Tuesday, February 6, 2018

KLASIFIKASI HADITS DARI ASPEK KUANTITAS PERAWI



KLASIFIKASI HADITS DARI ASPEK KUANTITAS PERAWI


Abstrak: Hadits adalah adalah satu sumber pedoman hidup bagi muslim seluruh dunia setelah Al-Quran, dan hadits itu berjumlah tidaklah sedikit. Oleh sebab itu, perlu adanya pengklasifikasian serta riset tentang hadits mengenai kebenarannya, periwayatannya serta asbabul wurudnya. Salah satu bentuk pengklasifikasian hadits yang dilakukan oleh para ahli hadits adalah berdasarkan kuantitas perawinya. Dalam pengklasifikasian hadits tersebut terdapat dua jenis hadits, yang pertama adalah hadits mutawatir, yaitu , hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak yang menurut adat dan logika, mereka tidak mungkin berdusta, diriwayatkan dari orang banyak seperti mereka pula dan mereka menyandarkan hadits ini kepada sesuatu yang bisa dirasakan oleh indera. Yang kedua adalah hadits ahad, yaitu hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat hadits mutawatir atau tidak memenuhi sebagian dari syarat-syarat mutawatir. Dalam dua jenis hadits tersebut terdapat beberapa jenis didalamnya, syarat-syaratnya, serta dalam hadits-hadits tersebut terdapat konsekuensi-konsekuensi apabila kita mengingkarinya.
Kata kunci: Hadits, Mutawatir, ahad, perowi.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Telah kita ketahui dan maklumi bersama,bahwa Ada keadaan –keadaan yang di ketahui dengan perantaraan akal ,seperti mengetahui bahwa satu di tambah satu hasilnya adalah dua ,dan setiap yang terjadi sudah ada yang menjadikanya.Ada keadaan –keadaan yang di ketahui dengan perantaraan pancaindra,seperti mengetahui si Ahmad itu mengatakan begini dan Si Ahmad itu melakukan begini,perkataan si Ahmad ini didapati mengunakan indra pendengaran dan perbuatan si Ahmad dengan indra penglihatan.
Maka barang atau berita yang seharusnya di ketahui dengan perantaraan indra ,dengan di dengar atau di lihat sendiri ,dapat juga di ketahui dengan cara di kabarkan oleh orang yang mendengar atau yang melihatnya .dalam hal ini tidak semua khabar yang di sampaikan oleh seseorang itu benar .tetapi adakalanya benar dan juga dusta atau salah..oleh karena itu wajiblah kita untuk meneliti dan memeriksa secara seksama jalan jalan untuk membenarkan khabar yang telah sampai kepada kita ,baik jalan itu menghasilkan khabar atau hanya sekedar menghasilkan dhan saja .
Pada saat ini hadists dari Rosululloh bagi kita sudah jelas tidak ada yang bisa memperolehnya lagi dengan jalan mendengar atau melihatnya lagi secara langhsung dari rosulallah.kita hanya bisa menerimanya dengan jalan pemberitaan ,oleh karena itu bersikap kritis dan analitis untuk menyikapinya. 
Secara umum kita bisa membagi jenis-jenis hadits menjadi dua kelompok besar dengan berdasarkan jumlah perawinya. Yang pertama adalah hadits mutawatir, yang diriwayatkan oleh orang banyak. Yang kedua adalah hadits Ahad, yang diriwayatkan oleh orang yang banyak, tapi tidak sampai sejumlah hadits mutawatir.
Jadi hadits ahad itu bukanlah hadits palsu atau hadits bohong, namun hadits yang shahih pun bisa termasuk hadits ahad juga. Meski tidak sampai derajat mutawatir. Hadits ahad tidak ditempatkan secara berlawanan dengan hadits shahih, melainkan ditempatkan berlawanan dengan hadits mutawatir.
Untuk pembahasan lebih lanjut akan penyusun paparkan selanjutnya.Kemudian penyusun berharap bahwa makalah ini bisa bermanfaat bagi semua ,baik di dunia maupun akherat.
Rumusan Masalah
1.    Apa yang dimaksud dengan hadis Mutawatir dan hadis Ahad ?
2.    Apa saja syarat-syarat hadis Mutawatir dan Ahad  ?
3.    Apa kedudukan hadis Mutawatir dan hadis Ahad ?
Tujuan
1.    Mengetahui pengertian hadis Mutawatir dan hadis Ahad
2.    Mengetahui syarat-syarat hadis Mutawatir dan Ahad
3.    Mengetahuikedudukan hadis Mutawatir dan hadis Ahad

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Klasifikasi Hadits Secara Kuantitas
Ulama berbeda pendapat tentang pembagian hadits yang ditinjau dari segi kuantitas ini. Maksud dari segi kuantitas disini adalah dengan menelusuri jumlah para perawi yang menjadi sumber adanya suatu hadits. Para ahli ulama ada yang mengelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu hadits mutawatir, masyhur, dan ahad, ada juga yang membaginya hanya dua saja yaitu hadits mutawatir, dan ahad.
Pendapat pertama yang menjadikan hadits masyhur berdiri sendiri dan tidak termasuk bagian dari hadits ahad, dianut oleh sebagian ahli ushul, salah satunya Abu Bakar Al-Jassas (305-370 H). Pendapat kedua diikuti oleh kebanyakan ulama ushul dan ilmu kalam, menurut mereka hadits masyhur bukan merupakan hadits yang berdiri sendiri, akan tetapi hanya bagian dari hadits ahad, sehingga mereka membaginya menjadi dua macam saja yaitu mutawatir dan ahad.
Menurut Mahmud Thahhan, ditinjau dari segi kuantitas (jumlah) perawi / sanadnya, maka Hadits terbagi menjadi 2 macam:
1)      Jika memiliki jalur (sanad) yang jumlah perawinya tidak terbatas pada bilangan yang pasti, maka disebut dengan Hadits Mutawatir.
2)     Jika memiliki jalur (sanad) yang jumlah perawinya bisa dihitung dengan bilangan tertentu, disebut dengan Hadits Ahad.
Pengertian Hadis Mutawatir
Secara bahasa (etimologi) kata "mutawatir" berarti mutatabi,  yakni berturut-turut,  beruntun,  susul - menyusul . Maksutnya beriring-iringan atau berturut-turut antara satu dengan yang lain.  Secara istilah  hadis mutawatir adalah :
هو خير عن محسوس رواه عدد جم يجب في العادة احا لة اجتماعهم وتواط ئهم على الكذب.
"Suatu hadis hasil tanggapan dari panca  indera,  yang diriwayatkan oleh sejumlah besar rawi, yang menurut adat kebiasaan mustahil  mereka berkumpul dan  bersepakat dusta".
Buku "tafsir fi mustalahi alhadis" Mahmud Tahlan mendefinisikan Mutawatir adalah :
ما رواه جمع كثير تحيل العادة تواطؤهم على الكذب عن مثله  الى منتهاه
"Hadis yang diriwayatkan  oleh sejumlah orang banyak yang menurut kebiasaan mustahil sepakat dalam kebohongan mulai dari awal sanad hingga akhir sanad".
Hadits yang dapatdijadikanpegangandasarhukumsuatuperbuatanharuslahdiyakinikebenarannya.KarenakitatidakmendengarhadisitulangsungdariNabi Muhammad SAW, makajalanpenyampaianhaditsituatau orang-orang yang menyampaikanhaditsituharusdapatmemberikankeyakinantentangkebenaranhaditstersebut.Dalamsejarahparaperawidiketahuibagaimanacaraperawimenerimadanmenyampaikanhadits. Ada yang melihatataumendengar, ada pula yang dengantidakmelaluiperantaraanpancaindera, misalnyadenganlafazdiberitakandansebagainya.Disampingitu, dapatdiketahui pula banyakatausedikitnya orang yang meriwayatkanhaditsitu.
Apabila jumlah yang meriwayatkan demikian banyak yang secara mudah dapat diketahui bahwa sekian banyak perawi itu tidak mungkin bersepakat untuk berdusta, maka penyampaian itu adalah secara mutawatir.
Syarat-syarat Hadis Mutawatir
Suatuhaditsdapatdikatakanmutawatirapabilatelahmemenuhipersyaratansebagaiberikut :
Ø Jumlah  periwayatnya harus mencapai suatu ketentuan yang tidak memungkinkan mereka bersepakat bohong. Para ulama berbeda-beda pendapat  tentang batasan yang diperlukan untuk tidak memungkinkan bersepakat dusta.
ü  Abu Tayyib menentukan sekurang-kurangnya empat orang, pendapat tersebut diqiyaskan dengan banyaknya saksi yang diperlukan hakim untuk tidak memberi vonis kepada terdakwa.
ü  Ashabu ash-Shafii menentukan minimal lima orang.  Pendapat tersebut mengqiyaskannya dengan jumlah para nabi yang mendapat gelar ulu alazmi.
ü  Menurut ibnu hajar al asqalani dan Imam nabawi dalam kitab tadribu rawi sekurang-kurangnya sepuluh orang rijal yang thiqah disetiap tingkatan sanad . Ini pendapat  yang paling rajih menurut ahli hadis.
ü  Sebagian ulama menetapkan sekurang-kurangnya dua puluh orang.
Ø Periwayat yang jumlahnya banyak ini menurut kebiasaan tidak mungkin sepakat bohong.
Ø Periwayat yang jumlahnya banyak dan tidak mungkin sepakat berbohong ini terjadinya disetiap tingkatan sanad mulai dari awal hingga akhir sanad.
Ø Sandaran beritanya adalah panca indera dan ditandai dengan kata-kata yang digunakan dalam meriwayatkan sebuah hadits, seperti: kata سمعنا (kami telah mendengar), رأينا (kami telah melihat), لمسنا (kami telah menyentuh), dan sebagainya. Jika sandaran beritanya adalah akal semata, seperti: pendapat tentang alam semesta yang bersifat huduuts (yang baru), maka hadits tersebut tidak disebut hadits mutawatir.
Klasifikasi Hadis Mutawatir
a.    Hadis Mutawatir Lafdzi
Adalah hadis yang diriwayatkan oleh banyak perawi dengan redaksi (lafal) danmakna yang sama. Contoh :
قل رسول الله صلي الله عليه وسلم : من كذب علي متعمدا فليتبوا مقعده من النارز
“barang siapa sengaja berdusta kepadaku maka hendaklah bersiap-siap menempati tempatnya di neraka”
Menurut Abu Bakar Al Bazzar,hadis tersebut diriwayatkan oleh empat puluh sahabat dengan susunan redaksi dan makna yang sama dan termahir.
Diriwatkan oleh hampir semuaimam-imam al k-utubu as siitah, diantaranya
1)      Bukhori dari Abul Walid dari Shu’bah dari jami’tu bin Shidad dari Amir bin Abdullah dari Abdullah bin zubair dari zubair dari Nabi SAW.
2)      Abu Dawud dari Amru bin Aun dan Musaddad keduanya dapat hadisdari Khalid  al-Makna dari Bayan bin Bishrin dari Wabirah bin Abdurrahman dari Amir bin Abdullah bin Zubar dari Zubair dari Nabi SAW
3)      Darami dari Abdullah bin Shalih dari Al-Laithi dari Yazid bin Abdullah dari Amru bin Abdullah Abdullah bin Urwah dari Urwah bin Zubair dari Zubair dari Nabi SAW
4)      Ibnu Majah dari Abu Bakar bin Shaibah dan Muhammad bin Basyar keduanya dari Ghandur Muhammad bin Jakfar dari Jami’u bin Syidad dari Amir bin Abdullah dari Abdullah bin Zubair dari Nabi SAW
5)      Tirmidzi dari Abu Hisham dari Abu Bakar dari Ashim dari Zirrin dari Abdullah bin  Mas’ud dari Nabi SAW
6)      Tirmidzi dari Sufyan bin Waqi’ dari Waqi’ dari Sharik dari Manshur dari Rib’iy bin Harash dari Ali dari Nabi SAW
7)       Tirmidzi dari Sufyan bin Waqi’ dari Waqi’ dari Sharik dari Samak dari Abdurrahman dari Ibn Mas’ud dari Nabi SAW
8)      Ibnu Majah dari Muhammad bin Rimh dari Al-Laitsy dariIbnu shihab dari Anas bin Malik dari Nabi SAW
9)      Ahmad dari Muhammad bin Fudail dari A’mash dari Hubaib dari Tsa’labah dari Ali bin Abi Talib dari Nabi SAW
10)  Ibu Majah dari Ismai’il bin Musa dari Sharik dari Samak dari Abdurrahman dari Abdullah bin Mas’ud dari Nabi SAW
b.    Hadis Mutawatir Maknawi
Adalah hadis mutawatir yang susunan redaksi atau lafalnya berbeda-beda antara periwayat yang satu dengan yang lainnya, tetapi makna masing-masing redaksi lafal tersebut sama.
Contoh : hadis mengangkat tangan di kala berdoa
قل مسلم حدثنا ابو بكر بن ابي شيبة حدثنا يحي بن ابي بكير عن شعبة عن ثا بت عن انس قل رايت رسول الله صلي الله عليه وسلم يرفع يديه في الدعاء حتي يري بيا ض ابطيه
Hadis riwayat imam Muslim dari Abu Bakar bin Abi Syaibah dari Yahya bin abi Bakar dari Syu’bah dari Thabit dari anas R.A. berkata : “Aku telah melihat Rosulullah SAW mengangkat kedua tangannya dalam doa hingga putih-putih ketiak beliau tampak.”
http://1.bp.blogspot.com/-MG0ESkwMLUw/Tj55xPXnDEI/AAAAAAAAAEI/BJZCKXK9_Ls/s1600/untitled9.GIF
Artinya :
"Rasulullah SAW tidakmengangkatkeduatanganbeliaudalamdoa-doanyaselaindalamdoasalatistiqa' danbeliaumengangkattangannya, sehingganampakputih-putihkeduaketiaknya."
(HR. Bukhari Muslim)
Hadis yang semacam itu tidak kurang dari tiga puluh buah dengan redaksi yang berbeda-beda.
c.    Mutawatir ‘Amaly
Yaitu hadis yang diriwayatkan dengan jumlah sanad yang Mutawatir namun hanya berupa pengamalan saja tanpa lafal, seperti cara shalat Nabi, cara haji Nabi dan yang lain.
Kedudukan Hadis Mutawatir
Para ulama menegaskan bahwa hadis mutawatir membuahkan “ilmu qat’i” (pengetahuan yang pasti), yakni pengetahuan yang pasti bahwa perkataan, perbuatan, dan persetujuan berasal dari Rosulullah SAW.
Para Ulama juga menegaskan bahwa hadis mutawatir membuahkan “ilmu daruri” (pengetahuan yang sangat memaksa untuk diyakini kebenarannya), yakni pengetahuan yang tidak dapat dipungkiri bahwa perkataan, perbuatan, atau ketetapan yang disampaikan oleh hadis itu benar-benar berasal dari Rosulullah SAW.
Buku-buku yang ditulis tentang hadis Mutawatir
a.    Al-Azhar al-Mutanathiroh fi al-Akhbar al-Mutanathiroh oleh Jalaluddin as-suyuti
b.    Qatfu al-Azharyaitu ringkasan kitab tadi oleh Jalaluddin as-Suyuti
c.    Nazdmu al-Mutanathiroh min Alhadis al-Mutanithiroh oleh Muhammad bin Ja’far al-kinani
Pengertian Hadis Ahad
Menurut bahasa berasal dari kata Ahad adalah jamak dari waahid atau ahad yang artinya “satu”. Menurut istilah seperti yang ditulis oleh Mahmud Tahlan dalam bukunya “Taisiru fi Mustalahi Alhadis” adalah
هو ما لا يحتوى علي شروط التواتر
“hadis  yang tidak memenuhi syarat hadis mutawatir”
Klasifikasi Hadis Ahad
a.    Hadis Mashur
Mashur, menurut bahasa, berarti yang sudah tersebar atau yang sudah populer. Menurut Istilah, Hadis Mashur adalah :
ما رواه الثلاثة فأكثر ولم يصل درجة التواتر.
“Hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih, serta belum mencapai derajad mutawatir”.
Contoh : hadis mashur
قل رسول الله صلي الله عليه وسلم : المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده . (رواه البخاري وم مسلم)
Hadis diatas dinamakan hadis masyhur karena diriwayatkan oleh tiga orang rijalu alhadis atau lebih dan belum sampai derajad mutawatir, adapun sanadnya sebabagai berikut:
1)      Tabaqah pertama (sahabat) tiga orang (Jabir, abu Musa, dan abdullah bin Umar)
2)      Tabaqah kedua (tabiin kabir) empat orang (Abu Zubair, abu Burdah bin Abi Musa,  Abi al-Khair, dan as-Sha’bi)
3)      Tabaqah ketiga (tabiin shagir) lima orang (Ibnu Juraih, Abu Burdah bin Abdullah, Yazid, Ismail, dan Abi Safar)
4)      Tabaqag keempat (atba’tabiin kaabir) empat orang (abu Ashim, Yahya, Ibn al haris, dan shubah)
5)      Tabaqah kelima (atba’ tabiin shagir) empat orang (Hasan, Abdullah bin Humaid, Said, Ibn Wahab, dan adam bin Abbas)
Tabaqah selanjutnya abu Thahir, Bukhori, dan Muslim.Selain hadis Masyhur secara istilahi juga ada hadis Masyhur yang berarti terkenal, adapun macam-macamnya sebagai berikut :
v Masyhur di antara para ahli hadits secara khusus, misalnya hadits Anas : ”Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah melakukan qunut selama satu bulan setelah berdiri dari ruku’ berdoa untuk (kebinasaan) Ra’l dan Dzakwan” (HR. Bukharidan Muslim.
v Masyhur di kalanganahlihaditsdanulamadan orang awam, misalnya :
المسلمون من سلم المسلمون من لسانه ويده
”Seorangmuslimadalah orang yang kaummusliminselamatdarilisandantangannya” (HR. Bukharidan Muslim).
v Masyhur di antaraparaahlifiqh, misalnya :
أبغض الحلال إلى الله الطلاق
”Perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talaq” (HR. Al-Hakim; namun hadits ini adalah dla’if).
v Masyhur di antaraulamaushulfiqh, misalnya :
إذا حكم الحاكم ثمٌ إجتهد فأصاب فله أجران وإذا حكم فإجتهد ثمٌ أخطأ فله أجر
”Apabila seorang hakim memutuskan suatu perkara, kemudian ia berijtihad dan ijtihadnya itu benar, maka dia memperoleh dua pahala, dan apabila ijtihadnya itu salah, maka dia memperoleh satu pahala”
v Masyhur di kalangan masyarakat umum, misalnya : ”tergesa-gesa adalah bagian dari perbuatan syaithan” (HR. Tirmidzidengansanadhasan. LihatNudhatun-Nadharhalaman 26 danTadribur-Rawihalaman 533).
Hadits masyhur dari segi diterima atau ditolak, dibagi menjadi 3 bagian, yaitu shahih, hasan, dan dha’if.
v Contoh hadits masyhur yang shahih adalah
v  ﺇنما لأعمال باالنيات.
“Bahwasanya segala amal itu dengan niat”.
Hadits ini termasuk muttafaq ‘alaih (disetujui keshahihannya oleh Bukhari dan Muslim).
v Contoh hadits masyhur yang hasan:
v      لاضرر ولا ضرار.                                                               
“Tidak boleh membiarkan bahaya datang dan tidak boleh mendatangkan bahaya”.
Hadits ini diriwayatkan dari nabi SAW, melalui banyak sanad yang dapat menempatkannya dalam derajat hasan atau shahih. Hadits ini dinilai hasan oleh al-Nawawi dalam kitab al-Arba’in.
v Contoh hadits masyhur yang dha’if:
v      أطلبوا العم ولو بالصين.
“Carilah ilmu walaupun ke negeri China”.
Hadits ini diriwayatkan melalui banyak sanad dari Anas dan Abu Hurairah, namun semua sanadnya tidak terbebas dari rawi yang cacat (majruh) dengan pencacatan (jarh) yang cukup serius. Oleh karena itu, hadits diatas merupakan bagian dari hadits masyhur yang dha’if.

Buku-buku yang berisitentangkumpulanhaditsmasyhur, antaralain :
1.    Al-Maqaashidul-Hasanah fiimaa Isytahara ‘alal-Alsinah, karya Al-Hafidh As-Sakhawi.
2.    Kasyful-Khafa’ wa Muzilul-Ilbas fiimaa Isytahara minal-Hadiits ‘alal Asinatin-Naas, karya Al-Ajluni.
3.    Tamyizuth-Thayyibi minal-Khabitsi fiimaa Yaduru ‘alaa Alsinatin-Naas minal-Hadiits, karya Ibnu Daiba’ Asy-Syaibani.
4.    Asna Al-MathalibolehSyekh Muhammad bin SayyidBarsiwi.

b.    Hadis Aziz
Hadis Aziz menurut bahasa berarti hadis yang mulia atau hadis yang kuat atau hadis yang jarang karena memang hadis aziz itu jarang ada.
Para ulama memberikan definisi sebagai berikut :
Hadis Aziz adalah :
ما رواه اثنان ولو كا نا في طبقة وا حدة. ثم رواه بعد ذلك جماعة.
“Hadis yang diriwayatkan oleh dua orang walaupun dua orang rawi tersebut terdapat pada satu Tabaqah saja, setelah itu orang-orang meriwayatkannya”.
Definisi menurut Mahmud Tahlan adalah :
ما رواه اثنان في جميع طبقا ت السند.
Hadis aziz adalah hadis yang hanya diriwayatkan oleh dua orang rijalu alhadis salah satu dari semua tingkatan sanad.Contoh :
قا ل رسول الله صلي الله عليه وسلم : نحن الاخرون السابقون يوم القيامة.
“Rosulullah SAW bersabda : “kita adalah orang yang paling akhir (di dunia) dan yang paling dulu di hari kiamat”.
Hadis ini dinamakan hadis aziz karena di tingkat sahabat hanya dua orang yaitu Hudzaifah bin al-Yaman dan Abu Hurairah, walaupun thabaqah setelah diriwayatkan oleh rijalu alhadis yang jumlahnya banyak.
c.    Hadis Gharib
Hadis Gharib (menurut bahasa) berarti hadis yang terpisah atu menyendiri dari yang lain. Menurut istilah :
مانفرد بروايته شخص في أي مو ضع وقع التفرد به من السند.
Hadis yang dalam sanad nya, terdapat seseorang yang sendirian dalam meriwayatkannya, pada salah satu dari semua tingkatan sanad.
Ditinjau dari segi bentuk penyendirian rawi tersebut, hadis gharib terbagi menjdai dua macam, yaitu gharib mutlak dan gharib nisbi.
1)   Hadis gharib mutlak
Apabila periwayat yang sendirian tersebut ada pada tingkatan sanad yang pertama. Jika haidsnya marfuk, periwayat pertama yang sendirian tersebut adalah sahabat. Jika hadisnya mawquf, periwayat pertama yang sendirian tersebut adalah tabiin. Jika hadisnya maqtuq, periwayat yang pertama yang snedirian tersebut adalah atbak tabiin. Gharib mutlak juga disebut Al-Fardu al-Mutlaq atau al-Fardu saja.
Contoh :
قل النبي صي الله عليه وسلم : الايمان بضع وسبعون شعبة والحياء شعبة من الايمان
“Nabi Muhammad bersabda, “Iman itu bercabang-cabang 73 cabang. Malu itu salah satu cabang dari iman”.
Hadis ini dinamakan hadis gharib mutlak karena thabaqah pertamanya yaitu Abu Hurairah sendirian meriwayatkan hadis.
2)   Hadis gharib nisbi
Gharib nisbi adalah hadis yang hanya diriwayatkan oleh satu orang rijalu al hadis pada salah satu tingkatan sanad selain tingkatan sanad yang pertama.
Hadis gharib nisbi ada tiga bentuk, yaitu :
a)    Sendiriannya seorang thiqah
Yaitu hadis yang sanadnya satu atau lebih dari satu. Namun pada salah satu tingkatan sanad selain tingkatan sanad yang pertama, hanya ada satu rijal yang thiqah.
Definisi lain yaitu hadis yang sanadnya banyak, tetapi yang thiqah hanya satu. Namun definisi ini lemah.
Seperti ada ucapan “tidak ada orang yang thiqah yang meriwayatkan kecuali fulan”.
ما كان يقرأ به رسول الله صلي الله عليه وسلم في الاضحي والفطر فقال كان يقرأ فيهما بق والقران المجيد واقتربت الساعة وانشق القمر.
Hadis ini dinamakan gharib nisbi (sendiriannya seorang thiqah) karena hadis ini sanadnya lebih dari satu. Namun, pada thabaqah IV (yang segenerasi sama imam malik saja, sedangkan yang lain seperti ibnu lahi’ah tidak thiqah.
b)      Sendiriannya periwayat ertentu dari sekh tertentu
c)      Sendiriannya priwayat suatu kota tertentu
Contoh :
امرنا رسول الله صى الله عليه وسلم أن نقرأ بفا تحاة الكتاب وما تيسرمنه
Hadis ini tidak ada yang meriwayatkannya kecuali penduduk kota Basrah.

Kedudukan Hadis Ahad
Hadis Ahad tidak pasti berasal dari Rosulullah SAW, tetapi hanya dugaan berasal dari beliau. Dengan ungkapan lain, bahwa hadis Ahad mungkin benar berasal dari Rosulullah SAW dan mungkin pula tidak benar basal dari beliau
Karena hadis Ahad itu tidak pasti, tetapi diduga berasal dari Rosululah SAW kedudukan hadis Ahad sebagai sumber ajaran Islam berada di bawah kedudukan hadis mutawatir.

KESIMPULAN
Menurut Mahmud Thahhan, ditinjau dari segi kuantitas (jumlah) perawi / sanadnya, maka Hadits terbagi menjadi 2 macam: Hadis Mutawatir dan Hadis Ahad.
Hadis Mutawatir ialah hadis yang diriwayatkan  oleh sejumlah orang banyak yang menurut kebiasaan mustahil sepakat dalam kebohongan mulai dari awal sanad hingga akhir sanad
. Hadis Mutawatir diklasifikasikan menjadi mutawatir lafdi, mutawair maknawi, dan mutawatir ‘amaly.
Kedudukan Hadis mutawatir ialah para ulama menegaskan bahwa hadis mutawatir membuahkan “ilmu qat’i” (pengetahuan yang pasti).   
Hadis Ahad ialah hadis  yang tidak memenuhi syarat hadis mutawatir. Hadis Ahad diklasifikasikan menjadi tiga yaitu hadis Masyhur, hadis Aziz dan hadis Gharib.
Kedudukan hadis Ahad sebagai sumber ajaran Islam berada di bawah kedudukan hadis mutawatir.
DAFTAR PUSTAKA
A.Qadir Hasan, Ilmu MUsthalah Hadits, cet.VII,  Bandung: CV. Diponegoro, 1996.
Mahmud Thahhan, Intisari Ilmu Hadits, cet. 1, Malang: UIN-Malang Press, 2007.
Munzier Suparta, Ilmu Hadits, ed. Revisi, Jakarta: Raja Grafindo, 2002.
Nuruddin ‘Itr, ‘Ulum Al-Hadits 2 (Manhaj An-Naqd Fii ‘Ulum Al-Hadits), cet. 1, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994
Tim Guru MGMP, Hadis, CV Mutiara Ilmu Mojosari Mojokerto, 2008











No comments:

Post a Comment