Monday, April 6, 2015

sumber pendidikan islam



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam sebuah pekerjaan, sebuah media dan sumber menjadi sesuatu yang lumrah dan penting untuk dilakukan. Tanpanya proses pekerjaan yang dilakukan tidak akan berjalan normal seperti yang diharapkan.
Begitu pula dengan proses pendidikan dan pengajaran. Sebagimana diatas bahwa media dan sumber menjadi sesuatu yang urgen dan penting untuk diadakan sebagai salah satu tolok ukur/penentu keberhasilan proses pendidikan dan pembelajaran. Ilmu pengetahuan yang akan disampaikan akan tersalurkan dengan baik apabila didukung dengan pengadaan media pembelajaran beserta sumbernya.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian dan macam-macam sumber pendidikan  Islam?
2.      Apa pengertian dan macam-macam media pendidikan  Islam?

C.    TUJUAN PENULISAN
1.      Untuk menjelaskan tentang pengertian dan macam-macam sumber pendidikan  Islam.
2.      Untuk menjelaskan tentang pengertian dan macam-macam media pendidikan  Islam.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1.     SUMBER PENDIDIKAN ISLAM
2.1.1.      Pengertian Sumber Pendidikan Islam
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) 1986, sumber adalah asal sesuatu. Jika dikaitkan dengan ajaran Islam, sumber berarti asal ajaran Islam, yang termasuk sumber agama Islam didalamnya. Sehingga antara sumber ajaran agama Islam dengan sumber ajaran Islam mempunyai hubungan yang sangat erat dan tidak mungkin dipisahkan, dikarenakan ajaran Islam adalah pengembangan agama Islam[1].
Umat Islam mempercayai bahwa Al-Qur'an merupakan puncak dan penutup wahyu Allah yang diperuntukkan bagi manusia, yang disampaikan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, melalui perantaraan Malaikat Jibril. Dan sebagai wahyu pertama yang diterima oleh Rasulullah SAW adalah sebagaimana yang terdapat dalam surat Al-'Alaq ayat 1-5:
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ   t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ   ù&tø%$# y7š/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ   Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ   zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷ètƒ ÇÎÈ  
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, 2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. 3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, 4. yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, 5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya (QS. Al-‘Alaq: 1-5)
Sumber pendidikan Islam yang dimaksudkan disini adalah semua acuan atau rujukan yang darinya memancarkan ilmu pengetahuan dari nilai-nilai yang akan ditransinternalisasikan  dalam pendidikan Islam. Sumber ini tentunya sudah diyakini kebenaran dan kekuatannya dalam menghantar aktivitas pendidikan, dan telah teruji dari waktu ke waktu.Sumber pendidikan terkadang disebut dengan dasar ideal pendidikan Islam. Urgensi penentuan sumber di sini adalah untuk [2]:
1.      Mengarahkan tujuan pendidikan Islam yang ingin dicapai.
2.      Membingkai seluruh kurikulum yang dilakukan dalam proses belajar mengajar, yang di dalamnya termasuk materi, metode, media, sarana dan evaluasi.
3.      Menjadi standar dan tolak ukur dalam evaluasi, apakah kegiatan pendidikan telah mencapai dan sesuai dengan apa yang diharapkan atau belum.

2.1.2.      Macam-Macam Sumber Pendidikan Islam Dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Islam.
Sebagian besar ulama bersepakat bahwa sumber ajaran Islam yang paling utama ada dua, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah. Kemudian penalaran atau akal pikiran adalah sebagai alat bantu untuk memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah[3].
a.      Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah sumber agama Islam yang pertama dan paling utama, karena Al-Qur’an merupakan kitab suci (kalamullah) yang memuat firman-firman Allah, disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw melalui perantara malaikat Jibril. Tujuannya tidak lain untuk menjadi pedoman atau petunjuk bagi kehidupan umat manusia untuk mencapai kesejahteraan di dunia dan kebahagiaan di akhirat kelak[4].
Al-Qur’an merupakan sumber pendidikan yang terlengkap, baik itu pendidikan kemasayarakatan (sosial), moral (akhlak), maupun spiritual (kerohanian), serta material (kejasmanian) dan alam semesta. Al-Qur’an merupakan sumber nilai yang absolut dan utuh. Eksistensi-nya tidak akan pernah mengalami perubahan. Al-Qur’an juga merupakan pedoman normatif-teoritis bagi pelaksanaan pendidikan Islam yang memerlukan penafsiran lebih lanjut bagi operasional pendidikan Islam lebih lanjut[5].
Isi Al-Qur’an mencakup seluruh dimensi manusia dan mampu menyentuh seluruh potensi manusia, dan memotivasi agar manusia mempergunakan hatinya untuk mentransfer nilai-nilai pendidikan ilahiah, dan sebagainya. Kesemua proses ini merupakan sistem umum pendidikan yang ditawarkan Allah SWT[6].
Pelaksanaan pendidikan Islam harus senantiasa mengacu pada sumber yang termuat dalam Al-Qur’an, karena dengan berpegang kepada nilai-nilai yang terkandung dalam Al-qur’an, akan mampu mengarahkan dan mengantarkan manusia bersifat dinamis, kreatif, serta mampu mencapai esensi nilai-nilai ‘ubudiyah pada khaliqnya. Dengan sikap ini, maka proses pendidikan Islam akan senantiasa terarah dan mampu menciptakan dan mengantarkan out putnya sebagai manusia berkualitas dan bertanggung jawab terhadap semua aktifitas yang dilakukannya. Seluruh dimensi yang dikandung dalam Al-Qur’an memiliki misi dan implikasi kependidikan yang bergaya imperatif, motivasi dan persuasif- dinamis, sebagai suatu sistem pendidikan yang utuh[7].
Keseluruhan proses pendidikan Islam tersebut merupakan proses konservasi dan transformasi, serta internalisasi nilai- nilai dalam kehidupan manusia sebagai manusia yang di inginkan oleh ajaran Islam. Dengan upaya ini, diharapkan peserta didik mampu hidup secara serasi dan seimbang, baik dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat[8].
b.      As-Sunnah
As-Sunnah merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah Al-Qur’an[9]. Adapun kedudukan As-Sunnah sebagai sumber ajaran Islam ialah selain didasarkan pada keterangan-keterangan dari ayat-ayat Al-Qur’an, segala sesuatu yang berasal dari Rasulullah Saw serta kesepakatan para sahabat[10]. Segala sesuatu yang bersumber dari Rasulullah Saw tersebut bisa berupa perkataan (sunnah qauliyah), perbuatan (sunnah fi’iyah), atau ketetapan beliau (sunnah taqririyah)[11].
Sebagai sumber ajaran islam, al-Hadits mempunyai peranan penting setelah Al-Qur’an. Sebab, umumnya ayat-ayat Al-Qur’an diturunkan dengan kata-kata yang membutuhkan perincian dan dijelaskan lebih lanjut melalui As-Sunnah[12]. Sebagaimana Firman Allah:
ÏM»uZÉit7ø9$$Î/ ̍ç/9$#ur 3 !$uZø9tRr&ur y7øs9Î) tò2Ïe%!$# tûÎiüt7çFÏ9 Ĩ$¨Z=Ï9 $tB tAÌhçR öNÍköŽs9Î) öNßg¯=yès9ur šcr㍩3xÿtGtƒ ÇÍÍÈ  
Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu (Muhammad) menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. (QS An-Nahl: 44)
Kesemua contoh yang telah ditunjukan Nabi, merupakan sumber acuan yang dapat digunakan umat Islam dalam seluruh aktifitas kehidupan-nya, meskipun secara umum bagian terbesar dari syariah Islam telah terkandung dalam Al-Qur’an, namun muatan hukum yang terkandung belum mengatur berbagai dimensi aktivitas kehidupan umat secara terperinci dan analitis. Penjelasan syariah yang terkandung dalam Al-Qur’an, masih bersifat global. Untuk itu, diperlukan keberadaan hadits Nabi sebagai penjelas dan penguat hukum-hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an yang ada, sekaligus sebagai petunjuk (pedoman) bagi kemaslahatan hidup manusia dalam semua aspeknya[13].
Dari uraian diatas dapat dilihat bagaimana posisi dan fungsi hadits Nabi sebagai sumber pendidikan Islam yang utama setelah Al-Qur’an. Eksistensinya merupakan sumber insfirasi ilmu pengetahuan yang berisikan keputusan dan penjelasan Nabi dari pesan-pesan ilahiah yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an,mapun yang ada dalam Al-Qur’an, tapi masih membutuhkan penjelasan[14].
c.       Ra’yu (akal pikiran) melalui proses ijtihad
Menurut ajaran Islam, manusia dibekali oleh Allah dengan berbagai perlangkapan yang sangat berharga antara lain akal, kehendak, dan kemampuan untuk berbicara. Dengan akal, manusia dapat membedakan antara yang benar dengan yang salah, yang baik dan yang buruk, dan antara kenyataan dan khayalan[15].
Sebagaimana diketahui bahwa sumber nilai dan ajaran Islam adalah Al-Qur’an  dan As-Sunnah. Namun adakalanya ketika akan menetapkan sesuatu perkara, di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah tidak terdapat keterangan yang jelas. Maka dari itu, ajaran Islam memberikan langkah untuk menetapkan sebuah perkara dengan jalan melakukan ijtihad, yang merupakan nilai dasar dan sistematik yang muktamad (valid) dalam ajaran Islam[16].
Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin pesat, menjadikan keberadaan ijtihad mutlak diperlukan. Sasaran ijtihad pendidikan, tidak saja hanya sebatas bidang materi atau isi, kurikulum, metode, evaluasi atau bahkan sarana dan prasarana, akan tetapi mencakup seluruh sistem pendidikan dalam arti yang luas[17].
Dalam dunia pendidikan, sumbangan ijtihad ikut andil secara aktif dan besar peranan dan pengaruhnya menata sistem pendidikan, seperti dalam menetapkan tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Meskipun secara umum rumusan tujuan tersebut telah disebutkan dalam Al-Qur’an, akan tetapi secara khusus tujuan-tujuan tersebut memiliki dimensi yang harus dikembangkan sesuai dengan tuntutan zaman dan kebutuhan manusia yang berbeda dengan masa-masa sebelumnya[18].
Eksistensi sumber dasar pendidikan Islam, baik Al-Qur’an, hadits Nabi maupun ijtihad para ulama diatas, merupakan suatu mata rantai yang saling berkaitan satu sama lain, secara integral dan mewarnai seluruh sistem pendidikan yang dilaksanakan. Proses ini merupakan langkah lanjut untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, baik kualitas intelektual maupun kualitas moral.
Adapun menurut Sa’id Ismail Ali, sebagaimana yang dikutip oleh Hasan Langgulung, bahwa sumber pendidikan Islam terdiri dari enam macam, yaitu Al-Quran, As-Sunnah, kata-kata sahabat, kemaslahatan umat/sosial, tradisi atau adat kebiasaan masyarakat dan hasil pemikiran para ahli dalam Islam (ijtihad).[19]
Ø Al-Quran
Secara etimologi Al-Quran berasal dari kata Qara’ah, ya’qro’u, qiraatan atau quranan, yang berarti mengumpulkan dan menghimpun huruf-huruf serta kata-kata dari satu bagian kebagian yang lainnya secara teratur. Muhammad Salim Mukhsin mendefinisikan Al-Quran dengan “Firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, yang tertulis dalam mushaf-mushaf dan dinukil/ diriwayatkan kepada kita dengan jalan yang mutawatir dan membacanya dipandang sebuah ibadah. Sedangkan Muhammad Abduh mendefinisikannya dengan “kalam mulia yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi yang paling sempurna (Muhammad SAW), ajaran mencakup seluruh ilmu pengetahuan yang esensinya tidak dimengerti kecuali bagi orang yang berjiwa suci dan berakal cerdas.
Definisi pertama lebih menekankan pada keadaan Al-Quran sebagai Firman Allah swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Sedangkan definisi yang kedua lebih menekankan isi Al-Quran yang mencakup keseluruhan ilmu pengetahuan, fungsinya sebagai sumber yang mulia, dan penggalian esensinya yang bisa dicapai oleh orang yang berjiwa suci dan cerdas.
Al-Quran dijadikan sebagai sumber pendidikan Islam yang pertama dan utama karena ia memiliki nilai absolut yang diturunkan dari Tuhan. Allah swt menciptakan manusia dan Dia pula yang mendidik manusia, yang mana isi pendidikan itu telah termaktub dalam dalam wahyunya.Tidak satu pun persoalan, termasuk persoalan pendidikan yang luput dari jangkaun Al-Quran.Allah swt berfirman dalam QS. Al-An’am ayat 38: 
$tBur`ÏB7p­/!#yŠÎûÇÚöF{$#Ÿwur9ŽÈµ¯»sÛ玍ÏÜtƒÏmøym$oYpg¿2HwÎ)íNtBé&Nä3ä9$sVøBr&4$¨B$uZôÛ§sùÎûÉ=»tGÅ3ø9$#`ÏB&äóÓx«4¢OèO4n<Î)öNÍkÍh5ušcrçŽ|³øtäÇÌÑÈ
“Dan Tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu.Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan”.
tPöqtƒurß]yèö7tRÎûÈe@ä.7p¨Bé&#´Îgx©OÎgøŠn=tæô`ÏiBöNÍkŦàÿRr&($uZø¤Å_uršÎ/#´Íky­4n?tãÏäIwàs¯»yd4$uZø9¨tRuršøn=tã|=»tGÅ3ø9$#$YZ»uö;Ï?Èe@ä3Ïj9&äóÓx«YèdurZpyJômuur3uŽô³ç0urtûüÏJÎ=ó¡ßJù=Ï9ÇÑÒÈ
 “(dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.
Dari dua ayat di atas memberikan isyarat bahwa pendidikan Islam cukup digali dari sumber autentik Islam, yaitu Al-Quran.
Nilai esensi dalam Al-quran selamanya abadi dan selalu relevan pada setiap waktu dan zaman, tanpa adanya perubahan sama sekali. Perubahan dimungkinkan hanya menyangkut masalah interpretasi mengenahi nilai-nilai instrumental dan menyangkut masalah teknik perasional.Pendidikan yang ideal harus sepenuhnya mengacu pada nilai-nilai dasar Al-Quran, tanpa sedikit pun menghindarinya. Karena Al-quran memuat tentang :
§  Sejarah Pendidikan Islam
            Dalam Al-quran disebutkan beberapa kisah Nabi yang berkaitan dengan pendidikan. Kisah ini menjadi surih tauladan bagi peserta didik dalam mengarungi kehidupan, kisah itu mislanya:
·      Kisah Nabi Adam as, sebagai manusia  pertama, yang merintis proses pengajaran (ta’lim) pada anak cucunya, seperti pengajaran pada asma (nama-nama benda) (QS. Al-Baqarah; 30-31) penyebutan nama-nama sama artinya dengan penelusuran terminology dan terminologi ekuivalen dengan konsep, sedangkan konsep merupakan produk penting dari akal budi manusia.
·      Kisah Nabi Isa as, yang kehidupannya bersejarah, sehingga tercipta tahun masehi; mengembangkan teknologi kedokteran sehingga mampu mengobati yang sakit, seperti buta, kusta, bahkan menghidupkan (memotivasi) orang yang mati (pesimis); bapak pemula dalam ilmu kedokteran.
·      Kisah Nabi Nuh as. Yang mampu mendidik dan mengentaskan masyarakat dari banjir kemaksiatan melalui perahu keimanan, tidak membela dengan membabi buta kepada keluarga yang salah. Menjadi pemula dalam pengembangan teknologi perkapalan.
·      Demikian juga dengan kisa-kisah orang sholeh seperti Luqman al-Hakim yang selalu menganjurkan dasar-dasar filosofis pendidikan kepada anak-anaknya; tidak menyekutuhkan Allah SWT. Namun tetap bersyukur kepada-Nya. Diseruhkan mengerjakan shalat, berbuat sopan santun kepada ibu dan bapak, mengajak yang baik dan meninggalkan yang mungkar, selalu bersabar, hidup bersahaja, dan tidak menyombongkan diri.
§  Nilai-nilai Normatif Pendidikan Islam
Al-Quran memuat nilai normatif yang menjadi acuan dalam pendidikan Islam, nilai yang dimaksud terdiri dari tiga pilar utama yaitu:
1)   I’tiqadiyah, yang berkaitan dengan pendidikan keimanan, seperti percaya kepada Allah, malaikat, rasul, kitab, hari akhir dan takdir, yang bertujuan untuk menata kepercayaan dari individu.
2)   Khuluqiyah, yang berkaitan dengan pendidikan etika, yang bertujuan untuk membersikan diri dari perilaku rendah dan menghiasi diri dengan perilaku terpuji.
3)   Amaliyyah, yang berkaitan dengan pendidikan tingkah laku sehari-hari, baik yang berhubungan dengan:
§   Pendidikan ibadah, yang memuat hubungan antara manusia dengan Tuhannya, seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan nazar, yang bertujuan untuk aktualisasi nilai-nilai ubudiyah.
§   Pendidikan muamalah, yang berhubungan dengan perdangan seperti upah, gadai,kongsi dan sebagainya yang bertujuan untuk mengolah harta benda dan hak-hak individu.
§   Pendidikan janaiyah, yang berhubungan dengan pidana atas pelanggaran yang dilakukan, yang bertujuan untuk memelihara kelangsungan kehidupan manusia, baik berkaitan dengan harta, kehormatan, maupun hak-hak individu lainnya.
§   Pendidikan murafa’at, yang berhubungan dengan acara, seperti peradilan, saksi maupun sumpah, yang bertujuan untuk menegakkan keadilan diantara anggota masyarakat.
§   Pendidikan dusturiyah, yang berhubungan dengan undang-undang Negara yang mengatur hubungan antara rakyat dengan pemerintah atau Negara, yang bertujuan untuk stabilitas bangsa dan Negara.
§   Pendidikan duwaliyah, yang berhubungan dengan tata Negara, seperti tata Negara Islam, wilayah perdamaian dan wilayah perang, dan hubungan  muslim satu dengan muslim di Negara lain, yang bertujuan untuk perdamaian dunia.
§   Pendidikan iqtishadiyah, yang berhubungan dengan perekonomian individu dan Negara, hubungan yang miskin dan yang kaya, yang berhubungan untuk keseimbangan dan pemerataan pendapatan.
Al-Quran secara normatif juga mengungkap lima aspek pendidikan dalam dimensi-dimensi kehidupan manusia, yang meliputi:
1)   Pendidikan untuk menjaga agama (hifdhu al-din), yang menjag eksistensi agamanya. Memahami dan melaksanakan ajaran agamanya secara konsekuen dan konsisten, mengembangkan, meramalkan, mendakwakan, dan menyiarkan agama. Perhatikan QS. Al-Mumtahana; 12, Al-Baqarah; 191, al-Maidah; 54, at-Taubah ayat 73, al-Furqan; 52
$pkšr'¯»tƒtûïÏ%©!$#(#qãZtB#uä`tB£s?ötƒöNä3YÏB`tã¾ÏmÏZƒÏŠt$öq|¡sùÎAù'tƒª!$#5Qöqs)Î/öNåk:Ïtäÿ¼çmtRq6ÏtäurA'©!ÏŒr&n?tãtûüÏZÏB÷sßJø9$#>o¨Ïãr&n?tãtûï͍Ïÿ»s3ø9$#šcrßÎg»pgäÎûÈ@Î6y«!$#Ÿwurtbqèù$sƒssptBöqs95OͬIw4y7Ï9ºsŒã@ôÒsù«!$#ÏmŠÏ?÷sãƒ`tBâä!$t±o4ª!$#urììźuríOŠÎ=tæÇÎÍÈ
“Hai orang-orang yang beriman, Barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha mengetahui”.


2)   Pendidikan menjaga jiwa (hifdz al-nafs), yang memenuhi hak dan kelangsungan    hidup diri sendiri dan masing-masing anggota masyarakat, karenanya perlu diterapkan adanya hukum qishas (pidana Islam bagi yang melanggarnya), seperti hukuman mati. Perhatikan QS. Al- Maidah; 32, an-Nisa’: 93, al-Isra’; 31 al-An’am: 151
3)   Pendidikan dalam menjaga akal pikiran (hifdz al-Aqal), yang menggunakan akal pikirannya untuk memahami tanda-tanda kebesaran Allah dan KebesaranNya, menghindari perbuatan yang merusak akalnya dengan minum khamr, dan lain sebagainya yang karenanya diberlakukan had (sanksi) seperti cambuk dan lain sebagainya. Perhatikan QS. Al-Maidah; 90, yasin; 60-62, al-Qashas; 60, yusuf; 109, al-Mu’minun; 80 dan masih banyak lagi ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang pentingnya hifdz aqal.
4)   Pendidikan dalam menjaga keturunan (hifdz an-nasab), yang mampu menjaga dan melestarikan generasi muslim yang tangguh dan berkualitas. Menghindari perilaku sex yang menyimpang, seperti, free sex, kumpul kebo, homosexual, lesbian dan sodomi, karena itu diundang-undangkan hukum rajam (lempar batu atau cambuk). Perhatikan QS. An-Nisa’; 3-4, an-Nur; 2-9, al-Isra’; 32, al-Baqarah; 221-237.
5)   Pendidikan menjaga harta benda dan kehormatan (hifdz mal wa al-ird), yang mampu mempertahankan hidup melalui pencarian rizki yang halal, menjaga kehormatan diri dari pencurian, perampokan, pencekalan dan kedzaliman. Perhatikan QS. An-Nur; 19-21, al-Hujarat; 11-12, al-Maidah; 38-39, an-Nisa’: 29-32, dan al-Imran 130.



Ø As-Sunnah
As-Sunnah menurut pengertian bahasa berarti tradisi yang bisa dilakukan, atau jalan yang dilalaui (at-tariqah al-maslukah), baik yang terpuji maupun yang tercela. As-Sunnah adalah “segala sesuatu yang dinukilkan kepada saw  berikut berupa perkataan, perbuatan, taqrirnya atau selain dari itu. Termasuk selain dari itu adalan sifat-sifat, keadaan dan cita-cita Nabi SAW.
Robert L. Gullick dalam Muhammad the Educator menyatakan: “Muhammad betul-betul seorang pendidik yang membimbing manusia menuju kemerdekaan dan kebahagiaan yang lebih besar serta melahirkan ketertiban dan stbilitas yang mendorong perkembangan budaya Islam, serta revolusi susuatu yang mempunyai tempo yang tak tertandingi dan gairah yang menantang. Dari sudut pragmatis orang yang mengangkat perilaku manusia adalah seorang pangeran diantara para pendidik.
Corak pendidikan Islam yang diturunkan dari Sunnah Nabi Muhammad SAW adalah sebagai berikut:
1)   Disampaikan sebagai rahmatan lil alamin (rahmat bagi semua alam), yang ruang lingkupnya tidak hanya sebatas spesies manusia saja, tetapi juga pada makhluk biotik dan abiotik lainnya. (QS. Al-Anbiya’; 107-108)
2)   Disampaikan secara utuh dan lengkap, yang memuat berita gembira dan peringatan pada umatnya. (QS.Saba’; 29)
3)   Apa yang disampaikan merupakan kebenaran yang muthlak, (QS. Al-Baqarah; 119) dan terjaga autentitasnya (QS. Al-Hijr; 9)
4)   Kehadirannya sebagai evaluator yang mampu mengawasi dan senantiasa bertanggung jawab atas aktivitas pendidikan (QS. Asy-Syura: 48, al-Ahzab; 45, al-Fath: 8)
5)   Perilaku Nabi SAW tercermin sebagai uswah hasanah yang dapat dijadikan figur atau suri tauladan, (QS. Al-Ahzab: 21) karena perilakunya dijaga oleh Allah SWT (QS. An-Najm; 3-4)
6)   Dalam masalah teknik operasional dalam pelaksanaan pendidikan Islam diserahkan penuh pada umatnya. Strategi, pendekatan, metode dan teknik pembelajaran diserahkan penuh pada ijtihad umatnya, selama hal itu tidak menyalahi aturan pokok dalam Islam. Sabda beliau yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Anas dan Aisyah:
أنتم أعلم بأمور دنيكم
Engkau lebih tahu terhadap urusan duniamu”.



Ø Kata-kata Sahabat (Madzhab Shahabi)
Sahabat adalah orang yang pernah berjumpah dengan Rasulullah dalam keadaan beriman dan meninggal dalam keadaan beriman pula.Sahabat Nabi memiliki karakteristik yang unik dibandingkan dengan kebanyakan orang. Fazlur Rahman berpendapat karakteristik sahabat Nabi SAW adalah sebagai berikut: 1). Tradisi yang dilakukan para sahabat secara konsepsional tidak terpisah dengan sunnah Nabi, 2). Kandungan khusus dan aktual tradisi sahabat sebagian besar produk sendiri, 3). Praktik amaliah sahabat identik dengan ijma’.
Upaya sahabat Nabi SAW dalam pendidikan Islam sangat menentukan bagi perkembangan pendidikan dewasa ini.Upaya yang dilakukan oleh Abu Bakar SIdiq, misalnya, mengumpulkan Al-Quran dalam satu mushaf yang dijadikan sebagai sumber utama pendidikan Islam, meluruskan keimanan masyarakat dari permutadan dan memerangi pembangkang dari pembayaran zakat. Sedangkan upaya yang dilakukan ole Umar bin Khatab adalah bahwa ia sebagai bapak revolusioner terhadap ajaran Islam. Tindakannya dalam memperluas wilayah Islam dan memerangi kedzaliman menjadi salah satu model dalam membangun strategi dan perluasan agama Islam saat ini.Sedangkan Ustman bin Affan berusaha untuk menyatukan sistematika berfikir yang ilmiah dalam menyatukan susunan Al-quran dalam satu mushaf yang semua berbeda antara mushaf yang dengan mushaf yang lainnya. Sementara Ali bin Abi Tholib banyak merumuskan konsep-konsep kependidikan seperti bagaimana seyogyanya etika peserta didik pada pendidiknya, bagaimana ghirah (semangat) pemuda dalam belajar dan demikian sebaliknya.
Ø Kemaslahatan Umat/ Sosial (Mashalil al-Mursalah)
Mashalil al-mursalah adalah menetapkan undang-undang, peraturan dan hukum tentang pendidikan dalam hal yang sama sekali tidak disebutkan didalam nash, dengan pertimbangan kemaslahatan hidup bersama, dengan bersendikan asas menarik kemaslahatan dan menolak kemudhorotan.
Para ahlih pendidikan berhak menentukan undang-undang atau peraturan pendidikan Islam sesuai dengan kondisi lingkungan dimana ia berada. Ketentuan yang dicetuskan berdasarkan kemaslahatan umat  paling tidak memiliki tiga kriteria:1). Apa yang dicetuskan benar-benar membawa kemaslahatan dan menolak kerusakan setelah melalui tahap observasi dan analisis, 2). Kemaslahatan yang diambil merupakan kemaslahatan yang bersifat universal, yang mencakup seluruh lapisan masyarakat, 3). Keputusan yang diambil tidak bertentangan dengan nilai-nilai dasar Al-Quran dan As-Sunnah.
Ø Tradisi atau Adat Kebiasaan Masyarakat (Uruf)
Tradisi (uruff adat) adalah kebiasaan masyarakat, baik berupa perkataan maupun perbuatan yang dilakukan secara kontinu dan seakan-akan merupakan hukum tersendiri, sehingga jiwa merasa tenang dalam melakukannya karena sejalan dengan akal dan diterimah oleh tabiat yang sejahtera.
Kesepakatan bersama dalam tradisi dapat dijadikan acuan dalam pelaksanaan pendidikan Islam, penerimaan tradisi ini tentunya memiliki syarat: 1. Tidak bertentangan dengan ketentuan nash baik Al-Quran maupun As-Sunnah, 2. Tradisi yang berlaku tidak bertentangan dengan akal sehat dan tabiat yang sejahtera, serta tidak mengakibatkan kedurhakaan, kerusakan dan kemudhorotan.
Ø Hasil Pemikiran Para Ahli dalam Islam (Ijtihad)
Ijtihad berasal dari kata jahda yang berarti all-masyaqah (yang sulit) dan (pengerahan kesanggupan dan kekuatan). Said al-Taftani memberikan arti ijtihad dengan tahmil al-juhdi (kearah yang membutuhkan kesungguhan), yaitu pengerahan segala kekuatan dan kesanggupan untuk memperoleh apa yang dituju sampai pada batas puncaknya.
Ijtihad menjdi penting dalam pendidikan Islam ketika pendidikan Islam mengalami status quo, jumud dan stagnann. Tujuan dilakukannya ijtihada dalam pendidikan Islam adalah untuk dinamisasi, inovasi, dan modernisasi pendidikan agar diperoleh masa depan pendidikan yang lebih berkualitas. Ijtihad tidak berarti merombak tatanan yang lama secara keseluruhan dan mecampakkan begitu saja apa yang selama ini dirintis, melainkan memelihara tatanan lama yang baik dan mengambil tatanan baru yang lebih baik. 

2.2.     MEDIA PENDIDIKAN ISLAM
2.2.1.      Pengertian Media Pendidikan Islam
Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti ‘tengah’, ‘perantara’ atau ‘pengantar’. Dalam bahasa Arab, media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Gerlach & Ely (1971) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, ketrampilan, atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau alat elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal[20].
Pengertian media pendidikan banyak diberikan para ahli, antara lain dalam buku  Amin (1992: 94):
1.      DR. Oemar Hamalik: “Media pendidikan adalah alat, metode dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah”.
2.      Drs. I wayan Ardhana MA; “Media pendidikan ialah: segala sesuatu yang dapat dipakai untuk memberikan rangsangan sehingga terjadi interaksi belajar mengajar dalam mencapai tujuan intruksional tertentu.”
3.      S. Gerlach dan Donald P. Ely: “Media dalam arti luas yaitu: orang, material, kejadian yang dapat menciptakan kondisi sehingga memungkinkan pelajar dapat memperoleh pengetahuan, ketrampilan atau sikap yang baru”[21].
Secara definitif, media ialah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi dari si pengirim kepada penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat peserta didik sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi[22]. Maka, inti dari pengertian diatas adalah alat dan media pendidikan meliputi segala sesuatu yang dapat membantu proses pencapaian tujuan pendidikan[23]. Jadi media pendidikan adalah segala sesuatu yang digunakan untuk melaksanakan proses pengajaran, pembimbingan dan pelatihan dalam mencapai tujuan pendidikan.
Namun demikian, seringkali kita menyebut alat pendidikan dengan media pendidikan. Padahal media pendidikan mencakup lebih luas sehingga alat-alat pendidikan termasuk salah satu di dalamnya. Selain alat-alat pendidikan, ada juga bahan pendidikan yang termasuk dalam media pendidikan. Dapat disimpulkan bahwa media pendidikan meliputi dua komponen tersebut diatas. Sebagaimana dalam perangkat komputer, alat pendidikan bisa disebut device atau perangkat keras (hardware) yang berfungsi untuk menyajikan pesan, sedangkan bahan pendidikan dapat disebut materials atau perangkat lunak (software) yang mengandung pesan-pesan yang perlu disampaikan. Keduanya tidak lain adalah media pendidikan[24].
2.2.2.      Anjuran Membuat Media Pendidikan
Islam mewajibkan umat manusia menempuh pendidikan sejak dari buaian ibu sampai ke liang lahat. Maka dalam proses pendidikan tersebut membutuhkan piranti atau media sehingga kewajiban tersebut menjadi mungkin untuk dilakukan. Tanpa kehadiran media (baik alat atau bahan) yang dibutuhkan dalam proses pendidikan, maka pendidikan itupun akan terganggu dan tidak dapat berjalan seperti yang diharapkan[25].
Apabila media pendidikan tersebut benar-benar dibutuhkan dan mampu membantu keberhasilan proses pendidikan, maka membuat kreasi dan inovasi media sekaligus alatnya menjadi hal yang sangat diperlukan. Dalam Islam, Perintah terhadap sesuatu berarti perintah juga untuk mengadakan media beserta sarananya. Sehingga semakin canggih sebuah media yang diciptakan, maka semakin besar pula nilai kemanfaatannya bagi orang banyak[26].
2.2.3.      Macam-Macam Media Pendidikan Islam

2.2.4.      Upaya Penggunaan Media Pendidikan
Dalam proses belajar, pemerolehan pengetahuan dan ketrampilan serta perubahan-perubahan sikap dan perilaku dapat terjadi karena interaksi antara pengalaman baru dengan pengalaman yang pernah dialami sebelumnya. Menurut Bruner (1966: 10-11) ada tiga tingkatan utama modus belajar, yaitu pengalaman langsung (enactive), pengalaman piktorial/gambar (iconic), dan pengalaman abstrak (symbolic). Pengalaman langsung adalah mengerjakan, misalnya arti kata ‘simpul’ dipahami dengan langsung membuat ‘simpul’. Pada tingkatan kedua yang diberi label iconic (artinya gambar atau image), kata ‘simpul’ dipelajari dari gambar, lukisan, foto, atau film. Meskipun siswa belum pernah mengikat tali untuk membuat ‘simpul’ mereka dapat mempelajari dam memahaminya dari gambar, lukisan, foto, atau film. Selanjutnya, pada tingkatan simbol, siswa dapat membaca (atau mendengar) kata ‘simpul’ dan mencoba mencocokkannya dengan pengalamannya membuat ‘simpul’. Ketiga tingkat pengalaman ini saling berinteraksi dalam upaya memperoleh ‘pengalaman’ (pengetahuan, ketrampilan, atau sikap) yang baru[27].

2.2.5.      Ciri-Ciri dan Manfaat Media Pendidikan Islam
Gerlach & Ely (1971) mengemukakan tiga ciri yang merupakan petunjuk mengapa media digunakan dan apa-apa saja yang dapat dilakukan oleh media yang mungkin guru tidak mampu (atau kurang efisien) melakukannya. Arsyad (1997: 13-14)
a.       Ciri Fiksatif: ciri ini menggambarkan kemampuan media merekam, menyimpan, melestarikan, dan merekonstruksi suatu peristiwa atau obyek.
b.      Ciri Manipulatif: ciri yang memungkinkan untuk mempercepat suatu peristiwa yang bisa memakan waktu berhari-hari bahkan berbulan-bulan.
c.       Ciri Distributif: ciri yang mampu menyuguhkan suatu objek di luar dapat dihadirkan dalam kelas.
Semakin baik media menyediakan kesempatan bagi siswa untuk memaksimalkan seluruh inderanya untuk memperoleh pengalaman dalam pendidikan, maka semakin baik pula kualitas media tersebut.
DR. Oemar Hamalik mengemukakan nilai atau menfaat media sebagai berikut yang tercantum dalam buku Pengantar Ilmu Pendidikan Islam, Moh. Amin (1992: 95):
1.      Meletakkan dasar-dasar yang kongkrit untuk berfikir oleh karena itu mengurangi verbalisme.
2.      Memperbesar perhatian siswa.
3.      Meletakkan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar dan oleh karena itu membuat pelajaran lebih menetap.
4.      Memberikan pengalaman yang nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri dikalangan siswa.
5.      Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinu, hal ini terutama terdapat dalam gambar hidup.
6.      Membantu tumbuhnya pengertian dan dengan demikian membantu perkembangan kemampuan berbahasa.
7.      Memberikan pengalaman-pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan cara lain serta membantu berkembanganya efisiensi yang lebih mendalam serta keragaman yang lebih banyak dalam belajar.
Sudjana & Rifa’i (1992: 2) mengemukakan manfaat media pengajaran dalam proses belajar siswa dalam buku Media Pengajaran, Arsyad (1996: 25), yaitu:
1.      Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar;
2.      Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pengajaran;
3.      Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam pelajaran;
4.      Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain.



BAB III
KESIMPULAN



DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad Daud. 2006. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Alim, Muhammad. 2006.  Pendidikan Agama Islam: Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Daradjat, Zakiah.1984. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Roqib, Moh. 2009. Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: LKiS.
Dasar Sumber Pendidikan Islam. Dikutip dari http://id.shvoong.com/social-sciences/ education/2180263-dasar-sumber-pendidikan-islam/


[1] Muhammad Daud Ali. 1998. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hlm. 89.
[2]Abdul Mujib, 2006. Ilmu pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media, Hal: 31
[3] Muhammad Alim. 2006. Pendidikan Agama Islam: Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hlm. 169.
[4] Muhammad Daud Ali. Op. Cit. Hlm. 93.
[5] Dasar Sumber Pendidikan Islam. Dikutip dari http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2180263-dasar-sumber-pendidikan-islam/
[6] Ibid.
[7] Ibid.
[8] Ibid.
[9] Muhammad Daud Ali. Op. Cit. Hlm. 110.
[10] Muhammad Alim. Op. Cit. Hlm. 187.
[11] Muhammad Daud Ali. Op. Cit. Hlm. 111.
[12] Ibid. Hlm. 112.
[13] Dasar Sumber Pendidikan Islam. Op. Cit.
[14] Ibid.
[15] Muhammad Daud Ali. Op. Cit. Hlm. 120.
[16] Muhammad Alim. Op. Cit. Hlm. 193.
[17] Dasar Sumber Pendidikan Islam. Op. Cit.
[18] Ibid.
[19]Ibid, Abdul Mujib, Hal: 31-43
[20] Azhar Arsyad. 1997. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hlm. 3.
[21] Drs. Moh Amin. 1992. Pengantar Ilmu Pendidikan Islam. Pasuruan: Garoeda Buana Indah. Hlm. 94.
[22] Moh. Roqib. 2009. Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: LKiS. Hlm. 70.
[23] Zakiah Daradjat. 1984. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Hlm. 80.
[24] Moh. Roqib. Op. Cit. Hlm. 70.
[25] Moh. Roqib. Op. Cit. Hlm. 71.
[26] Ibid.
[27] Azhar Arsyad. Op. Cit. Hlm. 7.


No comments:

Post a Comment