Saturday, July 20, 2019

Konsep dasar Ekonomi Syari’ah dan pengembangannya di Era Globalisasi


BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
Globalisasi merupakan istilah yang mempunyai hubungan dengan peningkatan keterkaitan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh dunia melalui perdagangan, pelayaran, investasi, budaya, dan bentuk interaksi lainnya sehingga batasan suatu negara menjadi bias. Menurut perspektif Dorojatun Kuntjoro Jakti bahwa globalisasi setidaknya disebabkan dari revolusi tiga T (Transportasi, Telekomunikasi, dan Turisme). Hal ini dapat dibuktikan dengan perkembangan teknologi transportasi yang melahirkan era the end of geography, dengan perkembangan teknologi komunikasi akan melahirkan era the end of timelines secara relatif, dan revolusi turis dapat berakibat meningkatnya arus pertukaran manusia yang dapat memungkinkan terkikisnya hambatan-hambatan sosial-politik-kultural.[1]
persaingan (competition) untuk menjadi yang paling super pada segala aspek kehidupan di era globalisasi ini menjadi yang utama, begitu juga yang terjadi pada bidang ekonomi. Membanding beberapa sistem ekonomi yang ada, yaitu kapitalis, sosialis, dan Islam,[2] maka Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam terbesar di dunia sudah seharusnya sistem ekonomi yang dikembangkan adalah sistem ekonomi Islam. Karena sistem ekonomi Islam merupakan sistem yang adil dan seksama serta berupaya menjamin kekayaan tidak terkumpul pada kelompok tertentu saja, tetapi tersebar ke seluruh masyarakat. Kemudian yang menjadi ciri penting sistem ekonomi Islam dapat digambarkan dalam ayat al-Quran surat al-Hasyr ayat 7:
!$¨B uä!$sùr& ª!$# 4n?tã ¾Ï&Î!qßu ô`ÏB È@÷dr& 3tà)ø9$# ¬Tsù ÉAqߧ=Ï9ur Ï%Î!ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuŠø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# ös1 Ÿw tbqä3tƒ P's!rߊ tû÷üt/ Ïä!$uŠÏYøîF{$# öNä3ZÏB 4 !$tBur ãNä39s?#uä ãAqߧ9$# çnräãsù $tBur öNä39pktX çm÷Ytã (#qßgtFR$$sù 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$# ÇÐÈ  
Artinya: apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya. (QS. Al-Hasyr: 7)
Selain itu, hak akan milik perseorangan dan kebebasan tidak diberikan tanpa batasan, tetapi diimbangi dengan batasan-batasan moral dan undang-undang. Sehingga dalam sistem ekonomi Islam tidak terdapat individu-individu yang menjadi pengelola kekayaan negara ataupun sebaliknya semua individu secara paksa diletakkan pada tingkat ekonomi yang sama.[3]
<!-- Start of KOMISI GRATIS Script -->

<script type="text/javascript" src="https://komisigratis.com/ads.php?pub=68039"></script>
<!-- End of KOMISI GRATIS Script -->

Islam membenarkan pemilikan perseorangan, tetapi secara tegas Islam menolak esensi kapitalisme yang memonopoli dan mengeksploitasi. Sehingga dalam Islam ada aturan-aturan pembatas, seperti zakat, warisan, wasiat, dan larangan menimbun kekayaan, demi pemerataan dan kelancaran peredaran ekonomi umat. Pada hakikatnya, Allah menyukai orang yang kaya tetapi dengan syarat harus bersikap taqiy (takwa) yaitu dengan kekayaan yang dimiliki seseorang dituntut memiliki solidaritas sosial yang tinggi.[4]
Dengan demikian, diperlukan adanya langkah baru dalam pengembangan sistem ekonomi Islam yaitu pengembangan ekonomi berbasis syariah, yang diharapkan mampu menjawab tantangan dunia dalam bidang ekonomi di era globalisasi yang tidak terbatasi oleh teritorial.
B.            Rumusan Masalah.
1.             Bagaiman Konsep dasar Ekonomi Syari’ah?
2.             Bagaimana Pengembangan Ekonomi Berbasis Syariah di Era Globalisasi?.
3.             Apa saja Peluang, Tantangan, Dan Kendala Pengembangan Ekonomi Berbasis Syariah Di Era Globalisasi
C.           Tujuan masalah.
1.           Untuk mengetahui Bagaiman Konsep dasar Ekonomi Syari’ah
2.           Untuk Mengetahui Pengembangan Ekonomi Berbasis Syariah di Era Globalisasi.
3.           Untuk Mengetahui Apa saja Peluang, Tantangan, Dan Kendala Pengembangan Ekonomi Berbasis Syariah Di Era Globalisasi



















BAB II
PEMBAHASAN
A.           Konsep dasar Ekonomi Syari’ah.
1.      Pengertian Ekonomi Syari’ah
Ekonomi Syariah adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang berupaya untuk memandang, menganalisis, dan akhirnya menyelesaikan permasalahan-permasalahan ekonomi dengan cara-cara Islam, yaitu berdasarkan atas ajaran agama Islam, yaitu Al Qur'an dan Sunnah Nabi.[5]
Ekonomi syariah memiliki dua hal pokok yang menjadi landasan hukum sistem ekonomi syariah yaitu Al Qur'an dan Sunnah Rasulullah, hukum-hukum yang diambil dari kedua landasan pokok tersebut secara konsep dan prinsip adalah tetap (tidak dapat berubah kapanpun dan dimana saja).
Berikut ini beberapa pengertian Ekonomi Syariah dari beberapa sumber buku:
1)             Menurut Monzer Kahf dalam bukunya The Islamic Economy menjelaskan bahwa ekonomi Islam adalah bagian dari ilmu ekonomi yang bersifat interdisipliner dalam arti kajian ekonomi syariah tidak dapat berdiri sendiri, tetapi perlu penguasaan yang baik dan mendalam terhadap ilmu-ilmu syariah dan ilmu-ilmu pendukungnya juga terhadap ilmu-ilmu yang berfungsi sebagai tool of analysis seperti matematika, statistik, logika dan ushul fiqih.[6]
2)             Menurut Yusuf Qardhawi, yaitu membangun ekonomi rabbaniyah yang mana antara aktivitas ekonomi dan akhlak tidak dapat dipisahkan, karena di dalamnya terdapat nilai dan karakteristik ekonomi Islam, yaitu ekonomi ilahiyah (segala sesuatunya mutlak milik Allah), ekonomi akhlak (menuntut manusia untuk taat pada acuan pemilik mutlak), ekonomi kemanusiaan (melindungi kepentingan orang lain), dan ekonomi pertengahan (tidak menghendaki akumulasi kekayaan hanya dimiliki oleh segelintir manusia).[7]
3)             M.A. Mannan mendefinisikan ilmu ekonomi syariah sebagai suatu ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai islam.[8]
4)             Definisi ekonomi syariah berdasarkan pendapat Muhammad Abdullah Al-Arabi: Ekonomi Syariah merupakan sekumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang kita simpulkan dari Al Qur'an dan As-sunnah, dan merupakan bangunan perekonomian yang kita dirikan di atas landasan dasar-dasar tersebut sesuai dengan tiap lingkungan dan masa.[9]
Ada beberapa ciri-ciri dalam ekonomi Syariah yang dapat digunakan sebagai identifikasi
(1)          Ekonomi Syariah merupakan bagia dari sistem Syariah yang menyeluruh
(2)          Ekonomi Syariah merealisasikan keseimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan umum.[10]
2.      Pondasi Ekonomi Syari’ah
Prinsip memaksimalkan keuntungan perusahaan (Shareholder value) dengan tetap berpedoman pada syariah, Pondasi Ekonomi Islam:
1)             Aqidah (pondasi utama);  suatu ideologi samawi yang membentuk paradigma dasar bahwa alam semesta ini dicipta oleh Allah Yang Maha Esa sebagai sarana hidup bagi manusia untuk mencapai kesejahteraan Spritual dan material
2)             Syariah dan Akhlak; syariah merupakan ketentuan hukum Islam yang mengatur aktivitas umat manusia yang berisi perintah dan larangan, baik yang menyangkut hubungan interaksi vertikal dengan Allah maupun interaksi horisontal dengan sesama mahluk. Sedangkan akhlak merupakan norma dan etika yang berisi nilai-nilai moral dalam interaksi sesama manusia, manusia dengan lingkungannya dan manusia dengan pencipta alam semesta agar hubungan tersebut menjadi harmoni dan sinergis.
Dengan demikian, akan nampak secara jelas bahwa dalam sistem ekonomi Islam terdapat hubungan yang erat antara ekonomi dan akhlak, seperti hubungan antara ilmu dan akhlak, antara politik dan akhlak, antara perang dan akhlak, antara negara dan agama, dan antara materi dan rohani. Hubungan ini tidak terlepas dari tujuan pokok risalah kenabian yang dijelaskan sebagai penyempurnaan akhlak.[11] maka akhlak merupakan daging dan urat nadi dalam kehidupan Islami.[12]
Demikian dalam ajaran Islam sangat memetingkan pemeliharaan nilai atau akhlak, sehingga tidak dibenarkan bagi seorang muslim yang hanya memperhatikan ekonomi dan mengabaikan akhlak.
3)             Ukhuwah. Ukhuwah adalah prinsip persaudaraan dalam menata interaksi sosial yang diarahkan pada harmonisasi kepentingan individu dengan tujuan kemanfaatan secara umum dengan semangat tolong menolong.[13]
3.      Pilar-Pilar ekonomi syari’ah
1)             Keadilan (‘adalah). Keadilan dalam Islam adalah menempatkan sesuatu hanya pada tempatnya dan memberikan sesuatu pada yang berhak, serta memperlakukan sesuatu pada posisinya Implementasi keadilan dalam aktivitas ekonomi Rupa aturan muamalah yang melarang unsur:
(1)          Riba (unsur bunga dalam segala bentuk dan jenisnya, baik riba nasiah maupun fadhl
(2)          Dzilm (unsur kezaliman yang merugikan diri sendiri, orang lain maupun lingkungan)
(3)          Maisyir (unsur judi dan sikap untung-untungan)
(4)          Gharar (unsur ketidakjelasan)
(5)          Haram (unsur haram baik dalam barang maupun jasa serta aktifitas operasional)
2)             Kemashlahatan (mashlahah). Hakekat kemashlahatan dalam Islam adalah segala bentuk kebaikan dan manfaat yang berdimensi integral duniawi dan ukhrawi, materil dan spritual, serta indiviodu dan kolektif
3)             Keseimbangan (tawazun). Konsep yang menempatkan aspek keseimbangan sebagai pilar yang meliputi keseimbanagan pembangunan material dan spritual, sektor keuangan dan sektor riil, resiko dan return, bisnis dan sosial, pemanfaatan dan pelestarian sumber daya alam.[14]
4.      Tujuan Ekonomi Syariah 
Tujuan Ekonomi Syariah selaras dengan tujuan dari syariat Islam itu sendiri (maqashid asy syari’ah), yaitu mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat (falah) melalui suatu tata kehidupan yang baik dan terhormat (hayyah thayyibah). Tujuan falah yang ingin dicapai oleh Ekonomi Syariah meliputi aspek mikro ataupun makro, mencakup horizon waktu dunia atau pun akhirat.[15]
Seorang fuqaha asal Mesir bernama Prof. Muhammad Abu Zahrah mengatakan ada tiga sasaran hukum Islam yang menunjukkan bahwa Islam diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia, yaitu:
1)             Penyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan lingkungannya. 
2)             Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud mencakup aspek kehidupan di bidang hukum dan muamalah.
3)             Tercapainya maslahah (merupakan puncaknya). Para ulama menyepakati bahwa maslahah yang menjad puncak sasaran di atas mencakup lima jaminan dasar, yaitu: keselamatan keyakinan agama (al din), kesalamatan jiwa (al nafs), keselamatan akal (al aql), keselamatan keluarga dan keturunan (al nasl) dan keselamatan harta benda (al mal).[16]
5.      Prinsip-prinsip Ekonomi Syariah 
Pelaksanaan ekonomi syariah harus menjalankan prinsip-prinsip sebagai berikut
1)             Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah swt kepada manusia. 
2)             Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu. 
3)             Kekuatan penggerak utama Ekonomi Syariah adalah kerja sama.
4)             Ekonomi Syariah menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir orang saja. 
5)             Ekonomi Syariah menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan banyak orang. 
6)             Seorang muslim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di akhirat nanti. 
7)             Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab). 
8)             Islam melarang riba dalam segala bentuk.[17]
Layaknya sebuah bangunan, sistem ekonomi syariah harus memiliki fondasi yang berguna sebagai landasan dan mampu menopang segala bentuk kegiatan ekonomi guna mencapai tujuan mulia. Berikut ini merupakan prinsip-prinsip dasar dalam ekonomi syariah, diantaranya adalah
(1)          Tidak melakukan penimbunan (Ihtikar). Penimbunan, dalam bahasa Arab disebut dengan al-ihtikar. Secara umum, ihtikar dapat diartikan sebagai tindakan pembelian barang dagangan dengan tujuan untuk menahan atau menyimpan barang tersebut dalam jangka waktu yang lama, sehingga barang tersebut dinyatakan barang langka dan berharga mahal. 
(2)          Tidak melakukan monopoli. Monopoli adalah kegiatan menahan keberadaan barang untuk tidak dijual atau tidak diedarkan di pasar, agar harganya menjadi mahal. Kegiatan monopoli merupakan salah satu hal yang dilarang dalam Islam, apabila monopoli diciptakan secara sengaja dengan cara menimbun barang dan menaikkan harga barang. 
(3)          Menghindari jual-beli yang diharamkan. Kegiatan jual-beli yang sesuai dengan prinsip Islam, adil, halal, dan tidak merugikan salah satu pihak adalah jual-beli yang sangat diridhai oleh Allah swt. Karena sesungguhnya bahwa segala hal yang mengandung unsur kemungkaran dan kemaksiatan adalah haram hukumnya.[18] 
Dari penjelasan diatas mengenai konsep dasar ekonomi syari’ah dapat kita pahami di peta konsep dibawah ini:





Konsep Dasar Ekonomi Syari’ah
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa: ekonomi Islam ibarat satu bangunan yang terdiri atas landasan, tiang, dan atap. Landasannya terdiri dari lima komponen, yaitu tauhid, ‘adl, nubuwwah, khilafah, dan ma’ad. Kemudian yang menjadi tiangnya adalah 1) pengakuan adanya multiownership (kepemilikan pribadi, bersama, dan negara); 2) adanya kebebasan berekonomi (kebebasan yang tidak melanggar rambu-rambu syariah); dan 3) social justice (ada hak orang lain dalam hasil kerja/usaha manusia). Kemudian yang menjadi atap ekonomi Islam adalah akhlak-akhlak atau etika ekonomi.[19]



B.            Pengembangan Ekonomi Berbasis Syariah di Era Globalisasi.
1.      Sejarah pengembangan Ekonomi berbasis Syari’ah
Sistem ekonomi Islam mengalami perkembangan sejarah baru pada era modern. Menurut Khurshid Ahmad, yang dikenal sebagai bapak Ekonomi Islam, ada empat tahapan perkembangan dalam wacana pemikiran ekonomi Islam, yaitu:
Tahapan Pertama, dimulai ketika sebagian ulama, yang tidak memiliki pendidikan formal dalam bidang ilmu ekonomi namun memiliki pemahaman terhadap persoalan-persoalan sosio-ekonomi pada masa itu, mencoba untuk menuntaskan persoalan bunga. Mereka berpendapat bahwa bunga bank itu haram dan kaum muslimin harus meninggalkan hubungan apapun dengan perbankan konvensional. Masa ini dimulai kira-kira pada pertengahan dekade 1930-an dan mengalami puncak kemajuannya pada akhir dekade 1950-an dan awal dekade 1960-an. Pada masa itu di Pakistan didirikan bank Islam lokal yang beroperasi bukan pada bunga. Sementara itu di Mesir juga didirikan lembaga keuangan yang beroperasi bukan pada bunga bernama Mit Ghomir Local Saving. Tahapan ini memang masih bersifat prematur dan coba-coba sehingga dampaknya masih sangat terbatas. Meskipun demikian tahapan ini telah membuka pintu lebar bagi perkembangan selanjutnya.
Tahapan kedua dimulai pada akhir dasa warsa 1960-an. Pada tahapan ini para ekonom Muslim yang pada umumnya dididik dan dilatih di perguruan tinggi terkemuka di Amerika Serikat dan Eropa mulai mencoba mengembangkan aspek-aspek tertentu dari sistem moneter Islam. Mereka melakukan analisis ekonomi terhadap larangan riba (bunga) dan mengajukan alternatif perbankan yang tidak berbasis bunga. Serangkaian konferensi dan seminar internasional tentang ekonomi dan keuangan Islam digelar beberapa kali dengan mengundang para pakar, ulama, ekonom baik muslim maupun non-muslim. Konferensi internasional pertama tentang ekonomi Islam digelar di Makkah al-Mukarromah pada tahun 1976 yang disusul kemudian dengan konferensi internasional tentang Islam dan Tata Ekonomi Internasional yang baru di London pada tahun 1977. Setelah itu digelar berbagai seminar tentang Ekonomi Moneter dan Fiskal serta Perbankan Islam di berbagai negara.
Pada tahapan kedua ini muncul nama-nama ekonom muslim terkenal di seluruh dunia Islam anatara lain Prof. Dr. Khurshid Ahmad yang dinobatkan sebagai bapak ekonomi Islam, Dr. M. Umer Chapra, Dr. M. A. Mannan, Dr. Omar Zubair, Dr. Ahmad An-Najjar, Dr. M. Nejatullah Siddiqi, Dr. Fahim Khan, Dr. Munawar Iqbal, Dr. Muhammad Ariff, Dr. Anas Zarqa dan lain-lain. Mereka adalah ekonom muslim yang dididik di Barat tetapi memahami sekali bahwa Islam sebagai way of life yang integral dan komprehensif memiliki sistem ekonomi tersendiri dan jika diterapkan dengan baik akan mampu membawa umat Islam kepada kedudukan yang berwibawa di mata dunia.
Tahapan ketiga ditandai dengan upaya-upaya konkrit untuk mengembangkan perbankan dan lembaga-lembaga keuangan non-riba baik dalam sektor swasta maupun dalam sektor pemerintah. Tahapan ini merupakan sinergi konkrit antara usaha intelektual dan material para ekonom, pakar, banker, para pengusaha dan para hartawan muslim yang memiliki kepedulian kepada perkembangan ekonomi Islam. Pada tahapan ini sudah mulai didirikan bank-bank Islam dan lembaga investasi berbasis non-riba dengan konsep yang lebih jelas dan pemahaman ekonomi yang lebih mapan. Bank Islam yang pertama kali didirikan adalah Islamic Development Bank (IDB) pada tahun 1975 di Jeddah, Saudi Arabia.
Tahapan keempat ditandai dengan pengembangan pendekatan yang lebih integratif dan sophisticated untuk membangun keseluruhan teori dan praktek ekonomi Islam terutama lembaga keuangan dan perbankan yang menjadi indikator ekonomi umat.
Para pakar ekonomi Islam memberikan definisi ekonomi Islam yang berbeda-beda, akan tetapi semuanya bermuara pada pengertian yang relatif sama. Menurut M. Abdul Mannan, ekonomi Islam adalah sosial science which studies the economics problems of people imbued with the values of Islam[20]

2.      Dukungan dari Pemerintah.
Politik ekonomi Islam pemerintah RI diejawantahkan dalam bentuk “intervensi” pemerintah. Intervensi ini bermakna positif karena bukan kooptasi terhadap ekonomi Islam tetapi justru mendorong perkembangan ekonomi Islam.Secara politik ekonomi Islam, ada beberapa rasional yang mengharuskan pemerintah RI melakukan intervensi terhadap pengembangan ekonomi Islam. Diantara peran pemerintah terbentuknya:
1)             UU Nomor 19 tahun 2008 tentang SBSN. sukuk negara adalah untuk membiayai APBN, termasuk membiayai pembangunan proyek. Ini menunjukkan dukungan pemerintah untuk mendanai APBN dengan instrumen keuangan Syariah, dan terbukti perkembangan sukuk global maupun ritel sangat pesat setelah ada political will pemerintah dengan mengesahkan UU SBSN.
2)             UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah: terjadi akselerasi perkembangan perbankan Syariah yang dibuktikan bahwa pada Januari 2011, jumlah bank Syariah telah menjadi 11 BUS, 23 UUS, 151 BPRS dengan aset mencapai 95 Trilyun plus 745 M (per Januari 2011).[21]padahal sebelumnya hanya ada 3 BUS saja dengan total aset 48 T plus 82 M (per Mei 2008).[22]
3)             BUMN mendirikan Bank Syariah: Bukti  nyata  dari  politik  ekonomi  Islam  yang  diperankan  pemerintah  dalam  sektor  industri perbankan Syariah adalah berdirinya Bank Syariah Mandiri (BSM) yang modal inti terbesarnya dari Bank Mandiri yang nota benenya bank BUMN, berdirinya BRI Syariah yang modal  inti  terbesarnya  dari  Bank  BRI  yang  nota  benenya  bank  BUMN,  BNI  Syariah  yang  modal inti terbesarnya dari BNI 45 yang nota benenya bank BUMN yang juga berplat merah, pegadaian Syariah yang berada dibawah perum pegadaian yang merupakan BUMN, dan lain-lain.
4)             UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf: BPRS  dapat  bertindak  sebagai  lembaga  baitul  mal,  yaitu  menerim  dana  yang  berasal  dari  zakat,  infaq,  shadaqah,  wakaf,  hibah,  atau  dana  social  lainnya dan menyalurkannya kepada yang berhak dalam bentuk santunan dan atau pinjaman kebajikan (qard al-hasan).[23]
5)             Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI): Tugas dan kewenangan Dewan Syariah nasional adalah sebagai berikut: (a). Menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan keuangan pada khususnya. (b). Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan. (c). Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah. (d). Mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan.[24]
6)             UU No. 3 Tahun 2006 pasal 49 huruf i tentang Peradilan Agama. :Ekonomi Syariah yang dimaksud dalam pasal 49 huruf i, penjelasannya mencakup (a) bank syari’ah; (b). lembaga keuangan mikro syari’ah. (c).asuransi syari’ah; (d).reasuransi syari’ah; (e).Reksa dana syari’ah; (f).obligasi syari’ah dan surat berharga berjangka menengah syari’ah; (g).sekuritas syari’ah; (h).pembiayaan syari’ah; (i).Pegadaian syari’ah; (j).dana pensiun lembaga keuangan syari’ah; dan (k). bisnis syari’ah.[25]
7)             KHES (Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah): Kehadiran KHES merupakan bagian upaya positivisasi hukum perdata Islam dalam sistem hukum nasional. Untuk saat ini positivisasi hukum ekonomi Islam sudah menjadi keniscayaan bagi umat Islam, mengingat praktik ekonomi syari’ah sudah semakin semarak melalui LKS-LKS. Kompilasi tersebut kemudian dijadikan acuan dalam penyelesaian perkara-perkara ekonomi syari’ah yang semakin hari semakin bertambah, seiring dengan perkembangan LKS. Adapun lembaga peradilan yang berkompetensi dalam penerapan KHES adalah Peradilan Agama (PA) sebagaimana diamanatkan UU No. 3 Tahun 2006.
8)             Gerakan Wakaf tunai: pengelolaannya diserahkan ke Badan Wakaf Indonesia (BWI). BWI sudah membuat aturan tentang wakaf uang sehingga pengumpulan, penggunaannya dan pertanggungjawabannya dapat transparan serta akan diaudit oleh auditor independen. Wakaf selama ini identik dengan tanah namun dengan dicanangkannya gerakan nasional wakaf tunai maka kini masyarakat diperkenalkan dengan wakaf berbentuk uang yang lebih fleksibel digunakan untuk kesejahteraan umat sekaligus memudahkan masyarakat yang ingin wakaf karena ada alternatif bentuk wakaf
9)             Dikeluarkannya PP Nomor 39 Tahun 2008 Asuransi syariah tentang Perubahan Kedua Atas PP Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian. Walaupun pemerintah belum mengundangkan secara khusus tentang asuransi Syariah, akan tetapi hadirnya PP Nomor 39 tersebut menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap pengembangan industri asuransi Syariah sebagai bagian politik ekonomi Islamnya.
10)         Didirikannya Direktorat pembiayaan Syariah di DEPKEU Direktorat Pembiayaan Syariah, Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan RI merupakan direktorat yang melaksanakan amanah UU No. 19 Tahun 2008 tentang SBSN, sehingga lahirnya berbagai jenis sukuk negara, di antaranya adalah sukuk ritel dan korporasi.[26]
11)         Penyelenggaraan World Islamic Economic Forum (WIEF) di Indonesia World Islamic Economic Forum (WIEF)/Forum Ekonomi Negara -Negara Islam ke-5 yang diselenggarakan di Indonesia, pada 2-3 Maret 2009, dengan didukung penuh oleh pemerintah merupakansuatu bukti dukungan dan political willpemerintah terhadap pengembangan ekonomi Islam. World Islamic Economic Forum ke-5 tersebut berkontribusi sebagai salah satu upaya menemukan solusi mengatasi dampak krisis keuangan global dengan pendekatan ekonomi Islam.
C.           Peluang, Tantangan, Dan Kendala Pengembangan Ekonomi Berbasis Syariah Di Era Globalisasi
1.             Peluang Pengembangan Ekonomi berbasis Syariah
Peluang Pengembangan Ekonomi berbasis Syariah disebabkan oleh beberapa hal yaitu:
a.              disebabkan karena mayoritas masyaratkat Indonesia beragama Islam. Hal tersebut merupakan pangsa pasar yang begitu potensial.
b.             fatwa bunga bank yang berfungsi sebagai legitimasi bagi perbankan Syariah dalam mensosialisasikan konsepnya.
c.              semakin timbulnya atas kesadaran beragama bagi masyarakat muslim di Indonesia.
d.             semakin berkembangnya penerapan ekonomi Syariah seperti pegadaian Syariah, koperasi Syariah dan asuransi Syariah.
e.              mulai banyaknya lembaga keislaman yaitu dengan mulai berdirinya partai –partai Islam pasca reformasi.[27]
f.              Adanya dukungan dari pemerintah dengan mengesahkannya UU terkait dengan Ekonomi Syari’ah
g.             Banyaknya sekolah-sekolah Islam seperti pesantren dan lainnya, ada juga lembaga dan komunitas muslim yang cukup banyak, hal ini Akan sangat mudah memberikan pemahaman kepada orang yang punya latar belakang pemahanan islam yang baik, harusnya bisa dengan sangat mudah dalam menerima konsep syariah.



2.             Tantangan Pengembangan Ekonomi berbasis Syariah
Dalam upaya mengimplemetasikan sistem ekonomi syariah di Indonesia, bagaimanapun, akan dihadapkan pada pelbagai tantangan. Jika dielaborasi, maka tantangan tersebut dapat dipilah kepada beberapa bentuk tantangan, sebagai berikut:
a.              kondisi politik. Tantangan kondisi politik berkait dengan kewenangan eksekutif dan legislatif dalam aspek kebijakan dan regulasi ekonomi. Sebab, bagaimanapun, implementasi ekonomi syariah di Indonesia akan berkait dengan masalah kebijakan dan regulasi, sementara kebijakan dan regulasi sangat membutuhkan kedua institusi tersebut.
b.             kondisi sosiologis. Tantangan kondisi sosiologis ini berkait erat dengan kesiapan masyarakat dalam menerima ekonomi syariah untuk diimplementasikan. Hal ini muncul disebabkan karena sudah berabad-abad lamanya masyarakat Indonesia telah terbiasa dengan perilaku ekonomi konvensional. Bahkan, tidak sedikit umat Islam yang sangat memuja sistem ekonomi yang tumbuh dan berkembang di Barat.
c.              kondisi ekonomi masyarakat. Selain itu, tantangan lain yang tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan adalah menurunnya tingkat ekonomi masyarakat Indonesia. Menurut Karnaen A. Perwataatmadja, keadaan seperti ini merupakan implikasi dari upaya sistematis penjajah Belanda untuk menterbelakangkan bangsa Indonesia. Dari mulai keterbatasan menuntut ilmu sampai pada pemberlakuan hukum secara diskriminatif telah menjadikan kehidupan sosial-ekonomi bangsa Indonesia terbelakang dan dampaknya masih terasa hingga saat ini.[28]
d.             sistem kapitalis terlanjur mendominasi sistem perekonomian di dunia bahkan banyak Negara yang notabene berpenduduk Islam cenderung menggunakan sistem kapitalis walaupun dalam penerapannya terdapat modifikasi
e.              sulitnya untuk membuktikan bahwa Sistem Perekonomian Islam lebih unggul daripada kapitalis dan sosialis , karena Negara Islam di pandang tidak kuat secara ekonomi dan politik.
Dengan demikian, tantangan dalam pengembangan ekonomi berbasis syariah secara serius perlu difokuskan pada tiga hal, yaitu: 1) mengembangkan ilmu ekonomi syariah melalui dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan, 2) mengembangkan sistem ekonomi syariah melalui regulasi-regulasi yang mendukung, 3)mengembangkan perekonomian umat yang dapat didorong dengan pengembangan ekonomi yang berbasis sektor ri’il yang ditopang lembaga keuangan yang berbasis syariah.[29]
Jika mengunakan kacamata kritis, maka ada dua hal dalam perkembangan ekonomi Islam yang patut diperhatikan, yaitu perkembangan ekonomi Islam ditataran praktis, tidak diimbangi dengan pengembangan ekonomi Islam pada sisi teoris. Seharusnya ekonomi syariah sebagai sebuah ilmu tidak hanya ditransformasikan dalam tataran praktis-implementatif tetapi harus diiringi dengan perkembangan pada sisi akademis-teoritis, dan keduanya harus berjalan beriringan. Maka kemudian riset-riset pengembangan keilmuan ekonomi Islam juga menjadi amat penting.[30]
Dalam pengembangan ekonomi Islam yang bersifat akademik-teoritis, Islam memiliki paradigma tersendiri. Pertama, isu-isu dan masalah yang sedang dihadapi didekati dengan melihat pengalaman-pengalaman ekonomi negara muslim silam dengan segala khazanahnya, dan dianalisis dengan pendekatan ekonomi kontemporer dengan tools modern. Kedua, setelah mengasilkan postulat-postulat, aksioma, dan teori-teori ekonomi Islam hasil pengalaman empiris, kemudian ditelurkan menjadi institusi-institusi dan kebijakan negara yang sifatnya makro dan terintegrasi. Ketika ditemukan kekurangan dan ketidaksempurnaan dari hasil evaluasi, maka dilakukan feedback yang dapat menghasilkan model yang lebih sempurna, establish, dan relatif dapat diaplikasikan pada banyak tempat dan waktu.[31]
3.             Kendala Pengembangan Ekonomi berbasis Syariah
Menurut identifikasi Bank Indonesia, yang disampaikan pada Seminar Akhir Tahun Perbankan Syariah 2005, kendala-kendala perkembangan Bank Syariah di samping imbas kondisi makro ekonomi, juga dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut.
1)             jaringan kantor pelayanan dan keuangan Syariah masih relatif terbatas.
2)             sumber daya manusia yang kompeten dan professional masih belum optimal.
3)             pemahaman masyarakat terhadap Ekonomi Syariah sudah cukup baik, namun minat untuk menggunakannya masih kurang.
4)             sinkronisasi kebijakan dengan institusi pemerintah lainnya berkaitan dengan transaksi keuangan, seperti kebijakan pajak dan aspek legal belum maksimal.
5)             rezim suku bunga tinggi pada tahun 2005.
6)             fungsi sosial Bank Syariah dalam memfasilitasi keterkaitan antara voluntary sector dengan pemberdayaan ekonomi marginal masih belum optimal.[32]
Sedangkan hubungannya dengan riset ekonomi syariah terdapat beberapa rintangan yang dapat menghambat kemajuan dan perkembangan riset tentang ekonomi Islam, di antaranya adalah: 1) ketiadaan studi-studi sejarah dalam riset; 2) kekurangan studi dan riset yang sifatnya empiris; 3) dukungan institusi yang tidak memadai; 4) ketidaktaatan norma dan etika dalam riset dan publikasi; 5) lemahnya visi penelitian; dan 6) salah dalam memilah.[33]
perekonomian yang berbasis kapitalis dan sosial menuju pengembangan kepada sistem ekonomi berbasis syariah. Karena sistem ini bukan hanya sebagai alternatif, namun sudah menjadi solusi atas beberarapa kekurangan yang muncul dari sistem kapitalis maupun sosialis. Hal ini dimaksudkan agar umat Islam secaa langsung menjadi pelaku ekonomi yang sesuai dengan nilai-nilai yang bersumber dari ajaran Islam dengan cara melakukan aktivitas bisnis yang halal dan menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan. Sehingga keseimbangan antara duniawi dan ukhrawi, materialis dan spiritualis dapat terwujudkan secara nyata.
Semua itu tidak lepas dari Peluang, Tantangan, dan Kendala dalam menjalankan dan mengejewantahkan Ekonomi Syari’ah dalam kehidupan kita, seperti apa yang sudah dijelaskan pemakalah diatas.



BAB III
KESIMPULAN
A.           Penutup
1.             Konsep dasar Ekonomi Syari’ah.
Ekonomi Syariah adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang berupaya untuk memandang, menganalisis, dan akhirnya menyelesaikan permasalahan-permasalahan ekonomi dengan cara-cara Islam, yaitu berdasarkan atas ajaran agama Islam, yaitu Al Qur'an dan Sunnah Nabi sedangkan Pondasi Ekonomi Islam adalah: Aqidah (pondasi utama);  Syariah dan Akhlak Ukhuwah. Pilar-Pilar ekonomi syari’ah Keadilan (‘adalah). Kemashlahatan (mashlahah Keseimbangan (tawazun). Tujuan Ekonomi Syariah  mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat (falah) melalui suatu tata kehidupan yang baik dan terhormat (hayyah thayyibah).
Pelaksanaan ekonomi syariah harus menjalankan prinsip-prinsip sebagai berikut: Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah swt kepada manusia. Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu. Kekuatan penggerak utama Ekonomi Syariah adalah kerja sama. Ekonomi Syariah menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir orang saja. Ekonomi Syariah menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan banyak orang. Seorang muslim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di akhirat nanti. Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab). Islam melarang riba dalam segala bentuk
2.             Pengembangan Ekonomi Berbasis Syariah di Era Globalisasi.
1)      Sejarah Pengembangan Ekonomi berbasis syari’ah Tahapan Pertama menuntaskan persoalan bunga Tahapan kedua dididik dan dilatih di perguruan tinggi terkemuka Tahapan ketiga ditandai dengan upaya-upaya konkrit untuk mengembangkan perbankan dan lembaga-lembaga keuangan non-riba baik dalam sektor swasta maupun dalam sektor pemerintah Tahapan keempat ditandai dengan pengembangan pendekatan yang lebih integratif dan sophisticated untuk membangun keseluruhan teori dan praktek ekonomi Islam
2)      Adanya Dukungan dari Pemerintah. Sebagai berikut: UU Nomor 19 tahun 2008 tentang SBSN, UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, BUMN mendirikan Bank Syariah, UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI), UU No. 3 Tahun 2006 pasal 49 huruf i tentang Peradilan Agama, KHES (Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah), Gerakan Wakaf tunai, Dikeluarkannya PP Nomor 39 Tahun 2008 Asuransi syariah, Didirikannya Direktorat pembiayaan Syariah di DEPKEU Direktorat Pembiayaan Syariah, Penyelenggaraan World Islamic Economic Forum (WIEF). Dalam melakasanakan dan mengembangkan Ekonomi Syari’ah tidak lepas dari Peluang, Tantangan, dan Kendala, seperti apa yang sudah pemakalah jelaskan terkait Peluang, Tantangan, dan Kendala, di BAB II yang sangat kongkrit dan gamblang.



DAFTAR PUSTAKA
Al Arif, M. Nur Rianto dan Euis Amalia. 2010 Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional. Jakarta, Kencana.
Ahmad muhammad al-assal dan fathi ahmad abdul hakim. 1999  Sistem, prinsip dan tujuan ekonomi Syariah (terj), CV Pustaka Setia, Bandung
Ahmad Muhammad Al-assal dan Fathi Ahmad Abdul hakim. 1980 Sistem Ekonomi Islam, Prinsip-Prinsip Dan Tujuan-Tujuannya. Surabaya: PT Bina Ilmu
Djakfar, Muhammad 2014 Agama, Etika, dan Ekonomi: Menyikap Akar Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer – Menangkap Esensi, Menawarkan Solusi Edisi Revisi Malang: UIN-Maliki Press
Djakfar, Muhammad 2007 Agama, Etika, dan Ekonomi: Wacana Menuju Pengembangan Ekonomi Rabbaniyah Malang: UIN-Malang Press
DEPAG RI,Peraturan Perundangan Perwakafan. 2006 Jakarta: DEPAG RI
Dahlan Siamat Intervensi Pemerintah Dalam Penguatan Sistem Keuangan Islam: Pengembangan Pasar Keuangan Syariah Merupakan Prioritas, Paper nara sumber dalam Simposium Nasional Ekonomi Islam IV,  8-9 Oktober 2009 di Hotel Syahid Yogyakarta
Himpunan Fatwa DSN, Edisi Kedua, diterbitkan atas kerjasama DSN-MUI dengan Bank Indonesia
http://digilib.umg.ac.id . Rufqotuz Zakhiroh dan Ersandhi Primantara. tantangan dan peluang Perbankan syariah Dalam pengembangan (diakses pada: 18-09-2017)
Mahfudh, Sahal 2007 Nuansa Fiqih Sosial Yogyakarta: LkiS, Cet. VI
Mustafa Edwin, dkk. 2006 Pengenalan eksklusif ekonomi Syariah. Kencana perdana media group. Jakarta.
Mannan, M. A 1992 Ekonomi Islam: Teori dan Praktek. Jakarta: PT. Intermasa
Mannan. M. Abdul 1986 Islamic Economics; Theory and Practice, Cambride: Houder and Stoughton Ltd  
Mashdurohatun, Anis 2011 Tantangan Ekonomi Syariah dalam Menghadapi Masa Depan Indonesia di Era Globalisasi, Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 11 Edisi Khusus Februari
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam. 2012 Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Rusydiana, Aam Slamet dkk. 2009., Ekonomi Islam Substantif Cipayung: GP Press
Rahman, Afzalur 1995 Doktrin Ekonomi Islam Penerjemah Soeroyo dan Nastangin Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf
Salim, Emil dkk. 1997, Manajemen dalam Era Globalisasi Jakarta: PT. Elex Media Komputindo
Statistik Perbankan Syariah 2011 Jakarta: Direktorat Perbankan Syariah BI, Januari
Statistik Perbankan Syariah 2008 Jakarta: Direktorat Perbankan Syariah BI, Mei
Sunan Al-Baihaqi, Bab 39 Bayan Makarim al-Akhlaq wa Ma’aaliihaa Al-Maktabah As-Syamilah, Juz 2
Sudarsono, M.B, Hendri 2002 Pengantar Ekonomi Mikro Islam. Yogyakarta, Ekonosia
Yadi Janwari, 2012. Tantangan dan Inisiasi dalam Implementasi Ekonomi Syariah di Indonesia, Jurnal Ahkam: Vol. XII, No. 2, Juli
Zainuddin Ali. 2008  Hukum Ekonomi Syariah. Jakarta: Sinar Grafika Offset





[1]  Emil Salim, dkk., Manajemen dalam Era Globalisasi (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 1997), hlm. 153-154. 
[2]   Prinsip dasar sistem ekonomi: 1) kapitalis (kebebasan memiliki harta secara perorangan, kebebasan ekonomi dan persaingan bebas, ketimpangan ekonomi); 2) sosialis (pemilikan harta oleh negara, kesamaan ekonomi, disiplin politik); 3) Islam (kebebasan individu, hak terhadap harta, ketidaksamaan ekonomi dalam batas yang wajar, kesamaan sosial, jaminan sosial, distribusi kekayaan secara meluas, larangan menumpuk kekayaan, larangan terhadap organisasi anti sosial, kesejahteraan individu dan masyarakat]. Lihat dalam Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam Penerjemah Soeroyo dan Nastangin (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995), hlm. 2-10. 
[3] Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam Penerjemah Soeroyo dan Nastangin. (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf. 1995) Hlm 11-12
[4] Sahal mahfudh, Nuansa Fiqih Sosial (Yogyakarta: LkiS, 2007), Cet. VI, hlm. 153-154. 
[5] Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI).  Ekonomi Islam. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), hlm 17
[6]  Al Arif, M. Nur Rianto dan Euis Amalia. Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional. (Jakarta, Kencana. 2010), hlm 7
[7] Muhammad Djakfar, Agama, Etika, dan Ekonomi: Wacana Menuju Pengembangan Ekonomi Rabbaniyah (Malang: UIN-Malang Press, 2007), hlm. 85-86.
[8] M. A Mannan. Ekonomi Islam: Teori dan Praktek. (Jakarta: PT. Intermasa 1992) hlm 15
[9] Ahmad Muhammad Al-assal dan Fathi Ahmad Abdul hakim. Sistem Ekonomi Islam, Prinsip-Prinsip Dan Tujuan-Tujuannya. (Surabaya: PT Bina Ilmu 1980), hlm 11
[10] Ahmad muhammad al-assal dan fathi ahmad abdul hakim. Sistem, prinsip dan tujuan ekonomi Syariah (terj),( CV Pustaka Setia, Bandung, 1999), hlm 32
[11] Sunan Al-Baihaqi, Bab 39 Bayan Makarim al-Akhlaq wa Ma’aaliihaa (Al-Maktabah As-Syamilah), Juz 2, hlm. 472, no. 21301.
[12]  Muhammad Djakfar, Agama, Etika, dan Ekonomi: Menyikap Akar Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer – Menangkap Esensi, Menawarkan Solusi Edisi Revisi (Malang: UIN-Maliki Press, 2014), hlm. 16-17.
[14] Mustafa Edwin, dkk. Pengenalan eksklusif ekonomi Syariah. (Kencana perdana media group. Jakarta. 2006), hlm 43
[15] Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2012), hlm 54
[16] Afzalur Rahman, Doktrin ekonomi Islam Jilid I. (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf 1995) hlm 84 
[17] M.B Hendri Sudarsono, Pengantar Ekonomi Mikro Islam. (Yogyakarta, Ekonosia, 2002)hlm 105
[18]  Zainuddin Ali. Hukum Ekonomi Syariah. (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2008): hlm 45
[19] Djakfar, Agama, Etika, dan Ekonomi:,....... hlm. 201-202.
[20] M. Abdul Mannan. Islamic Economics; Theory and Practice,( Cambride: Houder and Stoughton Ltd  1986)., hlm. 18.
[21]  Statistik Perbankan Syariah( Jakarta: Direktorat Perbankan Syariah BI, Januari 2011) , hlm 6
[22] Statistik Perbankan Syariah (Jakarta: Direktorat Perbankan Syariah BI, Mei 2008), hlm 2 -3
[23] DEPAG RI,Peraturan Perundangan Perwakafan.(Jakarta: DEPAG RI, 2006).hlm 67
[24] Himpunan Fatwa DSN, Edisi Kedua, diterbitkan atas kerjasama DSN-MUI dengan Bank Indonesia, hlm. 281- 284
[25] penjelasan UU No. 3 Tahun 2006 pasal 49 huruf i.
[26]  Dahlan Siamat Intervensi Pemerintah Dalam Penguatan Sistem Keuangan Islam: Pengembangan Pasar Keuangan Syariah Merupakan Prioritas, Paper nara sumber dalam Simposium Nasional Ekonomi Islam IV,  8-9 Oktober 2009 di Hotel Syahid Yogyakarta
[27]  http://digilib.umg.ac.id . Rufqotuz Zakhiroh dan Ersandhi Primantara. tantangan dan peluang Perbankan syariah Dalam pengembangan (diakses pada: 18-09-2017)
[28] Yadi Janwari, Tantangan dan Inisiasi dalam Implementasi Ekonomi Syariah di Indonesia, (Jurnal Ahkam: Vol. XII, No. 2, Juli 2012), hlm. 93.
[29] Ali Zainuddin Hukum Ekonomi Syariah (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 49-50.
[30] Aam Slamet Rusydiana, dkk., Ekonomi Islam Substantif (Cipayung: GP Press, 2009), hlm. 2-3.
[31] Rusydiana, dkk, Ekonomi Islam Substantif..., hlm. 3.
[32]  Anis Mashdurohatun, Tantangan Ekonomi Syariah dalam Menghadapi Masa Depan Indonesia di Era Globalisasi,( Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 11 Edisi Khusus Februari 2011), hlm. 80.
[33] Rusydiana, dkk, Ekonomi Islam Substantif..., hlm. 3-5.

No comments:

Post a Comment