BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Globalisasi merupakan istilah yang mempunyai
hubungan dengan peningkatan keterkaitan ketergantungan antar bangsa dan antar
manusia di seluruh dunia melalui perdagangan, pelayaran, investasi, budaya, dan
bentuk interaksi lainnya sehingga batasan suatu negara menjadi bias. Menurut
perspektif Dorojatun Kuntjoro Jakti bahwa globalisasi setidaknya disebabkan
dari revolusi tiga T (Transportasi, Telekomunikasi, dan Turisme). Hal ini dapat
dibuktikan dengan perkembangan teknologi transportasi yang melahirkan era the
end of geography, dengan perkembangan teknologi komunikasi akan melahirkan
era the end of timelines secara relatif, dan revolusi turis dapat
berakibat meningkatnya arus pertukaran manusia yang dapat memungkinkan
terkikisnya hambatan-hambatan sosial-politik-kultural.[1]
persaingan (competition) untuk menjadi yang
paling super pada segala aspek kehidupan di era globalisasi ini menjadi yang
utama, begitu juga yang terjadi pada bidang ekonomi. Membanding beberapa sistem
ekonomi yang ada, yaitu kapitalis, sosialis, dan Islam,[2] maka Indonesia yang
mayoritas penduduknya beragama Islam terbesar di dunia sudah seharusnya sistem
ekonomi yang dikembangkan adalah sistem ekonomi Islam. Karena sistem ekonomi
Islam merupakan sistem yang adil dan seksama serta berupaya menjamin kekayaan
tidak terkumpul pada kelompok tertentu saja, tetapi tersebar ke seluruh
masyarakat. Kemudian yang menjadi ciri penting sistem ekonomi Islam dapat digambarkan
dalam ayat al-Quran surat al-Hasyr ayat 7:
!$¨B uä!$sùr& ª!$# 4n?tã ¾Ï&Î!qßu ô`ÏB È@÷dr& 3tà)ø9$# ¬Tsù ÉAqߧ=Ï9ur Ï%Î!ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# ös1 w tbqä3t P's!rß tû÷üt/ Ïä!$uÏYøîF{$# öNä3ZÏB 4 !$tBur ãNä39s?#uä ãAqߧ9$# çnräãsù $tBur öNä39pktX çm÷Ytã (#qßgtFR$$sù 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ßÏx© É>$s)Ïèø9$# ÇÐÈ
Artinya: apa saja harta rampasan (fai-i) yang
diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk
kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu
jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang
diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka
tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah Amat keras hukumannya. (QS.
Al-Hasyr: 7)
Selain itu, hak akan milik perseorangan dan
kebebasan tidak diberikan tanpa batasan, tetapi diimbangi dengan
batasan-batasan moral dan undang-undang. Sehingga dalam sistem ekonomi Islam
tidak terdapat individu-individu yang menjadi pengelola kekayaan negara ataupun
sebaliknya semua individu secara paksa diletakkan pada tingkat ekonomi yang
sama.[3]
<!-- Start of KOMISI GRATIS Script -->
<script type="text/javascript" src="https://komisigratis.com/ads.php?pub=68039"></script>
<!-- End of KOMISI GRATIS Script -->
Islam
membenarkan pemilikan perseorangan, tetapi secara tegas Islam menolak esensi
kapitalisme yang memonopoli dan mengeksploitasi. Sehingga dalam Islam ada
aturan-aturan pembatas, seperti zakat, warisan, wasiat, dan larangan menimbun
kekayaan, demi pemerataan dan kelancaran peredaran ekonomi umat. Pada
hakikatnya, Allah menyukai orang yang kaya tetapi dengan syarat harus bersikap taqiy
(takwa) yaitu dengan kekayaan yang dimiliki seseorang dituntut memiliki
solidaritas sosial yang tinggi.[4]
Dengan
demikian, diperlukan adanya langkah baru dalam pengembangan sistem ekonomi
Islam yaitu pengembangan ekonomi berbasis syariah, yang diharapkan mampu
menjawab tantangan dunia dalam bidang ekonomi di era globalisasi yang tidak
terbatasi oleh teritorial.
B.
Rumusan Masalah.
1.
Bagaiman
Konsep dasar Ekonomi Syari’ah?
2.
Bagaimana
Pengembangan Ekonomi Berbasis Syariah di Era Globalisasi?.
3.
Apa
saja Peluang, Tantangan, Dan Kendala Pengembangan Ekonomi Berbasis Syariah Di
Era Globalisasi
C.
Tujuan masalah.
1.
Untuk
mengetahui Bagaiman Konsep dasar Ekonomi Syari’ah
2.
Untuk
Mengetahui Pengembangan Ekonomi Berbasis Syariah di Era Globalisasi.
3.
Untuk
Mengetahui Apa saja Peluang, Tantangan, Dan Kendala Pengembangan Ekonomi
Berbasis Syariah Di Era Globalisasi
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep dasar Ekonomi Syari’ah.
1.
Pengertian Ekonomi Syari’ah
Ekonomi Syariah adalah
suatu cabang ilmu pengetahuan yang berupaya untuk memandang, menganalisis, dan
akhirnya menyelesaikan permasalahan-permasalahan ekonomi dengan cara-cara
Islam, yaitu berdasarkan atas ajaran agama Islam, yaitu Al Qur'an dan Sunnah
Nabi.[5]
Ekonomi syariah
memiliki dua hal pokok yang menjadi landasan hukum sistem ekonomi syariah yaitu
Al Qur'an dan Sunnah Rasulullah, hukum-hukum yang diambil dari kedua landasan
pokok tersebut secara konsep dan prinsip adalah tetap (tidak dapat berubah
kapanpun dan dimana saja).
Berikut ini beberapa
pengertian Ekonomi Syariah dari beberapa sumber buku:
1)
Menurut Monzer Kahf dalam bukunya The Islamic Economy menjelaskan bahwa
ekonomi Islam adalah bagian dari ilmu ekonomi yang bersifat interdisipliner
dalam arti kajian ekonomi syariah tidak dapat berdiri sendiri, tetapi perlu
penguasaan yang baik dan mendalam terhadap ilmu-ilmu syariah dan ilmu-ilmu
pendukungnya juga terhadap ilmu-ilmu yang berfungsi sebagai tool of analysis
seperti matematika, statistik, logika dan ushul fiqih.[6]
2)
Menurut
Yusuf Qardhawi, yaitu membangun ekonomi rabbaniyah yang mana antara
aktivitas ekonomi dan akhlak tidak dapat dipisahkan, karena di dalamnya
terdapat nilai dan karakteristik ekonomi Islam, yaitu ekonomi ilahiyah (segala
sesuatunya mutlak milik Allah), ekonomi akhlak (menuntut manusia untuk
taat pada acuan pemilik mutlak), ekonomi kemanusiaan (melindungi
kepentingan orang lain), dan ekonomi pertengahan (tidak menghendaki
akumulasi kekayaan hanya dimiliki oleh segelintir manusia).[7]
3)
M.A. Mannan mendefinisikan ilmu ekonomi syariah sebagai suatu ilmu
pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang
diilhami oleh nilai-nilai islam.[8]
4)
Definisi ekonomi syariah berdasarkan pendapat Muhammad Abdullah Al-Arabi:
Ekonomi Syariah merupakan sekumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang kita
simpulkan dari Al Qur'an dan As-sunnah, dan merupakan bangunan perekonomian
yang kita dirikan di atas landasan dasar-dasar tersebut sesuai dengan tiap
lingkungan dan masa.[9]
Ada beberapa ciri-ciri
dalam ekonomi Syariah yang dapat digunakan sebagai identifikasi
(1)
Ekonomi Syariah merupakan bagia dari sistem Syariah yang menyeluruh
(2)
Ekonomi Syariah merealisasikan keseimbangan antara kepentingan individu dan
kepentingan umum.[10]
2. Pondasi Ekonomi Syari’ah
Prinsip memaksimalkan keuntungan perusahaan
(Shareholder value) dengan tetap
berpedoman pada syariah, Pondasi Ekonomi Islam:
1)
Aqidah (pondasi utama); suatu ideologi
samawi yang membentuk paradigma dasar bahwa alam semesta ini dicipta oleh Allah
Yang Maha Esa sebagai sarana hidup bagi manusia untuk mencapai kesejahteraan
Spritual dan material
2)
Syariah dan Akhlak; syariah merupakan ketentuan hukum Islam yang mengatur
aktivitas umat manusia yang berisi perintah dan larangan, baik yang menyangkut
hubungan interaksi vertikal dengan Allah maupun interaksi horisontal dengan
sesama mahluk. Sedangkan akhlak merupakan norma dan etika yang berisi
nilai-nilai moral dalam interaksi sesama manusia, manusia dengan lingkungannya
dan manusia dengan pencipta alam semesta agar hubungan tersebut menjadi harmoni
dan sinergis.
Dengan demikian, akan nampak secara jelas bahwa dalam sistem ekonomi
Islam terdapat hubungan yang erat antara ekonomi dan akhlak, seperti hubungan
antara ilmu dan akhlak, antara politik dan akhlak, antara perang dan akhlak,
antara negara dan agama, dan antara materi dan rohani. Hubungan ini tidak
terlepas dari tujuan pokok risalah kenabian yang dijelaskan sebagai
penyempurnaan akhlak.[11] maka akhlak merupakan
daging dan urat nadi dalam kehidupan Islami.[12]
Demikian dalam ajaran Islam sangat memetingkan pemeliharaan nilai atau
akhlak, sehingga tidak dibenarkan bagi seorang muslim yang hanya memperhatikan
ekonomi dan mengabaikan akhlak.
3)
Ukhuwah. Ukhuwah adalah prinsip persaudaraan dalam menata interaksi sosial yang
diarahkan pada harmonisasi kepentingan individu dengan tujuan kemanfaatan
secara umum dengan semangat tolong menolong.[13]
3. Pilar-Pilar ekonomi
syari’ah
1)
Keadilan (‘adalah). Keadilan
dalam Islam adalah menempatkan sesuatu hanya pada tempatnya dan memberikan
sesuatu pada yang berhak, serta memperlakukan sesuatu pada posisinya Implementasi keadilan dalam aktivitas ekonomi Rupa aturan muamalah yang
melarang unsur:
(1)
Riba (unsur bunga dalam segala bentuk dan jenisnya, baik riba nasiah maupun fadhl
(2)
Dzilm (unsur kezaliman yang merugikan diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan)
(3)
Maisyir (unsur judi dan sikap untung-untungan)
(4)
Gharar (unsur ketidakjelasan)
(5)
Haram (unsur haram baik dalam barang maupun jasa serta aktifitas
operasional)
2)
Kemashlahatan (mashlahah). Hakekat
kemashlahatan dalam Islam adalah segala bentuk kebaikan dan manfaat yang berdimensi integral duniawi
dan ukhrawi, materil dan spritual, serta indiviodu dan kolektif
3)
Keseimbangan (tawazun). Konsep
yang menempatkan aspek keseimbangan sebagai pilar yang meliputi keseimbanagan
pembangunan material dan spritual, sektor keuangan dan sektor riil, resiko dan
return, bisnis dan sosial, pemanfaatan dan pelestarian sumber daya alam.[14]
4.
Tujuan Ekonomi
Syariah
Tujuan Ekonomi Syariah selaras dengan tujuan dari syariat
Islam itu sendiri (maqashid asy syari’ah), yaitu mencapai kebahagiaan di
dunia dan akhirat (falah) melalui suatu tata kehidupan yang baik dan terhormat
(hayyah thayyibah). Tujuan falah yang ingin dicapai oleh Ekonomi Syariah meliputi aspek
mikro ataupun makro, mencakup horizon waktu dunia atau pun akhirat.[15]
Seorang fuqaha asal Mesir bernama Prof. Muhammad Abu
Zahrah mengatakan ada tiga sasaran hukum Islam yang menunjukkan bahwa Islam diturunkan
sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia, yaitu:
1)
Penyucian jiwa
agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan
lingkungannya.
2)
Tegaknya
keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud mencakup aspek kehidupan di
bidang hukum dan muamalah.
3)
Tercapainya
maslahah (merupakan puncaknya). Para ulama menyepakati bahwa maslahah yang
menjad puncak sasaran di atas mencakup lima jaminan dasar, yaitu: keselamatan
keyakinan agama (al din), kesalamatan jiwa (al nafs), keselamatan akal (al
aql), keselamatan keluarga dan keturunan (al nasl) dan keselamatan harta benda
(al mal).[16]
5.
Prinsip-prinsip
Ekonomi Syariah
Pelaksanaan
ekonomi syariah harus menjalankan prinsip-prinsip sebagai berikut
1)
Berbagai sumber
daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah swt kepada
manusia.
2)
Islam mengakui
pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu.
3)
Kekuatan
penggerak utama Ekonomi Syariah adalah kerja sama.
4)
Ekonomi Syariah
menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir orang
saja.
5)
Ekonomi Syariah
menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan
banyak orang.
6)
Seorang muslim
harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di akhirat nanti.
7)
Zakat harus
dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab).
8)
Islam melarang
riba dalam segala bentuk.[17]
Layaknya
sebuah bangunan, sistem ekonomi syariah harus memiliki fondasi yang berguna
sebagai landasan dan mampu menopang segala bentuk kegiatan ekonomi guna
mencapai tujuan mulia. Berikut ini merupakan prinsip-prinsip dasar dalam
ekonomi syariah, diantaranya adalah
(1)
Tidak melakukan
penimbunan (Ihtikar). Penimbunan, dalam bahasa Arab disebut dengan al-ihtikar. Secara
umum, ihtikar dapat diartikan sebagai tindakan pembelian barang dagangan dengan
tujuan untuk menahan atau menyimpan barang tersebut dalam jangka waktu yang
lama, sehingga barang tersebut dinyatakan barang langka dan berharga
mahal.
(2)
Tidak melakukan
monopoli. Monopoli adalah kegiatan menahan keberadaan barang untuk tidak
dijual atau tidak diedarkan di pasar, agar harganya menjadi mahal. Kegiatan
monopoli merupakan salah satu hal yang dilarang dalam Islam, apabila monopoli
diciptakan secara sengaja dengan cara menimbun barang dan menaikkan harga
barang.
(3)
Menghindari
jual-beli yang diharamkan. Kegiatan jual-beli yang sesuai dengan prinsip Islam, adil, halal,
dan tidak merugikan salah satu pihak adalah jual-beli yang sangat diridhai oleh
Allah swt. Karena sesungguhnya bahwa segala hal yang mengandung unsur
kemungkaran dan kemaksiatan adalah haram hukumnya.[18]
Dari penjelasan diatas mengenai konsep dasar ekonomi
syari’ah dapat kita pahami di peta konsep dibawah ini:
Konsep Dasar Ekonomi Syari’ah
Dengan demikian
dapat dinyatakan bahwa: ekonomi Islam ibarat satu bangunan yang terdiri atas
landasan, tiang, dan atap. Landasannya terdiri dari lima komponen, yaitu tauhid,
‘adl, nubuwwah, khilafah, dan ma’ad. Kemudian yang menjadi tiangnya adalah
1) pengakuan adanya multiownership (kepemilikan pribadi, bersama, dan
negara); 2) adanya kebebasan berekonomi (kebebasan yang tidak melanggar
rambu-rambu syariah); dan 3) social justice (ada hak orang lain dalam
hasil kerja/usaha manusia). Kemudian yang menjadi atap ekonomi Islam adalah
akhlak-akhlak atau etika ekonomi.[19]
B.
Pengembangan Ekonomi Berbasis Syariah di Era Globalisasi.
1. Sejarah pengembangan
Ekonomi berbasis Syari’ah
Sistem ekonomi Islam mengalami perkembangan sejarah baru pada era modern.
Menurut Khurshid Ahmad, yang dikenal sebagai bapak Ekonomi Islam, ada empat
tahapan perkembangan dalam wacana pemikiran ekonomi Islam, yaitu:
Tahapan Pertama, dimulai ketika sebagian ulama, yang tidak memiliki pendidikan formal dalam
bidang ilmu ekonomi namun memiliki pemahaman terhadap persoalan-persoalan
sosio-ekonomi pada masa itu, mencoba untuk menuntaskan persoalan bunga. Mereka
berpendapat bahwa bunga bank itu haram dan kaum muslimin harus meninggalkan
hubungan apapun dengan perbankan konvensional. Masa ini dimulai kira-kira pada
pertengahan dekade 1930-an dan mengalami puncak kemajuannya pada akhir dekade
1950-an dan awal dekade 1960-an. Pada masa itu di Pakistan didirikan bank Islam
lokal yang beroperasi bukan pada bunga. Sementara itu di Mesir juga didirikan
lembaga keuangan yang beroperasi bukan pada bunga bernama Mit Ghomir Local
Saving. Tahapan ini memang masih bersifat prematur dan coba-coba sehingga
dampaknya masih sangat terbatas. Meskipun demikian tahapan ini telah membuka
pintu lebar bagi perkembangan selanjutnya.
Tahapan kedua dimulai pada akhir dasa warsa 1960-an. Pada tahapan ini para ekonom Muslim
yang pada umumnya dididik dan dilatih di perguruan tinggi terkemuka di Amerika
Serikat dan Eropa mulai mencoba mengembangkan aspek-aspek tertentu dari sistem
moneter Islam. Mereka melakukan analisis ekonomi terhadap larangan riba (bunga)
dan mengajukan alternatif perbankan yang tidak berbasis bunga. Serangkaian
konferensi dan seminar internasional tentang ekonomi dan keuangan Islam digelar
beberapa kali dengan mengundang para pakar, ulama, ekonom baik muslim maupun
non-muslim. Konferensi internasional pertama tentang ekonomi Islam digelar di
Makkah al-Mukarromah pada tahun 1976 yang disusul kemudian dengan konferensi
internasional tentang Islam dan Tata Ekonomi Internasional yang baru di London
pada tahun 1977. Setelah itu digelar berbagai seminar tentang Ekonomi Moneter
dan Fiskal serta Perbankan Islam di berbagai negara.
Pada tahapan kedua ini muncul nama-nama ekonom muslim terkenal di seluruh
dunia Islam anatara lain Prof. Dr. Khurshid Ahmad yang dinobatkan sebagai bapak
ekonomi Islam, Dr. M. Umer Chapra, Dr. M. A. Mannan, Dr. Omar Zubair, Dr. Ahmad
An-Najjar, Dr. M. Nejatullah Siddiqi, Dr. Fahim Khan, Dr. Munawar Iqbal, Dr.
Muhammad Ariff, Dr. Anas Zarqa dan lain-lain. Mereka adalah ekonom muslim yang
dididik di Barat tetapi memahami sekali bahwa Islam sebagai way of life
yang integral dan komprehensif memiliki sistem ekonomi tersendiri dan jika
diterapkan dengan baik akan mampu membawa umat Islam kepada kedudukan yang
berwibawa di mata dunia.
Tahapan ketiga ditandai dengan upaya-upaya konkrit untuk mengembangkan perbankan dan
lembaga-lembaga keuangan non-riba baik dalam sektor swasta maupun dalam sektor
pemerintah. Tahapan ini merupakan sinergi konkrit antara usaha intelektual dan
material para ekonom, pakar, banker, para pengusaha dan para hartawan muslim
yang memiliki kepedulian kepada perkembangan ekonomi Islam. Pada tahapan ini
sudah mulai didirikan bank-bank Islam dan lembaga investasi berbasis non-riba
dengan konsep yang lebih jelas dan pemahaman ekonomi yang lebih mapan. Bank
Islam yang pertama kali didirikan adalah Islamic Development Bank (IDB) pada
tahun 1975 di Jeddah, Saudi Arabia.
Tahapan keempat ditandai dengan pengembangan pendekatan yang lebih
integratif dan sophisticated untuk membangun keseluruhan teori dan
praktek ekonomi Islam terutama lembaga keuangan dan perbankan yang menjadi
indikator ekonomi umat.
Para pakar ekonomi Islam
memberikan definisi ekonomi Islam yang berbeda-beda, akan tetapi semuanya
bermuara pada pengertian yang relatif sama. Menurut M. Abdul Mannan, ekonomi
Islam adalah “sosial science which studies the economics problems of
people imbued with the values of Islam”[20]
2. Dukungan dari
Pemerintah.
Politik ekonomi Islam pemerintah
RI diejawantahkan dalam bentuk “intervensi” pemerintah. Intervensi ini bermakna
positif karena bukan kooptasi terhadap ekonomi Islam tetapi justru mendorong
perkembangan ekonomi Islam.Secara politik ekonomi Islam, ada beberapa rasional
yang mengharuskan pemerintah RI melakukan intervensi terhadap pengembangan
ekonomi Islam. Diantara peran pemerintah terbentuknya:
1)
UU
Nomor 19 tahun 2008 tentang SBSN. sukuk negara adalah untuk membiayai APBN,
termasuk membiayai pembangunan proyek. Ini menunjukkan dukungan pemerintah
untuk mendanai APBN dengan instrumen keuangan Syariah, dan terbukti
perkembangan sukuk global maupun ritel sangat pesat setelah ada political will pemerintah
dengan mengesahkan UU SBSN.
2)
UU No.
21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah: terjadi akselerasi perkembangan
perbankan Syariah yang dibuktikan bahwa pada Januari 2011, jumlah bank Syariah
telah menjadi 11 BUS, 23 UUS, 151 BPRS dengan aset mencapai 95 Trilyun plus 745
M (per Januari 2011).[21]padahal sebelumnya hanya
ada 3 BUS saja dengan total aset 48 T plus 82 M (per Mei 2008).[22]
3)
BUMN
mendirikan Bank Syariah: Bukti nyata
dari politik ekonomi Islam
yang diperankan pemerintah
dalam sektor industri perbankan Syariah adalah berdirinya
Bank Syariah Mandiri (BSM) yang modal inti terbesarnya dari Bank Mandiri yang
nota benenya bank BUMN, berdirinya BRI Syariah yang modal inti
terbesarnya dari Bank
BRI yang nota
benenya bank BUMN,
BNI Syariah yang modal inti terbesarnya dari BNI 45 yang nota
benenya bank BUMN yang juga berplat merah, pegadaian Syariah yang berada
dibawah perum pegadaian yang merupakan BUMN, dan lain-lain.
4)
UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf: BPRS dapat bertindak
sebagai lembaga baitul
mal, yaitu menerim
dana yang berasal
dari zakat, infaq,
shadaqah, wakaf, hibah,
atau dana social
lainnya dan menyalurkannya kepada yang berhak dalam bentuk santunan dan
atau pinjaman kebajikan (qard al-hasan).[23]
5)
Dewan
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI): Tugas dan kewenangan Dewan
Syariah nasional adalah sebagai berikut: (a). Menumbuhkembangkan penerapan
nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan keuangan pada
khususnya. (b). Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan. (c).
Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah. (d). Mengawasi
penerapan fatwa yang telah dikeluarkan.[24]
6)
UU No. 3 Tahun 2006 pasal 49 huruf i tentang Peradilan
Agama. :Ekonomi Syariah yang dimaksud dalam pasal 49 huruf i, penjelasannya
mencakup (a) bank syari’ah; (b). lembaga keuangan mikro syari’ah. (c).asuransi
syari’ah; (d).reasuransi syari’ah; (e).Reksa dana syari’ah; (f).obligasi
syari’ah dan surat berharga berjangka menengah syari’ah; (g).sekuritas
syari’ah; (h).pembiayaan syari’ah; (i).Pegadaian syari’ah; (j).dana pensiun
lembaga keuangan syari’ah; dan (k). bisnis syari’ah.[25]
7)
KHES
(Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah): Kehadiran KHES merupakan bagian upaya
positivisasi hukum perdata Islam dalam sistem hukum nasional. Untuk saat ini
positivisasi hukum ekonomi Islam sudah menjadi keniscayaan bagi umat Islam,
mengingat praktik ekonomi syari’ah sudah semakin semarak melalui LKS-LKS.
Kompilasi tersebut kemudian dijadikan acuan dalam penyelesaian perkara-perkara
ekonomi syari’ah yang semakin hari semakin bertambah, seiring dengan
perkembangan LKS. Adapun lembaga peradilan yang berkompetensi dalam penerapan
KHES adalah Peradilan Agama (PA) sebagaimana diamanatkan UU No. 3 Tahun 2006.
8)
Gerakan
Wakaf tunai: pengelolaannya diserahkan ke Badan Wakaf Indonesia (BWI). BWI
sudah membuat aturan tentang wakaf uang sehingga pengumpulan, penggunaannya dan
pertanggungjawabannya dapat transparan serta akan diaudit oleh auditor
independen. Wakaf selama ini identik dengan tanah namun dengan dicanangkannya
gerakan nasional wakaf tunai maka kini masyarakat diperkenalkan dengan wakaf berbentuk
uang yang lebih fleksibel digunakan untuk kesejahteraan umat sekaligus
memudahkan masyarakat yang ingin wakaf karena ada alternatif bentuk wakaf
9)
Dikeluarkannya
PP Nomor 39 Tahun 2008 Asuransi syariah tentang Perubahan Kedua Atas PP Nomor
73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian. Walaupun pemerintah
belum mengundangkan secara khusus tentang asuransi Syariah, akan tetapi
hadirnya PP Nomor 39 tersebut menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap
pengembangan industri asuransi Syariah sebagai bagian politik ekonomi Islamnya.
10)
Didirikannya
Direktorat pembiayaan Syariah di DEPKEU Direktorat Pembiayaan Syariah,
Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan RI merupakan
direktorat yang melaksanakan amanah UU No. 19 Tahun 2008 tentang SBSN, sehingga
lahirnya berbagai jenis sukuk negara, di antaranya adalah sukuk ritel dan
korporasi.[26]
11)
Penyelenggaraan
World Islamic Economic Forum (WIEF) di Indonesia World Islamic Economic Forum
(WIEF)/Forum Ekonomi Negara -Negara Islam ke-5 yang diselenggarakan di
Indonesia, pada 2-3 Maret 2009, dengan didukung penuh oleh pemerintah
merupakansuatu bukti dukungan dan political willpemerintah terhadap
pengembangan ekonomi Islam. World Islamic Economic Forum ke-5 tersebut berkontribusi
sebagai salah satu upaya menemukan solusi mengatasi dampak krisis keuangan
global dengan pendekatan ekonomi Islam.
C.
Peluang, Tantangan, Dan Kendala Pengembangan Ekonomi
Berbasis Syariah Di Era Globalisasi
1.
Peluang Pengembangan Ekonomi berbasis Syariah
Peluang Pengembangan Ekonomi berbasis Syariah disebabkan oleh beberapa hal yaitu:
a.
disebabkan karena mayoritas masyaratkat Indonesia beragama Islam. Hal
tersebut merupakan pangsa pasar yang begitu potensial.
b.
fatwa bunga bank yang berfungsi sebagai legitimasi bagi perbankan Syariah
dalam mensosialisasikan konsepnya.
c.
semakin timbulnya atas kesadaran beragama bagi masyarakat muslim di
Indonesia.
d.
semakin berkembangnya penerapan ekonomi Syariah seperti pegadaian Syariah,
koperasi Syariah dan asuransi Syariah.
e.
mulai banyaknya lembaga keislaman yaitu dengan mulai berdirinya partai
–partai Islam pasca reformasi.[27]
f.
Adanya dukungan dari pemerintah dengan mengesahkannya UU terkait dengan
Ekonomi Syari’ah
g.
Banyaknya sekolah-sekolah Islam seperti pesantren dan
lainnya, ada juga lembaga dan komunitas muslim yang cukup banyak, hal ini Akan
sangat mudah memberikan pemahaman kepada orang yang punya latar belakang
pemahanan islam yang baik, harusnya bisa dengan sangat mudah dalam menerima
konsep syariah.
2.
Tantangan Pengembangan Ekonomi berbasis Syariah
Dalam upaya
mengimplemetasikan sistem ekonomi syariah di Indonesia, bagaimanapun, akan
dihadapkan pada pelbagai tantangan. Jika dielaborasi, maka tantangan tersebut
dapat dipilah kepada beberapa bentuk tantangan, sebagai berikut:
a.
kondisi
politik. Tantangan kondisi politik berkait dengan kewenangan eksekutif dan
legislatif dalam aspek kebijakan dan regulasi ekonomi. Sebab, bagaimanapun,
implementasi ekonomi syariah di Indonesia akan berkait dengan masalah kebijakan
dan regulasi, sementara kebijakan dan regulasi sangat membutuhkan kedua
institusi tersebut.
b.
kondisi
sosiologis. Tantangan kondisi sosiologis ini berkait erat dengan kesiapan
masyarakat dalam menerima ekonomi syariah untuk diimplementasikan. Hal ini
muncul disebabkan karena sudah berabad-abad lamanya masyarakat Indonesia telah
terbiasa dengan perilaku ekonomi konvensional. Bahkan, tidak sedikit umat Islam
yang sangat memuja sistem ekonomi yang tumbuh dan berkembang di Barat.
c.
kondisi ekonomi
masyarakat. Selain itu, tantangan lain yang tidak kalah pentingnya untuk
diperhatikan adalah menurunnya tingkat ekonomi masyarakat Indonesia. Menurut
Karnaen A. Perwataatmadja, keadaan seperti ini merupakan implikasi dari upaya
sistematis penjajah Belanda untuk menterbelakangkan bangsa Indonesia. Dari
mulai keterbatasan menuntut ilmu sampai pada pemberlakuan hukum secara
diskriminatif telah menjadikan kehidupan sosial-ekonomi bangsa Indonesia
terbelakang dan dampaknya masih terasa hingga saat ini.[28]
d.
sistem kapitalis terlanjur mendominasi sistem perekonomian di dunia bahkan banyak
Negara yang notabene berpenduduk Islam cenderung menggunakan sistem kapitalis walaupun
dalam penerapannya terdapat modifikasi
e.
sulitnya untuk membuktikan bahwa Sistem Perekonomian Islam lebih unggul daripada
kapitalis dan sosialis , karena Negara Islam di pandang tidak kuat secara
ekonomi dan politik.
Dengan
demikian, tantangan dalam pengembangan ekonomi berbasis syariah secara serius
perlu difokuskan pada tiga hal, yaitu: 1) mengembangkan ilmu ekonomi syariah
melalui dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan, 2) mengembangkan sistem ekonomi
syariah melalui regulasi-regulasi yang mendukung, 3)mengembangkan perekonomian
umat yang dapat didorong dengan pengembangan ekonomi yang berbasis sektor ri’il yang ditopang lembaga
keuangan yang berbasis syariah.[29]
Jika mengunakan kacamata kritis, maka ada dua hal dalam perkembangan
ekonomi Islam yang patut diperhatikan, yaitu perkembangan ekonomi Islam
ditataran praktis, tidak diimbangi dengan pengembangan ekonomi Islam pada sisi
teoris. Seharusnya ekonomi syariah sebagai sebuah ilmu tidak hanya
ditransformasikan dalam tataran praktis-implementatif tetapi harus diiringi
dengan perkembangan pada sisi akademis-teoritis, dan keduanya harus berjalan
beriringan. Maka kemudian riset-riset pengembangan keilmuan ekonomi Islam juga
menjadi amat penting.[30]
Dalam pengembangan ekonomi Islam yang bersifat akademik-teoritis, Islam
memiliki paradigma tersendiri. Pertama, isu-isu dan masalah yang sedang
dihadapi didekati dengan melihat pengalaman-pengalaman ekonomi negara muslim
silam dengan segala khazanahnya, dan dianalisis dengan pendekatan ekonomi
kontemporer dengan tools modern. Kedua, setelah mengasilkan
postulat-postulat, aksioma, dan teori-teori ekonomi Islam hasil pengalaman
empiris, kemudian ditelurkan menjadi institusi-institusi dan kebijakan negara yang
sifatnya makro dan terintegrasi. Ketika ditemukan kekurangan dan
ketidaksempurnaan dari hasil evaluasi, maka dilakukan feedback yang
dapat menghasilkan model yang lebih sempurna, establish, dan relatif
dapat diaplikasikan pada banyak tempat dan waktu.[31]
3.
Kendala Pengembangan Ekonomi berbasis Syariah
Menurut identifikasi Bank
Indonesia, yang disampaikan pada Seminar Akhir Tahun Perbankan Syariah 2005,
kendala-kendala perkembangan Bank Syariah di samping imbas kondisi makro
ekonomi, juga dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut.
1)
jaringan kantor pelayanan dan keuangan Syariah masih relatif terbatas.
2)
sumber daya manusia yang kompeten dan professional masih belum optimal.
3)
pemahaman masyarakat terhadap Ekonomi Syariah sudah cukup baik, namun
minat untuk menggunakannya masih kurang.
4)
sinkronisasi kebijakan dengan institusi pemerintah lainnya berkaitan
dengan transaksi keuangan, seperti kebijakan pajak dan aspek legal belum
maksimal.
5)
rezim suku bunga tinggi pada tahun 2005.
6)
fungsi sosial Bank Syariah dalam memfasilitasi keterkaitan antara voluntary
sector dengan pemberdayaan ekonomi marginal masih belum optimal.[32]
Sedangkan hubungannya dengan
riset ekonomi syariah terdapat beberapa rintangan yang dapat menghambat
kemajuan dan perkembangan riset tentang ekonomi Islam, di antaranya adalah: 1)
ketiadaan studi-studi sejarah dalam riset; 2) kekurangan studi dan riset yang
sifatnya empiris; 3) dukungan institusi yang tidak memadai; 4) ketidaktaatan
norma dan etika dalam riset dan publikasi; 5) lemahnya visi penelitian; dan 6)
salah dalam memilah.[33]
perekonomian yang berbasis
kapitalis dan sosial menuju pengembangan kepada sistem ekonomi berbasis
syariah. Karena sistem ini bukan hanya sebagai alternatif, namun sudah menjadi
solusi atas beberarapa kekurangan yang muncul dari sistem kapitalis maupun
sosialis. Hal ini dimaksudkan agar umat Islam secaa langsung menjadi pelaku
ekonomi yang sesuai dengan nilai-nilai yang bersumber dari ajaran Islam dengan
cara melakukan aktivitas bisnis yang halal dan menjunjung tinggi nilai-nilai
keadilan. Sehingga keseimbangan antara duniawi dan ukhrawi, materialis dan
spiritualis dapat terwujudkan secara nyata.
Semua itu tidak
lepas dari Peluang, Tantangan, dan Kendala dalam menjalankan dan
mengejewantahkan Ekonomi Syari’ah dalam kehidupan kita, seperti apa yang sudah
dijelaskan pemakalah diatas.
BAB III
KESIMPULAN
A.
Penutup
1.
Konsep dasar Ekonomi Syari’ah.
Ekonomi Syariah adalah suatu
cabang ilmu pengetahuan yang berupaya untuk memandang, menganalisis, dan
akhirnya menyelesaikan permasalahan-permasalahan ekonomi dengan cara-cara
Islam, yaitu berdasarkan atas ajaran agama Islam, yaitu Al Qur'an dan Sunnah Nabi
sedangkan Pondasi Ekonomi Islam adalah:
Aqidah (pondasi utama); Syariah
dan Akhlak Ukhuwah. Pilar-Pilar
ekonomi syari’ah Keadilan (‘adalah). Kemashlahatan (mashlahah Keseimbangan (tawazun). Tujuan Ekonomi Syariah mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat (falah) melalui suatu tata
kehidupan yang baik dan terhormat (hayyah thayyibah).
Pelaksanaan ekonomi syariah harus menjalankan prinsip-prinsip
sebagai berikut: Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari
Allah swt kepada manusia. Islam mengakui pemilikan pribadi dalam
batas-batas tertentu. Kekuatan penggerak utama Ekonomi Syariah adalah
kerja sama. Ekonomi
Syariah menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir
orang saja. Ekonomi Syariah menjamin pemilikan masyarakat dan
penggunaannya direncanakan untuk kepentingan banyak orang. Seorang muslim
harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di akhirat nanti. Zakat
harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab). Islam
melarang riba dalam segala bentuk
2.
Pengembangan Ekonomi Berbasis Syariah di Era Globalisasi.
1) Sejarah Pengembangan Ekonomi berbasis
syari’ah Tahapan Pertama menuntaskan persoalan bunga Tahapan kedua dididik dan dilatih di perguruan
tinggi terkemuka Tahapan ketiga ditandai dengan upaya-upaya konkrit
untuk mengembangkan perbankan dan lembaga-lembaga keuangan non-riba baik dalam
sektor swasta maupun dalam sektor pemerintah Tahapan keempat ditandai
dengan pengembangan pendekatan yang lebih integratif dan sophisticated
untuk membangun keseluruhan teori dan praktek ekonomi Islam
2) Adanya Dukungan dari Pemerintah. Sebagai berikut: UU Nomor 19 tahun 2008 tentang SBSN, UU No. 21 Tahun
2008 tentang Perbankan Syariah, BUMN mendirikan Bank Syariah, UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI), UU No. 3 Tahun 2006 pasal 49 huruf
i tentang Peradilan Agama, KHES (Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah), Gerakan Wakaf tunai, Dikeluarkannya
PP Nomor 39 Tahun 2008 Asuransi syariah, Didirikannya Direktorat pembiayaan
Syariah di DEPKEU Direktorat Pembiayaan Syariah, Penyelenggaraan World Islamic
Economic Forum (WIEF). Dalam melakasanakan dan mengembangkan Ekonomi Syari’ah
tidak lepas dari Peluang,
Tantangan, dan Kendala, seperti apa yang sudah pemakalah jelaskan terkait
Peluang, Tantangan, dan Kendala, di BAB II yang sangat kongkrit dan gamblang.
DAFTAR
PUSTAKA
Al
Arif, M. Nur Rianto dan Euis Amalia. 2010 Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi
Islam dan Ekonomi Konvensional. Jakarta, Kencana.
Ahmad muhammad
al-assal dan fathi ahmad abdul hakim. 1999
Sistem, prinsip dan tujuan ekonomi Syariah (terj), CV Pustaka
Setia, Bandung
Ahmad
Muhammad Al-assal dan Fathi Ahmad Abdul hakim. 1980 Sistem Ekonomi Islam, Prinsip-Prinsip Dan
Tujuan-Tujuannya. Surabaya: PT Bina Ilmu
Djakfar, Muhammad 2014 Agama, Etika, dan
Ekonomi: Menyikap Akar Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer – Menangkap Esensi,
Menawarkan Solusi Edisi Revisi Malang: UIN-Maliki Press
Djakfar, Muhammad 2007 Agama, Etika, dan
Ekonomi: Wacana Menuju Pengembangan Ekonomi Rabbaniyah Malang: UIN-Malang
Press
DEPAG RI,Peraturan
Perundangan Perwakafan. 2006 Jakarta: DEPAG RI
Dahlan Siamat
Intervensi Pemerintah Dalam Penguatan Sistem Keuangan Islam: Pengembangan Pasar
Keuangan Syariah Merupakan Prioritas, Paper nara sumber dalam Simposium
Nasional Ekonomi Islam IV, 8-9 Oktober
2009 di Hotel Syahid Yogyakarta
Himpunan Fatwa DSN,
Edisi Kedua, diterbitkan atas kerjasama DSN-MUI dengan Bank Indonesia
http://digilib.umg.ac.id
. Rufqotuz Zakhiroh dan Ersandhi Primantara. tantangan dan peluang Perbankan
syariah Dalam pengembangan (diakses pada: 18-09-2017)
Mahfudh, Sahal 2007 Nuansa Fiqih Sosial Yogyakarta: LkiS, Cet. VI
Mustafa Edwin, dkk. 2006
Pengenalan eksklusif ekonomi Syariah. Kencana perdana media group.
Jakarta.
Mannan, M. A 1992 Ekonomi
Islam: Teori dan Praktek. Jakarta:
PT. Intermasa
Mannan.
M. Abdul 1986 Islamic Economics; Theory and Practice, Cambride:
Houder and Stoughton Ltd
Mashdurohatun, Anis 2011 Tantangan Ekonomi
Syariah dalam Menghadapi Masa Depan Indonesia di Era Globalisasi, Jurnal
Dinamika Hukum, Vol. 11 Edisi Khusus Februari
Pusat
Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam. 2012
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Rusydiana, Aam Slamet dkk. 2009., Ekonomi
Islam Substantif Cipayung: GP Press
Rahman, Afzalur 1995 Doktrin Ekonomi Islam Penerjemah
Soeroyo dan Nastangin Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf
Salim, Emil dkk. 1997, Manajemen dalam Era
Globalisasi Jakarta: PT. Elex Media Komputindo
Statistik Perbankan
Syariah 2011 Jakarta: Direktorat Perbankan Syariah BI, Januari
Statistik Perbankan
Syariah 2008 Jakarta: Direktorat Perbankan Syariah BI, Mei
Sunan Al-Baihaqi, Bab 39 Bayan Makarim al-Akhlaq
wa Ma’aaliihaa Al-Maktabah As-Syamilah, Juz 2
Sudarsono,
M.B, Hendri 2002 Pengantar
Ekonomi Mikro Islam. Yogyakarta, Ekonosia
Yadi Janwari, 2012. Tantangan dan Inisiasi
dalam Implementasi Ekonomi Syariah di Indonesia, Jurnal Ahkam: Vol. XII,
No. 2, Juli
Zainuddin Ali. 2008 Hukum Ekonomi Syariah. Jakarta: Sinar
Grafika Offset
[1] Emil Salim, dkk., Manajemen dalam Era
Globalisasi (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 1997), hlm. 153-154.
[2] Prinsip dasar sistem ekonomi: 1) kapitalis
(kebebasan memiliki harta secara perorangan, kebebasan ekonomi dan persaingan
bebas, ketimpangan ekonomi); 2) sosialis (pemilikan harta oleh negara, kesamaan
ekonomi, disiplin politik); 3) Islam (kebebasan individu, hak terhadap harta,
ketidaksamaan ekonomi dalam batas yang wajar, kesamaan sosial, jaminan sosial,
distribusi kekayaan secara meluas, larangan menumpuk kekayaan, larangan
terhadap organisasi anti sosial, kesejahteraan individu dan masyarakat]. Lihat
dalam Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam Penerjemah Soeroyo dan
Nastangin (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995), hlm. 2-10.
[3] Afzalur Rahman, Doktrin
Ekonomi Islam Penerjemah Soeroyo dan Nastangin. (Yogyakarta: PT. Dana
Bhakti Wakaf. 1995) Hlm 11-12
[4] Sahal mahfudh, Nuansa Fiqih Sosial (Yogyakarta: LkiS, 2007), Cet.
VI, hlm. 153-154.
[5]
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI). Ekonomi Islam. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), hlm 17
[6] Al Arif, M. Nur Rianto dan Euis
Amalia. Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi
Konvensional. (Jakarta, Kencana. 2010), hlm 7
[7] Muhammad Djakfar, Agama,
Etika, dan Ekonomi: Wacana Menuju Pengembangan Ekonomi Rabbaniyah (Malang:
UIN-Malang Press, 2007), hlm. 85-86.
[9]
Ahmad Muhammad Al-assal dan Fathi Ahmad Abdul hakim. Sistem
Ekonomi Islam, Prinsip-Prinsip Dan Tujuan-Tujuannya. (Surabaya: PT Bina Ilmu 1980), hlm 11
[10] Ahmad muhammad al-assal
dan fathi ahmad abdul hakim. Sistem, prinsip dan tujuan ekonomi Syariah
(terj),( CV Pustaka Setia, Bandung, 1999), hlm 32
[11] Sunan Al-Baihaqi, Bab 39 Bayan
Makarim al-Akhlaq wa Ma’aaliihaa (Al-Maktabah As-Syamilah), Juz 2, hlm. 472,
no. 21301.
[12] Muhammad Djakfar, Agama,
Etika, dan Ekonomi: Menyikap Akar Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer –
Menangkap Esensi, Menawarkan Solusi Edisi Revisi (Malang: UIN-Maliki Press,
2014), hlm. 16-17.
[14] Mustafa Edwin, dkk. Pengenalan
eksklusif ekonomi Syariah. (Kencana perdana media group. Jakarta. 2006),
hlm 43
[15]
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam. (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada 2012), hlm 54
[20] M.
Abdul Mannan. Islamic Economics; Theory and Practice,( Cambride: Houder and Stoughton Ltd 1986)., hlm. 18.
[24] Himpunan Fatwa DSN, Edisi Kedua,
diterbitkan atas kerjasama DSN-MUI dengan Bank Indonesia, hlm. 281- 284
[26] Dahlan Siamat Intervensi Pemerintah Dalam Penguatan Sistem Keuangan Islam:
Pengembangan Pasar Keuangan Syariah Merupakan Prioritas, Paper nara sumber
dalam Simposium Nasional Ekonomi Islam IV, 8-9 Oktober 2009 di Hotel Syahid Yogyakarta
[27] http://digilib.umg.ac.id .
Rufqotuz Zakhiroh dan Ersandhi Primantara. tantangan dan peluang Perbankan
syariah Dalam pengembangan (diakses pada: 18-09-2017)
[28] Yadi Janwari, Tantangan dan Inisiasi dalam
Implementasi Ekonomi Syariah di Indonesia, (Jurnal Ahkam: Vol. XII, No. 2,
Juli 2012), hlm. 93.
[32] Anis Mashdurohatun, Tantangan Ekonomi Syariah
dalam Menghadapi Masa Depan Indonesia di Era Globalisasi,( Jurnal Dinamika
Hukum, Vol. 11 Edisi Khusus Februari 2011), hlm. 80.
No comments:
Post a Comment