BAB I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Puji syukur atas
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya
sehingga kami dari kelompok enam dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Peran dan Status Sekolah Formal” ini dengan tepat. Shalawat dan salam semoga
tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah saw, keluargabeserta para sahabat
beliau. Dan kami tidak lupa untuk mengucapkan terimakasih
yang tak terhingga kepada ustadz kita bapak Nurul Kawakip, M.Pd, M.Aselaku dosen mata kuliah Sosiologi Pendidikan kelas
PAI H ICP Arab yang telah membimbing kita dalam penyelesaian makalah ini, dan juga
kepada semua teman – teman.
Kami menganggap bahwa
tema ini sangat penting kiranya untuk dibahas dan didiskusikan. Sebab pembahasan
ini menyangkut peran dan status yang ada dalam lembaga sekolah formal.
Mengingat kita sebagai mahasiswa PAI yang nantinya akan menjadi pendidik, baik
di lembaga sekolah formal, informal, maupun non-formal, maka harus tahu peran
dan posisi kita dalam suatu sistem social di sekolah. Jangan sampai saat kita menmpati suatu posisi
tertentu, justru kita tidak tahu peran yang harus dijalankan. Karena hal itu
akan memicu timbulnya konflik.
Status
itu merupakan posisi di mana seseorang atau individu itu berada dalam sebuah
sistem social. Sedangkan peran adalah suatu sikap yang harus dimainkan oleh
individu dalam sebuah sistem social.Dalam sebuah sistem social, setiap individu pasti
mempunyai kududukan atau posisi masing – masing. Dan setiap kududukan atau
posisi itu mempunyai peran yang harus dimainkan oleh masing – masing individu
tersebut. Namun dalam praktek lapangannya, sering kali kita menjumpai adanya
ketimpangan dalam status dan peran. Betapa banyak individu yang menempati
posisi tertentu, namun tidak mampu menjalankan peran yang dituntutkan
kepadanya, dan betapa banyak pula individu yang menjalankan peran, namun tidak
sesuai dengan statusnya, seperti siswa yang semestinya dia harus memenuhi tugasnya
untuk belajar dengan baik di kelas, namun harus bekerja membantu orang tuanya
di tempat lain.
Sebagai mahasiswa PAI yang kelak akan menjadi pendidik
harus siap dalam menghadapi persoalan semacam di atas. Sebab guru itu tidak
hanya mengajar saja, melainkan dituntut menjadi Agent of Change dari
keadaan siswanya agar mereka kelak diterima di masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Peran dan Status
1.
Status dan Peran Dalam Sebuah Sistem
Status itu
merupakan posisi di mana seseorang atau individu itu berada dalam sebuah sistem
social. Sedangkan peran adalah suatu sikap yang harus dimainkan oleh individu
dalam sebuah sistem social.Masing – masing posisi yang mereka diduduki,
mempunyai sikap/ tanggung jawab yang harus dilaksanakan.
Sikap/ peran
itu dipengaruhi oleh pengalaman – pengalaman pribadi seseorang. Terkadang
status seseorang itu sama dengan yang lainnya, namun peran yang dimainkan
sering kali berbeda sesuai dengan pengalaman – pengalaman pribadinya.Peran yang
dipengaruhi pengalaman pribadi (faktor x) itu bisa mempengaruhi proses seleksi
posisi tertentu. Namun terkadang seleksi itu menyebabkan Stereotypes (yaitu
menjust secara keseluruhan hanya dengan melihat satu sisi saja) dalam
menentukan posisi seseorang, seperti orang – orang lebih memilih wanita untuk
posisi guru di sekolah tingkat pertama. Sebab menurut penilaian mereka wanita
itu biasanya lebih sabar dalam menghadapi anak – anak daripada orang laki –
laki. Padahal tidak semua wanita memiliki sifat itu, dan bisa saja laki – laki
pun juga ada yang lebih sabar dan ulet dalam menghadapi anak – anak daripada wanita.
Setiap
Organisasi itu dibentuk dari hubungan relasi status atau posisi anggota yang
ada dalam sistem itu yang mana mereka membawa misi dan tujuan dari sistem itu.
Contoh status dan prean dalam organisasi sekolah yaitu administrasi; guru;
murid; dan staf pendukung.[1]
2.
Peran dan Organisasi Sekolah
Peran – peran organisasi yang kita mainkan di sana, menyebabkan
sikap/ sepak terjang kita dibatasi. Contohnya David Rogers menjelaskan dalam
buku ini bahwa ada beberapa tipe sistem yang diberlakukan di seluruh New York
untuk membuktikan hal itu, diantarnya:
a.
Ada ketentuan standart seragam antar kota
b.
Mempertahankan otonomi daerah di lokal
c.
Mencegah pemisahan Etnis
d.
Menghindari central kebijakan secara penuh dari kepala.
Dari uraian
David Rogers di atas, diketahui bahwa peran kita dalam sebuah organisasi itu
dapat membatasi sikap kita dalam menentukan kebijakan/ keputusan dan membatasi
otonomi peran seseorang. Dalam arti, seseorang ketika berada dalam sebuah
organisasi, maka dia tidak bisa mengambil atau membuat keputusan secara
individu.
Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi peran/
performa seseorang ada dua, yaitu:
1)
Pemusatan (centralization)
Dengan
adanya sistem terpusat (centralization) dalam sebuah sistem, mengakibatkan ketidak
bebasan seseorang dalam memainkan performanya. Misalnya, seorang guru yang
tidak boleh menggunakan metode pembelajaran selain metode yang sudah ditentukan
oleh pusat dalam silabusnya. Padahal, yang lebih mengetahui kondisi/ keadaan
siswa itu adalah guru. Maka, seharusnya seorang guru boleh memilih metodenya
sendiri dalam menyampaikan pelajaran kepada siswanya sesuai dengan kondisi
siswa.
2)
Peraturan (rule), khususnya peraturan yang kaku, ketat dan mengikat.[2]
3.
Konflik dan Tekanan Peran/ ekspektasi peran
Sekolah akan berfungsi dengan baik, jika anggotanya sepakat dengan
peran – peran yang dipaksakan (ekspektasi peran). Jika tidak sepakat, maka akan
timbul konflik.Kunci masalahnya yaitu dikarekan tujuan pendidikan yang ambigu
dan bersifat kontra dan tidak universal.
Konflik juga akan terjadi, jika dalam ekspektasi role itu ada
konflik.Hal ini akan terjadi ketika difinisi dan fungsi posisi meminkan tujuan
yang berbeda diantara members organisasi.[3]
4.
Perspektif Peran
·
Pandangan Funfsional:
Peran
itu bermanfaat untuk semua yaitu untuk membantu tegaknya sistem. Jika setiap
individu mengabaikan perannya, maka organisasi tidak akan bekerja, atau dapat
berjalan, namun lambat.
·
Pandangan Konflik:
Peran
itu dipegang oleh orang yang berkuasa yang bisa meletakkan posisi yang
memguntungkan mereka.
Namun,
masing – masing pendekatan teori ini berguna untuk menganalisis dan menjelaskan
beberapa situasi.[4]
B.
Peran – peran dalam Sekolah
1.
Peran Dewan Sekolah diantaranya;
a.
Merekrut pengawas, kepala sekolah dan guru;
b.
Menentukan gaji dan kontrak guru;
c.
Menyediakan transportasi untuk siswa;
d.
Menentukan budget sekolah;
e.
Menentukan lamanya masa sekolah;
f.
Membangun sekolah dan fasilitas baru;
g.
Merubah kehadiran dan batasan sekolah;
h.
Menyeleksi sumber – sumber pelajaran, matpel, dan buku bacaan;
i.
Menegakkan disiplin sekolah.[5]
Contoh
Ekspektasi peran yang harus ditegakkan Dewan Sekolah yaitu;
1)
Mempromosikan minat pendidikan pada masyarakat.
2)
Mempertahankan nilai-nilai komunitas.
3)
Mendengarkan keluhan-keluahn
4)
Mengawasi personel sekolah
5)
Memelihara Sumber Daya
6)
Mempromosikan hak dan minat individu dalam sekolah.[6]
2.
Peran Kepala Sekolah
a.
Sebagai manager dan koordinator sekolah
b.
Mendisiplinkan siswa
c.
Mendampingi siswa dan guru
d.
Menghendel masalah – masalah yang muncul setiap hari.[7]
Menurut
Jean Wellisch, Sekolah yg sukses seharusnya:
·
Lebih menfokuskan dg pengajaran
·
Mengkomunikasikan pandangannya terhadap tujuan
·
Bertanggung jawab atas keputusan2 yg berhubungan dg tujuan
·
Mengkoordinasikan program-program pengajaran
·
Menekankan standart-standart akademik.[8]
3.
Peran Guru
a.
Guru itu pengkomunikasi utama bagi siswa. Mereka memegang peranan
penting dalam mengajar siswa bagaimana supaya bisa menjadi seorang anggota
dalam masyarakat.
b.
Peran timbal-balik guru yang utama terhadap siswa itu, bukanlah hubungan
SUKARELA untuk keduanya.
c.
Ada 3 peran Guru dalam mengajar siswa:
1)
mengatur dan menfasilitasi ruang kelas
2)
menciptakan situasi yang kondusif untuk memaksimalkan
pembelajaran
3)
Secara umum, guru mengontrol jalannya aktifitas kelas dan kegiatan
siswa.[9]
Alasan guru mengajar, sebagian besar
diantaranya:
a)
Keinginan bekerja dengan orang – orang muda dan memberikan
pengetahuan;
b)
Kecintaannya terhadap siswa;
c)
Keinginan untuk memberikan sesuatu yang bernilai pada msyarakat;
d)
Ketertarikan dan kesenangan untuk mengajar;
e)
Mendapat jaminan finansial;
f)
Kerjanya hanya sebentar, Banyak libur.[10]
Guru merupakan barisan pertama dalam mengembangkan
potensi peserta didik, disamping semangat belajar dari peserta didik itu
sendiri. Guru yang memiliki kesadaran tinggi dalam proses belajar mengajar
selalu memberi pengaruh besar pada semangat belajar siswa. Selalu memberikan
yang terbaik dan melakukan yang terbaik. Guru adalah memberi sebuah penemuan
dari proses mengajar pelajaran khusus seperti membaca dan menulis, menasehati
dan berinteraksi atau berkomunikasi, menjelaskan dan mendemokan apa yang
diharapkan, memberi tugas yang berarti, membantu siswa untuk mengembangkan kemampuannya,
dan memberi yang lain untuk mengembangkan pendidikan.[11]
Tugas guru yang baikmenurut komisi nasional adalah fokus
pada dua rekomendasi umum yaitu pertam, guru dituntut untuk mengambil ujian
kompetensi/kemampuan dan kedua, program persiapan guru di kembangkan dan di
perluas selama 5 tahun,[12]
dengan adanya poin tersebut dapat menjadikan potensi guru semakin berkembang
dan lebih baik.
Dalam proses pengembangan potensi peserta didik, guru
juga membawa peran untuk menghadapi siswa dan kelas yang berbeda-beda dan juga
berbagai bentuk karakter. Sebagaimana terdapat filosofi pembelajaran di sekolah
yang di aplikasikan oleh guru, salah satunya yaitu perintah langsung dari guru
di dalam kelas yang mana tujuan dari jenis perintah tersebut menimbulkan
keadaan tertib, tenang dan disiplin. Kemudian guru harus memiliki dan
mempersiapkan segala jenis yang dibutuhkan oleh guru seprti RPP, silabus guna
membantu para siswa dalam menerima pelajaran dan membantu guru dalam
menyampaikan materi pelajaran.
Bagi guru yang sudah berpengalaman akan berbeda dengan
guru bantu atau guru muda baru yang belum memilki kebijakan tetap untuk bisa
merubah dan mengatur keadaan siswa. Seperti halnya guru muda yang disebarkan di
tempat-tempat terpencil, kadang mereka merasa kurang berarti dan tidak memiliki
kekuatan untuk mengubah situasai di sekolah. Padahal hal ini tidak selamanya
mampu bertahan, karena tidak semua guru muda diberlakukan seperti demikian.
Semua itu akan dilihat dari kinerja dan aktualisasinya yang baik, itupun juga
melihat dari jangka waktu yang lumayan lama. Jika telah ditemukan kejadian
seperti ini, di dalam buku the sociology of education ada beberapa
solusi untuk menanggulanginya diantaranya yaitu menyarankan kepada guru yang
sudah lama untuk mengontrol posisi dominan mereka supaya lebih kreatif dan
spontan. Kemudian memiliki prinsip yang sportif agar dapat mengurangi tekanan
dan kerendahan guru tersebuut.[13]
Seluruh guru jika sudah memiiki kebijakan dalam sebuah
lembaga atau instansi maka akan memiliki pula kekuasaan dan persatuan dalam
mengembangkan metode dan potensi siswa. Biasanya guru lebih muda dalam
membentuk sub-sub budaya pada peserta didik yang mana dapat membatasi mereka
dengan lingkungan yang tidak baik dan tidak tepat bagi mereka. Sehingga mereka
dapat menerima adanya perbedaan-perbedaan yang ada disekitarnya. Disamping itu
guru juga diharuskan untuk mengikuti kumpulan-kumpulan organisani dalam
membentuk sebuah kebijakan pendidikan, karena guru juga termasuk bagaian
terpenting dalam mengembangkan dan memajukan pendidikan itu sendiri.
Setiap langkah yang di lakukan guru juga merupakan
sandaran bagi peserta didik untuk meniru dan mengikutinya, sebagaimana guru
juga dituntut untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya untuk menuju guru
yang profesional. Sehingga guru akan mendapatkan gaji yang sesuai dengan
profesionalnya. Semakin profesional dalam mengembangkan potensi, semakin besar
pula gaji yang diterimanya. Hal ini tertera dalam buku the sociology of
education.[14]
Hal tepenting dalam sebuah satuan pendidikan selain ada
guru, juga terdapat murid. Orang yang menerima materi atau pelajaran dari orang
lain, juga dinamakan murid. Secara umum murid di dalam kelas dibagi menadi 2,
pertama adalah murid yang baik, tipe ini biasanya ditandai dengan mampu
mengerjakan tugas dengan tepat waktu, mendengarkan dan memperhatikan seluruh
yang disampaikan guru serta tidak main-main dalam proses belajar dan mengajar,
sedangkan murid yang tidak baik adalah tipe kedua, mereka selalu mebuat gaduh
saat proses belajar mengajar berlangsung, agresif dan tidak memperhatikan saat
guru menjelaskan pelajaran. Oleh karenanya guru akan menghadapi berbagai bentuk
karakter peserta didik dalam menyampaikan pelajaran.
Adapun karakter murid secara umum terdapat perbedaan
dalam hal kemampuan, kahlian, kapasitas intelektual dan tingkat motivasinya
sehingga ada yang bisa menjadi pelajar aktif dalam setiap proses belajar dan
mengajar, jarang masuk sekolah dan pembuat masalah dalam kelas, memiliki banyak
ekspresi dalam membentuk karakter, dan sekitar umur 6-9 tahun mereka masih
dalam tahap semangat untuk sekolah kemudian lulus, tapi ketika pada tingkat SMA
se-derajat mereka mengalami penurunan.[15]
Disebabkan karena ada beberapa hal yang dapat mengalihkan perhatiannya dari
dunia pendidikan, karena pekerjaan, karena ekonomi yang kurang dan lain
sebagainya. Sehingga dengan adanya pendidik maka harus mampu memperthankan
semangat sisiwa sampai mereka mampu mencapai keinginan dan cita-cita mereka.
Sekolah merupakan salah satu wadah dalam mengembangkan
potensi yang dimilki guru maupun peserta didik, yang saling memberi semangat
dan motivasi. Sehingga sekolah memliki harapan terhadap peran siswa yaitu
menyama ratakan atau memberi standart kepada siswa dengan menyesuaikan materi
dan tingkatannya. Sebagaimana sekolah di Indonesia juga menyesuaikan tingkatan
dan materi yang diberikan, jika pada tingkatan sekolah dasar maka materi yang
disampiakan juga materi dasar begitu juga seterusnya. Hal ini peran siswa dapat
dilihat dari budaya mereka dalam sehari-hari.[16]Pertama,
Kebanyakan dari mereka dibagi menjadi 2 bentuk yaitu atlit dan non-atlit. Kedua
bentuk ini memiliki pemahaman yang sama terhadap pelajaran, hanya saja ada yang
membedakan diantara keduanya yaitu, kemampuan dalam memahami materi, bagi
atlit, yang menyukai kegiatan sosial atau organisasi atau juga bidang olahraga,
mereka faham dengan materi yang disampaikan oleh guru ataupun pemahaman yang
lain, karena mereka banyak menerima kosa kata baru dan lebih baik sedangkan
non-atlit, lebih sedikit dalam menerima kosa kata disebabkan karena mereka
lebih condong dan fokus pada materi ajar, sehingga sedikit menerima sedikit
menerima kosa kata dari luar.
Kedua, ada pembeda antara kaya dan miskin, bentuk peserta
didik yang kaya biasanya mempunyai orang tua yang memiliki investasi terhadap
sekolah, sehingga mereka lebih dibedakan daripada yang miskin dalam segi ekonomi,
siswa yang kaya memiliki banyak kesempatan dalam finansial tetapi, untuk sikap
yang baik dan memiliki akhlak yang baik pula mayoritas dimiliki oleh siswa yang
kurang mampu dalam finansial. Dan yang ketiga, adanya perbedaan gender antara
laki-laki dan perempuan yang memiliki karakter yang unik dan berbeda, seperti
sifat anak laki-laki yang lebih berani dalam mengutarakan pendapat sedangkan
anak perempuan seringnya lebih condong pendiam tetapi lebih senang menceritakan
rahasia terdapat teman-temannya. Oleh karena itu adanya perbedaan yang begitu
banyak, sebanyak perseorangan dalam kelas, disitulah akan banyak karakter yang
berbeda pula, contoh jika dalam kelas terdapat 35 orang siswa, maka guru juga
harus bisa menyuguhkan materi yang dapat difahami oleh seluruh siswa dalam
kelas tersebut dengan metode dan strategi yang telah dipilih.
Faktor pendidikan selain guru dan murid juga terdapat
orang tua yang ikut berperan. Disini ada berbagai harapan yang diutarakan,
tetapi pandangan harapan orang tua dan sekolah itu berbeda meskipun isinya
sama. Harapan orang tua adalah anaknya sukses dengan cara mengaplikasikan
nilai-nilai akademik dan keterampilan sosial laiannya yang telah didapatkan di
sekolah. Dengan ini anak mampu menjadi bagian dari masyarakat, biasa dinamakan
dengan kelas sosial atau strata sosial. Kemudian harapan sekolah melihat
suksesnya siswa melalui dua hal yang telah direalisasikan yaitu kognitif,
mengenai tentang informasi, keterampilan, pengetahuan dan moral yang
membiasakan siswa dengan menghormati, memimpin, inisiatif dan pembiasaan dalam
sikap sehari-hari.
Sekolah yang memiliki tugas sebagai tempat untuk
mengembangkan potensi siswa, setiap tahunnya tidak lupa untuk mempelajari
kemampuan siswa yang sesuai dengan tingkatannya. Sekolah yang bertanggung jawab
mengenai pemahaman dan intelektual serta kemampuan siswa dalam menerima materi
pelajaran sehari-hari, sedangkan orang tua bertanggung jawab sepenuhnya di
dalam keluarga. Karena peran siswa itu terikat dengan fungsi sosial, pendidikan
belajar bagaimana mengatur, meminta dan mentaati peraturan.
Di lain itu pula sikap guru dalam memilih dan menggunakan
metode harus sesuai dengan karakter siswa. Dapat diterima murid yang sudah
pintar dan yang belum, sehingga guru
akan berusaha untuk menjadi lebih aktif dan kreatif dalam menyampaikan materi
pelajaran. Karena jika guru hanya fokus kepada anak yang pandai dan rajin saja,
maka murid lainnya akan menjadi monoton, nilainya menurun dan juga sering
melamun. Tapi guru mau tidak mau juga akan bertemu dengan murid yang berhenti
di tengah-tengah proses belajar, biasa dikatakan dengan putus sekolah. Ada
beberapa sebab yaitu, pernah mendaftar di lembaga yang sebelumnya, tidak pernah
masuk sekolah dari awal, belum lulus dari jenjang awalnya tapi sudah mendaftar
ke jenjang selnjutnya pada tingkatan yang lebih tinggi, dan yang terakhir
karena sering tidak masuk.[17]
Selain sekolah, guru, murid dan materi yang memiliki
peran kepada pendidikan ada juga yang lainnya seperti staff sekolah yang
mengurusi dan mengatur administasi sekolah, konsultan yang membantu untuk
memilih pelajaran siswa dan masalah dari berbagai latar belakang mereka. Dan
alumni yang memiliki peran khusus terhadap lembaga yang bertugas memberi
masukan-masukan tentang lembaga dan juga peran pendukung dalam bentuk finansial
pula.
BAB
III
KESIMPULAN
Sebuah sistem itu tidak akan bejalan tanpa tugas
orang-orang tersebut. Sementara kewajiban yang paling penting untuk
posisi-posisi tertentu sudah dibagi dengan jelas. Karena setiap orang mempunyai
karakteristik yang unik, terlatih, kemampuan dan pengalaman yang mereka punya
untuk menjalankan peran mereka. Oleh karena itu tidak ada diskripsi yang bisa
menggambbarkan keberagaman dan kekayaan
peran-peran di dalam sebuah sistem.
I.
Hakikat Peran
Peran adalah keikutsetaan individu di dalam sistem
sosial, contohnya dalam organisasi sekolah, peran meliputi administrasi, guru,
murid dan staff. Konflik bisa muncul dari pertentangan yang muncul dari mari
masing-masing peran. Hubungan timbal balik dalm sistem pendidikan
mengilustrasikan hubungan saling bergantung, misalnya tanpa siswa, maka
peran-peran lain di sistem pendidikan tidak akan ada. Orang-orang yang
mengambil peran biasanya di awali dengan sosialisasi daripada mengambil peran
itu dengan cepat. Beberapa bisa mentoleransi keidakpastian peran dan beberapa
ingin menghadapi ejekan dan hukuman kemungkinan untuk mengikuti tantangan dari
peran yang diharapkan. Oleh karena itu sistem sekolah telah menjamin sebagian
orang-orang baru akan siap tanpa gangguan. Ini adalah salah satu alasan
perubahan sistem berjalan lambat.
II.
Peran Sekolah
Peran sekolah terdiri atas komunitas anggota yang
mempunyai tingkat kontrol sekolah yang berbeda-beda seperti kontrol personal,
anggaran dan peraturan.
Pengawas adalah menejer dari keselurhan sekolah. Mereka
menyediakan hubungan antara sekolah, pengurus dan komunitas. Kepala adalah
ketua dari orang-orang di dalam sekolah. Tapi otoritas mereka terbatas antara
pengawas dan guru. Hal ini menyebabkan mereka sering berperan secara seimbang
untuk memuaskan keduanya, pengawas dan guru.
Guru-guru berada di baris paling depan untuk menjalankan
kelas. Konflik terjadi antara hasrat mereka sendiri dan tekanan dari lingkungan
yang bisa menyebabkan ketegangan. Baru-baru ini ada kontroversi tentang
tanggung jawab guru, ujian guru dan pelatihan guru.
Murid-murid seringkali mempunyai agenda yang berbeda dari
guru-gurunya. Murid-murid berasal dari banyak latar belakang dengan motivasi
yang berbeda-beda. Beberapa bekerja sama dengan sistem sekolah, tetapi lainnya
diasingkan bahkan dikeluarkan. Sehingga setiap peran mempunyai fungsi yang
penting utntuk menjalankan sistem sekolah.
[1]hal 171 – 172
[2] hal. 172
[3] hal. 172 – 173
[4] hal. 175
[5] Hal. 174
[6] Hal. 175
[7] Hal. 180
[8] Hal. 183
[9] Hal.188
[10] Hal. 184
[11]Jeanne H. Ballantine, The Sociology Of
Education, page 192
[12]Ibid, page 192
[13]Ibid, page 193
[14]Ibid, page 195
[15]Ibid, page. 196
[16]Ibid, page 197
[17]Ibid, page. 207
No comments:
Post a Comment