Thursday, November 27, 2014

DIALEKTIKA MONEY POLITIK PILKADES (DISANAH, SRESEH, SAMPANG)



Description: Description: Description: Description: Description: D:\FOTO\FOTO FOTO\penting\09110259.jpgDIALEKTIKA MONEY POLITIK PILKADES  (DISANAH, SRESEH, SAMPANG)





Oleh: Moh. Kamilus Zaman
Calon Kepala Desa yang membagi-bagikan uang kepada masyarakat dalam berkampanye, bisa dikenakan hukuman pasal pidana. Sebab hal tersebut termasuk dalam pelanggaran money politics, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012. mengatur larangan melakukan politik uang terutama pada pasal 86 ayat (1) huruf J. Berbunyi: pelaksana, peserta, dan petugas kampanye pemilu dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya, kepada peserta kampanye pemilu.
Larangan tersebut diikuti dengan ancaman pidana pada pasal 301 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012, yang menyatakan setiap pelaksana kampanye pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye pemilu, secara langsung maupun tidak langsung. Sebagaimana dimaksud dalam pasal 89, dipidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp 24 juta.
praktek Politik Uang yang di jalankan/di lakukan oleh para calon yang akan di pilih, namun amatlah sukar untuk membuktikannya. bahwa Money Politik itu ibarat kentut. Yang tercium hanya baunya, namun untuk membuktikan siapa yang kentut sangatlah sukar. Karena bagaimanapun penerima uang dari calon yang akan di pilih tidak akan berani untuk buka mulut, di sebabkan ada nya Undang undang yang mengatur, sipemberi dan sipenerima sama -sama melakukan korupsi dan diancam dengan hukuman penjara.
Lajnah Bahtsu Masail Majlis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama Kecamatan Jekulo, Kudus, dalam sidang bahtsu bulanan menetapkan;”Haram hukumnya money politik”, dengan alasan karena praktik tersebut melanggar UU Negara. Semoga putusan tersebut bisa membawa dampak hukum yang baik bagi masyarakat, khususnya warga desa Disanah, Sreseh Sampang, yang sebentar lagi melakoni hajatan pesta demokrasi, Pilkades.
Pemberian Cendra Mata :
Memasuki masa kampanye Pilkades 2014-2015, banyak terlihat para Calon memberikan berupa benda sebagai cendra mata kepada para pemilih. Cendra mata yang di berikan itu mulai dari pemberian kitab yasin, sajadah, mukena, kerudung/jilbab. Bahkan ada yang memberikan tas, baju kaos, topi dan alat alat rumah tangga, serta banyak lain lainnya. Bahkan dalam pemberian cendra mata ini di selipkan juga berupa uang, antara Rp 50.000,- sampai Rp 100.000,-
Memang jika di hitung perbuahnya harganya tidak lah seberapa paling berkisar antara Rp 25.000,- sampai dengan Rp 50.000,-/buah. Akan tetapi jika di kalkulasikan untuk Menjadi Kepala Desa paling tidak bisa mencapai ratusan juta rupiah. Pertanyaannya apakah dalam pemberian cendra mata ini juga termasuk dalam kategori Money Politik? karena bagaimanapun sewaktu pemberian cendramata ini sudah barang tentu di barengi dengan ucapan dan janji janji.
jika ini masuk dalam kategori Money Politik, lantas kenapa pihak Panitia pilkades, tokoh Masyarakat, Para saksi, atau orang yang Mengerti Hukum tidak melaporkan kepada pihak yang berwajib?. Jika Panitia pilkades, tokoh Masyarakat, para Saksi, atau orang yang Mengerti Hukum. mengatakan sulit untuk membuktikannya itu tidak masuk akal karena sudah bukan rahasia Umum, para calaon sudah terang-terang dan dengan jelas dalam kampanyenya membagi bagi cendra mata atau uang kepada calon pemilihnya.
Sebenarnya banyak hal yang bisa membuktikan terjadinya Praktet Money Politik dalam Pilkades yang akan datang, bukan harus melalui pengaduan orang yang menerima uang dari si calon. Masyarakat juga bisa untuk memberikan laporan kepada pihak berwajib bahwa telah terjadi Money Politik. Sesuai dengan apa yang telah diatur oleh Undang Undang N0 : 31 Tahun 1999 dan perobahannya N0 : 20 Tahun 2001 BAB V Peran Serta Masyarakat Pasal 41 ayat (1) menerangkan Masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Kemudian ayat (2) menjelaskan Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diwujudkan dalam bentuk: a. hak mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi. b. hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi; c. hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggungjawab kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi; d. hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya yang diberikan kepada penegak hukum dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari; e. hak untuk memperoleh perlindungan hukum dalam hal: 1. melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c; 2. diminta hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan disidang pengadilan sebagai saksi pelapor, saksi, atau saksi ahli, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 3. masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai hak dan tanggungjawab dalam upaya mencegah pemberantasan tindak pidana korupsi; 4. hak dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat 93) dilaksanakan dengan berpegang teguh pada asas-asas aau ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dengan menaati norma agama dan norma sosial lainnya; 5. ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Namun masyarakat enggan untuk menggunakan hak hak tersebut diatas, karena di sebabkan hukum di negeri ini sering terbalik. Pelapor malah bisa menjadi tersangka. Makanya masyarakat enggan untuk melaporkan adanya tindak pidana Korupsi.
Introspeksi
Hanya karena uang mereka baru bisa untuk duduk menjadi Calon Kepala Desa, artinya karena uang maka rakyat memilih nya, bukan di pilih karena mereka memang punya potensi. Lantas apa yang bisa di lakukan oleh Calon yang terpilih di karenakan uang nya yang banyak, sementara mereka tidak punya kemampuan untuk menampung aspirasi rakyat .
Pendek kata bursa tawar menawar kepalapun, semakin kian ramai. Bagi calon pemilih pun tidak lagi memandang calon yang akan di pilihnya, punya kualitas dan wawasan atau tidak, yang penting jika “ Bengal Majer Berempah (berani Bayar Berapa) “ mahal ini yang mereka pilih. Walaupun nantinya Calon yang di pilihnya tidak memperjuangkan nasib nya mereka tidak perduli, yang penting di saat calon kepala desa butuh suara dan berani bayar mahal, itu saja sudah cukup. Dan calon Kepala desa setelah terpilih duduk sebagai Kepala desa mau korupsi mau tidak, itu Sudah bukan Urasan rakyat..
Sikap apatis masyarakat seperti ini memang sangat bahaya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Tapi apa hendak di kata, datangnya sikap apatis yang di perlihatkan oleh masyarakat adalah akibat dari tingkah laku yang di pertotonkan oleh para calon. Jadi “ Jangan Salahkan Bunda Mengandung, Tapi sudah suratan terlukis di garis tangan “.
Masyarakat telah muak dengan janji janji yang di tawarkan oleh para Calon Kepala Desa sebelum mereka terpilih. Tapi begitu mereka terpilih, Janji janji yang mereka sampaikan tak lebih dari pada “Jambu” (Janji Busuk). Yang tidak pernah mereka tepati. Maka tidak salah jika Pradolin Ukur menulis dalam sajaknya Di kesibukan Kampanye mengatakan “ Sepuluh Tahun kau Bicara, Namun Aku Tak Punya Celana”.
Inilah yang di rasakan oleh Masyarakat Indonesia di era Reformasi sekarang ini khusunya Desa Kami desa Disanah Sreseh Sampang,. Para Calon yang tampil ,maaf jika kita katakan tidak punya kualitas dan wawasan. Yang penting Banyak uang, maka tukang becak pun bisa jadi Calon. Bukan maksudnya mengecilkan para tukang becak, buruh bangunan, padagang asongan, nelayan dan pengangguran, tidak bisa menjadi Calon. Tapi yang terlihat yang berasal dari apa yang di sebutkan diatas memang tidak punya wawasan dan kualitas. Beda jika mereka memang punya wawasan dan kualitas silakan untuk maju menjadi Calon dan memperjuangkan nasib kaum nya yang terpinggirkan.
Harapan Penulis
Bila jabatan dan pola kepemimpinan desa hingga ke metropolitan, bahkan nasional sudah menjadi barang dagangan, bagaimana jadinya upaya mencerdaskan kehidupan bangsa kini. Kata orang bijak, memimpin dengan baik harus seperti menggerakkan benang atau tali. Tali tidak akan bergerak maju hanya dengan upaya mendorong. Untuk bisa bergerak maju dengan cepat dan benar tali harus ditarik. Begitulah memimpin dengan baik, mampu menarik kaum miskin kota dan desa bergerak maju menjadi sejahtera, cerdas, serta dapat hidup lebih aman, nyaman dan bahagia
Dalam Menjalankan roda pemerintahan kades terpilih akan mempertaruhkan jabatannya, aturan jam kerja kadespun telah ditentukan oleh masing-masing Pemkab, namun dalam praktik keseharian kades bisa bekerja 24 jam, mereka harus siap melayani warganya baik itu mulai urusan kelurga sosial hingga pemerintahan, bahkan jika nantinya terjadi ketimpangan atau kesalahan, rakyat langsung mencaci makinya tak segan-segan rakyat secara beramai-ramai mendatangi kantor desa mendemonya.
Ada satu lembaga desa yang setara kedudukannya dengan Kepala Desa yaitu Badan Perwakilan Desa (DPD). dan DPD yang keberadaannya telah di atur oleh UU, salah satu tugas DPD melakukan Fungsi Pengawasan terhadap kinerja Kepala Desa. diharapkan bagi yang berwenang dimonitor dengan sebenar-sebenarnya tentang pemilihan  DPD.
Bagi Kepala Desa yang akan terpilih saya mengucapkan selamat bertugas semoga dalam menjalankan tugasnya dengan amanah dan mengayomi warga masyarakat tanpa melakukan praktik kolusi, Korupsi dan nipotisme (KKN)

No comments:

Post a Comment