Tuesday, February 6, 2018

Perlindungan HAM dan toleransi keberagamaan di Indonesia



Perlindungan HAM dan toleransi keberagamaan di Indonesia
            Indonesia adalah Negara yang masyarakatnyaberagam dalam keagamaan, suatu kewajiban Negara untuk menjaga keamanan dan perlindungan bagi warga negaranya. Ditambahpula dengan sistem demokrasi tentu prinsipnya adalah kebebasan, di antaranya kebebasan memeluk agama tertentu sekaligus melakukan ibadah-ibadah tertentu pula yang harus dibarengi dengan sikap toleran dari masrarakatnya
            Pendahuluan
            Indonesia dikenal sebagai Bangsa yang mempunyai ragam kebudayaan, suku, bahasa, dan agama yang berbeda-beda. Menurut laporan sensus tahun 2000, 88 pesen penduduk menyatakan diri sebagai pemeluk  Islam, 6 persen Kristen Protestan, 3 persen Katolik Roma, 2 persen Hindu, dan kurang dari 1  persen Budha, penganut agama pribumi, kelompok Kristen lain, dan Yahudi. Beberapa  penganut agama Kristen, Hindu, dan anggota kelompok agama minoritas lain berpendapat bahwa sensus tersebut kurang akurat dalam menghitung jumlah penganut non-Muslim.
Di masyarakat juga masih terdapat suatu aliran kepercayaan, Sekitar  20  juta  orang  di  pulau  Jawa,  Kalimantan,  Papua,  dan  daerah  lain  diperkirakan  mempraktikkan  animisme  dan  jenis  sistem  kepercayaan  tradisional  lainnya  yang  disebut  sebagai    ”Aliran  Kepercayaan”.  Beberapa  penganut  animisme  menggabungkan  kepercayaan  mereka  dengan  salah  satu  agama  yang  diakui  Pemerintah  dan  selanjutnya  terdaftar  sebagi agama yang diakui. 
Terdapat sejumlah kecil komunitas Yahudi yang ada di Jakarta dan Surabaya. Komunitas Baha’i  memngakui memiliki ribuan anggota, tetapi tidak ada angka yang dapat diandalkan. Falun Dafa,  yang menganggap keyakinan mereka sebagai organisasi spiritual ketimbang agama, mengklaim  penganutnya  mencapai  jumlah  antara  2.000  and  3.000,  hampir  separuhnya  tinggal  di  Yogyakarta, Bali, dan Medan[1].
Akan tetapi, dari keberagaman tersebut sering terjadi konflik antar suku dan ras di Indonesia, terutama tentang berbedaan keagamaan. Dari permasalahan tersebut ada dua muara titik konflik yang terjadi yaitu “ inteloransi beragama dan gagalnya penanganan HAM tentang keagamaan di indonesia”. Bisa berbentuk diskriminatif oleh Negara dengan pembatasan, pelecehan, atau pengecualian yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada perbedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status social, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik yang berakibat pengurangan, penyimpangan, atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan, atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hokum, social, budaya dan aspek kehidupan lainnya.[2]

Sedangkan Bruce A Robinson mengkategorikan mengenai bentuk-bentuk tindakan “religious intolerance” antara lain; a. penyebaran informasi yang salah tentang kelompok kepercayaan atau praktik, meski ketakakuratan informasi tersebut bisa dengan mudah dicek dan diperbaiki; b. penyebaran kebencian mengenai seluruh kelompok; misalnya menyatakan atau menyiratkan bahwa semua anggota kelompok tertentu itu jahat, berperilaku immoral, melakukan tindak pidana, dan sebagainya. C, mengejek dan meremehan kelompok iman tertentu untuk kepercayaan dan praktik yang mereka anut; d. mencoba untuk memaksa keyakinan dan praktik keagamaan kepada orang lain agar mengikuti kemauan mereka; e. pembatasan hak asasi manusia anggota kelompok agama yang bisa diidentifikasi; f. mendevaluasi agama lain sebagai tidak berharga atau jahat; g. menghambat kebebasan seseorang untuk mengubah agama mereka[3]
            Akibat dari dua muara tersebut permasalahan keagamaan di Indonesia dari tahun ke tahun semakin berkembang. Seperti laporan dari wahid institute pada tahun 2009, ada 212 insiden pelanggaran pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan. Sementara pada tahun 2010 jumlahnya menjadi 184 peristiwa dan bertambah lagi menjadi 267 kasus pada 2011.Puncaknya, tahun 2012 yang mencapai angka 274 kasus. Direktur the wahid institute mengungkapkan dari 274 kasus pada 2012, 166 pelanggaran justru dilakukan aparat Negara.(kompas 9/12/20013)
            Hal itu terjadi karena sistem demokrasi tidak berjalan dengan sebagaimana mestinya, sehingga permasalahan di atas bisa dimaklumi apabila terjadi dinegeri ini. Sesuai dengan laporan jajak pendapat kompas pada tanggal 9 desember tentang hak sipil dan politik yang paling belum dilindungi oleh Negara antara lain; kebebasan beribadah/mendirikan rumah ibadah hanya 10%, kebebasan membentuk serikat buruh 4,2%, dan kesamaan didepan hukum 42,5%, untuk mendapat rasa aman 23,0% sedangkan kebebasan berpendapat/unjuk rasa 12,6% yang terakhir tidak tahu/tidak jawab 7,7%. Hasil ini menunjukkan untuk perlindungan Negara terhadap keberagaan masih rendah yaitu hanya 10 %.(kompas 9/12/20013)
Landasan negara Indonesia
Sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia, sejarah bangsa Indonesia dimulai dari sejarah menyusun pemerintahan, politik, dan administrasi Negara.Landasan yang dijadikan pijakan adalah konstitusi dan ideologi. Atas dasar tersebut, pada 18 agustus 1945, diselenggarakan sidng PPKI yang berhasil menetapkan ir.soekarno sebagai presiden dan drs. Muhammad hatta sebagai wakil presiden.
            Dalam rapat BPUPKI yang membahas rancangan undang-undang dasar, permasalahan bentuk Negara menjadi salah satu pembahasan yang diperdebatkan secara serius.Usulan bentuk Negara yang muncul pada waktu itu yaitu Negara kesatuan dan Negara federal.Namun kemudian disepakati bentuk Negara Indonesia adalah Negara kesatuan, sebgaimana tertera dalam pasal 1 ayat (1) undang-undang dasar 1945.Pilihan BPUPKI ini tidak lagi dipersoalkan ketika pada 18 agustus 1945 PPKI menetapkan undang-undang dasar Negara republic Indonesia tahun 1945.
            Pembentukan pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia itu bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut meaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social. Tujuan tersebut bisa dicapai hanyalah dengan adanya kemerdekaan bagi bangsa Indonesia, sehingga dalam alinea keempat ini secara  tegas diproklamasikan, disusunlah kemerdekaan undang-undang dasar Negara Indonesia itu dalam satu undang-undang dasar Negara republic Indonesia tahun 1945, yang berbentuk dalam satu susunan Negara republic Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada pancasila. [4]
Dalam rumusan lima nilai dasar sebagaimana tercantum dalam pembukaan undang-undang dasar Negara republik Indonesia tahun 1945 adalah. (1) ke-Tuhanan yang Maha Esa, (2) kemanusiaan yang adil dan beradab, (3) persatuan Indonesia (4) kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksaan dalam permusyawaratan dan perwakilan (5) keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
            Kelima sila tersebut sebagai satu kesatuan nilai kehidupan masyarakat Indonesia dan dasar Negara republik Indonesia.Dasar tersebut kukuh karena digali dan dirumuskan dari nilai kehidupan rakyat Indonesia yang merupakan kepribadian dan pandangan hidup bangsa kita.Karena itulah pancasila disepakati secara nasional, pancasila merupakan suatu perjanjian luhur yang harus dijadikan pedoman bagi bangsa, pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia.Itu pulalah bentuk dan corak masyarakat hendak kita capai atau wujudkan, yaitu masyarakat Indonesia modern, adil dan sejahtera.Dari sejarah ketatanegaraan kita terbukti bahwa pancasila mampu mempersatukan bangsa kita yang majemuk.
Demokrasi dan Ham
Suatupemerintahan dikatakan demokratis bisa dalam mekanisme penyelenggaraannya melaksanakan prinsip-prinsip demokrasi.Prinsip-prinsip dasar demokrasi itu adalah persamaan, kebebasan, dan pluralisme.[5]dalam hal ini keagamaan sangat bersinggungan langsung dalam prinsip demokrasi, dalam hal memperkuat demokrasi maupun sebaliknya meruntuhkan demokrasi itu sendiri.
Melihat konsepsi perumusan landasan Negara Indonesia berdasarkan ketuhanan yang maha esa.Sila ini menekankan fundamen etis-religius dari Negara Indonesia yang bersumber dari moral ketuhanan yang diajarkan agama-agama dan keyakinan  yang ada, sekaligus juga merupakan pengakuan akan adanya berbagai agama dan kepercayaan terhadap tuhan yang maha esa di tanah air ndonesia. Kemerdekaan Indonesia dengan rendah hati di akui “atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa”. Dengan pengakuan ini, pemenuhan cita-cita kemerdekaan indonesia, untuk mewujudkan suatu kehidupan kebangsaan yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, mengandung kewajiban moral.
Melihat dari sini, konsepsi keagamaan di Indonesia bagaimana demokrasi bisa berjalan dengan moral yang baik, dengan pemenuhan hak masing-masing rakyat Indonesia bisa terpenuhi oleh Negara.Dalam hal ini tentu hak memeluk agama tertentu sesuai dengan keyakinannya serta kenyamanan sekaligus perlindungan dalam melaksanakan ibadah sesuai dengan aturan agamanya.Sehingga tidak terjadi suatu intoleransi dalam beragama yang mengakibatkan konflik antar beragama, dengan kerendahan hati bahwa kita berada pada masyarakat yang plural.
Tetapi yang kita tekankan adalah bagaimana demokrasi di Indonesia bisa tercapai dengan adanya perlindungan HAM dalam beragama mengingat Indonesia sampai saat ini masih belum memberikan perlindungan terhadap kebebasan beragama seperti pendirian gereja di jawa barat yang merupakan bentuk diskriminasi oleh Negara kepada pemeluk agama tertentu, dalam kasus ini seharusnya tidak terjadi dalam Negara yang menjunjung tinggi kemerdekaan individu warga negara ini sebagaimana yang tertera dalam UU NOMOR 39 TAHUN 1999 tentang hak asasi manusia dalam pasal Pasal 22  ayat 1 Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Sedangkan pada ayat 2 Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Penyelesaian Konflik Agama di Indonesia 
Dalam menyelsaikan permasalahan konflik keagamaan di Indonesia, ada dua pendekatan yang harus dilakukan.Pertama; secara institusional, pemerintah memberikan suatu titik penyelesaian masalah yaitu dengan menjalankan peraturan bersama antara menteri agama dan menteri dalam negeri nomer 9 dan 8 tahun 2006 tentang pedoman pelaksanaan tugas kepala daerah/wakil kepala daerah alam pemeliharaan kurukunan umat beragama, pemberdayaan forum kerukunan umat beragama. Dan pendirian rumah ibadat. Dalam bab penyelesaian perselisihan pada pasal 21 bisa dilakukan di antaranya:
(1)   Perselisihan akibat pendirian rumah ibadat diselesaikan secara musyawarah oleh masyarakat setempat.
(2)   Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dicapai, penyelesaian perselisihan dilakukan oleh bupati/wali kota dibantu kepala kantor departemen agama kabupaten/kota melalui musyawaroh yang dilakukan secara adil dan tidak memihak dengan mempertimbangkan pendapat atau saran FKUB kabupaten/kota.
(3)   Dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dicapai, penyelesaian perselisihan dilakukan melalui pengadilan setempat.
Sedangkan dalam pasal 22Gubernur melaksanakan pembinaan terhadap bupati/walikota serta instansi terkait di daerah dalam menyelsaikan perselisihan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21[6].
Kedua ;melalui penyadaran, dalam penyadaran ada beberapa langkah yang harus dilakukan oleh tokoh agama, mapun cendikiawan muslim memberikan pemahaman akan pluralitas dalam bernegara dan beragama antara lain, memberikan pemahaman akan pluralitas dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa. Berangkat dari bermacam perbedaan budaya, suku, bahasa dan agama yang terjadi di Indonesia selama ini. Maka pluralitas agama dapat dikembangkan sebagai bagian dari proses pengayaan spiritual dan penguatan moralitas universal.
Munculnya fanatisme terhadap paham keagamaan dan kebudayaan di tengah pluralitas dapat dimaklumi sebagai bagian dari usaha memperkokoh eksistensi diri, baik perorangan maupun kolektif.Akan tetapi, di tengah-tengah pluralitas seharusnya fanatisme tersebut diberlakukan secara internal saja, yaitu dikenakan hanya terdapat dirinya sendiri. Sebaliknya kepada pihak lain, ia menerima dan mengakui adanya perbedaan. Fanatisme hanya dapat dikurangi melalui komunikasi dan silaturrahmi, dengan kesediaan diri untuk mau mengerti dan mau belajar dengan pihak lain. [7]dengan seperti itu, konflik di Indonesia akan semakin berkurang bahkan tidak terjadi lagi apabila masyarakat bisa memahami pluralisme yang ada di Indonesia.
Sedangkan dalam pandangan bahwa Islam merupakan agama kemanusiaan (fitrah), yang berarti cita-citanya sejajar dengan cita-cita kemanusian universal, Nurcholis Madjid berpendapat bahwa cita-cita keislaman sejalan dengan cita-cita manusia Indonesia pada umumnya. Ini adalah salah satu pokok ajaran Islam.Oleh karena itu sistem politik yang sebaiknya diterapkan di Indonesia adalah sistem yang tidak hanya baik untuk umat Islam, tetapi juga membawa kebaikan untuk semua anggota masyarakat. Dengan kata lain diperlukan sistem yang menguntungkan semua pihak, termasuk mereka yang non-muslim. Hal ini, papar Nurcholis, sejalan dengan watak inklusif Islam. Indonesia. Menurutnya, pandangan ini telah memperolah dukungan dalam sejarah awal Islam.Nurcholis menyadari bahwa masarakat Indonesia sangat pluralistik dari segi etnis, adat-istiadat, dan agama. Dari segi agama, selain Islam, realitas menunjukan bahwa hampir semua agama, khususnya agama-agama besar dapat berkembanag subur dan terwakili aspirasinya di Indonesia[8]
Langkah kedua; adanya Toleransi Ke Sikap Saling Menghormasi  meskipun toleransi adalah sikap yang paling mendasar dan penting, toleransi masih terbatas jangkauannya. Bersikap toleran tidak hanya berarti meniadakan, tidak mengurangi, tidak memusuhi.Toleransi tidak lebih dari sikap menahan diri, membiarkan, berbesar hati.Toleransi bukap sikap yang positif.
Agar hubungan antara agama menjadi positif, toleransi harus dikembangkan menjadi saling menghormati. Saling menghormati berarti mengakui hak orang dan golongan lain mengikuti agamanya.  Kemampuan untuk menghormati sikap orang lain berarti pula suatu sikap arif dalam melihat pengembangan suatu budaya hati. 
 Budaya hati itu termasuk kemampuan hati untuk bersikap hormat terhadap keyakinan orang lain, terhadap apa yang dianggapnya suci, terhadap cara orang dan golongan lain mengungkapkan keyakinan mereka adalah kemampuan untuk menghormati apa yang suci, luhur, ilahi bagi hati orang lain terlepas dari apa keyakinan kita sendiri. Sikap itu akan kelihatan dalam cara kita bicara dan menulis tentang agama lain, juga kalau tidak ada orang dari agama lain itu hadir. Orang yang mempunyai budaya hati ini tidak pernah akan bicara merendahkan pihak lain, sinis, mengejek tentang apa yang diyakini orang lain sebagai junjungannya. Dan meskipun tidak menerima kepercayaan agama lain, ia menghormati anggapan mereka tentang kepercayaan mareka. [9]
 Langkah selanjutnya, Bukan Relativisme AgamaSikap hormat terhadap agama dan keyakinan golongan lain tidak berarti bahwa agama dan keyakinan itu harus dianggap benar. Menghormati kepercayaan seseorang tidak berarti  mempunyai pandangan dunia yang sama dengan dia. Bahkan kita mengkin menganggap kepercayaan keliru atau kurang benar, kurang lengkap, kurang tepat. Hakikat sikap hormat terhadap agama lain adalah bahwa saya mengakui hak eksistensi keyakinan dan kepercayaan yang lain itu. Saya tidak mengakui kebenaran isi kepercayaan itu. Tetapi saya menerima baik bahwa seseorang dan suatu umat dapat hidup sesuai dengan apa yang menjadi keyakinan mereka.
Sikap hormat itu didasarkan pada pengakuan mendalam terhadap kesucian panggilan tuhan dalam hati orang. Kita menerima dengan baik bahwa orang dan golongan dapat mengikuti dengan setia apa yang mereka yakini kebenaran keyakinan mereka.
Maka menghormati gama yang lain tidak ada hubungannya dengan ucapan “semua agama sama saja”. Ucapan itu bertentangan baik dengan keyakinan saya sendiri, maupun dengan sikap hormat dengan agama lain. Apabila saya menyangkal kekhasan keyakinan golongan agama lain dengan mengatakan bahwa “semua agama bagaimanapun juga sama saja”, saya malah tidak menghormatinya. 
Jadi, toleransi dan dan hormat terhadap agama lain, jauh dari relativisme agama. Relativisme agama-yang banyak terdapat di barat, tetapi hanya di antara mereka yang tidak lagi betul-betul beragama-berpendapat bahwa agama manapun di ikuti orang sama saja, karena semua keyakinan sama saja.
Relativisme agama berarti menyangkal kebenaran. Kalau agama sama saja, padahal agama-agama itu jelas berbeda satu sama lain, padahal agama-agama itu jelas berbeda satu sama lain, maka itu sama dengan melepaskan claim kebenaran agama lain. Lalu, agama menjadi masalah perasaan, atau lingkungan budaya, atau pendidikan.kemudian, dimensi religious tidak lebih daripada sebuah kebutuhan, mirip akan kebutuhan akan adanya eman hidup, yang dapat dipenuhi sesuai dengan selera masing-masing. Toleransi semacam itu sangat kurang berbobot karena menyangkal-artinya; tidak toleransi terhadap apa yang diyakini oleh agama-agama sendiri yaitu mengungkapkan kebenaran. [10]





















DAFTAR PUSTAKA
Suhartana.Pluralism, Konflik Dan Pendidian Agama Di Indonesia.
Franz Magnis Suseno. Konstektualisasi Ajaran Islam.Jakarta; PT Temprint. 1995
Peraturan Bersama Antara Menteri Agama Dan Menteri Dalam Negeri. Nomer 8 dan 9 tahun 2006
Empat Pilar Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara.Jakarta :Secretariat MPR. 2013
Al-khanif.Hukum & Kebebasan Beragama Di Indonesia.Yogyakarta. Laksbang mediatama 2002
http;//bloger. Com. Ismail Fahmi. Konflik Agama-Agama Di Indonesia. Di unduh pada tanggal 5 nov 2013. Pada jam 13.00

http;//bloger.com. Makalah Pluralisme Agama ,Pluralisme Agama Dan Budaya. Diunduh pada tanggal 7 novem. 2013 jam 20.00

Demokrasi Hak Asasi Manusia Dan Masyarakat Madani, Jakarta, ICCE UIN JAKARTA
Bruce A Robinson, “religious intolerance” dalam http;//www.religioustolerance.org/relintoh.htm#def. diakses, 9 desember 2013
UU Hak Asasi Manusia Nomor 39 Tahun 1999

www.kemenag.go.id/file/dokumen/5Juli06.pdfdi unduh pada tanggal 5 nov 2013 pada jam 13.00




















[1]www.kemenag.go.id/file/dokumen/5Juli06.pdfdi unduh pada tanggal 5 nov 2013 pada jam 13.00
[2]UU Hak Asasi Manusia Nomor 39 Tahun 1999
[3]Bruce A Robinson, “religious intolerance” dalam http;//www.religioustolerance.org/relintoh.htm#def. diakses, 9 desember 2013.
[4]Empat Pilar Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara.Jakarta :Secretariat MPR. 2013 hal 173
[5]Demokrasi Hak Asasi Manusia Dan Masyarakat Madani, Jakarta, ICCE UIN JAKARTA, hal 46
[6]Peraturan Bersama Antara Menteri Agama Dan Menteri Dalam Negeri. Nomer 8 dan 9 tahun 2006.
[7]Suhartana.Pluralism, konflik dan pendidian agama di Indonesia.Hal 191.

[8]http;//bloger.com. Makalah Pluralisme Agama ,Pluralisme Agama Dan Budaya. Diunduh pada tanggal 7 novem. 2013 jam 20.00

[9]Franz magnis suseno. Konstektualisasi ajaran islam. Jakarta; PT Temprint. 1995. Hal 469
[10]Franz magnis suseno.Konstektualisasi Ajaran Islam.Jakarta; PT Temprint. 1995. Hal. 471

No comments:

Post a Comment