Monday, April 6, 2015

manajemen qolbu dalam pendidikan



MOH.KAMILUS ZAMAN SPD.I
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Di dalam tubuh ini ada akal, jasad, dan qolbu. Akal membuat orang bisa bertindak lebih efektif dan efisien dalam melakukan apa yang ia inginkan. Sedangkan tubuh bertugas melakukan apa yang diperintahkan oleh akal. Sebagai contoh, apabila akal menginginkan tubuh mampu berkelahi, maka tubuh akan berlatih agar menjadi kuat. Sayangnya, tidak sedikit orang yang cerdas, orang yang begitu gagah perkasa, tapi tidak menjadi mulia, bahkan sebagian diantaranya membuat kehinaan karena berbuat jahat. Mengapa? Sebab ada satu yang membimbing akal dan tubuh yang belum diefektifkan, itulah qolbu.
Di dalam qolbu ini ada yang disebut potensi, faalhamahaa fujuu rahaa wa taqwaaha (QS. Asy Syams [91] : 8), “Dan diilhamkan kepadanya yang salah dan yang taqwa (benar)”. Begitulah, qolbu ini punya potensi negatif dan potensi positif. Allah telah menyiapkan keduanya dengan adil. Dan disinilah pentingnya fungsi manajemen. Manajemen secara sederhana berarti pengelolaan dan pentadhiran. Sebuah sistem dengan manajemen yang baik, dengan pengelolaan yang baik, sekecil apapun potensi yang dimiliki, Insya Allah akan membuahkan hasil yang optimal.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan manajemen qolbu?
2.      Bagaimanakah aplikasi manajemen qolbu dalam pendidikan?
C.    Tujuan
1.    Untuk mengetahui Apa yang dimaksud dengan manajemen qolbu?
2.    Untuk mengetahui Bagaimanakah aplikasi manajemen qolbu dalam pendidikan?

BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Manajemen Qolbu
Mengelola (to manage) adalah mengupayakan berjalannya suatu sistem yang terdapat di dalam sebuah lingkungan tertentu. Maka, sekiranya lingkungan yang dimaksud adalah qalbu, manajemen qalbu dapat dimaknai sebagai suatu upaya yang dilakukan agar berjalannya fungsi-fungsi qalbu secara fitrah untuk mengimani akan kebenaran Allah Azza wa Jalla. Qalbu atau hati adalah diri (nafs) manusia yang sesungguhnya saat ada bersama tubuh atau jasad. Allah SWT menciptakannya sebagai bagian dari diri manusia yang berada di dunia yang tak dapat dijangkau oleh penglihatan (lahir)!
Qalbu digunakan untuk menstabilkan keimanan manusia dalam beribadah kepada Allah SWT. Ketika akal belum mampu meyakini hal-hal yang sangat abstrak (goib), maka qalbu telah memulai sejak diciptakan oleh Allah dan ditiupkan ke dalam jiwa manusia sewaktu masih di rahim ibunya!
Qalbu, secara fitrah, adalah sebuah 'wadah' yang menyimpan nilai-nilai kebenaran! Di saat manusia tidak memberdayakan qalbu sebagaimana fitrahnya, maka akal akan menguasai jiwa sebagai pemimpin dalam diri! Akal, secara kodrat, sebetulnya hanya ditugaskan oleh Allah untuk berpikir (bertafakur) tentang kejadian-kejadian di dunia (lahir) sebagai tanda-tanda kebesaran-Nya! Anda berpikir bahwa mustahil ada langit tetapi tidak ada yang menciptakannya! Selama akal dapat berfungsi sebagaimana kodratnya, maka secara perlahan tapi pasti akan mengarahkan anda meyakini kebenaran Allah: "Adanya ciptaan (makhluk), pasti ada pencipta (kholik)-nya."
Logika berpikir manusia sangat berpengaruh terhadap keyakinan dirinya akan ada-Nya Allah! Orang-orang beriman diperintahkan agar berpikir dengan akalnya untuk tunduk dan patuh kepada Allah Azza wa Jalla. Sedangkan hati, secara fitrah sangat sulit, bahkan tidak dapat, mengingkari kebenaran! Jadi, antara akal dan hati sebenarnya diciptakan Allah berpasangan mendukung adanya kebenaran!
Kenyataannya tidak seperti itu. Banyak manusia yang hanya mengandalkan akalnya dan mengabaikan hatinya. Anda pasti sering bimbang penuh keragu-raguan untuk mengimani adanya kebenaran. Satu sisi, hati mengajak kepada kebenaran, tetapi tidak memiliki kemampuan untuk menundukkan akal! Sedangkan, sisi lain, akal selalu digunakan untuk memikirkan banyak hal yang tidak terkait dengan upaya-upaya merenungkan (tafakur) atas ciptaan-ciptaan Allah, sebagaimana ajakan hati nurani!
Dalam kondisi seperti itu, qalbu sudah seharusnya dikelola agar berfungsi sebagaimana fitrahnya! Mengelola hati berarti menundukkan akal untuk tidak angkuh sebagai paling mampu menjawab semua permasalahan hidup! Padahal, kenyataannya akal memang sangat terbatas kemampuannya! Sebagai muslim, anda sudah seharusnya mengelola qalbu dengan berdzikir kepada-Nya! Upaya-upaya untuk mengelola qalbu sangat banyak! Manusia sesungguhnya makhluk yang diciptakan dapat merasakan hal-hal yang di luar jangkauan akal! Akal, misalnya, tidak mampu menghentikan tetesan air mata akibat hatinya tersentuh oleh sebuah peristiwa yang sangat mengharukan! Fungsi hati pada contoh tersebut merupakan bukti bahwa manusia sebetulnya dapat memberdayakan hatinya agar lebih peka terhadap nilai-nilai kebenaran!
Hati yang peka terhadap nilai-nilai kebenaran dapat diwujudkan apabila disandarkan kepada Pemilik Kebenaran, yaitu Allah! Sebagai contoh, anda terbawa hanyut oleh ceramah seorang ustadz yang mengungkap kelemahan diri dalam menghadapi ujian dari Allah! Berkat diungkapnya kekurangan diri secara ril ketika menghadapi kesulitan, maka setiap manusia sangat membutuhkan pertolongan Allah! Hati anda merasakannya, bahwa memang benar demikian! Mengapa hati mudah merespon segala sesuatu yang terkait dengan kelemahan diri? Allah SWT menciptakan hati untuk mengakui kelemahan ketika berhadapan dengan kemahabesaran-Nya!
Oleh karena itu, agar hati dapat meningkatkan keyakinan terhadap kebenaran Allah, maka hati harus diajak untuk mengingat Allah Yang Maha Agung (dzikrullah)! Hanya dengan itu, hati anda akan bertambah keyakinannya bahwa Allah Azza wa Jalla Maha Pengasih dan Maha Penyayang dapat menenangkan hati yang sedang gundah gulanah, semrawut, bimbang, ragu, kalut, cepat putus asa dan lain-lain penyakit hati.
Manajemen Qalbu (MQ) merupakan konsep pedoman hidup Islami yang dicetuskan Pimpinan Pesantren Daarut Tauhiid Bandung, KH Abdullah Gymnastiar (Aa Gym), yang mengajarkan sebuah konsep baru Syiar Islam. MQ menawarkan untuk mengajak orang memahami hati atau qalbu, diri sendiri, agar mau dan mampu mengendalikan diri setelah memahami benar siapa dirinya sendiri. Jadi konsep MQ ini merupakan sebuah penyadaran yang dimunculkan atas kesadaran dirinya sendiri untuk menjadikan hidupnya lebih baik dan senantiasa berada dalam ridha Allah.
Menurut Aa Gym, orang sering lupa terhadap diri sendiri. Bahkan, orang selalu menyalahkan orang lain jika terjadi sesuatu pada dirinya. Sebaiknya setiap orang harus sadar, bahwa semua yang terjadi dan bakal terjadi bermula dari dirinya sendiri. Jika ingin jadi baik, tentu dia harus berbuat baik. Jadi, harus lebih dulu mengenali dan memahami diri sendiri.
Namun semua itu memusat pada qalbu. Rasulullah saw dalam sebuah hadits, menyebutkan bahwa dalam diri manusia itu terdapat suatu organ. Kalau organ itu baik, baik jugalah seluruh manusia itu. Tetapi, kalau ia busuk, busuk pulalah seluruh manusia itu. Organ itu adalah qalbu (hati).
Dalam menjalani hidup ini, kata Aa Gym, modal dasar untuk membentuk jiwa yang tangguh, penuh dedikasi, dan disiplin dalam menjalankan kerja sehari-hari adalah dengan qalbu yang bersih dan suci.
Pada konsep MQ, semuanya dimulai dari hati kita sendiri. Maka agar menjadi manusia yang baik dan solih, hatinya harus bersih dari berbagai penyakit hati. Karena itu, seorang muslim harus sangat mementingkan pembenahan hati, atau yang sering disebut metode Manajemen Qalbu (MQ).
MQ dalah upaya untuk mengatur dan memelihara kebeningan hati dengan cara mengenal Allah. Salah satu caranya dengan berzikir. Selanjutnya, hati yang damai itu diisi dengan nilai-nilai rohani Islam seperti sabar, rida, tawakal, ikhlas, jujur, dan disertai dengan ikhtiar. Bila sudah memiliki itu, maka apa yang disampaikan (dengan hati yang tulus) itu akan menyentuh relung hati orang banyak.
Menurut Aa Gym, agama pasti mampu menyelesaikan berbagai masalah yang sedang dihadapi bangsa Indonesia. Hanya, masalahnya, mengamalkan agama dan menyosialisasikannya harus dilakukan terus-menerus, lebih inovatif, dan kreatif. Jadi, bisa diterima masyarakat yang terus mengalami perubahan. Namun yang terpenting, kata Aa Gym, bagaimana kita mengaktualisasikan pemahaman agama itu dengan benar dan konsisten. Dengan begitu, masyarakat bisa menerima agama sebagai suatu solusi. Jangan hanya mengaku beragama, tetapi tindakan dan perilakunya justru jauh dari agama itu. Kondisinya saat ini kan seperti itu. Banyak masyarakat yang tidak konsisten dengan agamanya.

B.       Mengenal Potensi Diri
Dalam khazanah keilmuan Islam, kita mengenal tiga potensi dasar yang telah dianugerahkan Allah kepada manusia, yaitu akal, nafsu, dan hati (qalbu). Potensi dasar manusia yang pertama adalah akal. Allah menciptakan manusia dengan amat sempurna (Q.S.at-Tiin [95]: 1-4). Tak ada satu makhluk pun yang bisa menandingi. Dari segi fisik manusia tampak lebih anggun, cantik atau tampan, gagah dan menawan. Terlebih lagi manusia memiliki satu aset yang tidak dimiliki oleh lainnya, yaitu potensi akal.
Dengan akal manusia bisa berkreasi, berkarya hingga mampu merubah wajah dunia menjadi serba semraut dan berbagai macam lahirnya penemuan dan teknologi mutakhir saat ini. Dengan akal pula manusia bisa menolong jutaan manusia lainnya, ia mampu menciptakan alat telekomunikasi hingga bisa berbicara dalam jarak yang cukup jauh. Ia ciptakan alat transportasi hingga tidak terlalu menguras tenaga untuk menuju tempat yang dimaksud. Ia menemukan komputer sehingga mempermudah pekerjaan manual dengan kecepatannya yang sangat tinggi.
Secara sadar atau tidak manusia juga memiliki kekurangan yang tidak sedikit. Ia bisa tetanus hanya disebabkan oleh duri kecil. Ia bisa terluka hanya oleh goresan pisau, bahkan ia bisa bunuh diri hanya disebabkan problem pribadi. Ia tak mampu menahan jerawat yang mulai tumbuh sebagai tanda bahwa ia sudah dewasa—sekalipun di wajahnya sendiri. Dan ia akan merasa kebingungan manakala tidak ada toilet di saat akan membuang penyakit (baca: buang air besar).
Dengan akal ini sebenarnya, bila dilihat dari ayat-ayat Quran, dimaksudkan supaya berpikir dan merenungkan ciptaan dan kekuasaan Allah di semesta raya ini. Artinya, potensi akal ini merupakan pendorong manusia agar lebih dekat kepada Allah dan mengetahui peran dan tugas manusia di muka bumi ini.
Potensi dasar kedua yang diberikan Allah ini adalah nafsu. Nafsu ini berkaitan dengan kecenderungan manusia yang seringkali egoistik, mementingkan diri sendiri. Dalam bahasa agama Islam, egoisme ini dinamai hawa nafsu. Perkataan hawa nafsu berasal dari kata Arab. Hawa berarti keinginan dan al-nafs berarti diri manusia atau kecenderungan dalam diri manusia. Jadi, hawa nafsu berarti kecenderungan dalam diri manusia untuk selalu mengikuti hal-hal yang buruk.
Oleh karena itu, manusia disuruh melawan dan mengendalikan hawa nafsu. Usaha manusia dalam perjuangan melawan hawa nafsu ini tentu bertingkat-tingkat, tergantung pada kemampuan dan kekuatan imannya. Dalam buku Mizan al-’Amal, Imam Ghazali menyebutkan tiga tingkatan manusia dalam masalah ini.
Pertama, orang yang sepenuhnya dikuasai oleh hawa nafsunya dan tidak dapat melawannya sama sekali. Ini merupakan keadaan manusia pada umumnya. Dengan begitu, ia sungguh telah mempertuhankan hawa nafsunya seperti dimaksud ayat ini, ”Maka, pernahkah kamu melihat orang yang telah menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya” (QS.Al-Jatsiyah: 23).
Kedua, orang yang senantiasa dalam pertarungan melawan hawa nafsu. Pada suatu kali ia menangtu demi a kali yang lain ia kalah. Kalau maut merenggutnya dalam pertarungan ini, maka ia tergolong mati syahid. Dikatakan demikian, karena ia sedang dalam perjuangan melawan hawa nafsu sesuai perintah Nabi Muhammad saw, ”berjuanglah kamu melawan hawa nafsumu sebagaimana kamu berjuang melawan musuh-musuhmu.”
Ketiga, orang yang sepenuhnya dapat menguasai dan mengendalikan hawa nafsunya. Inilah orang yang mendapat rahmat Allah, sehingga terjaga dan terpelihara dari dosa-dosa dan maksiat. Menurut Imam Ghazali, ini merupakan tingkatan para nabi dan wali-wali Allah. Dalam perjuangan melawan hawa nafsu, menurut Ghazali, manusia dituntut ekstra hati-hati dan waspada secara terus-menerus, supaya ia jangan tertipu (ghurur). Banyak orang merasa telah bekerja dan berjuang untuk agama, nusa, dan bangsa, padahal sesungguhnya ia bekerja hanya untuk kepentingan dirinya sendiri dan untuk memuaskan egonya. Inilah bentuk keterjebakkan setan.
Dalam situasi demikian, Ghazali menganjurkan agar kita berpihak dan memilih sesuatu yang menyusahkan daripada yang menyenangkan. Alasannya, kebaikan pada umumnya menuntut kerja keras dan pengorbanan, sehingga terkesan menyusahkan. Allah berfirman, “dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya” (QS 91:7-10).
Ini juga disabdakan Rasulullah saw, “cobaan akan dibentangkan kepada manusia laksana tikar, satu demi satu. Ketika hati dipengaruhinya, satu titik hitam tercatatlah dalam hati. Ketika hati mengingkarinya, satu titik putih tercatatlah dalam hati sehingga hati menjadi satu dari dua jenis: yang putih seperti batu putih yang lulus dari cobaan, atau yang gelap hitam karena tidak mengenal ma’ruf (kebaikan) atau mengingkari kemungkaran” (HR.Muslim).
Potensi yang ketiga adalah qalbu (hati). Fungsi qalbu biasanya lebih dittikberatkan untuk mengawal aktivitas ruhaniah dan meraih kebahagiaan hidup. Dalam khazanah ilmu tasawuf, qalbu bagi tiga bagian. Pertama, qolbun salim (hati yang sehat). Hati yang sehat adalah hati yang selamat. Pada hari kiamat nanti, barangsiapa menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala tanpa membawa hati yang sehat tidak akan selamat. Allah berfirman, “adalah hari yang mana harta dan anak-anak tidak bermanfaat, kecuali orang yang datang kepada Allah dengan hati yang selamat” (Asy-Syu’ara : 88-89).
Hati yang selamat didefinisikan sebagai hati yang terbebas dari setiap syahwat, keinginan yang bertentangan dengan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan dari setiap syubhat, ketidakjelasan yang menyeleweng dari kebenaran. Hati ini selamat dari beribadah kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala dan berhukum kepada selain Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam . Ubudiyahnya murni kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala . Iradahnya, mahabbahnya, inabahnya, ikhbatnya, khasyyahnya, roja’nya, dan amalnya, semuanya karenaNya. Jika ia mencintai, membenci, memberi, dan menahan diri, semuanya karena Allah.
Kedua, adalah qolbun mayyit (hati yang mati). Hati yang mati adalah hati yang tidak mengenal siapa Rabbnya. Ia tidak beribadah kepadaNya dengan menjalankan perintahNya atau menghadirkan sesuatu yang dicintai dan diridlaiNya. Hati model ini selalu berjalan bersama hawa nafsu dan kenikmatan duniawi, walaupun itu dibenci dan dimurkai-Nya. Ia tidak peduli dengan keridlaan atau kemurkaan-Nya. Baginya, yang penting adalah memenuhi keinginan hawa nafsu. Ia menghamba kepada selain-Nya. Hawa nafsu telah menguasainya dan lebih ia cintai daripada keridlaan Allah. Hawa nafsu telah menjadi pemimpin dan pengendali baginya. Kebodohan adalah sopirnya, dan kelalaian adalah kendaraan baginya. Seluruh pikirannya dicurahkan untuk menggapai target-target duniawi.
Yang ketiga, adalah qolbun married (hati yang sakit). Hati yang sakit adalah hati yang hidup namun mengandung penyakit. Ia akan mengikuti unsur yang kuat. Kadang-kadang ia cenderung kepada ‘kehidupan’, dan kadang-kadang pula cenderung kepada ‘penyakit’. Padanya ada kecintaan, keimanan, keikhlasan, dan tawakkal kepadaAllah, yang merupakan sumber kehidupannya. Padanya pula ada kecintaan dan ketamakan terhadap syahwat, hasad, kibr, dan sifat ujub, yang merupakan sumber bencana dan kehancurannya. Model muslim seperti ini ada di antara dua penyeru; penyeru kepada Allah dan Rasulullah saw serta hari akhir, dan juga cenderung kuat pada kehidupan duniawi. Mana seruan yang disambutnya, tentu yang disambutnya adalah yang paling dekat, paling akrab atau tidak memberatkannya.
Demikianlah, hati yang pertama adalah hati yang hidup, khusyu’, tawadlu’, lembut dan selalu berjaga. Hati yang kedua adalah hati yang gersang dan mati, Hati yang ketiga adalah hati yang sakit, kadang-kadang dekat kepada keselamatan dan kadang-kadang dekat kepada kebinasaan.

C.      Penyakit Qalbu dan Terapinya
Ada beberapa penyakit qalbu yang kadang terus hinggapi dan gugurkan amaliyah ibadah seorang Muslim. Menurut Imam al-Ghazali, bahwa penyakit qalbu bermuara pada hasad (iri), riya’ dan ‘ujub atau takabbur. Ketiga penyakit ini merupakan induk dari semua penyakit qalbu lainnya.
Penyakit hasad atau dengki adalah sikap tidak suka melihat orang lain mendapat nikmat dan mengharapkan nikmat itu lenyap darinya. Sedangkan kibr atau sombong merupakan penyakit qalbu, yang pelakunya kadang menganggap remeh orang lain. Rasulullah bersabda, “kibr itu menolak kebenaran dan meremehkan orang lain” (HR.Muslim). Ada pun penyakit riya ini berkaitan dengan keinginan untuk menanpakkan diri sekaligus ingin dianggap yang paling wah-hebat atau lainnya di hadapan orang lain.
Jika kita cermati ketiga jenis penyakit kronis ini, bahkan penyakit-penyakit qalbu lainnya serta kerusakan yang ditimbulkannya sejatinya berpangkal dari ‘virus’ cinta dunia (hubb al-dunya) yang berlebihan.
Akibat terlalu cinta dunia, rasa iri terhadap nikmat yang dimiliki orang lain akan mulai menyelinap dalam qalbu-nya. Lalu muncul sifat sombong, karena telah merasa memiliki segalanya, kemudian bersemi keinginan untuk memamerkan apa yang telah diperolehnya. Dari sini kemudian tumbuh sikap menghalalkan segala cara asal tujuan dapat tercapai. Yang penting hasil. Tak peduli bagaimana proses yang dilaluinya.
Adapun terapi atau pengobatan yang ditawarkan Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, untuk menangani berbagai penyakit qalbu di atas adalah;
1.      Memaksakan dirinya selalu mendekatkan diri kepada Allah di mana pun berada. Bila seluruh hidupnya sudah diarahkan pada Allah, maka qalbunya akan selalu mengajak dan mendorong pemiliknya untuk menemukan ketenangan dan ketentraman bersama Allah. Sehingga tatkala itulah ruh benar-benar merasakan kehidupan, kenikmatan dan menjadikan hidup lain daripada yang lain, bukan kehidupan yang penuh kelalaian dan berpaling dari tujuan penciptaan manusia.
2.      Tidak bosan berdzikir. Di antara sebagian tanda sehatnya qalbu adalah tidak pernah bosan untuk berdzikir mengingat Allah. Tidak pernah merasa jemu untuk mengabdi kepada-Nya, tidak terlena dan asyik dengan selain-Nya, kecuali kepada orang yang menunjukkan ke jalan-Nya, orang yang mengingatkan dia kepada Allah atau saling mengingatkan dalam kerangka berdzikir kepada-Nya.
3.      Menyesal jika luput dari berdzikir. Qalbu yang sehat di antara tandanya adalah, jika luput dan ketinggalan dari dzikir dan wirid, maka dia sangat menyesal, merasa sedih dan sakit melebihi sedihnya seorang bakhil yang kehilangan hartanya.
4.      Rindu beribadah. Qalbu yang sehat selalu rindu untuk menghamba dan mengabdi kepada Allah, sebagaimana rindunya seorang yang kelaparan terhadap makanan dan minuman.
5.      Khusyu` dalam shalat. Qalbu yang sehat adalah jika dia sedang melakukan shalat, maka dia tinggalkan segala keinginan dan sesuatu yang bersifat keduniaan. Sangat memperhatikan masalah shalat dan bersegera melakukannya, serta mendapati ketenangan dan kenikmatan di dalam shalat tersebut. Baginya shalat merupakan kebahagiaan dan penyejuk hati dan jiwa.
6.      Selalu introspeksi dan meperbaiki diri. Qalbu yang sehat senantiasa menaruh perhatian yang besar untuk terus memperbaiki amal, melebihi perhatian terhadap amal itu sendiri. Dia terus bersemangat untuk meningkat kan keikhlasan dalam beramal, mengharap nasihat, mutaba’ah (mengontrol) dan ihsan (seakan-akan melihat Allah) dalam beribadah, atau selalu merasa dilihat Allah). Bersamaan dengan itu dia selalu memperhatikan pemberian dan nikmat dari Allah serta kekurangan dirinya di dalam memenuhi hak-hak-Nya.

D.      Inovasi Pendidikan Akhlak Berbasis Manajemen Qalbu
Di dalam Qolbu terhimpun perasaan moral, mengalami dan menghayati tentang salah-benar, baik buruk serta berbagai keputusan yang harus dipertanggung jawabkannya secara sadar, sehingga kualitas Qalbu akan menentukan apakah dirinya bisa tampil sebagai subjek, bahkan sebagai wakil Tuhan di muka bumi, ataukah terpuruk dalam kebinatangan yang hina. Untuk itu perlu upaya untuk membersihkan dan memberikan pencerahan Qolbu, yaitu dengan cara penyucian jiwa (Tazkiyah An Nafs) yang berarti menghiasi diri dengan sifat-sifat terpuji, sesudah membersihkannya dari sifat-sifat tercela.
Dengan kata lain diri dibersihkan dari kotoran dan kerusakannya diubah menjadi An Nafs Al Lawwamah (jiwa yang mencela) dan akhirnya menjadi An Nafs Al Muthma’innah. Selanjutnya adalah dengan cara menghapus kecintaan terhadap dunia serta menghilangkan segenap kesedihan, kedukaan dan kekhawatiran atas segala sesuatu yang tidak berguna yaitu dengan cara senantiasa dan terus menerus mengingat Allah (Dzikrullah).
Adapun upaya lain yang dapat dilakukan untuk pencerahan Qolbu adalah, antara lain :
1.      Biasakan sekuat daya untuk melakukan pembersihan atau pelurusan Qalbu.
2.      Senantiasa berkemauan kuat untuk meningkatkan kemampuan (keprofesionalan) diri dalam bidang apapun

Realisasi kunci pertama dilakukan dengan berusaha untuk introspeksi (penilaian) diri dengan tekad untuk memperbaiki diri. Penilaian diri dimulai dari lingkungan yang terkecil seperti keluarga. Setelah lingkungan keluarga, penilaian diri diperluas ke saudara-saudara terdekat dan kemudian orang-orang di sekitar kita. Yakinlah bahwa semakin diri dapat dibuat terbuka, dapat menerima kritikan dengan keikhlasan, Insya Allah perkembangan kemampuan diri akan semakin baik. Untuk pembersihan hati ada lima tahap yang perlu ditempuh, antara lain :
1.    Adanya tekad kuat untuk memahami dan memperbaiki diri serta membersihkan hati.
2.    Memiliki “ilmu” mengenai pemahaman atau pengenalan diri. Sebab seseorang dapat membersihkan hati melalui perbaikan diri secara kontinu jika telah menyadari keadaan dirinya.
3.    Menafakuri diri sendiri melalui evaluasi diri dengan bekal ilmu (tentang pengendalian diri) yang dimilikinya.
4.    Proses mengevaluasi diri perlu untuk diperluas. Dengan kata lain, evaluasi diri dibicarakan secara terbuka dan bersama-sama sehingga proses pembersihan Qalbu semakin efektif.
5.    Berkaitan dengan proses pembelajaran yaitu bagaimana diri mau belajar dari diri orang lain.

Sedangkan untuk kunci yang kedua diperlukan adanya kejujuran sebagai modal dasar untuk membentuk jiwa yang tangguh, penuh dedikasi dan disiplin dalam menjalankan kerja sehari-hari. Manajemen Qalbu tidak hanya membentuk manusia yang ahli dzikir dan ahli fikir tetapi juga manusia yang ahli ikhtiar. Hal ini akan berkaitan dengan amal nyata dan karya nyata melalui proses pelatihan bidang untuk peningkatan kualitas keprofesionalan.
Adapun bentuk pelaksanaan Manajemen Qolbu yang bersifat kelompok, dilaksanakan dengan sistem ta’lim yang dibagi ke dalam beberapa kelompok lain. Materi yang diberikan bertendensi kepada pembentukan akhlak seperti ; kesabaran, kejujuran, keteladanan. Ayat-ayat dan hadits-hadits pendukung juga disiapkan dalam materi tersebut. Ada tiga materi pokok yang terkait dengan Manajemen Qolbu yaitu keutamaan hati, mengenal potensi manusia dan potensi diri sendiri serta pengenalan diri.
 Di dalam Qolbu terhimpun perasaan moral, mengalami dan menghayati tentang salah-benar, baik buruk serta berbagai keputusan yang harus dipertanggung jawabkannya secara sadar, sehingga kualitas Qalbu akan menentukan apakah dirinya bisa tampil sebagai subjek, bahkan sebagai wakil Tuhan di muka bumi, ataukah terpuruk dalam kebinatangan yang hina. Untuk itu perlu upaya untuk membersihkan dan memberikan pencerahan Qolbu, yaitu dengan cara penyucian jiwa (Tazkiyah An Nafs) yang berarti menghiasi diri dengan sifat-sifat terpuji, sesudah membersihkannya dari sifat-sifat tercela. Dengan kata lain diri dibersihkan dari kotoran dan kerusakannya diubah menjadi An Nafs Al Lawwamah (jiwa yang mencela) dan akhirnya menjadi An Nafs Al Muthma’innah. Selanjutnya adalah dengan cara menghapus kecintaan terhadap dunia serta menghilangkan segenap kesedihan, kedukaan dan kekhawatiran atas segala sesuatu yang tidak berguna yaitu dengan cara senantiasa dan terus menerus mengingat Allah (Dzikrullah).
 Adapun upaya lain yang dapat dilakukan untuk pencerahan Qolbu adalah, antara lain
1.    Biasakan sekuat daya untuk melakukan pembersihan atau pelurusan Qalbu.
2.    Senantiasa berkemauan kuat untuk meningkatkan kemampuan (keprofesionalan) diri dalam bidang apapun.

Realisasi kunci pertama dilakukan dengan berusaha untuk introspeksi (penilaian) diri dengan tekad untuk memperbaiki diri. Penilaian diri dimulai dari lingkungan yang terkecil seperti keluarga. Setelah lingkungan keluarga, penilaian diri diperluas ke saudara-saudara terdekat dan kemudian orang-orang di sekitar kita. Yakinlah bahwa semakin diri dapat dibuat terbuka, dapat menerima kritikan dengan keikhlasan, Insya Allah perkembangan kemampuan diri akan semakin baik. Untuk pembersihan hati ada lima tahap yang perlu ditempuh, antara lain :
1.    Adanya tekad kuat untuk memahami dan memperbaiki diri serta membersihkan hati.
2.    Memiliki “ilmu” mengenai pemahaman atau pengenalan diri. Sebab seseorang dapat membersihkan hati melalui perbaikan diri secara kontinu jika telah menyadari keadaan dirinya.
3.    Menafakuri diri sendiri melalui evaluasi diri dengan bekal ilmu (tentang pengendalian diri) yang dimilikinya.
4.    Proses mengevaluasi diri perlu untuk diperluas. Dengan kata lain, evaluasi diri dibicarakan secara terbuka dan bersama-sama sehingga proses pembersihan Qalbu semakin efektif.
5.    Berkaitan dengan proses pembelajaran yaitu bagaimana diri mau belajar dari diri orang lain.

Sedangkan untuk kunci yang kedua diperlukan adanya kejujuran sebagai modal dasar untuk membentuk jiwa yang tangguh, penuh dedikasi dan disiplin dalam menjalankan kerja sehari-hari. Manajemen Qalbu tidak hanya membentuk manusia yang ahli dzikir dan ahli fikir tetapi juga manusia yang ahli ikhtiar. Hal ini akan berkaitan dengan amal nyata dan karya nyata melalui proses pelatihan bidang untuk peningkatan kualitas keprofesionalan.
Adapun bentuk pelaksanaan Manajemen Qolbu yang bersifat kelompok, dilaksanakan dengan sistem ta’lim yang dibagi ke dalam beberapa kelompok lain. Materi yang diberikan bertendensi kepada pembentukan akhlak seperti ; kesabaran, kejujuran, keteladanan. Ayat-ayat dan hadits-hadits pendukung juga disiapkan dalam materi tersebut. Ada tiga materi pokok yang terkait dengan Manajemen Qolbu yaitu keutamaan hati, mengenal potensi manusia dan potensi diri sendiri serta pengenalan diri.


















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Mengelola (to manage) adalah mengupayakan berjalannya suatu sistem yang terdapat di dalam sebuah lingkungan tertentu. Maka, sekiranya lingkungan yang dimaksud adalah qalbu, manajemen qalbu dapat dimaknai sebagai suatu upaya yang dilakukan agar berjalannya fungsi-fungsi qalbu secara fitrah untuk mengimani akan kebenaran Allah Azza wa Jalla.
Dalam khazanah keilmuan Islam, kita mengenal tiga potensi dasar yang telah dianugerahkan Allah kepada manusia, yaitu akal, nafsu, dan hati (qalbu). Potensi dasar manusia yang pertama adalah akal. Allah menciptakan manusia dengan amat sempurna (Q.S.at-Tiin [95]: 1-4). Tak ada satu makhluk pun yang bisa menandingi. Dari segi fisik manusia tampak lebih anggun, cantik atau tampan, gagah dan menawan. Terlebih lagi manusia memiliki satu aset yang tidak dimiliki oleh lainnya, yaitu potensi akal








Daftar Pustaka

http://forum.republika.co.id/showthread.php?1032-Manajemen-Qalbu

No comments:

Post a Comment