Monday, April 6, 2015

konsep pemikiran Pendidikan islam menurut Hasan al-Banna




MOH.KAMILUS ZAMAN Spd.I (085755107987)
 

BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ideologi pendidikan yang melatar belakangi pemikiran dan praktek pendidikan  Hasan al-Banna dan kemungkinan relevansinya dalam pendidikan Islam melalui nilai-nilai yang dikembangkannya. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan bersifat deskriptif-analitis, dengan menggunakan metode dokumentasi, serta di analisis secara kritis-komparatif. Metode ini digunakan untuk mengetahui ideologi dan praktek pendidikan Hasan al-Banna serta mengetahui relevansi pemikiran pendidikan Islam menurut Hasan al-Banna dengan pendidikan nasional

B.        Rumusan Masalah
1.      Bagaimana konsep pemikiran Pendidikan islam menurut Hasan al-Banna?
2.      Apa saja kurikulum yang dirancang Hasan al-Banna?
3.      Bagaimana relevansi pemikiran pendidikan Islam menurut Hasan al-Banna dengan pendidikan nasional?

C.       Tujuan
1.      Mengetahui konsep pemikiran pendidikan islam menurut Hasan al-Banna
2.      Mengetahui macam – macam kurikulum yang dirancang Hasan al-Banna
3.      Mengetahui relevansi pemikiran pendidikan islam menurut Hasan al-Banna dengan pendidikan nasional











BAB II
PEMBAHASAN

A.Sekilas Biografi Hasan Al Banna
Hasan Al Banna dilahirkan di desa Mahmudiyah kawasan Buhairah pada tanggal 14 Oktober 1906. Ia adalah seorang mujahid dakwah, peletak dasar-dasar gerakan Islam sekaligus sebagai pendiri dan pimpinan Ikhwanul Muslimin (Persaudaraan Muslimin). Syaikh Ahmad Abdul Rahman al-Banna adalah seorang ulama fiqh dan hadits, diantara tulisan ayah beliau “ al-Fath al-Rabbâny lî tartîb musnad al-imam Ahmad” dan pekerjaan sehari-hari ayah beliau adalah menjilid buku dan memperbaiki jam, sehingga ayah beliau dilaqab dengan Assâ`âty.[1]
Pada masa kecil, Hasan al-Banna dididik langsung oleh ayahnya Syeikh Ahmad bin Abdurrhaman bin Muhammad al-Bana as-Sadati yang mengajarkan al-Qur’an, al-Hadits, Fiqih, bahasa dan tasawwuf. Setelah itu ia melanjutkan pendidikannya ke sekolah dasar al-Mahmudiyah, kemudian masuk ke sekolah pendidikan guru di Damanhur.
Pada usia 16 tahun, ayahnya menghantarkannya ke Darul Ulum, sebuah pusat latihan perguruan di Kairo. Ketika sampai di sana beliau terkejut melihat kerusakan moral orang-orang Islam di kota Kairo. Pada tahun 1927, di usia 21 tahun Hassan Al Banna lulus dan meninggalkan Darul Ulum, Beliau adalah pelajar yang pintar dan mendapat tempat pertama dalam kelasnya. Kemudian setelah beberapa bulan beliau mengajar di Ismailiah, di sebuah sekolah menengah pemerintahan, disitu beliau dengan rasmi mendirikan Harakah Islamiah "Al-Ikhwanul Muslimin." Beliau didukung para pengikut dan pelajar-pelajar yang setia.[2].
Ia memperjuangkan Islam dengan dasar Al-Quran dan Sunnah hingga dibunuh oleh penembak misterius yang diyakini sebagai penembak 'titipan' pemerintah pada 12 Februari 1949 di Kairo.
Kepergian Hassan al-Banna pun menjadi duka berkepanjangan bagi umat Islam. Ia mewariskan 2 karya monumentalnya, yaitu Catatan Harian Dakwah dan Da'i serta Kumpulan Surat-surat. Selain itu Hasan al-Banna mewariskan semangat dan teladan dakwah bagi seluruh aktivis dakwah saat ini.[3]
Selain itu ia juga dikenal akan cara berdakwahnya yang sangat tidak biasa. Ia terkenal sangat tawadlu dikarenakan ia sering berdakwah di warung-warung kopi tempat oarang-orang yang berpengetahuan rendah berkumpul untuk minum-minum kopi sehabis lelah bekerja seharian. Dan ternyata cara tersebut memang lebih efektif dilakukan dalam berdakwah.
Selanjutnya, data sejarah menyebutkan bahwa Hasan al-Banna juga termasuk salah seorang pengikut tasawuf Syadzaliah, dan menjalani kehidupan sebagai zahid dan beruzlah. Hal ini antara lain terlihat dari kehidupannya yang amat sederhana baik dalam hal pakaian maupun makanan.
Dari latar pendidikan tersebut tidaklah mengherankan jika Hasan al-Banna kemudian tampil sebagai sosok da’i, pejuang, propagandis dan politikus yang gigih dalam memperjuangkan cita-citanya. Perpaduan antara semangat Islam dan bakat memimpin yang dimilikinya itu tampak jelas ketika ia masih muda belia. Ketika masa remaja, misalnya, ia berhasil mengkoordinir organisasi di kalangan pelajar. Sumber-sumber sejarah menyebutkan bahwa Hasan al-Banna memang memiliki kecenderungan berserikat dan mengorganisasi massa. Di sekolah menengah saja ia sudah terpilih sebagai ketua Jam’iyatul Adabiyah, sebuah perkumpulan karang mengarang. Bersama pelajar lainnya, ia membentuk Al-Jam’iyatul Hasafiyatul Khairiyah, semacam organisasi pembaharuan. Ia kemudian menjadi anggota Makarimul Akhlak Islamiyah, satu-satunya organisasi sejenis di Kairo.[4]

B. Pemikiran Hasan Al Banna dalam Pendidikan Islam
Hasan al-Banna memiliki peran penting dalam upaya pendekatan antar berbagai aliran-aliran Islam dan upaya untuk menyatukan mereka semuanya di atas satu kalimat. Tujuannya agar persatuan kaum muslimin dapat terjalin dan keutuhan mereka terjaga, sehingga mereka bersatu padu menghadapi musuh bersama. Namun, tangan-tangan terselubun yang melakukan tipu daya terhadap islam mengadakan persekongkolan terhadap sebagian kaum muslimin.[5]
Hasan al-Banna adalah seorang arsitek sebuah perubahan. Bahkan, seolah-olah ia dilahirkan untuk membangun kembali harga diri umat yang sedang runtuh dan melorot. Pembangunan kembali itu diawali dengan mendirikan madrasah terbesar dalam sejarah gerakan dakwah; Madrasah Hasan Al-Banna.
Penyebutan Madrasah Hasan al-Banna ini disematkan oleh salah satu kader terbaik ikhwanul muslimin, syaikh Yusuf Qardhawi, sebuah madrasah yang memiliki dua tujuan besar dalam pembangunan umat Islam. Dua tujuan itu ialah ilmiyah dan amaliyah, berilmu dan beramal.
Hasan al-Banna memahamkan para pengikutnya untuk sentiasa mengkader belia dan selalu mengkontrol mereka agar tetap selalu berbuat baik dan mengerjakan suruhan agama dan meninggalkan larangan. Tazkiyah nafs sangat berperan dalam mentarbiyah, disamping itu Hasan al-Banna juga memahamkan maksud “al-fahm” dengan rincian yang beliau sebut al-Usûl `isyrîn, ikhlas, `Amal, Jihad, Taat, Stabat, Tadhhîyah, Tajarrad, ûkhwah, Tsiqqah. Sifat-sifat ini haruslah dimiliki seorang Murabby “yang mengajar” dan yang diajar. Semua ini lebih beliau tekankan terhadap para belia dan pelajar, walaupun proses ini membutuhkan waktu yang panjang. Namun, merekalah nantinya yang akan menjadi penerus tarbiyah ini[6].
Konsep pendidikan Ikhwan al-Muslimin ditujukan bagi pemecahan berbagai masalah sosial yang dihadapi. Dengan kata lain, Ikhwan al-Muslimin melihat pendidikan sebagai alat untuk membantu masyarakat dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan. Atas dasar konsep tersebut, Ikhwan al-Muslimin mengajukan berbagai permasalahan pendidikan sebagai berikut :
1. Sistem Pendidikan
Salah satu pemikiran Hasan al-Banna di bidang pendidikan berkaitan dengan upaya mengintegrasikan sistem pendidikan yang dikotomis antara pendidikan agama dan pendidikan umum. Melalui upaya ini Ikhwan al-Muslimin bermaksud memberi nilai agama pada pengetahuan umum, dan memberi makna progresif terhadap pengetahuan dan amaliah agama, sehingga sikap keagamaan tersebut tampil lebih aktual. Dalam hubungan ini Ikhwan al-Muslimin berusaha memperbaharui makna iman yang telah lapuk oleh peradaban modern, yaitu dengan cara kembali kepada sumber-sumber ajaran yang orisinil. Upaya-upaya tersebut dapat terlihat dari bingkai pendidikan Ikhwan al-Muslimin yang berorientasi ketuhanan, universal, terpadu, seimbang dan bermuatan keterampilan yang positif dan konstruktif.
Orientasi ketuhanan dalam pendidikan amat penting, karena aspek ketuhanan atau keimanan merupakan hal yang terpenting dalam pendidikan Islam. Aspek keimanan ini sangat mendasar pengaruhnya, terutama jika dihubungkan dengan tujuan pertama pendidikan Islam, yaitu mewujudkan manusia-manusia yang memiliki keimanan yang kokoh. Yaitu iman yang tidak hanya terbatas pada pengertian dan perkataan, tetapi juga harus diimplementasikan dengan praktek-praktek ibadah dan ritualitas agama yang menumbuhkan sikap positif untuk kehidupan pribadi dan masyarakat.[7]
Selanjutnya yang dimaksud dengan universal dan terpadu adalah bahwa pendidikan Islam tidak hanya mementingkan satu segi tertentu saja, dan tidak pula mengharuskan adanya spesialisasi yang sempit melainkan mencakup semua aspek secara terpadu dan seimbang. Pendidikan Islam tidak hanya mementingkan ruhani dan moral seperti yang terdapat pada paham kaum sufi, dan tidak pula hanya menekankan pendidikan rasio seperti yang didambakan kaum filosofis, dan tidak juga hanya mementingkan latihan keterampilan dan disiplin sebagaimana pendidikan dalam kemiliteran, tetapi pendidikan Islam itu mementingkan sesama dimensi secara seimbang.
Ciri universalisme dan terpadu dalam pendidikan Islam juga harus mementingkan aspek ruhani. Dalam hubungan ini Muhammad Quthb mengatakan bahwa ruh adalah suatu kekuatan yang tidak terlihat dan tidak kita ketahui materi dan cara kerjanya. Ia adalah alat untuk mengadakan kontak dengan Allah sesuai dengan fitrahnya, yaitu alat yang membawa manusia kepada Tuhan. Untuk mencapai tujuan penyatuan ruhaniah dengan Tuhan, manusia dianjurkan agar menciptakan hubungan yang terus menerus antara ruh dengan Allah pada saat dan kegiatan bagaimanapun, baik pada saat berpikir, merasa maupun berbuat.
Selain membina aspek ruhani, pendidikan Islam juga harus membina intelektualitas atau cara berpikir yang benar. Hal ini dinilai penting oleh Ikhwan al-Muslimin, mengingat eksistensi manusia terdiri dari unsur ruhani, akal dan jasmani. Ketiga unsur tersebut harus terpadu dan tidak dapat dipisah-pisahkan.
Khusus mengenai akal, Ikhwan al-Muslimin menilai bahwa akal merupakan potensi atau kekuatan besar yang diberikan Allah kepada manusia. Islam sangat menghargai akal dan menempatkannya sebagai salah satu dasar dari adanya pembebanan hukum, dan sebagai tolak ukur yang membedakan antara baik dan buruk. Dalam kaitan ini Ikhwan al-Muslimin manilai bahwa berpikir dengan menggunakan akal merupakan kegiatan mental yang bernilai ibadah. Sedangkan mencari bukti-bukti atas sesuatu merupakan keharusan, dan belajar merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslimin. Dengan demikian, tidaklah aneh jika pendidikan Islam sama sekali tidak dipisahkan dari pendidikan keimanan atau pendidikan jiwa. Hal ini dapat dimengerti, karena sikap seseorang merupakan cermin dari pemikiran dan pandangannya terhadap dunia, kehidupan dan manusia itu sendiri.
Sejalan dengan pemikiran tersebut di atas, Ikhwan al-Muslimin juga mementingkan pendidikan jasmani. Wujud nyata dari pendidikan jasmani ini menurut Yusuf al-Qardhawi adalah mengambil bentuk pemeliharaan kebersihan, pemeliharaan kesehatan secara preventif dan pengobatan. Untuk itu, kepada setiap anggota Ikhwan al-Muslimin ditekankan agar membiasakan hidup bersih, tidak merokok dan mengurangi minum kopi dan teh, karena hal itu akan mengganggu kesehatan. Pendidikan jasmani ini ditujukan : (1) agar setiap muslim berbadan sehat dan berupaya memelihara kesehatan fisik dan mental, (2) agar setiap muslim dapat beraktivitas dengan lincah dan positif, (3) agar setiap muslim mempunyai daya tahan tubuh yang senantiasa prima.
Sejalan dengan cita-cita tersebut di atas, Ikhwan al-Muslimin juga mementingkan pendidikan sosial merupakan salah satu misi perjuangannya. Dalam kaitan ini, Yusuf al-Qardhawi mengatakan bahwa beribadah merupakan konsekuensi hubungan dengan Allah, sedangkan kepedulian sosial merupakan konsekuensi hubungan antara sesama manusia, dan perjuangan merupakan pengejawantahan hubungan dengan musuh-musuh agama.[8]
2. Karakter Pendidikan Islam
Sejalan dengan uraian tersebut di atas, Ikhwan al-Muslimin selanjutnya membahas karakter pendidikan. menurutnya, bahwa karakter pendidikan Islam tidak hanya terletak pada optimalisasi pengembangan potensi dan sumber daya manusia, tetapi harus pula didasarkan pada kejernihan iman dan niat yang positif, karena tanpa itu semua penerapan sains dari hasil karya manusia hanya akan menimbulkan bumerang, bahkan dapat mendatangkan bahaya kehidupan dari yang tidak diperkirakan sebelumnya.
Untuk mewujudkan karakter pendidikan demikian, maka perlu didasarkan pada rasa persaudaraan yang kokoh, keterpautan dan kepedulian dengan sesama anggota, bahkan kalau perlu siap menghadapai penderitaan. Dalam kaitan ini, sejarah mencatat beberapa tokoh Ikhwan al-Muslimin yang daging dan darahnya dimakan dan diminum stroom, tetapi mereka tidak mau menyatakan sesuatu yang dapat menyakiti dan membahayakan saudara-saudaranya sampai mati sekalipun. Demi memperjuangkan sikapnya itu, maka tidak sedikit pemuda-pemuda Ikhwan al-Muslimin yang harus menanggung siksaan, hanya karena tidak mau mengakui atau menunjukkan orang-orang yang diincar oleh penguasa zalim.
3. . Lembaga Pendidikan
Selain berbicara tentang sistem dan karakteristik pendidikan, Ikhwan al-Muslimin juga berbicara tentang lembaga pendidikan. dalam hubungan ini, Ikhwan al-Muslimin mengajukan lembaga pendidikan formal seperti sekolah dan lembaga pendidikan non formal atau luar sekolah.
Salah satu upaya untuk menangani pendidikan sekolah, Ikhwan al-Muslimin membentuk komite khusus di bidang pendidikan di kantor pusat, dan panitia yang bertugas mendirikan Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan (SL), dan Sekolah Teknik untuk anak laki-laki dan perempuan yang keadaannya berbeda dengan sekolah-sekolah swasta lainnya. Ke dalam seluruh jenjang pendidikan formal tersebut Ikhwan al-Muslimin memberikan ciri Islam yang sangat kuat. Dalam hubungan ini, Mariyam Jamilah mengatakan bahwa Hasan al-Banna, selaku pendiri Ikhwan al-Muslimin tidak bosan-bosannya mengimbau pemerintah agar menata kembali pendidikan yang berasaskan Islam dan memperhatikan pentingnya penyusunan kurikulum yang berbeda antara siswa dan siswi, dan secara khusus ia memohon agar pengajaran ilmu-ilmu eksakta tidak dibaurkan dengan paham materialisme modern.
Selanjutnya berkenaan dengan pendidikan luar sekolah, Ikhwan al-Muslimin berpandangan bahwa pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar-mengajar yang tidak harus berjenjang dan berkesinambungan melalui keluarga kelompok belajar, kursus dan satuan pendidikan lainnya yang sejenis. Dalam kaitan ini, Ikhwan al-Muslimin menyelenggarakan pendidikan keagamaan, kursus, kejuruan untuk anak putus sekolah, pendidikan privat bagi anak laki-laki dan perempuan, serta pendidikan kewiraswastaan bagi mereka yang tidak mampu lagi untuk meneruskan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
Selain itu Ikhwan al-Muslimin juga menyelenggarakan pendidikan dengan sistem halaqah, yaitu pendidikan yang diselenggarakan secara berkelompok dan membentuk lingkaran. Pendidikan ini merupakan suatu aktivitas yang paling esensial bagi para anggota Ikhwan. Dalam hubungan ini, Said Hawa mengatakan bahwa sesungguhnya keterlibatan Ikhwan dalam halaqah ini merupakan suatu keharusan, karena halaqah adalah unsur pokok dalam pergerakan. Hal ini pernah dilakukan Abu Darda di masjid, yaitu ketika ia mengajarkan Al-Qur’an semenjak matahari terbit, hingga salat dzuhur, dengan membagi-bagi murid sebanyak sepuluh orang setiap kelompok yang dipandu oleh seorang guru dalam setiap kelompok.
4. Metode Pendidikan Islam
Sejalan dengan kegiatan pendidikan tersebut, Ikhwan al-Muslimin menawarkan berbagai metode pendidikan yang dapat digunakan sesuai dengan bidang studi yang diajarkan. Di antara metode pendidikan tersebut, adalah metode pendidikan melalui teladan, teguran, hukuman, cerita-cerita, pembiasaan dan pengalaman-pengalaman konkret. Secara keseluruhan metode tersebut dapat dijumpai dasarnya baik dalam Al-Qur’an maupun praktek yang dilakukan Rasulullah SAW dalam membina para sahabat dan kader-kadernya.

C.Karya-karya Hasan Al-Banna
Imam Hasan Al-Banna adalah seorang pendakwah Islam dan juga tokoh pembaharuan. Beliau tidak menurut cara-cara Syed Rasyid Ridha. Hasan Al-Banna himpunkan sekumpulan orang-orang Islam yang berwibawa serta mempunyai kesanggupan untuk hidup dan mati dalam memperjuangkan Islam. Bellau ingin menegakkan cara hidup Islam di Mesir. Lantaran itu, beliau menumpukan lebih banyak masanya di sudut amali gerakannya, iaitu memberi latihan akhlak dan rohani kepada para anggota Ikhwan. Pernah beliau ditanya, ‘Mengapakah awak tidak mengarang buku?’ Imam Hasan Al-Banna menjawab, ‘Saya ‘menulis’ manusia.’ Ini bermakna beliau melatih manusia dari segi akhlak dan ilmu untuk perjuangan Islam. Walau bagaimanapun beliau ada menulis beberapa buah buku berikut:
I.                   Muzakirat ad-Da’awah wa-Dai’yiah’ (Catatan Dakwah dan pendakwah)
Inilah hasil karyanya yang terulung. Buku ini terbahagi kepada dua bahagian.
Bahagian pertama menyentuh kehidupan peribadinya dan bahagian kedua pula ialah
mengenai kegiatan Ikhwanul Muslimin
II.                ‘Risaail-Al-Imamu-Syahid.’
Buku ini ialah himpunan beberapa makalah yang disusunnya pada waktu
waktu tertentu sepanjang hayatnya. Buku ini terbahagi kepada tajuk-tajuk.

III.       Syarahan syarahan Imam Hasan AI Banna.
Buku ini mengandungi syarahan syarahan dan kuliah-kuliah Hasan Al-Banna.
Ia merupakan satu khazanah ilmu.
III.                Maqalat Hasan Al-Banna.
Buku ini ialah himpunan nasihat nasihat dan arahan arahan Imam Hasan Al-
Banna kepada sahabat-sahabat dan para anggota Ikhwanul Muslimin [9]

V.        Al-Ma’thurat.
Buku ini ialah himpunan do’a-do’a dan zikir yang disusun oleh Imam Hasan
Al-Banna sendiri. la dibaca beramai-ramai oleh para anggota Ikhwan sebelum sholat
Maghrib. Ia merupakan pembaharuan ikrar mereka kepada Allah dalam.menjalankan
dakwah Islamiah.

D. Relevansi Pemikiran Pendidikan Islam Hasan AL Banna’ Dalam Pendidikan Nasional
Konsep pendidikan Hasan Al Banna’ ditelaah dari faktor-faktor pendidikan menunjukkan adanya relevansinya dengan Sistem Pendidikan Nasional yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, terutama pada tujuan pendidikan Nasional, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa serta membentuk peserta didik yang memiliki iman dan takwa serta masih ada yang relevan pada bab yang lain yang dijabarkan pada pasal-pasal di dalam undang-undang tersebut. Hasan Al Banna’ telah menyumbangkan pemikiran – pemikiran yang terbilang ekstrim bagi sebagian kalangan.
Sejalan dengan kegiatan pendidikan tersebut, Hasan Al Banna’ menawarkan berbagai metode pendidikan yang dapat digunakan sesuai dengan bidang studi yang diajarkan. Di antara metode pendidikan tersebut, adalah metode pendidikan melalui teladan, teguran, hukuman, cerita-cerita, pembiasaan dan pengalaman-pengalaman konkret. Secara keseluruhan metode tersebut dapat dijumpai dasarnya baik dalam Al-Qur’an maupun praktek yang dilakukan Rasulullah SAW dalam membina para sahabat dan kader-kadernya.
















BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Hasan al-Banna merupakan tokoh yang sangat berpengaruh dalam perkembangan pergerakan Ikhwan Muslimin dan reformasi dunia islam, beliau merupakan ketauladanan dalam memimpin suatu pergerakan, menjadi pengajar yang dipuji murid-muridnya. Pemikiran beliau sangat luas dan cepat memahami keadaan masyarakatnya sehingga beliau dapat pula mencari solusi bagi permasalahan tersebut. Istiqomah dalam setiap perjuangan dan cita-cita yang baik walaupun nyawa sebagai taruhannya. Sehingga lahirlah ruh jihad yang membara untuk membina ummat islam dengan ikhlasnya.
Gerakan reformasi berjaya jika kita semua jujur dan istiqomah dalam perjuangan. Semangat sahaja yang berkobar-kobar tanpa pengisian akan menyebabkan gerakan ini berkubur tanpa nisan. Sebab itu kita perlu mantapkan barisan kita, kita perlukan ceramah, usrah, kuliah dan sebagainya yang dapat meningkatkan pemikiran kita dan menyebarkannya kepada rakyat betapa reformasi adalah perlu untuk setiap insan di bumi ini.














DAFTAR PUSTAKA
1.      Al-Banna, Hasan. 1949. Majmu`ah al-Rasâil. Kaherah: Dar al-Syihâb

2.      Abu Faris, Muhammad Abdul Qadir. 2007. fiqih siyasy. Online book.
3.      Al-Talmasâny, Umar. 1984. Hasan al-Banna al-Mulham al-Mauhûb. Kahirah: Dar al-Tauz`
4.      Al-Wakil Muhammad Sayyid. 2001. Pergerakan islam terbesar abad ke 14 H
5.      Al-Talmasâny, Umar. 1984. Hasan al-Banna al-Mulham al-Mauhûb. Kahirah: Dar al-Tauz`
6.      http://G:/ New folder/kumpulan hasan al-banna/baru.htm
7.      http://G:/ New folder/kumpulan hasan al-banna/hassan-al-banna-dan-ikhwanul-muslimin.html


[1] Al-Banna, Hasan. 1949. Majmu`ah al-Rasâil. Kaherah: Dar al-Syihâb.hal.5
[2] http://G:/ New folder/kumpulan hasan al-banna/hassan-al-banna-dan-ikhwanul-muslimin.html
[3] Ibid.hal.6
[4]http://G:/ New folder/kumpulan hasan al-banna/baru.htm
[5] Dr. Muhammad Sayyid al-Wakil 2001:323
[6]Al-Talmasâny, Umar. 1984. Hasan al-Banna al-Mulham al-Mauhûb. Kahirah: Dar al-Tauz`î.hal.128
[7] Ibid.hal.129
[8] Ibid.hal.130
[9] http://G:/ New folder/kumpulan hasan al-banna/baru.htm

No comments:

Post a Comment