BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pelayanan merupakan faktor yang amat penting bagi suatu perusahaan, lembaga
atau organisasi khususnya yang bergerak dibidang jasa tak terkecuali pada
sektor pendidikan. Dimana hal ini fisik produk berupa layanan administrasi dan
pembelajaran yang ditawarkan biasanya ditunjang dengan berbagai macam keunikan
produk. Adapun inti produk yang dimaksud biasanya merupakan suatu jasa
tertentu.
Pada
aspek implementatif tentang konsep mutu, diharapkan agar setiap satuan
pendidikan pada jalur formal dan nonformal wajib melakukan penjaminan mutu
pendidikan.[1]
Oleh karena itu, manajemen kualitas kelembagaan pendidikan pada hakikatnya
bertujuan untuk mengintegrasikan semua fungsi organisasi yang berfokus pada
pemenuhan keinginan dan kebutuhan stakeholder dan tujuan penyelenggaraan pendidikan sesuai
tupoksi masing-masing.
Dengan demikian kualitas pendidikan
bukanlah suatu wadah yang berdiri sendiri tetapi merupakan suatu kesatuan yang
saling berhubungan dan terkait sebagai suatu proses dalam sebuah sistem, bila
membicarakan masalah kualitas pendidikan maka tidak akan terlepas dari tiga
unsur pendidikan yaitu, masukan, proses, dan lulusan. Keberadaan lulusan
lembaga pendidikan merupakan SDM yang menjadi subjek dan objek pembangunan yang
perlu ditingkatkan kualitasnya melalui jalur pendidikan dalam fungsi, proses,
dan aktifitasnya yang bermuara pada pencapaian tujuan pendidikan nasional.[2]
Pendidikan
sebagai salah satu sektor pelayanan publik pemerintah, tidak luput dari
berbagai kritikan masyarakat yang menginginkan perubahan bersifat signifikan
dan mendesak, janji pemerintah terhadap setiap warga negara untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu belum terbukti.[3]
Sebagai
jawaban atas tantangan ini, pemerintah telah mengeluarkan berbagai peraturan
yang menyangkut Standar Pelayanan Minimal (SPM), dan didalam sektor pendidikan
SPM didalamnya merupakan tolak ukur kinerja pelayanan pendidikan yang
diselenggarakan daerah untuk menjamin kualitas pelayanan sektor pendidikan
kepada masyarakat dan berfungsi sebagai pedoman dalam perencanaan, pelaksanaan,
dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang
bermutu.[4]
Implikasi
yang terjadi baik di sektor pusat maupun daerah sebagai lembaga penyelenggara
pada sektor pendidikan sebagaimana tertuang pada peraturan SPM, memiliki fungsi
ganda. Fungsi-fungsi tersebut diharapkan dapat memenuhi tujuan internal
kelembagaan dan fungsi sosial yang memberikan pelayanan maksimal kepada seluruh
stakeholder pengguna dalam rangka ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa.[5]
Untuk menjamin keberlangsungan fungsi-fungsi tersebut, maka diperlukan suatu
konsep dan kebijakan operasional peningkatan kualitas penyelenggaraan pelayanan
jasa pendidikan tak terkecuali pendidikan Islam melalui berbagai pendekatan dan
metode manajerial didalamnya.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas
demi mempermudah kelanjutan pembahasan pada tulisan ini, rumusannya masalahnya adalah
sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud Mutu
Layanan pada Pendidikan Agama Islam?
2. Bagaimana Model Mutu Layanan
yang ada pada pendidikan Agama Islam?
C.
Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah diatas, memunculkan tujuan
penulisan dalam makalah ini sebagai berikut:
1. Memahami maksud dari keberadaan
Mutu Layanan pada Pendidikan Agama Islam
2. Mengetahui beragam Model Mutu
Layanan yang ada pada Pendidikan Agama Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Mutu Layanan
Pendidikan Agama Islam
Berbicara tentang mutu layanan pendidikan agama islam
tidak dapat dipisahkan dari kajian kualitas pelayanan (mutu layanan) yang ada
pada teori-teori manajemen mutu yang telah berkembang disektor industri maupun
pemasaran yang kemudian dapat diadaptasi pada sektor manejemen mutu di dunia
pendidikan dengan beragam satuan pendidikan di dalamnya meliputi keberadaan
pelayanan yang diberikan oleh suatu instansi maupun perorangan sesuai dengan
tupoksinya masing-masing.
Konsep-konsep
peningkatan mutu pada dunia industri telah ada sejak lama dan dapat diadopsi
atau digunakan pada sektor satuan pendidikan, seperti adanya penerapan pada
beberapa perangkat dan teknik seperti yang sering digunakan dalam analisis
bisnis.[6]
Oleh karena
itu, satuan pendidikan hendaknya memahami perkembangan manajemen sistem
industri modern agar mampu mendesain, menerapkan, mengendalikan, dan
meningkatkan kinerja sistem pendidikan yang memenuhi kebutuhan yang sama dengan
kebutuhan manajemen sistem industri modern.
Kata kualitas / mutu mengandung beragam definisi dan
makna, orang yang berbeda akan mengartikannya secara berlainan tetapi dari
beberapa definisi yang dapat kita jumpai memiliki beberapa kesamaan walaupun
hanya cara penyampaiannya saja yang nampak berbeda, Mutu / kualitas biasanya
terdapat pada elemen sebagai berikut:
1. Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihkan
harapan pelanggan.
2. Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses dan
lingkungan
3. Kualitas merupakan kondisi yang
selalu berubah. (misalnya sesuatu dianggap bermutu saat ini mungkin akan
dianggap kurang bermutu pada masa mendatang). [7]
Mengutip konsep yang ada dalam teori pemasaran, Kotler[8]
memberikan definisi Pelayanan sebagai bentuk dari setiap tindakan atau kegiatan
yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya
tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksinya dapat
dikaitkan atau tidak dikaitkan pada satu produk fisik. Pelayanan merupakan
perilaku produsen dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan demi
tercapainya kepuasan pada pelanggan itu sendiri.
Kotler juga mengatakan bahwa perilaku tersebut dapat
terjadi pada saat, sebelum dan sesudah terjadinya transaksi. Pada umumnya
pelayanan yang bertaraf tinggi akan menghasilkan kepuasan yang tinggi serta pembelian
ulang yang lebih sering. Pada sektor pendidikan memungkinkan munculnya
kepuasan yang dapat dilihat dari indikator loyalitas yang ditunjukkan oleh pelanggan
atau pemerhati pendidikan khususnya peserta didik, orang tua peserta didik, stakeholder,
dan satuan pendidikan lanjutan diatasnya.
Dalam konteks dunia pendidikan,
bagaimana cara mewujudkan pendidikan yang bermutu, manusia di dalamnya berupa
(pimpinan, tenaga pendidik, tenaga kependidikan, peserta didik, wali peserta
didik, komite, dan stakeholder di pandang dari kacamata Manajemen Mutu
Terpadu / TQM (Total Quality Manajemen) adalah pelanggan yang harus menjadi
pusat perhatian dalam memenuhi semua kebutuhan dan keinginannya termasuk dalam
segi pelayanannya dan kepuasan untuk peserta didik khususnya terletak pada layanan
dalam proses yang sedang berlangsung dan hasil pendidikannya ketika telah
tuntas.
Pelayanan
berhubungan dengan kualitas produk yang berupa barang dan atau jasa. Untuk
meningkatkan kualitas produk telah dikembangkan konsep Total Quality
Management. Adapun untuk meningkatkan kualitas pelayanan (service) telah
dikembangkan konsep Total Quality Service.
Dalam
upaya meningkatkan kualitas pelayanan perlu diidentifikasikan "Siapa
pelanggan kita sebenarnya?". Selain itu, juga perlu diidentifikasikan
"Apa kebutuhan pelanggan kita sebenarnya". Setelah ter-identifikasi selanjutnya
dapat diterapkan jenis-jenis pelayanan di suatu organisasi atau unit
organisasi. Hasil identifikasi jenis jenis pelayanan dalam suatu organisasi
sangat bermanfaat pada upaya peningkatan kualitas pelayanan menuju pelayanan
prima.
Pelayanan
Prima adalah terjemahan dari Excellent Service yang secara harfiah
berarti pelayanan yang sangat baik, atau pelayanan yang terbaik. Pelayanan
prima dikembangkan berdasarkan konsep A3, yaitu Attitude (sikap), Attention
(perhatian), Action (tindakan).[9]
Pelayanan
prima berdasarkan konsep sikap (attitude) meliputi tiga prinsip berikut
ini:
1. Melayani pelanggan berdasarkann penampilan
yang sopan dan serasi
2. Melayani pelanggan dengan berpikiran
positif, what dan logis.
3. Melayani pelanggan dengan sikap menghargai.
Pelayanan
prima berdasarkan perhatian (attention) meliputi tiga prinsip
berikut ini:
1. Mendengarkan
dan memahami secara sungguh-sungguh kebutuhan para pelanggan.
2. Mengamati dan menghargai perilaku para
pelanggan.
3 Mencurahkan perhatian penuh kepada para
pelanggan.
Pelayanan
prima berdasarkan tindakan (action) meliputi lima prinsip sebagai
berikut.
1 Mencatat setiap pesanan para pelanggan.
2. Mencatat kebutuhan para pelanggan.
3. Menegaskan kembalii kebutuhan para pelanggan.
4. Mewujudkan kebutuhan para pelanggan.
5. Menyatakan terima kasih dengan harapan
pelanggan mau kembali.
Tujuan dari
Total Quality Service adalah mewujudkan tercapainya kepuasan pelanggan, memberikan
tanggung jawab kepada setiap orang dan melakukan perbaikan pelayanan secara berkesinambungan,
pada konteks dunia pendidikan, pelanggan di dalamnya tidak lain adalah pimpinan
lembaga, tenaga pendidik, tenaga kependidikan, peserta didik, wali peserta
didik, komite, dan stakeholder serta sekolah lanjutan diatasnya yang
mempunyai kualifikasi tertentu dalam seleksi calon peserta didik baru, siswa
baru maupun mahasiswa baru.
Konsep
Total Quality Service menurut Tjipto[10] terdiri
dari empat bidang:
1. Berfokus kepada pelanggan
Prioritas
utama adalah menidentifikasi keinginan, kebutuhan dan harapan Pelanggan.
Selanjutnya dirangcang sistem yang dapat memberikan jasa atau layanan tertentu
yang memenuhi keinginan pelanggan tersebut.
2. Keterlibatan pegawai secara menyeluruh
Semua
pihak yang terkait dengan upaya peningkatan pelayanan hares dilibatkan secara total
menyeluruh. Karena itu, manajemen harus dapat memberikan peluang perbaikan kualitas
terhadap semua pegawai. Selain itu, kepemimpinan harus pula memberikan kesempatan
berpartisipasi kepada semua pegawai yang ada dalam organisasi, serta memperdayakan
pegawai atau karyawan dalam merancang dan memperbaiki barang, jasa, sistem dan
organisasi.
3. Sistem pengukuran
Komponen dalam sistem pengukuran
terdiri hal-hal berikut ini:
a. Menyusun
standar proses dan produk (barang atau jasa)
b.
Mengidentifikasikan ketidaksesuaian dan mengukur kesesuaiannya dengan keinginan
pelanggan.
c. Mengoreksi
penyimpangan dan meningkat-kan kinerja.
4. Perbaikan kesinambungan.
a. Memandang bahwa
semua pekerjaan sebagai suatu proses
b.
Mengantisipasikan perubahan keinginan, kebutuhan dan harapan para pelanggan.
c. Mengurangi
waktu siklus suatu proses produksi dan distribusi.
d. Dengan senang
hati menerima umpan batik dari pelanggan.
Bila dikaitkan dengan
pendidikan, mutu layanan akan berkenaan dengan segala aspek yang berhubungan dengan segala kegiatan yang
dilaksanakan dalam rangka mendidik didalam suatu pendidikan.
Mutu dalam bidang
pendidikan meliputi mutu input, output dan
outcomes. Input pendidikan dinyatakan bermutu jika siap berproses, proses pendidikan
bermutu apabila mampu menciptakan suasana yang PAIKEM (pembelajaran aktif,
inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan). Output pendidikan dikatakan bermutu jika hasil belajar akademik maupun non
akademik siswa tinggi. Outcome dinyatakan bermutu apabila lulusan terserap di dunia kerja, gaji wajar,
semua pihak mengakui kehebatan lulusan dan merasa puas.[11]
Biasanya mutu dalam ukuran absolut sudah
ditetapkan produsen secara subjektif.[12]
Ukuran mutu diterapkan secara relative, yaitu berdasarkan pada kebutuhan stakeholder. Bukan hanya produsen, tetapi stakeholder pun turut menentukan mutu.[13]
Tolak ukur mutu yang baik bukan tolak ukur yang bersifat absolut, melainkan
yang bersifat relative, yaitu yang sesuai dengan kebutuhan stakeholder mutu sekolah akan baik jika sekolah tersebut
dapat menyajikan jasa yang sesuai dengan kebutuhan stakeholder.
Aplikasi mutu: Pertama redefinisi tugas untuk memudahkan kerja bagi semua unsur
pendidikan, maka diperlukan pembagian tugas (job
description) yang jelas. Sekaligus sebagai upaya
menghindari dari overlapping diantara masing-masing unsur tersebut.
Kedua, profesionalisme
pimpinan lembaga pendidikan yang paling bertanggung jawab dalam tumbuh
kembangnya prakarsa, partisipasi, inovasi dan kreatifitas dalam pengembangan
kelembagaan.
Ketiga berorientasi pada
proses dan produk, untuk meningkatkan hasil belajar salah satu hal penting
adalah memperhatikan proses belajar mengajar.
Keempat, berorientasi
pada perubahan mental. Setiap aktifitas pendidikan, sesuatu yang harus menjadi
perhatian utama adalah hasil yang ingin dicapai yaitu tujuan dan target
pendidikan dan akhlakul karimah sebagai porsi paling penting dalam pendidikan
islam.[14]
Dapat disimpulkan bahwasanya orientasi utamanya adalah pada ranah proses yang
didalamnya tidak terlepas dari adanya mutu layanan yang ditawarkan dan
diterapkan oleh tenaga pendidik khususnya dalam konteks pembelajaran dengan
tujuannya agar dapat meng-orbitkan produk atau lulusan yang sesuai dengan
tujuan yang telah direncanakan.
Muatan TQM merupakan
budaya peningkatan mutu pendidikan secara terus menerus, fokus pada stakeholder sekolah demi kepuasan jangka panjangnya, dan
partisipasi warga sekolah, keluarga, masyarakat dan pemerintah.[15]
TQM dalam pendidikan adalah filosofi perbaikan terus menerus dimana lembaga
pendidikan menyediakan seperangkat sarana atau alat untuk memenuhi bahkan
melampaui kebutuhan, keinginan dan harapan stakeholder
saat ini dan dimasa mendatang.[16]
Jika mutu pendidikan
ingin dicapai maka pimpinan, tenaga pendidik, tenaga kependidikan, peserta
didik, komite, masyarakat, stakeholder, serta jenjang satuan pendidikan
lanjutannya dituntut untuk bekerjasama demi mewujudkan tujuan pendidikan yang
bermutu tersebut, sehingga dalam konsep mutu di suatu Instansi pendidikan akan kita
dapatkan skematikanya sebagai berikut:[17]
Flowchart tersebut menjelaskan bahwasanya layanan yang
bermutu dapat tercapai dengan terpenuhi beragam harapan yang menjadi permintaan
pelanggan pada sektor pendidikan dengan adanya penerapan pelayanan yang relevan
dan dapat diamati dari pemunculan loyalitas yang diberikan oleh si pelanggan.
Pelanggan pendidikan termasuk juga pendidikan Islam ada dua aspek, yaitu
pelanggan internal dan eksternal. Pelanggan internal adalah kepala sekolah,
guru dan staf kependidikan lainnya. Pelanggan eksternal ada tiga kelompok,
yaitu pelanggan eksternal primer, pelanggan sekunder, dan pelanggan tersier.
Pelangan eksternal primer adalah peserta didik. Pelanggan eksternal sekunder
adalah orang tua dan para pemimpin pemerintahan. Pelanggan eksternal tersier
adalah pasar kerja dan masyarakat luas.[18]
Lebih rinci lagi
dapat kita ketahui sebagai berikut:
Pelanggan Internal
Pendidikan Islam
|
Pelanggan Ekternal
Pendidikan Islam
|
Kepala sekolah, Guru dan Staf kependidikan lainnya
seperti, pustakawan, laboran,
teknisi dan tenaga administrasi
|
Ada
tiga kelompok :
a. Pelangan eksternal primer
adalah peserta didik.
b. Pelanggan eksternal sekunder
adalah orang tua, pemerintah serta masyarakat luas.
c. Pelanggan eksternal tersier
adalah dunia kerja dan instansi pendidikan lanjutannya.
|
Dari pemaparan diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa layanan mutu pada suatu instansi pendidikan merupakan langkah
yang wajib ditempuh untuk memenuhi konsep manajemen mutu terpadu pada
pendidikan yang termasuk pula pendidikan agama Islam didalamnya.
B.
Model Mutu Layanan
Pendidikan Agama Islam
Membahas tentang keberadaan suatu model, kita akan
ketahui definisinya terlebih dahulu, salah satunya menurut Komarudin,
bahwasanya model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan
sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan-kegiatan tertentu.
Model pada dasarnya dapat dipahami sebagai:
1.
Suatu tipe atau desain;
2.
Suatu deskripsi atau analogi yang
dipergunakan untuk membantu proses visualisasi sesuatu yang tidak dapat dengan
langsung diamati;
3.
Suatu sistem asumsi-asumsi, data-data
dan interferensi-interferensi yang dipakai untuk menggambarkan secara
sistematis suatu obyek atau peristiwa;
4.
Suatu desain yang disederhanakan dari
suatu sistem kerja, suatu terjemahan realitas yang disederhanakan;
5.
Suatu deskripsi dari suatu sistem yang
mungkin atau imajiner; dan
6.
Penyajian yang diperkecil agar dapat
menjelaskan dan menunjukkan sifat bentuk aslinya.[19]
Dari ilustrasi pemahaman tentang model diatas dapat
penulis jabarkan bahwasanya Model Mutu Layanan Pendidikan Agama Islam adalah
tak ubahnya sebagai kerangka konseptual suatu pedoman yang didesain secara
sederhana dalam pemenuhan beragam harapan yang menjadi permintaan pelanggan
pada sektor pendidikan dengan adanya penerapan pelayanan yang relevan dan dapat
diamati dari pemunculan loyalitas yang diberikan oleh si pelanggan khususnya pelanggan
di sektor Pendidikan Agama Islam.
Model Mutu Layanan PAI yang bisa penulis tawarkan untuk
diketahui adalah adanya pemetaan layanan pada beberapa jenjang sektor penyedia
mutu layanan pada Pendidikan Agama Islam diantaranya sebagai berikut:
a. Sektor Layanan Nasional
dan Institusional
Konsep desain pedoman mutu layanan PAI
telah diberikan rambu-rambu oleh Kemenag dengan diberlakukannya
kebijakan-kebijakan yang di dalamnya dituntut untuk terpenuhinya mutu layanan pendidikan agama islam
dimulai dari sektor nasional hingga institusional yang dikembangkan lebih rinci
lagi oleh para praktisi pendidikan tentang penerapannya pada sektor
Instruksional.
Mutu
layanan Pendidikan Agama Islam yang
ditawarkan oleh kemenag telah nampak melalui beberapa kebijakannya
sebagai berikut: :[20]
Kementerian
Agama RI di tahun 2010-2014 menetapkan 5 kebijakan yaitu : (1) peningkatan
kualitas kehidupan beragama; (2) peningkatan kualitas kerukunan umat beragama; (3)
peningkatan kualitas raudhatul athfal, madrasah, perguruan tinggi agama,
pendidikan agama, dan pendidikan keagamaan; (4) peningkatan kualitas penyelenggaraan
ibadah haji, dan (5) perwujudan tata kelola kepemerintahan yang bersih dan
berwibawa.
Untuk
menjalankan 5 kebijakan tersebut, dalam rencana pelaksanaannya telah ditetapkan dalam 11 program Kementerian Agama, salah satunya yang
menjadi tanggung jawab Ditjen Pendidikan Islam yaitu Program Pendidikan Islam,
khususnya untuk menjalankan kebijakan pada no. 3 di atas.
Program Pendidikan Islam
bertujuan untuk meningkatkan akses, mutu, relevansi dan daya saing serta tata
kelola, akuntabilitas dan pencitraan Pendidikan Islam. Pencapaian tujuan
program Pendidikan Islam ini dilakukan melalui sejumlah kegiatan strategis
sebagai berikut:
1.
Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya di
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam
Keluaran (outputs) yang hendak dihasilkan dari
kegiatan ini adalah: 1) Tersedianya data dan informasi perencanaan 2)
Tersedianya dokumen perencanaan dan anggaran 3) Meningkatnya kualitas pelayanan
administrasi keuangan 4) Meningkatnya kualitas pelayanan ketatalaksanaan,
kepegawaian, serta tersedianya peraturan perundang-undangan 5) Meningkatnya
kualitas administrasi perkantoran dan pelayanan umum
Keluaran (outputs) tersebut akan dicapai antara lain
melalui koordinasi pelaksanaan tugas; pembinaan dan pemberian dukungan
administrasi satuan organisasi; penyusunan rencana dan program kegiatan;
penyiapan dan pengolahan data; pengembangan sistem informasi; penyusunan
laporan dan evaluasi program serta akuntabilitas kinerja; pembinaan dan
pelayanan administrasi keuangan; penyusunan rencana dan pengelolaan keuangan;
pelaksanaan anggaran dan perbendaharaan; penyusunan laporan akuntansi dan
verifikasi keuangan; pembinaan dan pelayanan di bidang organisasi dan
tatalaksana; pengelolaan kepegawaian; penyiapan peraturan perundang-undangan;
serta pelayanan dan pembinaan urusan ketatausahaan, kearsipan, pengelolaan BMN, kerumahtanggaan, perlengkapan dan
keprotokolan.
2.
Peningkatan Akses dan Mutu Madrasah Ibtidaiyah
Keluaran (outputs) yang hendak dihasilkan dari
kegiatan ini adalah: 1) Tersedia dan terjangkaunya layanan pendidikan Madrasah
Ibtidaiyah (MI). 2) Meningkatnya mutu layanan pendidikan MI 3) Meningkatnya
mutu dan daya saing lulusan MI 4) Meningkatnya mutu tata kelola MI
Keluaran (outputs) tersebut dicapai antara lain melalui
penyediaan dan pengembangan sarana prasarana MI termasuk di daerah bencana,
terpencil dan tertinggal; pemanfaatan teknologi informasi bagi kegiatan
belajar-mengajar dan pengelolaan pendidikan; penyediaan bantuan peningkatan
mutu madrasah; peningkatan mutu kurikulum dan bahan ajar; peningkatan
partisipasi masyarakat dan bantuan luar negeri; penilaian dan pemberian
akreditasi; peningkatan kualitas manajemen madrasah; serta peningkatan mutu
tata kelola pendidikan, selain itu pencapaian kegiatan ini juga mencakup
berbagai hal terkait pendidikan anak usia dini dan RA/BA.
3.
Peningkatan Akses dan Mutu Madrasah Tsanawiyah
Keluaran (outputs) yang hendak dihasilkan dari
kegiatan ini adalah: 1) Tersedia dan terjangkaunya layanan pendidikan Madrasah
Tsanawiyah (MTs); 2) Meningkatnya mutu layanan pendidikan MTs; 3) Meningkatnya
mutu dan daya saing lulusan MTs; 4) Meningkatnya mutu tata kelola MTs.
Keluaran (outputs) tersebut dicapai antara lain melalui
penyediaan dan pengembangan sarana prasarana MTs, termasuk di daerah bencana,
terpencil dan tertinggal; pemanfaatan teknologi informasi bagi kegiatan
belajar-mengajar dan pengelolaan pendidikan; penyediaan bantuan peningkatan
mutu madrasah; peningkatan mutu kurikulum dan bahan ajar; peningkatan
partisipasi masyarakat dan bantuan luar negeri; penilaian dan pemberian
akreditasi; peningkatan kualitas manajemen madrasah; serta peningkatan mutu
tata kelola pendidikan.
4.
Peningkatan Akses dan Mutu Madrasah Aliyah
Keluaran (outputs) yang hendak dihasilkan dari
kegiatan ini adalah: 1) Tersedia dan terjangkaunya layanan pendidikan Madrasah
Aliyah (MA) 2) Meningkatnya mutu layanan pendidikan MA 3) Meningkatnya mutu dan
daya saing lulusan MA 4) Meningkatnya mutu tata kelola MA
Keluaran (outputs) tersebut dicapai antara lain melalui
penyediaan dan pengembangan sarana prasaranaMA, termasuk di daerah bencana, terpencil
dan tertinggal; pemanfaatan teknologi informasi bagi kegiatan belajar-mengajar
dan pengelolaan pendidikan; penyediaan bantuan peningkatan mutu madrasah;
peningkatan mutu kurikulum dan bahan ajar; peningkatan partisipasi masyarakat
dan bantuan luar negeri; penilaian dan pemberian akreditasi; peningkatan
kualitas manajemen madrasah; serta peningkatan mutu tata kelola pendidikan.
5.
Penyediaan Subsidi Pendidikan Madrasah Bermutu
Keluaran (outputs) yang hendak dihasilkan dari kegiatan
ini adalah: 1) Tersedianya Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi MI dan MTs 2)
Tersalurkannya beasiswa bagi siswa miskin.
Keluaran (outputs) tersebut dicapai antara lain melalui
penyediaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi madarasah ibtidaiyah dan
madrasah tsanawiyah; penyediaan beasiswa bagi siswa berprestasi dan siswa
miskin, termasuk di daerah bencana, terpencil dan tertinggal; serta penyediaan
safeguarding (monitoring, rakor, evaluasi) bagi BOS pada tingkat pusat, provinsi dan
kabupaten/kota.
6.
Peningkatan Mutu dan Kesejahteraan Pendidik dan Tenaga
Kependidikan Madrasah
Keluaran (outputs) yang hendak dihasilkan dari
kegiatan ini adalah: 1) Meningkatnya profesionalisme tenaga pendidik dan tenaga
kependidikan 2) Meningkatnya kesejahteraan tenaga pendidik dan tenaga
kependidikan
Keluaran (outputs) tersebut dicapai antara lain melalui
penyediaan dan peningkatan kualifikasi guru, pengawas dan tenaga kependidikan;
penyediaan beasiswa dan bantuan pendidikan lainnya; peningkatan kompetensi
kepala madrasah; serta penyediaan tunjangan fungsional, profesi dan purna
bakti.
7.
Peningkatan Akses dan Mutu Pendidikan Tinggi Islam
Keluaran (outputs) yang hendak dihasilkan dari
kegiatan ini adalah: 1) Meningkatnya akses pendidikan Perguruan Tinggi Agama
Islam (PTAI) 2) Meningkatnya mutu layanan pendidikan
PTAI 3) Meningkatnya mutu
dan daya saing lulusan PTAI 4) Meningkatnya mutu tata kelola PTAI
Keluaran (outputs) tersebut dicapai antara lain melalui
penyediaan dan pengembangan sarana prasaranaPTAI, termasuk di daerah bencana, terpencil
dan tertinggal; peningkatan mutu lulusan dan daya saing bertaraf internasional;
peningkatan mutu kurikulum dan bahan ajar; peningkatan partisipasi masyarakat
dan bantuan luar negeri; pengembangan kemitraan dengan berbagai pihak;
pengembangan Ma`had Aly pada PTAI; penataan program studi dan bidang keilmuan yang
fleksibel memenuhi kebutuhan pembangunan; penguatan konsorsium ilmu-ilmu
keislaman yang memperkuat pengembangan dan pengkajian ilmu-ilmu keislaman di PTAI; serta
peningkatan mutu tata kelola PTAI.
8.
Penyediaan Subsidi Pendidikan Tinggi Islam Bermutu
Keluaran (outputs) yang hendak dihasilkan dari
kegiatan ini adalah tersedia dan tersalurkannya beasiswa bagi mahasiwa miskin
dan mahasiswa berprestasi. Keluaran (outputs) tersebut dicapai antara
lain melalui penyediaan beasiswa bagi mahasiswa miskin dan mahasiswa
berprestasi, termasuk di daerah bencana, terpencil dan tertinggal.
9.
Peningkatan Mutu dan Kesejahteraan Pendidik dan Tenaga
Kependidikan Pendidikan Tinggi Islam
Keluaran (outputs) yang hendak dihasilkan dari kegiatan
ini adalah: 1) Meningkatnya profesionalisme dosen dan tenaga kependidikan pada
Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) 2) Meningkatnya kesejahteraan dosen dan
tenaga kependidikan pada PTAI.
Keluaran (outputs) tersebut dicapai antara lain melalui
peningkatan kualifikasi pendidikan dosen dan tenaga kependidikan; penyediaan
beasiswa dan bantuan belajar; penyediaan tunjangan fungsional, tunjangan
profesi dan tunjangan lainnya.
10.
Peningkatan Akses dan Mutu Pendidikan Keagamaan Islam
Keluaran (outputs) yang hendak dihasilkan dari
kegiatan ini adalah: 1) Tersedia dan terjangkaunya layanan Pendidikan Non
Formal, Diniyah, dan Pondok Pesantren. 2) Meningkatnya mutu layanan Pendidikan
Non Formal, Diniyah, dan Pondok Pesantren. 3) Meningkatnya mutu dan daya saing
lulusan Pendidikan Non Formal, Diniyah, dan Pondok Pesantren 4) Meningkatnya
mutu tata kelola Pendidikan Non Formal, Diniyah, dan Pondok Pesantren.
Keluaran (outputs) tersebut dicapai antara lain melalui
penyediaan BOS pada pondok pesantren penyelenggara program Wajar Dikdas;
penyediaan dan pengembangan sarana prasarana Pendidikan Non Formal, Diniyah,
dan Pondok Pesantren, termasuk di daerah bencana, terpencil dan tertinggal;
peningkatan mutu lulusan dan daya saing; penyaluran beasiswa; peningkatan mutu
kurikulum dan bahan ajar; peningkatan partisipasi masyarakat dan bantuan luar
negeri; pengembangan kemitraan dengan berbagai pihak; pengembangan Ma`had Aly
pada pondok pesantren; serta peningkatan mutu tata kelola pendidikan.
11.
Penyediaan Subsidi Pendidikan Keagamaan Islam Bermutu
Keluaran (outputs) yang hendak dihasilkan dari
kegiatan ini adalah tersedia dan tersalurkannya BOS pada pendidikan
keagamaan dan beasiswa bagi santri berprestasi. Keluaran (outputs)
tersebut dicapai antara lain melalui penyaluran BOS pada satuan
pendidikan keagamaan dan penyediaan beasiswa bagi santri berprestasi.
12.
Peningkatan Akses dan Mutu Pendidikan Agama Islam pada
Sekolah
Keluaran (outputs) yang hendak dihasilkan dari
kegiatan ini adalah: 1) Tersedianya
layanan pendidikan agama Islam pada sekolah 2) Meningkatnya mutu layanan
pendidikan agama Islam pada sekolah; 3) Meningkatnya kualitas pemahaman dan
pengamalan ajaran agama peserta didik.
Keluaran (outputs) tersebut dicapai antara lain melalui
penyediaan dan pengembangan sarana prasarana Pendidikan Agama Islam (PAI) pada
sekolah, termasuk di daerah bencana, terpencil dan tertinggal; pembentukan dan
peningkatan kapasitas Kelompok Kerja Guru (KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran
(MGMP), dan Kelompok Kerja Pengawas (Pokjawas) Pendidikan Agama Islam;
peningkatan mutu kurikulum dan bahan ajar PAI; pengembangan standar model PAI pada sekolah;
serta peningkatan partisipasi dan kemitraan sekolah, masyarakat dan pihak
terkait lainnya dalam pengembangan PAI.
13.
Peningkatan Mutu dan Kesejahteraan Pendidik dan Pengawas
Pendidikan Agama Islam
Keluaran (outputs) yang hendak dihasilkan dari kegiatan
ini adalah: 1) Meningkatnya profesionalisme tenaga pendidik dan tenaga
kependidikan agama Islam 2) Meningkatnya kesejahteraan tenaga pendidik dan
tenaga kependidikan agama Islam
Keluaran (outputs) ini dicapai antara lain melalui
peningkatan kompetensi dan kualifikasi pendidikan tenaga pendidik dan tenaga
kependidikan agama Islam; penyediaan beasiswa dan bantuan pendidikan lainnya
bagi guru; peningkatan wawasan guru melalui program pertukaran guru PAI; penyediaan
subsidi tunjangan fungsional bagi guru PAI non-PNS;
penyediaan tunjangan profesi bagi guru PAI; dan tunjangan khusus bagi guru PAI di daerah terpencil.
Hal-hal tersebut diatas menggambarkan layanan mutu
yang ditawarkan pemerintah dari sektor Nasional, sedangkan secara Institusional
juga ada beberapa rencana yang dapat disusun dan diterapkan dalam pengembangan
layanan mutu didalamnya antara lain sebagai berikut :
1.
Merancang secara terus menerus untuk tujuan pengembangan siswa , pegawai
dan layanan pendidikan.
2.
Mengedepankan kualitas pendidikan dan kualutas
sekolah.
3.
Guru memiliki kopetensi yang baik sehingga
memunculkan kualitas mengajar yang baik.
4.
Menjalin kerjasama dengan pihak-pihak yang
berkepentingan sehingga dapat menjamin lulusan yang berkualitas.
5.
Melakukan evaluasi secara kontinyu dan mencari
terobosan-terobosan pengembangan sistem dan meningkatkan proses mutu
produktifitas.
6.
Pelatihan terhadap guru dan murid serta staf lain
untuk pengembangan mutu pendidikan. Dan tugas guru salah satunya untuk melatih
siswa agar dapat bersaing dimasa mendatang.
7.
Kepemimpinan yang baik yang mengarahkan guru, staf
dan siswa untuk mengerjakan tugasnya dengan lebih baik. Guru dapat memimpin
siswa dengan baik dikelas sehingga siswa dapat mengoptimalkan potensi yang ada
pada dirinya.
8.
Mengembangkan ketakutan (kesiagaan) yakni semua
staf dan guru mereka harus percaya bahwa akan ada masalah serta dapat
menyiapkan untuk mengantisipasi masalah yang akan datang.
9.
Menghilangkan penghalang kerjasama antara staf,
guru dan siswa.
10. Upayakan tidak ada
pemaksaan dari luar.
11. Mengurangi angka-angka kuota
dengan penerapan kepemimpinan.
12. Hilangkan penghalang yang
dapat menghilangkan kebanggaan hasil keja guru dan siswa.
13. Adanya program
mengadakan metode dan teknik baru pengembangan diri.
14. Pengelola harus dapat
memberikan kesempatan pada semua pihak agar mereka dapat mengambil peranan
dalam pencapaian kualitas.[21]
b. Sektor Layanan
Instruksional
Layanan Instruksional atau pembelajaran pada suatu
instansi pendidikan ditingkat sekolah khususnya memungkinkan untuk terus
berkembang dan ditingkatkan melalui beberapa cara, diantaranya dengan jalan :
1) Meningkatkan ukuran prestasi akademik melalui ujian nasional atau ujian
daerah yang menyangkut kompetensi dan pengetahuan, memperbaiki tes bakat (Scholastic
Aptitude Test), sertifikasi kompetensi dan profil portofolio (portofolio
profile),
2) Membentuk kelompok sebaya untuk meningkatkan gairah pembelajaran melalui
belajar secara kooperatif (cooperative learning),
3) Menciptakan kesempatan belajar baru di sekolah dengan mengubah jam
sekolah menjadi pusat belajar sepanjang hari dan tetap membuka sekolah pada jam
-jam libur,
4) Meningkatkan pemahaman dan penghargaan belajar melalui penguasaan materi
(mastery learning) dan penghargaan atas pencapaian prestasi akademik,
5) membantu siswa memperoleh pekerjaan dengan menawarkan kursus-kursus yang
berkaitan dengan keterampilan memperoleh pekerjaan, bertindak sebagai sumber
kontak informal tenaga kerja, membimbing siswa menilai pekerjaan-pekerjaan,
membimbing siswa membuat daftar riwayatr hidupnya dan mengembangkan portofolio
pencarian pekerjaan.[22]
Model mutu layanan pada sektor Instruksional pendidikan
agama Islam merupakan fase mutu layanan yang diberikan atau diterapkan dalam
suatu proses pembelajaran yang disertai dengan keberadaan model / metode / strategi
pembelajaran yang dapat untuk terus dikembangkan, mulai dari awal perencanaan,
pelakasanaan hingga evaluasi atau penilaian dari adanya pembelajaran yang ingin
diberikan oleh tenaga pendidik terhadap peserta didiknya, hal ini dapat
diadaptasi dari sistem belajar yang ditawarkan oleh Dikti melalui websitenya
dengan penjelasan sebagai berikut:[23]
Perencanaan Proses Pembelajaran
Perencanaan merupakan tahap yang paling awal dilakukan
dalam kegiatan pembelajaran di setiap satuan pendidikan. Dalam hal ini, para
guru harus membuat setidaknya sebuah dokumen yang berisi tentang rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) untuk tiap matapelajaran yang dibinanya. Untuk
keperluan pembelajaran, hal ini juga tidak boleh diabaikan. Sebuah sistem Pembelajaran
harus disertai dengan kemampuan melakukan penyusunan RPP, penyusunan konten
menurut kerangka dan struktur standar isi, dan penyusunan matapelajaran berdasarkan
RPP.
Pelaksanaan Proses Pembelajaran
Pelaksanaan proses pembelajaran berdasarkan perencanaan
yang sudah dibuat harus didukung dengan baik oleh sebuah sistem Pembelajaran.
Sistem harus memiliki kemampuan yang memadai untuk menjalankan layanan ini bagi
para penggunanya setidaknya untuk ketiga hal berikut ini.
a. Kegiatan dan aktivitas pembelajaran
Meliputi kemampuan sistem dalam menjalankan bimbingan,
penugasan, latihan, ujian, dan pembelajaran berbasis topik maupun kompetensi
dengan menggunakan lintasan belajar tertentu dan mekanisme berbagi
matapelajaran.
b. Kegiatan pengajaran
Meliputi kemampuan sistem untuk menjalankan pengajaran
baik dalam format teks, narasi audio, narasi audio-video, radio, maupun
televisi.
c. Eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi
Eksplorasi meliputi kemampuan sistem dalam menyediakan
simulasi, permainan, dan eksperimen virtual. Elaborasi merupakan upaya untuk
mendalami materi/mata pelajaran melalui penugasan analisis, penyelesaian
masalah, penyelenggaraan diskusi baik sinkron maupun asinkron, dan penugasan
membaca/menulis blog/jurnal.
Konfirmasi meliputi kemampuan sistem dalam menghubungkan
pembelajar dan pengajar baik melalui e-mail, forum diskusi, tanya jawab, dan
umpan balik terhadap tugas, latihan, dan ujian.
Pengawasan
Proses Pembelajaran
Beberapa
kegiatan pengawasan yang harus dijalankan dan perlu didukung oleh sebuah sistem
Pembelajaran adalah sebagai berikut.
a.
Pemantauan – Sistem mampu menjalankan
pemantauan melalui pencatatan kelengkapan isi dan proses pembelajaran serta perekaman
aktivitas online baik pendidik maupun peserta didik.
b.
Supervisi – Pengawasan terkait semangat
belajar melalui forum diskusi dan konsultasi.
c.
Evaluasi – Evaluasi kelengkapan isi dan
proses pembelajaran serta evaluasi aktivitas pendidik dan peserta didik.
d.
Pelaporan – Pelaporan hasil pemantauan,
hasil supervisi, dan hasil evaluasi.
e.
Tindak lanjut – Pemberian pelatihan bagi
pendidik dan/atau peserta didik.
Proses
pendidikan tidak akan membuahkan hasil yang nyata apabila fungsi pengawasan
tidak dijalankan dengan baik
Penilaian
Hasil Belajar
Layanan
yang terakhir ini tidak kalah pentingnya di dalam kesatuan kegiatan pendidikan.
Penilaian adalah komponen penting yang dibutuhkan untuk evaluasi dan perbaikan
proses pembelajaran. Oleh karena itu, sistem Pembelajaran juga mendukung
kemampuan penilaian bagi para penggunanya. Kemampuan penilaian oleh sistem
Pembelajaran meliputi penilaian tugas, latihan, dan ujian. Selain kemampuan
menjalankan penilaian, sistem juga didukung dengan kemampuan pengukuran
waktu/lama belajar, mengerjakan tugas, mengerjakan latihan, dan mengerjakan
ujian.
Dalam pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama
Islam, Metode yang ditawarkan oleh Nur Uhbiyati yang mengutip dari Muhammad
Qutb di dalam bukunya Minhajut Tarbiyah Islamiyah disebutkan ada delapan macam
yaitu:
1. Pendidikan
Melalui Teladan yaitu: merupakan salah satu teknik pedidikan yang efektif dan
sukses.
2. Pendidikan
Melalui Nasihat. Didalam jiwa terdapat pembawaan untuk terpengaruh oleh
kata-kata yang didengar, pembawaan itu biasanya tidak tetap dan oleh karena itu
kata-kata harus diulang-ulang.
3. Pendidikan
Melalui Hukuman. Apabila teladan dan nasehat tdak mempan, maka letakanlah
persoalan di tempat yang benar, tindakan tegas itu adalah hikuman, hukuman
sebenarnya tidak mutlak diperlukan , ada juga orang-orang yang cukup dengan
teladan dan nasehat saja.
4. Pendidikan
Melalui Cerita. Cerita mempunyai daya tarik yang menyentuh perasaan manusia,
sebab bagaimanapun cerita sudah merajut hati manusia dan akan mempengaruh
kehidupan mereka.
5. Pendidikan
Melalui kebiasaan. Kebiasaan mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia
karena itu menghemat banyak sekali kekuatan manusia karena sudah kebiasaan yang
mudah melekat dan spontan agar kekuatan itu dapat dipergunakan untuk
kegiatan-kegiatn yang bermanfaat.
6. Menyalurkan
Kekuatan. Teknik islam dalam membina manusia dan juga dalam meperbaikinya
adalah mengaktifkan kekuatan-kekuatan yang tersimpan di dalam jiwa.
7. Mengisi
Kekosongan. Apabila islam menyalurkan kekuatan tubuh dan jiwa ketka sudah
menumpuk dan tidak menyimpanya karena penuh resiko maka islam sekaligus juga
tidak senang kepada kekosongan .
8. Pendidikan
Melalui Peristiwa-peristiwa. Hidup ini penuh perjuangan daan merupakan
pengalaman-pengalaman dengan berbagai peristiwa, baik yang timbul karena tindakanya
sendiri, maupun karena sebab-sebab diluar kemampuanya, Guru yang baik tidak
akan membiarkan peristiwa peristiwa itu berlalu begitu saja tanpa di ambil
menjadi pengalaman yang berharga, ia mesti menggnakanya untuk membina, mengasuh
dan mendidik jiwa, oleh karena itu pengaruhnya tidak boleh hanya sebentar itu
saja.[24]
Dalam kegiatan belajar mengajar di
sektor satuan pendidikan Tinggi, posisi pengelola Program Studi PAI adalah
sangat penting dan strategis dalam kerangka peningkatan kualitas proses pembelajaran
dan pencapaian lulusan yang berkualitas. Menurut Abuddin Nata, ada sejumlah
pendekatan yang dapat dilakukan oleh pihak Program Studi Pendidikan Agama Islam
yaitu cooperative learning, learning society, dan pedekatan input-proses-output.[25]
Konsep pembelajaran kooperatif (cooperative
learning) digunakan dengan alasan bahwa permasalahan yang dihadapi dunia
pendidikan saat ini sangatlah kompleks sehingga perlu didekati dengan
pendekatan yang sifatnya holistik dan integral. Untuk itu perlu adanya kerja sama
dunia pendidikan (program studi) dengan lembaga-lembaga pemakai jasa
pendidikan, perusahaan, yayasan dan lain-lain. Dari sisi Prodi PAI perlunya
dilakukan program magang sesuai kompetensi yang diharapkan dikuasai mahasiswa /
lulusan.
Sedangkan konsep masyarakat belajar (learning
society), memandang bahwa belajar di masa sekarang tidak dapat hanya
dilakukan di ruang kelas, melainkan dengan cara mengintegrasikan seluruh sumber
informasi yang ada dalam masyarakat ke dalam kegiatan belajar mengajar. Bahan-bahan
informasi yang terdapat pada media massa, seperti surat kabar, televisi,
internet, radio, dan pengalaman lainnya harus dimanfaatkan untuk kepentingan
pembelajaran.
Kemudian pendekatan input-proses-output
merupakan suatu pendekatan untuk meninjau dan menganalisis keberadaan Program
Studi secara lebih efektif dan efisien. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan
sebagaimana yang diharapkan, maka seluruh komponen pendidikan yang ada di Program
Studi harus mendapatkan perhatian secara proporsional dan obyektif, baik
masukan mentah (row input), masukan alat (instrumental input),
masukan lingkungan (environmental input), Proses (transformation),
keluaran (output) dan manfaat atau kontribusi (outcome).
Salah satu kelemahan penyelenggaran
pendidikan selama ini menurut para analis disebabkan oleh kebijakan dan
pelaksanaan pendidikan yang hanya menekankan aspek input pendidikan dan kurang
memperhatikan aspek proses dan outcome-nya, terlalu
birokratis-sentralistik, dan kurang memberdayakan masyarakat terkait (stakeholders).
Oleh sebab itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh
Program Studi PAI dalam mengelola potensi dan komponen yang terkait di dalamnya
yakni sebagai berikut:
1. Visi
dan misi Program Studi perlu disusun secara jelas dan komprehensif dengan melibatkan
seluruh komponen terkait.
2.
Kurikulum Program Studi yang mendukung tercapainya visi tersebut perlu segera
direalisasi dan disosialisasikan.
3.
Identifikasi dan pengembangan bidang keahlian dosen pada Program Studi PAI
sehingga memudahkan dalam pengembangan karier dan STAIN ke depan.
4.
Penyediaan fasilitas pendukung dari Program Studi PAI, seperti peralatan
laboratorium micro teaching, laboratorium bahasa, komputer, dan
fasilitas perpustakaan.
5.
Pemberdayaan stakeholders seperti tokoh masyarakat, tokoh agama,
pemerintah, dan para pengguna jasa.[26]
Selain itu, menurut Azyumardi
Azra[27] ada beberapa strategi yang dapat ditempuh
oleh pengelola program studi dalam peningkatan mutu pendidikan yaitu: (1)
memperluas apresiasi publik atas usaha institusi, (2) meningkatkan pemahaman
tentang dunia kerja dan sekitarnya, (3) menjadikan institusi sebagai lembaga
yang efektif, (4) mengintegrasikan kegiatan penilaian, perencanaan, dan pengembangan,
(5) memperkuat dan memperluas komitmen pada kerjasama dan komunitas, (6) mengakui
bahwa setiap orang dalam institusi adalah guru bagi yang lain, (7) memberikan
perhatian dan sumber-sumber yang lebih lebih besar pada kepemimpinan, dan (8)
mengerangkan visi keunggulan (excellence) secara lebih luas.
Menurut Muhaimin[28] ada sejumlah peran yang harus dilakukan
oleh pengampu Program Studi Pendidikan Agama Islam, yaitu: menjadi pusat
pengembangan pendidikan agama Islam yang mampu mengantisipasi dampak era
globalisasi terhadap perilaku, sikap mental dan budaya masyarakat setempat; dan
memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap pengembangan lembaga-lembaga pendidikan
Islam di daerah setempat.
Dalam kaitannya dengan
pengembangan Prodi Pendidikan Agama Islam, perlu memperhatikan aspek
perkembangan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi yang makin pesat. Kedudukan
Program Studi Pendidikan Agama Islam selama ini adalah tumbuh dan berkembang
dari, oleh dan untuk masyarakat. Oleh sebab itu, kontribusi positif dan
signifikansi terhadap kehidupan masyarakat merupakan orientasi yang perlu
diutamakan.
BAB III
KESIMPULAN
Mutu layanan Pendidikan Agama Islam dapat tercapai dengan
terpenuhinya beragam harapan yang menjadi permintaan pelanggan pada sektor
pendidikan agama islam yakni pimpinan,
tenaga pendidik, tenaga kependidikan, peserta didik, wali peserta didik,
komite, dan stakeholder serta jenjang pendidikan lanjutannya dengan adanya penerapan pelayanan yang
relevan dan dapat diamati dari pemunculan loyalitas yang diberikan oleh si pelanggan.
Model
mutu layanan pendidikan agama Islam nampak secara hirarki ditinjau dari adanya
layanan mutu secara nasional dan institusional yang dapat kita ketahui dari
adanya kebijakan yang ditawarkan oleh kemenag selaku pemerintah pusat yang
menaungi lembaga-lembaga institusional pendidikan Islam dan dikembangkan lebih
rinci lagi pada sektor instruksional yang didalamnya berhubungan dengan
keberlangsungan proses pembelajaran pendidikan agama Islam dan tidak terlepas
dari pemenuhan metode-metode maupun pendekatan-pendekatan serta
strategi-strategi relevan yang memungkinkan untuk tercapainya mutu layanan pada
pendidikan agama Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Aan Komariah dan
Cepi Triatna, Visionary Leadership Menuju Sekolah Efektif, (Jakarta:
PT.Bumi Aksara, 2005)
Abuddin Nata, Paradigma
Pendidikan Islam: Kapita Selekta Pendidikan Islam (Jakarta: Penerbit PT
Gramedia Widiasarana Indonesia, 2001).
Husaini Usman, Manajemen
Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan, (Jakarta:PT.Bumi Aksara, 2006)
B.
Suryo Subroto, Manajemen Pendidikan Di Sekolah (Jakarta; Rieneka Cipta,
2008) Cet. 2
Muhaimin, Arah
Baru Pengembangan Pendidikan Islam: Pemberdayaan, Pengembangan Kurikulum hingga
Redifinisi Islamisasi Pengetahuan (Bandung: Penerbit Nuansa, 2003).
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung :
CV Pustaka Setia, 1998), Jilid I
Nurkholis, Manajemen
Berbasis Sekolah, Teori, Model, dan Aplikasi, (Jakarta: Grasindo, 2003)
Philip Kotler, 2002. Manajemen Pemasaran di Indonesia : Analisis,
Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian. Salemba Empat: Jakarta
Rinda Hedwig dan
Gerradus Polla, Model Sistem Penjaminan Mutu dan Proses Penerapannya di
Perguruan tTinggi (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006)
Slamet, Margono,
1999. Filosofi Mutu dan Penerapan Prinsip-prinsip Manajemen Mutu Terpadu, IPB
: Bogor
Syafaruddin, Manajemen
Mutu Terpadu dalam Pendidikan, Konsep, Strategi, dan Aplikasi, (Jakarta:Grafindo,
2002)
Syaiful Sagala,
2006, Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung: Alfaeta,
Tjipto, F. 1997.
Prinsip-prinsip Total Quality Service, Andi: Jogjakarta
http://pendis.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id2=strategipendis#.Ul3PzNKcvLo
diakses tanggal 16 Oktober 2013
http://sumsel2.kemenag.go.id/file/dokumen/upayamelaksanakanpelayananprima.pdf
diakses tanggal 17 oktober 2013
http://www.dikti.go.id/files/atur/rbi/SistemE-Belajar.pdf
diakses tanggal 19 Oktober 2013
[1] Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 Bab VI
Pasal 5 Ayat 1
[2] Syafaruddin, Manajemen Mutu
Terpadu dalam Pendidikan, Konsep, Strategi, dan Aplikasi, (Jakarta:Grafindo,
2002), hal. 2.
[3] Undang-undang Sisdiknas Tahun 2003 Bab V Pasal 5
Ayat 1
[4] Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
129a/U/2004 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pendidikan
[5] Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional, Ibid,
hal. 1
[6] Garbut Susan, Education and Training, Volume
38 Number 7,pp. 16-22 (MCB University Press, 1996), hal. 2
[7] Rinda Hedwig dan Gerradus Polla, Model Sistem
Penjaminan Mutu dan Proses Penerapannya di Perguruan tTinggi (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2006), hal. 2
[8] Philip Kotler, 2002.
Manajemen Pemasaran di Indonesia : Analisis, Perencanaan, Implementasi dan
Pengendalian. Salemba Empat: Jakarta, hal. 83
[9] http://sumsel2.kemenag.go.id/file/dokumen/upayamelaksanakanpelayananprima.pdf
diakses tanggal 17 oktober 2013
[10] Tjipto, F. 1997. Prinsip-prinsip Total Quality
Service, Andi: Jogjakarta
[11] Husaini Usman, Manajemen
Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan, (Jakarta:PT.Bumi Aksara,2006), hal.
410
[12] Aan Komariah dan Cepi Triatna, Visionary
Leadership Menuju Sekolah Efektif, (Jakarta: PT.Bumi Aksara,2005), hal. 9
[13] Aan Komariah dan Cepi Triatna, Ibid.
[14] Imam Tholhah dan Ahmad Barizi, Membuka
Jendela Pendidikan, Mengurai Tradisi Integrasi Keilmuan Islam, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada,2004), hal.189
[15] Husaini Usman, Ibid, hal.
459
[16] Nurkholis, Manajemen Berbasis
Sekolah, Teori, Model, dan Aplikasi, (Jakarta: Grasindo, 2003), hal. 79
[17] Slamet, Margono, 1999. Filosofi Mutu dan Penerapan
Prinsip-prinsip Manajemen Mutu Terpadu, IPB : Bogor
[18] Nurkholis, Manajemen Berbasis Sekolah; Teori, Model
dan Aplikasi,.(Jakarta; Grasindo, 2003), hal. 70
[19] Syaiful Sagala, 2006, Konsep dan Makna
Pembelajaran, Bandung: Alfaeta, hal. 175
[20] http://pendis.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id2=strategipendis#.Ul3PzNKcvLo
diakses tanggal 16 Oktober 2013
[21] B. Suryo Subroto, Manajemen Pendidikan Di Sekolah (Jakarta;
Rieneka Cipta, 2008) Cet 2. Hal 199
[22] Nurkholis, Ibid, Hal. 78-79
[25] Abuddin Nata, Paradigma
Pendidikan Islam: Kapita Selekta Pendidikan Islam (Jakarta: Penerbit PT
Gramedia Widiasarana Indonesia, 2001), hal. 149.
[26] Abuddin Nata, Ibid, hal. 165-169
[27] Makalah dari Azyumardi Azra dengan judul
“Strategi PTAIN di Era Global” yang disampaikan pada acara forum Rektor
UIN/IAIN/STAIN se-Indonesia tanggal 28-29 Desember 2004 di UIN Jakarta.
[28] Muhaimin, Arah Baru
Pengembangan Pendidikan Islam: Pemberdayaan, Pengembangan Kurikulum hingga
Redifinisi Islamisasi Pengetahuan (Bandung: Penerbit Nuansa, 2003), hal.
299.
No comments:
Post a Comment