KONTRIBUSI DEMING, JURAN DAN CROSBY
DALAM SISTEM PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penjaminan mutu (Qualitiy Assurance) adalah istilah
umum yang digunakan sebagai kata lain untuk semua bentuk kegiatan monitoring,
evaluasi atau kajian (review) mutu. Kegiatan penjaminan mutu tertuju pada
proses untuk membangun kepercayaan dengan cara pemenuhan persyaratan atau
standar minimal pada komponen input, komponen proses, dan hasil atau outcome
sesuai dengan yang diharapkan oleh stakeholder (UNESCO 2006),
Bagi setiap institusi, mutu adalah agenda utama dan meningkatkan mutu
merupakan tugas yang paling penting. Tiga penulis penting tentang mutu adalah W. Edwards
Deming, Joseph dan Philip B.Crosby. ketiganya berkonsentrasi pada mutu dalam
industry produksi, meskipun demikian ide-ide mereka juga dapat diterapkan dalam
industry jasa. Memang satupun dari mereka yang memberikan pertimbangan tentang
isu-isu mutu dalam pendidikan. Namun, kontribusi mereka terhadap gerekan mutu
begitu besar dan memang harus diakui bahwa eksplorasi mutu akan mengalami
kesulitan tanpa merujuk pada pemikiran mereka. Pada saat mendiskusikan ide-ide
Deming, Juran, dan Crosby, perlu didasari bahwa pendekatan mereka memiliki keterbatasan dan kekurangan, khususnya seperti yang dikembangkan dalam
konteks industry. Walaupun demikian, mereka betul-betul memberikan pencerahan
dan petunjuk yang jelas. Ada banyak hal yang dapat dipelajari dari mereka dan
tentu saja dapat diterapkan dalam pendidikan. Seperti yang kelak akan kita
ketahui, ada banyak hal yang saling melengkapi antara mereka, baik dalam
pemikiran, maupun dalam kesimpulan umum mereka.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas, maka rumusan
masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1
Bagaimanakah konsep mutu menurut Deming,
Juran dan Crosby?
2
Apa kontribusi Deming, Juran dan Crosby dalam
Sistem Penjamin Mutu Pendidikan Agama Islam?
C. TUJUAN
Dari rumusan masalah tersebut, tujuan
pembahasan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1
Untuk mengetahui konsep mutu menurut Deming, Juran
dan Crosby
2
Untuk mengetahui kontribusi Deming, Juran dan Crosby
dalam system penjamin mutu PAI Sistem Penjamin Mutu Pendidikan Agama Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Mutu Menurut Deming, Juran Dan Crosby
1. Konsep Mutu Menurut W Edwards Deming
Menurut Deming (1982:176)
mutu ialah kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau konsumen. Perusahaan yang
bermutu ialah perusahaan yang menguasai pangsa pasar karena hasil produksinya
sesuai dengan kebutuhan konsumen, sehingga menimbulkan kepuasan bagi konsumen.
Jika konsumen merasa puas, maka mereka akan setia dalam membeli produk
perusahaan baik berupa barang maupun jasa.[1]
Deming melihat bahwa masalah mutu terletak pada masalah manajemen. Masalah
utama dalam dunia industri adalah kegagalan manajemen senior dalam menyusun perencanaan
ke depan. Empat belas poin Deming yang termasyhur
merupakan kombinasi filsafat baru tentang mutu dan seruan terhadap manajemen
untuk merubah pendekatannya. Dia mengkombinasikan konsep tersebut mulai dari wawasan psikologis sampai pada kendala-kendala
dalam mengadopsi kultur mutu (Quality
Culture). Empat belas poin tersebut merupakan
intisari dari teori manajemennya, sementara “tujuh penyakit mematikan” adalah
konsepnya tentang kendala bagi perbaikan mutu. Berdasarkan konsep tujuh
penyakit mematikan atau kendala-kendala corak baru manajemen yang sebagian besar
di dasarkan pada kultur industri Amerika, ada lima penyakit yang signifikan
dalam konteks pendidikan yakni sebagai berikut:
a. Penyakit pertama adalah kurang konstannya tujuan. Deming yakin bahwa hal
tersebut merupakan penyakit yang mencegah beberapa organisasi untuk mengadopsi
mutu sebagai sebuah tujuan manajemen.
b.penyakit kedua, pola pikir jangka
pendek. Perubahan penekanan menuju
sebuah visi jangka panjang dan pengembangan kultur perbaikan adalah sesuatu
yang sangat ia anjurkan. Deming berpendapat perlunya strategi logis jangka
panjang.
c. Penyakit ketiga berkaitan dengan evaluasi prestasi individu melalui proses
penilaian atau tinjauan kerja tahunan. Deming sangat menentang skema penilaian
prestasi, dan berargumentasi bahwa hal sedemikian hanya merupakan solusi jangka
pendek. Pada akhirnya penilaian akan selalu didasarkan pada hasil yang terukur
dan menyebabkan terjadinya pandangan yang menyesatkan tentang apa yang penting
dalam sebuah proses. Deming meyakini bahwa penilaian sedemikian sering kali
menimbulkan efek yang berlawanan dengan yang seharusnya, yaitu memperbaiki
prestasi. Penilaian terhadap prestasi akan menyebabkan staf saling berkompetisi
antara satu dengan yang lain, sementara yang dibutuhkan adalah menyatukan
mereka dalam sebuah tim. Dengan demikian institusi yang menerapkan TQM harus
mempertimbangkan secara hati-hati bagaimana memadukan TQM tersebut dengan skema
penilaian eksternal.
d.
Penyakit keempat adalah rotasi
kerja yang terlalu tinggi. Deming membandingkan tingginya tingkat pergantian
eksekutif di Barat dengan stabilitas pekerjaan dalam perusahaan-perusahaan
Jepang. Sekolah-sekolah yang mengalami tinggimya tingkat pergantian guru akan
mustahil memepertahankan konsistensi tujuan jangka panjang.
e. Penyakit kelima menurut Deming adalah manajemen menggunakan prinsip angka
yang tampak. Deming menyatakan bahwa
organisasi yang mengukur kesuksessan melalui indikator prestasi mungkin telah
lupa bahwa ukuran kesuksesan yang sebenarnya adalah kegembiraan dan kepuasan pelanggan.
Berikut ini adalah teori siklus deming yang umumnya dikenal sebagai
siklus PDCA Plan, Do, Check, Act :[2]
Empat
tahapan dalam menerapkan metode ini, yaitu:[3]
1.
Perencanaan (Plan). Buatlah
rencana implementasi lengkap dengan orang yang harus bertanggung jawab terhadap
suatu proses/aktivitas tertentu. Untuk dapat melakukan perencanaan yang baik,
sebaiknya:
-
Lakukan analisis situasi saat ini
dan dampak potensial yang mungkin terjadi pada saat rencana diimplementasikan;
-
Prediksikan variasi hasil yang
diharapkan, bisa secara teori ataupun intuitif.
2.
Penerapan (Do). Pada
saat rencana diterapkan, kita harus membuat kontrol untuk mengetahui sejauh
mana pengembangan ataupun kegagalan dari rencana.
3.
Pemeriksaan (Check). Setelah
suatu rencana diterapkan, kita harus memeriksa hasil akhir dari rencana
tersebut apakah telah sesuai dengan prediksi yang dibuat. Bilamana tidak, harus
dicari alasan deviasi tersebut.
4.
Penindaklanjutan (Act). Tahap
akhir dari metode ini adalah memformulasikan proses yang telah dianggap
berhasil menjadi sebuah standar yang akan terus dapat dikembangkan sesuai
dengan pengalaman.
2. Konsep Mutu Menurut Joseph
M Juran
Josep Juran, seperti halnya Deming, adalah pelopor lain revolusi mutu di
Jepang. Dia juga lebih diperhatikan di Jepang dari pada di tempat kelahirannya,
Amerika. Pada tahun 1981, Kaisar Jepang memberikan anugrah bergengsi, Order of the Sacred Treasure, padanya.
Dia adalah penulis dan editor sejumlah buku di antaranya, Juran’s Quality Control Handbook, Juran on Planning for Quality, dan Juran on Leadership for Quality. Juran termasyhur dengan
keberhasilannya menciptakan kesesuain dengan tujuan dan manfaat. Ide ini
menunjukkan bahwa produk atau jasa yang sudah dihasilkan mungkin sudah memenuhi
spesifikasinya, namun belum tentu sesuai dengan tujuannya. Spesifikasi mungkin
salah atau tidak sesuai dengan apa yang diinginkan pelanggan. Dalam beberapa
hal tertentu, memenuhi spesifikasi bisa menjadi sebuah kondisi mutu yang
dibutuhkan, tapi bukan satu-satunya.
Menurut Juran (1993), mutu produk ialah
kecocokan penggunaan produk (fitness for use) untuk memenuhi
kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Kecocokan pengguna produk tersebut didasarkan
atas lima ciri utama yaitu (1) teknologi; yaitu kekuatan; (2) psikologis, yaitu
rasa atau status; (3) waktu, yaitu kehandalan; (4) kontraktual, yaitu ada
jaminan; (5) etika, yaitu sopan santun.[4]
Juran mendefisinikan kualitas sebagai cocok/sesuai untuk digunakan
(fitness for use), yang mengandung pengertian bahwa suatu produk atau
jasa harus dapat memenuhi apa yang diharapkan oleh para pemakainya. Pengertian
cocok untuk digunakan ini mengandung 5 dimensi utama yakni kualitas desain, kualitas
kesesuaian, ketersediaan, keamanan dan field use.
Ø Juran’s Ten Steps to quality Improvement
Sepuluh langkah untuk memperbaiki kualitas manurut Juran meliputi;
a. Membentuk kesadaran terhadap kebutuhan akan perbaikan dan peluang untuk
melakukan perbaikan.
b. Menetapkan tujuan perbaikan
c. Mengorganisasikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
d. Menyediakan pelatihan.
e. Melaksanakan proyek-proyek yang ditujukan untuk pemecahan masalah.
f. Melaporkan perkembangan
g. Memberikan penghargaan
h. Mengkomunikasi hasil-hasil.
i.
Menyimpan dan
mempertahankan hasil yang dicapai.
j.
Memelihara momentum
dengan melakukan perbaikan dalam sistem regular perusahaan.
Ø The Pareto Principle
Juran juga menerapkan prinsip yang dikemukakan oleh
Vilfredo Pareto ke dalam manajemen. Prinsip ini kadang kalah disebut pula
kaidah 80/20 yang bunyinya “80% of the trouble comes from 20% of the
problems”. Menurut prinsip ini, organisasi harus memusatkan energy pada
penyisihan sumber masalah yang sedikit tetapi vital (vital few sources) yang
menyebabkan sebagaian besar masalah. Baik Juran dan Deming yakin sistem yang
dikendalikan oleh manajemen merupakan sistem dimana sebagian masalah besar
terjadi. Saat mempertimbangkan peran kepemimpinan dalam mutu, aturan 80/20 dari
Joseph Juran menjadi sesuatu yang sangat dibutuhkan. Juran menyatakan bahwa 80
persen masalah-masalah mutu dalam sebuah organisasi adalah hasil dari desain
proses yang kurang baik, sehingga penerapan sistem yang benar akan menghasilkan
mutu yang benar. Menurut Juran, 80 persen masalah merupakan tanggungjawab
manajemen, karena mereka memiliki 80 persen control terhadap sistem organisasi.
Ø The Juran Trilogy
The Juran Tilogy merupakan ringkasan dari tiga fungi
yang utama. Pandangan Juran terhadap fungsi-fungsi ini dijelaskan sebagai
berikut;
Perencanaan kualitas; Perencanaan kualitas
meliputi pengembangan produk, sistem, dan proses yang dibutuhkan untuk
memenuhi atau melampaui harapan pelanggan. Langkah-langkah yang dibutuhkan itu
adalah ;
a. Menentukan siapa yang menjadi pelanggan
b. Mengindentifikasi kebutuhan para pelanggan
c. Mengembangkan produk dengan keistimewaan yang dapat memenuhi kebutuhan
pelanggan.
d. Mengembangkan sistem dan proses yang memungkinkan organisasi untuk
menghasilkan keistimewaan tersebut.
e. Menyebarkan rencana kepada level operasional.
Pengendalian kualitas; Pengendalian kualitas meliputi langkah-langkah sebagai berikut.
a. Menilai kinerja kualitas actual
b. Membandingkan kinerja dengan tujuan
c. Bertindak berdasarkan perbedaan antara kinerja dan tujuan.
Perbaikan kualitas; Perbaikan kualitas
harus dilakukan secara on going dan terus menerus. Langkah-langkah yang
dapat dilakukan adalah;
a. Mengembangkan infrastruktur yang diperlukan untuk melakukan perbaikan
kualitas setiap tahun.
b. Mengidentifikasi bagian-bagian yang membutuhkan perbaikan dan melakukan
proyek perbaikan.
c. Membentuk suatu tim proyek yang bertanggungjawab dalam menyelesaikan setiap
proyek perbaikan.
d. Memberikan tim-tim tersebut apa yang mereka butuhkan agar dapat
mendiagnosis masalah guna menentukan sumber penyebab utama, memberikan solusi,
dan melakukan pengendalian yang akan mempertahankan keuntungan yang diperoleh.
Ø Manajemen Mutu Strategis
Selain itu, untuk membantu manajer merencanakan mutu,
Juran telah mengembangkan sebuah pendekatan disebut Manajemen Mutu Strategis (Strategic
Quality Management). SQM adalah sebuah pross tiga bagian yang didasarkan
pada staf pada tingkat berbeda yang memberikan kontribusi unik terhadap
peningkatan mutu.
Manajemen senior memiliki pandangan strategis tentang
organisasi, manajer meneganah memiliki pandangan operasional tentang mutu, dan
para karyawan memiliki tanggungjawab terhadap control mutu. Ini adalah sebuah
ide yang cocok diterapkan dalam konteks pendidikan dan mirip dengan gagasan
yang telah dikembangkan oleh Consultant at Work berpendapat dalam upaya
meningkatkan mutu dalam pendidikan.
3. Konsep Mutu Menurut Philip B Crosby
Menurut Crosby (1979:58) mutu ialah conformance to
requirement, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan. Suatu
produk memiliki mutu apabila sesuai dengan standar atau kriteria mutu yang
telah ditentukan, standar mutu tersebut meliputi bahan baku, proses produksi,
dan produk jadi.[5]
Nama Philip Crosby selalu
diasosiasikan dengan dua ide yang sangat menarik dan sangat kuat dalam mutu.
Yang pertama, adalah ide bahwa mutu itu gratis. Menurut Grosby terlalu banyak
pemborosan dalam sistem mengupayakan peningkatan mutu. Yang kedua adalah ide
adalah kesalahan, kegagalan, pemborosan, dan penundaan waktu serta semua
hal yang tidak bermutu lainnya – bisa dihilangkan jika institusi memiliki
kemauan untuk itu. Ini adalah gagasan tanpa cacatnya controversial.
Defenisi kualitas menurut Crosby adalah memenuhi atau
sama dengan persyaratannya (comformance to requirements). Meleset
sedikit saja dari persyaratannya, maka suatu produk atau jasa dikatakan tidak
berkualitas. Persyaratan itu sendiri dapat berubah sesuai dengan keinginan
pelanggan, kebutuhan organisasi, pemasok dan sumber, pemerintah, teknologi,
serta pasar atau persaingan.
Dalam hal ini dikenal dengan the law of tens.
Maksudnya, bila kita menemukan suatu masalah kesalahan sejak awal proses,
biayanya cuma satu rupiah. Tetapi bila ditemukan di proses kedua maka biayanya
menjadi 10 rupiah. Diketemukan pada proses berikutnya lagi biaya menjadi 100
rupiah. Jadi sistem kualitas menurut Crosby merupakan pencegahan.
Dalam suatu proses pasti ada input dan output.
Di dalam proses kerja internal sendiri ada empat kendali input dimana proses
pencegahan dapat dilakukan yaitu;
a. Fasilitas dan perlengkapan
b. Pelatihan dan pengetahuan
c. Prosedur, pedoman/manual operasi standar dan pedoman standar kualitas.
d. Standar Kinerja/prestasi.
Konsep Tanpa cacat adalah kontribusi
pemikiran Crosby yang utama dan controversial tentang mutu. Ide ini adalah
sebuah ide yang kuat. Ide ini adalah komitmen untuk selalu sukses dan
menghilangkan kegagalan. Ide ini melibatkan penempatan sistem pada sebuah
wilayah yang memastikan bahwa segala sesuatunya selalu dikerjakan pertama
sekali dan selamanya. Crosby berpendapat bahwa tanpa cacat dalam konteks
bisnis, akan meningkatkan keuntungan dengan penghematan biaya. Crosby tidak
percaya terhadap tingkat daya terima mutu secara statistic. Bagi Crosby hanya
ada satu standar dan itu adalah kesempurnaan. Gagasannya adalah pencegahan
murni, dan ia yakin bahwa kerja tanpa salah adalah hal yang sangat mungkin.
Kualitas harus merupakan sesuatu yang dapat diukur. Biaya untuk menghasilkan
kualitas juga harus terukur. Menurut Crosby, biaya mutu merupakan penjumlahan
antara Price of Non Conformance dan Price of Conformance.
Ø Crosby Quality Vaccine
Crosby’s Quality Vaccine terdiri dari atas tiga
unsure, yaitu Determinasi (determination), Pendidikan (education),
dan Pelaksanaan (implementation). Determinasi adalah suatu sikap dari
manajemen untuk tidak menerima proses, produk, atau jasa yang tidak menenuhi
persyaratan, seperti reject, scrap, lead delivery, wrong shipment, dan
lain-lain.
Menurut Crosby setiap perusahan harus divaksinasi agar
memiliki antibody untuk melawan ketidaksesuaian terhadap persyaratan (non
conformance). Ketidaksesuaian ini merupakan sebab, sehingga harus dicegah,
dan dihilangkan. Dalam menyiapkan vaksinasi, suatu perusahaan perlu membuat
lima unsur, yakni :
1. Integritas
2. Sistem
3. Komunikasi
4. Operasi
5. Kebijakan
Konsep mutu yang paling populer
dikeluarkan oleh Juran, Crosby dan Deming. Beberapa perbedaan konsep mutu
menurut ketiga ahli tersebut meliputi[6]:
No
|
Aspek
|
Deming
|
Juran
|
Crosby
|
1
|
Definisi
|
Satu tingkat yang dapat diprediksi dari keseragaman dan
ketergantungan pada biaya yang rendah sesuai pasar.
|
Kemampuan untuk digunakan (fitness for use).
|
Sesuai persyaratan.
|
2
|
Tanggung jawab manajemen senior
|
94% atas masalah mutu.
|
Kurang dari 20% karena masalah mutu menjadi tanggung jawab pekerja.
|
100%
|
3
|
Standar pres-tasi/motivasi
|
Banyak skala se-hingga digunakan statistik untuk me-ngukur mutu di
semua bidang. Kerusakan nol sangat penting.
|
Menghindari kampanye untuk melakukan pekerjaan secara sempurna.
|
Kerusakan nol (Zero Defect)
|
4
|
Pendekatan umum
|
Mengurangi ke-anekaragaman dengan perbaikan berkesinambungan dan
menghentikan pengawasan massal.
|
Manusiawi.
|
Pencegahan bukan pengawasan
|
5
|
Cara memperbaiki mutu
|
14 butir
|
10 butir
|
14 butir
|
6
|
Kontrol proses statistik (SPC)
|
Harus digunakan
|
Disarankan karena SPC dapat mengakibatkan Total
Driven Approach.
|
Menolak
|
7
|
Basis perbaikan
|
Terus-menerus mengurangi penyimpangan.
|
Pendekatan ke-lompok, proyek-proyek, menetapkan tujuan.
|
Proses bukan program, tujuan perbaikan.
|
8
|
Kerja sama tim
|
Partisipasi karyawan dalam membuat keputusan.
|
Pendekatan tim dan Gugus Kendali Mutu (GKM atau QCC).
|
Tim perbaikan mutu dan Dewan Mutu
|
9
|
Biaya mutu
|
Tidak ada optimal perbaikan terus-menerus.
|
Mutu tidak gratis (Quality is not free), terdapat batas optimal.
|
Mutu gratis.
|
Pembelian dan barang yang diterima
|
Pengawasan terlalu lambat.Menggunakan standar mutu yang dapat diterima
|
Masalah pembelian merupakan hal yang rumit sehingga diperlukan survei
resmi
|
Menyatakan persyaratan pemasok adalah perluasan
|
|
10
|
Penilaian pemasok
|
Tidak, kritik atas banyaknya sistem.
|
Ya, tetapi membantu pemasok memperbaiki.
|
-
|
11
|
Hanya satu sumber penyedia
|
Ya
|
Tidak, dapat di-abaikan untuk meningkatkan daya saing.
|
B. Kontribusi Deming, Juran Dan Crosby Dalam System Penjamin Mutu
Pendidikan Agama Islam
Salah satu kontribusi para pakar mutu dalam dunia pendidikan adalah adanya Implemetasi Total Quality Mangement Dalam Dunia Pendidikan
Upaya meningkatkan mutu pendidikan telah lama diangkat
oleh pemerintah sebagai salah satu kebijaksanaan pembangunan pendidikan, dengan
membuat empat kebijaksanaan strategis yang terdiri atas perluasan kesempatan
belajar, meningkatkan mutu pendidikan, peningkatan relevansi, serta efisiensi, dan
efektivitas penyelenggara pendidikan. Kemudian mengadakan serangkaian kegiatan
penataran guru, pembentukan Musyawarah Guru Mata Pelajaran Sejenis (MGMP),
didirikannya Pusat Kegiatan Guru (PKG), Lembaga Balai Penataran Guru (BPG) dan
lain sebagainya. Namun tidak serta merta persoalan tersebut bisa terselesaikan.
Menurut Slamet PH (2000), sumber penyebab rendahnya
kualitas pendidikan tersebut adalah aspek pengelolaan atau manajemen. Secara
internal hal tersebut disebabkan oleh penerapan pendekatan input-output yang
keliru. Terlalu mengedepankan aspek input pada penyelesaian hampir semua kasus
pendidikan di sekolah. Seakan-akan mutu pendidikan akan meningkat dengan
sendirinya apabila sejumlah input ditambahkan. Misalnya kekurangan guru,
ditambah guru, membangun laboratorium, dan seterusnya. Ada satu faktor yang
terlupakan, yaitu bagaimana berbagai input tersebut dipertemukan dan
berinteraksi di dalam proses belajar-mengajar.[7]
Ada beberapa masalah mutu pendidikan yang diutarakan
oleh Deming yang secara garis besar dikelompokkan menjadi dua hal yaitu:[8]
1. Kendala mutu pendidikan secara umum
a. Desain kurikulum yang lemah,
b. Bangunan yang tidak memenuhi syarat,
c. Lingkungan kerja yang buruk,
d. Sistem dan prosedur yang tidak sesuai,
e. Jadwal kerja yang serampangan,
f. Sumber daya yang kurang, dan
g. Pengembangan staf yang tidak memadai.
2. Kendala mutu pendidikan secara khusus
a. Prosedur dan aturan yang tidak diikuti atau ditaati,
b. Anggota individu staf yang tidak memiliki skil,
pengetahuan dan sifat yang dibutuhkan untuk
menjadi seorang guru atau manajer pendidikan.
c. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan anggota,
d. Kurangnya motivasi,
e. Kegagalan komunikasi, dan
f. Kurangnya sarana dan prasarana yang memenuhi.
1
Pengertian TQM Dalam Konteks Pendidikan dan Aplikasinya
Edward Sallis mengatakan; TQM adalah sebuah filosofi
tentang perbaikan secara terus menerus, yang dapat memberikan seperangkat alat
praktis kepada setiap institusi pendidikan dalam memenuhi kebutuhan, keinginan,
dan harapan para pelanggannya, saat ini dan untuk masa yang akan datang.
Inisiatif untuk menerapkan metode Total Quality Manajemen (TQM) berkembang lebih dahulu di Amerika baru kemudian di Inggris, namun baru di
awal 1990-an kedua negara tersebut betul-betul dilanda gelombang metode ini.
Ada banyak gagasan yang dihubungkan dengan mutu juga dikembangkan dengan baik
oleh institusi-institusi pendidikan tinggi dan gagasan-gagasan mutu tersebut
terus menerus diteliti dan diimplementasikan di sekolah-sekolah.
Peningkatan mutu menjadi semakin penting bagi
institusi yang digunakan untuk memperoleh kontrol yang lebih baik melalui
usahanya sendiri. Institusi-institusi harus mendemonstrasikan bahwa mereka
mampu memberikan pendidikan yang bermutu pada peserta didik.
Bagi setiap institusi, mutu adalah agenda utama dan
meningkatkan mutu merupakan tugas yang paling penting. Walaupun demikian,
sebagian orang ada yang menganggap mutu sebagai sebuah konsep yang penuh dengan
teka-teki. Mutu dianggap sebagai suatu hal yang membingungkan dan sulit untuk
diukur. Mutu dalam pandangan seseorang terkadang berbeda dengan mutu dalam
pandangan orang lain. Sehingga tidak aneh jika ada dua pakar yang tidak
memiliki kesimpulan yang sama tentang bagaimana cara menciptakan institusi yang
baik.
Seseorang bisa mengetahui mutu ketika mengalaminya,
tetapi tetap merasa kesulitan ketika ia mencoba mendeskripsikan dan
menjelaskannya. Satu hal yang bisa diyakini adalah mutu merupakan suatu hal
yang membedakan antara yang baik dan yang sebaliknya. Bertolak dari kenyataan
tersebut, mutu dalam pendidikan akhirnya merupakan hal yang membedakan antara
kesuksesan dan kegagalan. Sehingga, mutu jelas sekali merupakan masalah pokok
yang akan menjamin perkembangan sekolah dan meraih status di tengah-tengah
persaingan dunia pendidikan yang kian keras.
Strategi yang dikembangkan dalam penggunaan manajemen
mutu terpadu dalam dunia pendidikan adalah; institusi pendidikan memposisikan
dirinya sebagai institusi jasa atau dengan kata lain menjadi industri jasa,
yakni institusi yang memberikan pelayanan (service) sesuai dengan apa yang
diinginkan oleh pelanggan (Customer). Jasa atau pelayanan yang diinginkan oleh
pelanggan tentu saja merupakan sesuatu yang bermutu dan memberikan kepuasan
kepada mereka. Maka pada saat itulah dibutuhkan suatu sistem manajemen yang
mampu memberdayakan institusi pendidikan agar lebih bermutu.
Manajemen pendidikan mutu terpadu berlandaskan pada
kepuasan pelanggan sebagai sasran utama, baik pelanggan dalam (Internal
Customer) maupun pelanggan luar (External Customer). Dalam dunia pendidikan,
yang termasuk pelanggan dalam adalah penglola institusi pendidikan, guru,
staff, dan penyelenggara institusi. Sedangkan pelanggan luar adalah masyarakat,
pemerintah dan dunia industri. Jadi suatu institusi pendidikan disebut bermutu
apabila antara pelanggan internal dan eksternal telah terjalin kupuasan atas
jasa yang diberikan.
Maka dari itu, untuk memposisikan institusi pendidikan
sebagai industri jasa, harus memenuhi standar mutu. Institusi dapat disebut
bermutu dalam konsep TQM, harus memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan.
Secara operasional, mutu ditentukan oleh faktor terpenuhinya spesifikasi yang
telah ditentukan sebelumnya dan terpenuhinya spesifikasi yang diharapkan
menurut tuntutan dan kebutuhan pengguna jasa. Mutu yang pertama disebut Quality
In Fact (mutu sesungguhnya) dan yang kedua disebut Quality In Perception (mutu
persepsi).
Standar mutu produksi dan pelayanan diukur dengan
kreteria sesuai dengan spesifikasi, cocok dengan tujuan pembuatan dan
penggunaan, tanpa cacat (Zero Defects) dan selalu baik sejak awal (Right First
Time and Everytime). Mutu dalam persepsi diukur dari kepuasan pelanggan atau
pengguna, meningkatkan minat, harapan dan kepuasan pelanggan. Dalam
penyelenggaraannya, Quality In Fact merupakan profil lulusan institusi
pendidikan yang sesuai dengan kualifikasi akademik minimal yang dikuasai oleh
peserta didik. Sedangkan pada Quality In Perception pendidikan adalah kepuasan
dan bertambahnya minat pelanggan eksternal terhadap lulusan institusi
pendidikan.
Beranjak dari pembahasan tersebut, dalam operasi TQM
dalam pendidikan ada beberapa hal pokok yang perlu diperhatikan:
a. Perbaikan Secara Terus Menerus (Continuous Improvement).
Konsep ini mengandung pengertian bahwa pihak pengelola senantiasa melakukan
berbagai perbaikan dan peningkatan secara terus menerus untuk menjamin semua
komponen penyelenggara pendidikan telah mencapai standar mutu yang diterapkan.
b. Menentukan Standar Mutu (Quality Assurance)
Paham ini digunakan untuk menetapkan standar-standar mutu dari semua
komponen yang bekerja dalam proses produksi atau transformasi lulusan institusi
pendidikan.
c. Perubahan Kultur (Change Of Culture)
Konsep ini bertujuan membentuk budaya organisasi yang menghargai mutu dan
menjadikan mutu sebagai orientasi semua komponen organisasional.
d. Perubahan Organisasi (Upside- Down Organization)
Jika visi dan misi, serta tujuan organisasi sudah berubah atau mengalami
perkembangan, maka sangat dimungkinkan terjadinya perubahan organisasi.
Perubahan organisasi ini bukan berarti perubahan wadah organisasi, melainkan
sistem atau struktur organisasi yang melambangkan hubungan-hubungan kerja dan
kepegawaian dalam organisasi, yang menyangkut perubahan kewenangan, tugas-tugas
dan tanggung jawab.
e. Mempertahankan Hubungan Dengan Pelanggan (Keeping Close To The Customer)
Karena organisasi pendidikan menghendaki kepuasan pelanggan, maka perlunya
mempertahankan hubungan baik dengan pelanggan menjadi sangat penting. Dan
inilah yang dikembangkan dalam unit Public Relation.
Deming (1986) menyatakan bahwa implementasi konsep mutu dalam sebuah
organisasi memerlukan perubahan dalam filosofi yang
ada di
sekitar manajemen. Deming mengusulkan empat belas butir pemikiran yang dapat
dipergunakan untuk meningkatkan mutu dan produktivitas suatu organisasi juga dalam bidang
pendidikan. Keempat belas butir pemikiran tersebut adalah.[9]
1. Ciptakan Tujuan yang Mantap Demi Perbaikan
Produk dan Jasa. Sekolah memerlukan adanya tujuan akhir yang mampu mengarahkan siswa menghadapi masa depan secara mantap.
Jangan membuat siswa sekedar memiliki nilai bagus tetapi juga harus mampu membuat siswa memiliki kemauan belajar seumur hidup.
2. Adopsi Filosofi Baru.
Siswa berhak mendapatkan pembelajaran yang berkualitas. Dengan kata lain, mereka
tidak lagi sebagai siswa yang pasif dan rela diperlakukan seburuk apapun tanpa dapat berkomentar.
3. Hentikan Ketergantungan pada Inspeksi Masal. Dalam bidang pendidikan, evaluasi
yang dilakukan jangan
hanya pada saat ulangan umum ataupun ujian akhir, tetapi dilakukan
setiap saat selama proses belajar
mengajar berlangsung.
4. Akhiri Kebiasaan Melakukan Hubungan Bisnis
Hanya Berdasarkan Biaya.Dalam bidang pendidikan pernyataan di atas terutama dikaitkan dengan biaya pendidikan yang ada hubungannya dengan perbandingan junlah guru dan murid
pada satu ruangan/kelas. Kelas besar memang akan membuat sekolah tersebut
melakukan penghematan biaya, tetapi mutu yang dihasilkan tidak terjamin dan bukan tidak mungkin
terjadi peningkatan biaya di bagian lain pada sistem
tersebut.
5. Perbaiki Sistem Produksi dan Jasa Secara Konstan dan Terus Menerus. Dalam bidang pendidikan seorang
guru harus berpikir
secara strategik agar siswa dapat menjalani proses belajar mengajar
secara baik, sehingga memperoleh nilai yang baik pula. Guru jangan hanya berpikir bagaimana siswa
mendapatkan nilai yang baik.
6. Lembagakan Metode Pelatihan yang Modern di Tempat Kerja. Hal ini perlu dilakukan agar terdapat kesamaan dasar pengetahuan bagi semua
anggota staf dalam
suatu lembaga pendidikan. Setelah itu barulah
guru dan administrator mengembangkan keahlian sesuai yang
diperlukan bagi peningkatan profesionalitas.
7. Lembagakan Kepemimpinan. Kepemimpinan (leadership) berbeda
dengan pemimpin (leader).
Kepemimpinan adalah
kemampuan untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok
dengan maksud mencapai
suatu tujuan yang dinginkan bersama. Sedangkan
pemimpin adalah seseorang atau sekelompok orang seperti kepala, komandan,
ketua dan sebagainya.
8. Hilangkan Rasa Takut.
Perlu disadari bahwa rasa takut
menghambat karyawan untuk mampu mengajukan pertanyaan, melaporkan masalah, atau menyatakan ide padahal
itu semua perlu dilakukan untuk menghasilkan kinerja yang maksimum. Oleh karena
itu para pelaku pendidikan hendaknya jangan menerapkan sistem imbalan
dan hukuman kepada siswa karena akan menghambat berkembangnya
motivasi internal dari siswa masing-masing.
9. Pecahkan Hambatan di antara Area Staf. Hambatan antardepartemen fungsional
berakibat menurunkan produktivitas.
Hambatan ini dapat
diatasi dengan mengembangkan kerjasama kelompok.
Oleh karena itu para anggota
staf harus bekerjasama dan memprioritaskan diri pada peningkatan kualitas.
10. Hilangkan Slogan, Nasihat, dan Target untuk Tenaga Kerja. Perbaikan secara berkesinambungan sebagai sasaran
umum
harus menggantikan simbol-simbol kerja.
11. Hilangkan Kuota Numerik. Kuota cenderung mendorong orang untuk memfokuskan pada jumlah sering
kali dengan mengorbankan mutu. Terlalu banyak menggunakan slogan dan terlalu berpatokan
pada target
dapat menimbulkan salah arah
untuk pengembangan sistem
yang baik. Tidak jarang patokan terget akan lebih terfokus
pada guru dan siswa daripada
sistem secara keseluruhan.
12. Hilangkan Hambatan Terhadap Kebanggaan
Diri atas Keberhasilan Kerja. Kebanggaan diri atas hasil kerja yang dicapai perlu dimiliki oleh
guru dan siswa. Adanya kebanggaan
dalam diri membuat guru dan siswa bertanggungjawab atas tugas dan kewajiban yang disandangnya sehingga mereka dapat menjaga mutu.
13. Lembagakan Program Pendidikan
dan Pelatihan yang Kokoh. Hal ini berlaku
bagi para pelaku pendidikan karena memiliki dampak langsung
terhadap kualitas belajar
siswa.
14. Lakukan Tindakan Nyata/Contoh Nyata Manajer harus menjadi”lead manager”
bukan “boss manager”. Seorang “lead manager”
akan berusaha mengkomunikasikan pandangannya selalu berusaha
mengembangkan kerjasama, meluangkan waktu dan tenaga untuk sistem sehingga dengan
adanya contoh nyata, pekerja menyadari
cara untuk
melakukan pekerjaan yang berkualitas.
BAB III
KESIMPULAN
1.
Menurut Juran (1993), mutu produk
ialah kecocokan penggunaan produk (fitness for use) untuk memenuhi
kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Kecocokan pengguna produk tersebut didasarkan
atas lima ciri utama yaitu (1) teknologi; yaitu kekuatan; (2) psikologis, yaitu
rasa atau status; (3) waktu, yaitu kehandalan; (4) kontraktual, yaitu ada
jaminan; (5) etika, yaitu sopan santun (Juran, 1993)
Menurut Crosby (1979:58) mutu ialah conformance to
requirement, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan. Suatu
produk memiliki mutu apabila sesuai dengan standar atau kriteria mutu yang
telah ditentukan, standar mutu tersebut meliputi bahan baku, proses produksi,
dan produk jadi (Crosby, 1979:58)
Menurut Deming (1982:176) mutu ialah kesesuaian dengan
kebutuhan pasar atau konsumen. Perusahaan yang bermutu ialah perusahaan yang
menguasai pangsa pasar karena hasil produksinya sesuai dengan kebutuhan
konsumen, sehingga menimbulkan kepuasan bagi konsumen. Jika konsumen merasa
puas, maka mereka akan setia dalam membeli produk perusahaan baik berupa barang
maupun jasa.
2.
Salah satu kontribusi para pakar mutu dalam
dunia pendidikan adalah adanya Implemetasi Total
Quality Mangement Dalam Dunia Pendidikan. TQM adalah sebuah
filosofi tentang perbaikan secara terus menerus, yang dapat memberikan
seperangkat alat praktis kepada setiap institusi pendidikan dalam memenuhi
kebutuhan, keinginan, dan harapan para pelanggannya, saat ini dan untuk masa
yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Hadis, Abdul. Prof. Dr & B, Nurhayati, Prof.
Dr. 2010. Manajemen Mutu Pendidikan. Bandung: Penerbit AlfaBeta
Usman, Husaini, Prof. Dr. 2009.
Manajemen : Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Sallis, Edward.
Alih Bahasa Ali riyadi, Ahmad & Fahrurozi. 2006. Total Quality Management
in Edecation: Manajemen Mutu Pendidikan. Yogyakarta: IrchisodKristianty,
Theresia, Dr. 2005. Peningkatan Mutu Pendidikan Terpadu. Jurnal Pendidikan
Penabur,http://www.bpkpenabur.or.id/files/Hal.106112%20Peningkatan%20Mutu%20
http://guruidaman.blogspot.com/2012/08/manajemen-mutu-pendidikan.html, diakses pada 22 september 2013
Walton, M. and Deming, W.E. (1986). The
Deming Management Method. New York: Dodd.
[1] Prof. Dr.
Hadis, Abdul. Prof. Dr & B, Nurhayati. 2010. hal 84-85.
[2] Walton, M. and
Deming, W.E. (1986). The Deming Management Method. New
York: Dodd.
[3] Ibid
[4] Prof. Dr.
Hadis, Abdul. Prof. Dr & B, Nurhayati. 2010. Ibid. hal 84-85.
[5] Prof. Dr.
Hadis, Abdul. Prof. Dr & B, Nurhayati. 2010. Ibid. hal 84-85.
[6] Prof. Dr.
Usman, Husaini. 2009. Manajemen : Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara, hal. 512-513
[7] http://guruidaman.blogspot.com/2012/08/manajemen-mutu-pendidikan.html, diakses pada 22 september 2013
[8] Sallis,
Edward. Alih Bahasa Ali riyadi, Ahmad & Fahrurozi. 2006. Hal 103
[9] Kristianty,
Theresia, Dr. 2005. Peningkatan Mutu Pendidikan Terpadu. Jurnal Pendidikan
Penabur,
http://www.bpkpenabur.or.id/files/Hal.106-112%20Peningkatan%20Mutu%20Pendidikan%20Terpadu%20
No comments:
Post a Comment