Tuesday, February 6, 2018

Guru merupakan barisan pertama dalam mengembangkan potensi peserta didik



BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
            Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga kami dari kelompok enam dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Peran dan Status Sekolah Formal” ini dengan tepat. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah saw, keluargabeserta para sahabat beliau. Dan kami tidak lupa untuk mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada ustadz kita bapak Nurul Kawakip, M.Pd, M.Aselaku dosen mata kuliah Sosiologi Pendidikan kelas PAI H ICP Arab yang telah membimbing kita dalam penyelesaian makalah ini, dan juga kepada semua teman – teman.
            Kami menganggap bahwa tema ini sangat penting kiranya untuk dibahas dan didiskusikan. Sebab pembahasan ini menyangkut peran dan status yang ada dalam lembaga sekolah formal. Mengingat kita sebagai mahasiswa PAI yang nantinya akan menjadi pendidik, baik di lembaga sekolah formal, informal, maupun non-formal, maka harus tahu peran dan posisi kita dalam suatu sistem social di sekolah.  Jangan sampai saat kita menmpati suatu posisi tertentu, justru kita tidak tahu peran yang harus dijalankan. Karena hal itu akan memicu timbulnya konflik.
Status itu merupakan posisi di mana seseorang atau individu itu berada dalam sebuah sistem social. Sedangkan peran adalah suatu sikap yang harus dimainkan oleh individu dalam sebuah sistem social.Dalam sebuah sistem social, setiap individu pasti mempunyai kududukan atau posisi masing – masing. Dan setiap kududukan atau posisi itu mempunyai peran yang harus dimainkan oleh masing – masing individu tersebut. Namun dalam praktek lapangannya, sering kali kita menjumpai adanya ketimpangan dalam status dan peran. Betapa banyak individu yang menempati posisi tertentu, namun tidak mampu menjalankan peran yang dituntutkan kepadanya, dan betapa banyak pula individu yang menjalankan peran, namun tidak sesuai dengan statusnya, seperti siswa yang semestinya dia harus memenuhi tugasnya untuk belajar dengan baik di kelas, namun harus bekerja membantu orang tuanya di tempat lain.
Sebagai mahasiswa PAI yang kelak akan menjadi pendidik harus siap dalam menghadapi persoalan semacam di atas. Sebab guru itu tidak hanya mengajar saja, melainkan dituntut menjadi Agent of Change dari keadaan siswanya agar mereka kelak diterima di masyarakat.


BAB II
PEMBAHASAN
A.      Peran dan Status
1.    Status dan Peran Dalam Sebuah Sistem
Status itu merupakan posisi di mana seseorang atau individu itu berada dalam sebuah sistem social. Sedangkan peran adalah suatu sikap yang harus dimainkan oleh individu dalam sebuah sistem social.Masing – masing posisi yang mereka diduduki, mempunyai sikap/ tanggung jawab yang harus dilaksanakan.
Sikap/ peran itu dipengaruhi oleh pengalaman – pengalaman pribadi seseorang. Terkadang status seseorang itu sama dengan yang lainnya, namun peran yang dimainkan sering kali berbeda sesuai dengan pengalaman – pengalaman pribadinya.Peran yang dipengaruhi pengalaman pribadi (faktor x) itu bisa mempengaruhi proses seleksi posisi tertentu. Namun terkadang seleksi itu menyebabkan Stereotypes (yaitu menjust secara keseluruhan hanya dengan melihat satu sisi saja) dalam menentukan posisi seseorang, seperti orang – orang lebih memilih wanita untuk posisi guru di sekolah tingkat pertama. Sebab menurut penilaian mereka wanita itu biasanya lebih sabar dalam menghadapi anak – anak daripada orang laki – laki. Padahal tidak semua wanita memiliki sifat itu, dan bisa saja laki – laki pun juga ada yang lebih sabar dan ulet dalam menghadapi anak – anak daripada wanita.
Setiap Organisasi itu dibentuk dari hubungan relasi status atau posisi anggota yang ada dalam sistem itu yang mana mereka membawa misi dan tujuan dari sistem itu. Contoh status dan prean dalam organisasi sekolah yaitu administrasi; guru; murid; dan staf pendukung.[1]

2.    Peran dan Organisasi Sekolah
Peran – peran organisasi yang kita mainkan di sana, menyebabkan sikap/ sepak terjang kita dibatasi. Contohnya David Rogers menjelaskan dalam buku ini bahwa ada beberapa tipe sistem yang diberlakukan di seluruh New York untuk membuktikan hal itu, diantarnya:
a.         Ada ketentuan standart seragam antar kota
b.        Mempertahankan otonomi daerah di lokal
c.         Mencegah pemisahan Etnis
d.        Menghindari central kebijakan secara penuh dari kepala.
Dari uraian David Rogers di atas, diketahui bahwa peran kita dalam sebuah organisasi itu dapat membatasi sikap kita dalam menentukan kebijakan/ keputusan dan membatasi otonomi peran seseorang. Dalam arti, seseorang ketika berada dalam sebuah organisasi, maka dia tidak bisa mengambil atau membuat keputusan secara individu.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi peran/ performa seseorang ada dua, yaitu:
1)        Pemusatan (centralization)
Dengan adanya sistem terpusat (centralization) dalam sebuah sistem, mengakibatkan ketidak bebasan seseorang dalam memainkan performanya. Misalnya, seorang guru yang tidak boleh menggunakan metode pembelajaran selain metode yang sudah ditentukan oleh pusat dalam silabusnya. Padahal, yang lebih mengetahui kondisi/ keadaan siswa itu adalah guru. Maka, seharusnya seorang guru boleh memilih metodenya sendiri dalam menyampaikan pelajaran kepada siswanya sesuai dengan kondisi siswa.
2)        Peraturan (rule), khususnya peraturan yang kaku, ketat dan mengikat.[2]
3.    Konflik dan Tekanan Peran/ ekspektasi peran
Sekolah akan berfungsi dengan baik, jika anggotanya sepakat dengan peran – peran yang dipaksakan (ekspektasi peran). Jika tidak sepakat, maka akan timbul konflik.Kunci masalahnya yaitu dikarekan tujuan pendidikan yang ambigu dan bersifat kontra dan tidak universal.
Konflik juga akan terjadi, jika dalam ekspektasi role itu ada konflik.Hal ini akan terjadi ketika difinisi dan fungsi posisi meminkan tujuan yang berbeda diantara members organisasi.[3]

4.   Perspektif Peran
·           Pandangan Funfsional:
Peran itu bermanfaat untuk semua yaitu untuk membantu tegaknya sistem. Jika setiap individu mengabaikan perannya, maka organisasi tidak akan bekerja, atau dapat berjalan, namun lambat.
·           Pandangan Konflik:
Peran itu dipegang oleh orang yang berkuasa yang bisa meletakkan posisi yang memguntungkan mereka.
Namun, masing – masing pendekatan teori ini berguna untuk menganalisis dan menjelaskan beberapa situasi.[4]
B.     Peran – peran dalam Sekolah
1.      Peran Dewan Sekolah diantaranya;
a.       Merekrut pengawas, kepala sekolah dan guru;
b.      Menentukan gaji dan kontrak guru;
c.       Menyediakan transportasi untuk siswa;
d.      Menentukan budget sekolah;
e.       Menentukan lamanya masa sekolah;
f.       Membangun sekolah dan fasilitas baru;
g.      Merubah kehadiran dan batasan sekolah;
h.      Menyeleksi sumber – sumber pelajaran, matpel, dan buku bacaan;
i.        Menegakkan disiplin sekolah.[5]
Contoh Ekspektasi peran yang harus ditegakkan Dewan Sekolah yaitu;
1)      Mempromosikan minat pendidikan pada masyarakat.
2)      Mempertahankan nilai-nilai komunitas.
3)      Mendengarkan keluhan-keluahn
4)      Mengawasi personel sekolah
5)      Memelihara Sumber Daya
6)      Mempromosikan hak dan minat individu dalam sekolah.[6]
2.      Peran Kepala Sekolah
a.       Sebagai manager dan koordinator sekolah
b.      Mendisiplinkan siswa
c.       Mendampingi siswa  dan guru
d.      Menghendel masalah – masalah yang muncul setiap hari.[7]
Menurut Jean Wellisch, Sekolah yg sukses seharusnya:
·         Lebih menfokuskan dg pengajaran
·         Mengkomunikasikan pandangannya terhadap tujuan
·         Bertanggung jawab atas keputusan2 yg berhubungan dg tujuan
·         Mengkoordinasikan program-program pengajaran
·         Menekankan standart-standart akademik.[8]
3.      Peran Guru
a.       Guru itu pengkomunikasi utama bagi siswa. Mereka memegang peranan penting dalam mengajar siswa bagaimana supaya bisa menjadi seorang anggota dalam masyarakat.
b.      Peran timbal-balik guru yang utama terhadap siswa itu, bukanlah hubungan SUKARELA untuk keduanya.
c.       Ada 3 peran Guru dalam mengajar siswa:
1) mengatur dan menfasilitasi ruang kelas
2) menciptakan situasi yang kondusif untuk memaksimalkan
          pembelajaran
3)      Secara umum, guru mengontrol jalannya aktifitas kelas dan kegiatan siswa.[9]

Alasan guru mengajar, sebagian besar diantaranya:
a)      Keinginan bekerja dengan orang – orang muda dan memberikan pengetahuan;
b)      Kecintaannya terhadap siswa;
c)      Keinginan untuk memberikan sesuatu yang bernilai pada msyarakat;
d)     Ketertarikan dan kesenangan untuk mengajar;
e)      Mendapat jaminan finansial;
f)       Kerjanya hanya sebentar, Banyak libur.[10]
Guru merupakan barisan pertama dalam mengembangkan potensi peserta didik, disamping semangat belajar dari peserta didik itu sendiri. Guru yang memiliki kesadaran tinggi dalam proses belajar mengajar selalu memberi pengaruh besar pada semangat belajar siswa. Selalu memberikan yang terbaik dan melakukan yang terbaik. Guru adalah memberi sebuah penemuan dari proses mengajar pelajaran khusus seperti membaca dan menulis, menasehati dan berinteraksi atau berkomunikasi, menjelaskan dan mendemokan apa yang diharapkan, memberi tugas yang berarti, membantu siswa untuk mengembangkan kemampuannya, dan memberi yang lain untuk mengembangkan pendidikan.[11]
Tugas guru yang baikmenurut komisi nasional adalah fokus pada dua rekomendasi umum yaitu pertam, guru dituntut untuk mengambil ujian kompetensi/kemampuan dan kedua, program persiapan guru di kembangkan dan di perluas selama 5 tahun,[12] dengan adanya poin tersebut dapat menjadikan potensi guru semakin berkembang dan lebih baik.
Dalam proses pengembangan potensi peserta didik, guru juga membawa peran untuk menghadapi siswa dan kelas yang berbeda-beda dan juga berbagai bentuk karakter. Sebagaimana terdapat filosofi pembelajaran di sekolah yang di aplikasikan oleh guru, salah satunya yaitu perintah langsung dari guru di dalam kelas yang mana tujuan dari jenis perintah tersebut menimbulkan keadaan tertib, tenang dan disiplin. Kemudian guru harus memiliki dan mempersiapkan segala jenis yang dibutuhkan oleh guru seprti RPP, silabus guna membantu para siswa dalam menerima pelajaran dan membantu guru dalam menyampaikan materi pelajaran.
Bagi guru yang sudah berpengalaman akan berbeda dengan guru bantu atau guru muda baru yang belum memilki kebijakan tetap untuk bisa merubah dan mengatur keadaan siswa. Seperti halnya guru muda yang disebarkan di tempat-tempat terpencil, kadang mereka merasa kurang berarti dan tidak memiliki kekuatan untuk mengubah situasai di sekolah. Padahal hal ini tidak selamanya mampu bertahan, karena tidak semua guru muda diberlakukan seperti demikian. Semua itu akan dilihat dari kinerja dan aktualisasinya yang baik, itupun juga melihat dari jangka waktu yang lumayan lama. Jika telah ditemukan kejadian seperti ini, di dalam buku the sociology of education ada beberapa solusi untuk menanggulanginya diantaranya yaitu menyarankan kepada guru yang sudah lama untuk mengontrol posisi dominan mereka supaya lebih kreatif dan spontan. Kemudian memiliki prinsip yang sportif agar dapat mengurangi tekanan dan kerendahan guru tersebuut.[13]
Seluruh guru jika sudah memiiki kebijakan dalam sebuah lembaga atau instansi maka akan memiliki pula kekuasaan dan persatuan dalam mengembangkan metode dan potensi siswa. Biasanya guru lebih muda dalam membentuk sub-sub budaya pada peserta didik yang mana dapat membatasi mereka dengan lingkungan yang tidak baik dan tidak tepat bagi mereka. Sehingga mereka dapat menerima adanya perbedaan-perbedaan yang ada disekitarnya. Disamping itu guru juga diharuskan untuk mengikuti kumpulan-kumpulan organisani dalam membentuk sebuah kebijakan pendidikan, karena guru juga termasuk bagaian terpenting dalam mengembangkan dan memajukan pendidikan itu sendiri.
Setiap langkah yang di lakukan guru juga merupakan sandaran bagi peserta didik untuk meniru dan mengikutinya, sebagaimana guru juga dituntut untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya untuk menuju guru yang profesional. Sehingga guru akan mendapatkan gaji yang sesuai dengan profesionalnya. Semakin profesional dalam mengembangkan potensi, semakin besar pula gaji yang diterimanya. Hal ini tertera dalam buku the sociology of education.[14]
Hal tepenting dalam sebuah satuan pendidikan selain ada guru, juga terdapat murid. Orang yang menerima materi atau pelajaran dari orang lain, juga dinamakan murid. Secara umum murid di dalam kelas dibagi menadi 2, pertama adalah murid yang baik, tipe ini biasanya ditandai dengan mampu mengerjakan tugas dengan tepat waktu, mendengarkan dan memperhatikan seluruh yang disampaikan guru serta tidak main-main dalam proses belajar dan mengajar, sedangkan murid yang tidak baik adalah tipe kedua, mereka selalu mebuat gaduh saat proses belajar mengajar berlangsung, agresif dan tidak memperhatikan saat guru menjelaskan pelajaran. Oleh karenanya guru akan menghadapi berbagai bentuk karakter peserta didik dalam menyampaikan pelajaran.
Adapun karakter murid secara umum terdapat perbedaan dalam hal kemampuan, kahlian, kapasitas intelektual dan tingkat motivasinya sehingga ada yang bisa menjadi pelajar aktif dalam setiap proses belajar dan mengajar, jarang masuk sekolah dan pembuat masalah dalam kelas, memiliki banyak ekspresi dalam membentuk karakter, dan sekitar umur 6-9 tahun mereka masih dalam tahap semangat untuk sekolah kemudian lulus, tapi ketika pada tingkat SMA se-derajat mereka mengalami penurunan.[15] Disebabkan karena ada beberapa hal yang dapat mengalihkan perhatiannya dari dunia pendidikan, karena pekerjaan, karena ekonomi yang kurang dan lain sebagainya. Sehingga dengan adanya pendidik maka harus mampu memperthankan semangat sisiwa sampai mereka mampu mencapai keinginan dan cita-cita mereka.
Sekolah merupakan salah satu wadah dalam mengembangkan potensi yang dimilki guru maupun peserta didik, yang saling memberi semangat dan motivasi. Sehingga sekolah memliki harapan terhadap peran siswa yaitu menyama ratakan atau memberi standart kepada siswa dengan menyesuaikan materi dan tingkatannya. Sebagaimana sekolah di Indonesia juga menyesuaikan tingkatan dan materi yang diberikan, jika pada tingkatan sekolah dasar maka materi yang disampiakan juga materi dasar begitu juga seterusnya. Hal ini peran siswa dapat dilihat dari budaya mereka dalam sehari-hari.[16]Pertama, Kebanyakan dari mereka dibagi menjadi 2 bentuk yaitu atlit dan non-atlit. Kedua bentuk ini memiliki pemahaman yang sama terhadap pelajaran, hanya saja ada yang membedakan diantara keduanya yaitu, kemampuan dalam memahami materi, bagi atlit, yang menyukai kegiatan sosial atau organisasi atau juga bidang olahraga, mereka faham dengan materi yang disampaikan oleh guru ataupun pemahaman yang lain, karena mereka banyak menerima kosa kata baru dan lebih baik sedangkan non-atlit, lebih sedikit dalam menerima kosa kata disebabkan karena mereka lebih condong dan fokus pada materi ajar, sehingga sedikit menerima sedikit menerima kosa kata dari luar.
Kedua, ada pembeda antara kaya dan miskin, bentuk peserta didik yang kaya biasanya mempunyai orang tua yang memiliki investasi terhadap sekolah, sehingga mereka lebih dibedakan daripada yang miskin dalam segi ekonomi, siswa yang kaya memiliki banyak kesempatan dalam finansial tetapi, untuk sikap yang baik dan memiliki akhlak yang baik pula mayoritas dimiliki oleh siswa yang kurang mampu dalam finansial. Dan yang ketiga, adanya perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan yang memiliki karakter yang unik dan berbeda, seperti sifat anak laki-laki yang lebih berani dalam mengutarakan pendapat sedangkan anak perempuan seringnya lebih condong pendiam tetapi lebih senang menceritakan rahasia terdapat teman-temannya. Oleh karena itu adanya perbedaan yang begitu banyak, sebanyak perseorangan dalam kelas, disitulah akan banyak karakter yang berbeda pula, contoh jika dalam kelas terdapat 35 orang siswa, maka guru juga harus bisa menyuguhkan materi yang dapat difahami oleh seluruh siswa dalam kelas tersebut dengan metode dan strategi yang telah dipilih.
Faktor pendidikan selain guru dan murid juga terdapat orang tua yang ikut berperan. Disini ada berbagai harapan yang diutarakan, tetapi pandangan harapan orang tua dan sekolah itu berbeda meskipun isinya sama. Harapan orang tua adalah anaknya sukses dengan cara mengaplikasikan nilai-nilai akademik dan keterampilan sosial laiannya yang telah didapatkan di sekolah. Dengan ini anak mampu menjadi bagian dari masyarakat, biasa dinamakan dengan kelas sosial atau strata sosial. Kemudian harapan sekolah melihat suksesnya siswa melalui dua hal yang telah direalisasikan yaitu kognitif, mengenai tentang informasi, keterampilan, pengetahuan dan moral yang membiasakan siswa dengan menghormati, memimpin, inisiatif dan pembiasaan dalam sikap sehari-hari.
Sekolah yang memiliki tugas sebagai tempat untuk mengembangkan potensi siswa, setiap tahunnya tidak lupa untuk mempelajari kemampuan siswa yang sesuai dengan tingkatannya. Sekolah yang bertanggung jawab mengenai pemahaman dan intelektual serta kemampuan siswa dalam menerima materi pelajaran sehari-hari, sedangkan orang tua bertanggung jawab sepenuhnya di dalam keluarga. Karena peran siswa itu terikat dengan fungsi sosial, pendidikan belajar bagaimana mengatur, meminta dan mentaati peraturan.
Di lain itu pula sikap guru dalam memilih dan menggunakan metode harus sesuai dengan karakter siswa. Dapat diterima murid yang sudah pintar dan  yang belum, sehingga guru akan berusaha untuk menjadi lebih aktif dan kreatif dalam menyampaikan materi pelajaran. Karena jika guru hanya fokus kepada anak yang pandai dan rajin saja, maka murid lainnya akan menjadi monoton, nilainya menurun dan juga sering melamun. Tapi guru mau tidak mau juga akan bertemu dengan murid yang berhenti di tengah-tengah proses belajar, biasa dikatakan dengan putus sekolah. Ada beberapa sebab yaitu, pernah mendaftar di lembaga yang sebelumnya, tidak pernah masuk sekolah dari awal, belum lulus dari jenjang awalnya tapi sudah mendaftar ke jenjang selnjutnya pada tingkatan yang lebih tinggi, dan yang terakhir karena sering tidak masuk.[17]
Selain sekolah, guru, murid dan materi yang memiliki peran kepada pendidikan ada juga yang lainnya seperti staff sekolah yang mengurusi dan mengatur administasi sekolah, konsultan yang membantu untuk memilih pelajaran siswa dan masalah dari berbagai latar belakang mereka. Dan alumni yang memiliki peran khusus terhadap lembaga yang bertugas memberi masukan-masukan tentang lembaga dan juga peran pendukung dalam bentuk finansial pula.


BAB III
KESIMPULAN

Sebuah sistem itu tidak akan bejalan tanpa tugas orang-orang tersebut. Sementara kewajiban yang paling penting untuk posisi-posisi tertentu sudah dibagi dengan jelas. Karena setiap orang mempunyai karakteristik yang unik, terlatih, kemampuan dan pengalaman yang mereka punya untuk menjalankan peran mereka. Oleh karena itu tidak ada diskripsi yang bisa menggambbarkan keberagaman dan  kekayaan peran-peran di dalam sebuah sistem.
I.       Hakikat Peran
Peran adalah keikutsetaan individu di dalam sistem sosial, contohnya dalam organisasi sekolah, peran meliputi administrasi, guru, murid dan staff. Konflik bisa muncul dari pertentangan yang muncul dari mari masing-masing peran. Hubungan timbal balik dalm sistem pendidikan mengilustrasikan hubungan saling bergantung, misalnya tanpa siswa, maka peran-peran lain di sistem pendidikan tidak akan ada. Orang-orang yang mengambil peran biasanya di awali dengan sosialisasi daripada mengambil peran itu dengan cepat. Beberapa bisa mentoleransi keidakpastian peran dan beberapa ingin menghadapi ejekan dan hukuman kemungkinan untuk mengikuti tantangan dari peran yang diharapkan. Oleh karena itu sistem sekolah telah menjamin sebagian orang-orang baru akan siap tanpa gangguan. Ini adalah salah satu alasan perubahan sistem berjalan lambat.
II.                Peran Sekolah
Peran sekolah terdiri atas komunitas anggota yang mempunyai tingkat kontrol sekolah yang berbeda-beda seperti kontrol personal, anggaran dan peraturan.
Pengawas adalah menejer dari keselurhan sekolah. Mereka menyediakan hubungan antara sekolah, pengurus dan komunitas. Kepala adalah ketua dari orang-orang di dalam sekolah. Tapi otoritas mereka terbatas antara pengawas dan guru. Hal ini menyebabkan mereka sering berperan secara seimbang untuk memuaskan keduanya, pengawas dan guru.
Guru-guru berada di baris paling depan untuk menjalankan kelas. Konflik terjadi antara hasrat mereka sendiri dan tekanan dari lingkungan yang bisa menyebabkan ketegangan. Baru-baru ini ada kontroversi tentang tanggung jawab guru, ujian guru dan pelatihan guru.
Murid-murid seringkali mempunyai agenda yang berbeda dari guru-gurunya. Murid-murid berasal dari banyak latar belakang dengan motivasi yang berbeda-beda. Beberapa bekerja sama dengan sistem sekolah, tetapi lainnya diasingkan bahkan dikeluarkan. Sehingga setiap peran mempunyai fungsi yang penting utntuk menjalankan sistem sekolah.



[1]hal 171 – 172
[2] hal. 172
[3] hal. 172 – 173
[4] hal. 175
[5] Hal. 174
[6] Hal. 175
[7] Hal. 180
[8] Hal. 183
[9] Hal.188
[10] Hal. 184
[11]Jeanne H. Ballantine, The Sociology Of Education, page 192
[12]Ibid, page 192
[13]Ibid, page 193
[14]Ibid, page 195
[15]Ibid, page. 196
[16]Ibid, page 197
[17]Ibid, page. 207

No comments:

Post a Comment