KLASIFIKASI HADITS DARI ASPEK KUANTITAS PERAWI
Abstrak: Hadits adalah
adalah satu sumber pedoman hidup bagi muslim seluruh dunia setelah Al-Quran,
dan hadits itu berjumlah tidaklah sedikit. Oleh sebab itu, perlu adanya
pengklasifikasian serta riset tentang hadits mengenai kebenarannya,
periwayatannya serta asbabul wurudnya. Salah satu bentuk pengklasifikasian
hadits yang dilakukan oleh para ahli hadits adalah berdasarkan kuantitas
perawinya. Dalam pengklasifikasian hadits tersebut terdapat dua jenis hadits,
yang pertama adalah hadits mutawatir, yaitu , hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak yang menurut adat dan logika,
mereka tidak mungkin berdusta, diriwayatkan dari orang banyak seperti mereka
pula dan mereka menyandarkan hadits ini kepada sesuatu yang bisa dirasakan oleh
indera. Yang kedua adalah hadits ahad, yaitu hadits yang tidak memenuhi
syarat-syarat hadits mutawatir atau tidak memenuhi sebagian dari syarat-syarat
mutawatir. Dalam dua jenis hadits tersebut terdapat beberapa jenis didalamnya,
syarat-syaratnya, serta dalam hadits-hadits tersebut terdapat
konsekuensi-konsekuensi apabila kita mengingkarinya.
Kata kunci: Hadits, Mutawatir, ahad, perowi.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Telah kita ketahui dan maklumi bersama,bahwa Ada keadaan –keadaan yang di
ketahui dengan perantaraan akal ,seperti mengetahui bahwa satu di tambah satu
hasilnya adalah dua ,dan setiap yang terjadi sudah ada yang menjadikanya.Ada
keadaan –keadaan yang di ketahui dengan perantaraan pancaindra,seperti
mengetahui si Ahmad itu mengatakan begini dan Si Ahmad itu melakukan begini,perkataan
si Ahmad ini didapati mengunakan indra pendengaran dan perbuatan si Ahmad
dengan indra penglihatan.
Maka barang atau berita yang seharusnya di ketahui dengan perantaraan indra
,dengan di dengar atau di lihat sendiri ,dapat juga di ketahui dengan cara di
kabarkan oleh orang yang mendengar atau yang melihatnya .dalam hal ini tidak
semua khabar yang di sampaikan oleh seseorang itu benar .tetapi adakalanya
benar dan juga dusta atau salah..oleh karena itu wajiblah kita untuk meneliti
dan memeriksa secara seksama jalan jalan untuk membenarkan khabar yang telah
sampai kepada kita ,baik jalan itu menghasilkan khabar atau hanya sekedar
menghasilkan dhan saja .
Pada saat ini hadists dari Rosululloh bagi kita sudah jelas tidak ada yang
bisa memperolehnya lagi dengan jalan mendengar atau melihatnya lagi secara
langhsung dari rosulallah.kita hanya bisa menerimanya dengan jalan pemberitaan
,oleh karena itu bersikap kritis dan analitis untuk menyikapinya.
Secara umum kita bisa membagi jenis-jenis hadits menjadi dua kelompok besar
dengan berdasarkan jumlah perawinya. Yang pertama adalah hadits mutawatir, yang
diriwayatkan oleh orang banyak. Yang kedua adalah hadits Ahad, yang
diriwayatkan oleh orang yang banyak, tapi tidak sampai sejumlah hadits
mutawatir.
Jadi hadits ahad itu bukanlah hadits palsu atau hadits bohong, namun hadits
yang shahih pun bisa termasuk hadits ahad juga. Meski tidak sampai derajat
mutawatir. Hadits ahad tidak ditempatkan secara berlawanan dengan hadits
shahih, melainkan ditempatkan berlawanan dengan hadits mutawatir.
Untuk pembahasan lebih lanjut akan penyusun paparkan selanjutnya.Kemudian
penyusun berharap bahwa makalah ini bisa bermanfaat bagi semua ,baik di dunia
maupun akherat.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan hadis Mutawatir dan hadis Ahad ?
2.
Apa saja syarat-syarat hadis Mutawatir dan Ahad ?
3.
Apa kedudukan hadis Mutawatir dan hadis Ahad ?
Tujuan
1.
Mengetahui pengertian hadis Mutawatir dan hadis Ahad
2.
Mengetahui syarat-syarat hadis Mutawatir dan Ahad
3.
Mengetahuikedudukan hadis Mutawatir dan hadis Ahad
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Klasifikasi Hadits Secara Kuantitas
Ulama berbeda pendapat tentang
pembagian hadits yang ditinjau dari segi kuantitas ini. Maksud dari segi
kuantitas disini adalah dengan menelusuri jumlah para perawi yang menjadi
sumber adanya suatu hadits. Para ahli ulama ada yang mengelompokkan menjadi tiga
bagian, yaitu hadits mutawatir, masyhur, dan ahad, ada juga yang
membaginya hanya dua saja yaitu hadits mutawatir, dan ahad.
Pendapat pertama yang menjadikan
hadits masyhur berdiri sendiri dan tidak termasuk bagian dari hadits ahad,
dianut oleh sebagian ahli ushul, salah satunya Abu Bakar Al-Jassas (305-370 H).
Pendapat kedua diikuti oleh kebanyakan ulama ushul dan ilmu kalam, menurut
mereka hadits masyhur bukan merupakan hadits yang berdiri sendiri, akan tetapi
hanya bagian dari hadits ahad, sehingga mereka membaginya menjadi dua macam
saja yaitu mutawatir dan ahad.
Menurut Mahmud Thahhan, ditinjau
dari segi kuantitas (jumlah) perawi / sanadnya, maka Hadits terbagi menjadi 2
macam:
1)
Jika memiliki jalur (sanad) yang
jumlah perawinya tidak terbatas pada bilangan yang pasti, maka disebut dengan Hadits
Mutawatir.
2)
Jika memiliki jalur (sanad) yang
jumlah perawinya bisa dihitung dengan bilangan tertentu, disebut dengan Hadits
Ahad.
Pengertian
Hadis Mutawatir
Secara bahasa (etimologi) kata "mutawatir" berarti mutatabi, yakni berturut-turut, beruntun,
susul - menyusul . Maksutnya beriring-iringan atau berturut-turut antara
satu dengan yang lain. Secara
istilah hadis mutawatir adalah :
هو خير عن محسوس رواه عدد جم يجب في العادة احا لة اجتماعهم وتواط ئهم
على الكذب.
"Suatu hadis hasil tanggapan dari
panca indera, yang diriwayatkan oleh sejumlah besar rawi,
yang menurut adat kebiasaan mustahil mereka
berkumpul dan bersepakat dusta".
Buku "tafsir fi mustalahi alhadis" Mahmud Tahlan
mendefinisikan Mutawatir adalah :
ما رواه جمع كثير تحيل العادة تواطؤهم على الكذب عن مثله الى منتهاه
"Hadis yang diriwayatkan
oleh sejumlah orang banyak yang menurut kebiasaan mustahil sepakat dalam
kebohongan mulai dari awal sanad hingga akhir sanad".
Hadits yang dapatdijadikanpegangandasarhukumsuatuperbuatanharuslahdiyakinikebenarannya.KarenakitatidakmendengarhadisitulangsungdariNabi
Muhammad SAW, makajalanpenyampaianhaditsituatau orang-orang yang
menyampaikanhaditsituharusdapatmemberikankeyakinantentangkebenaranhaditstersebut.Dalamsejarahparaperawidiketahuibagaimanacaraperawimenerimadanmenyampaikanhadits.
Ada yang melihatataumendengar, ada pula yang
dengantidakmelaluiperantaraanpancaindera,
misalnyadenganlafazdiberitakandansebagainya.Disampingitu, dapatdiketahui pula
banyakatausedikitnya orang yang meriwayatkanhaditsitu.
Apabila jumlah yang meriwayatkan demikian banyak yang
secara mudah dapat diketahui bahwa sekian banyak perawi itu tidak mungkin
bersepakat untuk berdusta, maka penyampaian itu adalah secara mutawatir.
Syarat-syarat
Hadis Mutawatir
Suatuhaditsdapatdikatakanmutawatirapabilatelahmemenuhipersyaratansebagaiberikut
:
Ø Jumlah periwayatnya harus
mencapai suatu ketentuan yang tidak memungkinkan mereka bersepakat bohong. Para
ulama berbeda-beda pendapat tentang
batasan yang diperlukan untuk tidak memungkinkan bersepakat dusta.
ü Abu Tayyib menentukan sekurang-kurangnya empat orang, pendapat
tersebut diqiyaskan dengan banyaknya saksi yang diperlukan hakim untuk tidak
memberi vonis kepada terdakwa.
ü Ashabu ash-Shafii menentukan minimal lima orang. Pendapat tersebut mengqiyaskannya dengan
jumlah para nabi yang mendapat gelar ulu alazmi.
ü Menurut ibnu hajar al asqalani dan Imam nabawi dalam kitab tadribu
rawi sekurang-kurangnya sepuluh orang rijal yang thiqah disetiap tingkatan
sanad . Ini pendapat yang paling rajih
menurut ahli hadis.
ü Sebagian ulama menetapkan sekurang-kurangnya dua puluh orang.
Ø Periwayat yang jumlahnya banyak ini menurut kebiasaan tidak mungkin
sepakat bohong.
Ø Periwayat yang jumlahnya banyak dan tidak mungkin sepakat berbohong
ini terjadinya disetiap tingkatan sanad mulai dari awal hingga akhir sanad.
Ø Sandaran
beritanya adalah panca indera dan ditandai dengan kata-kata yang digunakan
dalam meriwayatkan sebuah hadits, seperti: kata سمعنا (kami telah mendengar), رأينا (kami telah melihat), لمسنا (kami telah menyentuh), dan sebagainya.
Jika sandaran beritanya adalah akal semata, seperti: pendapat tentang alam
semesta yang bersifat huduuts (yang baru), maka hadits tersebut tidak
disebut hadits mutawatir.
Klasifikasi
Hadis Mutawatir
a.
Hadis
Mutawatir Lafdzi
Adalah hadis yang diriwayatkan oleh banyak perawi dengan redaksi
(lafal) danmakna yang sama. Contoh :
قل رسول الله
صلي الله عليه وسلم : من كذب علي متعمدا فليتبوا مقعده من النارز
“barang siapa sengaja berdusta kepadaku maka
hendaklah bersiap-siap menempati tempatnya di neraka”
Menurut Abu Bakar Al Bazzar,hadis tersebut diriwayatkan oleh empat
puluh sahabat dengan susunan redaksi dan makna yang sama dan termahir.
Diriwatkan
oleh hampir semuaimam-imam al k-utubu as siitah, diantaranya
1)
Bukhori
dari Abul Walid dari Shu’bah dari jami’tu bin Shidad dari Amir bin Abdullah
dari Abdullah bin zubair dari zubair dari Nabi SAW.
2)
Abu
Dawud dari Amru bin Aun dan Musaddad keduanya dapat hadisdari Khalid al-Makna dari Bayan bin Bishrin dari Wabirah
bin Abdurrahman dari Amir bin Abdullah bin Zubar dari Zubair dari Nabi SAW
3)
Darami
dari Abdullah bin Shalih dari Al-Laithi dari Yazid bin Abdullah dari Amru bin
Abdullah Abdullah bin Urwah dari Urwah bin Zubair dari Zubair dari Nabi SAW
4)
Ibnu
Majah dari Abu Bakar bin Shaibah dan Muhammad bin Basyar keduanya dari Ghandur
Muhammad bin Jakfar dari Jami’u bin Syidad dari Amir bin Abdullah dari Abdullah
bin Zubair dari Nabi SAW
5)
Tirmidzi
dari Abu Hisham dari Abu Bakar dari Ashim dari Zirrin dari Abdullah bin Mas’ud dari Nabi SAW
6)
Tirmidzi
dari Sufyan bin Waqi’ dari Waqi’ dari Sharik dari Manshur dari Rib’iy bin
Harash dari Ali dari Nabi SAW
7)
Tirmidzi dari Sufyan bin Waqi’ dari Waqi’ dari
Sharik dari Samak dari Abdurrahman dari Ibn Mas’ud dari Nabi SAW
8)
Ibnu
Majah dari Muhammad bin Rimh dari Al-Laitsy dariIbnu shihab dari Anas bin Malik
dari Nabi SAW
9)
Ahmad
dari Muhammad bin Fudail dari A’mash dari Hubaib dari Tsa’labah dari Ali bin
Abi Talib dari Nabi SAW
10)
Ibu
Majah dari Ismai’il bin Musa dari Sharik dari Samak dari Abdurrahman dari Abdullah
bin Mas’ud dari Nabi SAW
b.
Hadis
Mutawatir Maknawi
Adalah hadis mutawatir yang susunan redaksi atau lafalnya
berbeda-beda antara periwayat yang satu dengan yang lainnya, tetapi makna
masing-masing redaksi lafal tersebut sama.
Contoh
: hadis mengangkat tangan di kala berdoa
قل مسلم حدثنا
ابو بكر بن ابي شيبة حدثنا يحي بن ابي بكير عن شعبة عن ثا بت عن انس قل رايت رسول
الله صلي الله عليه وسلم يرفع يديه في الدعاء حتي يري بيا ض ابطيه
Hadis
riwayat imam Muslim dari Abu Bakar bin Abi Syaibah dari Yahya bin abi Bakar
dari Syu’bah dari Thabit dari anas R.A. berkata : “Aku telah melihat
Rosulullah SAW mengangkat kedua tangannya dalam doa hingga putih-putih ketiak
beliau tampak.”
Artinya :
"Rasulullah SAW tidakmengangkatkeduatanganbeliaudalamdoa-doanyaselaindalamdoasalatistiqa' danbeliaumengangkattangannya, sehingganampakputih-putihkeduaketiaknya." (HR. Bukhari Muslim)
"Rasulullah SAW tidakmengangkatkeduatanganbeliaudalamdoa-doanyaselaindalamdoasalatistiqa' danbeliaumengangkattangannya, sehingganampakputih-putihkeduaketiaknya." (HR. Bukhari Muslim)
Hadis yang semacam itu tidak kurang dari tiga puluh buah dengan
redaksi yang berbeda-beda.
c.
Mutawatir
‘Amaly
Yaitu hadis yang diriwayatkan dengan jumlah sanad yang Mutawatir
namun hanya berupa pengamalan saja tanpa lafal, seperti cara shalat Nabi, cara
haji Nabi dan yang lain.
Kedudukan
Hadis Mutawatir
Para
ulama menegaskan bahwa hadis mutawatir membuahkan “ilmu qat’i” (pengetahuan
yang pasti), yakni pengetahuan yang pasti bahwa perkataan, perbuatan, dan
persetujuan berasal dari Rosulullah SAW.
Para
Ulama juga menegaskan bahwa hadis mutawatir membuahkan “ilmu daruri” (pengetahuan
yang sangat memaksa untuk diyakini kebenarannya), yakni pengetahuan yang tidak
dapat dipungkiri bahwa perkataan, perbuatan, atau ketetapan yang disampaikan
oleh hadis itu benar-benar berasal dari Rosulullah SAW.
Buku-buku yang ditulis tentang hadis Mutawatir
a.
Al-Azhar
al-Mutanathiroh fi al-Akhbar al-Mutanathiroh oleh Jalaluddin as-suyuti
b.
Qatfu
al-Azharyaitu ringkasan kitab tadi oleh Jalaluddin as-Suyuti
c.
Nazdmu
al-Mutanathiroh min Alhadis al-Mutanithiroh oleh Muhammad bin Ja’far al-kinani
Pengertian
Hadis Ahad
Menurut
bahasa berasal dari kata Ahad adalah jamak dari waahid atau ahad yang artinya
“satu”. Menurut istilah seperti yang ditulis oleh Mahmud Tahlan dalam bukunya
“Taisiru fi Mustalahi Alhadis” adalah
هو ما لا يحتوى علي شروط التواتر
“hadis yang tidak memenuhi syarat hadis mutawatir”
Klasifikasi Hadis Ahad
a.
Hadis
Mashur
Mashur, menurut
bahasa, berarti yang sudah tersebar atau yang sudah populer. Menurut Istilah,
Hadis Mashur adalah :
ما رواه الثلاثة فأكثر ولم يصل درجة التواتر.
“Hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih, serta belum
mencapai derajad mutawatir”.
Contoh : hadis
mashur
قل رسول الله صلي الله عليه وسلم : المسلم من سلم المسلمون من لسانه
ويده . (رواه البخاري وم مسلم)
Hadis diatas dinamakan hadis masyhur karena diriwayatkan oleh tiga
orang rijalu alhadis atau lebih dan belum sampai derajad mutawatir, adapun
sanadnya sebabagai berikut:
1)
Tabaqah
pertama (sahabat) tiga orang (Jabir, abu Musa, dan abdullah bin Umar)
2)
Tabaqah
kedua (tabiin kabir) empat orang (Abu Zubair, abu Burdah bin Abi Musa, Abi al-Khair, dan as-Sha’bi)
3)
Tabaqah
ketiga (tabiin shagir) lima orang (Ibnu Juraih, Abu Burdah bin Abdullah, Yazid,
Ismail, dan Abi Safar)
4)
Tabaqag
keempat (atba’tabiin kaabir) empat orang (abu Ashim, Yahya, Ibn al haris, dan
shubah)
5)
Tabaqah
kelima (atba’ tabiin shagir) empat orang (Hasan, Abdullah bin Humaid, Said, Ibn
Wahab, dan adam bin Abbas)
Tabaqah selanjutnya abu Thahir, Bukhori, dan Muslim.Selain hadis
Masyhur secara istilahi juga ada hadis Masyhur yang berarti terkenal, adapun
macam-macamnya sebagai berikut :
v Masyhur di antara para ahli hadits secara
khusus, misalnya hadits Anas : ”Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam pernah melakukan qunut selama satu bulan setelah berdiri dari ruku’
berdoa untuk (kebinasaan) Ra’l dan Dzakwan” (HR. Bukharidan Muslim.
v Masyhur di kalanganahlihaditsdanulamadan orang awam, misalnya :
المسلمون من سلم المسلمون من لسانه ويده
”Seorangmuslimadalah orang yang kaummusliminselamatdarilisandantangannya” (HR. Bukharidan
Muslim).
v Masyhur di antaraparaahlifiqh, misalnya :
أبغض الحلال إلى الله الطلاق
”Perbuatan
halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talaq” (HR. Al-Hakim; namun hadits ini adalah
dla’if).
v Masyhur di antaraulamaushulfiqh, misalnya :
إذا حكم الحاكم ثمٌ إجتهد فأصاب فله أجران
وإذا حكم فإجتهد ثمٌ أخطأ فله أجر
”Apabila
seorang hakim memutuskan suatu perkara, kemudian ia berijtihad dan ijtihadnya itu
benar, maka dia memperoleh dua pahala, dan apabila ijtihadnya itu salah, maka
dia memperoleh satu pahala”
v Masyhur di kalangan masyarakat umum,
misalnya : ”tergesa-gesa adalah bagian dari perbuatan syaithan” (HR. Tirmidzidengansanadhasan.
LihatNudhatun-Nadharhalaman 26 danTadribur-Rawihalaman 533).
Hadits masyhur dari segi diterima
atau ditolak, dibagi menjadi 3 bagian, yaitu shahih, hasan, dan dha’if.
v Contoh
hadits masyhur yang shahih adalah
v ﺇنما لأعمال باالنيات.
“Bahwasanya segala amal itu dengan niat”.
Hadits ini termasuk muttafaq
‘alaih (disetujui keshahihannya oleh Bukhari dan Muslim).
v Contoh
hadits masyhur yang hasan:
v لاضرر ولا ضرار.
“Tidak boleh membiarkan bahaya datang dan tidak boleh mendatangkan bahaya”.
Hadits ini diriwayatkan dari nabi
SAW, melalui banyak sanad yang dapat menempatkannya dalam derajat hasan atau
shahih. Hadits ini dinilai hasan oleh al-Nawawi dalam kitab al-Arba’in.
v Contoh
hadits masyhur yang dha’if:
v أطلبوا العم ولو بالصين.
“Carilah ilmu walaupun ke negeri China”.
Hadits ini diriwayatkan melalui
banyak sanad dari Anas dan Abu Hurairah, namun semua sanadnya tidak terbebas
dari rawi yang cacat (majruh) dengan pencacatan (jarh) yang cukup serius. Oleh
karena itu, hadits diatas merupakan bagian dari hadits masyhur yang dha’if.
Buku-buku
yang berisitentangkumpulanhaditsmasyhur, antaralain :
1. Al-Maqaashidul-Hasanah fiimaa Isytahara ‘alal-Alsinah, karya Al-Hafidh As-Sakhawi.
2. Kasyful-Khafa’ wa Muzilul-Ilbas fiimaa Isytahara
minal-Hadiits ‘alal Asinatin-Naas, karya Al-Ajluni.
3. Tamyizuth-Thayyibi minal-Khabitsi fiimaa Yaduru ‘alaa
Alsinatin-Naas minal-Hadiits, karya Ibnu Daiba’ Asy-Syaibani.
4. Asna
Al-MathalibolehSyekh
Muhammad bin SayyidBarsiwi.
b.
Hadis
Aziz
Hadis Aziz menurut bahasa berarti hadis yang mulia atau hadis yang
kuat atau hadis yang jarang karena memang hadis aziz itu jarang ada.
Para
ulama memberikan definisi sebagai berikut :
Hadis
Aziz adalah :
ما رواه اثنان
ولو كا نا في طبقة وا حدة. ثم رواه بعد ذلك جماعة.
“Hadis
yang diriwayatkan oleh dua orang walaupun dua orang rawi tersebut terdapat pada
satu Tabaqah saja, setelah itu orang-orang meriwayatkannya”.
Definisi menurut Mahmud Tahlan adalah :
ما رواه اثنان في جميع طبقا ت السند.
Hadis aziz
adalah hadis yang hanya diriwayatkan oleh dua orang rijalu alhadis salah satu
dari semua tingkatan sanad.Contoh :
قا ل رسول الله صلي الله عليه وسلم : نحن الاخرون السابقون يوم القيامة.
“Rosulullah
SAW bersabda : “kita adalah orang yang paling akhir (di dunia) dan yang paling
dulu di hari kiamat”.
Hadis ini
dinamakan hadis aziz karena di tingkat sahabat hanya dua orang yaitu Hudzaifah
bin al-Yaman dan Abu Hurairah, walaupun thabaqah setelah diriwayatkan oleh
rijalu alhadis yang jumlahnya banyak.
c.
Hadis
Gharib
Hadis Gharib (menurut bahasa) berarti hadis yang terpisah atu
menyendiri dari yang lain. Menurut istilah :
مانفرد بروايته
شخص في أي مو ضع وقع التفرد به من السند.
Hadis yang dalam
sanad nya, terdapat seseorang yang sendirian dalam meriwayatkannya, pada salah
satu dari semua tingkatan sanad.
Ditinjau dari
segi bentuk penyendirian rawi tersebut, hadis gharib terbagi menjdai dua macam,
yaitu gharib mutlak dan gharib nisbi.
1)
Hadis gharib mutlak
Apabila
periwayat yang sendirian tersebut ada pada tingkatan sanad yang pertama. Jika
haidsnya marfuk, periwayat pertama yang sendirian tersebut adalah sahabat. Jika
hadisnya mawquf, periwayat pertama yang sendirian tersebut adalah tabiin. Jika
hadisnya maqtuq, periwayat yang pertama yang snedirian tersebut adalah atbak
tabiin. Gharib mutlak juga disebut Al-Fardu al-Mutlaq atau al-Fardu saja.
Contoh
:
قل النبي صي الله عليه وسلم : الايمان بضع وسبعون شعبة والحياء شعبة
من الايمان
“Nabi Muhammad
bersabda, “Iman itu bercabang-cabang 73 cabang. Malu itu salah satu cabang dari
iman”.
Hadis ini
dinamakan hadis gharib mutlak karena thabaqah pertamanya yaitu Abu Hurairah
sendirian meriwayatkan hadis.
2)
Hadis gharib nisbi
Gharib nisbi
adalah hadis yang hanya diriwayatkan oleh satu orang rijalu al hadis pada salah
satu tingkatan sanad selain tingkatan sanad yang pertama.
Hadis gharib
nisbi ada tiga bentuk, yaitu :
a)
Sendiriannya
seorang thiqah
Yaitu
hadis yang sanadnya satu atau lebih dari satu. Namun pada salah satu tingkatan
sanad selain tingkatan sanad yang pertama, hanya ada satu rijal yang thiqah.
Definisi
lain yaitu hadis yang sanadnya banyak, tetapi yang thiqah hanya satu. Namun
definisi ini lemah.
Seperti
ada ucapan “tidak ada orang yang thiqah yang meriwayatkan kecuali fulan”.
ما كان يقرأ به رسول الله صلي الله عليه وسلم في الاضحي والفطر فقال
كان يقرأ فيهما بق والقران المجيد واقتربت الساعة وانشق القمر.
Hadis
ini dinamakan gharib nisbi (sendiriannya seorang thiqah) karena hadis ini
sanadnya lebih dari satu. Namun, pada thabaqah IV (yang segenerasi sama imam
malik saja, sedangkan yang lain seperti ibnu lahi’ah tidak thiqah.
b)
Sendiriannya
periwayat ertentu dari sekh tertentu
c)
Sendiriannya
priwayat suatu kota tertentu
Contoh
:
امرنا رسول الله صى الله عليه وسلم أن نقرأ بفا تحاة الكتاب وما
تيسرمنه
Hadis
ini tidak ada yang meriwayatkannya kecuali penduduk kota Basrah.
Kedudukan
Hadis Ahad
Hadis
Ahad tidak pasti berasal dari Rosulullah SAW, tetapi hanya dugaan berasal dari
beliau. Dengan ungkapan lain, bahwa hadis Ahad mungkin benar berasal dari
Rosulullah SAW dan mungkin pula tidak benar basal dari beliau
Karena
hadis Ahad itu tidak pasti, tetapi diduga berasal dari Rosululah SAW kedudukan
hadis Ahad sebagai sumber ajaran Islam berada di bawah kedudukan hadis
mutawatir.
KESIMPULAN
Menurut Mahmud Thahhan, ditinjau
dari segi kuantitas (jumlah) perawi / sanadnya, maka Hadits terbagi menjadi 2
macam: Hadis Mutawatir dan Hadis Ahad.
Hadis Mutawatir ialah hadis yang diriwayatkan oleh
sejumlah orang banyak yang menurut kebiasaan mustahil sepakat dalam kebohongan
mulai dari awal sanad hingga akhir sanad
.
Hadis Mutawatir diklasifikasikan menjadi mutawatir lafdi, mutawair maknawi, dan
mutawatir ‘amaly.
Kedudukan
Hadis mutawatir ialah para ulama menegaskan bahwa hadis mutawatir membuahkan
“ilmu qat’i” (pengetahuan yang pasti).
Hadis
Ahad ialah hadis yang tidak memenuhi
syarat hadis mutawatir. Hadis Ahad diklasifikasikan menjadi tiga yaitu hadis
Masyhur, hadis Aziz dan hadis Gharib.
Kedudukan
hadis Ahad sebagai sumber ajaran Islam berada di bawah kedudukan hadis
mutawatir.
A.Qadir Hasan, Ilmu MUsthalah Hadits,
cet.VII, Bandung: CV. Diponegoro, 1996.
Mahmud Thahhan, Intisari Ilmu Hadits, cet. 1,
Malang: UIN-Malang Press, 2007.
Munzier Suparta, Ilmu Hadits, ed. Revisi,
Jakarta: Raja Grafindo, 2002.
Nuruddin ‘Itr, ‘Ulum Al-Hadits 2 (Manhaj An-Naqd
Fii ‘Ulum Al-Hadits), cet. 1, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994
Tim Guru MGMP, Hadis, CV Mutiara Ilmu Mojosari
Mojokerto, 2008
No comments:
Post a Comment