). TQM
ialah suatu sistem menejemen yang melibatkan seluruh komponen organisasi yang
dilakukan secara terus menerus untuk menghasilkan produk/jasa yang
bermutu/berkualitas sesuai dengan kebutuhan pelanggan dan berorientasi pada
kepuasan pelanggan. Dalam konsep TQM, pelanggan adalah raja. Konsep ini lebih
luas dari konsep sebelumnya, yang tidak hanya menghasilakan barang/jasa yang
zero deffec, tetapi juga menekankan tentang bagaimana memberikan sesuatu yang
didinginkan oleh pelanggan, serta kapan dan bagaimana mereka menginginkannya.
Konsep ini disesuaikan dengan perubahan harapan dan gaya pelanggan dengan cara
mendesain produk dan jasa yang memenuhi dan memuaskan harapan mereka. Dengn
memuaskan pelanggan, bisa dipastikan bahwa mereka akan kembaliagi dan
memberitahu teman-temannya tentang produk atau layanan tersebut. Ini disebut
dengan istilah mutu yang menjual (sell-on-quality). Presepsi dan harapan
pelanggan tersebut diakui sebagai sesuatu yang bersifat pendek dan
berubah-ubah. Demikian juga dengan organisasi, ia harus menenemukan
metode-metode yang tepat untuk mendekatkan diri dengan pelanggan mereka agar
dapat merespon perubahan selera, kebutuhan, dan keinginan mereka.[20]
C. Mengimplementasikan TQM dalam Pendidikan
Agama Islam
Pendidikan Agama Islam mempunyai peran penting dalam
menamkan moral kepada generasi bangsa Indonesia sekarang ini. oleh karenanya
pendidikan agama, khususnya pendidikan agama Islam dalam kurikulum 2013
mendapat perhatian khusus dan diberikan tambahan jam belajar. Agar pendidikan
Agama Islam tersebut dapat memenuhi tuntutannya dan dapat menjadikan generasi
bangsa yang bermoral, beriman dan bertaqwa sesuai dengan keinginan masyarakat,
maka perlu untuk meningkatkan mutu pendidikan agama Islam.
Peningkatan mutu pendidikan agama Islam tersebut dapat
dilakukan dengan mengimplementasikan TQM. Untuk itu, tidak hanya kepala sekolah
saja yang harus memikul tanggungjawab terebut, akan tetapi guru PAI juga
memiliki tanggungjawab yang lebih dalam usaha peningkatan mutu pendidikan agama
Islam tersebut. Maka dari itu, guru PAI memiliki peran yang sangat penting dan
harus mampu menjadi pemimpin dalam hal tersebut, karena guru PAI yang langsung
berhubungan dengan pelanggan primer, yakni peserta didik.
Dengan demikian dalam pengimplementasian TQM dalam
pendidikan agama Islam, haruslah memerhatikan lima hal pokok, yaitu :[21]
Pertama,
Perbaikan secara terus menerus (continous improvement). Knsep ini memiki
arti bahwa pihak pengelola senantiasa melakukan berbagai perbaikan dan
peningkatan secara terus-menerus, berkesinambungan, dan bertahap untuk mencapai
standar yang ditentukan. Instansi pendidikan harus senantiasa memperbaharui
proses berdasarkan tuntutan dan kebutuhan pelanggan. Jika tuntutan dan
kebutuhan pelanggan terhadap pendidikan agama Islam berubah, maka secara
otomatis pengelola instansi pendidikan akan merubah standar mutu beserta metode
dalam proses pencapaiannya.
Kedua, menentukan
standar mutu (quality assurance). Konsep ini mengandung arti bahwa
pengelola institusi pendidikan harus menetapkan standar mutu pendidikan agama
Islam dengan berasarkan pada harapan dan kebutuhan pelanggan. Misalnya standar
mutu profil lulusan sekolah tersebut memiliki pemahaman yang benar tentang
ajaran agama Islam, memiliki moral yang baik, dapat hidup rukun bersama
penganut ajaran agama yang lain, dan hafal
juz ‘amma. Maka dari itu pihak pengelola institusi pendidikan harus
menentukan standar mutu materi kurikulum dn standar evaluasi yang akan
dijadikan sebagai alat untuk mencapai standar yang telah ditentukan.
Ketiga, perubahan
kultur (change of culture). Konsep ini bertujuan untuk membentuk budaya
organisasi yang menghargai mutu dan menjadikan mutu sebagai orientasi semua
komponen organisasional. Jadi, pihak pimpinan harus berusaha membangun
kesadaran para anggotanya, mulai dari pemimpi sendiri, guru, staf, pelajar, dan
berbagai pihak terkait, seperti pengurus yayasan, orangtua, dan para pengguna
lulusan pendidikan akan pentingnya mempertahankan dan meningkatkan mutu
pembelajaran pendidikan agama Islam, baik mutu hasil maupun proses
pembelajaran. Maka dari itu visi dn misi serta siste dan prosedur yang akan
dilaksanakan haruslah jelas.
Keempat, perubahan
organisasi (upside-down organization). Jika visi dan misi telah berubah
dan mengalami perkembangan, maka sangat dimungkinkan terjadinya perubahan
organisasi. Perubahan ini menyangkut perubahan kewenangan, tugas-tugas dan
tanggungjawab. Oleh karena itu struktur organisasi dapat berubah terbalik
dibandingkan dengan struktur konvensional. Hal tersebut dapat diilustrasikan
dengan hirarkis dan institusi terbalik dalam pendidikan :[22]
Manajer
senior
manajer
tengah
guru
staf pendukung
TQM
dalam pendidikan (institusi terbalik)
Pelajar
Tim-guru dan
staf pendukung
pemimpin
Kelima, mempertahankan
hubungan dengan pelanggan (keeping close to the customer). Hal ini
sangat penting karena inti utama penerapan TQM adalah kepuasan pelanggan. Untuk
mempertahankan hubungan tersebut maka pengelola harus mampu mempertahankan
mutunya dengan berdasarkan tuntutan dan kebutuhan pelanggan. Dan dikarenakan
dalam pendidikan guru dan staf merupakan pelanggan internal, serta peserta
didik, orang tua, dan masyarakat umum, merupakan pelanggan eksternal, maka
pelanggan internal maupun eksternal harus dapat terpuaskan.
Institusi pendidikan yang mengimplementasikan TQM dalam
pendidikan Agama Islam, perlu menerapkan langkah-langkah sebagai berikut :[23]
1.
Kepemimpinan dan komitmen terhadap mutu harus datang dari
atas. Seluruh tokoh mutu menekankan bahwa tanpa dukungan dari pemimpin, maka
sebuah inisiatif mutu tidak akan bertahan hidup. Jika pemimpinya tidak komitmen
dan tidak peduli pada program yang dijalankannya, maka hal tersebut akan
menjalar ke tim atau staf yang ada dibawahnya, sehingga hal tersebut akan
mengganggu atau bahkan menggagalkan tujuan utama. Oleh karena itu kepala
sekolah/pemimpin harus menunjukkan komitmen yang kuat dan selalu memotivasi
guru/staf untuk selalu berupaya keras dan serius dalam peningkatan mutu
pendidikan agama Islam.
2.
Menggembirakan pelanggan adalah tujuan TQM. Hal ini dicapai
denga usaha terus-menerus untuk memenuhi kebutuhan pelanggan baik internal
maupun eksternal. Kebutuhan pelanggan dapat diketahui dengan mengidentifikasi
pendapat mereka. Ada beberapa metode untuk mengetahui hal tersebut, misalnya
dengan kuisioner atau melakukan wawancara kepada pelanggan. Kemudian informasi
yang terkumpul dianalisis kemudian digunakan acuan untuk mengambil keputusan.
3.
Menunjuk fasilitator mutu. Fasilitator mutu sangat
diperlukan untuk mempublikasikan perkembangan mutu dan memimpin kelompok
pengendali mutu dalam mengembangkan program mutu.
4.
Membentuk kelompok pengendali mutu. Kelompok ini harus
mempresentasikan perhatian-perhatian kunci dan harus menjadi representasi dari
kepala sekolah. Peranannya adalah untuk mengarahkan dan mendorong proses
peningkatan mutu. Tim ini adalah pengembang sekaligus inisiator proyek.
Disinilah peran guru PAI angat diperlukan untuk menjadi tim dalam pengembangan
mutu pendidikan agama Islam.
5.
Menunjuk koordinator mutu. Dalam setiap inisiatif dibutuhkan
orang-orang yang memiliki waktu untuk melatih dan menasehati orang-orang lain.
oleh karenanya dalam hal peningkatan mutu harus memiliki coordinator yang
berperan untuk membantu dan membimbing tim dalam menemukan cara baru dalam
menangani dan memecahkan masalah.
6.
Mengadakan seminar manajemen senior untuk mengevaluasi
program. Manajemen senior akan sulit untuk terlibat dalam proses, kecuali jika
mereka mendapatkan informasi yang cukp, baik dalam hal falsafah dan metode
peningkatan mutu institusi. Maka dari itu, perlu diadakan seminar manajemen
senior untuk mengevaluasi program dan kemudian mereka menjabarkan pesan mutu
kepada tim dibawahnya.
7.
Menganalisa dan mendiagnosa situasi yang ada. Hal ini
sangat diperlukan pada perencanaan strategi mutu. Institusi pendidikan harus
menjelaskan tentang di manaposisinya dan arah mana yang hendak mereka tuju.
Untuk itu institusi pendidikan perlu mengadakan analisi swot untuk dijadikan
sebagai acuan dalam menentukan program-program yang akan dilaksanakan.
8.
Menggunakan contoh-contoh yang sudah berkembang di tempat
lain. hal ini akan sangat membantu dalam proses peningkatan mutu sebuah
instansi pendidikan. Dengan mengadaptasi atau membandingkan pola TQM yang telah
dijalankan diintitusi-institusi lain, maka sebuah institusi akan menemukan pola
TQM yang cocok untuk diterapkan atau menjadikan instansi lain sebagai guru yang
dijadikan acuan atau panutan dalam implementasi TQM.
9.
Mempekerjakan konsultan eksternal. Ini adalah langkah awal
yang sangat popular dalam perusahaan industry, khusunya mereka yang menerapkan
BS5750 atau ISO9000. Hal ini memang sangat sulit dilakukan dalam dunia
pendidikan, mengingat biaya yang diperlukan sangat mahal. Maka dari itu untuk
tidak menggunakan konsultan eksternal, maka diperlukan sebuah rancangan system
mutu sendiri. denga demikian institusi pendidikan dapat mengawasi system dan
prosedur melalui ukuran dan standatr yang mereka tentukan sendiri. untuk
melaksanakan cara ini, institusi terlebih dahulu perlu menentukan standar
sendiri sebagai suatu syarat mutu yang sangat penting dan juga perlu membuat
rencana untuk mencapainya.
10.
Memprakarsai pelatihan mutu bagi para staf. Dikarenakan
dalam pengimplementasian TQM diperlukan komitmen dan perlibatan seluruh anggota
organisasi, maka sanga dibutuhkan staf yang mampu untuk menjalankan program
berdasarkan nilai-nilai yang ada pada TQM. untuk itu perlu diadakan pelatihan
untuk meningkatkan mutu para staf dan memerikan orientasi kepada staf terhadap
tugas dan kewenangan yang perlu dijalankannya. Staf memerlukan pengetahuan
tentang beberapa alat kunci yang mencakup tim kerja, metpde evaluasi, pemecahan
masalah dan tehnik memngambil keputusan.
11.
Mengkomunikasikan pesan mutu. Strategi, relevansi dan
keuntungan TQM harus dikomunikasikan secara efektif. Karena dalam pelakanaannya
dimungkinkan terjadi kesalah fahaman tentang visi-misi dan tujuan yang telah
ditetapkan, karena TQM memerlukan program kerja jangka panjang. Agar hal
tersebut dapat teratasi maka perlu dikomunikasikan pesan mutu dalam pelatihan
dan pengembangan staf.
12.
Mengukur biaya mutu. Setiap program haruslah diperkirakan
berapa jumlah biaya yang diperlukan dan perkiraan tentang terjadinya kerusakan
atau berkurangnya pemasukan dana. Oleh karena itu dalam mengimplementasikan TQM
pada Pendidika Agama Islam perlu direncanakan dengan matang, agar pembiayaan
bisa tepat guna dan tercukupi. Hal ini juga dapat dilaksanakan pada analisis
swot.
13.
Mengaplikasikan alat dan teknik mutu melalui pengembangan
kelompok kerja efektif. Langkah ini memfokuskan diri pada pencapaian kesuksesan
awal, yaitu pada sesuatu yang harus ditingkatkan oleh institusi serta
menyeleksi alat-alat yang tepat untuk menanganinya. Mengawali proses TQM dengan
menangani masalah yang ada, dapat menghindarkan TQM dari kelumpuhan. Maka dari
itu perlu dikembangkan kelompok tim ad hoc yang diberi tugas untuk menangani
suatu masalah dalam jangka waktu tertentu. Dalam dunia pendidikan tim tersebut
dpat terdiri dari perwakilan guru senior dalam masing-masing tim pada bidang
yang telah dikembangkan.
14.
Mengevaluasi program dalam interval yang teratur. Hal
terakhir yang perlu dilakukan adalah mengevaluasi program agar pelaksanaan
program TQM tidak kehabisan tenaga atau keluar dari relnya. Maka dari itu perlu
diadakan evaluasi yang terencena dan terjadwal secara teratur. Perencanaan
evaluasi ini hendaknya dilakukan oleh kelompok pengendali mutu minimal enam
bulan sekali dan tim manajemen senior harus mempertimbangkan laporan pengawasan
yang dilakukan untuk menentukan atau memutuskan program selanjutnya.
Tahap-tahap tersebut dapat digambarkan dalam skema sebagai
berikut, yaitu :
Keberhasilan penerapan manajemen mutu terpadu (TQM) dalam
pendidikan agama Islam diukur dari tingkat kepuasan pelanggan, baik internal
maupun eksternal. Pendidikan Agama Islam dikatakan berhasil jika mampu
memberikan layanan dan profil lulusan sesuai harapan pelanggan. Dengan kata
lain, Penerapan TQM tersebut berhasil, jika memenuhi indicator-indiktor sebagai
berikut :
a.
Peserta didik puas dengan layanan pendidika agama Islam di
sekolah, yaitu pelajaran yang diterima, perlakuan guru, pimpinan, dan fasilitas
yang disediakan.
b.
Orangtua peserta didik merasa puas dengan layanan yang
diterima oleh anaknya, dan puas dengan hasil perkembangan pendidikan anaknya,
mendapatkan informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya dengan mudah, dan
anaknya lulus dengan kemampuan dasar yang sesuai dengan tujuan pendidikan agama
Islam.
c.
Pihak pemakai atau penerima lulusan (perguruan tinggi,
industry, masyarakat) merasa puas karena menerima lulusan dengan kualitas yang
tinggi dan sesuai harapan.
d.
Guru dan tenaga kependidikan (staf) merasa puas dengan
layanan yang diterimanya, dalam bentuk lingkungan yang cocok, sarana dan
prasarana yang memadai, serta penghargaan terhadap prestasi kerja yang telah
dicapainya.
e.
Jumlah peserta didik dalam sekolah tersebut terus meningkat
pada tiap tahunnya.
BAB
III KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa :
TQM
ialah suatu sistem menejemen yang melibatkan seluruh komponen organisasi yang
dilakukan secara terus menerus untuk menghasilkan produk/jasa yang
bermutu/berkualitas sesuai dengan kebutuhan pelanggan dan berorientasi pada
kepuasan pelanggan.
Berdasarkan beberapa pengertian TQM di atas, paling tidak
terdapat empat konsep dalam TQM, antara lain: Mutu/Kualitas, kepuasan pelanggan, perbaikan terus menerus, melibatkan seluruh komponen organisasi.
Langkah-langkah untuk
mengimplementasikan TQM dalam Pendidikan Agama Islam adalah sebagai berikut :
a). Kepemimpinan dan komitmen terhadap mutu harus datang dari atas. b).
Menggembirakan pelanggan adalah tujuan TQM. c). Menunjuk fasilitator mutu. d)
Membentuk kelompok pengendali mutu. e) Menunjuk koordinator mutu. f).
Mengadakan seminar manajemen senior untuk mengevaluasi program. g). Menganalisa
dan mendiagnosa situasi yang ada. h). Menggunakan contoh-contoh yang sudah
berkembang di tempat lain. i). Mempekerjakan konsultan eksternal. j).
Memprakarsai pelatihan mutu bagi para staf. k). Mengkomunikasikan pesan mutu. l).
Mengukur biaya mutu. m). Mengaplikasikan alat dan teknik mutu melalui
pengembangan kelompok kerja efektif. n). Mengevaluasi program dalam interval
yang teratur.
DAFTAR
PUSTAKA
B.G. Dale, Managing Quality, (New York: Printice
Hall, 2993).
Edward Sallis, Total
Quality Management in Education, (Jogjakarta: Ircisod, 2012).
Fandy Tjiptono dan
Anastasia Diana, Total Quality
Management, (Yogyakarta: Andi Ofset, 2009).
Hadari Nawawi, Manajemen
Strategik Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan dengan Ilustrasi di Bidang
Pendidikan, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2003).
Husaini Usman, Manajemen, Teeori Praktik & Riset
Pendidikan, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2008).
Nur Zazin, Gerakan
menata Mutu Pendidikan Teori & Aplikasi, (Jakarta: ar-Ruzz Media, 2011).
Umiarso & Imam
Gojali, Manajemen Mutu Sekolah di Era Otonomi Pendidikan, (Jogjakarta: Ircisod, 2011).
West-Burnham, Managing Quality in School, (London:
Prentice Hall, 1997).
[1]
Husaini Usman, Manajemen, Teeori Praktik
& Riset Pendidikan, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2008) , Edisi II, hlm. 53
[2]
Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana, Total
Quality Management, (Yogyakarta: Andi Ofset, 2009), hlm. 4.
[3]
West-Burnham, Managing Quality in School,
(London: Prentice Hall, 1997), hlm. 74.
[4]
B.G. Dale, Managing Quality, (New
York: Printice Hall, 2993), hlm. 26.
[5]
Hadari Nawawi, Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan
dengan Ilustrasi di Bidang Pendidikan, (Yogyakarta: Gajah Mada University
Press, 2003), hlm. 4.
[6]
Edward Sallis, Total Quality Management in Education, (Jogjakarta: Ircisod,
2012), hlm. 53.
[7] Ibid,
hlm. 53.
[8] Ibid,
hlm. 54-55.
[9] Ibid,
hlm. 56.
[10] Ibid,
hlm. 7; Nur Zazin, Gerakan menata Mutu Pendidikan Teori & Aplikasi, (Jakarta:
ar-Ruzz Media, 2011), hlm. 63
[11] Ibid,
hlm. 6.
[12] Ibid
; Umiarso & Imam Gojali, Manajemen Mutu Sekolah di Era Otonomi Pendidikan, (Jogjakarta:
Ircisod, 2011), hlm. 137.
[13]
Husaini Utsman, Manajemen…., hlm. 536
[14]
Edward Sallis, Total…, hlm. 76.
[15] Ibid,
hlm. 77.
[16] Ibid,
hlm. 79.
[17]
Hadari Nawawi, Manajemen…, hlm. 127.
[18]
Edward Sallis, Total…, hlm. 58.
[19] Ibid,
hlm. 58-59.
[20] Ibid,
hlm. 59-60.
[21]
Nur Zazin, Gerakan …, hlm. 64. Edward Sallis, Total…, hlm.
7-11.
[22]
Edward Sallis, Total…, hlm. 81.
[23] Ibid,
hlm.245-253.
No comments:
Post a Comment