Monday, April 6, 2015

Manajemen Perguruan Tinggi Milik Pemerintah



Manajemen Perguruan Tinggi Milik Pemerintah
oleh Imam Suprayogo Dua pada 27 Agustus 2011 jam 22:59
Dulu ketika masih ikut memimpin perguruan tinggi swasta, saya seringkali mendengar ungkapan dari sementara pimpinan perguruan tinggi negeri yang mengatakan bahwa, perguruan tinggi negeri,------- tidak sebagaimana perguruan tinggi swasta, sulit berkembang. Pimpinan perguruan tinggi negeri tidak boleh mengambil kebijakan di luar garis yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Pimpinan perguruan tinggi negeri hanya berperan menjalankan apa saja yang digariskan. Birokrasi perguruan tinggi negeri menyerupai mesin, semuanya tinggal menjalankannya.
Oleh karena ketika itu belum berpengalaman memimpin perguruan tinggi negeri, saya menganggapnya ungkapan tersebut hanya sebagai pembelaan diri. Pada pikiran saya mengatakan, bagaimana perguruan tinggi negeri tidak cepat maju, sementara semua fasilitas pendidikan, baik terkait dengan sarana dan prasarana, tenaga dosen, status kelembagaan, calon mahasiswa dan seterusnya tidak perlu mencari, sudah datang dengan sendirinya. Perguruan tinggi negeri, semestinya harus lebih cepat maju dibanding dengan perguruan tinggi swasta.
Namun setelah mengalami sendiri, memimpin UIN Maulana Malik Ibrahim Malang selama tidak kurang dari 14 tahun, apa yang dikatakan oleh pimpinan perguruan tinggi negeri tersebut ada benarnya. Bagi orang yang tidak berani resiko, ketakutan manakala ditegur atasan, baik oleh BPKP, inspektorat jendral, BPK dan instansi yang bertanggung jawab lainnya di tingkat pusat, sehingga pimpinan yang bersangkutan tidak berani mengambil inisiatif, maka perguruan tingginya akan sulit mengalami kemajuan.
Pada umumnya, pimpinan perguruan tinggi negeri tidak mau beresiko. Maka yang terjadi adalah, mereka hanya menjalankan apa saja yang digariskan oleh pemerintah pusat, apalagi yang terkait dengan keuangan. Sebab manakala dalam pengelolaan dana yang tersedia dianggap menyimpang, sekalipun sebenarnya penyimpangan tersebut justru lebih menguntungkan bagi lembaganya, --------bagaimana pun, akan dianggap salah dan dana dimaksud harus dikembalikan. Birokrasi perguruan tinggi negeri, tidak terkecuali perguruan tinggi agama Islam negeri, dijalankan persis bagaikan menjalankan mesin.
Sebenarnya anggaran yang ditetapkan oleh pemerintah pusat adalah didasarkan atas usulan dari perguruan tinggi yang bersangkutan. Hanya saja keputusan akhir tetap berada pada pemerintah pusat, disesuaikan dengan ketersediaan anggaran. Pimpinan perguruan tinggi harus menerima, berapapun yang disediakan. Lagi pula, anggaran yang turun dari pusat itu sudah dirinci sedemikian rupa, misalnya untuk gaji pegawai, belanja barang, belanja modal, penambahan sarana dan prasarana, beasiswa dan kegiatan lain. Jenis kegiatan dan besarnya anggaran yang diterima oleh perguruan tinggi sudah ditentukan, dan tidak boleh diubah. Sekedar mengalihkan saja dari satu pos ke pos lainnya tidak diperkenankan .
Ukuran keberhasilan pimpinan perguruan tinggi negeri dalam menjalankan kegiatan lembaganya bukan dilihat dari kreatifitasnya memanfaatkan anggaran agar lebih efektif dan efisien, melainkan dilihat dari jumlah penyerapannya. Pimpinan perguruan tinggi yang mampu melakukan penyerapan anggaran tepat waktu dan berhasil membuat pelaporan sesuai dengan ketentuan, maka dianggap sukses. Oleh karena itu kepintaran dalam menghabiskan anggaran, --------asalkan sesuai dengan peruntukannya, maka kepemimpinannya dianggap berhasil. Sebaliknya, jika anggaran masih banyak tersisa, maka kepemimpinannya dianggap gagal, oleh karena tidak berhasil menghabiskan anggaran.
Tolok ukur keberhasilan penggunaan anggaran seperti itu, menjadikan semangat pimpinan perguruan tinggi melakukan terobosan kreatif untuk memajukan perguruan tingginya menjadi tidak tumbuh. Pimpinan perguruan tinggi tidak ubahnya seperti penjaga gardu siskampling, yaitu yang terpenting adalah bahwa gardu penjagaannya aman. Tentang bagaimana keadaan gardu pos penjagaan itu dari tahun ke tahun tetap saja, tidak menjadi persoalan. Itulah kiranya yang menjadikan sebab institusi pemerintah tidak dinamis dan bahkan selalu kalah bersaing dengan lembaga yang dikelola oleh swasta. Selain itu, dengan suasana kerja yang kaku, bagaikan jalannya mesin, maka justru rawan terjadi penyimpangan, korupsi misalnya.
Bagi pimpinan perguruan tinggi negeri yang kebetulan memiliki jiwa kreatif sebagaimana cara kerja para intreprenour, maka akan benar-benar tersiksa. Mengikuti saja apa yang digariskan oleh pemerintah pusat akan tidak sampai hati, oleh karena tahu tidak menguntungkan institusi yang dipimpinnya, sementara keluar dari ketentuan akan berbenturan dengan aturan dan beresiko akan mendapatkan sanksi. Menghadapi kenyataan seperti itu, saya selalu mengambil langkah ganda. Pada satu sisi, saya berusaha memenuhi ketentuan pemerintah pusat, sehingga semua kegiatan dan pelaporannya disesuaikan dengan ketentuan yang ada. Namun di balik itu, saya berusaha mencari terobosan untuk mengembangkannya lebih lanjut, tanpa dianggap mengganggu ketentuan yang ada.
Dalam memimpin perguruan tinggi negeri, ------UIN Maulana Malik Ibrahim, saya tidak mau hanya berperan bagaikan penjaga gardu siskampling. Perguruan tinggi Islam harus berkembang cepat dan tidak boleh tertinggal dari yang lain. Kemajuan itu terjadi manakala terdapat langkah-langkah terobosan strategis sesuai dengan tuntutan zamannya. Manakala ada peluang maju sekecil apapun, maka peluang tersebut harus dimanfaatkan. Saya selalu berpedoman, bahwa manakala di depan terdapat sesuatu yang baik dan menguntungkan, maka harus diraih. Jika meraihnya cukup ditempuh dengan cara diminta, maka akan saya mintanya. Namun jika diminta tidak boleh, maka harus saya pinjam. Namun, jika dipinjam tidak mungkin, maka harus saya beli. Dan akhirnya, manakala dibeli pun tidak boleh, dan satu-satunya harus direbut, ---------manakala hal itu membawa manfaat yang lebih besar, maka akan saya lakukan dengan berbagai resikonya.
Saya berpandangan bahwa manakala lembaga pendidikan tinggi Islam yang berstatus negeri hanya dikelola sebagaimana pengelolaan lembaga-lembaga lain di lingkungan pemerintah pada umumnya, tidak akan mengalami kemajuan. Birokrasi pemerintah dengan pendekatan mesin, menurut hemat saya, tidak akan mengalami kemajuan. Pemimpin birokrasi pemerintah sekalipun, manakala menghendaki agar mampu memberikan pelayanan terbaik sebagaimana tuntutan masyarakat, maka mereka harus diberikan otoritas penuh dan bahkan -------kalau perlu, harus meniru cara bermain para pendekar silat. Semua geraknya bukan didasarkan pada aturan yang kaku, melainkan pada strategi dan seni berbela diri. Mengikuti aturan adalah baik dan selamat, tetapi belum tentu akan mengalami kemajuan. Maka pilihan yang tepat, ------- menurut hemat saya, adalah bagaimana selamat dan sekaligus maju, sehingga harus bekerja dengan penuh tanggung jawab, dedikasi yang tinggi, memiliki integritas, dan menyandang idealisme yang kokoh. Wallahu a’lam.


No comments:

Post a Comment