Sunday, July 9, 2017

KONTRIBUSI DEMING, JURAN DAN CROSBY DALAM SISTEM PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM



KONTRIBUSI DEMING, JURAN DAN CROSBY
DALAM SISTEM PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Penjaminan mutu (Qualitiy Assurance) adalah istilah umum yang digunakan sebagai kata lain untuk semua bentuk kegiatan monitoring, evaluasi atau kajian (review) mutu. Kegiatan penjaminan mutu tertuju pada proses untuk membangun kepercayaan dengan cara pemenuhan persyaratan atau standar minimal pada komponen input, komponen proses, dan hasil atau outcome sesuai dengan yang diharapkan oleh stakeholder (UNESCO 2006),
Bagi setiap institusi, mutu adalah agenda utama dan meningkatkan mutu merupakan tugas yang paling penting. Tiga penulis penting tentang mutu adalah W. Edwards Deming, Joseph dan Philip B.Crosby. ketiganya berkonsentrasi pada mutu dalam industry produksi, meskipun demikian ide-ide mereka juga dapat diterapkan dalam industry jasa. Memang satupun dari mereka yang memberikan pertimbangan tentang isu-isu mutu dalam pendidikan. Namun, kontribusi mereka terhadap gerekan mutu begitu besar dan memang harus diakui bahwa eksplorasi mutu akan mengalami kesulitan tanpa merujuk pada pemikiran mereka. Pada saat mendiskusikan ide-ide Deming, Juran, dan Crosby, perlu didasari bahwa pendekatan mereka memiliki keterbatasan dan kekurangan, khususnya seperti yang dikembangkan dalam konteks industry. Walaupun demikian, mereka betul-betul memberikan pencerahan dan petunjuk yang jelas. Ada banyak hal yang dapat dipelajari dari mereka dan tentu saja dapat diterapkan dalam pendidikan. Seperti yang kelak akan kita ketahui, ada banyak hal yang saling melengkapi antara mereka, baik dalam pemikiran, maupun dalam kesimpulan umum mereka.


B.     RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1        Bagaimanakah konsep mutu menurut Deming, Juran dan Crosby?
2        Apa kontribusi Deming, Juran dan Crosby dalam Sistem Penjamin Mutu Pendidikan Agama Islam?

C.    TUJUAN
Dari rumusan masalah tersebut, tujuan pembahasan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1        Untuk  mengetahui konsep mutu menurut Deming, Juran dan Crosby
2        Untuk  mengetahui kontribusi Deming, Juran dan Crosby dalam system penjamin mutu PAI Sistem Penjamin Mutu Pendidikan Agama Islam
                                                             













BAB II
PEMBAHASAN

A.    Konsep Mutu Menurut Deming, Juran Dan Crosby
1.      Konsep Mutu Menurut W Edwards Deming
Menurut Deming (1982:176) mutu ialah kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau konsumen. Perusahaan yang bermutu ialah perusahaan yang menguasai pangsa pasar karena hasil produksinya sesuai dengan kebutuhan konsumen, sehingga menimbulkan kepuasan bagi konsumen. Jika konsumen merasa puas, maka mereka akan setia dalam membeli produk perusahaan baik berupa barang maupun jasa.[1]
Deming melihat bahwa masalah mutu terletak pada masalah manajemen. Masalah utama dalam dunia industri adalah kegagalan manajemen senior dalam menyusun perencanaan ke depan. Empat belas poin Deming yang termasyhur merupakan kombinasi filsafat baru tentang mutu dan seruan terhadap manajemen untuk merubah pendekatannya. Dia mengkombinasikan konsep tersebut  mulai dari wawasan psikologis sampai pada kendala-kendala dalam mengadopsi kultur mutu (Quality Culture). Empat belas poin tersebut merupakan intisari dari teori manajemennya, sementara “tujuh penyakit mematikan” adalah konsepnya tentang kendala bagi perbaikan mutu. Berdasarkan konsep tujuh penyakit mematikan atau kendala-kendala corak baru manajemen yang sebagian besar di dasarkan pada kultur industri Amerika, ada lima penyakit yang signifikan dalam konteks pendidikan yakni sebagai berikut:
a. Penyakit pertama adalah kurang konstannya tujuan. Deming yakin bahwa hal tersebut merupakan penyakit yang mencegah beberapa organisasi untuk mengadopsi mutu sebagai sebuah tujuan manajemen.
b.penyakit kedua, pola pikir jangka pendek. Perubahan penekanan menuju sebuah visi jangka panjang dan pengembangan kultur perbaikan adalah sesuatu yang sangat ia anjurkan. Deming berpendapat perlunya strategi logis jangka panjang.
c. Penyakit ketiga berkaitan dengan evaluasi prestasi individu melalui proses penilaian atau tinjauan kerja tahunan. Deming sangat menentang skema penilaian prestasi, dan berargumentasi bahwa hal sedemikian hanya merupakan solusi jangka pendek. Pada akhirnya penilaian akan selalu didasarkan pada hasil yang terukur dan menyebabkan terjadinya pandangan yang menyesatkan tentang apa yang penting dalam sebuah proses. Deming meyakini bahwa penilaian sedemikian sering kali menimbulkan efek yang berlawanan dengan yang seharusnya, yaitu memperbaiki prestasi. Penilaian terhadap prestasi akan menyebabkan staf saling berkompetisi antara satu dengan yang lain, sementara yang dibutuhkan adalah menyatukan mereka dalam sebuah tim. Dengan demikian institusi yang menerapkan TQM harus mempertimbangkan secara hati-hati bagaimana memadukan TQM tersebut dengan skema penilaian eksternal.
d.               Penyakit keempat adalah rotasi kerja yang terlalu tinggi. Deming membandingkan tingginya tingkat pergantian eksekutif di Barat dengan stabilitas pekerjaan dalam perusahaan-perusahaan Jepang. Sekolah-sekolah yang mengalami tinggimya tingkat pergantian guru akan mustahil memepertahankan konsistensi tujuan jangka panjang.
e. Penyakit kelima menurut Deming adalah manajemen menggunakan prinsip angka yang tampak.  Deming menyatakan bahwa organisasi yang mengukur kesuksessan melalui indikator prestasi mungkin telah lupa bahwa ukuran kesuksesan yang sebenarnya adalah kegembiraan dan kepuasan pelanggan.

Berikut ini adalah teori siklus deming yang umumnya dikenal sebagai siklus PDCA Plan, Do, Check, Act :[2]


















Oval: Plan










Oval: Do


Oval: Act









Oval: Check


 










Empat tahapan dalam menerapkan metode ini, yaitu:[3]
1.      Perencanaan (Plan). Buatlah rencana implementasi lengkap dengan orang yang harus bertanggung jawab terhadap suatu proses/aktivitas tertentu. Untuk dapat melakukan perencanaan yang baik, sebaiknya:
-          Lakukan analisis situasi saat ini dan dampak potensial yang mungkin terjadi pada saat rencana diimplementasikan;
-          Prediksikan variasi hasil yang diharapkan, bisa secara teori ataupun intuitif.
2.      Penerapan (Do).  Pada saat rencana diterapkan, kita harus membuat kontrol untuk mengetahui sejauh mana pengembangan ataupun kegagalan dari rencana.
3.      Pemeriksaan (Check). Setelah suatu rencana diterapkan, kita harus memeriksa hasil akhir dari rencana tersebut apakah telah sesuai dengan prediksi yang dibuat. Bilamana tidak, harus dicari alasan deviasi tersebut.
4.      Penindaklanjutan (Act). Tahap akhir dari metode ini adalah memformulasikan proses yang telah dianggap berhasil menjadi sebuah standar yang akan terus dapat dikembangkan sesuai dengan pengalaman.
2.      Konsep Mutu Menurut Joseph M Juran
Josep Juran, seperti halnya Deming, adalah pelopor lain revolusi mutu di Jepang. Dia juga lebih diperhatikan di Jepang dari pada di tempat kelahirannya, Amerika. Pada tahun 1981, Kaisar Jepang memberikan anugrah bergengsi, Order of the Sacred Treasure, padanya. Dia adalah penulis dan editor sejumlah buku di antaranya, Juran’s Quality Control Handbook, Juran on Planning for Quality, dan Juran on Leadership for Quality. Juran termasyhur dengan keberhasilannya menciptakan kesesuain dengan tujuan dan manfaat. Ide ini menunjukkan bahwa produk atau jasa yang sudah dihasilkan mungkin sudah memenuhi spesifikasinya, namun belum tentu sesuai dengan tujuannya. Spesifikasi mungkin salah atau tidak sesuai dengan apa yang diinginkan pelanggan. Dalam beberapa hal tertentu, memenuhi spesifikasi bisa menjadi sebuah kondisi mutu yang dibutuhkan, tapi bukan satu-satunya.
Menurut Juran (1993), mutu produk ialah kecocokan  penggunaan produk (fitness for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Kecocokan pengguna produk tersebut didasarkan atas lima ciri utama yaitu (1) teknologi; yaitu kekuatan; (2) psikologis, yaitu rasa atau status; (3) waktu, yaitu kehandalan; (4) kontraktual, yaitu ada jaminan; (5) etika, yaitu sopan santun.[4]
Juran mendefisinikan kualitas sebagai cocok/sesuai untuk digunakan (fitness for use), yang mengandung pengertian bahwa suatu produk atau jasa harus dapat memenuhi apa yang diharapkan oleh para pemakainya. Pengertian cocok untuk digunakan ini mengandung 5 dimensi utama yakni kualitas desain, kualitas kesesuaian, ketersediaan, keamanan dan field use.
Ø  Juran’s Ten Steps to quality Improvement
Sepuluh langkah untuk memperbaiki kualitas manurut Juran meliputi;
a.       Membentuk kesadaran terhadap kebutuhan akan perbaikan dan peluang untuk melakukan perbaikan.
b.      Menetapkan tujuan perbaikan
c.       Mengorganisasikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
d.      Menyediakan pelatihan.
e.       Melaksanakan proyek-proyek yang ditujukan untuk pemecahan masalah.
f.       Melaporkan perkembangan
g.      Memberikan penghargaan
h.      Mengkomunikasi hasil-hasil.
i.        Menyimpan dan mempertahankan hasil yang dicapai.
j.        Memelihara momentum dengan melakukan perbaikan dalam sistem regular perusahaan.
Ø  The Pareto Principle
Juran juga menerapkan prinsip yang dikemukakan oleh Vilfredo Pareto ke dalam manajemen. Prinsip ini kadang kalah disebut pula kaidah 80/20 yang bunyinya “80% of the trouble comes from 20% of the problems”. Menurut prinsip ini, organisasi harus memusatkan energy pada penyisihan sumber masalah yang sedikit tetapi vital (vital few sources) yang menyebabkan sebagaian besar masalah. Baik Juran dan Deming yakin sistem yang dikendalikan oleh manajemen merupakan sistem dimana sebagian masalah besar terjadi. Saat mempertimbangkan peran kepemimpinan dalam mutu, aturan 80/20 dari Joseph Juran menjadi sesuatu yang sangat dibutuhkan. Juran menyatakan bahwa 80 persen masalah-masalah mutu dalam sebuah organisasi adalah hasil dari desain proses yang kurang baik, sehingga penerapan sistem yang benar akan menghasilkan mutu yang benar. Menurut Juran, 80 persen masalah merupakan tanggungjawab manajemen, karena mereka memiliki 80 persen control terhadap sistem organisasi.
Ø  The Juran Trilogy 
The Juran Tilogy merupakan ringkasan dari tiga fungi yang utama. Pandangan Juran terhadap fungsi-fungsi ini dijelaskan sebagai berikut;
Perencanaan kualitas; Perencanaan kualitas meliputi pengembangan produk, sistem,  dan proses yang dibutuhkan untuk memenuhi atau melampaui harapan pelanggan. Langkah-langkah yang dibutuhkan itu adalah ;
a.       Menentukan siapa yang menjadi pelanggan
b.      Mengindentifikasi kebutuhan para pelanggan
c.       Mengembangkan produk dengan keistimewaan yang dapat memenuhi kebutuhan pelanggan.
d.      Mengembangkan sistem dan proses yang memungkinkan organisasi untuk menghasilkan keistimewaan tersebut.
e.       Menyebarkan rencana kepada level operasional.
Pengendalian kualitas; Pengendalian kualitas meliputi langkah-langkah sebagai berikut.
a.       Menilai kinerja kualitas actual
b.      Membandingkan kinerja dengan tujuan
c.       Bertindak berdasarkan perbedaan antara kinerja dan tujuan.
Perbaikan kualitas; Perbaikan kualitas harus dilakukan secara on going dan terus menerus. Langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah;
a.       Mengembangkan infrastruktur yang diperlukan untuk melakukan perbaikan kualitas setiap tahun.
b.      Mengidentifikasi bagian-bagian yang membutuhkan perbaikan dan melakukan proyek perbaikan.
c.       Membentuk suatu tim proyek yang bertanggungjawab dalam menyelesaikan setiap proyek perbaikan.
d.      Memberikan tim-tim tersebut apa yang mereka butuhkan agar dapat mendiagnosis masalah guna menentukan sumber penyebab utama, memberikan solusi, dan melakukan pengendalian yang akan mempertahankan keuntungan yang diperoleh.


Ø  Manajemen Mutu Strategis
Selain itu, untuk membantu manajer merencanakan mutu, Juran telah mengembangkan sebuah pendekatan disebut Manajemen Mutu Strategis (Strategic Quality Management). SQM adalah sebuah pross tiga bagian yang didasarkan pada staf pada tingkat berbeda yang memberikan kontribusi unik terhadap peningkatan mutu.
Manajemen senior memiliki pandangan strategis tentang organisasi, manajer meneganah memiliki pandangan operasional tentang mutu, dan para karyawan memiliki tanggungjawab terhadap control mutu. Ini adalah sebuah ide yang cocok diterapkan dalam konteks pendidikan dan mirip dengan gagasan yang telah dikembangkan oleh Consultant at Work berpendapat dalam upaya meningkatkan mutu dalam pendidikan.

3.      Konsep Mutu Menurut Philip B Crosby
Menurut Crosby (1979:58) mutu ialah conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan. Suatu produk memiliki mutu apabila sesuai dengan standar atau kriteria mutu yang telah ditentukan, standar mutu tersebut meliputi bahan baku, proses produksi, dan produk jadi.[5]
Nama Philip Crosby selalu diasosiasikan dengan dua ide yang sangat menarik dan sangat kuat dalam mutu. Yang pertama, adalah ide bahwa mutu itu gratis. Menurut Grosby terlalu banyak pemborosan dalam sistem mengupayakan peningkatan mutu. Yang kedua adalah ide adalah kesalahan, kegagalan, pemborosan, dan penundaan waktu serta  semua hal yang tidak bermutu lainnya – bisa dihilangkan jika institusi memiliki kemauan untuk itu. Ini adalah gagasan tanpa cacatnya controversial.
Defenisi kualitas menurut Crosby adalah memenuhi atau sama dengan persyaratannya (comformance to requirements). Meleset sedikit saja dari persyaratannya, maka suatu produk atau jasa dikatakan tidak berkualitas. Persyaratan itu sendiri dapat berubah sesuai dengan keinginan pelanggan, kebutuhan organisasi, pemasok dan sumber, pemerintah, teknologi, serta pasar atau persaingan.
Dalam hal ini dikenal dengan the law of tens. Maksudnya, bila kita menemukan suatu masalah kesalahan sejak awal proses, biayanya cuma satu rupiah. Tetapi bila ditemukan di proses kedua maka biayanya menjadi 10 rupiah. Diketemukan pada proses berikutnya lagi biaya menjadi 100 rupiah. Jadi sistem kualitas menurut Crosby merupakan pencegahan.
Dalam suatu proses pasti ada input dan output. Di dalam proses kerja internal sendiri ada empat kendali input dimana proses pencegahan dapat dilakukan yaitu;
a.       Fasilitas dan perlengkapan
b.      Pelatihan dan pengetahuan
c.       Prosedur, pedoman/manual operasi standar dan pedoman standar kualitas.
d.      Standar Kinerja/prestasi.
Konsep Tanpa cacat adalah kontribusi pemikiran Crosby yang utama dan controversial tentang mutu. Ide ini adalah sebuah ide yang  kuat. Ide ini adalah komitmen untuk selalu sukses dan menghilangkan kegagalan. Ide ini melibatkan penempatan sistem pada sebuah wilayah yang memastikan bahwa segala sesuatunya selalu dikerjakan pertama sekali dan selamanya. Crosby berpendapat bahwa tanpa cacat dalam konteks bisnis, akan meningkatkan keuntungan dengan penghematan biaya. Crosby tidak percaya terhadap tingkat daya terima mutu secara statistic. Bagi Crosby hanya ada satu standar dan itu adalah kesempurnaan. Gagasannya adalah pencegahan murni, dan ia yakin bahwa kerja tanpa salah adalah hal yang sangat mungkin. Kualitas harus merupakan sesuatu yang dapat diukur. Biaya untuk menghasilkan kualitas juga harus terukur. Menurut Crosby, biaya mutu merupakan penjumlahan antara Price of Non Conformance dan Price of Conformance.

Ø  Crosby Quality Vaccine
Crosby’s Quality Vaccine terdiri dari atas tiga unsure, yaitu Determinasi (determination), Pendidikan (education), dan Pelaksanaan (implementation). Determinasi adalah suatu sikap dari manajemen untuk tidak menerima proses, produk, atau jasa yang tidak menenuhi persyaratan, seperti reject, scrap, lead delivery, wrong shipment, dan lain-lain.
Menurut Crosby setiap perusahan harus divaksinasi agar memiliki antibody untuk melawan ketidaksesuaian terhadap persyaratan (non conformance). Ketidaksesuaian ini merupakan sebab, sehingga harus dicegah, dan dihilangkan. Dalam menyiapkan vaksinasi, suatu perusahaan perlu membuat lima unsur, yakni :

1.      Integritas
2.      Sistem
3.      Komunikasi
4.      Operasi
5.      Kebijakan
Konsep mutu yang paling populer dikeluarkan oleh Juran, Crosby dan Deming. Beberapa perbedaan konsep mutu menurut ketiga ahli tersebut meliputi[6]:
No
Aspek
Deming
Juran
Crosby
1
Definisi
Satu tingkat yang dapat diprediksi dari keseragaman dan ketergantungan   pada   biaya yang rendah sesuai pasar.
Kemampuan untuk digunakan (fitness for use).
Sesuai persyaratan.
2
Tanggung jawab  manajemen senior
94% atas masalah mutu.
Kurang dari 20% karena  masalah mutu menjadi tanggung jawab pekerja.
100%
3
Standar pres-tasi/motivasi
Banyak skala se-hingga digunakan statistik untuk me-ngukur mutu  di semua bidang. Kerusakan nol sangat penting.
Menghindari kampanye untuk melakukan pekerjaan secara sempurna.
Kerusakan nol (Zero Defect)
4
Pendekatan umum
Mengurangi ke-anekaragaman dengan perbaikan berkesinambungan dan menghentikan pengawasan massal.
Manusiawi.
Pencegahan bukan pengawasan
5
Cara memperbaiki mutu
14 butir
10 butir
14 butir
6
Kontrol proses statistik (SPC)
Harus digunakan
Disarankan karena SPC dapat mengakibatkan    Total Driven Approach.
Menolak
7
Basis perbaikan
Terus-menerus mengurangi penyimpangan.
Pendekatan   ke-lompok, proyek-proyek, menetapkan tujuan.
Proses bukan  program, tujuan perbaikan.
8
Kerja sama tim
Partisipasi karyawan dalam membuat keputusan.
Pendekatan tim dan Gugus Kendali Mutu (GKM atau QCC).
Tim perbaikan mutu dan Dewan Mutu
9
Biaya mutu
Tidak ada optimal perbaikan terus-menerus.
Mutu tidak gratis (Quality is not free), terdapat batas optimal.
Mutu gratis.

Pembelian dan  barang   yang  diterima
Pengawasan terlalu lambat.Menggunakan standar mutu yang dapat diterima
Masalah pembelian merupakan hal yang rumit sehingga diperlukan survei resmi
Menyatakan persyaratan pemasok adalah perluasan
10
Penilaian pemasok
Tidak, kritik atas banyaknya sistem.
Ya, tetapi membantu pemasok memperbaiki.
-
11
Hanya     satu sumber    penyedia
Ya
Tidak, dapat di-abaikan untuk meningkatkan daya saing.


B.     Kontribusi Deming, Juran Dan Crosby Dalam System Penjamin Mutu Pendidikan Agama Islam
Salah satu kontribusi para pakar mutu dalam dunia pendidikan adalah adanya Implemetasi Total Quality Mangement Dalam Dunia Pendidikan
Upaya meningkatkan mutu pendidikan telah lama diangkat oleh pemerintah sebagai salah satu kebijaksanaan pembangunan pendidikan, dengan membuat empat kebijaksanaan strategis yang terdiri atas perluasan kesempatan belajar, meningkatkan mutu pendidikan, peningkatan relevansi, serta efisiensi, dan efektivitas penyelenggara pendidikan. Kemudian mengadakan serangkaian kegiatan penataran guru, pembentukan Musyawarah Guru Mata Pelajaran Sejenis (MGMP), didirikannya Pusat Kegiatan Guru (PKG), Lembaga Balai Penataran Guru (BPG) dan lain sebagainya. Namun tidak serta merta persoalan tersebut bisa terselesaikan.
Menurut Slamet PH (2000), sumber penyebab rendahnya kualitas pendidikan tersebut adalah aspek pengelolaan atau manajemen. Secara internal hal tersebut disebabkan oleh penerapan pendekatan input-output yang keliru. Terlalu mengedepankan aspek input pada penyelesaian hampir semua kasus pendidikan di sekolah. Seakan-akan mutu pendidikan akan meningkat dengan sendirinya apabila sejumlah input ditambahkan. Misalnya kekurangan guru, ditambah guru, membangun laboratorium, dan seterusnya. Ada satu faktor yang terlupakan, yaitu bagaimana berbagai input tersebut dipertemukan dan berinteraksi di dalam proses belajar-mengajar.[7]
Ada beberapa masalah mutu pendidikan yang diutarakan oleh Deming yang secara garis besar dikelompokkan menjadi dua hal yaitu:[8]
1.    Kendala mutu pendidikan secara umum
a.    Desain kurikulum yang lemah,
b.    Bangunan yang tidak memenuhi syarat,
c.    Lingkungan kerja yang buruk,
d.    Sistem dan prosedur yang tidak sesuai,
e.    Jadwal kerja yang serampangan,
f.     Sumber daya yang kurang, dan
g.    Pengembangan staf yang tidak memadai.
2.    Kendala mutu pendidikan secara khusus
a.    Prosedur dan aturan yang tidak diikuti atau ditaati,
b.    Anggota individu staf yang tidak memiliki skil, pengetahuan dan sifat yang  dibutuhkan untuk menjadi seorang guru atau manajer pendidikan.
c.    Kurangnya pengetahuan dan keterampilan anggota,
d.    Kurangnya motivasi,
e.    Kegagalan komunikasi, dan
f.     Kurangnya sarana dan prasarana yang memenuhi.

1        Pengertian TQM Dalam Konteks Pendidikan dan Aplikasinya
Edward Sallis mengatakan; TQM adalah sebuah filosofi tentang perbaikan secara terus menerus, yang dapat memberikan seperangkat alat praktis kepada setiap institusi pendidikan dalam memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan para pelanggannya, saat ini dan untuk masa yang akan datang.
Inisiatif untuk menerapkan metode Total Quality Manajemen (TQM) berkembang lebih dahulu di Amerika baru kemudian di Inggris, namun baru di awal 1990-an kedua negara tersebut betul-betul dilanda gelombang metode ini. Ada banyak gagasan yang dihubungkan dengan mutu juga dikembangkan dengan baik oleh institusi-institusi pendidikan tinggi dan gagasan-gagasan mutu tersebut terus menerus diteliti dan diimplementasikan di sekolah-sekolah.
Peningkatan mutu menjadi semakin penting bagi institusi yang digunakan untuk memperoleh kontrol yang lebih baik melalui usahanya sendiri. Institusi-institusi harus mendemonstrasikan bahwa mereka mampu memberikan pendidikan yang bermutu pada peserta didik.
Bagi setiap institusi, mutu adalah agenda utama dan meningkatkan mutu merupakan tugas yang paling penting. Walaupun demikian, sebagian orang ada yang menganggap mutu sebagai sebuah konsep yang penuh dengan teka-teki. Mutu dianggap sebagai suatu hal yang membingungkan dan sulit untuk diukur. Mutu dalam pandangan seseorang terkadang berbeda dengan mutu dalam pandangan orang lain. Sehingga tidak aneh jika ada dua pakar yang tidak memiliki kesimpulan yang sama tentang bagaimana cara menciptakan institusi yang baik.
Seseorang bisa mengetahui mutu ketika mengalaminya, tetapi tetap merasa kesulitan ketika ia mencoba mendeskripsikan dan menjelaskannya. Satu hal yang bisa diyakini adalah mutu merupakan suatu hal yang membedakan antara yang baik dan yang sebaliknya. Bertolak dari kenyataan tersebut, mutu dalam pendidikan akhirnya merupakan hal yang membedakan antara kesuksesan dan kegagalan. Sehingga, mutu jelas sekali merupakan masalah pokok yang akan menjamin perkembangan sekolah dan meraih status di tengah-tengah persaingan dunia pendidikan yang kian keras.
Strategi yang dikembangkan dalam penggunaan manajemen mutu terpadu dalam dunia pendidikan adalah; institusi pendidikan memposisikan dirinya sebagai institusi jasa atau dengan kata lain menjadi industri jasa, yakni institusi yang memberikan pelayanan (service) sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pelanggan (Customer). Jasa atau pelayanan yang diinginkan oleh pelanggan tentu saja merupakan sesuatu yang bermutu dan memberikan kepuasan kepada mereka. Maka pada saat itulah dibutuhkan suatu sistem manajemen yang mampu memberdayakan institusi pendidikan agar lebih bermutu.
Manajemen pendidikan mutu terpadu berlandaskan pada kepuasan pelanggan sebagai sasran utama, baik pelanggan dalam (Internal Customer) maupun pelanggan luar (External Customer). Dalam dunia pendidikan, yang termasuk pelanggan dalam adalah penglola institusi pendidikan, guru, staff, dan penyelenggara institusi. Sedangkan pelanggan luar adalah masyarakat, pemerintah dan dunia industri. Jadi suatu institusi pendidikan disebut bermutu apabila antara pelanggan internal dan eksternal telah terjalin kupuasan atas jasa yang diberikan.
Maka dari itu, untuk memposisikan institusi pendidikan sebagai industri jasa, harus memenuhi standar mutu. Institusi dapat disebut bermutu dalam konsep TQM, harus memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Secara operasional, mutu ditentukan oleh faktor terpenuhinya spesifikasi yang telah ditentukan sebelumnya dan terpenuhinya spesifikasi yang diharapkan menurut tuntutan dan kebutuhan pengguna jasa. Mutu yang pertama disebut Quality In Fact (mutu sesungguhnya) dan yang kedua disebut Quality In Perception (mutu persepsi).
Standar mutu produksi dan pelayanan diukur dengan kreteria sesuai dengan spesifikasi, cocok dengan tujuan pembuatan dan penggunaan, tanpa cacat (Zero Defects) dan selalu baik sejak awal (Right First Time and Everytime). Mutu dalam persepsi diukur dari kepuasan pelanggan atau pengguna, meningkatkan minat, harapan dan kepuasan pelanggan. Dalam penyelenggaraannya, Quality In Fact merupakan profil lulusan institusi pendidikan yang sesuai dengan kualifikasi akademik minimal yang dikuasai oleh peserta didik. Sedangkan pada Quality In Perception pendidikan adalah kepuasan dan bertambahnya minat pelanggan eksternal terhadap lulusan institusi pendidikan.
Beranjak dari pembahasan tersebut, dalam operasi TQM dalam pendidikan ada beberapa hal pokok yang perlu diperhatikan:
a. Perbaikan Secara Terus Menerus (Continuous Improvement).
Konsep ini mengandung pengertian bahwa pihak pengelola senantiasa melakukan berbagai perbaikan dan peningkatan secara terus menerus untuk menjamin semua komponen penyelenggara pendidikan telah mencapai standar mutu yang diterapkan.
b. Menentukan Standar Mutu (Quality Assurance)
Paham ini digunakan untuk menetapkan standar-standar mutu dari semua komponen yang bekerja dalam proses produksi atau transformasi lulusan institusi pendidikan.
c. Perubahan Kultur (Change Of Culture)
Konsep ini bertujuan membentuk budaya organisasi yang menghargai mutu dan menjadikan mutu sebagai orientasi semua komponen organisasional.
d. Perubahan Organisasi (Upside- Down Organization)
Jika visi dan misi, serta tujuan organisasi sudah berubah atau mengalami perkembangan, maka sangat dimungkinkan terjadinya perubahan organisasi. Perubahan organisasi ini bukan berarti perubahan wadah organisasi, melainkan sistem atau struktur organisasi yang melambangkan hubungan-hubungan kerja dan kepegawaian dalam organisasi, yang menyangkut perubahan kewenangan, tugas-tugas dan tanggung jawab.

e. Mempertahankan Hubungan Dengan Pelanggan (Keeping Close To The Customer)
Karena organisasi pendidikan menghendaki kepuasan pelanggan, maka perlunya mempertahankan hubungan baik dengan pelanggan menjadi sangat penting. Dan inilah yang dikembangkan dalam unit Public Relation.
Deming (1986) menyatakan bahwa implementasi konsep mutu dalam sebuah organisasi memerlukan perubahan dalam filosofi yang ada di sekitar manajemen. Deming mengusulkan empat belas butir pemikiran yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan mutu dan produktivitas suatu organisasi juga dalam bidang pendidikan. Keempat belas butir pemikiran tersebut adalah.[9]
1.       Ciptakan Tujuan yang Mantap Demi Perbaikan Produk dan Jasa. Sekolah memerlukan adanya tujuan akhir yang mampu mengarahkan siswa menghadapi masa depan secara mantap. Jangan membuat siswa sekedar memiliki nilai bagus tetapi juga harus mampu membuat siswa memiliki kemauan belajar seumur hidup.
2.      Adopsi Filosofi Baru. Siswa berhak mendapatkan pembelajaran yang berkualitas. Dengan kata lain, mereka tidak lagi sebagai siswa yang pasif dan rela diperlakukan seburuk apapun tanpa dapat berkomentar.
3.      Hentikan Ketergantungan pada Inspeksi Masal. Dalam bidang pendidikan, evaluasi yang dilakukan jangan hanya pada saat ulangan umum ataupun ujian akhir, tetapi dilakukan setiap saat selama proses belajar mengajar berlangsung.
4.      Akhiri Kebiasaan Melakukan Hubungan Bisnis Hanya Berdasarkan Biaya.Dalam bidang pendidikan pernyataan di atas terutama dikaitkan dengan biaya pendidikan yang ada hubungannya dengan perbandingan junlah guru dan murid pada satu ruangan/kelas. Kelas besar memang akan membuat sekolah tersebut melakukan penghematan biaya, tetapi mutu yang dihasilkan tidak terjamin dan bukan tidak mungkin terjadi peningkatan biaya di bagian lain pada sistem tersebut.
5.      Perbaiki Sistem Produksi dan Jasa Secara Konstan dan Terus Menerus.  Dalam bidang pendidikan seorang guru harus berpikir secara strategik agar siswa dapat menjalani proses belajar mengajar secara baik, sehingga memperoleh nilai yang baik pula. Guru jangan hanya berpikir bagaimana siswa mendapatkan nilai yang baik.
6.      Lembagakan Metode Pelatihan yang Modern di Tempat Kerja. Hal ini perlu dilakukan agar terdapat kesamaan dasar pengetahuan bagi semua anggota staf dalam suatu lembaga pendidikan. Setelah itu barulah guru dan administrator mengembangkan keahlian sesuai yang diperlukan bagi peningkatan profesionalitas.
7.      Lembagakan Kepemimpinan. Kepemimpinan (leadership) berbeda dengan pemimpin (leader). Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok dengan maksud mencapai suatu tujuan yang dinginkan bersama. Sedangkan pemimpin adalah seseorang atau sekelompok orang seperti kepala, komandan, ketua dan sebagainya.
8.      Hilangkan Rasa Takut. Perlu disadari bahwa rasa takut menghambat karyawan untuk mampu mengajukan pertanyaan, melaporkan masalah, atau menyatakan ide padahal itu semua perlu dilakukan untuk menghasilkan kinerja yang maksimum. Oleh karena itu para pelaku pendidikan hendaknya jangan menerapkan sistem imbalan dan hukuman kepada siswa karena akan menghambat berkembangnya motivasi internal dari siswa masing-masing.
9.      Pecahkan Hambatan di antara Area Staf. Hambatan antardepartemen fungsional berakibat menurunkan produktivitas. Hambatan ini dapat diatasi dengan mengembangkan kerjasama kelompok. Oleh karena itu para anggota staf harus bekerjasama dan memprioritaskan diri pada peningkatan kualitas.
10.  Hilangkan Slogan, Nasihat, dan Target untuk Tenaga Kerja. Perbaikan secara berkesinambungan sebagai sasaran umum harus menggantikan simbol-simbol kerja.
11.  Hilangkan Kuota Numerik. Kuota cenderung mendorong orang untuk memfokuskan pada jumlah sering kali dengan mengorbankan mutu. Terlalu banyak menggunakan slogan dan terlalu berpatokan pada target dapat menimbulkan salah arah untuk pengembangan sistem yang baik. Tidak jarang patokan terget akan lebih terfokus pada guru dan siswa daripada sistem secara keseluruhan.
12.  Hilangkan Hambatan Terhadap Kebanggaan Diri atas  Keberhasilan  Kerja. Kebanggaan diri atas hasil kerja yang dicapai perlu dimiliki oleh guru dan siswa. Adanya kebanggaan dalam diri membuat guru dan siswa bertanggungjawab atas tugas dan kewajiban yang disandangnya sehingga mereka dapat menjaga mutu.
13.  Lembagakan Program Pendidikan dan Pelatihan yang Kokoh. Hal ini berlaku bagi para pelaku pendidikan karena memiliki dampak langsung terhadap kualitas belajar siswa.
14.   Lakukan Tindakan Nyata/Contoh Nyata Manajer harus menjadilead manager” bukan boss manager. Seorang lead manager akan berusaha mengkomunikasikan pandangannya selalu berusaha mengembangkan kerjasama, meluangkan waktu dan tenaga untuk sistem sehingga dengan adanya contoh nyata, pekerja menyadari cara untuk melakukan pekerjaan yang berkualitas.















BAB III
KESIMPULAN
1.      Menurut Juran (1993), mutu produk ialah kecocokan  penggunaan produk (fitness for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Kecocokan pengguna produk tersebut didasarkan atas lima ciri utama yaitu (1) teknologi; yaitu kekuatan; (2) psikologis, yaitu rasa atau status; (3) waktu, yaitu kehandalan; (4) kontraktual, yaitu ada jaminan; (5) etika, yaitu sopan santun (Juran, 1993)
Menurut Crosby (1979:58) mutu ialah conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan. Suatu produk memiliki mutu apabila sesuai dengan standar atau kriteria mutu yang telah ditentukan, standar mutu tersebut meliputi bahan baku, proses produksi, dan produk jadi (Crosby, 1979:58)
Menurut Deming (1982:176) mutu ialah kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau konsumen. Perusahaan yang bermutu ialah perusahaan yang menguasai pangsa pasar karena hasil produksinya sesuai dengan kebutuhan konsumen, sehingga menimbulkan kepuasan bagi konsumen. Jika konsumen merasa puas, maka mereka akan setia dalam membeli produk perusahaan baik berupa barang maupun jasa.
2.      Salah satu kontribusi para pakar mutu dalam dunia pendidikan adalah adanya Implemetasi Total Quality Mangement Dalam Dunia Pendidikan. TQM adalah sebuah filosofi tentang perbaikan secara terus menerus, yang dapat memberikan seperangkat alat praktis kepada setiap institusi pendidikan dalam memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan para pelanggannya, saat ini dan untuk masa yang akan datang.








DAFTAR PUSTAKA
Hadis, Abdul. Prof. Dr  & B, Nurhayati, Prof. Dr. 2010. Manajemen Mutu Pendidikan. Bandung: Penerbit AlfaBeta
Usman, Husaini, Prof. Dr. 2009. Manajemen : Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Sallis, Edward. Alih Bahasa Ali riyadi, Ahmad & Fahrurozi. 2006. Total Quality Management in Edecation: Manajemen Mutu Pendidikan. Yogyakarta: IrchisodKristianty, Theresia, Dr. 2005. Peningkatan Mutu Pendidikan Terpadu. Jurnal Pendidikan Penabur,http://www.bpkpenabur.or.id/files/Hal.106112%20Peningkatan%20Mutu%20
Walton, M. and Deming, W.E. (1986). The Deming Management Method. New York: Dodd.





[1] Prof. Dr. Hadis, Abdul. Prof. Dr  & B, Nurhayati. 2010. hal 84-85.
[2] Walton, M. and Deming, W.E. (1986). The Deming Management Method. New York: Dodd.
[3] Ibid
[4] Prof. Dr. Hadis, Abdul. Prof. Dr  & B, Nurhayati. 2010. Ibid. hal 84-85.
[5] Prof. Dr. Hadis, Abdul. Prof. Dr  & B, Nurhayati. 2010. Ibid. hal 84-85.
[6] Prof. Dr. Usman, Husaini. 2009. Manajemen : Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, hal. 512-513
[8] Sallis, Edward. Alih Bahasa Ali riyadi, Ahmad & Fahrurozi. 2006. Hal 103
[9] Kristianty, Theresia, Dr. 2005. Peningkatan Mutu Pendidikan Terpadu. Jurnal Pendidikan Penabur, http://www.bpkpenabur.or.id/files/Hal.106-112%20Peningkatan%20Mutu%20Pendidikan%20Terpadu%20

No comments:

Post a Comment