Sunday, July 9, 2017

MODEL MUTU LAYANAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM





BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Pelayanan merupakan faktor yang amat penting bagi suatu perusahaan, lembaga atau organisasi khususnya yang bergerak dibidang jasa tak terkecuali pada sektor pendidikan. Dimana hal ini fisik produk berupa layanan administrasi dan pembelajaran yang ditawarkan biasanya ditunjang dengan berbagai macam keunikan produk. Adapun inti produk yang dimaksud biasanya merupakan suatu jasa tertentu.
Pada aspek implementatif tentang konsep mutu, diharapkan agar setiap satuan pendidikan pada jalur formal dan nonformal wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan.[1] Oleh karena itu, manajemen kualitas kelembagaan pendidikan pada hakikatnya bertujuan untuk mengintegrasikan semua fungsi organisasi yang berfokus pada pemenuhan keinginan dan kebutuhan stakeholder dan tujuan penyelenggaraan pendidikan sesuai tupoksi masing-masing.
Dengan demikian kualitas pendidikan bukanlah suatu wadah yang berdiri sendiri tetapi merupakan suatu kesatuan yang saling berhubungan dan terkait sebagai suatu proses dalam sebuah sistem, bila membicarakan masalah kualitas pendidikan maka tidak akan terlepas dari tiga unsur pendidikan yaitu, masukan, proses, dan lulusan. Keberadaan lulusan lembaga pendidikan merupakan SDM yang menjadi subjek dan objek pembangunan yang perlu ditingkatkan kualitasnya melalui jalur pendidikan dalam fungsi, proses, dan aktifitasnya yang bermuara pada pencapaian tujuan pendidikan nasional.[2]
Pendidikan sebagai salah satu sektor pelayanan publik pemerintah, tidak luput dari berbagai kritikan masyarakat yang menginginkan perubahan bersifat signifikan dan mendesak, janji pemerintah terhadap setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan yang bermutu belum terbukti.[3]
Sebagai jawaban atas tantangan ini, pemerintah telah mengeluarkan berbagai peraturan yang menyangkut Standar Pelayanan Minimal (SPM), dan didalam sektor pendidikan SPM didalamnya merupakan tolak ukur kinerja pelayanan pendidikan yang diselenggarakan daerah untuk menjamin kualitas pelayanan sektor pendidikan kepada masyarakat dan berfungsi sebagai pedoman dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.[4]
Implikasi yang terjadi baik di sektor pusat maupun daerah sebagai lembaga penyelenggara pada sektor pendidikan sebagaimana tertuang pada peraturan SPM, memiliki fungsi ganda. Fungsi-fungsi tersebut diharapkan dapat memenuhi tujuan internal kelembagaan dan fungsi sosial yang memberikan pelayanan maksimal kepada seluruh stakeholder pengguna dalam rangka ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa.[5] Untuk menjamin keberlangsungan fungsi-fungsi tersebut, maka diperlukan suatu konsep dan kebijakan operasional peningkatan kualitas penyelenggaraan pelayanan jasa pendidikan tak terkecuali pendidikan Islam melalui berbagai pendekatan dan metode manajerial didalamnya.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas demi mempermudah kelanjutan pembahasan pada tulisan ini, rumusannya masalahnya adalah sebagai berikut:
1.      Apa yang dimaksud Mutu Layanan pada Pendidikan Agama Islam?
2.      Bagaimana Model Mutu Layanan yang ada pada pendidikan Agama Islam?
C.    Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah diatas, memunculkan tujuan penulisan dalam makalah ini sebagai berikut:
1.      Memahami maksud dari keberadaan Mutu Layanan pada Pendidikan Agama Islam
2.      Mengetahui beragam Model Mutu Layanan yang ada pada Pendidikan Agama Islam
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Mutu Layanan Pendidikan Agama Islam
Berbicara tentang mutu layanan pendidikan agama islam tidak dapat dipisahkan dari kajian kualitas pelayanan (mutu layanan) yang ada pada teori-teori manajemen mutu yang telah berkembang disektor industri maupun pemasaran yang kemudian dapat diadaptasi pada sektor manejemen mutu di dunia pendidikan dengan beragam satuan pendidikan di dalamnya meliputi keberadaan pelayanan yang diberikan oleh suatu instansi maupun perorangan sesuai dengan tupoksinya masing-masing.
Konsep-konsep peningkatan mutu pada dunia industri telah ada sejak lama dan dapat diadopsi atau digunakan pada sektor satuan pendidikan, seperti adanya penerapan pada beberapa perangkat dan teknik seperti yang sering digunakan dalam analisis bisnis.[6]
Oleh karena itu, satuan pendidikan hendaknya memahami perkembangan manajemen sistem industri modern agar mampu mendesain, menerapkan, mengendalikan, dan meningkatkan kinerja sistem pendidikan yang memenuhi kebutuhan yang sama dengan kebutuhan manajemen sistem industri modern.
Kata kualitas / mutu mengandung beragam definisi dan makna, orang yang berbeda akan mengartikannya secara berlainan tetapi dari beberapa definisi yang dapat kita jumpai memiliki beberapa kesamaan walaupun hanya cara penyampaiannya saja yang nampak berbeda, Mutu / kualitas biasanya terdapat pada elemen sebagai berikut:
1. Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihkan harapan pelanggan.
2. Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan
3. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah. (misalnya sesuatu dianggap bermutu saat ini mungkin akan dianggap kurang bermutu pada masa mendatang). [7]
Mengutip konsep yang ada dalam teori pemasaran, Kotler[8] memberikan definisi Pelayanan sebagai bentuk dari setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan pada satu produk fisik. Pelayanan merupakan perilaku produsen dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan demi tercapainya kepuasan pada pelanggan itu sendiri.
Kotler juga mengatakan bahwa perilaku tersebut dapat terjadi pada saat, sebelum dan sesudah terjadinya transaksi. Pada umumnya pelayanan yang bertaraf tinggi akan menghasilkan kepuasan yang tinggi serta pembelian ulang yang lebih sering. Pada sektor pendidikan memungkinkan munculnya kepuasan yang dapat dilihat dari indikator loyalitas yang ditunjukkan oleh pelanggan atau pemerhati pendidikan khususnya peserta didik, orang tua peserta didik, stakeholder, dan satuan pendidikan lanjutan diatasnya.
Dalam konteks dunia pendidikan, bagaimana cara mewujudkan pendidikan yang bermutu, manusia di dalamnya berupa (pimpinan, tenaga pendidik, tenaga kependidikan, peserta didik, wali peserta didik, komite, dan stakeholder di pandang dari kacamata Manajemen Mutu Terpadu / TQM (Total Quality Manajemen) adalah pelanggan yang harus menjadi pusat perhatian dalam memenuhi semua kebutuhan dan keinginannya termasuk dalam segi pelayanannya dan kepuasan untuk peserta didik khususnya terletak pada layanan dalam proses yang sedang berlangsung dan hasil pendidikannya ketika telah tuntas.
Pelayanan berhubungan dengan kualitas produk yang berupa barang dan atau jasa. Untuk meningkatkan kualitas produk telah dikembangkan konsep Total Quality Management. Adapun untuk meningkatkan kualitas pelayanan (service) telah dikembangkan konsep Total Quality Service.
Dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan perlu diidentifikasikan "Siapa pelanggan kita sebenarnya?". Selain itu, juga perlu diidentifikasikan "Apa kebutuhan pelanggan kita sebenarnya". Setelah ter-identifikasi selanjutnya dapat diterapkan jenis-jenis pelayanan di suatu organisasi atau unit organisasi. Hasil identifikasi jenis jenis pelayanan dalam suatu organisasi sangat bermanfaat pada upaya peningkatan kualitas pelayanan menuju pelayanan prima.
Pelayanan Prima adalah terjemahan dari Excellent Service yang secara harfiah berarti pelayanan yang sangat baik, atau pelayanan yang terbaik. Pelayanan prima dikembangkan berdasarkan konsep A3, yaitu Attitude (sikap), Attention (perhatian), Action (tindakan).[9]
Pelayanan prima berdasarkan konsep sikap (attitude) meliputi tiga prinsip berikut ini:
1. Melayani pelanggan berdasarkann penampilan yang sopan dan serasi
2. Melayani pelanggan dengan berpikiran positif, what dan logis.
3. Melayani pelanggan dengan sikap menghargai.
Pelayanan prima berdasarkan perhatian (attention) meliputi tiga prinsip berikut ini:
1. Mendengarkan dan memahami secara sungguh-sungguh kebutuhan para pelanggan.
2. Mengamati dan menghargai perilaku para pelanggan.
3 Mencurahkan perhatian penuh kepada para pelanggan.
Pelayanan prima berdasarkan tindakan (action) meliputi lima prinsip sebagai berikut.
1 Mencatat setiap pesanan para pelanggan.
2. Mencatat kebutuhan para pelanggan.
3. Menegaskan kembalii kebutuhan para pelanggan.
4. Mewujudkan kebutuhan para pelanggan.
5. Menyatakan terima kasih dengan harapan pelanggan mau kembali.
Tujuan dari Total Quality Service adalah mewujudkan tercapainya kepuasan pelanggan, memberikan tanggung jawab kepada setiap orang dan melakukan perbaikan pelayanan secara berkesinambungan, pada konteks dunia pendidikan, pelanggan di dalamnya tidak lain adalah pimpinan lembaga, tenaga pendidik, tenaga kependidikan, peserta didik, wali peserta didik, komite, dan stakeholder serta sekolah lanjutan diatasnya yang mempunyai kualifikasi tertentu dalam seleksi calon peserta didik baru, siswa baru maupun mahasiswa baru.
Konsep Total Quality Service menurut Tjipto[10] terdiri dari empat bidang:
1. Berfokus kepada pelanggan
Prioritas utama adalah menidentifikasi keinginan, kebutuhan dan harapan Pelanggan. Selanjutnya dirangcang sistem yang dapat memberikan jasa atau layanan tertentu yang memenuhi keinginan pelanggan tersebut.
2. Keterlibatan pegawai secara menyeluruh
Semua pihak yang terkait dengan upaya peningkatan pelayanan hares dilibatkan secara total menyeluruh. Karena itu, manajemen harus dapat memberikan peluang perbaikan kualitas terhadap semua pegawai. Selain itu, kepemimpinan harus pula memberikan kesempatan berpartisipasi kepada semua pegawai yang ada dalam organisasi, serta memperdayakan pegawai atau karyawan dalam merancang dan memperbaiki barang, jasa, sistem dan organisasi.
3. Sistem pengukuran
Komponen dalam sistem pengukuran terdiri hal-hal berikut ini:
a. Menyusun standar proses dan produk (barang atau jasa)
b. Mengidentifikasikan ketidaksesuaian dan mengukur kesesuaiannya dengan keinginan pelanggan.
c. Mengoreksi penyimpangan dan meningkat-kan kinerja.
4. Perbaikan kesinambungan.
a. Memandang bahwa semua pekerjaan sebagai suatu proses
b. Mengantisipasikan perubahan keinginan, kebutuhan dan harapan para pelanggan.
c. Mengurangi waktu siklus suatu proses produksi dan distribusi.
d. Dengan senang hati menerima umpan batik dari pelanggan.
Bila dikaitkan dengan pendidikan, mutu layanan akan berkenaan dengan segala aspek yang berhubungan dengan segala kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka mendidik didalam suatu pendidikan.
Mutu dalam bidang pendidikan meliputi mutu input, output dan outcomes. Input pendidikan dinyatakan bermutu jika siap berproses, proses pendidikan bermutu apabila mampu menciptakan suasana yang PAIKEM (pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan). Output pendidikan dikatakan bermutu jika hasil belajar akademik maupun non akademik siswa tinggi. Outcome dinyatakan bermutu apabila lulusan terserap di dunia kerja, gaji wajar, semua pihak mengakui kehebatan lulusan dan merasa puas.[11]
Biasanya mutu dalam ukuran absolut sudah ditetapkan produsen secara subjektif.[12] Ukuran mutu diterapkan secara relative, yaitu berdasarkan pada kebutuhan stakeholder. Bukan hanya produsen, tetapi stakeholder pun turut menentukan mutu.[13] Tolak ukur mutu yang baik bukan tolak ukur yang bersifat absolut, melainkan yang bersifat relative, yaitu yang sesuai dengan kebutuhan stakeholder mutu sekolah akan baik jika sekolah tersebut dapat menyajikan jasa yang sesuai dengan kebutuhan stakeholder.
Aplikasi mutu: Pertama redefinisi tugas untuk memudahkan kerja bagi semua unsur pendidikan, maka diperlukan pembagian tugas (job description) yang jelas. Sekaligus sebagai upaya menghindari dari overlapping diantara masing-masing unsur tersebut.
Kedua, profesionalisme pimpinan lembaga pendidikan yang paling bertanggung jawab dalam tumbuh kembangnya prakarsa, partisipasi, inovasi dan kreatifitas dalam pengembangan kelembagaan.
Ketiga berorientasi pada proses dan produk, untuk meningkatkan hasil belajar salah satu hal penting adalah memperhatikan proses belajar mengajar.
Keempat, berorientasi pada perubahan mental. Setiap aktifitas pendidikan, sesuatu yang harus menjadi perhatian utama adalah hasil yang ingin dicapai yaitu tujuan dan target pendidikan dan akhlakul karimah sebagai porsi paling penting dalam pendidikan islam.[14] Dapat disimpulkan bahwasanya orientasi utamanya adalah pada ranah proses yang didalamnya tidak terlepas dari adanya mutu layanan yang ditawarkan dan diterapkan oleh tenaga pendidik khususnya dalam konteks pembelajaran dengan tujuannya agar dapat meng-orbitkan produk atau lulusan yang sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan.
Muatan TQM merupakan budaya peningkatan mutu pendidikan secara terus menerus, fokus pada stakeholder sekolah demi kepuasan jangka panjangnya, dan partisipasi warga sekolah, keluarga, masyarakat dan pemerintah.[15] TQM dalam pendidikan adalah filosofi perbaikan terus menerus dimana lembaga pendidikan menyediakan seperangkat sarana atau alat untuk memenuhi bahkan melampaui kebutuhan, keinginan dan harapan stakeholder saat ini dan dimasa mendatang.[16]
Rounded Rectangle: 1. Ketepatan/waktu pelayanan,
2. akurasi pelayanan,
3. kesopanan dan keramahan
4. bertanggung jawab atas
    segala keluhan (complain)
    pelanggan,
5. kelengkapan pelayanan,
6. kemudahan mendapatkan
    pelayanan,
7. Variasi layanan,
8. pelayanan pribadi,
9. kenyamanan,
10. ketersediaan atribut
      pendukung.
Jika mutu pendidikan ingin dicapai maka pimpinan, tenaga pendidik, tenaga kependidikan, peserta didik, komite, masyarakat, stakeholder, serta jenjang satuan pendidikan lanjutannya dituntut untuk bekerjasama demi mewujudkan tujuan pendidikan yang bermutu tersebut, sehingga dalam konsep mutu di suatu Instansi pendidikan akan kita dapatkan skematikanya sebagai berikut:[17]








 










Flowchart tersebut menjelaskan bahwasanya layanan yang bermutu dapat tercapai dengan terpenuhi beragam harapan yang menjadi permintaan pelanggan pada sektor pendidikan dengan adanya penerapan pelayanan yang relevan dan dapat diamati dari pemunculan loyalitas yang diberikan oleh si pelanggan.
Pelanggan pendidikan termasuk juga pendidikan Islam ada dua aspek, yaitu pelanggan internal dan eksternal. Pelanggan internal adalah kepala sekolah, guru dan staf kependidikan lainnya. Pelanggan eksternal ada tiga kelompok, yaitu pelanggan eksternal primer, pelanggan sekunder, dan pelanggan tersier. Pelangan eksternal primer adalah peserta didik. Pelanggan eksternal sekunder adalah orang tua dan para pemimpin pemerintahan. Pelanggan eksternal tersier adalah pasar kerja dan masyarakat  luas.[18] Lebih rinci lagi dapat kita ketahui sebagai berikut:
Pelanggan Internal
Pendidikan Islam
Pelanggan Ekternal
Pendidikan Islam
Kepala sekolah, Guru dan Staf kependidikan lainnya seperti, pustakawan, laboran, teknisi dan tenaga administrasi
Ada tiga kelompok :
a. Pelangan eksternal primer adalah peserta didik.
b. Pelanggan eksternal sekunder adalah orang tua, pemerintah serta masyarakat luas.
c. Pelanggan eksternal tersier adalah dunia kerja dan instansi pendidikan lanjutannya.
Dari pemaparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa layanan mutu pada suatu instansi pendidikan merupakan langkah yang wajib ditempuh untuk memenuhi konsep manajemen mutu terpadu pada pendidikan yang termasuk pula pendidikan agama Islam didalamnya.
B.     Model Mutu Layanan Pendidikan Agama Islam
Membahas tentang keberadaan suatu model, kita akan ketahui definisinya terlebih dahulu, salah satunya menurut Komarudin, bahwasanya model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan-kegiatan tertentu.



Model pada dasarnya dapat dipahami sebagai:
1.      Suatu tipe atau desain;
2.      Suatu deskripsi atau analogi yang dipergunakan untuk membantu proses visualisasi sesuatu yang tidak dapat dengan langsung diamati;
3.      Suatu sistem asumsi-asumsi, data-data dan interferensi-interferensi yang dipakai untuk menggambarkan secara sistematis suatu obyek atau peristiwa;
4.      Suatu desain yang disederhanakan dari suatu sistem kerja, suatu terjemahan realitas yang disederhanakan;
5.      Suatu deskripsi dari suatu sistem yang mungkin atau imajiner; dan
6.      Penyajian yang diperkecil agar dapat menjelaskan dan menunjukkan sifat bentuk aslinya.[19]
Dari ilustrasi pemahaman tentang model diatas dapat penulis jabarkan bahwasanya Model Mutu Layanan Pendidikan Agama Islam adalah tak ubahnya sebagai kerangka konseptual suatu pedoman yang didesain secara sederhana dalam pemenuhan beragam harapan yang menjadi permintaan pelanggan pada sektor pendidikan dengan adanya penerapan pelayanan yang relevan dan dapat diamati dari pemunculan loyalitas yang diberikan oleh si pelanggan khususnya pelanggan di sektor Pendidikan Agama Islam.
Model Mutu Layanan PAI yang bisa penulis tawarkan untuk diketahui adalah adanya pemetaan layanan pada beberapa jenjang sektor penyedia mutu layanan pada Pendidikan Agama Islam diantaranya sebagai berikut:
a.      Sektor Layanan Nasional dan Institusional
Konsep desain pedoman mutu layanan PAI telah diberikan rambu-rambu oleh Kemenag dengan diberlakukannya kebijakan-kebijakan yang di dalamnya dituntut untuk terpenuhinya mutu layanan pendidikan agama islam dimulai dari sektor nasional hingga institusional yang dikembangkan lebih rinci lagi oleh para praktisi pendidikan tentang penerapannya pada sektor Instruksional.
Mutu layanan Pendidikan Agama Islam yang ditawarkan oleh kemenag telah nampak melalui beberapa kebijakannya sebagai berikut: :[20]
Kementerian Agama RI di tahun 2010-2014 menetapkan 5 kebijakan yaitu : (1) peningkatan kualitas kehidupan beragama; (2) peningkatan kualitas kerukunan umat beragama; (3) peningkatan kualitas raudhatul athfal, madrasah, perguruan tinggi agama, pendidikan agama, dan pendidikan keagamaan; (4) peningkatan kualitas penyelenggaraan ibadah haji, dan (5) perwujudan tata kelola kepemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Untuk menjalankan 5 kebijakan tersebut, dalam rencana pelaksanaannya telah ditetapkan dalam 11 program Kementerian Agama, salah satunya yang menjadi tanggung jawab Ditjen Pendidikan Islam yaitu Program Pendidikan Islam, khususnya untuk menjalankan kebijakan pada no. 3 di atas.
Program Pendidikan Islam bertujuan untuk meningkatkan akses, mutu, relevansi dan daya saing serta tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan Pendidikan Islam. Pencapaian tujuan program Pendidikan Islam ini dilakukan melalui sejumlah kegiatan strategis sebagai berikut:
1.      Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya di Direktorat Jenderal Pendidikan Islam
Keluaran (outputs) yang hendak dihasilkan dari kegiatan ini adalah: 1) Tersedianya data dan informasi perencanaan 2) Tersedianya dokumen perencanaan dan anggaran 3) Meningkatnya kualitas pelayanan administrasi keuangan 4) Meningkatnya kualitas pelayanan ketatalaksanaan, kepegawaian, serta tersedianya peraturan perundang-undangan 5) Meningkatnya kualitas administrasi perkantoran dan pelayanan umum
Keluaran (outputs) tersebut akan dicapai antara lain melalui koordinasi pelaksanaan tugas; pembinaan dan pemberian dukungan administrasi satuan organisasi; penyusunan rencana dan program kegiatan; penyiapan dan pengolahan data; pengembangan sistem informasi; penyusunan laporan dan evaluasi program serta akuntabilitas kinerja; pembinaan dan pelayanan administrasi keuangan; penyusunan rencana dan pengelolaan keuangan; pelaksanaan anggaran dan perbendaharaan; penyusunan laporan akuntansi dan verifikasi keuangan; pembinaan dan pelayanan di bidang organisasi dan tatalaksana; pengelolaan kepegawaian; penyiapan peraturan perundang-undangan; serta pelayanan dan pembinaan urusan ketatausahaan, kearsipan, pengelolaan BMN, kerumahtanggaan, perlengkapan dan keprotokolan.
2.      Peningkatan Akses dan Mutu Madrasah Ibtidaiyah
Keluaran (outputs) yang hendak dihasilkan dari kegiatan ini adalah: 1) Tersedia dan terjangkaunya layanan pendidikan Madrasah Ibtidaiyah (MI). 2) Meningkatnya mutu layanan pendidikan MI 3) Meningkatnya mutu dan daya saing lulusan MI 4) Meningkatnya mutu tata kelola MI
Keluaran (outputs) tersebut dicapai antara lain melalui penyediaan dan pengembangan sarana prasarana MI termasuk di daerah bencana, terpencil dan tertinggal; pemanfaatan teknologi informasi bagi kegiatan belajar-mengajar dan pengelolaan pendidikan; penyediaan bantuan peningkatan mutu madrasah; peningkatan mutu kurikulum dan bahan ajar; peningkatan partisipasi masyarakat dan bantuan luar negeri; penilaian dan pemberian akreditasi; peningkatan kualitas manajemen madrasah; serta peningkatan mutu tata kelola pendidikan, selain itu pencapaian kegiatan ini juga mencakup berbagai hal terkait pendidikan anak usia dini dan RA/BA.
3.      Peningkatan Akses dan Mutu Madrasah Tsanawiyah
Keluaran (outputs) yang hendak dihasilkan dari kegiatan ini adalah: 1) Tersedia dan terjangkaunya layanan pendidikan Madrasah Tsanawiyah (MTs); 2) Meningkatnya mutu layanan pendidikan MTs; 3) Meningkatnya mutu dan daya saing lulusan MTs; 4) Meningkatnya mutu tata kelola MTs.
Keluaran (outputs) tersebut dicapai antara lain melalui penyediaan dan pengembangan sarana prasarana MTs, termasuk di daerah bencana, terpencil dan tertinggal; pemanfaatan teknologi informasi bagi kegiatan belajar-mengajar dan pengelolaan pendidikan; penyediaan bantuan peningkatan mutu madrasah; peningkatan mutu kurikulum dan bahan ajar; peningkatan partisipasi masyarakat dan bantuan luar negeri; penilaian dan pemberian akreditasi; peningkatan kualitas manajemen madrasah; serta peningkatan mutu tata kelola pendidikan.
4.      Peningkatan Akses dan Mutu Madrasah Aliyah
Keluaran (outputs) yang hendak dihasilkan dari kegiatan ini adalah: 1) Tersedia dan terjangkaunya layanan pendidikan Madrasah Aliyah (MA) 2) Meningkatnya mutu layanan pendidikan MA 3) Meningkatnya mutu dan daya saing lulusan MA 4) Meningkatnya mutu tata kelola MA
Keluaran (outputs) tersebut dicapai antara lain melalui penyediaan dan pengembangan sarana prasaranaMA, termasuk di daerah bencana, terpencil dan tertinggal; pemanfaatan teknologi informasi bagi kegiatan belajar-mengajar dan pengelolaan pendidikan; penyediaan bantuan peningkatan mutu madrasah; peningkatan mutu kurikulum dan bahan ajar; peningkatan partisipasi masyarakat dan bantuan luar negeri; penilaian dan pemberian akreditasi; peningkatan kualitas manajemen madrasah; serta peningkatan mutu tata kelola pendidikan.
5.      Penyediaan Subsidi Pendidikan Madrasah Bermutu
Keluaran (outputs) yang hendak dihasilkan dari kegiatan ini adalah: 1) Tersedianya Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi MI dan MTs 2) Tersalurkannya beasiswa bagi siswa miskin.
Keluaran (outputs) tersebut dicapai antara lain melalui penyediaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi madarasah ibtidaiyah dan madrasah tsanawiyah; penyediaan beasiswa bagi siswa berprestasi dan siswa miskin, termasuk di daerah bencana, terpencil dan tertinggal; serta penyediaan safeguarding (monitoring, rakor, evaluasi) bagi BOS pada tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota.
6.      Peningkatan Mutu dan Kesejahteraan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Madrasah
Keluaran (outputs) yang hendak dihasilkan dari kegiatan ini adalah: 1) Meningkatnya profesionalisme tenaga pendidik dan tenaga kependidikan 2) Meningkatnya kesejahteraan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan
Keluaran (outputs) tersebut dicapai antara lain melalui penyediaan dan peningkatan kualifikasi guru, pengawas dan tenaga kependidikan; penyediaan beasiswa dan bantuan pendidikan lainnya; peningkatan kompetensi kepala madrasah; serta penyediaan tunjangan fungsional, profesi dan purna bakti.
7.      Peningkatan Akses dan Mutu Pendidikan Tinggi Islam
Keluaran (outputs) yang hendak dihasilkan dari kegiatan ini adalah: 1) Meningkatnya akses pendidikan Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) 2) Meningkatnya mutu layanan pendidikan PTAI 3) Meningkatnya mutu dan daya saing lulusan PTAI 4) Meningkatnya mutu tata kelola PTAI
Keluaran (outputs) tersebut dicapai antara lain melalui penyediaan dan pengembangan sarana prasaranaPTAI, termasuk di daerah bencana, terpencil dan tertinggal; peningkatan mutu lulusan dan daya saing bertaraf internasional; peningkatan mutu kurikulum dan bahan ajar; peningkatan partisipasi masyarakat dan bantuan luar negeri; pengembangan kemitraan dengan berbagai pihak; pengembangan Ma`had Aly pada PTAI; penataan program studi dan bidang keilmuan yang fleksibel memenuhi kebutuhan pembangunan; penguatan konsorsium ilmu-ilmu keislaman yang memperkuat pengembangan dan pengkajian ilmu-ilmu keislaman di PTAI; serta peningkatan mutu tata kelola PTAI.
8.      Penyediaan Subsidi Pendidikan Tinggi Islam Bermutu
Keluaran (outputs) yang hendak dihasilkan dari kegiatan ini adalah tersedia dan tersalurkannya beasiswa bagi mahasiwa miskin dan mahasiswa berprestasi. Keluaran (outputs) tersebut dicapai antara lain melalui penyediaan beasiswa bagi mahasiswa miskin dan mahasiswa berprestasi, termasuk di daerah bencana, terpencil dan tertinggal.
9.      Peningkatan Mutu dan Kesejahteraan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Tinggi Islam
Keluaran (outputs) yang hendak dihasilkan dari kegiatan ini adalah: 1) Meningkatnya profesionalisme dosen dan tenaga kependidikan pada Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) 2) Meningkatnya kesejahteraan dosen dan tenaga kependidikan pada PTAI.
Keluaran (outputs) tersebut dicapai antara lain melalui peningkatan kualifikasi pendidikan dosen dan tenaga kependidikan; penyediaan beasiswa dan bantuan belajar; penyediaan tunjangan fungsional, tunjangan profesi dan tunjangan lainnya.
10.  Peningkatan Akses dan Mutu Pendidikan Keagamaan Islam
Keluaran (outputs) yang hendak dihasilkan dari kegiatan ini adalah: 1) Tersedia dan terjangkaunya layanan Pendidikan Non Formal, Diniyah, dan Pondok Pesantren. 2) Meningkatnya mutu layanan Pendidikan Non Formal, Diniyah, dan Pondok Pesantren. 3) Meningkatnya mutu dan daya saing lulusan Pendidikan Non Formal, Diniyah, dan Pondok Pesantren 4) Meningkatnya mutu tata kelola Pendidikan Non Formal, Diniyah, dan Pondok Pesantren.
Keluaran (outputs) tersebut dicapai antara lain melalui penyediaan BOS pada pondok pesantren penyelenggara program Wajar Dikdas; penyediaan dan pengembangan sarana prasarana Pendidikan Non Formal, Diniyah, dan Pondok Pesantren, termasuk di daerah bencana, terpencil dan tertinggal; peningkatan mutu lulusan dan daya saing; penyaluran beasiswa; peningkatan mutu kurikulum dan bahan ajar; peningkatan partisipasi masyarakat dan bantuan luar negeri; pengembangan kemitraan dengan berbagai pihak; pengembangan Ma`had Aly pada pondok pesantren; serta peningkatan mutu tata kelola pendidikan.
11.  Penyediaan Subsidi Pendidikan Keagamaan Islam Bermutu
Keluaran (outputs) yang hendak dihasilkan dari kegiatan ini adalah tersedia dan tersalurkannya BOS pada pendidikan keagamaan dan beasiswa bagi santri berprestasi. Keluaran (outputs) tersebut dicapai antara lain melalui penyaluran BOS pada satuan pendidikan keagamaan dan penyediaan beasiswa bagi santri berprestasi.
12.  Peningkatan Akses dan Mutu Pendidikan Agama Islam pada Sekolah
Keluaran (outputs) yang hendak dihasilkan dari kegiatan ini adalah: 1) Tersedianya layanan pendidikan agama Islam pada sekolah 2) Meningkatnya mutu layanan pendidikan agama Islam pada sekolah; 3) Meningkatnya kualitas pemahaman dan pengamalan ajaran agama peserta didik.
Keluaran (outputs) tersebut dicapai antara lain melalui penyediaan dan pengembangan sarana prasarana Pendidikan Agama Islam (PAI) pada sekolah, termasuk di daerah bencana, terpencil dan tertinggal; pembentukan dan peningkatan kapasitas Kelompok Kerja Guru (KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), dan Kelompok Kerja Pengawas (Pokjawas) Pendidikan Agama Islam; peningkatan mutu kurikulum dan bahan ajar PAI; pengembangan standar model PAI pada sekolah; serta peningkatan partisipasi dan kemitraan sekolah, masyarakat dan pihak terkait lainnya dalam pengembangan PAI.
13.  Peningkatan Mutu dan Kesejahteraan Pendidik dan Pengawas Pendidikan Agama Islam
Keluaran (outputs) yang hendak dihasilkan dari kegiatan ini adalah: 1) Meningkatnya profesionalisme tenaga pendidik dan tenaga kependidikan agama Islam 2) Meningkatnya kesejahteraan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan agama Islam
Keluaran (outputs) ini dicapai antara lain melalui peningkatan kompetensi dan kualifikasi pendidikan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan agama Islam; penyediaan beasiswa dan bantuan pendidikan lainnya bagi guru; peningkatan wawasan guru melalui program pertukaran guru PAI; penyediaan subsidi tunjangan fungsional bagi guru PAI non-PNS; penyediaan tunjangan profesi bagi guru PAI; dan tunjangan khusus bagi guru PAI di daerah terpencil.
Hal-hal tersebut diatas menggambarkan layanan mutu yang ditawarkan pemerintah dari sektor Nasional, sedangkan secara Institusional juga ada beberapa rencana yang dapat disusun dan diterapkan dalam pengembangan layanan mutu didalamnya antara lain sebagai berikut :
1.      Merancang secara terus menerus untuk tujuan pengembangan siswa , pegawai dan layanan pendidikan.
2.      Mengedepankan kualitas pendidikan dan kualutas sekolah.
3.      Guru memiliki kopetensi yang baik sehingga memunculkan kualitas mengajar yang baik.
4.      Menjalin kerjasama dengan pihak-pihak yang berkepentingan sehingga dapat menjamin lulusan yang berkualitas.
5.      Melakukan evaluasi secara kontinyu dan mencari terobosan-terobosan pengembangan sistem dan meningkatkan proses mutu produktifitas.
6.      Pelatihan terhadap guru dan murid serta staf lain untuk pengembangan mutu pendidikan. Dan tugas guru salah satunya untuk melatih siswa agar dapat bersaing dimasa mendatang.
7.      Kepemimpinan yang baik yang mengarahkan guru, staf dan siswa untuk mengerjakan tugasnya dengan lebih baik. Guru dapat memimpin siswa dengan baik dikelas sehingga siswa dapat mengoptimalkan potensi yang ada pada dirinya.
8.      Mengembangkan ketakutan (kesiagaan) yakni semua staf dan guru mereka harus percaya bahwa akan ada masalah serta dapat menyiapkan untuk mengantisipasi masalah yang akan datang.
9.      Menghilangkan penghalang kerjasama antara staf, guru dan siswa.
10.  Upayakan tidak ada pemaksaan dari luar.
11.  Mengurangi angka-angka kuota dengan penerapan kepemimpinan.
12.  Hilangkan penghalang yang dapat menghilangkan kebanggaan hasil keja guru dan siswa.
13.  Adanya program mengadakan metode dan teknik baru pengembangan diri.
14.  Pengelola harus dapat memberikan kesempatan pada semua pihak agar mereka dapat mengambil peranan dalam pencapaian kualitas.[21]

b.      Sektor Layanan Instruksional
Layanan Instruksional atau pembelajaran pada suatu instansi pendidikan ditingkat sekolah khususnya memungkinkan untuk terus berkembang dan ditingkatkan melalui beberapa cara, diantaranya dengan jalan :
1) Meningkatkan ukuran prestasi akademik melalui ujian nasional atau ujian daerah yang menyangkut kompetensi dan pengetahuan, memperbaiki tes bakat (Scholastic Aptitude Test), sertifikasi kompetensi dan profil portofolio (portofolio profile),
2) Membentuk kelompok sebaya untuk meningkatkan gairah pembelajaran melalui belajar secara kooperatif (cooperative learning),
3) Menciptakan kesempatan belajar baru di sekolah dengan mengubah jam sekolah menjadi pusat belajar sepanjang hari dan tetap membuka sekolah pada jam -jam libur,
4) Meningkatkan pemahaman dan penghargaan belajar melalui penguasaan materi (mastery learning) dan penghargaan atas pencapaian prestasi akademik,
5) membantu siswa memperoleh pekerjaan dengan menawarkan kursus-kursus yang berkaitan dengan keterampilan memperoleh pekerjaan, bertindak sebagai sumber kontak informal tenaga kerja, membimbing siswa menilai pekerjaan-pekerjaan, membimbing siswa membuat daftar riwayatr hidupnya dan mengembangkan portofolio pencarian pekerjaan.[22]
Model mutu layanan pada sektor Instruksional pendidikan agama Islam merupakan fase mutu layanan yang diberikan atau diterapkan dalam suatu proses pembelajaran yang disertai dengan keberadaan model / metode / strategi pembelajaran yang dapat untuk terus dikembangkan, mulai dari awal perencanaan, pelakasanaan hingga evaluasi atau penilaian dari adanya pembelajaran yang ingin diberikan oleh tenaga pendidik terhadap peserta didiknya, hal ini dapat diadaptasi dari sistem belajar yang ditawarkan oleh Dikti melalui websitenya dengan penjelasan sebagai berikut:[23]
Perencanaan Proses Pembelajaran
Perencanaan merupakan tahap yang paling awal dilakukan dalam kegiatan pembelajaran di setiap satuan pendidikan. Dalam hal ini, para guru harus membuat setidaknya sebuah dokumen yang berisi tentang rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) untuk tiap matapelajaran yang dibinanya. Untuk keperluan pembelajaran, hal ini juga tidak boleh diabaikan. Sebuah sistem Pembelajaran harus disertai dengan kemampuan melakukan penyusunan RPP, penyusunan konten menurut kerangka dan struktur standar isi, dan penyusunan matapelajaran berdasarkan RPP.
Pelaksanaan Proses Pembelajaran
Pelaksanaan proses pembelajaran berdasarkan perencanaan yang sudah dibuat harus didukung dengan baik oleh sebuah sistem Pembelajaran. Sistem harus memiliki kemampuan yang memadai untuk menjalankan layanan ini bagi para penggunanya setidaknya untuk ketiga hal berikut ini.
a.       Kegiatan dan aktivitas pembelajaran
Meliputi kemampuan sistem dalam menjalankan bimbingan, penugasan, latihan, ujian, dan pembelajaran berbasis topik maupun kompetensi dengan menggunakan lintasan belajar tertentu dan mekanisme berbagi matapelajaran.
b.      Kegiatan pengajaran
Meliputi kemampuan sistem untuk menjalankan pengajaran baik dalam format teks, narasi audio, narasi audio-video, radio, maupun televisi.
c.       Eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi
Eksplorasi meliputi kemampuan sistem dalam menyediakan simulasi, permainan, dan eksperimen virtual. Elaborasi merupakan upaya untuk mendalami materi/mata pelajaran melalui penugasan analisis, penyelesaian masalah, penyelenggaraan diskusi baik sinkron maupun asinkron, dan penugasan membaca/menulis blog/jurnal.
Konfirmasi meliputi kemampuan sistem dalam menghubungkan pembelajar dan pengajar baik melalui e-mail, forum diskusi, tanya jawab, dan umpan balik terhadap tugas, latihan, dan ujian.
Pengawasan Proses Pembelajaran
Beberapa kegiatan pengawasan yang harus dijalankan dan perlu didukung oleh sebuah sistem Pembelajaran adalah sebagai berikut.
a.       Pemantauan – Sistem mampu menjalankan pemantauan melalui pencatatan kelengkapan isi dan proses pembelajaran serta perekaman aktivitas online baik pendidik maupun peserta didik.
b.      Supervisi – Pengawasan terkait semangat belajar melalui forum diskusi dan konsultasi.
c.       Evaluasi – Evaluasi kelengkapan isi dan proses pembelajaran serta evaluasi aktivitas pendidik dan peserta didik.
d.      Pelaporan – Pelaporan hasil pemantauan, hasil supervisi, dan hasil evaluasi.
e.       Tindak lanjut – Pemberian pelatihan bagi pendidik dan/atau peserta didik.
Proses pendidikan tidak akan membuahkan hasil yang nyata apabila fungsi pengawasan tidak dijalankan dengan baik
Penilaian Hasil Belajar
Layanan yang terakhir ini tidak kalah pentingnya di dalam kesatuan kegiatan pendidikan. Penilaian adalah komponen penting yang dibutuhkan untuk evaluasi dan perbaikan proses pembelajaran. Oleh karena itu, sistem Pembelajaran juga mendukung kemampuan penilaian bagi para penggunanya. Kemampuan penilaian oleh sistem Pembelajaran meliputi penilaian tugas, latihan, dan ujian. Selain kemampuan menjalankan penilaian, sistem juga didukung dengan kemampuan pengukuran waktu/lama belajar, mengerjakan tugas, mengerjakan latihan, dan mengerjakan ujian.
Dalam pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Islam, Metode yang ditawarkan oleh Nur Uhbiyati yang mengutip dari Muhammad Qutb di dalam bukunya Minhajut Tarbiyah Islamiyah disebutkan ada delapan macam yaitu:
1.      Pendidikan Melalui Teladan yaitu: merupakan salah satu teknik pedidikan yang efektif dan sukses.
2.      Pendidikan Melalui Nasihat. Didalam jiwa terdapat pembawaan untuk terpengaruh oleh kata-kata yang didengar, pembawaan itu biasanya tidak tetap dan oleh karena itu kata-kata harus diulang-ulang.
3.      Pendidikan Melalui Hukuman. Apabila teladan dan nasehat tdak mempan, maka letakanlah persoalan di tempat yang benar, tindakan tegas itu adalah hikuman, hukuman sebenarnya tidak mutlak diperlukan , ada juga orang-orang yang cukup dengan teladan dan nasehat saja.
4.      Pendidikan Melalui Cerita. Cerita mempunyai daya tarik yang menyentuh perasaan manusia, sebab bagaimanapun cerita sudah merajut hati manusia dan akan mempengaruh kehidupan mereka.
5.      Pendidikan Melalui kebiasaan. Kebiasaan mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia karena itu menghemat banyak sekali kekuatan manusia karena sudah kebiasaan yang mudah melekat dan spontan agar kekuatan itu dapat dipergunakan untuk kegiatan-kegiatn yang bermanfaat.
6.      Menyalurkan Kekuatan. Teknik islam dalam membina manusia dan juga dalam meperbaikinya adalah mengaktifkan kekuatan-kekuatan yang tersimpan di dalam jiwa.
7.      Mengisi Kekosongan. Apabila islam menyalurkan kekuatan tubuh dan jiwa ketka sudah menumpuk dan tidak menyimpanya karena penuh resiko maka islam sekaligus juga tidak senang kepada kekosongan .
8.      Pendidikan Melalui Peristiwa-peristiwa. Hidup ini penuh perjuangan daan merupakan pengalaman-pengalaman dengan berbagai peristiwa, baik yang timbul karena tindakanya sendiri, maupun karena sebab-sebab diluar kemampuanya, Guru yang baik tidak akan membiarkan peristiwa peristiwa itu berlalu begitu saja tanpa di ambil menjadi pengalaman yang berharga, ia mesti menggnakanya untuk membina, mengasuh dan mendidik jiwa, oleh karena itu pengaruhnya tidak boleh hanya sebentar itu saja.[24]
Dalam kegiatan belajar mengajar di sektor satuan pendidikan Tinggi, posisi pengelola Program Studi PAI adalah sangat penting dan strategis dalam kerangka peningkatan kualitas proses pembelajaran dan pencapaian lulusan yang berkualitas. Menurut Abuddin Nata, ada sejumlah pendekatan yang dapat dilakukan oleh pihak Program Studi Pendidikan Agama Islam yaitu cooperative learning, learning society, dan pedekatan input-proses-output.[25]
Konsep pembelajaran kooperatif (cooperative learning) digunakan dengan alasan bahwa permasalahan yang dihadapi dunia pendidikan saat ini sangatlah kompleks sehingga perlu didekati dengan pendekatan yang sifatnya holistik dan integral. Untuk itu perlu adanya kerja sama dunia pendidikan (program studi) dengan lembaga-lembaga pemakai jasa pendidikan, perusahaan, yayasan dan lain-lain. Dari sisi Prodi PAI perlunya dilakukan program magang sesuai kompetensi yang diharapkan dikuasai mahasiswa / lulusan.
Sedangkan konsep masyarakat belajar (learning society), memandang bahwa belajar di masa sekarang tidak dapat hanya dilakukan di ruang kelas, melainkan dengan cara mengintegrasikan seluruh sumber informasi yang ada dalam masyarakat ke dalam kegiatan belajar mengajar. Bahan-bahan informasi yang terdapat pada media massa, seperti surat kabar, televisi, internet, radio, dan pengalaman lainnya harus dimanfaatkan untuk kepentingan pembelajaran.
Kemudian pendekatan input-proses-output merupakan suatu pendekatan untuk meninjau dan menganalisis keberadaan Program Studi secara lebih efektif dan efisien. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan sebagaimana yang diharapkan, maka seluruh komponen pendidikan yang ada di Program Studi harus mendapatkan perhatian secara proporsional dan obyektif, baik masukan mentah (row input), masukan alat (instrumental input), masukan lingkungan (environmental input), Proses (transformation), keluaran (output) dan manfaat atau kontribusi (outcome).
Salah satu kelemahan penyelenggaran pendidikan selama ini menurut para analis disebabkan oleh kebijakan dan pelaksanaan pendidikan yang hanya menekankan aspek input pendidikan dan kurang memperhatikan aspek proses dan outcome-nya, terlalu birokratis-sentralistik, dan kurang memberdayakan masyarakat terkait (stakeholders).
Oleh sebab itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh Program Studi PAI dalam mengelola potensi dan komponen yang terkait di dalamnya yakni sebagai berikut:
1. Visi dan misi Program Studi perlu disusun secara jelas dan komprehensif dengan melibatkan seluruh komponen terkait.
2. Kurikulum Program Studi yang mendukung tercapainya visi tersebut perlu segera direalisasi dan disosialisasikan.
3. Identifikasi dan pengembangan bidang keahlian dosen pada Program Studi PAI sehingga memudahkan dalam pengembangan karier dan STAIN ke depan.
4. Penyediaan fasilitas pendukung dari Program Studi PAI, seperti peralatan laboratorium micro teaching, laboratorium bahasa, komputer, dan fasilitas perpustakaan.
5. Pemberdayaan stakeholders seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, pemerintah, dan para pengguna jasa.[26]
Selain itu, menurut Azyumardi Azra[27] ada beberapa strategi yang dapat ditempuh oleh pengelola program studi dalam peningkatan mutu pendidikan yaitu: (1) memperluas apresiasi publik atas usaha institusi, (2) meningkatkan pemahaman tentang dunia kerja dan sekitarnya, (3) menjadikan institusi sebagai lembaga yang efektif, (4) mengintegrasikan kegiatan penilaian, perencanaan, dan pengembangan, (5) memperkuat dan memperluas komitmen pada kerjasama dan komunitas, (6) mengakui bahwa setiap orang dalam institusi adalah guru bagi yang lain, (7) memberikan perhatian dan sumber-sumber yang lebih lebih besar pada kepemimpinan, dan (8) mengerangkan visi keunggulan (excellence) secara lebih luas.
Menurut Muhaimin[28] ada sejumlah peran yang harus dilakukan oleh pengampu Program Studi Pendidikan Agama Islam, yaitu: menjadi pusat pengembangan pendidikan agama Islam yang mampu mengantisipasi dampak era globalisasi terhadap perilaku, sikap mental dan budaya masyarakat setempat; dan memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap pengembangan lembaga-lembaga pendidikan Islam di daerah setempat.
Dalam kaitannya dengan pengembangan Prodi Pendidikan Agama Islam, perlu memperhatikan aspek perkembangan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi yang makin pesat. Kedudukan Program Studi Pendidikan Agama Islam selama ini adalah tumbuh dan berkembang dari, oleh dan untuk masyarakat. Oleh sebab itu, kontribusi positif dan signifikansi terhadap kehidupan masyarakat merupakan orientasi yang perlu diutamakan.

BAB III
KESIMPULAN

Mutu layanan Pendidikan Agama Islam dapat tercapai dengan terpenuhinya beragam harapan yang menjadi permintaan pelanggan pada sektor pendidikan agama islam yakni pimpinan, tenaga pendidik, tenaga kependidikan, peserta didik, wali peserta didik, komite, dan stakeholder serta jenjang pendidikan lanjutannya dengan adanya penerapan pelayanan yang relevan dan dapat diamati dari pemunculan loyalitas yang diberikan oleh si pelanggan.
Model mutu layanan pendidikan agama Islam nampak secara hirarki ditinjau dari adanya layanan mutu secara nasional dan institusional yang dapat kita ketahui dari adanya kebijakan yang ditawarkan oleh kemenag selaku pemerintah pusat yang menaungi lembaga-lembaga institusional pendidikan Islam dan dikembangkan lebih rinci lagi pada sektor instruksional yang didalamnya berhubungan dengan keberlangsungan proses pembelajaran pendidikan agama Islam dan tidak terlepas dari pemenuhan metode-metode maupun pendekatan-pendekatan serta strategi-strategi relevan yang memungkinkan untuk tercapainya mutu layanan pada pendidikan agama Islam.
DAFTAR PUSTAKA

Aan Komariah dan Cepi Triatna, Visionary Leadership Menuju Sekolah Efektif, (Jakarta: PT.Bumi Aksara, 2005)
Abuddin Nata, Paradigma Pendidikan Islam: Kapita Selekta Pendidikan Islam (Jakarta: Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2001).
Husaini Usman, Manajemen Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan, (Jakarta:PT.Bumi Aksara, 2006)
B. Suryo Subroto, Manajemen Pendidikan Di Sekolah (Jakarta; Rieneka Cipta, 2008) Cet. 2
Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam: Pemberdayaan, Pengembangan Kurikulum hingga Redifinisi Islamisasi Pengetahuan (Bandung: Penerbit Nuansa, 2003).
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung : CV Pustaka Setia, 1998), Jilid I
Nurkholis, Manajemen Berbasis Sekolah, Teori, Model, dan Aplikasi, (Jakarta: Grasindo, 2003)
Philip Kotler, 2002. Manajemen Pemasaran di Indonesia : Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian. Salemba Empat: Jakarta
Rinda Hedwig dan Gerradus Polla, Model Sistem Penjaminan Mutu dan Proses Penerapannya di Perguruan tTinggi (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006)
Slamet, Margono, 1999. Filosofi Mutu dan Penerapan Prinsip-prinsip Manajemen Mutu Terpadu, IPB : Bogor
Syafaruddin, Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan, Konsep, Strategi, dan Aplikasi, (Jakarta:Grafindo, 2002)
Syaiful Sagala, 2006, Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung: Alfaeta,
Tjipto, F. 1997. Prinsip-prinsip Total Quality Service, Andi: Jogjakarta


[1] Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 Bab VI Pasal 5 Ayat 1
[2] Syafaruddin, Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan, Konsep, Strategi, dan Aplikasi, (Jakarta:Grafindo, 2002), hal. 2.
[3] Undang-undang Sisdiknas Tahun 2003 Bab V Pasal 5 Ayat 1
[4] Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 129a/U/2004 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pendidikan
[5] Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional, Ibid, hal. 1
[6] Garbut Susan, Education and Training, Volume 38 Number 7,pp. 16-22 (MCB University Press, 1996), hal. 2
[7] Rinda Hedwig dan Gerradus Polla, Model Sistem Penjaminan Mutu dan Proses Penerapannya di Perguruan tTinggi (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006), hal. 2
[8] Philip Kotler, 2002. Manajemen Pemasaran di Indonesia : Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian. Salemba Empat: Jakarta, hal. 83
[10] Tjipto, F. 1997. Prinsip-prinsip Total Quality Service, Andi: Jogjakarta
[11] Husaini Usman, Manajemen Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan, (Jakarta:PT.Bumi Aksara,2006), hal. 410
[12] Aan Komariah dan Cepi Triatna, Visionary Leadership Menuju Sekolah Efektif, (Jakarta: PT.Bumi Aksara,2005), hal. 9
[13] Aan Komariah dan Cepi Triatna, Ibid.
[14] Imam Tholhah dan Ahmad Barizi, Membuka Jendela Pendidikan, Mengurai Tradisi Integrasi Keilmuan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2004), hal.189
[15] Husaini Usman, Ibid, hal. 459
[16] Nurkholis, Manajemen Berbasis Sekolah, Teori, Model, dan Aplikasi, (Jakarta: Grasindo, 2003), hal. 79
[17] Slamet, Margono, 1999. Filosofi Mutu dan Penerapan Prinsip-prinsip Manajemen Mutu Terpadu, IPB : Bogor
[18] Nurkholis, Manajemen Berbasis Sekolah; Teori, Model dan Aplikasi,.(Jakarta; Grasindo, 2003), hal. 70
[19] Syaiful Sagala, 2006, Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung: Alfaeta, hal. 175
[21] B. Suryo Subroto, Manajemen Pendidikan Di Sekolah (Jakarta; Rieneka Cipta, 2008) Cet 2. Hal 199
[22]  Nurkholis, Ibid, Hal. 78-79
[24] Nur uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung : CV Pustaka Setia, 1998), Jilid I, hal.203
[25] Abuddin Nata, Paradigma Pendidikan Islam: Kapita Selekta Pendidikan Islam (Jakarta: Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2001), hal. 149.
[26] Abuddin Nata, Ibid, hal. 165-169
[27] Makalah dari Azyumardi Azra dengan judul “Strategi PTAIN di Era Global” yang disampaikan pada acara forum Rektor UIN/IAIN/STAIN se-Indonesia tanggal 28-29 Desember 2004 di UIN Jakarta.
[28] Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam: Pemberdayaan, Pengembangan Kurikulum hingga Redifinisi Islamisasi Pengetahuan (Bandung: Penerbit Nuansa, 2003), hal. 299.

No comments:

Post a Comment