Saturday, July 20, 2019

Filsafat esensialime dalam pendidikan


BAB I
PENDAHULUAN

Ajaran filsafat adalah hasil pemikiran seseorang atau beberapa ahli filsafat tentang sesuatu secara fundamental. Dalam memecahkan suatu masalah terdapat pebedaan di dalam penggunaan cara pendekatan, hal ini melahirkan kesimpulan-kesimpulan yang berbeda pula, walaupun masalah yang dihadapi sama. Perbedaan ini dapat disebabkan pula oleh faktor-faktor lain seperti latar belakang pribadi para ahli tersebut, pengaruh zaman, dan kondisi alam pikiran manusia di suatu tempat. Ajaran filsafat yang berbada-beda tersebut, oleh para peneliti disusun dalam suatu sistematika dengan kategori tertentu, sehingga menghasilkan klasifikasi. Dari sinilah kemudian lahir apa yang disebut aliran suatu filsafat. Tetapi karena cara dan dasar yang dijadikan kriteria dalam menetapkan klasifikasi tersebut berbeda-beda, maka klasifikasi tersebut berbeda-beda pula.
Di Amerika Serikat misalnya,  telah berkembang mazhab-mazhab pemikiran pendidikan,  yang dapat di petakan dalam dua kelompok yaitu : kelompok tradisional dan kelompok kontemporer, untuk tradisional adalah : perenialism dan essentialism, sedangkan yang termasuk dalam kelompok kontemporer adalah: progressivism, reconstructionism dan existentialism.[1] Idealisme dan realisme adalah aliran filsafat yang membentuk corak esensialisme. Dua aliran ini bertemu sebagai pendukung esensialisme, dengan demikian Renaissance adalah pangkal sejarah timbulnya konsep-konsep pikir yang disebut esensialisme, karena itu timbul pada zaman itu. Esensialisme pertama-tama muncul dan merupakan reaksi terhadap simbolisme mutlak dan dogmatis abad pertengahan. Maka, disusunlah konsep yang sistematis dan menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta, yang memenuhi tuntutan zaman.

Makalah ini hanya membahas  tentang aliran essensialisme dengan  rumusan masalahnya sebagai berikut :
1.      Apakah hakikat aliran filsafat esensialisme ?
2.      Bagaimanakah pandangan tokoh-tokoh esensialime dalam pendidikan?
3.      Bagaimanakah pandangan aliran filsafat esensialisme terhadap kurikulum ?
4.      Bagaimanakah implikasi aliran filsafat esensialisme dalam pendidikan Islam?
5.      Apakah tujuan aliran filsafat esensialisme?

















BAB II
PEMBAHASAN


A.    Hakekat Filsafat  Aliran Esensialisme
Filsafat adalah Ilmu pengetahuan yang mempersoalkan hakikat dari segala yang ada. Kata filsafat atau dalam bahasa arab falsafat berasal dari bahasa Yunani philosophia  yang secara harfiah berarti cinta kepada pengetahuan atau cinta kepada kebijaksanaan disebut philosophos atau dalam bahasa arab failosuf (filsuf). Pecinta pengetahuan sebagai usaha dan tujuan hidupnya, atau orang yang mengabdikan hidupnya kepada pengetahuan sebagai usaha dan tujuan hidupnya, atau orang yang mengabdikan hidupnya kepada pengetahuan.[2] Dalam pertumbuhannya aliran-aliran filsafat berkembang sesuai pandangan yang berbeda-beda salah satunya adalah aliran Esensialisme.
Esensialisme bersumber dari filsafat idealisme dan realisme. Sumbangan yang diberikan keduanya bersifat eklektik. Artinya, dua aliran tersebut bertemu sebagai pendukung Esensialisme yang berpendapat bahwa pendidikan harus bersendikan nilai-nilai yang dapat mendatangkan kestabilan. Dengan kata lain,  nilai-nilai itu menjadi sebuah tatanan yang menjadi pedoman hidup, sehingga dapat mencapai kebahagiaan. Nilai-nilai yang dapat memenuhi adalah yang berasal dari kebudayaan dan filsafat yang korelatif selama empat abad yang lalu, yaitu zaman Renaisans. Esensialisme muncul pada zaman Renaissans, dengan ciri-ciri utamanya yang berbeda dengan progresivisme. Perbedaan ini terutama dalam memberikan dasar berpijak mengenai pendidikan yang penuh fleksibelitas. Bagi essensalisme, pendidikan yang berpijak pada dasar pandangan itu mudah goyah dan kurang terarah. Karena itu essensalisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama, sehingga memberikan kestabilan dan arah yang jelas.[3]. Dengan demikian Renaissance adalah pangkal sejarah timbulnya konsep-konsep pikir yang disebut esensialisme, karena itu timbul pada zaman itu.  Esensialisme adalah konsep meletakkan sebagian ciri alam pikir modern. Esensialisme pertama-tama muncul dan merupakan reaksi terhadap simbolisme mutlak dan dogmatis abad pertengahan. Maka, disusunlah konsep yang sistematis dan menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta, yang memenuhi tuntutan zaman. Realisme yang menjadi salah satu eksponen essensialisme, titik berat tinjauannya adalah mengenai alam dan dunia fisik, sedangkan idealisme  sebagai eksponen yang lain, pandangan-pandangannya bersifat spiritual. John Butler mengutarakan ciri dari keduanya yaitu, alam adalah yang pertama-tama memiliki kenyataan pada diri sendiri, dan dijadikan pangkal berfilsafat. Kualitas-kualitas dari pengalaman terletak pada dunia fisik. Dan disana terdapat sesuatu yang menghasilkan penginderaan dan persepsi-persepsi yang tidak semata-mata bersifat mental. Dengan demikian disini jiwa dapat diumpamakan sebagai cermin yang menerima gambaran-gambaran yang berasal dari dunia fisik, maka anggapan mengenai adanya kenyataan itu tidak dapat hanya sebagai hasil tinjauan yang menyebelah, berarti bukan hanya dari subyek atau obyek semata-mata, melainkan pertemuan keduanya. Idealisme  mempunyai pandangan bahwa realita adalah sama dengan substansi gagasan-gagasan (ide-ide). Dibalik dunia fenomenal ini ada jiwa yang tidak terbatas yaitu Tuhan, yang merupakan pencipta adanya kosmos. Manusia sebagai makhluk yang berpikir berada dalam lingkungan kekuasaan Tuhan. Menurut pandangan ini bahwa idealisme merupakan suatu ide-ide atau gagasan-gagasan manusia sebagai makhluk yang berpikir, dan semua ide yang dihasilkan diuji dengan sumber yang ada pada Tuhan yang menciptakan segala sesuatu yang ada di bumi dan di langit, serta segala isinya. Dengan menguji dan menyelidiki semua ide serta gagasannya maka manusia akan mencapai suatu kebenaran yang berdasarkan kepada sumber yang ada pada Allah SWT.

B.     Pandangan Tokoh-Tokoh Aliran Esensialisme Terhadap  Pendidikan 
Imam Barnadib menyebutkan beberapa tokoh utama yang berperan dalam penyebaran aliran esensialisme, yaitu :
  • Desiderius Erasmus, Humanis belanda yang hidup pada akhir abad 15 dan permulaan abad 16, yang merupakan tokoh pertama yang menolak pandangan hidup yang berpijak pada dunia lain. Erasmus berusaha agar kurikulum sekolah bersifat humanistis dan bersifat internasional, sehingga mencakup lapisan menengah dan kaum aristocrat.
  • Johann Amos Comenius yang hidup diseputar tahun 1592-1670, adalah seorang yang memiliki pandangan realis dan dogmatis. Comenius berpendapat bahwa pendidikan mempunyai peranan membentuk anak sesuai dengan kehendak tuhan, karena dunia adalah dinamis dan bertujuan.
  • John Locke, tokoh dari Inggris yang hidup pada tahun 1632-1704 sebagai pemikir dunia berpendapat bahwa pendidikan hendaknya selalu dekat dengan situasi dan kondisi. John locke mempunyai sekolah kerja untuk anak-anak miskin.
  • Johann Friederich Frobel, (1782-1852) sebagai tokoh yang berpandangan kosmis-sintesis dengan keyakinannya bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang merupakan bagian dari alam ini, sehingga manusia tunduk dan mengikuti ketentuan-ketentuan hukum alam. Terhadap pendidikan. Frobel Memandang anak sebagai makhluk yang berekspresi kreatif, yang dalam tingkah lakunya akan nampak adanya kualitas metafisis. Karenanya tugas pendidikan adalah memimpin anak didik kearah kesadaran diri sendiri yang murni, selaras dengan fitrah kejadiannya.
·         Johann friederich Herbert, Yang hidup pada tahun 1776-1841, sebagai salah seorang murid Immanuel kant yang berpandangan kritis, Herbert berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan kebajikan dari yang mutlak dalam arti penyesesuaian dengan hukum-hukum kesusilaan dan inilah yang disebut proses pencapaian tujuan pendidikan oleh Herbert sebagai ‘pengajaran yang mendidik’.
·         William T. harris, Tokoh dari Amerika Serikat hidup pada tahun 1835-1909. Harris yang pandangannya di pengaruhui oleh hegel berusaha menerapkan idealisme obyektif pada pendidikan umum. Tugas pendidikan baginya adalah mengizinkan terbukanya realita berdasarkan susunan yang pasti, berdasarkan kesatuan spiritual. Kedudukan sekolah adalah sebagai lembaga yang memelihara nilai-nilai yang telah turun temurun dan menjadi penuntun penyesuaian diri kepada masyarakat.[4]

C.    Pandangan Filsafat esensialisme tentang Pendidikan
Kalangan esensialis menganggap bahwa sekolah seharusnya tidak terlalu berpusat pada keinginan-keinginan para peserta didik, tetapi yang diperlukan peserta didik adalah pemerolehan pengetahuan tentang dunia ini melalui penguasaan materi ajar yang esensial dan dasariah.[5]  Kurikulum kaum esensialis menekankan pengajaran fakta-fakta, dimana materi-materinya merupakan dasar yang esensial bagi ‘general education’ yang diperlukan dalam hidup. Kurikulum juga berpusat pada mata pelajaran (subject matter centered).[6] Menurut pandangan kaum esensialis, belajar adalah sebuah usaha keras yang menuntut kedisiplinan, dan guru adalah fokus (titik) otoritas ruang kelas.[7] Sedangkan anak didik perlu mendisiplinkan diri untuk memusatkan perhatian pada tugas yang ada di depan mata, dan di sisi lain, guru adalah orang yang mengetahui apa yang dibutuhkan peserta didiknya untuk diketahui, dan sudah sedemikian kenal dengan tataran logis materi ajar dan cara penyampaiannya. Guru merupakan model contoh yang sangat baik untuk ditiru dan digugu.[8] Metode yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran menurut aliran ini adalah metode pemecahan masalah (problem solving).[9]

D.    Implikasi Filsafat Pendidikan Terhadap Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam

Jika mengambil titik pandang dari aliran esensialisme, maka tujuan pembelajaran PAI diarahkan pada upaya mempersiapkan anak didik untuk hidup atau menjalani kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Anak didik harus memiliki rasa solidaritas sosial dan ikut berperan serta mewujudkan kesejahteraan umum. Pewarisan nilai- nilai luhur ajaran Islam oleh sosok guru juga menjadi titik tekan tujuan pembelajaran. Dari tujuan pembelajaran di atas, aspek sosial tetap menjadi titik tekan. Tentu saja, tercapainya kompetensi sosial, yakni kecakapan komunikasi dengan empati, sikap penuh pengertian dan seni komunikasi dua arah serta kecakapan bekerja sama dalam masyarakat, menjadi harapan. Oleh karena itu, prinsip belajar learning to live together harus mampu diterapkan secara baik dalam proses pembelajaran PAI. Adapun tentang materi/isi, maka kurikulum PAI hendaknya berisi ha-lhal yang bersifat mendasar yang ingin ditanamkan ke dalam diri peserta didik. terutama nilai-nilai penting (esensial) yang ingin ditanamkan kepada peserta didik selain nilai-nilai keimanan (doktrin-doktrin agama dalam kitab suci), adalah nilai kemanusiaan, dan nilai- nilai sosial. Nilai-nilai mendasar ini, tentunya akan berguna bagi peserta didik agar kelak dapat menjalankan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi. Penanaman nilai, tentunya membutuhkan proses yang tidak singkat atau tidak instan. Salah satu cara efektifnya adalah dengan memberi contoh atau keteladanan dari sosok seorang guru PAI bagi anak didiknya. Maka, metode yang dapat digunakan adalah pemberian contoh, keteladanan, pembiasaan, dan pendekatan persuasif atau mengajak siswa dengan cara yang halus dengan memberikan argumentasi dan prospek baik yang biasa meyakinkan anak didik. Tapi bukan berarti harus meninggalkan metode ceramah. Maka di sini tampak bahwa sosok guru merupakan fokus (titik) otoritas ruang kelas. Selain harus mampu meracik strategi pembelajaran yang tepat dan menarik, Guru juga harus punya kapasitas keteladanan yang lebih dibanding guru mata pelajaran lain, dan membekali dirinya dengan kemampuan intelektual yang tinggi. Dalam praktik skenario pembelajaran PAI, inisiatif-inisiatif guru berperan besar. Dalam segi evaluasi pembelajaran PAI, ditekankan pada evaluasi acuan etik. Acuan ini dipilih karena berkenaan dengan upaya mengukur internalisasi dari nilai- nilai keimanan dan kemanusiaan pada siswa dan sejauh mana implementasi dari nilai-nilai keimanan itu dalam ranah sosial. Asumsi acuan ini berusaha untuk mengembangkan fitrah (aktualisasi) yang melekat pada diri peserta didik. Evaluasi acuan etik ini dalam pandangan penulis, relevan dengan tujuan pembelajaran, yakni menjadikan peserta didik sebagai manusia “baik”, bermoral, beriman dan bertaqwa.

E.     Tujuan Aliran Filsafat Esensialisme.
Tujuan Umum aliran esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia di dunia dan akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahua, kesenian, dan segala hal yang mampu menggerakkan kehendak manusia. Kurikulum sekolah bagi esensialisme merupakan semacam miniature dunia yang biasa dijadikan sebagai ukuran kenyataan, kebenaran dan kegunaan. Maka dalam sejarah perkembangannya, kurikulum esensialisme menerapkan berbagai pola idealisme menerapkan berbagai pola kurikulum, seperti pola idealism, realism dan sebagainya.[10] Sehingga peranan sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan bisa berfungsi sesuai dengan prinsip-prinsip dan kenyataan sosial yang ada dimasyarakat.[11]



BAB III
                                                          PENUTUP
                                                                   

Dari pembahasan makalah tersebut maka penulis dapat mennyimpulkan :

1.      Esensialisme adalah pendidikan yang di dasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia.
2.      Pandangan tokoh esensialisme terhadap pendidikan
·         Agar kurikulum sekolah bersifathumanitis dan bersifat international
·         pendidikan mempunyai peranan membentuk anak sesuai dengan kehendak tuhan
·         pendidikan hendaknya selalu dekat dengan situasi dan kondisi
·         anak sebagai makhluk yang berekspresi kreatif
·         tujuan pendidikan adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan kebajikan dari yang mutlak
·         Kedudukan sekolah adalah sebagai lembaga yang memelihara nilai-nilai yang telah turun temurun dan menjadi penuntun penyesuaian diri kepada masyarakat
3.      Kurikulum kaum esensialis menekankan pengajaran fakta-fakta, dimana materi-materinya merupakan dasar yang esensial bagi ‘general education’ yang diperlukan dalam hidup
4.      Anak didik harus memiliki rasa solidaritas sosial dan ikut berperan serta mewujudkan kesejahteraan umum.
5.      Tujuan Umum aliran esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia di dunia dan akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahua, kesenian, dan segala hal yang mampu menggerakkan kehendak manusia.


DAFATAR PUSTAKA


Ellis,Cogan,Howey, The foundations of education. New York: Mc-grawhill, inc, 1978, cet. IV,
Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ikhtar Baru VanHoeve, 1997, Cet.XI,
Joe park, selected readings in the philosophy of education, New york, Macmillan publishing co, Inc.1974
Dra.Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara,1992,
George R. Knight, Filsafat Pendidikan (terjemahan) (Yogyakarta: Gama Media, 2007).
Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2003).
Muhammad noor syam, Pengantar Filsafat Pendidikan, penerbit IKIP, Malang ,1978













[1] Ellis,Cogan,Howey, The foundations of education. New York: Mc-grawhill, inc, 1978, cet. IV, 339.
[2] Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ikhtar Baru VanHoeve, 1997, Cet.XI, Hal.15
[3] Joe park, selected readings in the philosophy of education, New york, Macmillan publishing co, Inc.1974
[4] Dra.Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara,1992, Hlm.25-26.
[5] George R. Knight, Filsafat Pendidikan (terjemahan) (Yogyakarta: Gama Media, 2007), 179.
[6] Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2003),162.
[7] 32 George R. Knight, Op.Cit, 179-180.
[8] Uyoh Sadulloh, Op.Cit, 163
[9] Uyoh Sadulloh, Op.Cit, 164.

[10] Muhammad noor syam, Pengantar Filsafat Pendidikan, penerbit IKIP, Mlang 1978, Hlm.153
[11] Dra.Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara,1992, Hlm.153


No comments:

Post a Comment