PENGUKURAN MUTU LAYANAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
MAKALAH
Disusun Sebagai Tugas Akhir Pada Mata Kuliah
Sistem Penjamin Mutu Pendidikan Agama Islam
Dosen
Pengampu :
Prof.
Dr. H. Mulyadi, M.Pd.I.
A. Pendahuluan
Dari zaman ke zaman sesuai dengan tuntutan
dan dinamika kehidupan masyarakat yang berkembang, peraturan pemerintah mengalami berbagai perubahan dalam arah
pendidikan, oleh karena itu maka pada tugas pokok pemerintah adalah memberikan
pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Tugas pelayanan pemerintah sangat
relevan dengan pencapaian tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam alenia
ke-empat Pembukaan UUD 1945, lebih spesifik lagi yang berkaitan dengan
pendidikan yakni ; Mencerdaskan kehidupan bangsa.
Sejalan dengan itu maka keterkaitannya
menjadi dasar hukum, undang-undang RI No. 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional pasal 57 ayat 1, evaluasi dilakukan dalam rangka
pengendalian mutu pendidikan nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelengara
pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, di antaranya terhadap
peserta didik, lembaga, dan program pendidikan.
Bagi sebagian besar pendidik, istilah pengukuran,
pelayanan, evaluasi adalah istilah yang sering digunakan dalam menjalankan
tugasnya sebagai pendidik. Lebih khusus bagi guru Pendidikan Islam dalam
pelaksanaan pengukuran, layanan dan evaluasi terhadap program, sebagai upaya
dalam proses peningkatan mutu pelayanan. Bahkan lembaga swasta pun tidak mau ketinggalan dalam rangka memberikan pelayanan
yang berkualitas terhadap pelanggan. Adapun prosesnya melalui manajemen
strategi yang berorientasi pada mutu pendidikan dan difokuskan untuk
memenuhi customer (users education).
Berangkat dari persoalan itu maka lembaga pendidikan yang bergerak dibidang pelayanan perlu melakukan
pengukuran, layanan dan evaluasi tingkat kepuasan
pelanggan berdasarkan model kualitas pelayanan dalam kepuasan pelanggan.
B. Pengertian Pengukuran Mutu Layanan
Pendidikan Islam
1. Pengukuran mutu
Istilah pengukuran
sangat sering kita dengar dalam berbagai aspek kehidupan. Terkadang tidak kita
sadari dalam kehidupan ini sering kali kita menjumpainya bahkan melakukan
pengukuran. Contohnya ketika ingin membuat pakaian maka penjahit akan mengukur
berapa lingkar pinggang, lebar bahu, dan sebagainya dan contoh lain ketika
seseorang ingin membuat surat kesehatan maka perlu diketahui tinggi maupun
berat badan.
Pengukuran atau
measurement yaitu merupakan suatu proses atau kegiatan untuk menentukan
kuantitas sesuatu yang bersifat numerik. Pengukuran lebih bersifat kuantitatif,
bahkan merupakan instrumen untuk melakukan penilaian. Dalam dunia pendidikan,
yang dimaksud pengukuran sebagaimana disampaikan adalah proses pengumpulan data
melalui pengamatan empiris.[1]
Jadi Pengukuran
adalah menyamakan benda yang diukur dengan sebuah alat ukur, baik terstandar
maupun tidak berstandar dan hasilnya berupa angka, misalnya 170 sentimeter, dan
diberi makna dalam bentuk kualitas misalnya tinggi sekali untuk ukuran seorang
gadis. Pengukuran adalah awal dari kegiatan evaluasi.[2]
Pendapat lain
menurut para ahli, (“measurements may be viewed as a procedure in which one
adding numerals is to empirical properties (variables) according rules”). Dari pendapat ini dapat disimpulkan
bahwa pengukuran merupakan prosedur atau proses meng“angka”kan suatu objek
berdasarkan aturan tertentu.[3]
Lebih lanjut
pendapat di atas menjelaskan lagi ada tiga konsep yang perlu diperhatikan :[4]
1. Angka atau simbol yang dapat diolah secara statistik atau
dimanipulasi secara sistematis, seperti 1,2,3 dan seterusnya.
2. Penerapan
Ini berarti bahwa angka atau simbol itu
diterapkan terhadap objek atau kejadian tertentu yang dimaksudkan.
3. Aturan
Aturan ini dimaksudkan sebagai patokan
tentang benar/tidaknya tindakan yang dilakukan atau sesuatu kejadian atau objek
yang dikuasai seseorang.
Dari pemaparan di
atas maka dapat disimpulkan bahwa definisi pengukuran dalam proses pembelajaran
atau dalam pendidikan islam merupakan suatu prosedur penerapan angka atau
simbol terhadap suatu objek atau kegiatan maupun kejadian sesuai dengan aturan.
Karena itu, pengukuran merupakan suatu prosedur yang dapat digunakan dosen,
guru maupun pendidik lainnya dalam mengumpulkan informasi kuantitatif, dengan
mengingat ketiga unsur di atas. Pengukuran tidak semata-mata tergantung pada
tes sebagai alat ukur tetapi juga dapat digunakan cara lain asal hasilnya dapat
dikuantifikasikan.[5]
2. Pengertian layanan mutu
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia menjelaskan pelayanan adalah usaha melayani kebutuhan orang lain. Pelayanan pada dasarnya adalah
kegiatan yang ditawarkan kepada konsumen atau pelanggan yang dilayani, yang
bersifat tidak berwujud dan tidak dapat dimiliki.[6]
Sedangkan definisi pelayanan adalah suatu
aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata yang
terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau
hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksud
untuk memecahkan permasalahan konsumen/pelanggan.[7]
Kemudian dalam Keputusan Menpan Nomor 63 Tahun 2003 adalah ”segala kegiatan
pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya
pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan”.[8]
Sejalan dengan Rancangan Undang Undang Pelayanan Publik memaknai bahwa
”pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka
pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak sipil setiap warga negara dan
penduduk atas suatu barang, jasa, dan atau pelayanan administrasi yang
disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik”.[9]
Betapa pentingnya
birokrasi dalam pelayanan publik sehingga birokrasi selalu menjadi sorotan dan
perhatian masyarakat baik pengguna layanan secara langsung maupun tidak . Tidak hanya barang yang dihasilkan dalam pelayanan publik,
tetapi juga jasa dalam hal memberikan pelayanan administrasi. Berdasarkan teori para ahli tersebut di atas, maka pelayanan adalah
suatu kegiatan atau tindakan yang dilakukan oleh penyelenggara pelayanan baik berupa barang
ataupun jasa yang menghasilkan manfaat bagi penerima layanan.
C. Konsep
Pengukuran Mutu Pelayanan Pendidikan Islam
Tingkat
keberhasilan suatu sekolah/instansi baik pemerintah maupun swasta maka seluruh
aktivitas lembaga tersebut harus dapat diukur. Pengukuran tersebut tidak
semata-mata input (masukan) dari program instansi tetapi lebih di tekan kepada
keluaran, proses, hasil, manfaat dan dampak dari program intstansi tersebut
bagi masyarakat. Sesuatu yang dapat dinilai kualitasnya apabila dapat memenuhi
keinginan pasar baik lembaga pendidikan maupun non pendidikan dalam hal ini
pendidikan islam, oleh sebab itu maka dijabarkan sebagai berikut.
Kemudian
pada kurikulum 2013 sedikit disinggung tentang evaluasi kurikulum, bila
dikaitkan dengan pengukuran maka evaluasi sama dengan pengukuran dan penilaian.
Dalam Pelaksanaan evaluasi implementasi kurikulum dilaksanakan sebagai
berikut: Jenis Evaluasi : Formatif ; sampai tahun Belajar 2015-2016.
Sumatif ; Tahun Belajar 2016 secara menyeluruh untuk menentukan kelayakan ide,
dokumen, dan implementasi kurikulum.[10]
Evaluasi
pelaksanaan kurikulum diselenggarakan dengan tujuan untuk mengidentifikasi
masalah pelaksanaan kurikulum dan membantu kepala sekolah dan guru
menyelesaikan masalah tersebut. Evaluasi dilakukan pada setiap satuan
pendidikan dan dilaksanakan pada satuan pendidikan di wilayah kota/kabupaten
secara rutin dan bergiliran.[11]
1. Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2013 Tentang Standar Penilaian Pendidikan
Fungsi dan tujuan pendidikan nasional tersebut menjadi
parameter utama untuk merumuskan Standar Nasional Pendidikan. Standar Nasional
Pendidikan “berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang
bermutu”. Standar Nasional Pendidikan terdiri atas 8 (delapan) standar, salah
satunya adalah Standar Penilaian yang bertujuan untuk menjamin:[12]
a)
perencanaan penilaian peserta didik sesuai dengan kompetensi
yang akan dicapai dan berdasarkan prinsip-prinsip penilaian.
b)
pelaksanaan penilaian peserta didik secara profesional,
terbuka, edukatif, efektif, efisien, dan sesuai dengan konteks sosial budaya.
c)
pelaporan hasil penilaian peserta didik secara objektif,
akuntabel, dan informatif.
Standar Penilaian Pendidikan ini disusun sebagai acuan
penilaian bagi pendidik, satuan pendidikan, dan Pemerintah pada satuan
pendidikan untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah.[13]
2. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan
Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009
a). Dalam ketentuan umum bab I pasal 1 poin; 6,7 dan 8 yakni :[14]
6. Tim penilai Jabatan
Fungsional Guru adalah tim yang dibentuk dan ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang menetapkan angka kredit dan bertugas menilai prestasi kerja Guru.
7. Angka kredit adalah satuan nilai dari tiap butir kegiatan
dan/atau akumulasi nilai butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh seorang
Guru dalam rangka pembinaan karier kepangkatan dan jabatannya.
8. Penilaian kinerja Guru adalah penilaian dari tiap butir
kegiatan tugas utama Guru dalam rangka pembinaan karier kepangkatan dan
jabatannya.
b). Pada bab II pasal
2, 4 dan 5 adalah Rumpun Jabatan, Jenis Guru, Kedudukan, Dan Tugas Utama yakni
:[15]
Pasal 2
Jabatan Fungsional Guru adalah jabatan tingkat keahlian
termasuk dalam rumpun pendidikan tingkat taman kanak-kanak, dasar, lanjutan,
dan sekolah khusus.
Pasal 4
1.
Guru berkedudukan sebagai pelaksana teknis fungsional di
bidang pembelajaran/bimbingan dan tugas tertentu pada jenjang pendidikan anak
usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
2.
Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam peraturan ini,
adalah jabatan karier yang hanya dapat diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 5
a.
Tugas utama Guru adalah mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah serta tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah.
b.
Beban kerja Guru untuk mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, dan/atau melatih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan paling banyak 40 (empat puluh) jam
tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
c.
Beban kerja Guru bimbingan dan konseling/konselor adalah
mengampu bimbingan dan konseling paling sedikit 150 (seratus lima puluh)
peserta didik dalam 1 (satu) tahun.
c). Pada bab III pasal 6, 7 dan 8 dijelaskan tentang
Kewajiban, Tangungjawab Dan Wewenang di jelaskan dibawah ini yakni :[16]
Pasal 6
Kewajiban Guru dalam melaksanakan tugas adalah:
a.
Merencanakan pembelajaran/bimbingan,melaksanakan pembelajaran/
bimbigan yang bermutu, menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran/ bimbingan,
serta melaksanakan pembelajaran/perbaikan dan pengayaan.
b.
Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan
kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi,
dan seni.
c.
Bertindak obyektif dan tidak diskriminatif atas pertimbangan
jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, latar belakang
keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran.
d.
Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan
kode etik Guru, serta nilai agama dan etika.
e.
Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Pasal 7
Guru bertanggungjawab menyelesaikan tugas utama dan kewajiban sebagai pendidik
sesuai dengan yang dibebankan kepadanya.
Pasal 8
Guru berwenang memilih dan menentukan materi, strategi, metode, media pembelajaran/bimbingan
dan alat penilaian/evaluasi dalam melaksanakan proses pembelajaran/bimbingan
untuk mencapai hasil pendidikan yang bermutu sesuai dengan kode etik profesi
Guru.
d). Kemudian selanjutnya pada penilaian bab VIII pasal 21 Penilaian
Dan Penetapan Angka Kredit yakni :[17]
Pasal 21
a.
Untuk kelancaran penilaian dan penetapan angka kredit, Guru
wajib mencatat dan menginventarisasikan seluruh kegiatan yang dilakukan.
b.
Penilaian dan penetapan angka kredit terhadap Guru dilakukan
paling kurang 1 (satu) kali dalam setahun.
c.
Penilaian dan penetapan angka kredit untuk kenaikan pangkat
Guru yang akan dipertimbangkan untuk naik pangkat dilakukan paling kurang 2
(dua) kali dalam 1 (satu) tahun, yaitu 3 (tiga) bulan sebelum periode kenaikan
pangkat Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 22
Pejabat yang berwenang menetapkan
angka kredit dalam poin b, c dan d yakni :
a.
Direktur Jenderal Departemen Agama yang membidangi pendidikan terkait
bagi Guru Madya, pangkat Pembina golongan ruang IV/a di lingkungan Departemen
Agama.
b.
Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama bagi Guru Muda pangkat
Penata golongan ruang III/c sampai dengan Guru Muda pangkat Penata Tingkat I
golongan ruang III/d di lingkungan Kantor Wilayah Departemen Agama.
c.
Kepala Kantor Departemen Agama bagi Guru Pertama pangkat
Penata Muda golongan ruang III/a dan pangkat Penata Muda Tingkat I golongan
ruang III/b di lingkungan Kantor Departemen Agama.
3. Pengukuran mutu pelayanan pendidikan islam
Pengukuran kinerja
baik dalam lembaga sekolah maupun di pemerintahan sebagai bentuk ntaya untuk meningkatkan
kualitas mutu pelayanan pendidikan agama islam, meliputi penetapan indikator
kinerja dan penentuan hasil capai indikator. Indikator yang dimaksudkan yakni :
a) efektifitas b) efesien c) ketepatan waktu, d) akuntabilitas, e) intergritas
pelaksanaan program yang dirumuskan dalam perencanaan staregis. [18]
Kemudian
agar terarah dengn baik maka ada tiga alat yang untuk mengukur mutu layanan
pendidikan yaitu, akreditasi, sertifikasi dan penjamin mutu pendidikan :[19]
a) Akreditasi
Pengertian
akriditasi berdasarkan UU RI No. 20/2003 Pasal 60 ayat 1 dan 3 adalah yang
dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur
pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan
berdasarkan kriteria yang bersifat terbuka. Kriteria tersebut dapat terbentuk
standar seperti yang termaktup dalam pasal 35 ayat 1 yang menyatakan bahwa
standar nasional pendidikan terdiri atas; standar isi, standar proses, standar
kompetensi kelulusan, standar tenaga kependidikan, standar sarana dan
prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian
pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala.
b) Sertifikasi
Dalam
kaitan ini, sertifikat pendidikan adalah suatu pernyataan yang menunjukkan
sesorang benar-benar memiliki kualifikasi seorang pendidik, atau dalam
pengertian penulis kualifikasi guru profesional. Dikaitkan dengan ketentuan
pasal 8 UU No. 14 Tahun 2005 tentang karakteristik seorang guru profesional,
dinyatakan: “Guru wajid memiliki kualifikasi akademik, kopetensi, sertifikat
pendidikan, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan mewujudkan
tujuan pendidikan nasional” Jadi akreditasi diarahkan untuk mengukur mutu suatu
lembaga, maka sertifikasi merupakan upaya mengukur atau menilai kualitas
pendidikan.
c) Penjamin Mutu Pendidikan
Dalam
melaksanakan sitem penjamin mutu tidak ada pola baku yang harus di ikuti.
Tetapi bukan berarti upaya peningkatan mutu menjadi tidak memiliki bentuknya.
Hal inilah yang menjadi perhatian utama bagi setiap pimpinan institusi
pendidikan dalam peningkatan kualitas menejemen dan lulusannya. Salah satu
untuk itu adalah dengan mengembangkan penjamin mutu di institusi pendidikan itu
sendiri. Sistem manajemen mutu adalah suatu kerangka kerja yang dapat
diandalkan untuk implementasi program mutu, mengukur/ mengaudit kinerja
organisasi dan untuk perbaikan mutu tanpa akhir.
4.
Unsur-unsur pengukuran layanan mutu
Unsur-unsur
kunci yang diperlukan dalam pengukuran layanan mutu pendidikan :[20]
1. Perencanaan yang menetapkan tujuan,
landasan dan strategi mencapai tujuan.
2. Pengembangan sistem pengukuran yang
relevan.
3. Penggunaaan informasi.
4. Pelaporan hasil secara formal.
Jadi pengukuran bukan semata-mata
ditujukan untuk memberisanksi tetapi sebagai arah dalam pengembangan kinerja
dalam suatu pelaksanaan lembaga pendidikan atau non pendidikan, agar sejalan
dengan pelaksanaan maka diperlukan unsur penting dalam pengukuran tersebut.
5.
Tujuan Pengukuran mutu pelayanan
Tujuan pengukuran untuk mengukur perkembangan peserta didik dalam
peningkatan dan perkembangan individu sebagai berikut:
[21]
1)
Untuk menyaring dan mengidentifikasi anak
2)
Untuk membuat keputusan tentang penempatan anak
3)
Untuk merancang individualisasi pendidikan
4)
memonitor kemajuan anak secara individu
5)
Untuk mengevaluasi keefektifan program
6. Metode-metode
pengukuran mutu pelayanan pendidikan islam
Untuk
dapat mengukur mutu dari layanan mutu pendidikan agama islam, dapat kita
melihat melalui metode SERVQUAL dan
analisis Importance-Performance.
Terkadang metode ini seringkali digunakan oleh perusaan dalam mengukur mutu
prodaknya akan tetapi dalam ranah pengukur mutu pendidikan juga dapat digunakan
sebagai berikut dijabarkan di bawah ini.[22]
a. Metode servqual
Metode
ini didasarkan pada “Gap Model” yang
dikembangkan oleh Pasuraman dan et al, dari tahun (1988, 1991, 1993, 1994),
kualitas layanan merupakan fungsi gap antara harapan konsumen terhadap layanan
dan persepsi mereka terhadap layanan aktual yang dihasilkan perusahaan. Begitu
pula dalam institusi pendidikan islam karna harapan konsumen terhadap kualitas
layanan merupakan keinginan atau permintaan ideal konsumen terhadap layanan
yang akan diberikan oleh penyedia layanan dalam hal ini pendidikan islam. Harapan
konsumen secara umum terdapat tiga faktor antara lain : 1). komunikasi dari mulut ke mulut atau
Informasi getok tular (word of mouth).
2). Kebutuhan individu konsumen (personal
needs). 3). Pengalaman yang dirasakan konsumen pada masa lalu (past experience).[23]
Jadi
disini dapat di katakan kualitas pengukuran layanan pendidikan islam tergantung
pada rata-rata penilaian konsumen secara menyeluruh terhadap masing-masing
dimensi tersebut. Pengukuran kualitas yang dapat dikembangkan, meliputi antara
lain : Tangibles, Reliability,
Responsiveness, Assurance, dan Empaty. Kemudia intrumen yang digunakan
untuk mengukur kualitas layanan adalah kuisioner atau daftar pertanyaan
tertulis yang disebarkan kepada konsumen, dengan mengunakan skala Likert
(perskoran angkat yang telah di tentukan).
Perceived service kuality
|
|
|
|
b. Metode analisis importance dan
performance
Analisis
importance dan performance, analisis ini pertama kali diperkenalkan oleh
Martilla dan james (1977). Sebagai kerangka kerja pendidikan islam yang
sederhana untuk menganalisis atribut-atribut produk pelajaran pendidikan islam.
Yakni suatu atribut layanan yang berkiatan dengan layanan khusus dievaluasi
atau mengukur berdasarkan kepentingan masing-masing atribut tersebut menurut
konsumen dan bagaimana layanan dipersepsikan kinerjanya relativ terhadap
tingkat kepentingan kualitas layanan (importance) dengan tingkat kerja kualitas
layanan (performance).[24]
Tingkatan-tingakatan
dalam pedoman importance dan performance ini dijabarkan sebagai berikut :[25]
1) Tingkatan kepentingan importance
Ini sebagai
pedoman bagi konsumen untuk menilai tingkat kepentingan dalam kualitas layanan,
maka digunakan skala Likert dengan penilaian angka : 1-5, Yakni :
1
:
sangat tidak penting
2
:
tidak penting
3
:
cukup penting
4
:
penting
5
:
sangat penting
2) Tingkatan kinerja performance
Sebagai pedoman
bagi konsumen untuk menilai tingkat kepentingan dalam kualitas layanan, maka
digunakan skala Likert dengan penilaian angka : 1-5, Yakni :
1
:
sangat tidak baik
2
:
tidak baik
3
:
cukup baik
4
:
baik
5
:
sangat baik
c. Jadi dengan skor angka yang dijabarkan
di atas maka akan mendapatkan penilaian rata-rata keseluruhan dari konsumen,
kemudian digambarkan ke dalam importance dan Performance Matrix atau sering dikenal dengan Diagram Cartesius, dengan sumbu absis (X) adalah tingkat kinerja
dan sumbu ordinat (Y). adalah tingkat kepentingan.
7.
Karateristik pelayanan mutu pendidikan islam
Kemudian dalam pendapat lain menyatakan dapat dibedakan dalam karakteristik
pelayanan sebagai berikut :[26]
1)
Pelayanan bersifat tidak dapat diraba, pelayanan sangat berlawanan sifatnya
dengan barang jadi.
2)
Pelayanan pada kenyataannya terdiri dari tindakan nyata dan merupakan
pengaruh yang bersifat tindakan sosial.
3)
Kegiatan produksi dan konsumsi dalam pelayanan tidak dapat dipisahkan
secara nyata, karena pada umumnya terjadi dalam waktu dan tempat bersamaan.
Dari beberapa pengertian di atas maka
dapat dipahami karakteristik tersebut dapat menjadi dasar pemberian pelayanan
terbaik. Dalam arti pengertian lebih luas bahwa pelayanan merupakan usaha apa
saja yang mempertinggi kepuasan pelanggan. Oleh karena itu jika pelayanan baik maka hasilnya akan baik
pula, untuk dapat dikatan pelayanan mutu pendidikan sempurna apabila mampu
memenuhi kepuasan pelangan, jadi pada hakekatnya tujuan institusi pendidikan adalah untuk
menciptakan dan mempertahankan kepuasan para pelanggan.[27]
Jadi organisasi dikatakan bermutu apabila
kebutuhan pelanggan bisa dipenuhi dengan baik. Dalam arti bahwa pelanggan
internal, misalnya guru, selalu mendapat pelayanan yang memuaskan dari petugas
TU, kepala Sekolah selalu puas terhadap hasil kerja guru dan guru selalu
menanggapi keinginan siswa. begitu pula pada pelanggan eksternal misalnya
masyarakat sekitar.[28]
8. Kepuasan pelanggan dalam pelayanan mutu
pendidikan islam
Kepuasan pelanggan
adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang
ia rasakan dibandingkan harapannya. Dari definisi ini, maka dapat diketahui adanya kepuasan pelanggan yaitu
harapan dan kinerja atau hasil yang dirasakan. Pada umumnya harapan-harapan
pelanggan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang ia
terima setelah mengkonsumsi produk yang dibeli.
Secara hakiki manusia pada dasarnya tidak akan merasa puas.
Dalam konteks pengukuran kepuasan konsumen, tidak dapat digunakan ukuran
absolut namun sebagai parameter pengukuran ini dapat digunakan beberapa
pandangan yang sebagaimana disimpulkan dari literatur dan interview yang sudah divalidasi baik secara personal maupun
kelompok. Ada tiga komponen penting atas kepuasan konsumen, yaitu : (1) ringkasan respons afektif yang intensitasnya bervariasi. (2) fokus kepuasan di sekitar pilihan produk, pembelian, dan konsumsi. (3) penentuan waktu yang beragam tergantung situasi, namun umumnya
terbatas pada durasi. Menurut Feigenbaum (1996) mutu merupakan satu satunya
kekuatan terpenting yang dapat membuahkan keberhasilan baik di dalam organisasi
dan pertumbuhan perusahaan baik di skala besar maupun di skala kecil, hal ini
juga bisa diterapkan di dalam penyelenggaraan pelayanan mutu pendidikan.[29]
1) Sistem keluhan dan saran.
2) Survei kepuasan pelanggan.
3) Pembelanjaan ghaib (ghost shoping).
4) Analisis pelanggan yang hilang (Lost Customer Analysis).
5) Obyek penelitian.
Dari uraian kepuasan pelanggan dan
manfaat diatas, dalam pembahasan ini sebagai perusahaannya adalah lembaga
pendidikan, dan sebagai pelanggannya tentu pelanggan internal (guru, laboran,
pustakawan, dan administrator) dan eksternal (siswa, orang tua siswa,
pemerintah, masyarakat dan pemakai jasa lulusan).
9. Langkah-langkah
dalam melaksanakan pengukuran mutu layanan pendidikan
islam
Dalam
pendidikan islam kegiatan pengukuran sangat sering dilakukan oleh pihak-pihak
terkait. Dari pengertian yang telah dipaparkan di atas maka dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud pengukuran dalam pendidikan islam adalah kegiatan
mengumpulkan data dan dokumen yang diperlukan yang berkenaan dengan pengukuran
pelayanan pendidikan islam kepada sasaran-sasaran tertentu dimana data dan
dokumen tersebut berbentuk kuantitatif/kualitatif.
Maka untuk mencapai
hasil pengukuran yang baik sangat ditentukan oleh kecanggihan alat ukur
instrument yang dipakai, pengadminsitrasian, yang tepat serta pengolahan data
menurut pola yang sebenarnya berdasarkan patokan yang disepakati. Hasil
pengukuran itu berupa angka atau simbol lain yang menggambarkan keadaan yang
sebenarnya.
Sehubungan dengan
itu ada tiga langkah-langkah yang perlu dilalui dalam melaksanakan pengukuran
yakni :[31]
1.
Mengidentfikasi dan
merumuskan atribut atau kualitas yang diukur.
2.
Menentukan
seperangkat operasi yang dapat digunakan untuk mengukur atribut tersebut.
3.
Menetapkan
seperangkat prosedur atau definisi untuk menterjemahkan hasil pengukuran dalam
pernyataan kuantitatif.
Kemudian ada pula
macam-macam pengukuran terbagi menjadi dua macam bentuk pengukuran yaitu
sebagai berikut :[32]
1.
Pengukuran yang
terstandar yaitu ukuran yang memiliki satuan standar seperti meter, kilogram,
takaran, dan sebagainya.
2.
Pengukuran yang
tidak terstandar yaitu ukuran yang berdasarkan perkiraan dari hasil pengalaman
seperti ketika memilih buah jeruk yang manis orang akan memilih jeruk yang
kuning, besar, dan halus kulitnya.
Penggunaan data hasil pengukuran
menjadi sangat penting di dalam menetapkan proses manajemen mutu, pendapat harus diganti dengan data dan setiap orang harus
diberitahu bahwa yang penting bukan yang dipikirkan akan tetapi yang
diketahuinya berdasarkan data. Pengumpulan data pelanggan memberikan suatu
tujuan dan penilaian kinerja yang realistis serta sangat berguna di dalam
memotivasi setiap orang/karyawan untuk mengetahui persoalan yang sebenarnya.
10. Prosedur pengukuran
mutu pelayanan pendidikan islam
Prosedur melakukan kegiatan pengukuran memerlukan prosedural yang ketat. Hal ini disebabkan
karena dilakukan kegiatan
pemecahan masalah, yang
membutuhkan pengumpulan informasi yang terintegrasi mengenai individu dalam hubungannya dengan pembuatan keputuan
atau inferensi mengenai individu. Jadi untuk
membantu kegiatan pengukuran, maka terdapat 4 (empat) langkah, dalam
kegiatan ini, yakni :[33]
a)
Identifikasi masalah merupakan langkah
pertama dalam melakukan pengukuran, mengidentifikasi masalah yang ada dari individu yang akan
diukur.
b)
Memilih dan mengimplementasikan
metode pengukuran dalam hal ini adalah
langkah memilih dan mengimplementasikan metode pengumpulan data (contoh, interview, tes, observasi).
c)
Mengevaluasi informasi pengukuran dalam hal
ini, kegiatan skoring, interpretasi,
dan integrasi informasi dari keseluruhan
metode pengukuran
dan sumber-sumber untuk menjawab pertanyaan yang diajukan.
d)
Laporan hasil
pengukuran dan pembuatan rekomendasi
langkah terakhir
dari proses pengukuran adalah melaporkan hasil dan pembuatan rekomendasi. Langkah ini meliputi, (a) gambaran individu yang
dinilai dan
situasinya, (b)
pelaporan hipotesis secara umum mengenai
individu, (c)
dukungan hipotesis dengan informasi pengukuran, dan (d) pengajuan rekomendasi
dalam hubungannya dengan alasan yang rasional
Metode pengukuran formal, tertuju pada instrumen pengukuran yang sudah
terstandar,
dalam hal ini mempunyai bahan
yang terstruktur, prosedur administrasi yang standar, dan
menggunakan metode dan interpretasi yang konsisten. Tujuan utama standardisasi suatu instrumen Pengukuran adalah untuk memastikan
bahwa keseluruhan variabel dibawah Kontrol dari penguji,
juga bahwa setiap orang yang ditest diperlakukan dengan cara
yang sama.[34]
Kerangka konseptual
Penelitian diilustrasikan
seperti ini :
D. Penutup
Pengukuran yaitu merupakan
suatu proses atau kegiatan untuk menentukan kuantitas sesuatu yang bersifat numerik.
Pengukuran lebih bersifat kuantitatif, bahkan merupakan instrumen untuk
melakukan penilaian. Dalam dunia pendidikan, yang dimaksud pengukuran
sebagaimana disampaikan adalah proses pengumpulan data melalui pengamatan
empiris.
Sedangkan definisi pelayanan adalah suatu
aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata yang
terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal
lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksud untuk
memecahkan permasalahan konsumen/pelanggan.
Dalam pendidikan
islam kegiatan pengukuran sangat sering dilakukan oleh pihak-pihak terkait.
Dari pengertian yang telah dipaparkan di atas maka dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud pengukuran dalam pendidikan islam adalah kegiatan mengumpulkan data dan
dokumen yang diperlukan yang berkenaan dengan pengukuran pelayanan pendidikan
islam kepada sasaran-sasaran tertentu dimana data dan dokumen tersebut
berbentuk kuantitatif/angka. Sebagai contoh ketika Guru Pembimbing memberikan
tes psikologis kepada siswa kemudian diperoleh angka-angka berkenaan dengan tes
yang telah dilakukannya. Maka untuk mencapai hasil pengukuran yang
baik sangat ditentukan oleh kecanggihan alat ukur instrument yang dipakai,
pengadminsitrasian, yang tepat serta pengolahan data menurut pola yang
sebenarnya berdasarkan patokan yang disepakati.
E.
Daftar Pustaka
A.
Muri Yusuf. Evaluasi Pendidikan.
(Universitas Negeri Padang: 2005). h. 11. Lihat juga. http://bkpemula.wordpress.com/2012/12/23/pengukuran-penilaian-asesment/html.
Diakses tanggal, 5 Desember 2013.
Alwi Dahlan, dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Balai
Pustaka. Jakarta: 1995).
Akdon, Srategic
Management For Educational Management
(Manajemen Strategis Untuk Manajen Pendidikan), (Alfabeta. Bandung;
2009).
Calongesi,
J.S. Merancang Tes Untuk Menilai Prestasi Siswa. (Bandung:Insitut
Teknologi Bandung. 1995).
Suharsimi
Ari Kunto dan Amirah Diniaty. Dasar-dasar
Evaluasi Pendidikan. (Bumi Aksara. Jakarta: 2009).
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi
Birokrasi Nomor 16 (Tentang jabatan
Fungsional Guru Dan Angka Kreditnya. Tahun. 2009).
Ratminto dan Atik
Winarsih. Manajemen Pelayanan.
(Pustaka Pelajar: Yogyakarta. 2005).
Nursya’bani
Purnama, Menejemen Kualitas Perspektif
Global. (Ekonisia. Yogyakarta :2006).
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara. 2003. Surat Keputusan Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 Tentang Pedoman
Tata Laksana Pelayanan Umum. (Jakarta. 2003).
Menteri Negara Koordinator Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan
Aparatur Negara. 1998. Surat Edaran Menko Wasbangpan Nomor 56/MK.WASBANGPAN
6/98 Tahun 1998 Tentang Penataan dan Perbaikan Pelayanan Umum. (Jakarta
2007).
http://masimamgun.blogspot.com/2012/11/makalah.kualitas-pelayanan-pendidikan.
html Diakses
tanggal, 5 Desember 2013.
Normann. Service Management. (Chicester, Wiley
& Son. England: 1991).
Modul Peningkatan Kompetensi Guru, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia.
(Penjamin Mutu Pendidikan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan : 2013). Lihat On Line dan di akses
tanggal, 5 Desember 2013.
M. Sobri Sutikno, Pengelolan Pendidikan
Tintauan Umum Dan Konsef Islami. (Bandung. Prospect: 2010).
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar
evaluasi pendidikan. (PT. Bumi Aksara. Jakarta. 2009).
http://Masimamgun.Blogspot.Com/2012/11/Kualitas-Pelayanan-Pendidikan.
html. Diakses tanggal,
5 Desember 2013.
[1]Calongesi,
J.S. Merancang Tes Untuk Menilai Prestasi Siswa. (Bandung:Insitut
Teknologi Bandung. 1995). h. 21.
[2]Suharsimi
Ari Kunto dan Amirah Diniaty. Dasar-dasar
Evaluasi Pendidikan. (Bumi Aksara. Jakarta: 2009). h. 20.
[3]A.
Muri Yusuf. Evaluasi Pendidikan. (Universitas
Negeri Padang: 2005). h. 11. Lihat juga. http://bkpemula.wordpress.com/2012/12/23/pengukuran-penilaian-asesment/html. Diakses tanggal, 5
Desember 2013.
[4]Ibid...
[5]Ibid...
[7]Ratminto dan Atik
Winarsih. Manajemen Pelayanan. (Pustaka
Pelajar: Yogyakarta. 2005). h. 2.
[8]Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara. 2003. Surat Keputusan Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 Tentang Pedoman
Tata Laksana Pelayanan Umum. (Jakarta. 2003). h. 2.
[9]Menteri Negara Koordinator Pengawasan Pembangunan dan
Pendayagunaan Aparatur Negara. 1998. Surat Edaran Menko Wasbangpan Nomor
56/MK.WASBANGPAN 6/98 Tahun 1998 Tentang Penataan dan Perbaikan Pelayanan
Umum. (Jakarta 2007). h. 2.
[12]Salinan Lampiran
Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun
2013 (Tentang Standar Penilaian Pendidikan). h. 1. Pdf di akses tanggal 17 Desember 2013.
[14]Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 (Tentang jabatan Fungsional Guru Dan Angka Kreditnya. Tahun.
2009). h. 5.
http://www.simpopdf. Pdf merge and split unregistered version.html. di akses
tangal 17 Desember 2013.
[18]Akdon, Srategic Management For Educational
Management (Manajemen Strategis Untuk Manajen Pendidikan), (Alfabeta.
Bandung; 2009). h. 172.
[21]Modul Peningkatan Kompetensi Guru, Badan
Pengembangan Sumber Daya Manusia. (Penjamin Mutu Pendidikan. Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan : 2013). h. 7. Lihat On Line dan di akses tanggal, 5
Desember 2013.
[22]Nursya’bani Purnama, Menejemen Kualitas Perspektif Global.
(Ekonisia. Yogyakarta :2006). h. 155.
[26]Norman. Service Management. (Chicester, Wiley
& Son. England: 1991). h. 14.
[27]M. Sobri Sutikno, Pengelolan Pendidikan Tintauan Umum Dan Konsef Islami. (Bandung. Prospect: 2010). h. 145.
[29]http://masimamgun.blogspot.com/2012/11/makalah.kualitas-pelayanan-pendidikan.html.diakses
tanggal, 5 Desember 2013.
[31]A.
Muri Yusuf. Evaluasi Pendidikan. (Universitas
Negeri Padang. Padang: 2005). h. 11. Lihat juga. http://bkpemula.wordpress.com/2012/12/23/pengukuran-penilaian-asesment/html.
Diakses tanggal, 5 Desember 2013. h. 12.
[32]Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar
evaluasi pendidikan. (PT. Bumi Aksara. Jakarta. 2009). h. 2.
[33] Modul Peningkatan Kompetensi Guru, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia.
(Penjamin Mutu Pendidikan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan : 2013). h. 10.
Lihat On
Line dan di akses tanggal, 5 Desember 2013.
[34] Modul Peningkatan Kompetensi Guru, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia.
(Penjamin Mutu Pendidikan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan : 2013). h. 12.
Lihat On
Line dan di akses tanggal, 5 Desember 2013.
No comments:
Post a Comment