Sunday, July 9, 2017

PENJAMIN MUTU KURIKULUM (STANDAR ISI) PENDIDIKAN AGAMA ISLAM




PENJAMIN MUTU KURIKULUM (STANDAR ISI) PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Mata Kuliah “Penjamin Mutu Pendidikan Islam”


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Pendidikan adalah segala usaha yang ditujukan agar manusia dapat mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran dan atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat.[1] Proses tersebut merupakan kegiatan yang mulia dan selalu mengandung kebajikan, dan selalu berwatak netral.[2] Dengan demikian, peranan penting pendidikan dalam membangun karakteristik manusia yang unggul dan tangguh. Pendidikan dapat digunakan sarana untuk membina jati diri bangsa dan identitas kita, memupuk karakter bangsa, dan memperkuat wawasan kebangsaan.
Upaya yang dipersiapkan untuk menghadapi masyarakat global adalah melalui proses pendidikan nasional, dimana pendidikan nasional perlu memiliki visi yang strategis untuk menjawab tantangan global. Menurut Tilaar visi strategi sistem pendidikan nasional harus mencakup beberapa hal sebagai berikut:[3]
1.    Mengidentifikasikan dan menyadari kekuatan-kekuatan global dalam jangka pendek, menengah, dan jangka panjang agar supaya bangsa Indonesia siap untuk menghadapi dan memanfaatkan peluang-peluang yang terbuka.
2.    Pembangunan nasional dalam konteks globalisasi, pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu aspeknya haruslah memberikan perhatian terhadap kerjasama regional dan kerjasama global.
3.    Penyususnan mutu strategis pengembangan sumber daya manusia Indonesia dalam strategi pokok menghadapi tantangan dan peluang global.
Di samping itu bangsa Indonesia hendaknya memperbaiki mutu pendidikan, karena sekarang ini mutu menjadi sesuatu hal yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Dan mutu merupakan problem pendidikan yang harus mendapat perhatian serius. Banyak lulusan sekolah maupun madrasah tidak siap memenuhi kebutuhan masyarakat. Para siswa yang diharapkan menjadi warga negara yang bertanggung jawab dan produktif, akhirnya hanya menjadi beban masyarakat. Para siswa tidak memiliki ketrampilan yang langsung dapat diimplementasikan dalam kehidupan masyarakat. Sekarang ini masyarakat semakin cerdas menanggapi masalah fenomena pendidikan yang muncul ditengah-tengah masyarakat. Sekolah yang bersifat inovatif terhadap perubahan dan perkembangan zaman dan menghasilkan outcome yang siap pakai (sekolah bermutu) itulah yang menjadi harapan masyarakat. Untuk itu para professional pendidikan harus membantu para siswa mengembangkan ketrampilan yang dibutuhkan untuk bersaing dalam kehidupan global.
Berdasarkan uraian di atas maka para profesional pendidikan hendaknya mengetahui dan memahami bagaimana konsep mutu, hakekat mutu, prinsip-prinsip mutu, dan langkah-langkah pelaksanaan manajemen mutu dalam pendidikan sehingga keluaran pendidikan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
Indonesia dalam menetapkan standar mutu pendidikan menggunakan standar nasional pendidikan. Untuk menjamin standarisasi mutu pendidikan di Indonesia ini dibentuklah BSNP yang melakukan pengawasan dan penelitian akan pelaksanaan usaha dalam mencapai mutu pendidikan. Untuk mempermudah pelaksanaan dan controling standarisasi mutu pendidikan ini diatur dalam standar nasional pendidikan yang dikeluarkan oleh BSNP. Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. pada makalah ini membahas tentang penjamin standar mutu pendidikan khususnya dalam standar isi pendidikan.
B.  Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas diperoleh rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana penjamin mutu dalam pendidikan?
2.      Bagaimana kurikulum (standar isi) pendidikan agama Islam?
3.      Bagaimana penjamin mutu kurikulum (standar isi) pendidikan agama Islam?

BAB II
PENJAMIN MUTU KURIKULUM (STANDAR ISI)
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

A.  Penjamin Mutu Dalam Pendidikan
1.    Pengertian Mutu
Mutu juga dapat di definisikan sebagai sesuatu yang memuaskan atau melampaui keinginan dan kebutuhan pelanggan. Definisi ini disebut juga mutu sesuai persepsi (quality in perception). Mutu ini bisa disebut sebagai mutu yang ada di mata orang yang melihatnya. Ini merupakan definisi yang sangat penting, sebab ada satu resiko yang seringkali kita abaikan dari definisi ini, ayitu kenyataan bahwa para pelanggan adalah pihak yang membuat keputusan terhadap mutu, dan mereka melakukan penilaian tersebut dengan merujuk pada produk terbaik yang bisa bertahan dalam persaingan.[4]
Menurut Sallis mutu dapat diartikan sebagai derajat kepuasan luar biasa yang diterima oleh costumer sesuai dengan kebutuhan dan keinginan. Ahmad mengemukakan bahwa mutu pendidikan di sekolah dapat diartikan sebagai kemampuan sekolah dalam pengelolaan secara operasional dan efisien terhadap komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah, sehingga menghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut menurut norma/standar yang berlaku. Sallis juga mengemukakan dua standar utama untuk mengukur mutu, yaitu: 1) standar hasil dan pelayanan, dan 2) standar costumer. Indikator yang termasuk dalam standar hasil dan pelayanan adala spesifikasi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperoleh oleh anak didik; hasil pendidikan itu dapat dimanfaatkan di masyarakat atau di dunia kerja; tingkat kesalahan yang sangat kecil; bekerja benar dari awal dan benar untuk pekerjaan berikutnya. Indikator yang termasuk dalam standar costumer adalah terpenuhinya kepuasan, harapan, dan pencerahan hidup bagi costumer itu.[5]
2.    Hakekat Mutu
Menurut Goetsch dan Davis secara luas mendifinisikan mutu adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.[6] Sedangkan Depdiknas mengatakan mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau yang tersirat.[7]
Dari berbagai pendapat di atas terdapat beberapa kesamaan bahwa dalam konsep mutu terdapat unsur-unsur sebagai berikut :
a.    Mutu meliputi usaha untuk memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
b.    Mutu mencakup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan.
c.    Mutu merupakan kondisi yang selalu berubah.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa mutu merupakan gambaran (kondisi dinamis) produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan untuk memenuhi harapan pelanggan.
Dalam konteks pendidikan mutu merupakan sebuah proses untuk memperbaiki keluaran pendidikan yang dihasilkan. Karena dengan metodologi mutu system kerja dapat dibagi ke dalam serangkaian proses kerja. Setiap rangkaian kerja merupakan proses yang unik yang memberikan sumbangan pada penciptaan keluaran. Menurut Juran dalam tujuan utama manajemen mutu diterapkan dalam pendidikan adalah:[8]
a.    Meraih mutu merupakan proses yang tidak mengenal akhir
b.    Perbaikan mutu merupakan proses berkesinambungan, bukan program sekali jalan
c.    Mutu memerlukan kepemimpinan dari anggota dewan sekolah dan administrator
d.   Pelatihan massal merupakan prasyarat mutu
e.    Setiap orang di sekolah mesti mendapatkan pelatihan mutu.
Untuk mencapai mutu yang baik maka dalam penyelenggaraan pendidikan harus mengenali siapa pelanggannya. Dengan mengenali pelanggan penyelenggara pendidikan dapat menentukan mutu yang hendak dicapai sehingga memenuhi kepuasan pelanggan. Menurut Jerome dalam proses penyelenggaraan pendidikan pelanggan dapat diklasifikasilan menjadi 2 yaitu :[9]
a.    Pelanggan internal, Adalah seluruh sumber daya manusia yang terlibat dalam proses penyelenggaraan pendidikan, seperti peserta didik , orang tua, guru, staf administrasi yang berada di dalam system pendidikan. Sebagai satu system penyelenggara pendidikan masing-masing saling memberikan input dan output yang saling mempengaruhi tercapainya mutu.
b.    Pelanggan eksternal, Adalah masyarakat luar yang menggunakan produk dari hasil penyelenggaraan pendidikan proses pendidikan (output) seperti: masyarakat, dunia industri, lembaga / instansi yang berada diluar organisasi.
3.    Pengertian Penjamin Mutu Pendidikan
Penjaminan mutuu pendidikan (Quality Assurance) adalah proses penetapan dan pemenuhan standar mutu peneglolaan secra konsisten dan berkelanjutan, sehingga stakeholders memperoleh kepuasan.Penjaminan mutu atau kualitas adalah seluruh rencana tindakan sistematis yang pentimg umtuk menyediakan kepercayaan yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan tertentu. Penjaminan mutu secara internal oleh satuan penididikan adalah  pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang dikdasmen menerapkan menejemen berbasis sekolah: kemendirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas
Dalam PP no. 19/2005 pasal 65 Satuan Pendidikan mengembangkan visi dan misi dan evaluasi kinerja masing-masing. Sedangkan dalam PP no. 19/2005 pasal 91,  Satuan Pendidikan wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan untuk memenuhi atau melampaui SNP. Secara singkat, implementasi SPMP terdiri dari rangkaian proses/tahapan yang secara siklik dimulai dari (1) pengumpulan data, (2) analisis data, (3) pelaporan/pemetaan, (4) penyusunan rekomendasi, dan (5) upaya pelaksanaan rekomendasi dalam bentuk program peningkatan mutu pendidikan.
Sekolah perlu membentuk Tim Pengembang Sekolah (TPS) yang terdiri dari berbagai unsur stakeholders yaitu, kepala sekolah, pengawas sekolah, perwakilan guru, komite sekolah, orang tua, dan perwakilan lain dari kelompok masyarakat yang memang dipandang layak untuk diikutsertakan karena kepedulian yang tinggi pada sekolah. Dalam melaksanakan SPMP, Pengawas Pendidikan yang bertugas sebagai pembina sekolah juga harus dilibatkan dalam TPS, sebagai wakil dari pemerintah.
4.    Tujuan Penjamin Mutu
Tujuan kegiatan penjaminan mutu bermanfaat, baik bagi pihak internal maupun eksternal organisasi. Perkembangan Penjaminan Mutu dalam Pendidikan, tujuan penjaminan (Assurance) terhadap kualitas tersebut antara lain sebagai berikut.
a.    Membantu perbaikan dan peningkatan secara terus-menerus dan ber­kesinambungan melalui praktek yang terbaik dan mau mengadakan inovasi.
b.    Memudahkan mendapatkan bantuan, baik pinjaman uang atau fasilitas atau bantuan lain dari lembaga yang kuat clan dapat dipercaya.
c.    Menyediakan informasi pada masyarakat sesuai sasaran dan waktu secara konsisten, dan bila mungkin, membandingkan standar yang telah dicapai dengan standar pesaing.
d.   Menjamin tidak akan adanya hal-hal yang tidak dikehendaki.
Selain itu, tujuan dari diadakannya penjaminan kualitas (quality assurance) ini adalah agar dapat memuaskan berbagai pihak yang terkait di dalamnya, sehingga dapat berhasil mencapai sasaran masing-masing. Penjaminan kualitas merupakan bagian yang menyatu dalam membentuk kualitas produk dan jasa suatu organisasi atau perusahaan. Mekanisme penjaminan kualitas yang digunakan juga harus dapat menghentikan perubahan bila dinilai perubahan tersebut menuju ke arah penurunan atau kemunduran. Kegiatan penjaminan kualitas merupakan kegiatm pengendalian melalui prosedur secara benar, selungga dapat mencapai perbaikan dalam efisiensi, produktivitns, dan profitabilitas.
Penjaminan kualitas bukan merupakan obat yang mujarab untuk menyem­buhkan berbagai penyakit. Dengan penjaminan kualitas, justru akan dapat mengerjakan segala sesuatu dengan baik sejak awal dan setiap waktu (do it right the first time and every time).
5.    Landasan Penjamin Mutu Pendidikan
Landasan yuridis Sistem penjamin mutu pendidikan adalah UU No: 20 TAHUN 2003 TENTANG SISDIKNAS Pasal 1 ayat 21, Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan dan penetapan mutu pendidikan…. dst sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan. Pasal 35 ayat 1, Standar Nasional pendidikan terdiri standar isi, proses, kompetensi lulusan…. dst. dan Pasal 50 ayat 2, Pemerintah menentukan kebijakan nasional dan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu…. dst. Beberapa Model SPM: Model SPM  Didasarkan pada: UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan Pokja Penjaminan Mutu 2003: (a) Penetapan Standar Mutu, (b) Pelaksanaan, (c) Evaluasi, (d) Pencapaian dan peningkatan standard, dan (e) Benchmarking.
Dalam Peraturan Pemerintah 19 tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, BAB II pasal 2 disebutkan bahwa Lingkup Standar Nasional Pendidikan meliputi: (a) Standar isi, (b) Standar proses, (c) Standar kompetensi lulusan, (d) Standar pendidik dan tenaga kependidikan, (e) Standar sarana dan prasarana, (f) Standar pengelolaan, (g) Standar pembiayaan, dan (h) Standar penilaian pendidikan.
B.  Kurikulum (Standar Isi) Pendidikan Agama Islam

SALINAN
LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
NOMOR 64 TAHUN 2013
TENTANG

STANDAR ISI PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

1.    STRUKTUR KURIKULUM

Struktur kurikulum menggambarkan konseptualisasi konten kurikulum dalam bentuk mata pelajaran, posisi konten/mata pelajaran dalam kurikulum, distribusi konten/mata pelajaran dalam semester atau tahun, beban belajar untuk mata pelajaran dan beban belajar per minggu untuk setiap siswa. Struktur kurikulum adalah juga merupakan aplikasi konsep pengorganisasian konten dalam sistem belajar dan pengorganisasian beban belajar dalam sistem pembelajaran.  Pengorganisasian konten dalam sistem belajar yang digunakan untuk kurikulum yang akan datang adalah sistem semester sedangkan pengorganisasian beban belajar dalam sistem pembelajaran berdasarkan jam pelajaran per semester.
Struktur kurikulum adalah juga gambaran mengenai penerapan prinsip kurikulum mengenai posisi seorang siswa dalam menyelesaikan pembelajaran di suatu satuan atau jenjang pendidikan. Dalam struktur kurikulum menggambarkan ide kurikulum mengenai  posisi belajar seorang siswa yaitu apakah mereka harus menyelesaikan seluruh mata pelajaran yang tercantum dalam struktur ataukah kurikulum memberi kesempatan kepada siswa untuk menentukan berbagai pilihan. Struktur kurikulum terdiri atas sejumlah mata pelajaran dan beban belajar pada setiap satuan pendidikan.

2.    STRUKTUR KURIKULUM SD/MI

Beban belajar dinyatakan dalam jam belajar setiap minggu untuk masa belajar selama satu semester. Beban belajar di SD/MI kelas I, II, dan III masing-masing 30, 32, 34 sedangkan untuk kelas IV, V, dan VI masing-masing 36 jam setiap minggu. Jam belajar SD/MI adalah 35 menit.
Struktur Kurikulum SD/MI adalah sebagai berikut:
MATA PELAJARAN
ALOKASI WAKTU BELAJAR
PER MINGGU
I
II
III
IV
V
VI
Kelompok A






1.
Pendidikan Agama dan Budi Pekerti
4
4
4
4
4
4
2.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
5
6
6
4
4
4
3.
Bahasa Indonesia
8
8
10
7
7
7
4.
Matematika
5
6
6
6
6
6
5.
 Ilmu Pengetahuan Alam
-
-
-
3
3
3
6.
 Ilmu Pengetahuan Sosial
-
-
-
3
3
3
Kelompok B






1.
Seni Budaya dan Prakarya
4
4
4
5
5
5
2.
Pendidikan Jasmani, Olah Raga dan Kesehatan
4
4
4
4
4
4
Jumlah Alokasi Waktu Per Minggu
30
32
34
36
36
36
= Pembelajaran Tematik Integratif
Keterangan:
Mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya dapat Bahasa Daerah.
Selain kegiatan intrakurikuler seperti yang tercantum di dalam struktur kurikulum diatas, terdapat pula kegiatan ekstrakurikuler SD/MI antara lain Pramuka (Wajib), Usaha Kesehatan Sekolah, dan Palang Merah Remaja. Mata pelajaran Kelompok A adalah kelompok mata pelajaran yang kontennya dikembangkan oleh pusat. Mata pelajaran Kelompok B yang terdiri atas mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya serta Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan adalah kelompok mata pelajaran yang kontennya dikembangkan oleh pusat dan dilengkapi dengan konten lokal yang dikembangkan oleh pemerintah daerah.
Satuan pendidikan dapat menambah jam pelajaran per minggu sesuai dengan kebutuhan peserta didik pada satuan pendidikan tersebut. Integrasi Kompetensi Dasar IPA dan IPS didasarkan pada keterdekatan makna dari konten Kompetensi Dasar IPA dan IPS dengan konten Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, serta Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan yang berlaku untuk kelas I, II, dan III. Sedangkan untuk kelas IV, V dan VI, Kompetensi Dasar IPA dan IPS berdiri sendiri dan kemudian diintegrasikan ke dalam tema-tema yang ada untuk kelas IV, V dan VI.

3.    STRUKTUR KURIKULUM SMP/MTS

Dalam struktur kurikulum SMP/MTs ada penambahan jam belajar per minggu dari semula 32, 32, dan 32 menjadi 38, 38 dan 38 untuk masing-masing kelas VII, VIII, dan IX. Sedangkan lama belajar untuk setiap jam belajar di SMP/MTs tetap yaitu 40 menit.
Struktur Kurikulum SMP/MTS adalah sebagai berikut:


MATA PELAJARAN
ALOKASI WAKTU BELAJAR PER MINGGU
VII
VIII
IX
Kelompok A



1.
Pendidikan Agama dan Budi Pekerti
3
3
3
2.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
3
3
3
3.
Bahasa Indonesia
6
6
6
4.
Matematika
5
5
5
5.
Ilmu Pengetahuan Alam
5
5
5
6.
Ilmu Pengetahuan Sosial
4
4
4
7.
Bahasa Inggris
4
4
4
Kelompok B



1.
Seni Budaya
3
3
3
2.
Pendidikan Jasmani, Olah Raga, dan Kesehatan
3
3
3
3.
Prakarya
2
2
2
Jumlah Alokasi Waktu Per Minggu
38
38
38
Keterangan:
Mata pelajaran Seni Budaya dapat memuat Bahasa Daerah.
Selain kegiatan intrakurikuler seperti yang tercantum di dalam struktur kurikulum diatas, terdapat pula kegiatan ekstrakurikuler SMP/MTs antara lain Pramuka (Wajib), Organisasi Siswa Intrasekolah, Usaha Kesehatan Sekolah, dan Palang Merah Remaja. Mata pelajaran Kelompok A adalah kelompok mata pelajaran yang kontennya dikembangkan oleh pusat. Mata pelajaran Kelompok B yang terdiri atas mata pelajaran Seni Budaya, Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan, dan Prakarya adalah kelompok mata pelajaran yang kontennya dikembangkan oleh pusat dan dilengkapi dengan konten lokal yang dikembangkan oleh pemerintah daerah.
Satuan pendidikan dapat menambah jam pelajaran per minggu sesuai dengan kebutuhan peserta didik pada satuan pendidikan tersebut. IPA dan IPS dikembangkan sebagai mata pelajaran integrative science dan integrative social studies, bukan sebagai pendidikan disiplin ilmu. Keduanya sebagai pendidikan berorientasi aplikatif, pengembangan kemampuan berpikir, kemampuan belajar, rasa ingin tahu, dan pengembangan sikap peduli dan bertanggung jawab terhadap lingkungan sosial dan alam. Disamping itu, tujuan pendidikan IPS menekankan pada pengetahuan tentang bangsanya, semangat kebangsaan, patriotisme, serta aktivitas masyarakat di bidang ekonomi dalam ruang atau space wilayah NKRI. IPA juga ditujukan untuk pengenalan lingkungan biologi dan alam sekitarnya, serta pengenalan berbagai keunggulan wilayah nusantara.
Seni Budaya terdiri atas empat aspek, yakni seni rupa, seni musik, seni tari, teater. Masing-masing aspek diajarkan secara terpisah dan setiap satuan pendidikan dapat memilih aspek yang diajarkan sesuai dengan kemampuan (guru dan fasilitas) pada satuan pendidikan itu. Prakarya terdiri atas empat aspek, yakni kerajinan, rekayasa, budidaya, dan pengolahan. Masing-masing aspek diajarkan secara terpisah dan setiap satuan pendidikan menyelenggarakan pembelajaran prakarya paling sedikit dua aspek prakarya sesuai dengan kemampuan dan potensi daerah pada satuan pendidikan itu.

4.    STRUKTUR KURIKULUM PENDIDIKAN MENENGAH (SMA/MA/SMK/MAK)

Struktur kurikulum SMA/MA/SMK/MAK terdiri atas:
a.    Kelompok mata pelajaran wajib yang diikuti oleh seluruh peserta didik
b.    Kelompok mata pelajaran peminatan yang diikuti oleh peserta didik sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.
Adanya kelompok mata pelajaran wajib dan mata pelajaran peminatan dimaksudkan untuk menerapkan prinsip kesamaan antara SMA/MA dan SMK/MAK. Mata pelajaran wajib sebanyak 9 (sembilan) mata pelajaran dengan beban belajar 24 jam per minggu. Kelompok mata pelajaran peminatan SMA/MA terdiri atas 18 jam per minggu untuk kelas X, dan 20 jam per minggu untuk kelas XI dan XII. Kelompok mata pelajaran peminatan SMK/MAK masing-masing 24 jam per kelas. Kelompok mata pelajaran peminatan SMA/MA bersifat akademik, sedangkan untuk SMK/MAK bersifat vokasional. Struktur ini menempatkan prinsip bahwa peserta didik adalah subjek dalam belajar dan mereka memiliki hak untuk memilih sesuai dengan minatnya.
Struktur Kurikulum Pendidikan Menengah adalah sebagaimana yang tertera di dalam tabel berikut ini:
Struktur Kurikulum Pendidikan Menengah kelompok mata pelajaran wajib:
MATA PELAJARAN
ALOKASI WAKTU BELAJAR
PER MINGGU
X
XI
XII
Kelompok A (Wajib)



1.
Pendidikan Agama dan Budi Pekerti
3
3
3
2.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
2
2
2
3.
Bahasa Indonesia
4
4
4
4.
Matematika
4
4
4
5.
Sejarah Indonesia
2
2
2
6.
Bahasa Inggris
2
2
2
Kelompok B (Wajib)



7.
Seni Budaya
2
2
2
8.
Pendidikan Jasmani, Olah Raga, dan Kesehatan

3

3

3
9.
Prakarya dan Kewirausahaan
2
2
2
Jumlah Jam Pelajaran Kelompok A dan B per minggu
24
24
24
Kelompok C (Peminatan)



Mata Pelajaran Peminatan Akademik (SMA/MA)
18
20
20
Jumlah Jam Pelajaran yang Harus Ditempuh per Minggu
42
44
44

Mata pelajaran Kelompok A adalah kelompok mata pelajaran yang kontennya dikembangkan oleh pusat. Mata pelajaran Kelompok B yang terdiri atas mata pelajaran Seni Budaya, Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan, dan Prakarya adalah kelompok mata pelajaran yang kontennya dikembangkan oleh pusat dan dilengkapi dengan konten lokal yang dikembangkan oleh pemerintah daerah.
Beban belajar di SMA/MA untuk Tahun X, XI, dan XII masing-masing 43 jam belajar per minggu. Satu jam belajar adalah 45 menit. Kurikulum SMA/MA dirancang untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik belajar berdasarkan minat mereka. Struktur kurikulum memperkenankan peserta didik melakukan pilihan dalam bentuk pilihan Kelompok Peminatan, pilihan Lintas Minat, dan/atau pilihan Pendalaman Minat. Satuan pendidikan dapat menambah jam pelajaran per minggu sesuai dengan kebutuhan peserta didik pada satuan pendidikan tersebut.
1.   Struktur Kurikulum SMA/MA
MATA PELAJARAN
Kelas
X
XI
XII
Kelompok A dan B (Wajib)
24
24
24
C. Kelompok Peminatan



Peminatan Matematika dan Ilmu-Ilmu Alam



I
1
Matematika
3
4
4
2
Biologi
3
4
4
3
Fisika
3
4
4
4
Kimia
3
4
4
Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial



II
1
Geografi
3
4
4
2
Sejarah
3
4
4
3
Sosiologi
3
4
4
4
Ekonomi
3
4
4
Peminatan Ilmu-Ilmu Bahasa dan Budaya



III
1
Bahasa dan Sastra Indonesia
3
4
4
2
Bahasa dan Sastra Inggris
3
4
4
3
Bahasa dan Sastra Asing Lainnya
3
4
4
4
Antropologi
3
4
4
Mata Pelajaran Pilihan dan Pendalaman




Pilihan Lintas Minat dan/atau Pendalaman Minat
6
4
4
Jumlah jam pelajaran yang tersedia per minggu
66
76
76
Jumlah jam pelajaran yang harus ditempuh per minggu
42
44
44

Selain kegiatan intrakurikuler seperti yang tercantum di dalam struktur kurikulum di atas, terdapat pula kegiatan ekstrakurikuler SMA/MA/SMK/MAK antara lain Pramuka (Wajib), Organisasi Siswa Intrasekolah, Usaha Kesehatan Sekolah, dan Palang Merah Remaja. Mata pelajaran Kelompok A dan C adalah kelompok mata pelajaran yang kontennya dikembangkan oleh pusat. Mata pelajaran Kelompok B adalah kelompok mata pelajaran yang kontennya dikembangkan oleh pusat dan dilengkapi dengan konten lokal yang dikembangkan oleh pemerintah daerah.
Kelompok Peminatan terdiri atas Peminatan Matematika dan Ilmu-ilmu Alam, Peminatan Ilmu-ilmu Sosial, dan Peminatan Ilmu-ilmu Bahasa dan Budaya. Sejak kelas X peserta didik sudah harus memilih kelompok peminatan yang akan dimasuki. Pemilihan peminatan berdasarkan nilai rapor di SMP/MTsdan/atau nilai UN SMP/MTs dan/atau rekomendasi guru BK di SMP/MTs dan/atau hasil tes penempatan (placement test) ketika mendaftar di SMA/MA dan/atau tes bakat minat oleh psikolog dan/atau rekomendasi guru BK di SMA/MA. Pada akhir minggu ketiga semester pertama peserta didik masih mungkin mengubah pilihan peminatannya berdasarkan rekomendasi para guru dan ketersediaan tempat duduk. Untuk sekolah yang mampu menyediakan layanan khusus maka setelah akhir semester pertama peserta didik masih mungkin mengubah pilihan peminatannya. Untuk MA, selain ketiga peminatan tersebut ditambah dengan Kelompok Peminatan Keagamaan.
Semua mata pelajaran yang terdapat dalam suatu Kelompok Peminatanyang dipilih peserta didik harus diikuti. Setiap Kelompok Peminatan terdiri atas 4 (empat) mata pelajaran dan masing-masing mata pelajaran berdurasi 3 jampelajaran untuk kelas X, dan 4 jampelajaran untuk kelas XI dan XII. Setiap peserta didik memiliki beban belajar per semester selama 42 jam pelajaran untuk kelas X dan 44 jam pelajaran untuk kelas XI dan XII. Beban belajar ini terdiri atas Kelompok Mata Pelajaran Wajib A dan B dengan durasi 24 jam pelajaran dan Kelompok Mata Pelajaran Peminatan dengan durasi 12 jam pelajaran untuk kelas X dan 16 jampelajaran untuk kelas XI dan XII. Untuk Mata Pelajaran Pilihan Lintas Minat dan/atau Pendalaman Minat kelas X, jumlah jam pelajaran pilihan per minggu berdurasi 6 jam pelajaran yang dapat diambil dengan pilihan sebagai berikut:
a.    Dua  mata pelajaran di luar Kelompok Peminatan yang dipilihnya tetapi masih dalam satu Kelompok Peminatan lainnya, dan/atau
b.    Satu mata pelajaran dari masing-masing  Kelompok Peminatan yang lainnya.
Sedangkan pada kelas XI dan XII, peserta didik mengambil Pilihan Lintas Minat dan/atau Pendalaman Minat dengan jumlah jam pelajaran pilihan per minggu berdurasi 4 jam pelajaran yang dapat diambil dengan pilihan sebagai berikut:
a.    Satu mata pelajaran di luar Kelompok Peminatan yang dipilihnya tetapi masih dalam Kelompok Peminatan lainnya, dan/atau
b.    Mata pelajaran Pendalaman Kelompok Peminatan yang dipilihnya.


C.  Penjaminan Mutu Kurikulum (Standar Isi) Pendidikan Agama Islam
Ada tiga faktor penyebab rendahnya mutu pendidikan yaitu: kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan educational production function atau input-input analisis yang tidak consisten; 2) penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik; 3) peran serta masyarakat khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan sangat minim.[10]
Untuk meningkatkan mutu dan mempertahankan yang telah dicapai. Philip B. Crosby  berpendapat bahwa mutu adalah kesesuaian dengan kebutuhan yang meliputi availability, delivery, reliability, maintainability, dan cost effectiveness. Philip  B.  Crosby  mengungkapkan  “Empat  Dalil  Mutu”  seperti berikut:
1.    Definisi mutu adalah kesesuaian dengan persyaratan.
2.    Sistem mutu adalah pencegahan.
3.    Standar kerja adalah tanpa cacat (Zero Defect).
4.    Pengukuran mutu adalah biaya mutu.
Mutu memerlukan suatu proses perbaikan yang terus-menerus (continuous improvement process) dengan individual yang dapat diukur, korporat, dan tujuan performa nasional. Dukungan manajemen, karyawan, dan pemerintah untuk perbaikan mutu adalah penting untuk kompetisi yang efektif di pasar global. Perbaikan mutu bukan lebih dari suatu strategi usaha, malainkan suatu tanggung jawab pribadi, bagian dari warisan kultural, dan sumber penting kebanggaan nasional. Komitmen terhadap mutu adalah suatu sikap yang diformulasikan dan didemonstrasikan dalam setiap lingkup kegiatan dan kehidupan, serta mempunyai karakteristik hubungan kita yang paling dekat dengan anggota masyarakat.
Kurikulum pendidikan agama Islam terutama dalam standar isi di sekolah terdiri atas beberapa aspek, yaitu aspek Al-Qur’an Hadits, keimanan atau aqidah, akhlak, fiqih/ hukum Islam, dan aspek Tarikh (sejarah). Meskipun masing-masing aspek tersebut dalam prakteknya saling mengaitkan atau terkait (mengisi dan melengkapi), tetapi jika dilihat secara teoritis masing-masing memiliki karakteristik tersendiri sebagai berikut:[11]
1.    Aspek Al-Qur’an dan Hadist, menekankan pada kemampuan baca tulis yang baik dan benar, memahami makna secara tekstual, serta mengamalkan kandungannya dalam kehidupan sehari-hari.
2.    Aspek Aqidah, menekankan pada kemampuan memahami dan mempertahankan keyakinan atau keimanan yang benar serta menghayati dan mengamalkan nilai-nilai asma’ alhusna.
3.    Aspek Akhlak, menekankan pada pembiasaan untuk melaksanakan akhak terpuji dan menjahui akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari.
4.    Aspek Fiqih, menekankan pada kemampuan cara melaksanakan ibadah dan muamalah yang benar dan baik.
5.    Aspek tarikh dan kebudayaan islam, menekankan pada mengambil ibrah (contoh atau hikmah) dari peristiwa-peristiwa bersejarah (Islam), meneladani tokoh-tokoh berprestasi, dan mengaitkannya dengan fenomena-fenomena sosial, budaya, politik, ekonomi, iptek, dan lain-lain untuk mengembangkan kebudayaan dan peradapan Islam.
Dalam tataran di lapangan, aspek kajian PAI Menurut Hasbi Ash-Shidiqi meliputi:[12]
1.    Tarbitah jismiyah, yaitu segala rupa pendidikan yang wujudnya menyuburkan dan menyehatkan tubuh sertra menegakkannya, supaya dapat merintangi kesukaran yang dihadapi dalam pengalamannya.
2.    Tarbiyah aqliyah, yaitu sebagaimana rupa pendidikan dan pelajaran yang akibatnya mencerdaskan akal dan menajamkan akal.
3.    Tarbiyah adabiyah, yaitu segala rupa praktek maupun berupa teori yang wujudnya meningkatkan budi dan meningkatkan perangai.
Untuk melihat mutu standar isi PAI yang baik, maka diperlukan kinerja maksimal. Kinerja merupakan bentuk penilaian tersendiri untuk mengukur tingkat keberhasilan seseorang atau perusahaan (organisasi) dalam menjalankan program-program kerjanya.[13] Engkoswara menyatakan bahwa kriteria keberhasilan suatu manajemen pendidikan ialah produktivitas pendidikan. Produktivitas pendidikan dapat diukur dari sudut efektivitas dan efisiensi. Efektivitas dilihat dari sudut prestasi dan proses pendidikan. Prestasi dilihat dari masukan dan keluaran yang merata dan banyak, bermutu, relevan dan mempunyai nilai ekonomik. Efisiensi pendidikan diharapkan dengan memanfaatkan tenaga, fasilitas, dana dan waktu yang sedikit tapi hasilnya banyak, bermutu, relevan dan bernilai ekonomi yang tinggi.[14]
Dalam implementasinya, standar isi yang bermutu adalah yang dapat sekaligus meningkatkan mutu suatu lembaga sekolah yang menerapkan kurikulum (standar isi) tersebut. Menurut Jerome karakteristik sekolah bermutu ditandai oleh "lima pilar mutu" yang terdiri dari focus pada pelangan (konsumen), keterlibatan total, pengukuran, komitmen, perbaikan berkelanjutan.[15] Istilah pilar-pilar mutu ini menurut Edwar Deming merupakan prinsip-prinsip manajemen mutu dalam pendidikan. Secara terperinci prinsi-prinsip atau lima pilar mutu terbsebut adalah sebagai berikut:[16]
1.      Berfokus pada pelanggan (konsumen), Sekolah bermutu menitik beratkan kepada kepuasan pelanggan baik pelanggan internal maupun eksternal. Setiap orang dalam sekolah adalah pelanggan , sehinga mereka bertanggung jawab terhadap output sekolah.
2.      Keterlibatan total, Sekolah bermutu mendorong keterlibatan semua pihak dalam sekolah untuk bertanggung jawab terhadap mutu sekolah, bukan hanya dewan sekolah atau pengawas sekolah saja yang bertanggung jawab terhadap mutu sekolah. Semua pihak dituntut untuk memberikan kontribusi terhadap tercapainya mutu.
3.      Pengukuran, Mutu bukan hanya diukur dari keberhasilan nilai ujian akhir siswa, dan efisiensi penggunaan anggaran pendidikan untuk proses belajar-mengajar. Tapi mutu diukur dari ketrampilan yang diperoleh siswa dari keluaran sekolah atau outcome. Katrampilan tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan masyarakat secara nyata . Sebagai contoh adalah sekolah kejuruan seperti SMK jurusan teknik mesin, tata busana (menjahit), perhotelan dan sebagainya.
4.      Komitmen, Para penyelenggara pendidikan harus komitmen terhadap mutu sekolah. Mutu merupakan perubahan budaya yang menyebabkan organisasi mengubah cara kerjanya. Mutu menuntut bagaimana upaya untuk mengubah seseorang, meskipun biasanya orang tidak mau berubah. Maka manajemen harus mendukung proses perubahan dengan memberikan pendidikan, perangkat, system, dan proses untuk meningkatkan mutu.
5.      Perbaikan berkelanjutan, Perbaikan berkelanjutan dapat memonitor proses kerja sehingga dapat mengidentifikasikan peluang perbaikan. Dengan perbaikan berkelanjutan dapat digunakan untuk membangun kemitraan pelanggan/konsumen yang sukses.
Untuk menjamin mutu standar isi kurikulum pendidikan agama islam diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Penciptaan Kurikulum (standar isi) yang Mantap dan Prospektif
Saat ini, reformasi pendidikan merupakan dasar utama untuk menghindari disorganisiasi massal, dan merupakan landasan reformasi politik dan reformasi hukum.[17] Dalam kaitannya dengan pelaksanaan kurikulum, Fullan menegaskan para guru merupakan penentu arah pengembangan kurikulum, karena sebagai pelaksana proses pembelajar dan pembelajaran siswa. Bahkan ditegaskan bahwa educational change depends on what teachers do and think—it’s as simple and as complex as that”.[18] Inilah yang menjadi ruh dari Kurikulum di Indonesia sekarang.
Kurikulum pendidikan formal sebagaimana ada saat ini banyak diintervensi oleh kepentingan birokratis sehingga masih banyak muatan politis yang dipaksakan. Untuk menyempurnakan kurikulum tersebut perlu dibentuk jaringan kerjasama atau aliansi strategis antara pendidikan tinggi, termasuk pendidikan dasar dan menengah dengan kaum intelektual, profesional, stake holder, tokoh masyarakat dan anggota masyarakat. Kerjasama tersebut diupayakan untuk makin membuat keterbukaan lembaga pendidikan formal terhadap perkembangan masyarakat.[19] Karena itu, Perlu dicatat bahwa aspirasi vokasional tidak ditumbuhkan oleh sekolah, tetapi sebagai akibat dari kuasa pasar kerja, observasi terhadap orang tua dan lingkungan, dan dari ambisi pribadi. Terkait dengan hal ini, gagasan link and match yang digagas oleh mantan Mendiknas Wardiman masih relevan untuk dipertimbangkan. Karena itu perlu adanya peninjauan kurikulum.
Peninjauan kurikulum melalui pengadopsian kurikulum perlu dioperasionalkan melalui 3 tahap adopsi materi kurikulum sebagaimana dikemukakan Meredith Gall, yaitu identifikasi kebutuhan (Identify Your Needs), mendapatkan bahan kurikulum (Acces to Curiculum Materials), dan Analisis Bahan (Analyze the Materials) Untuk menilai kelayakan bahan untuk pengajaran maka perlu dilakukan penilaian bahan kurikulum (appraisal of curriculum materials), yaitu dengan cara melakukan pemeriksaan bahan kurikulum, pemeriksaan bahan di lapangan, dan pembuatan keputusan adopsi bahan (make an adoption decision). Langkah ini dapat dilakukan oleh pemegang kebijakan kurikulum di tingkat nasional maupun daerah, termasuk satuan pendidikan.[20]
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Pendidikan menyajikan kurikulum pilihan yang sesuai dengan kemampuan sumber daya daerah.[21]
2.      Penetapan Baku Mutu/Standar Pendidikan yang Tegas
Baku mutu pendidikan dasar dan menengah sudah ditetapkan oleh pemerintah melalui Standar Nasional Pendidikan, bahkan sudah dibentuk Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Untuk mencapai baku mutu yang ditentukan, perlu adanya Sistem jaminan Mutu baik internal maupun eksternal. Penjaminan mutu internel misalnya dapat dilakukan dengan cara membentuk unit penjaminan mutu di sekolah, sedangkan penjaminan mutu eksternal dapat dibentuk oleh Kantor Diknas.
Salah satu cara melakukan standarisasi pendidikan adalah melakukan Monitoring dan Evaluasi. Moitoring dan evaluasi (Monev) merupakan langkah pengawasan (control) terhadap pelaksanaan suatu kegiatan. Hal ini dimakksudkan agar pencapaian tujuan dapat berjalan secara efisien dan efektif. Melalui langkah ini maka semua program pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan menengah kejuruan dapat diketahui secara terbuka oleh Dinas Pendidikan Propinsi, SMK, Pemerintah Kab/Kota, Dinas Pendidikan Propinsi, serta pihak terkait lainnya. Untuk kelancaran pelaksanaan program bimbingan teknis dalam rangka untuk lebih memberikan pemahaman secara teknis kemajuan pembangunan pendidikan kejuruan di setiap wilayah akan dilakukan oleh Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan.
Monev dilakukan secara berjenjang, yaitu pada tingkat satuan pendidikan, tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, dan tingkat nasional dengan mendayagunakan institusi yang sudah ada. Khusus untuk “Unit Penjaminan Mutu” masih perlu dibentuk berdasarkan perhitungan yang matang. Sedangkan materi yang dimonitor dan dievaluasi adalah semua aspek administrasi pendidikan. Langkah Strategis yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.
a.       Pada tingkat satuan pendidikan perlu dibentuk “Gugus Kendali Mutu” atau “Unit Penjaminan Mutu” yang berfungsi melakukan evaluasi dan monitoring secara jujur dan transparan terhadap pelaksanaan adiministrasi pendidikan di suatu sekolah. Hasil Monev ini dapat digunakan sebagai sarana evaluasi diri.
b.      Sebagai langkah pengendalian selanjutnya, di setiap kabupatan/kota dibentuk Tim Monitoring dan Evaluasi (Tim Monev) dan bekerjasama dengan tim school mapping yang membantu Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Dinas Pendidikan Propinsi, dan Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan dalam melakukan pemantauan kemajuan kegiatan, permasalahan yang timbul, dan memberi rekomendasi tindak lanjut sebagai solusi terhadap permasalahan dalam implementasi program. Tim ini diharapkan dapat bekerja dan mengirim informasi melalui infrastruktur teknologi informasi yang tersedia, sehingga secara cepat dan akurat dapat dilakukan antisipasi oleh berbagai pihak terkait.
c.       Pada tingkat pusat dan propinsi juga ditetapkan Konsultan Penjamin Mutu Pelaksanaan Pembangunan SMK, yang diharapkan dapat membantu perencana, pengawas, dan pelaksana pembangunan sarana dan prasarana pendidikan kejuruan yang dibangun dengan dana imbal swadaya di Kab/Kota. Peranan penting dari konsultan ini adalah agar setiap pekerjaan pembangunan yang dilakukan secara swakelola oleh SMK memenuhi kualitas yang dipersyaratkan.
d.      Koordinasi dengan Dinas Kabupaten/Kota dan Dinas Pendidikan Provinsi serta unsur Pemerintah Kabupaten/Kota baik pada tahap perencanaan, persiapan implementasi, dan evaluasi program diharapkan mampu menciptakan sinergi, khususnya komitmen pemerintah daerah dalam mensukseskan program pengembangan sumber daya manusia di wilayahnya, antara lain dalam penyediaan dana pendamping. Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa untuk merealisasikan dana pendamping melalui APBD yang telah disepakati untuk setiap program bukanlah hal yang mudah untuk dipenuhi. Oleh sebab itu forum-forum koordinasi ini diharapkan dapat mensinergikan berbagai program baik yang ada di pusat maupun pemerintah daerah demi keberhasilan program.
e.       Pemberdayaan Sistem Informasi Manajemen (SIM) dalam pengelolaan subsidi dan imbal swadaya diharapkan pula dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengelolaan, antara lain dimulai dengan pemberlakuan sistem kodefikasi kegiatan.
3.      Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Tenaga Kependidikan, Khususnya Guru.
Peningkatan kualitas tenaga kependidikan diperlukan untuk merubah secara mendasar tentang perilaku tenaga kependidikan. Hal ini sejalan dengan pendapat Lefrançois "Meeting the these goal, note Banks and Banks, requires major changes not only curriculum and teaching methods, but also in curriculum in teacher and administrators' attitudes”. Dibutuhkan perubahan secara mendasar tidak saja menyangkut kurikulum dan metode pembelajaran tetapi juga dalam hal perilaku guru dan tenaga adminsitrasi. Hal ini diperlukan karena selama ini masih ada tingkah laku yang kurang profesional yang dilakukan oleh guru dengan siswa, guru dengan guru, dan siswa dengan siswa.
Penciptaan guru yang berkualitas dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya adalah sertifikasi guru. Hasil sertifikasi guru sebaiknya juga digunakan untuk melakukan pemetaan (mapping) terhadap kompetensi guru baik secara nasional maupun regional agar diketahui sebaran guru-guru yang benar-benar kompeten di bidangnya. Berdasarkan pemetaan tersebut, pihak yang berwenang dapat melakukan pemertanaan atau sebaran yang proporsional terhadap guru-guru yang berkualitas. Selama muncuk kesan bahwa guru-guru berkualitas banyak tersebar di sekolah-sekolah favorit (effective schools) di perkotaan.
Selain itu, penciptaan guru yang profesional juga harus diawali dengan penciptaaan Lembaga Perguruan Tinggi Keguruan (LPTK) yang berkualitas (mulai dari perekrutan mahahsiswa, kurikulum, penyelenggaraan perkuliahan, dan ujian), pengawasan terhadap guru dalam jabatan yang memadai, serta sistem penghargaan (reward) dan hukuman (punishement) yang fair.
4.      Pengelolaan Satuan Pendidikan yang Didasarkan pada Asas “Good Governance”
Pengelolaan satuan pendidikan yang didasarkan pada asas Good Governance tersebut bukan hanya meliputi pengelolaan administrasi pendidikan, tetapi juga beraitan erat dengan anggaran, Sarana dan Prasarana. Bukan itu saja, semua pihak yang berkepentingan dengan sekolah agar mengerahkan segala sumber daya untuk mendukung terlaksananya proses pengajaran sebagai kunci untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Berkaitan dengan pengelolaan, Creemers mengemukakan agar segala sumber daya untuk mendukung terlaksananya proses pembelajaran,[22] yaitu tidak hanya terbatas 3-M (Man, Money, Materiel) sebagaimana selama ini kita ketahui, melainkan juga sebagaimana dikemukakan oleh Caldwell&Spink: knowledge (pengetahuan -kurikulum, tujuan sekolah dan pengajaran), technology (media, teknik, dan alat pembelajaran), power ( kekuasaan, wewenang), materiel (fasilitias, supplies, peralatan), people (tenaga kependidikan, adminisirotif, dan staf pendukung lainnya), time ( alokasi waktu pertahun, perminggu, perhari, perjam pelajaran), dan finance (alokasi dana).
Sehingga Good governance merupakan standar dalam manajemen mutu sebuah korporatif (perusahaan) atau pemerintahan atau semua aktor pembuat kebijakan publik dalam process penyelenggaraan manajerial dan pengambilan keputusan/kebijakan strategis secara proporsional dan orientasi positif.[23]
Berdasarkan konsep dasar di atas, pengertian good governance dalam konteks ini adalah pengelolaan yang didasarkan pada asas keterbukaan, pertanggungjawaban, dan partisipasi dari stake holder. Dengan demikian, kualitas pengelolaan pelayanan pendidikan dengan penerapan prinsip good governance mencakup penerapan asas transparansi, akuntablitas, dan partisipatif, untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan sumber daya pendidikan.
Secara normatif pendidikan islam (PAI) di sekolah umum sebagai refleksi pemikiran pendidikan islam, sosialisasi, internalisasi, dan rekontrulsi pemahaman ajaran dan nilai-nilai Islam. Secara praxis PAI bertujuan mengembangkan kepribadian muslim yang memiliki kemampuan kognitif, afektif, normatif, dan psikomotorik, yang kemudian dikewajantakan dalam cara berfikir, bersikap, dan bertindak dalam hehidupannya.[24] Sehingga diharapkan dengan pembelajaran PAI dapat menjadi pesrta didik mampu pengembangan kepribadian sebagai muslim yang baik, menghayati dan mengamalkan ajaran serta nilai islam dalam kehidupannya. Dan kemudian PAI tidak hanya dipahami secara teoritis, namun dapat diamalkan secara praxis.
Reaktualisasi pendidikan agama islam di sekolah menuntut adanya perubahan aspek metodologi pembelajaran dari yang bersifat dofmatis-dogtiner dan tradisional menuju kepada pembelajaran yang lebih dinamis-aktual dan kontekstual. Untuk mengimplementasikan pendekatan kontekstual tersebut tersebut diperlukan modal dasar antara lain : pendekatan filosofis dalam memahami teks-teks agama, supaya tidak kehilangan ide-ide segar yang actual dan kontekstual.
Pendidikan Agama Islam di sekolah pada dasarnya lebih diorientasikan pada tataran moral action, yakni agar peserta didik tidak hanya berhenti pada tartan kompetensi (competence), tetapi sampai memiliki kemauan (will), dan kebiasaan (habit) dalam mewujudkan ajaran dan nilai-nilai agama tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Lickona bahwa untuk mendidik moral anak sampai pada tataran moral action diperlikan tiga proses pembinaan secara berkelanjutan mulai dari proses moral knowling, moral feeling, hingga moral action.[25]
Dalam menghadapi tantangan global, maka materi PAI tidak hanya persoalan keagamaan secara sempit namun juga menyentuh wilayah social. Maka perlu ada reiorentasi wawasan PAI yang kontekstual. Menurut Abdurahman Assegaf bahwa setidaknya ada empat orientasi wawasan PAI yang relevan. Pertama, PAI berwawasan kebangsaan. Kedua, PAI berwawasan demkratis. ketiga, PAI berwawasan HAM. Keempat, PAI berwawasan pluralism. Dalam jangka panjang, keempat wawasan PAI diatas diharapkan mampu memberikan kontribusi nyata dalam mengurangi problematika ekonomi, moral, sosial, dan politik bangsa Indonesia.[26]


BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Penjaminan kurikulum (standar isi) saat ini dalam penyelenggaraan pendidikan menghadapi tuntutan  baru baik menyangkut kon­tri­businya dalam merespons berbagai tantangan kepemimpinan bang­sa di bidang pendidikan maupun menyangkut pemberlakuan Pera­turan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional. Dalam rangka menyiapkan kader-kader kepemimpinan bangsa ke depan, pendidikan Islam perlu melakukan reaktualisasi terutama aspek manajerialnya yang lebih profesional dan menguta­makan peningkatan mutu pendidikan, mampu memberikan quality assurance (jaminan mutu), layanan yang prima serta mempertanggung jawabkan kinerjanya kepada peserta didik, orang tua, dan masyarakat sebagai stakeholders.

B.  Daftar Pustaka

Arcaro Jerome S., Pendidikan Berbasis Mutu : Prinsip-prinsip Perumusan dan Tata Langkah Penerapan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005.
Assegaf, Abdurahman, Politik Pendidikan Nasional.Yogyakarta : Kurnia Kalam, 2005.
Badrun. Bambang Tri Cahyono: Pejuang Pendidikan Alternatif. Jakarta: IPWI, 1999.
Creemers, B. 1992. School effectiveness, effective instruction and school improvement in the Nederland. Dalam D. Reynold & R Cuttance (Eds.). School effectiveness: Research, policy and practice. New York: Cassell.
Depdiknas, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah :Konsep Dan Pelaksanaan. Jakarta: Depdiknas, 2001.
Engkoswara, Paradigma Manajemen Pendidikan. Menyongsong Otonomi Daerah. Bandung. Yayasan Amal Keluarga, 2001.
Hamami, Tasman, Pemikiran Pendidikan Islam, dalam ringkasan Desertasi. Program Pasca Sarjana UIN Yogyakarta,2006.
Kartono, “KTSP Menuju Kurikulum ‘Less is More” Harian Kompas, 24 Juni 24, 2008
Kirom, Bahrul, Mengukur Kinerja Pelayanan dan Kepuasan Konsumen. Bandung, Pustaka Reka Cipta, 2009.
M. G. Fullan, The new meaning of educational change.  London: Routledge Falmer, 2001.
Majid, Abdul & Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi.Bandung: Rosda Karya, 2005.
Muhaimin, Rekontruksi Pendidikan Islam. Jakarta: Rajawali Press, 2009.
Nurgiyantoro, Burhan. Dasar-Dasar Pengambangan Kurikulum Sekolah. Yoryakarta: BPFE, 1988.
Sallis,  Edward, Total Quality Management In Education. alih Bahasa Ahmad Ali Riyadi. Jogjakarta :IRCiSoD, 2007.
Sudarwan, Danim, Agenda Pembaharuan Sistem pendidikan, Cet. Ke 2.Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.
Tilaar, H.A.R., Membenahi Pendidikan Nasional. Yogyakarta : Rineka Cipta, 2002.
Tim Dosen IKIP Malang, Dasar-Dasar Kependidikan. Surabaya: Usaha Nasional, 1989.
Tjiptono & Anastasia Diana, Total Quality Management. Yogyakarta: Andi Press, 2001.
Usman, Husaini, Peran Baru Administrasi Pendidikan dari Sistem Sentralistik Menuju Sistem Desentralistik, dalam Jurnal Ilmu Pendidikan, Februari 2001, Jilid 8, Nomor 1.
Utomo, Marsudi Budi, “Selangkah menuju Good Governance”, Kamis, 10 Februari 2005 – Sorotan, http://kammi-jepang.net/sorotan.php, diakses tanggal 31 Oktober 2013.
William F. O’Neil, Ideologi-Ideologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1981.



[1] Tim Dosen IKIP Malang, Dasar-Dasar Kependidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1989), hlm. 35.
[2] William F. O’Neil, Ideologi-Ideologi Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1981), hlm. X.
[3] Tilaar, H.A.R., Membenahi Pendidikan Nasional, (Yogyakarta : Rineka Cipta, 2002), hlm.4.
[4] Edward Sallis, Total Quality Management In Education. alih Bahasa Ahmad Ali Riyadi, (Jogjakarta :IRCiSoD, 2007), hlm.56.
[5] Danim Sudarwan, Agenda Pembaharuan Sistem pendidikan, Cet. Ke 2, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm.79-80.
[6] Tjiptono & Anastasia Diana, Total Quality Management, (Yogyakarta: Andi Press, 2001), hlm.4.
[7] Depdiknas, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah :Konsep Dan Pelaksanaan, (Jakarta: Depdiknas, 2001), hlm.25.
[8] Jerome S. Arcaro, Pendidikan Berbasis Mutu : Prinsip-prinsip Perumusan dan Tata Langkah Penerapan, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005), hlm.9.
[9] Jerome S. Arcaro, Ibid.. hlm.40.
[10] Usman, Husaini, Peran Baru Administrasi Pendidikan dari Sistem Sentralistik Menuju Sistem Desentralistik, dalam Jurnal Ilmu Pendidikan, Februari 2001, Jilid 8, Nomor 1.
[11] Muhaimin, Rekontruksi Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2009), hlm.33.
[12] Abdul Majid & Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung: Rosda Karya, 2005), hlm. 138.
[13] Bahrul Kirom, Mengukur Kinerja Pelayanan dan Kepuasan Konsumen, (Bandung, Pustaka Reka Cipta, 2009), hlm.51.
[14] Engkoswara, Paradigma Manajemen Pendidikan. Menyongsong Otonomi Daerah, (Bandung. Yayasan Amal Keluarga, 2001), hlm.3.
[15] Jerome S. Arcaro, Pendidikan Berbasis Mutu : Prinsip-prinsip Perumusan dan Tata Langkah Penerapan, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005), hlm.38.
[16] Jerome S. Arcaro, Pendidikan Berbasis Mutu : Prinsip-prinsip Perumusan dan Tata Langkah Penerapan, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005), hlm.85.
[17] Badrun. Bambang Tri Cahyono: Pejuang Pendidikan Alternatif. Badan (Jakarta: IPWI, 1999), hlm. 113.
[18] M. G. Fullan, The new meaning of educational change. (London: Routledge Falmer, 2001), p. 121.
[19] Badrun. Bambang Tri Cahyono: Pejuang Pendidikan Alternatif. Badan (Jakarta: IPWI, 1999), hlm. 53.
[20] Burhan Nurgiyantoro. Dasar-Dasar Pengambangan Kurikulum Sekolah. (Yoryakarta: BPFE, 1988), hlm. 87.
[21] Kartono, “KTSP Menuju Kurikulum ‘Less is More” Harian Kompas, 24 Juni 24, 2008
[22] Creemers, B. 1992. School effectiveness, effective instruction and school improvement in the Nederland. Dalam D. Reynold & R Cuttance (Eds.). School effectiveness: Research, policy and practice. New York: Cassell.
[23] Marsudi Budi Utomo, “Selangkah menuju Good Governance”, Kamis, 10 Februari 2005 – Sorotan, http://kammi-jepang.net/sorotan.php, diakses tanggal 31 Oktober 2013.
[24] Tasman Hamami, Pemikiran Pendidikan Islam, dalam ringkasan Desertasi (Program Pasca Sarjana UIN Yogyakarta,2006), hlm.3
[25] Muhaimin, Rekontruksi Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2009), hlm.313.
[26] Abdurahman Assegaf, Politik Pendidikan Nasional, (Yogyakarta : Kurnia Kalam, 2005), hlm.245.

No comments:

Post a Comment