I.
PENDAHULUAN
Bila kita bicara tentang kurikulum
2013 pasti dalam pikiran kita, akan muncul pertanyaan “mengapa pemerintah
merubah lagi kurikulum pendidikan di Indonesia ini? apa bedanya dengan
kurikulum sebelumnya? Dan benarkah
kurikulum 2013 tersebut sudah tepat untuk menjadi sebuah solusi demi
kemajuan pendidikan di Indonesia?”. Tentunya yang dapat memberikan jawaban yang
tepat mengenai semua pertanyaan tersebut adalah pemerintah sendiri. Namun,
dalam hal ini kita bisa memberikan sebuah analisis tentang perubahan tersebut.
Perubahan kurikulum
pendidikan (formal) di suatu negara tak dapat dipisahkan dari konteks yang
melatarinya. Kajian-kajian di beberapa negara baik di Asia, Eropa maupun
Amerika memberikan gambaran bahwa
kebijakan pendidikan tentang kurikulum sekolah berhubungan erat dengan
kepentingan politik pendidikan nasional terhadap situasi dan konteks yang
mendukungnya. Begitu juga yang terjadi pada kurikulum 2013 di Indonesia ini.
Dalam sejarahnya di
Indonesia ini telah mengalami beberapa perubahan kurikulum pendidikan, sebelum
kurikulum 2013 ini, terdapat sepuluh kurikulum yang pernah dipakai, yaitu
kurikulum pascakemerdekaan 1947, 1949, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, KBK,
dan KTSP.[1]
Dan hal yang unik dalam kurikulum
2013 ini, yaitu digunakannya pendekatan tematik-intregatif, dan lebih
menekankan pada penanaman moral atau karakter sebagai warga Negara Indonesia
yang baik, hidup rukun dan gotong royong dengan berdasarkan Pancasila. Dan oleh
karena itu pendidikan agama dan PKn mendapatkan perhatian khusus.
Berdasarkan keterangan tersebut,
maka dalam makalah ini, akan dibahas mengenai kedudukan PKn dan pendidikan
agama dalam kurikulum 2013, serta harapan-harapan yang ingin dicapai dengan
kebijakan tersebut.
II. PEMBAHASAN
A. Sekilas tentang kurikulum 2013
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa pembentukan
Pemerintah Negara Indonesia yaitu antara lain untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa. Untuk mewujudkan upaya tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 Ayat
(3) memerintahkan agar Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak
mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan
undang-undang. Serta diberlakukannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional.
Sebagai negara bangsa yang besar dari segi geografis, suku
bangsa, potensi ekonomi, dan beragamnya kemajuan pembangunan dari satu daerah
ke daerah lain, sekecil apapun ancaman disintegrasi bangsa masih tetap ada.
Kurikulum harus mampu membentuk manusia Indonesia yang mampu menyeimbangkan
kebutuhan individu dan masyarakat untuk memajukan jati diri sebagai bagian dari
bangsa Indonesia dan kebutuhan untuk berintegrasi sebagai satu entitas bangsa
Indonesia.[2]
Dewasa ini, kecenderungan menyelesaikan persoalan dengan kekerasan dan
kasus pemaksaan kehendak sering muncul di Indonesia. Kecenderungan ini juga
menimpa generasi muda, misalnya pada kasus-kasus perkelahian massal. Walaupun
belum ada kajian ilmiah bahwa kekerasan tersebut bersumber dari kurikulum,
namun beberapa ahli pendidikan dan tokoh masyarakat menyatakan bahwa salah satu
akar masalahnya adalah implementasi kurikulum yang terlalu menekankan aspek
kognitif dan keterkungkungan peserta didik di ruang belajarnya dengan kegiatan
yang kurang menantang peserta didik. Oleh karena itu, kurikulum perlu
direorientasi dan direorganisasi terhadap beban belajar dan kegiatan
pembelajaran yang dapat menjawab kebutuhan ini.[3]
Dengan berbagai kemajuan yang telah dicapai, mutu pendidikan Indonesia
harus terus ditingkatkan. Hasil studi PISA (Program for
International Student Assessment), yaitu studi yang memfokuskan pada literasi
bacaan, matematika, dan IPA, menunjukkan peringkat
Indonesia baru bisa menduduki 10 besar terbawah dari 65 negara. Hasil studi
TIMSS (Trends in International Mathematics and
Science Study) menunjukkan siswa Indonesia
berada pada rangking amat rendah dalam kemampuan (1) memahami informasi yang
komplek, (2) teori, analisis dan pemecahan masalah, (3) pemakaian alat,
prosedur dan pemecahan masalah dan (4) melakukan investigasi. Hasil studi ini
menunjukkan perlu ada perubahan orientasi kurikulum dengan tidak membebani
peserta didik dengan konten namun pada aspek kemampuan esensial yang diperlukan
semua warga negara untuk berperanserta dalam membangun negara pada masa
mendatang. Hal itulah yang mendorong pemerintah Indonesia untuk mengadakan
perbaikan dan perubahan dalam kurikulum pendidikan yang akhirnya memunculkan
kurikulum 2013.[4]
Kurikulum 2013 adalah
pengembangan 2006. Menurut Kementrian, kurikulum 2006 yang sekarang berlaku
masih banyak memiliki kekurangan. Di antara kekurangan-kekurangan tersebut adalah
kurikulum terlalu padat karena terlalu banyak konten mata pelajaran, dan belum sepenuhnya berbasis dengan
tujuan pendidikan Nasional. Kurikulum 2006 juga belum mengutamakan
kualitas sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Kementrian pendidikan juga
berpendapat kurikulum 2006 ini terlalu rigid (kaku). Selain itu, detail di
kurikulum 2006 ini tidak terlalu jelas, menimbulkan banyak tindakan
multitafsir; para guru menerapkan kurikulum ini sesuai pandangan mereka
masing-masing yang notabene setiap persepsi berbeda satu sama lain. Dalam
rangka menjalankan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN)2010-2014, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)
memutuskan untuk merampungkan segera perombakan kurikulum pendidikan,
mulai dari jenjang sekolahdasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA).
Kurikulum 2013
memiliki inovasi-inovasi baru dan berbeda dari kurikulum sebelumnya,di
antaranya, yaitu pendekatan berbasis tematik integrative. Misalnya dalam
pendidikan sekolah dasar, pada Kompetensi Dasar
mata pelajaran IPA dan IPS dintregasikan ke dalam Kompetensi Dasar mata
pelajaran PPKn, Bahasa Indonesia dan Matematika yang berlaku untuk kelas I, II, dan III. Sedangkan untuk
kelas IV, V dan VI, Kompetensi Dasar IPA dan IPS berdiri sendiri dan kemudian
diintegrasikan ke dalam tema-tema yang telah ditentukan. Mata pelajaran yang
dihapus adalah IPA & IPS (untuk kelas I,II dan III), Bahasa Inggris, keseniaan
dan Mulok. Beban belajar di SD/MI kelas I, II, dan III masing-masing 30, 32, 34
sedangkan untuk kelas IV, V, dan VI masing-masing 36 jam setiap minggu. Jam
belajar SD/MI adalah 35 menit.
Kompetensi Dasar muatan lokal
yang berkenaan dengan seni, budaya dan keterampilan, serta bahasa daerah
diintegrasikan ke dalam mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya. Kompetensi
Dasar muatan lokal yang berkenaan dengan olahraga serta permainan daerah
diintegrasikan ke dalam mata pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan
Kesehatan.
Selain melalui penyederhanaan
jumlah mata pelajaran, penyederhanaan dilakukan juga terhadap Kompetensi Dasar
setiap mata pelajaran. Penyederhanaan dilakukan dengan menghilangkan Kompetensi
Dasar yang tumpang tindih dalam satu mata pelajaran dan antar mata pelajaran,
serta Kompetensi Dasar yang dianggap tidak sesuai dengan usia perkembangan psikologis
peserta didik.
Dalam struktur kurikulum SMP/MTs
ada penambahan jam belajar per minggu dari semula 32 menjadi 38 untuk
masing-masing kelas VII, VIII, dan IX.
Sedangkan lama belajar untuk setiap jam belajar di SMP/MTs tetap yaitu
40 menit. Untuk mata pelajaran yang diajarkan adalah Pendidikan Agama dan budi
pekerti, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), Bahasa Indonesia,
Matematika, IPA, IPS, Bahasa Inggris, Seni Budaya (Mulok), Pendidikan Jasmani dan Kesehatan (Mulok), dan Prakarya (Mulok). Sedangkan
TIK tidak lagi diajarkan di SMP sebagai mata pelajaran dengan alasan bahwa TIK
adalah teknologi sebagai sarana untuk belajar pada
mata pelajaran yang lain. Dalam pengajaranya semua pelajaran tadi
diintregasikan dalam tema-tema yang telah ditentukan.
Dalam struktur kurikulum SMA/MA ada
penambahan jam belajar per minggu sebesar 4-6 jam sehingga untuk kelas X
bertambah dari 38 jam menjadi 42 jam belajar, dan untuk kelas XI dan XII bertambah dari 38 jam menjadi 44 jam belajar. Sedangkan lama belajar untuk setiap jam belajar adalah 45
menit. Mata pelajaran yang
diajarkan hampir sama dengan kurikulum sebelumnya, namun pelajaran TIK
ditiadakan dengan alasan bahwa TIK adalah teknologi
sebagai sarana untuk belajar pada mata pelajaran yang lain. Dalam pengajaranya
semua pelajaran tersebut juga diintregasikan dalam tema-tema yang telah
ditentukan.
Dan dalam kurikulum 2013 ini
menggunakan istilah Kompentensi Inti yang merupakan terjemahan dari SKL. Kompetensi
Inti dirancang dalam empat kelompok yang saling terkait yaitu berkenaan dengan
sikap keagamaan (kompetensi inti 1), sikap sosial (kompetensi inti 2),
pengetahuan (kompetensi inti 3), dan penerapan pengetahuan (kompetensi inti 4).
Keempat kelompok itu menjadi acuan dari Kompetensi Dasar dan harus dikembangkan
dalam setiap peristiwa pembelajaran secara tematik-integratif.[5]
B. PKn dalam kurikulum 2013
Mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) telah mengalami beberapa kali perubahan baik
dilihat dari struktur materi maupun tujuan dan metode pembelajarannya.
Perubahan tersebut mengikuti perubahan kurikulum yang pernah berlaku di
Indonesia. Mata pelajaran PKn pertama kali muncul pada tahun 1957 dengan nama Kewarganegaraan, yang isinya sebatas tentang
hak dan kewajiban warga negara, serta cara-cara memperoleh kewarganegaraan bagi
yang kehilangan status kewarganegaraan. Kemudian tahun 1961 (pascadekrit
presiden) Kewarganegaraan diubah menjadi mata pelajaran
Civics dengan “Civics Manusia Indonesia Baru” dan “Tujuh Bahan Pokok
Indoktrinasi (TUBAPI)” sebagai buku sumber atau acuan. Buku tersebut berisi
tentang: (1) Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia, (2) Pancasila, (3) UUD 1945,
(4) Demokrasi dan Ekonomi Trpimpin, (5) Konferensi Asia Afrika, (6) Hak dan
Kewajiban Warga Negara, (7) Manifesto Politik, (8) Lampiran Dekrit Presiden,
Pidato Presiden, Declaration of Human
Right dan lain-lain yang dipraktekkan
dalam TUBAPI. Kemudian pada tahun 1962 istilah Civics diganti lagi dengan nama
Kewargaan Negara.[6]
Pada tahun 1966
(Orde Baru), isi mata pelajaran Civics versi Orde Lama hampir seluruhnya
dihilangkan, karena dianggap sudah tidak relevan dengan tuntutan yang sedang
berkembang. Dalam kurikulum 1968 berubah lagi menjadi Pendidikan Kewargaan
Negara, yang berkecenderungan pada aspek tata negara dan sejarah tanpa menampakkan
aspek moralnya. Pendidikan Kewargaan Negara berisi tentang Pancasila, UUD 1945,
Ketetapan-ketetapan MPRS 1966-1968, GBHN, HAM, Sejarah, Geografi, dan Ekonomi.
Sesuai dengan amanat Ketetapan MPR No. IV/MPR/1973, mata pelajaran Pendidikan
Kewargaan Negara berubah nama menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP) pada
kurikulum 1975 yang isi materinya lebih dominan pada P-4. Pada hakikatnya PMP
tidak lain adalah pelaksanaan P-4 melalui jalur pendidikan formal. Hal tersebut
tetap berlangsung hingga berlakuknya kurikulum 1984 maupun 1994, dimana PMP
telah berubah nama menjadi Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Dalam perkembangannya, menurut Muchson AR, materi P-4
secara resmi tidak lagi dipakai dalam kurikulum suplemen 1999. Ketetapan MPR
No.II/MPR/1978 tentang P-4 telah dicabut dengan Ketetapan MPR
No.XVIII/MPR/1998. Perubahan yang cukup signifikan dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia terutama terlihat setelah terjadinya amandemen terhadap UUD 1945.[7]
Pada tahun 2000,
setelah Indonesia masuk era reformasi, istilah PPKn kemudian menjadi Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn). PKn di tingkat SD dan SMP diintegrasikan ke dalam mata
pelajaran IPS, sementara di tingkat SMA merupakan mata pelajaran yang berdiri
sendiri. Kemudian pada saat ini dengan diberlakukannya kurikulum 2013, istilah
PKn kembali menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn).[8]
Ada pandangan bahwa nomenklatur Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan dalam Kurikulum 2013 hendak menghidupkan kembali
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) di era Orde Baru ke dalam
kebijakan Kurikulum 2013. Pada bagian lain, pemunculan kembali nomenklatur ini
merupakan reaksi terhadap kondisi kebangsaan yang makin tidak menentu
sehubungan dengan perilaku kehidupan berbangsa dan bernegara yang terasa jauh
dari nilai-nilai Pancasila. Melalui
program Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara yang diusung oleh MPR
sejak 2009, maka materi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam
Kurikulum 2013 memuat program tersebut.[9]
Substansi mata pelajaran PPKn nantinya akan berpijak pada
pilar-pilar kebangsaan, yaitu 1) Pancasila, sebagai dasar negara, ideologi, dan pandangan hidup
bangsa; 2) UUD 1945, sebagai hukum dasar tertulis yang menjadi landasan
konstitusional kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; 3) Negara Kesatuan Republik Indonesia,
sebagai kesepakatan final bentuk
Negara Republik Indonesia; 4) Bhineka
Tunggal Ika, sebagai wujud filosofi kesatuan di balik
keberagaman kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dengan demikian
titik tekan mata pelajaran PPKn nantinya adalah sebagai pendidikan karakter dan
moral guna mewujudkan tujuan Pendidikan Nasional.
PPKn dalam kurikulum 2013 ini
terjadi penambahan jam pembelajaran, pada tingkat SD/MI yang semula 2
jam/minggu ditambah menjadi 5 jam/minggu untuk kelas I, pada kelas II dan III
menjadi 6 jam/minggu, dan pada kelas IV, V dan VI menjadi 4 jam/minggu.
Sedangkan pada tingkat SMP/MTs yang semula 2 jam/minggu, menjadi 3 jam/minggu.
Namun pada tingkat SMA/MA porsi jam pembelajaran PPKn tetap 2 jam/minggu.
Adapun pelaksanaannya PPKn
diintegrasikan pada tema-tema yang telah ditetukan dalam Kompetensi Isi yang
kemudian dijabarkan dengan Kompetensi Dasar. Untuk mempermudah penjelasan,
silahkan lihat contoh KI dan KD PPKn untuk kelas VI, sebagai berikut :[10]
KOMPETENSI INTI
|
KOMPETENSI DASAR
|
1.
Menerima, menghargai, dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya
|
1.1
Menghargai
semangat kebhinnekatunggalikaan dan keragaman agama, suku bangsa, pakaian
tradisional, bahasa, rumah adat, makanan khas, dan upacara adat, sosial, dan
ekonomi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
1.2
Menghargai
kebersamaan dalam keberagaman sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
|
2.
Memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli,
percaya diri, dan cinta tanah air dalam berinteraksi dengan keluarga, teman,
tetangga, dan guru
|
2.1
Menunjukkan
perilaku bertanggungjawab dan rela berkorban dalam keluarga, sekolah dan
lingkungan sebagai perwujudan nilai dan moral Pancasila
2.2
Menunjukkan
perilaku patuh terhadap tata tertib, dan aturan sesuai dengan tata urutan peraturan
perundang-undangan Indonesia
2.3
Menunjukkan
penghargaan terhadap proses pengambilan keputusan dan komitmen menjalankan
hasil musyawarah mufakat
2.4
Menunjukkan
perilaku bangga sebagai bangsa Indonesia
|
3.
Memahami pengetahuan faktual dan konseptual dengan cara mengamati dan
mencoba [mendengar, melihat, membaca] serta menanya berdasarkan rasa ingin
tahu secara kritis tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya,
dan benda-benda yang dijumpainya di rumah, sekolah, dan tempat bermain
|
3.1
Memahami moralitas yang terkandung dalam sila Pancasila di rumah,
sekolah, dan lingkungan masyarakat sekitar
3.2
Memahami hak, kewajiban dan
tanggungjawab sebagai warga dalam kehidupan sehari-hari di rumah, sekolah,
dan masyarakat sekitar
3.3
Memahami
manfaat keanekaragaman sosial, budaya dan ekonomi dalam bingkai Bhinneka
Tunggal Ika yang ada di Indonesia
3.4
Memahami
nilai-nilai persatuan dan kesatuan bangsa dalam kesatuan pemerintahan,
wilayah, sosial, dan budaya
3.5
Memahami
Nilai-nilai Persatuan pada masa penjajahan, pergerakan nasional dan
kemerdekaan
3.6
Memahami
saling ketergantungan dalam membangun kehidupan kebangsaan
|
4.
Menyajikan pengetahuan faktual dan konseptual dalam bahasa yang jelas
dan logis dan sistematis, dalam karya yang estetis dalam gerakan yang
mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak
beriman dan berakhlak mulia
|
4.1
Memberikan
contoh pelaksanaan nilai-nilai dan moral Pancasila dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat
4.2
Melaksanakan
kewajiban menegakkan aturan dan menjaga ketertiban di lingkungan rumah,
sekolah dan masyarakat
4.3
Melaporkan
secara lisan dan tulisan keterlibatan kerja sama dengan anggota masyarakat
yang beragam dalam melaksana kan kegiatan di lingkungan rumah, sekolah, dan masyarakat
4.4
Menerapkan nilai-nilai persatuan dan
kesatuan dalam pemerintahan, wilayah, sosial, dan budaya
4.5
Menerapkan
nilai-nilai persatuan dan kesatuan pada masa penjajahan, pergerakan nasional
dan kemerdekaan dalam kehidupan sehari-hari
4.6
Menyajikan
realita keberagaman untk mendorong saling ketergantungan dalam membangun dan
mengokohkan kehidupan kebangsaan
|
C. Pendidikan Agama dalam kurikulum 2013
Pendidikan agama di Indonesia
merupakan hal yang sangat penting, karena semua rakyat Indonesia diharuskan
untuk beragama sebagai perwujudan dan pengamalan Pancasila yang merupakan dasar
Negara Indonesia, khususnya sila ke-1 yaitu : “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dan
dalam kenyataannya di Indonesia ini terdapat 6 agama yang diakui, sehingga
perlu untuk mendidik pemeluk agama tersebut agar dapat hidup rukun, saling
menghargai, dan mampu bersama-sama membangun bangsa Indonesia ini. Fungsi
pendidikan agama tersebut juga diatur dalam PP. no. 55 tahun 2007 pasal 2 ayat
1 dan 2, dijelaskan bahwa pendidikan agama berfungsi membentuk manusia
Indonesia yang beriman dan bertawa kepada Tuhan YME serta berakhlak mulia dan
mampu menjaga kedaimaian dan kerukunan hubungan inter dan antar umat beragama.
Namun, dalam tahun-tahun belakangan
ini, moral rakyat Indonesia benar-benar merosot. Hal tersebut dapat dilihat
dari maraknya kenakalan remaja yang semakin meningkat, sebut saja: seks bebas, geng motor,
tawuran pelajar, pembunuhan
dan narkoba, menjadi hal yang sering muncul di permukaan antar pelajar. Tidak hanya itu, bahkan moral para
pejabat pun telah terjual dengan suap, korupsi, dan permainan kekuasaan mereka.
Hal yang lebih parah lagi dan benar-benar menyedihkan sekali, yaitu MK sebagai
lembaga hukum tertinggi di Indonesia juga terkena imbas dari kemrosotan moral
ini, dengan tertangkapnya salah satu ketua MK dalam kasus suap. Begitu juga
konflik intern dan antar umat beragama juga masih sering terjadi. Kekerasan
dalam menyelesaikan masalah dn main hakim sendiri telah menjadi suatu
kebanggaan.
Kemrosotan moral tersebut
dikarenakan kurangnya keimanan dan ketaqwaan mereka, kurangnya pemahaman dalam
beragama, bernegara, dan pendidikan agama yang hanya menekankan pada sisi
kognitif saja. Sehingga hal tersebut menjadi sebuah virus yang akan merusak
Negara Indonesia dan harus segera dicegah penyebarannya dengan solusi yang
tepat.
Banyak pihak yang memandang bahwa
solusi yang tepat untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan memberikan
pendidikan agama secara cepat, tepat dan benar. Oleh karena itu dalam kurikulum
2013 ini pendidikan agama mendapatkan perhatian khusus, diantaranya nama
pendidikan agama ditambah menjadi pendidikan agama dan budi pekerti, serta
diberikan tambahan jam. Pada tingkat SD/MI pendidikan agama dan budi pekerti
yang semula 2 jam/minggu ditambah menjadi 4 jam/minggu, dan pada tingkat
SMP/MTs serta SMA/MA menjadi 3 jam/minggu.
Adapun pendidikan agama dan budi
pekerti yang diajarkan meliputi agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha,
dan Konghucu sebagaimana yang tertera dalam Peraturan Pemerintah No. 55 tahun
2007 tentang pendidikan Agama dan Keagamaan.[11]
Dan pelaksanaannya diintegrasikan kedalam tema-tema yang telah ditentukan dalam
Kompetensi Inti yang dijabarkan dengan Kompetensi dasar. Sebagai contoh yaitu
KI dan KD Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti pada kelas VI :[12]
KOMPETENSI INTI
|
KOMPETENSI DASAR
|
1.
Menerima,
menghargai, dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya.
|
1.1 Membaca al-Qur’an dengan tartil.
1.2 Meyakini
adanya Hari Akhir sebagai implementasi dari
pemahaman Rukun Iman
1.3 Menyakini adanya Qadha dan Qadar
1.4 Menunaikan
kewajiban berzakat sebagai implementasi dari pemahaman rukun Islam
1.5 Berinfaq sebagai implementasi dari pemahaman Q.S. Al-Maidah ayat 2
1.6 Bersedekah
sebagai implementasi dari pemahaman Q.S. Al-Maidah ayat 2
|
2.
Memiliki
perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, percaya diri, dan
cinta tanah air dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, tetangga, dan
guru.
|
2.1
Memiliki sikap toleran dan simpati kepada sesama sebagai implemantasi dari pemahaman isi
kandungan Q.S. Al Kafirun dan Q.S. Al-Maidah ayat 2
2.2
Memiliki perilaku yang mencerminkan iman kepada Hari Akhir
2.3
Memiliki perilaku yang mencerminkan iman kepada
Qadha
dan Qadar
2.4
Memiliki sikap fathonah
sebagai implementasi dari pemahaman kisah Nabi Muhammad SAW
|
3.
Memahami
pengetahuan faktual dan konseptual dengan cara mengamati dan mencoba
[mendengar, melihat, membaca] serta menanya berdasarkan rasa ingin tahu
secara kritis tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda
yang dijumpainya di rumah, sekolah, dan tempat bermain.
|
3.1 Mengetahui
makna Q.S. Al-Kafirun
dan Al-Maidah ayat 2 dengan benar
3.2
Mengerti makna Asmaul Husna: Ash-Shamad, Al-Muqtadir,
Al-Muqadim, al-Baqi
3.3
Memahami hikmah beriman kepada Hari Akhir yang dapat
membentuk perilaku akhlak mulia
3.4
Memahami hikmah beriman kepada Qadha dan Qadar yang dapat membentuk perilaku
akhlak mulia
3.5
Memahami hikmah zakat , infaq dan sedekah sebagai implementasi dari
rukun Islam
3.6
Mengetahui kisah keteladanan Nabi Yunus a.s.
3.7
Mengetahui kisah keteladanan Nabi Dzakariya a.s.
3.8
Mengetahui kisah keteladanan Nabi Yahya a.s.
3.9
Mengetahui kisah keteladanan Nabi Isa
3.10
Mengetahui kisah Nabi Muhammad SAW
3.11
Mengetahui kisah keteladanan sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW
3.12
Mengetahui kisah keteladanan Ashabul Kahfi sebagaimana terdapat dalam
Al-Qur’an
|
4.
Menyajikan pengetahuan faktual dan konseptual dalam bahasa yang jelas
dan logis dan sistematis, dalam karya yang estetis dalam gerakan yang
mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak
beriman dan berakhlak mulia
|
4.1
Membaca Q.S. Al-Kafirun dan Al-Maidah ayat 2 dengan
jelas dan benar
4.2
Menulis Q.S.
Al-Kafirun dan Al-Maidah ayat 2 dengan benar
4.3
Menyebutkan arti Q.S.
Al-Kafirun dan Al-Maidah ayat 2 dengan benar
4.4
Mencontohkan perilaku toleran dan simpati sebagai implementasi dari pemahaman Q.S. Al Kafirun dan
Q.S. Al-Maidah ayat 2
4.5
Menunjukkan contoh Qadha dan Qadar dalam kehidupan
sehari-hari sebagai implementasi dari pemahaman rukun Iman
|
D. Harapan terhadap PKn dan Pendidikan
Agama ke depan
Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan dan Pendidikan Agama merupakan suatu hal yang sangat penting
untuk membentuk karakter generasi bangsa yang beriman, bertaqwa, berakhlak
mulia, dan mampu hidup bersama dengan menjalin kerukunan dan gotongroyong untuk
kemajuan bangsa Indonesia ini. hal tersebut didasarkan karena keterkaitan
antara PKn dan Pendidikan agama yang tak terpisahkan, dan pendidikan agama
merupakan pengamalan dari Pancasila itu sendiri yang menjadi salah satu pilar
PKn.
Dalam kurikulum 2013 ini, PKn dan
pendidikan agama mendapatkan perhatian khusus, dan diberikan tambahan jam
pengajaran. Dengan
bertambahnya porsi pelajaran PKn dan Pendidikan Agama ini, diharapkan dapat memberikan leluasa kepada guru dan murid untuk
lebih memahami dan mengamalakan inti dari pelajaran tersebut dalam kehidupan
sehari-hari, sehingga moral generasi muda tersebut dapat bertambah menjadi
lebih baik.
Generasi muda saat ini dinilai sudah pintar, namun
nilai budi pekerti juga harus lebih ditanamkan, agar
kedua hal ini dapat bersatu dengan baik.
Sebenarnya untuk
mencapai tujuan tersebut tentu tidak hanya dibebankan kepada mata pelajaran PKn
dan Pendidikan Agama saja tetapi semua mata pelajaran yang diajarkan haruslah
saling mendukung satu sama lain. maka dari itu pendekatan tematik-integratif
yang digunakan dalam kurikulum 2013 ini hendklah dimanfaatkan dengan baik oleh
masing-masing guru untuk saling meningkatkan kerjasama dalam hal mendidik anak,
sehingga tugas menghasilkan generasi muda yang diinginkan tersebut merupakan
tanggung jawab bersama.
Dan tentunya semua pihak harus
ikut berpartisipasi untuk mensukseskan kurikulum 2013 ini, khususnya guru,
karena gurulah yang berinteraksi langsung kepada siswa. Perubahan kurikulum tak
akan dapat dilaksanakan tanpa perubahan pada guru itu sendiri.[13]
dan perubahan kurikulum ini tak akan bertahan lama, bila kurang mendapatkan
dukungan dari masyarakat.[14]
Begitu juga para pejabat pemerintah harus juga ikut berperab aktiv dan tidak
terburu-buru untuk mengganti kurikulum 2013 ini dengan kurikulum yang baru
lagi. Karena dalam sejarah pendidikan di Indonesia ini, pelaksanaan dan proses
pergantian kurikulum sangatlah cepat. Seakan-akan semuanya harus mengikuti
kehendak yang berkuasa, bila tidak dikehendaki lagi maka akan dibuang dan
diganti dengan kurikulum baru, dan yang jelas akan menambah keruwetan dalam
pelaksanaan pendidikan.[15]
III. KESIMPULAN
Dari uraian penjelasan di atas
dapat disimpulkan bahwa:
Kebijakan diberlakukannya Kurikulum
2013 dimunculkan karena pemerintah menganggap kurikulum 2006 belum bisa
maksimal, beban mata pelajaran masih terlalu banyak, pendidikan yang hanya
mengedepankan aspek kognitif saja, kemerosotan moral generasi bangsa, ancaman
disintregrasi bangsa yang masih selalu muncul, Hasil studi PISA dan TIMSS yang menunjukkan pendidikan di
Indonesia masih pada peringkat rendah. Oleh karena itu pemerintah ingin
mengatasi permasalahan tersebut dan untuk memajukan system pembelajaran di
Indonesia ini dengan memunculkan inovasi pada kurikulum yang menggunakan pendekatan
tematik-integratif.
Dalam kurikulum 2013 ini PKn dan
Pendidikan Agama mendapatkan perhatian khusus dengan ditambahkannya jam
pembelajarannya dan digunakan nama PPKn dan Pendidikan Agama dan Budi pekerti.
Serta diharapkan mampu membentuk
karakter generasi bangsa yang beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, dan mampu
hidup bersama dengan menjalin kerukunan dan gotongroyong untuk kemajuan bangsa
Indonesia ini.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan, Dokumen Kurikulum 2013, (2012).
______,
Dokumen Kurikulum 2013(Kompetensi Dasar SD/MI), (2012).
Moh.
Yamin, Manajemen Mutu Kurikulum Indonesia, (Jogjakarta: DIVA Press, 2010).
Muhammad
Rahman, Kurikulum Berkarakter (Refleksi dan Proposal Solusi Terhadap KBK dan
KTSP), (Jakarta: Prestasi Pustakarya, 2012).
Peraturan
Pemerintah No. 55 tahun 2007, Pendidikan Agama dan Keagamaan.
S.
Nasution, M.A, Asas-Asas Kurikulum, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2011).
Samsuri,
Paradigma Pendidikan Kewarganegaraan dalam Kurikulum 2013 (Yogyakarta, 15 September 2013).
httpcivicedu21.blogspot.com201308perkembangan-mata-pelajaran-ppkn-sesuai.html,
diupload tanggal 9 Agustustus 2013.
[1]
Muhammad Rahman, Kurikulum Berkarakter (Refleksi dan Proposal Solusi
Terhadap KBK dan KTSP), (Jakarta: Prestasi Pustakarya, 2012), hlm. 162.
[2]
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Dokumen Kurikulum 2013, (2012),
hlm. 9.
[3] Ibid,
hlm. 8.
[4] Ibid,
hlm. 9.
[5] Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Dokumen Kurikulum
2013(Kompetensi Dasar SD/MI), (2012), hlm. 5.
[6]
httpcivicedu21.blogspot.com201308perkembangan-mata-pelajaran-ppkn-sesuai.html,
diupload tanggal 9 Agustustus 2013.
[7] Ibid.
[8] Ibid.
[9] Samsuri, Paradigma Pendidikan Kewarganegaraan dalam
Kurikulum 2013, disampaikan pada Kuliah Umum
Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaran FKIP Universitas Ahmad Dahlan
Yogyakarta, 15 September 2013. hlm. 5.
[10]
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Dokumen …, hlm. 62-63.
[11] Peraturan
Pemerintah No. 55 tahun 2007, Pendidikan Agama dan Keagamaan, bab III
pasal 8 ayat 1.
[12]
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Dokumen …., hlm. 18-19.
[13] S.
Nasution, M.A, Asas-Asas Kurikulum, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2011),
hlm. 124.
[14] Ibid,
hlm. 129.
[15]
Moh. Yamin, Manajemen Mutu Kurikulum Indonesia, (Jogjakarta: DIVA Press, 2010),
hlm. 120.
No comments:
Post a Comment