Monday, April 6, 2015

perkembangan pemikiran dunia filsafat pendidikan




MOH.KAMILUS ZAMAN Spd.I (085755107987)
 

BAB I
PENDAHULUAN

I.I   Latar belakang
            Dalam pembicaraan tentang masalah filsafat sering kali muncul persoalan tentang apa itu filsafat pendidikan? Untuk menjawab persoalan itu perlu diketahui bahwa filsafat  adalah ilmu yang mencari kebenaran (kebijaksanaan) sesuai dengan logika, mendasar serta sistematis. Fisafat juga membawa kita kepada pemahaman dan tindakan.
Dalam filsafat terdapat aliran-aliran, dan dalam proses pertumbahannya, filsafat sebagai hasil pemikiran para ahli dengan obyek permasalahan hidup didunia. Pandangan-pandangan yang muncul tidak lain saling memperkuat, akan tetapi tidak jarang juga yang berlawanan. Dan itu disebabkan penggunaan pendekatan yang berbeda oleh para filosof, namun bisa juga karena faktor zaman, pandangan hidup yang melatar belakangi mereka, juga tempat dimana mereka hidup. Dalam sejarah filsafat melahirkan berbagai pandangan atau aliran. Pemikiran filsafat tidak pernah berhenti, oleh karena itu kesimpulan yang ada bukanlah kesimpulan final. Seseorang yang bernama Muhammad Noorsyam melukiskan keadaan dunia pemikiran filsafat itu sebagai berikut:
‘’ bagaimana wujud reaksi, aksi, cita-cita, kreasi, bahkan pemahaman manusia atas segala sesuatu ternasuk kepribadian ideal mereka tersimpul dalam pokok-pokok ajaran suatu filsafat. Pengertian masimg-masing pribadi tentang suatu kesimpulan sebagai belum finl, belum valid, tidak mutlak dan sebagainya, memberi kebebasan pada setiap orang untuk menganut atau menolak suatu aliran. Sikap demikian justru menjadi prakondisi bagi perkembangan aliran-alliran filsafat.sikap ini dikenal dalam filsafat dengan istilah eclectic  dan eclecticism”
Untuk mengenal perkembangan pemikiran dunia filsafat pendidikan, dalam makalah kami ini akan diuraikan garis-garis besar aliran filsafat pendidikan.



I.II    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:
1.    Bagaimana filsafat pendidikan Islam ?
2.    Bagaimana filsafat Pendidikan Barat ?
3.    Apa sajakah Aliran-aliran dalam filsafat pendidikan Islam ?
4.    Apa sajakah Aliran-aliran dalam filsafat pendidikan Barat ?

















BAB II
PEMBAHASAN

A.   Aliran-aliran Filsafat Pendidikan Islam
a.      Progresivisme
              Progresivisme berasal dari kata “progres” yang berarti kemajuan. Secara harfiah dapat diartikan sebagai aliran yang menginginkan kemajuan secara cepat.[1]
Aliran progresivisme adalah suatu aliran fisafat pendidikan yang sangat berpengaruh di Abad .ke-20 ini. Dan menyebar dalam seluruh dunia, terlebih lebih di Amerika Serikat. Aliran progresivisme ini dihubungkan pada pandangan hidup liberal “ The liberal road to culture”” maksudnya yaitu pandangan hidup yang mempunyai sifat-sifat antara lain: fleksibel ( tidak kaku, tidak menolak perubahan, tidak terikat oleh suatu doktrin tertentu, curious (ingin mengetahui. Atau ingin menyelidiki) toleran dan open-minded ( mempunyai hati terbuka).
Adapun sifat - sifat umum dari aliran progresivisme ini dapat dikelompokkn menjadi  dua kelompok : a) sifat- sifat negative, dan 2) sifat- sifat positive. Sifat dikatakan negative dalam arti bahwa, progresivisme menolak otoritarisme dan absolutisme dalam segala bentuk. Seperti dalam agama, politik, etika, dan epistimologi. Sedang positif dalam arti bahwa, progresifisme menaruh kepercayaan terhadap kekuatan alamiah dari manusia, kekuatan yang diwarisi oleh manusia dari alam sejak ia lahir (man’s natural powers) terutama kekuatan manusia untuk melawan dan mengatasi kekuatan-kekuatan takhayul-takhayul dan kegawatan-kegawatan yang timbul dari lingkungan hidup.
b.  Aliran Esensialisme
   Aliran Esensialisme memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan progresivisme, yaitu dalam memberikan dasar berpijak mengenai pendidikan yang penuh fleksibelitas, dimana setba terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterikatan dengan doktrin tertentu, aliran esensialisme berpendapat bahwa aliran yang hanya berpijak pada dasar pandangan itu mudah goyah dan kurang terarah, oleh karena itu Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan, sehingga memberikan kestabilan dan arah yang jelas. [2]
            Aliran ini muncul pada zaman renaissans, aliran ini didasari atas pandangan humanisme yaitu yang merupakan reaksi terhadap hidup yang mengarah pada keduniawian, serba ilmiah dan materialistic. Selain itu aliran ini juga diwarnai oleh pandangan idealisme, dan realisme. Berikut tokoh-tokoh yang ikut berperan dalam penyebaran aliran Esensialisme:
1.    Desiderius Erasmus. Beliau adalah Tokoh pertama yang menolak pandangan hidup yang berpijak pada dunia lain. Erasmus berusaha agar kurikulum pendidikan sekolah bersifat humanis dan internasional, sehingga bisa mencakup lapisan menengah dan kaum aristokrat, karena Erasmus adalah salah seorang humanis belanda yang hidup di ahir abad 15 dan awal abad 16.
2.    Johanas Amos Comenius. Adlah seorang yang memiliki pandangan realis dan dogmatis, berpendapat bahwa pendidikan mempunyai peranan membentuk anak sesuai dengan kehendak Tuhan, karena pada hakikatnya dunia adalah dinamis dan bertujuan.
3.    John Lock, salah seorang tokoh inggris hidup pada tahun 1632-1704. Beliau berpendapat bahwa pendidkan hendaknya selalu dekat dengan situasi dan kondisi.
4.    Johan henrich Pestalozzi. Beliau adalah seorang tokoh yang berpandangan naturalis dan mempunyai kepercayaan bahwa sifat-sifat alam itu tercermin pada manusia, sehinnga pada diri manusia tercermin kemampuan-kemampuan wajarnya. Dan yakin bahwa manusia hubungan dengan tuhannya.
5.    Willian T. Harris, yaitu salah seorang tokon dari amerika serikat dan hidup pada tahun 1835-1909. Yang pandangannya adalah berusaha menerapkan idealisme obyektif  pada pendidikan umum. Tugas pendidikan menurutnya adalah mengizinkan terbukanaya realita berdasarkan susunan yang pasti, yakni berdasarkan pada kesatuan sepiritual. Dan kedudukan sekolah adalah sebagai lembaga yang memelihara nilai-nilai yang turun temurun dan menjadi penuntun penyesuaian diri kepada masyarakat.
   Tokoh-tokoh diatas juga mendirikan suatu organisasi yaitu dalam rangka untuk mempertahankan pahamnya khususnya dari persaingan paham progresivisme. Organisasi itu diberi nama “Essentialist Committee For The Advancement Of Educatin” melalui organisasi ini pandangan esensialist dikembangkan dalam dunia pendidikan. Sebagaiman telah disinggung di awal bahwasannya esensialisme mempunyai pandangan yang dipengaruhi oleh paham idealisme dan realisme, oleh karena itu konsep-konsepnya sedikit banyak diwarnai oleh konsep idealisme dan realisme.
Tujuan umum aliran esensialisme ini adalah membentuk pribadi bahagia dunia akhirat. Yang dimana isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan,seni dan segala hal yang mampu menggerakkan kehendak manusia. Menurut aliran ini kurikulum sekolah sebagai miniature dunia yang bisa dijadikan sebagai ukuran kenyataan, kebenaran dan kegunaan. Maka dalam sejarah perkembanganya, kurikulum esensialisme menerapkan berbagai pola kurikulum,seperti pola idealism realism dan sebaginya. Sehingga peranan sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan bisa sesuai dengan prinsip-prinsip dan kenyataan social yang ada di masyarakat.
c.   Aliran Perenialisme
            Perenialisme diambil dari kata perennial, yang dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary Of Current English diartikan sebagai “continuing throughout the whole year” atau “lasting for a very long time” –abady atau kekal. Dari makna yang terkandung dalam kata itu’ aliran perennialisme mengandung kepercayaan filsafat yang berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang bersifat kekal abadi.[3]
            Aliran ini berpendapat bahwa kehidupan zaman modern menimbulkan banyak krisis diberbagai bidang kehidupan manusia. Dan untuk mengatasi masalah itu, aliran perennialisme memberikan jalan keluar yaitu berupa “kembali kepada kebudayaan masa lampau (regressive road to culture). Oleh sebab itu aliran perennialisme juga memandang penting agar peranan pendidikan itu adalah sebagai proses mengembalikan keadaan manusia dari zaman modern kembali kepada kebudayaan masa lampau yang dianggap ckup ideal dan terujih ketangguhannya. Kembali pada masa lamapu tersebut bukanlah seperti nostalgia, akan tetapi sebagai sikap yang membanggakan kesuksesan nilai-nilai pada abad silam, yang dimana hal tersebut juga diperlukan di zaman modern sekarang.
Aliran perennialisme mempunyai prinsip-prinsip pendidikan sebagai berikut:
Aliran perennialisme dibidang pendidikan sanga dipengaruhi oleh beberapa tokoh yakni Aristoteles, Plato, dan Thomas aquinan. Dalam hal ini pokok pikiran Plato tentang ilmu pengetahuan dan nilai-nilai adalah manifestasi hukum universal yang abadi dan sempurna, yakni ideal sehinnga ketertiban social hanya akan mungkin bila ide itu menjadi ukuran,asa normative dalam tata pemerintahan. Maka tujuan utama pendidikan adalah ‘ membina pemimpin yang sadar dan mempraktekkan asaa-asas normative dalam semua aspek kehidupan. Bagi  Aristoteles tujuan pendidikan adalah “ kebahagiaan” dan untuk menvapai tujuan itu maka aspek jasmani, emosi, dan intelek harus dikembangkan secara seimbang.
d.  Aliran Rekontruksionalisme
            Pada dasarnya aliran rekontruksionalisme adalah sepaham dengan aliran perennialisme, yaitu dalam hendak mengatasi krisis modern. Hanya saja jalan yang ditempuhnya berbeda dengan jalan yang ditempuh oleh perennialisme, akan tetapi sesuai  dengan yang dikandungnya, yaitu berusaha membina suatu consensus yang paling luas dan paling mungkin tentang tujuan utama dan tertinggi dalam kehidupan manusia.(Restore to the original form). Dan untuk mencapai tujuan itu aliran rekontruksionalisme berusaha mencari kesepakatan semua orang mengenai tujuan utama yang dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu tatanan baru seluruh lingkungannya. Maka, dengan lembaga dan proses pendidikan Alliran ini ingin “merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang sama sekali”.[4]
            Untuk mewujudkan semua cita-cita diatas, dibutuhkan kerja sama dari semua penganut aliran rekontruksionisme ini, dan berkeyakoinan bahwa bangsa-bangsa di dunia ini mempunyai hasrat yang sama yaitu menciptakan satu dunia baru, satu kebudayaan baru, dibawah satu kedaulatan dunia, dan dalam pengawasan mayoritas umat manusia.
e.   Aliran Eksistensialisme
            Eksistensialisme biasa dialamatkan sebagai salah satu reaksi dari sebagian terbesar reaksi terhadap peradapan manusia yang hampir punah akibat perang dunia kedua. Dengan demikian aliran eksistensialisme ini hakikat tujuannya adalah untuk mengembalikan keberadaan umat manusia sesuai keadaan hidup asasi yang didmiliki dan dihadapinya. Sebagi aliran filsafat, eksistensialisme berbeda dengan filsafat eksistensi. Karena paham eksistensialisme secara radikal menghadapkan manusia pada dirinya sendiri, sedang filsafat Eksistensi adalah benar-benar sebagai arti katanya, yaitu: ” filsafat yang menempatkan cara wujud manusia sebagai tema sentral.
            Disinilah terletak kesulitan merumuskan pengertian Eksistensialisme sebagai aliran filsafat. Bahkan para filosof sendiri tidak memperoleh perumusan yang sama tentang eksistensialisme itu per definisi.[5]
            Seseorang yang bernama Kierkegaarrd memberikan pengertian tentang Eksistensialisme yaitu suatu penolakan terhadap suatu pemikiran abstrak, tidak logis atau tidak ilmiah. Aliran rekontruksionalisme ingin memadukan hidup yang dimiliki  dengan pengalaman, dan situasi sejarah yang ia alami, aliran ini tidak mau terikat dengan hal-hal yang sifatnya abstrak serta spekulatif. Karena baginya segala sesuatu adalah dimulai dari pengalaman pribadi, keyakinan yang tumbuh dari dirinya dan kemampuan serta keluasan jalan untuk mencapai keyakinan hidupnya.
            Aliran ini tidak menghendaki adanya aturan-aturan pendidkan dalam segala bentuk, ( van cleve morris).oleh karena itu aliran ini juga menolak bentuk-bentuk pendidikan yang ada sekarang. Akan tetapi konsep pendidikan eksistensialisme atau “ Existensialism’s concept of freedom in education”  yang diajukan oleh morris tidak memberikan kejelasan. Mungkin dari situlah aliran Eksistensialisme ini jarang dibicarakan.
f.   Aliran Idealisme
            Aliran ini termasuk aliran atau kelompok filsafat tertua, tokoh aliran ini adalah Plato (427-347 SM) yang secara umum dipandang sebagai bapak idealism di barat yang hidup kira-kira 2500 tahun yang lalu.[6]
            Menurut Poedjawijatna, aliran ini memandang dan menganggap yang nyata hanya ide. Ide tersebut selalu tetap atau tidak menalami perubahan. Aliran ini menekankan moral dan realitas spiritual sebagai sumber-sumber utama di alam ini.
Sejarah idealisme berawal dari pikiran Plato (427-347 SM). Pikirannya berpengaruh terhadap para pemikir 2000 tahun sesudahnya, termasuk pemikir di kalangan agama Masehi. Aliran ini juga telah ikut berpengaruh kepada pemikiran filosof barat, seperti Imanuel Kant, Hegel dan lain-lain. Menurut Plato, kebenaran empiris yang dilihat dan di rasakan terdapat dalam alam idea (esensi), form atau idea.
Implementasi Idealisme dalam Pendidikan
1.         Pendidikan bukan hanya mengembangkan atau menumbuhkan, tetapi juga harus digerakkan kea rah tujuan, yaitu terhadap tujuan dimana nilai telah direalisasikan ke dalam bentuk yang kekal tak terbatas.
2.         Belajar adalah proses “self development of mind as spiritual substance” yang menempatkan jiwa bersifat kreatif.
3.         Tujuan pendidikan adalah menjaga keunggulan cultural, social dan spiritual
4.         Pendidikan idealisme berusaha agar seseorang dapat mencapai kesempurnaan dirinya,yaitu mencapai nilai-nilai dan ide-ide yang diperlukan oleh semua manusia secara bersama-sama.
5.         Tujuan pendidikan idealism adalah ketetapan mutlak.
6.         Peranan pendidik menurut aliran idealism adalah memenuhi akal peserta didik dengan hakikat-hakikat dan pengetahuan yang tepat.

g.  Realisme
Realisme berasal dari real yang berarti actual atau yang ada. Realisme adalah aliran yang patuh kepada yang ada (fakta). Realisme termasuk dalam kelompok pemikiran klasik. Aliran ini berpijak atas dasar percaya akan hakikat-hakikat yang kekal dan tidak mengalami perubahan dalam situasi dan kondisi apapun. Kaum realism memandang dunia ini dari sudut materi. Menurut mereka, realitas di dunia ini adalah alam. Segala sesuatu berasal dari alam dan yang menjadi subjek adalah hokum alam (dunia nyata, alam dan benda).[7]
Implementasi realisme dalam pendidikan
1.         Tujuan pendidikan adalah transmisi dari : (1) kebenaran universal yang terpisah dari pikiran, pendapat dan pernyataan intelektual, (2) pengetahuan Tuhan, (3) nilai atau keunggulan cultural.
2.         Metode pengajaran dalam pendidikan realism tunduk para prinsip “mempengaruhi dan menerima”
3.         Perhatian pendidikan realism tertuju pada pemenuhan akal para murid dengan peraturan-peraturan dan hakikat-hakikat yang terlihat dalam alam.
4.         Seorang guru realism mesti ahli dalm bidang studinya (kompetensi professional). Sebab, tugas seorang guru terpusat dalam usaha memindahkan apa yang ia lihat benar kepadamurid secara terus menerus.
5.         Realisme mempercayai adanya perubahan yang terbatas dan berjalan menuju satu arah.

h. Sosialisme
Sosialisme pada mulanya berdasarkan marxisme. Aliran ini merupakan aggregasi dari ide filsafat yang dikembangkan dalam social Karl Marx. Akar filsafat Karl Marx (marxisme) terdapat pada filsafat Hegel (Jerman), dan kemudian dikembangkan oleh Karl Marx dan Frederich Engles sehingga akhirnya menjadi aliran tersendiri yang bernama historis materialism.
Aliran filsafat ini terdapat di beberapa bagian dunia masa kini.  Meskipun berbeda-beda namnya, tetapi memiliki subtansi nilai yang sama. Kadang-kadang digunakan nama sosialisme marxisme (dinisbahkan kepada Karl Marx), Marxisme Leninisme, (dinisbahkan kepada Marx peletak dasar dan Lenin pelaksanaannya), atau komunisme dengan sifatnya yang merangkum semua pemikiran-pemikiran komunisme (sosialisme ilmiah).[8]
Implementasi Sosialisme dalam Pendidikan
1.         Pendidikan menempati tempat yang sangat penting dalam aliran filsafat ini. Kalau sosialisme berdiri atas dasar penguasaan Negara atas semua alat produksi untuk mewujudkan pertumbuhan, maka upaya demikian tidak sempurna secara mutlak, tanpa pendidikan.
2.         Aliran ini menyatakan, bahwa pengajaran adalah hak untuk semua rakyat. Aliran ini mengingkari dan menghilangkan perbedaan kelas dan menyamakan antara pria dan wanita dalam kesempatan mendapat pelajaran. Aliran ini tidak mengakui agama dan menghapus pengaruhnya dari kurikulum pengajaran.
3.         Pendidikan sosialisme mengutamakan pendidikan praktek, terapan, dan menyebarkan pengajaran polyteknik, dimana pelajar masuk pada berbagai cabang industry, teori dan praktek.

B.  Aliran-aliran Filsafat Pendidikan Islam
a.  Aliran Agamis – Konservatif  (Al-Muhafidz)
Aliran ini dalam bergumul dengan persoalan pendidikan cenderung bersikap murni keagamaan. Mereka memaknai ilmu dengan pengertian sempit, yakni hanya mencakup ilmu-ilmu yang dibutuhkan saat sekatang (hidup di dunia) yang jelas-jelas akan membawa manfaat kelak di Akhirat (al-Thusi dalam Adab al-Muta’allim)[9]
Penuntut ilmu berkeharusan mengawali belajarnya dengan Kitabullah Al-Qur’an. Ia berusaha menghafalkan dan mampu menafsirkannya.
Tokoh-tokohnya adalah Al-Ghazali, Nasiruddin al-Thusi, Ibnu Jama’ah, Sahnun, Ibnu Hajar al-Haitami dan al-Qabisi.
Menurut Al-Ghazali ilmu-ilmu cabang, ilmu-ilmu alat dan ilmu-ilmu pelengkap termasuk didalamnya filsafat dibagi menjadi empat bidang :
1.      Ilmu Ukur dan Ilmu Hitung
2.      Ilmu Mantik (Logika)
3.      Ilmu Ketuhanan (Teologi)
4.      Ilmu Kealaman

b. Aliran Religius – Rasional (Al-Diniy – Al-‘Aqlaniy)
Tidak jauh berbeda pemikiran kalangan Religius-Rasional dengan pemikiran kalangan “tradisional-tekstualis” (Naqliyyun) dalam hal relasi pendidikan dengan tujuan agamawi. Ikhwan al-Shafa ini berpendapat bahwa semua ilmu dan sastra yang tidak mengantarkan pemiliknya menuju concern terhadap akhirat, dan tidak memberikan makna sebagi bekal disana, maka ilmu demikian hanya akan menjadi boomerang bagi si pemilik tadi kelak di akhirat. Namun, kalangan Religius-Rasional tampak punya perbedaan sewaktu “menggumuli” persoalan pendidikan, dan tidak memberikan makna sebagai bekal di sana, maka ilmu demikian hanya akan menjadi bumerang bagi sipemilik tadi kelak di akhirat. Namun, kalangan Religius-Rasional tampak punya perbedaan sewaktu “menggumuli” persoalan pendidikan, karena cenderung bersifat rasional-filosofis. Kecenderungan ini merupakan entry-point bagi pemerhati yang ingin mengkaji strategi atau program pendidikanya. Kecenderungan rasional-filosofis itu secara eksp;isit terungkap dalam rumusan mereka tentang ilmu dan belajar yang jauh berbeda dengan rumusan kalangan tradisionalis-tekstualis.
     Diantara tokoh aliran Religius-Rasional yang dapat disebutkan adalah : Kelompok Ikhwan Al-Shafa, Al-Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu Maskawaih.[10]
Aliran Pragmatis – Instrumental (Al-Dzarai’iy)
     Ibnu Khaldun adalah tokoh satu-satunya dari aliran ini. Pemikirannya, meskipun tidak kurang komprehensifnya dibanding kalangan Rasionalis, dilihat dari sudut pandang tujuan pendidikan, lebih banyak bersifat pragmatis dan lebih berorientasi pada aplikatif-praktis. Dia mengklasifikasikan ilmu pengetahuan berdasar tujuan fungsionalnya, bukan berdasar substansialnya semata.[11] Dengan hal itu, ia membagi ragam ilmu yang perlu dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan menjadi dua bagian :
1.    Ilmu-ilmu yang bernilai intrinsic
2.    Ilmu-ilmu yang bersifat ekstrinsik-instrumental
     Ibnu khaldun berpendapat bahwa klasifikasi pragmatis keilmuan yang harus di pelajari oleh murid bukanlah satu-satunya pola klasifikasi ilmu, tetapi terdapat dua sumber utama ilmu yaitu yang bersifat alamiah dan bersifat sosiologis. Ibnu khaldun memperjelas pendapatnya tersebut dengan pernyataan bahwa daya pikir manusia merupakan “karya-cipta” khusus yang telah didesain Tuhan, sebagaimana terhadap ciptaan-ciptaan yang lain.


BAB III
PENUTUP

A.  KESIMPULAN

B.   SARAN



DAFTAR PUSTAKA

Zuhairini. 2009. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara
Ridla, Muhammad Jawwad. 2002. Teori Pendidikan Islam. Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya
Ramayulis, Haji. 2009. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : Kalam Mulia



[1] Filsafat Pendidikan Islam Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran Para Tokohnya, hal. 40
[2] ) Dra. Zuhairini,dkk fisafat pendidikan islam,Bumi Aksara.1994. hal 25
[3] ). Ibid.27
[4]). Ibid.hal 29
[5] ) ibid. hal 30
[6] Ramayulis, hal 15
[7] Ramayulis, hal.21
[8] Ramayulis, Hal 38
[9] Muhammad Jawwad Ridla, Teori Pendidikan Islam, hal 74
[10] Muhammad, hal. 74
[11] Muhammad, hal. 104

No comments:

Post a Comment