DIALEKTIKA
MONEY POLITIK PILKADES (DISANAH, SRESEH,
SAMPANG)
Oleh:
Moh. Kamilus Zaman
Calon
Kepala Desa yang membagi-bagikan uang kepada masyarakat dalam berkampanye, bisa
dikenakan hukuman pasal pidana. Sebab hal tersebut termasuk dalam pelanggaran money
politics, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012. mengatur
larangan melakukan politik uang terutama pada pasal 86 ayat (1) huruf J.
Berbunyi: pelaksana, peserta, dan petugas kampanye pemilu dilarang menjanjikan
atau memberikan uang atau materi lainnya, kepada peserta kampanye pemilu.
Larangan
tersebut diikuti dengan ancaman pidana pada pasal 301 Undang-Undang Nomor 8
tahun 2012, yang menyatakan setiap pelaksana kampanye pemilu yang dengan
sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan
kepada peserta kampanye pemilu, secara langsung maupun tidak langsung.
Sebagaimana dimaksud dalam pasal 89, dipidana
penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp 24 juta.
praktek
Politik Uang yang di jalankan/di lakukan oleh para calon yang akan di pilih,
namun amatlah sukar untuk membuktikannya. bahwa Money Politik itu ibarat
kentut. Yang tercium hanya baunya, namun untuk membuktikan siapa yang kentut
sangatlah sukar. Karena bagaimanapun penerima uang dari calon yang akan di pilih
tidak akan berani untuk buka mulut, di sebabkan ada nya Undang undang yang
mengatur, sipemberi dan sipenerima sama -sama melakukan korupsi dan diancam
dengan hukuman penjara.
Lajnah
Bahtsu Masail Majlis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama Kecamatan Jekulo, Kudus,
dalam sidang bahtsu bulanan menetapkan;”Haram hukumnya money politik”, dengan
alasan karena praktik tersebut melanggar UU Negara. Semoga putusan tersebut
bisa membawa dampak hukum yang baik bagi masyarakat, khususnya warga desa
Disanah, Sreseh Sampang, yang sebentar lagi melakoni hajatan pesta demokrasi,
Pilkades.
Pemberian Cendra Mata :
Memasuki masa kampanye Pilkades 2014-2015, banyak terlihat para Calon
memberikan berupa benda sebagai cendra mata kepada para pemilih. Cendra mata
yang di berikan itu mulai dari pemberian kitab yasin, sajadah, mukena,
kerudung/jilbab. Bahkan ada yang memberikan tas, baju kaos, topi dan alat alat
rumah tangga, serta banyak lain lainnya. Bahkan dalam pemberian cendra mata ini
di selipkan juga berupa uang, antara Rp 50.000,- sampai Rp 100.000,-
Memang jika di hitung perbuahnya harganya tidak lah seberapa paling
berkisar antara Rp 25.000,- sampai dengan Rp 50.000,-/buah. Akan tetapi jika di
kalkulasikan untuk Menjadi Kepala Desa paling tidak bisa mencapai ratusan juta
rupiah. Pertanyaannya apakah dalam pemberian cendra mata ini juga termasuk dalam
kategori Money Politik? karena bagaimanapun sewaktu pemberian cendramata ini
sudah barang tentu di barengi dengan ucapan dan janji janji.
jika ini masuk dalam kategori Money Politik, lantas kenapa pihak Panitia
pilkades, tokoh Masyarakat, Para saksi, atau orang yang Mengerti Hukum tidak
melaporkan kepada pihak yang berwajib?. Jika Panitia pilkades, tokoh
Masyarakat, para Saksi, atau orang yang Mengerti Hukum. mengatakan sulit untuk membuktikannya
itu tidak masuk akal karena sudah bukan rahasia Umum, para calaon sudah
terang-terang dan dengan jelas dalam kampanyenya membagi bagi cendra mata atau
uang kepada calon pemilihnya.
Sebenarnya banyak hal yang bisa membuktikan terjadinya Praktet Money
Politik dalam Pilkades yang akan datang, bukan harus melalui pengaduan orang
yang menerima uang dari si calon. Masyarakat juga bisa untuk memberikan laporan
kepada pihak berwajib bahwa telah terjadi Money Politik. Sesuai dengan apa yang
telah diatur oleh Undang Undang N0 : 31 Tahun 1999 dan perobahannya N0 : 20
Tahun 2001 BAB V Peran Serta Masyarakat Pasal 41 ayat (1) menerangkan
Masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana korupsi.
Kemudian ayat (2) menjelaskan Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diwujudkan dalam bentuk: a. hak mencari, memperoleh dan
memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi. b. hak
untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh dan memberikan informasi
adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi kepada penegak hukum yang
menangani perkara tindak pidana korupsi; c. hak menyampaikan saran dan pendapat
secara bertanggungjawab kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana
korupsi; d. hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya
yang diberikan kepada penegak hukum dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh)
hari; e. hak untuk memperoleh perlindungan hukum dalam hal: 1. melaksanakan
haknya sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c; 2. diminta hadir dalam
proses penyelidikan, penyidikan, dan disidang pengadilan sebagai saksi pelapor,
saksi, atau saksi ahli, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku; 3. masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai hak
dan tanggungjawab dalam upaya mencegah pemberantasan tindak pidana korupsi; 4.
hak dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat 93)
dilaksanakan dengan berpegang teguh pada asas-asas aau ketentuan yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dengan menaati norma agama
dan norma sosial lainnya; 5. ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan peran
serta masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini, diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Namun masyarakat enggan untuk menggunakan hak hak tersebut diatas, karena
di sebabkan hukum di negeri ini sering terbalik. Pelapor malah bisa menjadi
tersangka. Makanya masyarakat enggan untuk melaporkan adanya tindak pidana
Korupsi.
Introspeksi
Hanya karena uang mereka baru bisa untuk duduk menjadi Calon Kepala Desa,
artinya karena uang maka rakyat memilih nya, bukan di pilih karena mereka
memang punya potensi. Lantas apa yang bisa di lakukan oleh Calon yang terpilih
di karenakan uang nya yang banyak, sementara mereka tidak punya kemampuan untuk
menampung aspirasi rakyat .
Pendek kata bursa tawar menawar kepalapun, semakin kian ramai. Bagi calon
pemilih pun tidak lagi memandang calon yang akan di pilihnya, punya kualitas
dan wawasan atau tidak, yang penting jika “ Bengal Majer Berempah (berani Bayar
Berapa) “ mahal ini yang mereka pilih. Walaupun nantinya Calon yang di pilihnya
tidak memperjuangkan nasib nya mereka tidak perduli, yang penting di saat calon
kepala desa butuh suara dan berani bayar mahal, itu saja sudah cukup. Dan calon
Kepala desa setelah terpilih duduk sebagai Kepala desa mau korupsi mau tidak, itu
Sudah bukan Urasan rakyat..
Sikap apatis masyarakat seperti ini memang sangat bahaya bagi kehidupan
berbangsa dan bernegara. Tapi apa hendak di kata, datangnya sikap apatis yang
di perlihatkan oleh masyarakat adalah akibat dari tingkah laku yang di
pertotonkan oleh para calon. Jadi “ Jangan Salahkan Bunda Mengandung, Tapi
sudah suratan terlukis di garis tangan “.
Masyarakat telah muak dengan janji janji yang di tawarkan oleh para Calon
Kepala Desa sebelum mereka terpilih. Tapi begitu mereka terpilih, Janji janji
yang mereka sampaikan tak lebih dari pada “Jambu” (Janji Busuk). Yang tidak
pernah mereka tepati. Maka tidak salah jika Pradolin Ukur menulis dalam
sajaknya Di kesibukan Kampanye mengatakan “ Sepuluh Tahun kau Bicara, Namun Aku
Tak Punya Celana”.
Inilah yang di rasakan oleh Masyarakat Indonesia di era Reformasi
sekarang ini khusunya Desa Kami desa Disanah Sreseh Sampang,. Para Calon yang
tampil ,maaf jika kita katakan tidak punya kualitas dan wawasan. Yang penting
Banyak uang, maka tukang becak pun bisa jadi Calon. Bukan maksudnya mengecilkan
para tukang becak, buruh bangunan, padagang asongan, nelayan dan pengangguran,
tidak bisa menjadi Calon. Tapi yang terlihat yang berasal dari apa yang di
sebutkan diatas memang tidak punya wawasan dan kualitas. Beda jika mereka
memang punya wawasan dan kualitas silakan untuk maju menjadi Calon dan
memperjuangkan nasib kaum nya yang terpinggirkan.
Harapan Penulis
Bila jabatan dan pola
kepemimpinan desa hingga ke metropolitan, bahkan nasional sudah menjadi barang
dagangan, bagaimana jadinya upaya mencerdaskan kehidupan bangsa kini. Kata
orang bijak, memimpin dengan baik harus seperti menggerakkan benang atau tali.
Tali tidak akan bergerak maju hanya dengan upaya mendorong. Untuk bisa bergerak
maju dengan cepat dan benar tali harus ditarik. Begitulah memimpin dengan baik,
mampu menarik kaum miskin kota dan desa bergerak maju menjadi sejahtera,
cerdas, serta dapat hidup lebih aman, nyaman dan bahagia
Dalam Menjalankan roda pemerintahan kades terpilih akan mempertaruhkan
jabatannya, aturan jam kerja kadespun telah ditentukan oleh masing-masing
Pemkab, namun dalam praktik keseharian kades bisa bekerja 24 jam, mereka harus
siap melayani warganya baik itu mulai urusan kelurga sosial hingga
pemerintahan, bahkan jika nantinya terjadi ketimpangan atau kesalahan, rakyat
langsung mencaci makinya tak segan-segan rakyat secara beramai-ramai mendatangi
kantor desa mendemonya.
Ada satu lembaga desa yang setara kedudukannya dengan Kepala Desa yaitu
Badan Perwakilan Desa (DPD). dan DPD yang keberadaannya telah di atur oleh UU,
salah satu tugas DPD melakukan Fungsi
Pengawasan terhadap kinerja Kepala Desa. diharapkan
bagi yang berwenang dimonitor dengan sebenar-sebenarnya tentang pemilihan DPD.
Bagi Kepala Desa yang akan terpilih saya mengucapkan selamat bertugas
semoga dalam menjalankan tugasnya dengan amanah dan mengayomi warga masyarakat
tanpa melakukan praktik kolusi, Korupsi dan nipotisme (KKN)
No comments:
Post a Comment