Saturday, November 8, 2014

makalah terapan PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP HASIL BELAJAR AQIDAH AKHLAK



PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP HASIL BELAJAR AQIDAH AKHLAK SISWA SMPN 1 MALANG

A.      Identifikasi masalah/ merasakan ada masalah
Selama ini banyak pendapat yang menyatakan bahwa untuk meraih prestasi belajar yang tinggi diperlukan Kecerdasan Intelektual (IQ) yang tinggi juga. Namun, menurut hasil penelitian terbaru dalam bidang psikologi membuktikan bahwa IQ bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi prestasi belajar seseorang. Terdapat banyak faktor lain yang mempengaruhi, salah satunya adalah kecerdasan emosional.
Menurut Cooper dan Sawaf ; “Emosi adalah sumber energi, pengaruh dan informasi yang bersifat batiniah. Emosi yang baik atau buruk sudah ada sejak lahir, sehingga sangat penting dalam eksistensi kepribadian untuk mendukung kemapuan bertindak cerdas”. (Abdullah Jalaluddin, 1997: 31)
Para ahli psikologi meyakini bahwa terdapat hubungan erat antara kemampuan pengendalian emosi dengan kesuksesan dalam kehidupan bersosialisasi karena hal itu membutuhkan akhlak yang baik pula. Menurut Mc Celland bahwa “Keinginan untuk berprestasi adalah suatu motif untuk mencapai suatu standar kualitas. Sesorang yang digerakkan oleh motif akan berusaha melakukan usahanya atau pekerjaannya sebaik mungkin”. Oleh karena itu emosi merupakan suatu sistem sebagai pemandu akhlak internal dalam melayani kebutuhan dasar manusia. Emosi dapat mempermudah dan mempersulit pengambilan keputusan, demikian pula sebaliknya.

B.     Explorasi Dan Analisis Masalah
Hasil beberapa penelitian di University of Vermont mengenai analisis struktur neurologis otak manusia dan penelitian perilaku oleh LeDoux (1970), menunjukkan bahwa dalam peristiwa penting kehidupan seseorang, EQ selalu mendahului intelegensi rasional. EQ yang baik dapat menentukan keberhasilan individu dalam prestasi kerja membangun kesuksesan karier, mengembangkan hubungan suami-istri yang harmonis dan dapat mengurangi agresivitas (Goleman, 2002).
Pengendalian rasa marah, sedih, gembira, takut, membantu seseorang untuk berhasil dalam mengendalikan akhlaknya. Mencetuskan kecerdasan emosi serta memperluasnya menjadi lima wilayah utama kecerdasan emosi, yaitu mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan. Dalam kehidupan berlingkungan pada masa-masa pubertas.
Tidak setiap individu dapat mewujudkan kecerdasan  emosi dalam perilakunya, karena tidak sedikit individu yang mempunyai kecerdasan intelektual tinggi namun mempunyai kecerdasan emosi yang rendah. Oleh karena itu untuk mengoptimalkan kecerdasan emosi individu pada akhlaknya maka sangatlah diperlukan melalui latihan dan bimbingan apalagi pada saat mereka masuk pada masa-masa pubertas setingkat saat mereka masuk di jenjang SMP  baik dalam lingkungan keluarga maupun dalam lingkungan sekolah hingga mereka merasa terbiasa.
Dari uraian di atas kita dapat mengetahui bahwa sangatlah penting kaitannya antara kecerdasan emosional pada seorang pelajar atau siswa dalam meraih prestasi belajarnya dan menjaga akhlaknya. Apalagi bila sudah dikatakan di atas tadi oleh LeDoux bahwa EQ selalu mendahului inteligensi rasional, Bahkan Golemen (1999) menyatakan bahwa setinggi-tingginya IQ hanya menyumbang kira-kira 20% bagi faktor-faktor yang menentukan sukses dalam hidup, sementara 80% diisi oleh kekuatan-kekuatan lain, termasuk EQ. Namun masalahnya adalah, tidak semua orang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi. Selain itu juga (Hurlock, 1992) mengatakan bahwa Masa pubertas berada tumpang tindih antara masa anak dan masa remaja, sehingga kesulitan pada masa tersebut dapat menyebabkan remaja mengalami kesulitan menghadapi fase-fase perkembangan selanjutnya. Pada fase itu remaja mengalami perubahan dalam sistem kerja hormon dalam tubuhnya dan hal ini memberi dampak baik pada bentuk fisik (terutama organ-organ seksual) dan psikis terutama emosi. Sehingga hal ini (kurangnya kesadaran siswa terhadap lingkungan sekitar dan kesulitan pada saat masa pubertas) dapat menghambat suksesnya sebuah pembelajaran aqidah akhlak bila tidak segera ditangani oleh pendidik.

C.     Penyajian masalah
Setelah kita dapat mengetahui bahwa tidak semua orang memiliki kemampuan yang tinggi dalam kecerdasan emosialnya, dan apa lagi bila kecerdasan emosional memeiliki peran yang relatif besar pada aqidak akhlak siswa, maka sebagai seorang pendidik kita dituntut untuk dapat mengembangkan dan memotivasi kecerdasan emosional siswa agar mereka dapat memperoleh prestasi belajar yang baik dan dapat menjaga akhlaknya pada lingkungan yang mereka hadapi.
Agar fungsi pendidik sebagai motivator, inspirator dan fasilitator dapat dilakonkan dengan baik, maka pendidik perlu memahami faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar subjek didik. Faktor-faktor itu lazim dikelompokkan atas dua bahagian, masing-masing faktor fisiologis dan faktor psikologis (Depdikbud, 1985 :11).

D.      Pemecahan Masalah
Menurut Goleman (2002 : 512), kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.
Beberapa penelitian yang sudah dilakukan guna menguji dan membuktikan kebenaran mengenai kecerdasan emosional telah dilakukan dalam salah satu penelitian yaitu; Sebuah laporan dari National Center for Clinical Infant Programs (1992) menyatakan bahwa keberhasilan di sekolah bukan diramalkan oleh kumpulan fakta seorang siswa atau kemampuan dininya untuk membaca, melainkan oleh ukuran-ukuran emosional dan sosial: yakni pada diri sendiri dan mempunyai minat; tahu  pola perilaku yang diharapkan orang lain dan bagaimana mengendalikan dorongan hati untuk berbuat nakal; mampu menunggu, mengikuti petunjuk dan mengacu pada guru untuk mencari bantuan; serta mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan saat bergaul dengan siswa lain. Hampir semua siswa yang prestasi sekolahnya buruk, menurut laporan tersebut, tidak memiliki satu atau lebih unsur-unsur kecerdasan emosional ini (tanpa memperdulikan apakah mereka juga mempunyai kesulitan-kesulitan kognitif seperti kertidakmampuan belajar). (Goleman, 2002:273).
Sangat  tertariknya  banyak  orang  kepada  konsep  kecerdasan  emosional memang  dimulai  dari  perannya  dalam  membesarkan  dan  mendidik  anak-anak, tetapi selanjutnya orang menyadari pentingnya konsep  ini baik di  lapangan kerja maupun  dihampir  semua  tempat  lain  yang  mengharuskan  manusia  saling berhubungan. (Lawrence  E.  Shapiro, 1998: 6) Contohnya adalah pada saat seorang anak menempuh jenjang pendidikan, di sana mereka berusaha mempelajari tentang konsep kecerdasan emosional secara tidak langsung. Tidak langsung di sini maksudnya adalah seorang siswa selalu belajar untuk memahami diri sendiri, orang lain dan lingkungan sekitar mereka serta menerapkan akhlaknya walaupun mereka masi terbilang masa-masa pubertas. Nah, di sini tidak semua murid memiliki kecenderungan untuk mencoba memahaminya, maka peran guru di dalam pembelajaran aqidah akhlak merupakan sebuah peran yang signifikan guna menggiring siswa agar sadar dan mampu mengembangkan kecerdasan emosional siswa.
Guru  yang  berperan  signifikan  dalam  pendidikan  sudah seharusnya  memiliki komitmen  yang  dapat menumbuhkan  kinerja,  keyakinan  dan  seperangkat  nilai-nilai aqidah akhlak yang dapat menarik  siswa-siswa untuk memiliki dedikasi yang  tinggi guna pencapaian  tujuan  sekolah.  Dengan  demikian  mereka  secara  bersama-sama memiliki dan memegang teguh prinsip-prinsip yang telah ditetapkan dan berjuang untuk mewujudkannya  dalam  tindakan  nyata. Mereka  juga memiliki  komitmen bersama guna mencapai tujuan-tujuan sekolah yang telah ditentukan sebelumnya.

E.     Refleksi terhadap pemecahan masalah
Salah satu faktor dalam keberhasilan belajar aqidah akhlak adalah perkembangan energi yang sehat, untuk itulah guru sangat berperan guna membimbing anak atau peserta didik dalam mengolah emosinya sesuai dengan situasi yang dihadapi. Dari situlah suatu kondisi di mana siswa tetap merasa gembira diusianya dan mampu untuk mengembangkan emosinya secara normal. Dalam kehidupan anak, emosi memiliki sejumlah peranan, antara lain:
1.    Emosi menambah kesenangan terhadap pengalaman sehari-hari, baik pengalaman yang menyenangkan maupun pengalaman yang tidak menyenangkan. Kesenangan terhadap pengalaman tersebut dirasakan dalam bentuk “after effect ” (efek yang dirasakan anak sesudah pengalaman itu terjadi).
2.    Emosi berperan sebagai bentuk komunikasi akhlak pada lingkungan, dengan ekspresi dan reaksi-reaksi tubuh lainnya. Seseorang menyampaikan perasaannya kepada orang lain.
3.    Emosi merupakan sumber penilaian sosial dan penilaian akhlak diri. Seseorang dinilai berdasarkan emosi yang bekerja secara dominan dalam dirinya dan juga berdasarkan caranya mengungkapkan emosinya.
4.    Emosi mempengaruhi interaksi seseorang. (T. Sutjihati Somantri, 2006: 54)

Dan masih banyak lagi peranan emosi pada aqidah akhlak siswa, dan dengan itu kita bisa mengetahui begitu pentingnya mendampingi siswa dalam setiap tingkah lakunya, dengan harapan nantinya anak bisa terlatih untuk mengembangkan emosinya sendiri. Karena banyak ditemui kurangnya pemahaman untuk mengembangkan kecerdasan emosi anak pada masa pubertas. Untuk itu memberi perhatian pada tahap-tahap emosi anak, sangat diperlukan karena orang yang memiliki kecerdasan emosi tinggi akan merasa nyaman dengan sendirinya, orang lain, dan dunia lingkungan pergaulannya. Ia selalu berfikir positif, simpatik dan menyenangkan, penuh semangat dan tanggung jawab selalu ceria mudah bergaul dengan orang baru. (Iman Musbikin, 2004, 279-280)
Keterangan di atas menggambarkan begitu urgensinya membimbing kecerdasan emosi anak masa pubertas dengan tidak mengindahkan dunia kesenangan anak-anak yang diimplementasikan lewat Pembelajaran. Maka lembaga pendidikan, diperlukan adanya suatu Model Pembelajaran aqidah akhlak yang bisa meningkatkan kecerdasan emosi pada anak. Karena kedua faktor tersebut yaitu bermain dalam proses sosialisasi aqidah akhlak diduga bisa mengembangkan kecerdasan emosi anak dan keduanya saling berhubungan satu sama lain.
Hal tersebut bisa kita lihat proses bermain merupakan wahana untuk bisa bersosialisasi dengan orang lain karena dalam melakukan kegiatan bermain anak akan mampu mengembangkan, menyalurkan keinginannya tanpa beban. Di saat bermain inilah emosi anak juga ikut andil didalam pengembangan akhlaknya. Karena emosi anak akan tampak terlihat ketika dia bersosialisasi dengan teman sebayanya. Untuk menjadikan Pembelajaran itu menyenangkan dan mampu memotivasi anak untuk bisa mengendalikan emosinya.
Jika siswa atau anak didik mampu mengendalikan emosinya, maka kemungkinan yang sangat besar keberhasilan belajar mereka akan mereka raih dalam aqidah akhlak yang nantinya dapat ditindak lantjuti. Dan selain sisi itu, mereka juga mampu bersosialisasi dengan sangat baik terhadap teman sebaya, teman di bawah umur ataupun orang-orang yang lebih tua dari mereka.












DAFTAR PUSTAKA



Goleman, Daniel (2002). Emitional Intelligence  (terjemahan). Jakata : PT Gramedia Pustaka Utama.
Musbikin, Iman. 2004. Anak-anak Didikan Teletubbies. Yogyakarta: Mitra Pustaka
Jalaluddin, Abdullah. 1997. Filsafat Pendidikan, Jakarta: Gaya Media Pratama.
Lawrence  E.  Shapiro. 1998. Mengajarkan  Emotional  Intellegence  pada  Anak. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Somantri , T. Sutjihati. 2006 . Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika Aditama.
Sudarsono, dkk. Dekdikbud. 1985. PendidikanMoral dan Ilmu Jiwa Jawa. Yayasan. Ilmu pengetahuan dan kebudayaan panunggalan

No comments:

Post a Comment