Abstrak
Salah satu
tantangan penting yang dihadapi sekolah, perguruan tinggi maupun umiversitas adalah
bagaimana mengelolah sebuah mutu. Dalam buku ini memperkenalkan kepada para
pembaca tentang Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management {TQM})
dan relevansinya dengan pendidikan. Tujuannya adalah untuk mempersiapkan tenaga
manajer pendidikan professional yang sangat menguasai isu-isu TQM dan
teknik-teknik manajemen mutunya.[1]
Fakta-fakta
dari berbagai sumber media cetak dan elektronik menunjukkan bahwa masih banyak
keluhan masyaraat tentang rendahnya mutu pelayananan publik saat ini.
Masyarakat menilai kinerja pelayanan lembaga milik pemerintah tidak bekerja
secara maksimal dan terkesan apa adanya. Pendidikan sebagai salah satu sektor
pelayanan publik pemerintah, tidak luput dari berbagai kritikan masyarakat yang
menginginkan perubahan bersifat signifikan dan mendesak. Janji pemerintah
terhadap setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan yang bermutu belum
terbukti.[2]
Sebagai jawaban atas tantangan ini maka pemerintah mengeluarkan berbagai
peraturan yang menyangkut Standar Pelayanan Minimal (SPM). SPM bidang
pendidikan adalah tolak ukur kinerja pelayanan pendidikan yang diselenggarakan
daerah untuk menjamin kualitas pelayanan sektor pendidikan kepada masyarakat
dan berfungsi sebagai pedoman dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.[3]
Implikasi pada
institusi pendidikan baik pusat maupun daerah sebagai organisasi penyelenggara
pada sektor pendidikan sebagaimana tertuang dalam peraturan tersebut di atas,
memiliki fungsi ganda. Fungsi ganda tersebut dimaksudkan untuk memenuhi tujuan
internal kelembagaan dan fungsi sosial memberikan pelayanan maksimal kepada
seluruh stakeholder pengguna dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Untuk menjamin keterlaksanaan fungsi-fungsi yang di atas maka diperlukan suatu
konsep dan kebijakan operasional peningkatan kualitas penyelenggara jasa
pendidikan melalui berbagai pendekatan dan metode manajerial. Pada tataran
implementasi tentang konsep mutu, bahwa satuan pendidikan formal dan non formal
wajib melakukan penjaminan mutu. Oleh karena itu, manajemen kualitas lembaga
pendidikan pada hakikatnya bertujuan untuk mengintegrasikan semua fungsi
oragnaisasi yang berfokus pada pemenuhan keinginan stakeholder.
The British
Standards Institute melihat kualitas sebagai “quality” as “the totality of
features and characteristics of a product or service that bear on its ability
to satisfy stated or implied need”.[4]
It is clear then that “quality” seems to “depend on what is required”[5]
or “meeting the customer requirements”. Penyelenggaraan pelayanan
pendidikan dikatakan bermutu atau berkualitas, apabila mampu mnetapkan dan
mewujudkan visinya melalui pelaksanaan misinya
dan mampu memenuhi staeholder. Tujuan penjaminan mutu adalah
memelihara dan meningkatkan mutu pelayanan minimal pendidikan secara
berkelanjutan (continous improvement), yang dijalankan oleh suatu
penyelenggara pendidikan secara internal untuk mewujudkan visi dan misinya,
serta memenuhi kebutuhan stakeholders melalui penyelenggaraan kegiatan
yang bersifat operasional. Pendidikan yang bermutu dan satuan pendidikan yang bermutu
akan menghasilkan SDM yang bermutu pula. Salah satu bentuk manajemen yang
berhasil dimanfaatkan dalam dunia industri dan bisa diadaptasi dalam dunia
pendidikan adalah Total Quality Management (TQM) pada sistem pendidikan
nasional.
Kata Kunci: Total Quality Management (TQM) dan Pendidikan.
A.
Problem
Adanya
ketidakpuasan stakeholder terhadap pelayanan sebuah lembaga pendidikan
maka mengadopsi istilah Total Quality Management (TQM) yang pada mulanya
diterapkan pada dunia bisnis kemudian diterapkan pada dunia pendidikan. Secara
filosofis, konsep ini menekankan pada pencarian secara konsisten terhadap
perbaikan yang berkelanjutan untuk mencapai kebutuhan dan kepuasan pelanggan.
Strategi yang dikembangkan dalam penggunaan manajemen mutu terpadu dalam dunia pendidikan
adalah, institusi pendidikan memposisikan dirinya sebagai institusi jasa atau
dengan kata lain menjadi industri jasa. Yaitu industri yang memberikan jasa (service)
sesuai dengan yang diinginkan oleh pelanggan (customer). Jasa atau
pelayanan yang diinginkan oleh pelanggan tentu saja merupakan sesuatu yang
bermutu dan memberikan kepuasan pada mereka. Maka, pada saat itulah, dibutuhkan
suatu sistem manajemen yang mampu memberdayakan institusi pendidikan agar lebih
bermutu.
B.
Pembahasan
1.
Konsep Total Quality Management (TQM)
Secara
bahasa, TQM terdiri dari tiga unsur, yaitu total, quality, dan management.
Kata “total” dalam konsep TQM diartikan sebagai pengintegrasian seluruh staf,
penyalur, pelanggan dan stakeholder lainnya (total is the integration of the staff,
suppliers, customers and other stakeholders).[6]
Hal ini berarti semua orang yang ada di dalam
organisasi dilibatkan dalam menyelesaikan produk atau melayani pelanggan.
Dengan kata lain, “total” dalam konsep TQM ini diartikan bahwa setiap orang
berperan dalam menyukseskan seluruh proses pekerjaan atau aktivitas.[7]
Pada konteks Total
Quality Management (TQM) atau manajemen mutu terpadu, mendefinisikan mutu
atau kualitas memerlukan pandangan komprehensif, karena terdapat sejumlah
elemen agar sesuatu hal dikatakan bermutu atau berkualitas. Elemen dimaksud
adalah: (1) kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan;
(2) kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan; dan (3)
kualitas merupakan kondisi yang telah berubah dalam arti apa yang dianggap
berkualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas pada saat yang lain.[8]
TQM dapat
didefinisikan dari tiga kata yang dimilikinya: total (keseluruhan,
terpadu), quality (kualitas, derajat/tingkat keunggulan barang atau
jasa), management (tindakan, seni, cara pengendalian, pengarahan). Dari
ketiganya Total Quality Management (TQM) didefinisikan sebagai “sistem
manajemen yang berorientasi pada kepuasan pelanggan (customer satisfaction)
dengan kegiatan yang diupayakan benar sekali (right first time), melalui
perbaikan berkesinambungan (continous improvement) dan memotivasi
staf/karyawan/orang yang terlibat”.[9]
Menurut Edwars
Sallis mutu, khususnya dalam konteks Total Quality Management (TQM)
adalah hal yang berbeda. Mutu bukan sekedar inisiatif lain. Mutu merupakan
sebuah filosofi dan metodologi yang membantu institusi untuk merencanakan
perubahan dan mengatur agenda dalam menghadapi tekanan-tekanan eksternal yang
berlebihan.[10]
Kualitas atau
mutu dalam konteks TQM juga merupakan suatu filosofi dan metodologi yang
membantu lembaga untuk mengelola perubahan secara totalitas dan sistematik yang
meliputi perubahan paradigma, visi, misi sertta tujuan. Esensinya adalah
perubahan kultur, bahwa kualitas adalah ide yang dinamik sebagai konsep yang
relatif. Jadi kualitas bukan atribut produk atau jasa saja, melainkan
spesifikasi yang digunakan sebagai sarana agar barang atau jasa yang dihasilkan
berada di atas standar.[11]
2.
Total Quality
Management (TQM) dalam Kontes Pendidikan
Fungsi, misi,
dan kebijakan pendidikan nasional memerlukan sistem pengelola pendidikan secara
keseluruhan dan berorientasi pada mutu agar menghasilkan sumber daya manusia
(SDM) yang bermutu.[12]
Istilah ini lebih populer dalam dunia bisnis dan industri dengan istilah total
quality management (TQM). Kata total (terpadu) dalam TQM menegaskan
bahwa setiap orang yang berada di dalam suatu organisasi harus terlibat dalam
upaya melakukan peningkatan terus-menerus. Kata management berlaku bagi
setiap orang, sebab setiap orang dalam sebuah institusi, apa pun status, posisi
atau peranannya, adalah manajer bagi tanggung jawabnya masing-masing.[13]
Manajemen
pendidikan mutu terpadu berlandaskan kepada kepuasan pelanggan sebagai sasaran
utama. Pelanggan dapat dibedakan menjadi pelanggan dalam (internal customer)
dan pelanggan luar (eksternal customer). Dalam dunia pendidikan yang
termasuk pelanggan dalam adalah pengelola institusi pendidikan itu sendiri,
misalkan manajer, staff, guru, dan penyelenggara institusi. Sedangkan yang
termasuk pelanggan luar adalah masyarakat, pemerintah dan dunia industri. Jadi,
suatu institusi pendidikan disebut bermutu apabila antara pelanggan eksternal
dan internal telah terjamin kepuasan atas jasa yang diberikan.
Maka dari itu,
untuk memposisikan institusi pendidikan sebagai industri jasa, harus memenuhi
standart mutu. Institusi dapat disebut bermutu, dalam konsep Total Quality
Management, harus memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Secara
operasional, mutu ditentukan oleh dua faktor terpenuhinya spesifikasi yang
telah ditentukan sebelumnya dan terpenuhinya spesifikasi yang diharapkan
menurut tuntutan dan kebutuhan penggunaan jasa. Mutu yang pertama disebut quality
in fact (mutu sesungguhnya) dan yang kedua disebut quality in perception
(mutu persepsi).[14]
Mutu pendidikan
dapat dilihat dalam dua hal, yakni mengacu pada proses
pendidikan dan hasil pendidikan.
Proses pendidikan yang bermutu apabila seluruh komponen pendidikan terlibat
dalam proses pendidikan itu sendiri. Faktor-faktor dalam proses pendidikan
adalah berbagai input, seperti bahan ajar, metodologi, sarana sekolah, dukungan
administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan
suasana yang kondusif. Sedangkan mutu pendidikan dalam konteks hasil pendidikan
mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu
tertentu. Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan (student achievement) dapat berupa
hasil tes kemampuan akademis (misalnya ulangan umum, Ebta dan Ebtanas). Dapat
pula di bidang lain seperti prestasi di suatu cabang olah-raga, seni atau
keterampilan tambahan tertentu misalnya computer, beragam jenis teknik, jasa
dan sebagainya. Bahkan prestasi sekolah dapat berupa kondisi yang tidak dapat
dipegang (intangible) seperti suasana, disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersihan, dan sebagainya.[15]
UU RI No. 20 Tahun 2003, tentang SISDIKNAS melihat pendidikan dari segi proses
dengan dengan merumuskan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan
Negara.”
TQM merupakan
suatu approach, hanya dapat dicapai dengan memperhatikan sejumlah
karakteristik: (1) fokus pada pelanggan (internal & external); (2)
memiliki obsesi tinggi terhadap kualitas; (3) menggunakan pendekatan ilmiah
dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah; (4) memiliki komitmen jangka
panjang; (5) membutuhkan kerjasama tim (teamwork); (6) memperbaiki
proses secara kontinu; (7) menyelenggara pendidikan dan pelatihan; (8)
memberikan kebebasan yang terkendali; (9) memiliki kesatuan tujuan; dan (10) adanya
keterlibatan dan pemberdayaan karyawan. Sedangkan tujuan sistem kualitas atau
mutu adalah memberikan keyakinan bahwa produk atau jasa yang dihasilkan (output/keluaran)
memenuhi persyaratan mutu pengguna. Sistem mutu tersebut mencakup jaminan mutu
dan pengendalian mutu.[16]
Peningkatan
kualitas sitem pelayanan jasa pendidikan secara berelanjutan, terus-menerus,
dan terpadu merupakan tujuan TQM.[17]
Pencapaian tujuan tersebut dapat diwujudkan dengan menggunakan prinsip-prinsip
berupa pemfokusan pada pelanggan satuan pendidikan, peningkatan kualitas
proses, dan melibatkan semua komponen lembaga melalui metode PDCA (Plan-Do-Check-Act).
Metode ini pertama kali dikembangan oleh Sheward dan divisualisasikan oleh
Deming, berupa siklus PDCA. Secara skematik teori Deming dapat digambarkan
sebagai berikut:
(4) (1)
Act Plan
(3) (2)
Check Do
Gambar
1. Lingkaran Deming
Melalui teorinya ini Deming menekankan perbaikan-perbaikan yang
tidak pernah henti, dan setiap apa yang dikerjakan selalu diawali dengan
perencanaan, dan perencanaan diilhami dengan hasil yang telah tercapai
sebelumnya, sehingga ada perbaikan-perbaikan untuk implementasi rencana
berikutnya.
Berangkat dari siklus di atas bisa diambil pengertian dengan berapa
tahapan, yaitu: (1) Plan, berisi penentuan proses mana yang perlu
diperbaiki, menentukan perbaikan apa yang dipilih, dan menentukan data dan
informasi yang diperlukan untuk perbaikan proses; (2) Do, berisi
pengumpulan data dasar tentang jalannya proses, implementasi perubahan yang
dikehendaki (skala kecil), mengumpulkan data untuk mengetahui perubahan (ada
perbaikan atau tidak); (3) Check, berisi langah pemimpin untuk
menafsiran hasil implementasi (berhasil atau tidak) atau upaya pemimpin untuk
memperoleh pengetahuan baru tentang proses yang berada dalam tanggung jawabnya;
(4) Act, berupa pengambilan keputusan perubahan mana yang akan
diimplementasikan, penyusunan prosedur baku, pelatihan ulang bagi anggota
terkait, dan pemantauan secara kontinu.
Mekanisme pencapaian mutu tentunya membutuhkan perencanaan yang
matang, arena total quality adalah sesuatu yang diraih dengan berkelanjutan.
Hal tersebut dikemukakan oleh Susan sebagai berikut; “They need to set and
implement educational objectives for the school and review these regularly
alongside achievements, as a basis for future planning. Schools need to show
tact and care over schemes for staff development and appraisal, developing
quality leadership at all levels’.[18]
Oleh arena itu, dalam rangkai mencapai target mutu, maka kesalahan harus
dieliminasi untuk mencapai keunggulan kompetitif alumninya dan keunggulan
kooperatif dengan lulusan yang lain sesuai dinamika dunia kerja.
Teori Deming diteruskan Joseph M. Juran. Ia mendefinisikan kualitas
adalah “kesesuaian untuk pemakaian”, kualitas adalah “terbebas dari kesalahan”.
Juran mengembangkan lingkaran kualitas yang dinamainya dengan “spiral of
progress in quality” yang meliputi, customer, product development, operating,
marketing, futher development, dan lain-lain. Proses kualitas itu dimulai dari
dan berakhir pada pelanggan.[19]
Dengan teori lingkaran spriral tersebut, Juran sebagaimana Deming menekankan
perbaikan secara terus menerus dalam kualitas.
Juran menyampaikan teori Strategic Quality Management (SQM),
bahwa setiap bagian dalam organisasi memiliki kontribusi terhadap peningkatan
kualitas. Namun, yang penting adalah upaya mengadaptasi teori-teori tersebut
dalam manajemen pendidikan, dalam konteks pengembangan dan peningkatan kualitas
pendidikan yang dilakukan secara holistik, komprehensif namun bertahap dalam
prinsip perbaikan tiada henti sebagai inti dari TQM, yani peningkatan kualitas
dalam semua sektor dan dilakukan semua orang dalam organisasi serta dilakukan
secara terus menerus. Semua orang dalam TQM adalah manajer untuk bidang
kewenangannya.[20]
Sejalan dengan pandangan-pandangan Sallis tersebut, Greenwood menyampaikan atau
terpenuhinya permintaan pelanggan, tercapainya tujuan serta dapat menyenangkan
para pelanggan tersebut.[21]
Untuk menjamin perbaikan total pada semua orang di semua unit dan
dilakukan secara terus-menerus, Sallis dengan mengadaptasi doktrin Deming menawarkan
langkah-langkah penting dalam pengembangan TQM di sekolah, yaitu:
1.
Rumuskan
tujuan yang konstan untuk perbaikan dalam produk dan layanan, dengan tujuan
agar menjadi kompetitif.
2.
Gunakan
filosofi baru. Sebuah sekolah tidak akan mampu berkompetisi jika terus menerima
dan memaafkan keterlambatan, kesalahan, atau melahirkan hasil yang tidak tepat.
3.
Berhentilah
menggunakan pengawasan publik untuk mencapai kualitas. Pengawasan publik yang
dilakukan oleh unit inspeksi tidak menjamin kualitas.
4.
Tingkatkan
terus kualitas pelayanan dan produk layanan.
5.
Lakukan
on the job training. Pelatihan merupakan salah satu yang paling penting untuk
peningkatan kualitas.
6.
Tugas
manajemen adalah memimpin bukan mengawasi, pemimpin harus mampu berperan untuk
mendorong kemajuan dalam proses pelaksanaan pekerjaan agar menghasilkan layanan
dan produk terbaik.
7.
Hindari
rasa takut, yakni bahwa produktivitas pegawai juga dipengaruhi oleh perasaan
aman bekerja di tempat dia bekerja.
8.
Atasi
berbagai kendala hubungan antara unit atas departemen.
9.
Posisikan
setiap orang dalam institusi untuk bekerja dan melaksanakan transformasi.
TQM merupakan
sebuah kelanjutan dalam perjalanan konsep manajemen untuk memperbaiki kualitas
produk serta memberi kepuasan bagi pelanggan, baik dalam produk barang, jasa
maupun pelayanan lainnya, yakni melalui quality control, quality assurance,
dan total quality management.[22]
Dalam konteks pendidikan, quality control untuk mendeteksi terjadinya
penyimpangan kualitas output yang tidak sesuai dengan standar. Standar
kualitas ini dapat dipergunakan sebagai tolak ukur untuk mengetahui maju
mundurnya sebuah institusi pendidikan.
System quality
assurance, kualitas itu ditentukan sebuah pekerjaan dimulai dan di saat
peerjaan sedang dikerjakan. Dengan demikian, diharapkan dengan proses itu agar
akan menghasilkan output ynag memenuhi standar pula. Untuk itu diperlukan
mekanisme control (checking) agar semua kegiatan yang dilakukan oleh
sekolah terkondisi dalam standar proses yang ideal tadi. Dengan quality
assurance ini pihak sekolah dapat meyakinkan masyarakat bahwa sekolah
senantiasa memberikan pelayanan yang terbaik kepada seluruh muridnya.
C.
TQM (Total Quality Management) dalam PAI
Untuk mencapai
mutu pendidikan yang bagus maka perlu ditopang dengan mutu layanan pendidikan
dan pengajaran yang bagus pula. Bahwasanya tujuan dari suatu lembaga pendidikan
di Indonesia meliputi pelajaran, penelitian, pengabdian kepada masyarakat,
serta untuk meningkatkan derajat seorang manusia. Berkaitan dengan hal ini maka
bentuk layanan yang diselenggarakan suatu lembaga pendidikan juga meliputi
ketiga aspek tersebut. Layanan pengajaran meliputi setiap kegiatan yang
diselenggarakan di luar maupun di dalam kelas, layanan penelitian meliputi
semua kegiatan penelitian, baik yang diselenggarakan mandiri maupun diwadahi
oleh suatu lembaga. Sedangkan layanan pengabdian kepada masyarakat adalah
kegiatan pendidikan kepada masyarakat pada umumnya berkaitan dengan hal-hal
yang berguna dan bermanfaat bagi masyarakat, kegiatan ini bisa dilakukan
melalui bentuk kerja sama maupun tidak.[23]
Di lingkungan
organisasi non-profit, khususnya pendidikan, penetapan kualitas produk dan
kualitas proses merupakan bagian yang tidak mudah dalam pengimplementasiannya
dalam manajemen mutu terpadu. Kesulitan ini disebabkan ukuran produktivitasnya
tidak sekadar bersifat kuantitatif, misalnya hanya dari jumlah lokal dan gedung
sekolah atau laboratorium yang berhasil dibangun, tetapi juga berkenaan dengan
aspek kualitas yang menyangkut manfaat dan kemampuan memanfaatkan. Demikian
juga, jumlah lulusan yang dapat diukur secara kuantitatif, sedang kualitasnya
sulit untuk ditetapkan kualifikasinya. Sehubungan dengan ini, Hadari Nawari
mengatakan jikalau ukuran produktivitas organisasi bidang pendidikan dapat
dibedakan menjadi dua macam. Pertama, produktivitas internal, berupa
hasil yang dapat diukur secara kuantitatif, seperti jumlah atau prosentase
lulusan sekolah, atau jumlah gedung, dan lokal yang dibangun sesuai dengan
persyaratan yang telah ditetapkan. Kedua, produktivitas eksternal,
berupa hasil yang tidak dapat diukur secara kuantitatif, karena bersifat
kualitatif yang hanya dapat diketahui setelah melewati tenggang waktu tertentu
yang cukup lama.[24]
Dalam penerapan
Total Quality Management dalam Pendidikan Agama Islam adalah mencari sebuah
konsep mutu yang ideal untuk dapat diterapkan dalam pendidikan agama Islam
seperti pertama, menghadapi perubahan yaitu Pada kurikulum 2013 guru tidak boleh pesimis, karena menjadi guru yang
profesional harus senantiasa optimis, karena guru berada dalam lingkaran
pendidik yang harus selalu optimis, bahaya jika seorang pendidik bersikap
psimis, apajadinya pendidikan ini, tidak mungkin orang lain akan melakukan
perubahan. Hal ini harus sejalan di semua lini yang berkaitan dengan bidang
pendidikan, seperti Perguruan tinggi yang memproduksi guru pendidikan agama
Islam harus mengikuti perkembangan kurikulum 2013. Agar output perguruan tinggi
sesuai dengan kebutuhan, perubahan kurikulum 2013 dilaksanakan juga dalam
bentuk PLPG, PKG, Balai Diklat, pengawas, bahkan
dilaksanakan di organisasi guru melalu KKG/ MGMP PAI, agar implementasi kurikulum 2013 semakin cepat dan
tepat sasaran,[25]
kedua merumuskan visi PAI yang jelas yaitu:[26]
VISI
"Terbentuknya
Peserta Didik yang Cerdas, Rukun, dan Muttafaqqih fi al-Din dalam Rangka
Mewujudkan Masyarakat yang Bermutu, Mandiri, dan Islami"
MISI
Dalam rangka
mencapai visi Pendidikan Islam yang diharapkan, maka misi Pendidikan Islam
2010-2014 yang akan dilaksanakan melalui masing-masing jenisnya adalah sebagai
berikut:
1. Mengembangkan
Pendidikan Keagamaan Islam berbasis tafaqquh fi al-din bertradisikan pengajian
dan kajian, kearifan lokal, berwatak kewirausahaan, serta berwawasan kebangsaan
dan lingkungan, agar mampu mengembangkan potensi peserta didik dalam berpikir,
berkarya, serta proaktif dalam merespons perkembangan teknologi.
2. Mengembangkan
madrasah yang mampu menghasilkan lulusan yang Islami, unggul dalam ilmu
pengetahuan, bersikap mandiri, dan berwawasan kebangsaan; dengan proses
penyelenggaraan yang bertumpu pada prinsip good governance dan pemberdayaan
masyarakat agar sanggup menyediakan layanan pendidikan bagi anak usia madrasah.
3. Menyelenggarakan
Pendidikan Agama Islam pada satuan pendidikan terhadap seluruh peserta didik
beragama Islam dengan mengedepankan nilai keislaman, kualitas pendidikan,
penanaman keimanan dan ketakwaan, pembentukan akhlak mulia dan sikap toleran,
dengan penyelenggaraan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
4. Mengembangkan
Pendidikan Tinggi Islam yang memiliki basis budaya riset sehingga mampu
menghasilkan lulusan yang unggul dalam mengintegrasikan keilmuan dengan nilai
keislaman, dilandasi penyelenggaraan pendidikan yang selaras dengan prinsip
good governance, terintegrasi dengan pembinaan kepribadian, dan pengembangan
jaringan akademis.
5. Meningkatkan
kualitas manajerial dan tata kelola pendidikan Islam yang Islami berdasarkan
prinsip akuntabilitas, transparansi, dan efisiensi; serta memiliki rancangan
pengembangan yang visioner.
6. Meningkatkan
kualitas penelitian dan pengembangan guna memberikan masukan kepada pengambil
keputusan dalam merumuskan kebijakan peningkatan mutu Pendidikan Islam;
7. Menumbuhkan
budaya pengawasan dan upaya preventif dengan pendekatan nilai-nilai keagamaan
untuk menjadi fondasi bagi pengawasan melekat.
Ketiga, adanya Ada lima layanan yang harus
diwujudkan agar pelanggan puas. Pertama, keterpercayaan (reliability),
artinya layanan sesuai dengan yang dijanjikan, misalnya dalam rapat, brosur,
dan sebagainya. Kedua, keterjaminan (assurance), artinya lembaga
pendidikan dapat menjamin kualitas layanan yang diberikan, dan beberapa aspek
dalam keterjaminan, misalnya kompetensi guru/staf dan keobjektifan. Ketiga,
penampilan (tangible), artinya bagaimana situasi suatu lembaga
pendidikan tampak baik, dan beberapa aspek dalam penampilan, misalnya kerapian,
kebersihan, keteraturan, serta keindahan. Keempat, perhatian (empathy),
artinya lembaga pendidikan memberikan perhatian penuh kepada pelanggan, dan
beberapa aspek dalam keperhatian, misalnya melayani pelanggan dengan ramah,
memahami aspirasi mereka, dan berkomunikasi dengan baik. Kelima,
ketanggapan (responsiveness), artinya lembaga pendidikan harus cepat
tanggap terhadap kebutuhan pelanggan, dan beberapa aspek dari ketanggapan,
misalnya tanggap terhadap kebutuhan pelanggan dan cepat memperhatikan dan
mengatasi keluhan-keluhan yang muncul.[27]
D.
Kelebihan dan kelemahan TQM
Hal yang benar mengenai
TQM
|
Hal yang keliru mengenai
TQM
|
TQM bisa diterapkan
untuk siapa saja (organisasi atau individu)
|
TQM tidak bisa
diterapkan untuk kita.
|
TQM dikerjakan dengan
baik sejak awal
|
TQM tidak selalu
dikerjakan dengan baik dari awal.
|
TQM menekankan adanya
perbaikan disetiap tahap manajemen
|
TQM tidak menyiapkan
kesempatan untuk kesalahan.
|
TQM dikerjakan secara menyeluruh oleh seluruh staf yang ada di
lembaga atau organisasi tersebut.
|
TQM hanya dikerjakan
oleh manajer senior, bukan pegawai biasa.
|
Yang penting bukan nama
(TQM) tetapi perubahan yang terjadi pada kultur sekolah.
|
Nama TQM tidak boleh
diganti dengan nama lain.
|
TQM adalah pola pikir
sekaligus aktivitas praktis.
|
TQM hanya konsep dan
gagasan.
|
Mendeskripsikan alat dan
teknis seperti brainstorming.
|
TQM tidak perlu
menjelaskan teknis dan alat yang digunakan.
|
E.
Kesimpulan
Esensi TQM
adalah perubahan budaya (change of culture). Perubahan budaya sebuah
institusi pendidikan adalah sebuah proses yang lambat, dan tidak bisa
tergesa-gesa. Dampak TQM hanya akan dicapai jika semua pelakunya merasa perlu
utnuk ikut terlibat. Makna sejati dari mutu tersebut harus mampu menyentuh
pikiran dan hati semua pelaku. Dan dalam dunia pendidikan, hal ini akan
terwujud jika semua staf pendidikan merasa yakin bahwa pengembangan mutu akan
membawa dampak positif bagi mereka dan akan menguntungkan para anak didik.
Sebagai sebuah
pendekatan, TQM berusaha mencari sebuah perubahan permanen dalam tujuan sebuah
organisasi, dari tujuan “kelayakan” jangka pendek menuju tujuan “perbaikan
mutu” jangka panjang. Institusi yang melakukan inovasi secara konstan,
melakukan perbaikan dan perubahan secara terarah, dan mempraktekkan TQM akan
mengalami siklus perbaikan secara terus menerus. Semangat tersebut akan
menciptakan sebuah upaya sadar untuk menganalisa apa yang sedang dikerjakan dan
merencanakan perbaikannya. Untuk menciptakan kultur perbaikan terus menerus (continuous
improvement), seorang manajer harus mempercayai staffnya dan mendelegasikan
keputusan pada tingkatan-tingkatan yang tepat. Hal tersebut bertujuan untuk
memberikan staf sebuah tanggung jawab untuk menyampaikan mutu dalam lingkungan mereka.
Staf membutuhkan kebebasan kerja dalam kerangka kerja yang sudah jelas dan
tujuan organisasi yang sudah diketahui.
F.
Daftar
Pustaka
Bonsting 1, J.J. 2001. Quality
of School. California: Corwin Press.
British Standards Institution, 1994, Quality Systems, BS EN
ISO 9002, BSI, London.
Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana. 2003. Total Quality
Management, Yogyakarta: Penerbit Andi.
Garbutt Sussan. 1996. Education and Trainning, Volume 38
Number 7, pp.16-22. MCB University Press ISSN 0040-0912.
Greenwood, M.S and Helen J.G. Total Quality Mangement in School.
Wiltshire: Chassell
Hadi Bambang Wiardjo dan Sulistijarningsih Wibisono. 1996. Memasuki
Pasar International dengan ISO 9000, Sistem Manajemen Mutu. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
J.s. Oakland. 1989. Total Quality Management,
Butterworth-Heineman, Oxford.
R Shaleh. 2004. Madrasah
dan Pendidikan Anak Bangsa: Visi,misi dan aksi. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Sallis Edward. 2006. Total
Quality Management In Education, Manajemen Mutu Pendidikan, Jogjakarta:
IRCiSoD
Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 129a/U/2004
tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pendidikan.
Suyosubroto. 2004. Manajemen Pendidikan di Sekolah. Jakarta:
PT. Rineka Cipta.
Tunner & Detoro. 1992. Total Quality Management: Tree Steeps
To Continous Improvement, Massachuset, Addison-Weley Publishing Company.
Undang-Undang
Sisdiknas Tahun 2003 Bab V Pasal 5 Ayat 1
Yamit Zulian. 2001. Manajemen
Kualitas Produk dan Jasa. Yogyakarta: CV Adipura.
[1] Edward Sallis, Total
Quality Management In Education, Manajemen Mutu Pendidikan, (Jogjakarta:
IRCiSoD, 2006), hal. 21.
[2] Undang-Undang
Sisdiknas Tahun 2003 Bab V Pasal 5 Ayat 1
[3]
Surat Keputusan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 129a/U/2004 tentang Standar Pelayanan Minimal
Bidang Pendidikan.
[4] British
Standards Institution, Quality Systems, BS EN ISO 9002, BSI, London,
1994
[5] J.s. Oakland, Total
Quality Management, Butterworth-Heineman, Oxford, 1989, hal. 20.
[6]
Ardiani,
“Information Resources Guide on Total Quality Management” dalam
http://edu-articles.com/?pilih=lihat&id=55
[7]
Paul Oliver (Ed.),
The Management of Educational Change; a Case-Study Approach, England:
Arena, 1996, hlm. 142
[8]
Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana, Total Quality Management, (Yogyakarta:
Penerbit Andi, 2003), hal. 3-4.
[9] Zulian Yamit, Manajemen
Kualitas Produk dan Jasa, (Yogyakarta: CV Adipura, 2001), hal. 181.
[10] Edward Sallis,
Op Cit. Hal, 33.
[11]
Shaleh, A. R.
Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa: Visi,misi dan aksi. (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2004) hal. 157.
[12] Definisi
relatif tentang mutu memiliki dua aspek: pertama, menyesuaikan diri
dengan spesifikasi, sering disimpulkan “sesuai dengan tujuan dan manfaat”; kedua,
memenuhi kepuasan pelanggan. Lebih lanjut baca: Edward Sallis, Total Quality
Management in Education, Alih Bahasa Ahmad Ali Riyadi, (Yogyakarta:
IRCiSod, 2006), hlm. 54. Sementara, konsep mutu yang relatif bukanlah sebuah
akhir, namun sebagai sebuah alat di mana produk atau jasa dinilai, yaitu apakah
telah memenuhi standar yang telah ditetapkan, demikian menurut Sallis, lebih
lanjut, sebagaimana yang dikutip Hartono, S.Pd.I dalam proposal tesis yang
berjudul “Evaluasi Program Sertifikasi Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Surya Global Yogyakarta”, 2011.
[14] Edward Sallis, Op
Cit. Hal, 7.
[15]
Suyosubroto, Manajemen
Pendidikan di Sekolah, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004), hal. 210-211.
[16] Bambang Hadi
Wiardjo dan Sulistijarningsih Wibisono, Memasuki Pasar International dengan
ISO 9000, Sistem Manajemen Mutu, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1996), hal.
4-7.
[17] Tunner & Detoro, Total Quality Management:
Tree Steeps To Continous Improvement, Massachuset, Addison-Weley Publishing
Company, 1992, hal. 56
[18] Garbutt Sussan, Education and Trainning,
Volume 38 Number 7, pp.16-22. MCB University Press ISSN 0040-0912, 1996, hal.
2.
[19] Bonsting 1,
J.J, Quality of School, (California: Corwin Press, 2001), hal. 14.
[20] Edward Sallis, Op.
Cit. Hal. 53
[21]
Greenwood, M.S
and Helen J.G, Total Quality Mangement in School, (Wiltshire: Chassell),
hal. 26
[22] Edward Sallis, Op.
Cit. Hal. 26
[23]
Siti Wahidah, Manajemen
Layanan dan Pengajaran di MAN 2 Ponorogo, Tesis Program Pascasarjana
Manajemen pendidikan Islam, Institut Agama Islam Sunan Giri Ponorogo, 2009.
[24] Hadari Nawawi. 2005. Manajemen Strategik. Yogyakarta: Gadjah Mada
Pers. Hlm. 57.
[25]
Direktorat
Pendidikan Agama Islam, Guru Pendidikan Agama Islam Optimis Menghadapi
Kurikulum 2013, http://www.pendis.kemenag.go.id/pai/index.php?a=detilberita&id=5633, diakses pada
tanggal 23 Desember 2012, pukul 12:53.
[26]Direktorat
Jenderal Pendidikan Islam, Visi, Misi Ditjen Pendidikan Islam, http://pendis.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id2=visimisipendis#.UrfQxvvrTBQ, diakses pada
tanggal 23 Desember 2012, pukul 13:03
[27]
Departemen
Pendidikan Nasional, Panduan Manajemen Sekolah, (Jakarta: Depdiknas,
2000), hlm. 193.
No comments:
Post a Comment