Saturday, July 20, 2019

MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM SEBAGAI DISIPLIN ILMU


MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM SEBAGAI DISIPLIN ILMU

A.          Pendahuluan
Terjadi banyak kesalahpahaman dalam memaknai Manajemen Pendidikan Islam (MPI). Konsep manajerial dianggap sama dengan konsep manajemen pendidikan secara umum. Ini terbukti pada pelaksanaan manajerial dalam lembaga-lembaga pendidikan Islam masih mengacu pada konsep manajerial secara umum dan tidak seimbangnya antara materi pelajaran umum dengan Islam. Sehingga banyak dari lembaga pendidikan gagal menjalankan manajerial pendidikan Islam. Karena hal ini banyak dari masyarakat mengira bahwa terjadinya penyimpangan-penyimpangan sosial dan keterpurukan moral dikarenakan salah satu faktornya menyangkut Manajemen Pendidikan Islam.
Berangkat dari persoalan di atas ketika ingin mencapai hasil optimal dalam Manajemen Pendidikan Islam, maka manajemen harus dipahami secara utuh dari mulai proses sampai pada pelaksanaannya. Karena Manajemen Pendidikan Islam termasuk salah satu bidang disiplin ilmu tetapi bukan berarti harus disamakan. Meskipun kata ilmu diambil lebih banyak terfokus pada bidang-bidang ilmu-ilmu umum. Tetapi ilmu umum dapat diitegrasikan dengan Islam pada Manajemen Pendidikan Islam untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Untuk itu diwajibkan bagi siapapun yang berada pada struktur  manajemen  memahami konsep dasar manajemen dan mengenai manajemen Pendidikan sebagai disiplin ilmu. Dengan itu dapat memperkaya pengetahuan-pengetahuan mengenai Manajemen Pendidikan Islam untuk pengembangan ilmu pengetahuan yang terus berkembang. Untuk lebih jelasnya kami akan mencoba menjelaskan pada pembahasan makalah selanjutnya.



B.           Pembahasan    
1.      Pengertian
Secara etimologis manajemen berasal dari Bahasa Inggris management berasal dari kata kerja to manage yang dalam bahasa Indonesia dapat bererti mengurus, mengatur, mengemudikan, mengendalikan, mengelola, menjalankan dan memimpin. Dalam bahasa Latin berasal dari kata mano berarti tangan, menjadi manus artinya melakukan sesuatu dengan tangan, sehingga menjadi managiare yang berarti melakukan sesuatu berkali-kali dengan mengunakan tangan. Dalam mengerjakan sesuatu tidak hanya sendirian, akan tetapi dibantu melalui kegiatan orang lain. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bahawa manjemen merupakan pengunaan sumber secara efektif untuk mencapai sasaran.[1]
Sementara menurut J. Echols Kata management berasal dari manage, atau managiare, yang berarti: melatih kuda dalam melangkahkan kakinya (Echols, 1985). Dalam management, terkandung dua makna, ialah mind (pikir) dan action (tindakan) (Sahertian, 1985). Secara terminologis management berarti:
a.       Kemampuan atau keterampian untuk memperoleh suatu hasil dan rangka mencapai tujuan (Siagian, sebagaimana dikutip  Imron, 1985)
b.      Segenap perubatan menggerakkan sekelompok  orang atau mengerahkan segala fasilitas dalam suatu usaha kerja sama untuk mencapai tujuan (The LiangGie, sebagaimana dikutip Imron, 1985)
c.       Bekerja dengan menggunakan atau meminjam tangan orang lain.
Tiga pengertian ini memberikan isyarat adanya dua jenis pekerjaan, ialah pekerjaan manajerial dan pekerjaan teknis. Sementara pekerjaan menajerial adalah suatu pekerjaan yang proses penyelesaianya menggunakan tangan orang lain. Sedangkan, pekerjaan teknis adalah suatu pekerjaan yang suatu proses pekerjaannya menggunakan tangan sendiri.[2]
Dalam pengertian lain manajemen diartikan sebagai seni dan ilmu dalam proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan-pengarahan dan pengendalian terhadap orang dan mekanisme kerja untuk mencapai tujuan. Menyimak pendapat dari para ahli tersebut maka manajemen bisa disimpulkan sebagai usaha untuk mendapatkan sesuatu melalui orang lain melalui proses perencanaan, pengorganisasian, pengawasan, pengontrolan dan prses evaluasi. Disamping itu manajemen merupakan sebuah ilmu dan seni dalam trangka mencapai tujuan organisasi. [3]
Dari setiap pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen merupakan proses perencanaan, pengorganisasian, pengarah-pengarahan dan pengendalian terhadap orang lain dengan menggerakkan segala kelompompok dan semua fasilitas suatu kerja sama yang membentuk sebuah sistem untuk pencapaian tujuan. Kami memakai istilah sistem karena dalam pergerakan manajemen setiap prosesnya baik komponen kepemimpinan dari atas sampai bawah saling keterkaitan dan tidak bisa dilepaskan. Jika salah satu mengalami cacat tentu akan mempersulit dan bahkan berakibat fatal terhadap gagalnya manajemen yang dibentuk.
Pendidikan dalam kehidupan manusia dapat dibedakan dua macam yaitu praktek pendidikan dan ilmu pendidikan dalam bentuk teori.[4] Ilmu pendidikan Islam adalah  suatu sistem pendidikan yang memungkinkan seseorang dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan teori Islam, sehingga dengan mudah ia dapat membentuk hidupnya dengan ajaran Islam.[5] Menurut Omar Muhammad Al-Toumi Al-Syaibani mendefinisikan pendidikan Islam dengan proses mengubah tingkah laku individu pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya dengan cara pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai profesi diantara profesi-profesi asasi dalam masyarakat.[6]
Walaupun ada perbedaan devinisi di atas namun esensi dari keduanya sama dan maksud keduanya berasal dari ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Kedua landasan tersebut akan selalu menjadi landasan utama dan tidak dapat dipisahkan dari proses pelaksanaan pendidikan Islam. Pendidikan Islam berorientasi terbentuknya insan yang cerdas dalam kehidupan masyarakat dan religius yang produktif pada kehidupan ini.
Berangkat dari setiap devinisi-devinisi tersebut dapat disimpulkan bahwa Dengan demikian maka yang disebut dengan Manajemen Pendidikan Islam sebagaimana dinyatakan Ramayulis adalah proses pemanfaatan semua sumber daya yang dimiliki (ummat Islam, lembaga pendidikan atau lainnya) baik perangkat keras maupun lunak. Pemanfaatan tersebut dilakukan melalui kerjasama dengan orang lain secara efektif, efisien, dan produktif untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan baik di dunia maupun di akhirat.[7] Manajamen Pendidikan Islam adalah suatu proses pengelolaan lembaga pendidikan Islam secara Islami dengan cara menyiasati sumber-sumber belajar dan hal-hal lain yang terkait untuk mencapai tujuan pendidikan Islam secara efektif dan efisien.[8]
Dari pembahasan diatas munculah sebuah pertanyaan apa perbedaan manajemen pendidikan Islam dengan manajemen lainnya, misalnya dengan manajemen pendidikan umum? Memang secara general sama. Artinya, ada banyak atau bahkan mayoritas kaidah-kaidah manajerial yang dapat digunakan oleh kedua jenis manajemen tersebut, bahkan oleh seuruh manajemen. Namun secara spesifik terdapat kekhususan-kekhususan yang membutuhkan penanganan yang spesial pula. Dede Rosyada menyatakan, “inti manajemen dalam bidang apapun sama, hanya saja variabel yang dihadapinya bisa berbeda, tergantung pada bidang apa manajemen tersebut digunakan dan dikembangkan”. Perbedaan variabel ini membawa perbedan kultur yang kemudian memunculkan berbagai perbedaan.[9]
Konsep Islam pada masa Rasulullah Manajemen Pendidikan Islam sudah terbentuk yakni dalam Al-Qur’an Surat Ash-Shaff ayat 4:
¨bÎ) ©!$# =Ïtä šúïÏ%©!$# šcqè=ÏG»s)ムÎû ¾Ï&Î#Î6y $yÿ|¹ Oßg¯Rr(x. Ö`»uŠ÷Yç/ ÒÉqß¹ö¨B .
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh”.[10]
Kandungan ayat tentang tersebut tentang manfaat serta konsep-konsep dalam berorganisasi, bekerja dalam sebuah barisan yang teratur dan kokoh. Salah satu surat Madaniyah ini mengupas secara rinci tentang konsep berjamaah di dalam Islam. Hal ini memang sangat ditekankan oleh Rasulullah SAW pada masa berdakwah di Madinah, saat surat ini diturunkan. Dimana, pengokohan organisasi dan kejamaahan adalah titik tekan dakwah Rasulullah SAW di Madinah, berbeda dengan titik tekan dakwah Rasulullah SAW ketika di Mekkah yang fokus pada pengokohan aqidah dan ruhiyah ummat Islam masa itu. Dalam surat ini, terdapat lima konsep besar yang harus ada untuk mewujudkan organisasi yang kokoh.Yaitu, kesesuaian konsep dan pelaksanaan dalam organisasi, soliditas tim, ketepatan mengukur dan mengetahui kekuatan dan tantangan, konsep kesungguhan dalam bekerja dan berjuang, serta memiliki kader yang militan (kader yang solid).[11]
Jadi ayat menunjukkan bahwa ketika berorganisasi tentu tidak lepas dari manajemen keorganisasian. Karena manajemen yang memegang seluruh elemen-elemen di dalamnya.

2.      Sejarah Perkembangan Manajemen
Banyak kesulitan yang terjadi dalam melacak sejarah manajemen. Beberapa orang melihatnya (dengan definisi) sebagai konseptualisasi modern yang terlambat (dalam hal modernitas yang terlambat). dalam istilah tersebut manajemen tidak memiliki sejarah pra-modern, hanya merupakan pertanda. Beberapa orang lainnya, mendeteksi aktivitas mirip yang manajemen di masa pramodern akhir. beberapa penulis melacak perkembangan pemikiran manajemen pada pedagang-pedagang Sumeria dan pembangun piramid Mesir. Para pemilik budak selama berabad-abad menghadapi permasalahan eksploitasi/memotivasi budak yang bergantung namun terkadang suka melawan (memaksa otoritas), namun banyak perusahaan pra-industri, dengan skala mereka yang kecil, tidak merasa terdorong untuk menghadapi permasalahan manajemen secara sistematis. namun, inovasi seperti penyebaran sistem angka Hindu-Arab (abad ke-5 hingga ke-15) dan kodifikasi kesekretariatan entri-ganda (1494) menyediakan perangkat untuk penilaian, perencanaan dan kendali manajemen.[12]
Bidang pelajaran manajemen berkembang dari ekonomi dalam abad 19. Pelaku ekonomi klasik Adam Smith dan John Stuart Mill memberikan teori teori pengaturan sumber daya| pengaturan sumber daya, produksi dan penetapan harga. Pada saat yang hampir bersamaan, penemu seperti Eli Whitney, James Watt, dan Matthew Boulton mengembangkan teknik produksi seperti Penetapan standar, prosedur kontrol kualitas, akuntansi biaya, penukaran bahan, dan perencanaan kerja. Pada pertengahan abad 19, Robert Owen, Henry Poor, dan M. Laughlin dan lain-lain memperkenalkan elemen manusia dengan teori pelatihan, motivasi, struktur organisasi dan kontrol pengembangan pekerja. Pada akhir abad 19, Pelaku ekonomi marginal Alfred Marshall dan Leon Walras dan lainnya memperkenalkan lapisan baru yang kompleks ke teori manajemen. Pada 1900 manajer mencoba mengganti teori mereka secara keseleruhan berdasarkan sains. Teori pertama tentang manajemen yang lengkap muncul sekitar tahun 1920. Orang seperti Henry Fayol dan Alexander Church menjelaskan beberapa cabang dalam manajemen dan hubungan satu sama lain. Peter Drucker menulis salah satu buku paling awal tentang manajemen terapan: “Konsep Korporasi” (Concept of the Corporation), diterbitkan tahun 1946. Buku ini muncul atas ide Alfred Sloan (chairman dari General Motors) yang menugaskan penelitian tentang organisasi.[13]
Sejarah manajemen di atas memberitahukan bahwa manajemen pendidikan berawal dari manajemen lain, kemudian dikembangkan dalam ranah pendidikan. Sampai sekarang banyak ilmuan yang berusaha mengembangkan manajemen kedalam pendidikan.
Kemudian istilah Manajemen Pendidikan Islam (MPI) memunculkan berberapa asumsi pemahaman antara lain: Pertama, pendidikan Islam dalam proses penyelenggaraannya memakai prinsip-prinsip, konsep-konsep dan teori-teori manajemen berkembang dalam dunia bisnis. Kedua, pendidikan Islam yang dalam proses penyelenggaraan menggunakan prinsip-prinsipdan konsep-konsep manajemen yang digali dari sumber dan khazanah keislaman. Ketiga, pendidikan Islam yang dalam proses penyelenggaraannya menggunakan beberapa prinsip, konsep, dan teori manajemen yang telah berkembang dan menjadikan Islam sebagai nilai yang memandu dalam proses penyelenggaraannya. Namun pada dasarnya manajemen memiliki fungsi-fungsi yang berlaku universal pada umumnya.[14] Dapat dipahami bahwa Manajemen Pendidikan Islam juga merupakan bentuk integrasi yang  menunjukkan bahwa pada proses aplikasi yang gak jauh beda dengan keumuman, walaupum ada kekhususan-kekhususan antara keduanya.
Masing-masing manajemen memiliki keterampilan yang berbeda-beda. Menurut Indriyo Gitosudarmo dan Agus Mulyono, manajer harus memiliki tiga macam keterampilan, yaitu keterampilan konsepsional, keterampilan kemanusiaan, dan keterampilan teknis.
a.       Keterampilan konseptual
Manajer tingkat atas (top manager) harus memiliki keterampilan untuk membuat konsep, ide, dan gagasan demi kemajuan organisasi. Keterampilan ini sering disebut sebagai keterampilan kosepsional (conceptional skill). Gagasan atau ide serta konsep tersebut kemudian haruslah dijabarkan menjadi suatu rencana kegiatan untuk menciptakan gagasan atau konsepnya itu. Proses penjabaran ide menjadi suatu rencana kerja yang kongkret itu biasanya disebut sebagai proses perencanaan. Oleh karena itu, keterampilan konsepsional juga meruipakan keterampilan untuk membuat rencana kerja.
b.      Keterampilan komunikasi atau kemanusiaan
Selain kemampuan konsepsional, manajer juga perlu dilengkapi dengan keterampilan berkomunikasi atau keterampilan berhubungan dengan orang lain yang disebut juga keterampilan kemanusiaan (human skill).
Komunikasi yang persuasif harus selalu diciptakan oleh manajer terhadap bawahan yang dipimpinnya. Dengan komunikasi yang persuasif, bersahabat, dan kebapakan akan membuat karyawan merasa dihargai dan kemudian mereka akan bersikap terbuka kepada atasan. Keterampilan berkomunikasi diperlukan, baik pada tingkatan manajemen atas, menengah maupun bawah.
c.       Keterampilan teknis
Keterampilan terakhir yang merupakan bekal bagi seorang manajer adalah keterampilan teknis (technical skill). Keterampilan ini pada umumnya merupakan bekal bagi manajer pada tingkat yang lebih rendah. Keterampilan teknis ini merupakan kemampuan untuk menjalankan suatu pekerjaan tertentu, misalnya memperbaiki mesin, membuat kursi, merangkai bunga dan keterampilan teknis yang lain.[15]
3.      Fungsi Manajemen Pendidikan
Robbin dan Coulter (2007:9) mengatakan bahwa fungsi dasar manajemen yang paling penting adalah merencanakan, mengorganisasi, memimpin, dan mengendalikan. Senada dengan itu Mahdi bin Ibrahim (1997:61) menyatakan bahwa fungsi manajemen atau tugas kepemimpinan dalam pelaksanaannya meliputi berbagai hal, yaitu: Perencanaan, pengorganisasian, pergerakan dan pengendalian atau pengawasan. Untuk mempermudah pembahasan mengenai fungsi manajemen pendidikan Islam, maka kami akan menguraikan fungsi manajemen pendidikan Islam yaitu:
a.       Fungsi Perencanaan (Planning)
Perencanaan adalah sebuah proses perdana ketika hendak melakukan pekerjaan baik dalam bentuk pemikiran maupun kerangka kerja agar tujuan yang hendak dicapai mendapatkan hasil yang optimal. Untuk mengembangkan suatu rencana, seseorang harus mangacu kapada masa depan (forecast) atau menentukan pengaruh mengeluarkan biaya atau keuntungan, menetapkan perangkat tujuan atau hasil akhir, mengembangkan strategi untuk mencapai tujuan akhir, menyusun program yakni menentukan prioritas dan urutan strategi, anggaran biaya atau alokasi sumber-sumber, menetapkan prosedur kerja dengan metode yang baru, dan mengembangkan kebijakan-kebijakan berupa aturan dan ketentuan.[16]
Demikian pula halnya dalam pendidikan Islam perencanaan harus dijadikan langkah pertama yang benar-benar diperhatikan oleh para manajer dan para pengelola pendidikan Islam. Sebab perencanaan merupakan bagian penting dari sebuah kesuksesan, kesalahan dalam menentukan perencanaan pendidikan Islam akan berakibat sangat fatal bagi keberlangsungan pendidikan Islam. Bahkan Allah memberikan arahan kepada setiap orang yang beriman untuk mendesain sebuah rencana apa yang akan dilakukan dikemudian hari, sebagaimana Firman-Nya dalam Al Qur’an Surat Al Hasyr: 18 yang berbunyi:
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# öÝàZtFø9ur Ó§øÿtR $¨B ôMtB£s% 7tóÏ9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# 7ŽÎ7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? 
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.[17]

Ketika menyusun sebuah perencanaan dalam pendidikan Islam tidaklah dilakukan hanya untuk mencapai tujuan dunia semata, tapi harus jauh lebih dari itu melampaui batas-batas target kehidupan duniawi. Arahkanlah perencanaan itu juga untuk mencapai target kebahagiaan dunia dan akhirat, sehingga kedua-duanya bisa dicapai secara seimbang.
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa dalam Manajeman Pendidikan Islam perencanaan merupakan kunci utama untuk menentukan aktivitas berikutnya. Tanpa perencanaan yang matang aktivitas lainnya tidaklah akan berjalan dengan baik bahkan mungkin akan gagal. Oleh karena itu buatlah perencanaan sematang mungkin agar menemui kesuksesan yang memuaskan.
b.      Fungsi Pengorganisasian (organizing)
Hick & Gullet mengatakan bahwa pengorganisasian adalah kegiatan membagi-bagi tugas, tangung jawab dan wewenang diantara sekelompok orang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.[18]
Menurut Asnawir menyatakan bahwa pengorganisasian adalah aktivitas penyusunan, pembentukan hubungan kerja antara orang-orang sehingga terwujud suatu kesatuan usaha dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Akitivitas mengumpulkan segala tenaga untuk membentuk suatu kekuatan baru dalam rangka mencapai tujuan merupakan kegiatan dalam manajemen, karena pada dasarnya mengatur segala sesuatu yang ada dalam sebuah organisasi maupun suatu lembaga adalah kegiatan pengorganisasian. Kegiatan menyusun berbagai elemen dalam sebuah lembaga pendidikan maupun instansi merupakan kegiatan manajemen yang secara khusus disebut sebagai pengorganisasian, hal ini makin memperjelas bahwa di antara fungsi manajemen adalah menyusun dan membentuk berbagai hubungan kerja dari berbagai unit untuk menjadi sebuah tim yang solid, dari tim yang solid akan memberi kekuatan. Apabila terjadi kesatuan kekuatan dari berbagai elemen sistem untuk mencapai tujuan dalam lembaga maupun organisasi maka manajemen dianggap berhasil. Karena telah mampu menyatukan semua elemen dalam sistem untuk mewujudkan tujuan bersama. Dalam Al-Quran Allah telah memberikan kunci dalam manajemen yaitu untuk bersatu. Adanya kesatuan sistem akan memberi peluang besar untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini dapat dipahami dari firman Allah berikut ini:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qà)®?$# ©!$# ¨,ym ¾ÏmÏ?$s)è? Ÿwur ¨ûèòqèÿsC žwÎ) NçFRr&ur tbqßJÎ=ó¡B ÇÊÉËÈ (#qßJÅÁtGôã$#ur È@ö7pt¿2 «!$# $YèÏJy_ Ÿwur (#qè%§xÿs? 4 (#rãä.øŒ$#ur |MyJ÷èÏR «!$# öNä3øn=tæ øŒÎ) ÷LäêZä. [ä!#yôãr& y#©9r'sù tû÷üt/ öNä3Î/qè=è% Läêóst7ô¹r'sù ÿ¾ÏmÏFuK÷èÏZÎ/ $ZRºuq÷zÎ) ÷LäêZä.ur 4n?tã $xÿx© ;otøÿãm z`ÏiB Í$¨Z9$# Nä.xs)Rr'sù $pk÷]ÏiB 3 y7Ï9ºxx. ßûÎiüt6ムª!$# öNä3s9 ¾ÏmÏG»tƒ#uä ÷/ä3ª=yès9 tbrßtGöksE .
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam. Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”.[19](Qs. Al-Imran:102-103)

Ajaran Islam senantiasa mendorong para pemeluknya untuk melakukan segala sesuatu secara terorganisir dengan rapi, sebab bisa jadi suatu kebenaran yang tidak terorganisir dengan rapi akan dengan mudah bisa diluluh lantakan oleh kebathilan yang tersusun rapi.[20]
Dalam sebuah organisasi tentu ada pemimpin dan bawahan. Sementara itu Ramayulis (2008:272) menyatakan bahwa pengorganisasian dalam pendidikan Islam adalah proses penentuan struktur, aktivitas, interkasi, koordinasi, desain struktur, wewenang, tugas secara transparan, dan jelas. Dalam lembaga pendidikan Islam, baik yang bersifat individual, kelompok, maupun kelembagaan. Sebuah organisasi dalam manajemen pendidikan Islam akan dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan tujuan jika konsisten dengan prinsip-prinsip yang mendesain perjalanan organisasi yaitu Kebebasan, keadilan, dan musyawarah. Jika kesemua prinsip ini dapat diaplikasikan secara konsisten dalam proses pengelolaan lembaga pendidikan islam akan sangat membantu bagi para manajer pendidikan Islam.
c.       Fungsi Pergerakan (Actuating)
Manajemen mempunyai fungsi pengerakan, adanya pengerakan yang dilakukan oleh manajer memungkinkan organisasi berjalan dan perencanaan dilaksanakan. Dengan demikian pengerakan yang dilakukan oleh manajer penting dalam manajemen. Manajer yang mampu menggerakan bawahannya tentu mempunyai kiat-kiat tertentu, seperti memberi motivasi. Memberi motivasi adalah usaha untuk membangkitkan, usaha membangkitkan merupakan satu di antara asma Allah yaitu Al-Ba’ist yang berarti membangkitkan. Berdasarkan Asma Allah tersebut hendaknya manajer mempunyai sifat tersebut sehingga diharapkan dalam manajerialnya mampu membangkitkan semangat kerja bawahannya. Berkenaan dengan sifat Al-Ba’ist Allah berfirman:
uqèdur Ï%©!$# Nà69©ùuqtGtƒ È@ø©9$$Î/ ãNn=÷ètƒur $tB OçFômty_ Í$pk¨]9$$Î/ §NèO öNà6èWyèö7tƒ ÏmŠÏù #Ó|Óø)ãÏ9 ×@y_r& wK|¡B ( ¢OèO Ïmøs9Î) öNä3ãèÅ_ótB §NèO Nä3ã¤Îm;oYム$yJÎ/ ÷LäêZä. tbqè=yJ÷ès?
Artinya:Dan Dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan di siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk disempurnakan umur(mu) yang telah ditentukan, kemudian kepada Allah-lah kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan”. (QS. Al-An’am:60)[21]

Manajerial yang dibingkai dengan Al-ba’ist akan mampu memberikan energi motivasi kepada bawahan secara alamiah religius, dikatakan sebagai alamiah religius karena pada dasarnya manusia mempunyai sifat tersebut, meskipun tidak dalam tataran sempurna seperti Allah, karena manusia tidak akan pernah menyamai Allah, tetapi paling tidak dalam kontek manajerial manusia dapat mencontoh bagaimana Allah memberi motivasi kepada makhluk ciptaan-Nya.[22]
Dengan demikian posisi seorang manajer menempati posisi yang sangat urgen dan krusial dalam pergerakan manajemen pendidikan Islam, hal ini dikarenakan seorang manajer dituntut untuk mampu memberikan motivasi positif kepada bawahannya agar dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik.
d.      Fungsi Pengendalian atau Pengawasan (Controlling)
Pengawasan adalah keseluruhan upaya pengamatan pelaksanaan kegiatan operasional guna menjamin bahwa kegiatan tersebut sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Bahkan Didin dan Hendri (2003:156) menyatakan bahwa dalam pandangan Islam pengawasan dilakukan untuk meluruskan yang tidak lurus, mengoreksi yang salah dan membenarkan yang hak. Dalam pendidikan Islam pengawasan didefinisikan sebagai proses pemantauan yang terus menerus untuk menjamin terlaksananya perencanaan secara konsekuen baik yang bersifat materil maupun spirituil.
Fungsi pengawasan, Allah SWT berfirman di dalam al Quran sebagai berikut:
tûïÏ%©!$#ur (#räsƒªB$# `ÏB ÿ¾ÏmÏRrߊ uä!$uÏ9÷rr& ª!$# îáŠÏÿym öNÍköŽn=tã !$tBur |MRr& NÍköŽn=tã 9@ŠÏ.uqÎ/
Artinya:“Dan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah, Allah Mengawasi (perbuatan) mereka; dan kamu (Ya Muhammad) bukanlah orang yang diserahi Mengawasi mereka”.[23]( Q.S As-Syuura ayat 6)

Menurut Ramayulis (2008:274) pengawasan dalam pendidikan Islam mempunyai karakteristik sebagai berikut: pengawasan bersifat material dan spiritual, monitoring bukan hanya manajer, tetapi juga Allah Swt, menggunakan metode yang manusiawi yang menjunjung martabat manusia. Dengan karakterisrik tersebut dapat dipahami bahwa pelaksana berbagai perencaan yang telah disepakati akan bertanggung jawab kepada manajernya dan Allah sebagai pengawas yang Maha Mengetahui. Di sisi lain pengawasan dalam konsep Islam lebih mengutamakan menggunakan pendekatan manusiawi, pendekatan yang dijiwai oleh nilai-nilai keislaman.[24]

4.       Syarat-Syarat Disiplin Ilmu
Kamus Ilmiyah Populer disebutkan bahwa yang dimaksud dengan ilmu adalah pengetahuan.[25]Sedang dalam bahasa Arab ilmu berasal dari kata ‘Alima yang berarti tau. Dalam bahasa Inggris disebut science berasal dari perkataan Latin scientia yang diturunkan dari kata scire yang berarti mengetahui (To Know) atau belajar (To Learn).[26]
Suatu kawasan studi dapat tampil sebagai disiplin ilmu, bila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a.    lmu mensyaratkan adanya obyek yang diteliti, baik yang berhubungan dengan alam (kosmologi) maupun tentang manusia (Biopsikososial). Lorens Bagus (1996) menjelaskan bahwa dalam teori skolastik terdapat pembedaan antara obyek material dan obyek formal. Obyek formal merupakan obyek konkret yang disimak ilmu. Sedang obyek formal merupakan aspek khusus atau sudut pandang terhadap ilmu. Yang mencirikan setiap ilmu adalah obyek formalnya. Sementara obyek material yang sama dapat dikaji oleh banyak ilmu lain.
            Bertolak dari paradigma keilmuan tersebut, maka objek wilayah kajian atau penelitian manajemen pendidikan Islam yang  dapat dikembangkan mencakup : (1) masalah-masalah fundasional (foundation problems), terutama menyangkut landasan filosofis, sosiologis, antropologis, psikologis dan lain-lain. (2) masalah-masalah structural (Struktural problems), yang meliputi dimensi-dimensi struktur kelembagaannya, masyarakat, jenjang pendidikan, tingkat ekkonomi dan lain-lain; dan (3) masalah-masalah operasional (Operational Problems), terutama yang menyangkut praktek manajemen pendidikan Islam pada lingkup jenis-jenis pendidikan Islam baik pada aspek kelembagaan maupun programnya, serta segala komponen pendidikan yang dijiwai dan disemangati oleh ajaran dan nilai-nilai Islam sebagaimana uraian tersebut di atas.[27]
b.  Ilmu mensyaratkan adanya metode tertentu, yang di dalamnya berisi pendekatan dan teknik tertentu. Metode ini dikenal dengan istilah metode ilmiah. Dalam hal ini, Moh. Nazir, (1983:43) mengungkapkan bahwa metode ilmiah boleh dikatakan merupakan suatu pengejaran terhadap kebenaran yang diatur oleh pertimbangan-pertimbangan logis. Karena ideal dari ilmu adalah untuk memperoleh interrelasi yang sistematis dari fakta-fakta, maka metode ilmiah berkehendak untuk mencari jawaban tentang fakta-fakta dengan menggunakan pendekatan kesangsian sistematis. Almack (1939) mengatakan bahwa metode ilmiah adalah cara menerapkan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran. Sedangkan Ostle (1975) berpendapat bahwa metode ilmiah adalah pengejaran terhadap sesuatu untuk memperoleh sesutu interrelasi.
c.  Pokok permasalahan (subject matter atau focus of interest). ilmu mensyaratkan adanya pokok permasalahan yang akan dikaji.[28]
Menurut Luther Gulick manajemen memenuhi syarat sebagai ilmu pengetahuan karena memiliki serangkaian teori. Perjalanan suatu teori-teori manajemen yang ada diuji dengan pengamatan. Pada mulanya belum dapat dikatakan sebagai teori harus terdiri dari konsep-konsep yang secara sistematis dan membuktikan ramalan berdasarkankan penelitian.[29] Kami simpulkan munculnya teori berawal dari konsep-konsep kemudian dikumpulkan dan mengujinya dengan metode-metode tertentu sampai berbentuk sebuah teori sistematis. Teori sudah jelas adalah merupakan hasil dari fakta-fakta empirik di lapangan yang terkumpul dan tersusun menjadi teori kemudian berproses lagi menjadi ilmu.

5.      Manajemen Pendidikan Islam Sebagai disiplin Ilmu
Dalam manajemen Pendidikan Islam memenuhi syarat-syarat menjadi disiplin ilmu sebab:

a.    Memiliki objek studi (formal dan material)
Objek material ilmu pendidikan adalah perilaku manusia. Objek formalnya adalah menelaah fenomena pendidikan dalam perspektif yang luas dan integrative.
b.   Memiliki sistematika
Sistematika ilmu pendidikan dibedakan menjadi 3 bagian yaitu:
1)      Pendidikan sebagai gejala manusiawi, dapat dianalisis yaitu adanya komponen pendidikan yang saling berinteraksi dalam suatu rangkaian keseluruhan untuk mencapai tujuan.
Komponen pendidikan itu adalah:
a)  Tujuan pendidikan,
b)  Peserta didik,
c)  Pendidik,
d)  Isi pendidikan,
e)  Metode pendidikan,
f)  Alat pendidikan,
g)  Lingkungan pendidikan.
c.    Memiliki metode
Memliki metode-metode dalam ilmu pendidikan:
1)   Metode normativ, berkenaan dengan konsep manusiawi yang diidealkan yang ingin dicapai.
2)   Metode eksplanatori, berkenaan dengan pertanyaan kondisi, dan kekauatan apa yang membuat suatu proses pendidikan berhasil.
3)   Metode teknologis, berkenaan dengan bagaimana melakukannya dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan.
4)   Metode deskriptif, fenomenologis mencoba menguraikan kenyataan-kenyataan pendidikan dan lalu mengklasifikasikannya.
5)   Metode hermeneutis, untuk memahami kenyataan pendidikan yang konkrit dan historis untuk menjelaskan makna dan struktur dan kegiatan pendidikan.
6)   Metode analisis kritis, menganalisis secara kritis tentang istilah, pernyataan, konsep, dan teori yang ada dalam pendidikan.[30]
Menurut Luther Gulick manajemen memenuhi syarat sebagai ilmu pengetahuan karena memiliki serangkian teori, meskipun teori-teori itu masih terlalu umum dan subjekti. Selanjutnya dikatakan bahwa perjalanan suatu ilmu, teori-teori manajemen yang ada diuji dengan pengamalan.[31]
Sudah kami jelaskan di atas pada hakekatnya manajemen secara umum hampir sama dengan manajemen secara Islam. Sementara manajemen sendiri berakar dari Ilmu Pengetahuan umum yang berkembang dari masa ke masa kemudian disandarkan dari Al-Qur’an dan Hadist untuk diangkat menjadi manajemen pendidikan Islam.
Menurut Ahmad Tafsir Ilmu ialah pengetahuan yang logis dan mempunyai bukti empiris.[32] Mengenai manajemen pendidikan Islam sudah jelas termasuk salah satu bidang disiplin Ilmu. Karena manajemen sudah dapat mememuni kriteria tersebut misalnya obyek studi, sistematikan dan metode terbentuk dari Ilmu pengetahuan umum yang kemudian dikorelasikan ke dalam pendidikan Islam.
Kaidah-kaidah manajemen pendidikan Islam yang harus dirumuskan haruslah:
b.      Di payungi oleh wahyu (Al-Qur’an  dan Hadist)
c.       Diperkuat oleh pemikiran rasional
d.      Didasarkan data-data empirik
e.       Dipertimbangkan melalui budaya
f.       Didukung oleh teori-teori yang telah diuji validitasnya.[33]
Jadi manajemen Pendidikan Islam dalam proses pelaksanaanya tidak pernah melepaskan unsur empirik yang kemudian ekspresikan untuk tujuan Islami. Sementara keemperisannya dapat terbentuk berdasarkan ilmu-ilmu pengetahuan yang sudah ada sebelumya.  
Manajemen pendidikan juga telah mengakomodir seluruh unsur-unsur yang terdapat dalam manajemen pendidikan umum. Namun yang membedakan antara manajemen secara umum dan manajemen Pendidikan Islam terletak pada substansi dan implementasi atau pelaksanaan Manajemen Pendidikan Islam. Pada pembahasan Manajemen Pendidikan Islam senantiasa melibatkan wahyu dan budaya kaum muslimin ditambah kaidah-kaidah manajemen pendidikan secara umum. Maka pembahasan ini akan mempertimbangkan bahan-bahan sebagai berikut:
a.       Teks wahyu baik Al-Qur’an maupun Hadist yang terkait dengan manajemen pendidikan
b.      Perkataan-perkataan (aqwal) para sahabat nabi atau dan cendekiawan muslim yang terkait dengan manajemen pendidikan
c.       Realitas perkembangan lembaga pendidikan Islam
d.      Kultur komunitas (Pimpinan dan Pegawai) lembaga pendidikan Islam
e.       Ketentuan kaidah-kaidah manajemen pendidikan.[34]
Bahan-bahan di atas akan selalu menjadi  acuan utama ketika melakukan proses pelaksanaan Manajemen Pendidikan Islam. Hal tersebut yang kemudian membedakan dengan manajemen secara umum ketika melaksanakannya. Namun perlu diketahui bahwa manajemen merupakan bagian dari ilmu yang selalu mengalami perubahan baik secara radikal ataupun lambat. Tentu Manajemen Pendidikan Islam seharusnya tidak diam tetapi selalu menjawab perubahan-perubahan zaman dengan didasari dengan prinsip-prinsip keislaman di atas.

C.             Penutup
Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan bahwa manajemen diartikan sebagai seni dan ilmu dalam proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan-pengarahan dan pengendalian terhadap orang dan mekanisme kerja untuk mencapai tujuan.
Untuk manajemen pendidikan Islam   adalah proses pemanfaatan semua sumber daya yang dimiliki (ummat Islam, lembaga pendidikan atau lainnya) baik perangkat keras maupun lunak. Pemanfaatan tersebut dilakukan melalui kerjasama dengan orang lain secara efektif, efisien, dan produktif untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan baik di dunia maupun di akhirat.
Mengenai manajemen pendidikan Islam sudah jelas termasuk salah satu bidang disiplin Ilmu. Karena manajemen sudah dapat mememuni kriteria tersebut misalnya obyek studi, sistematikan dan metode terbentuk dari Ilmu pengetahuan umum yang kemudian dikorelasikan ke dalam pendidikan Islam.
Oleh karena itu dalam manajemen pendidikan Islam  haruslah mempertimbankan kaidah-kaidah sabagai berikut:
a.       Dipayungi oleh wahyu (Al-Qur’an  dan Hadist)
b.      Diperkuat oleh pemikiran rasional
c.       Didasarkan data-data empirik
d.      Dipertimbangkan melalui budaya
e.       Didukung oleh teori-teori yang telah diuji validitasnya.








DAFTAR RUJUKAN

Al-Qur’an dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara Penerjemah atau Penafsir Al-Qur’an, Jakarta, 1971.
Arqom Kuswantoro, Integrasi Ilmu dan Agama, Kahfi Offset, Jakarta, 2010.
Drs. H. Burhanuddin, M. Ed., dkk., Manajemen Pendidikan, Universitas Negeri Malang, Malang, 2003.
Dr. Redja Mudyahardjo, Filsafat Ilmu Pendidikan, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004.
Dr. Abdul Mujid M. Ag. Dan Dr. Jusuf Mudzakkir, M. Si., Ilmu Pendidikan Islam, Kencana Prenada Media Jakarta, 2006.
Dr. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, PT. Remaja Rosdakarya Bandung, 2007.
Dr. Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004.
Marno M. Ag. dan Tri Supriyanto M. Ag., Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam, PT. Refika Aditama, Bandung, 2008.
Prof. Dr. Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam, Erlangga, Jakarta, 2007.
Prof. Dr. Oemar Hamalik, Manajemen pengembangan kurikulum, Bandung,  PT. Remaja Rosdakarya, 2008.
Prof. Dr. H. Muhaimin MA. Dkk, Manajemen Pendidikan Aplikasinya Dalam Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasa, Jakarta, Kencana Prenada Media Group,2009.
Tim Prima Pena, Kamus Ilmiyah Populer, Surabaya, Gitamedia Press,2006.
http://mawardiumm.wordpress.com/2008/02/27/ilmu-pendidikan-islam/
http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Fungsi_manajemen&action=edit
http://umum.kompasiana.com/2009/01/11/transdisiplinarita





[2]Drs. H. Burhanuddin, M. Ed., dkk., Manajemen Pendidikan, Universitas Negeri Malang, Malang, 2003, hal. 4
[4]Dr. Redja Mudyahardjo, Filsafat Ilmu Pendidikan, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, hal. 5

[5]http://mawardiumm.wordpress.com/2008/02/27/ilmu-pendidikan-islam/

[6]Dr. Abdul Mujid M. Ag. Dan Dr. Jusuf Mudzakkir, M. Si., Ilmu Pendidikan Islam, Kencana Prenada Media Jakarta, 2006, hal. 25-26


[8]Prof. Dr. Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam, Erlangga, Jakarta, 2007, hal. 10

[9]Ibid., hal. 14

[10]Al-Qur’an dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara Penerjemah atau Penafsir Al-Qur’an, Jakarta, 1971, hal. 928

[13] Ibid
[14] Marno M. Ag. dan Tri Supriyanto M. Ag., Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam, PT. Refika Aditama, Bandung, hal. 3 
[15] Ibid
[16]Prof. Dr. Oemar Hamalik, Manajemen pengembangan kurikulum, Bandung,  PT. Remaja Rosdakarya, 2008. Hal. 33

[17]Al-Qur’an dan Terjemahnya, Op. Cit., hal. 918

[18]Marno M. Ag. dan Tri Supriyanto M. Ag.,  Op. Cit., hal. 16
[19]Al-Qur’an dan Terjemahnya, Op. Cit., hal. 23-24

[20] http://www.paismpn21padang.net, Op. Cit.
[21]Al-Qur’an dan Terjemahnya, Op. Cit., hal. 196

[22] http://www.paismpn21padang.net, Op. Cit.

[23] Al-Qur’an dan Terjemahnya, Op. Cit., hal. 783

[25] Tim Prima Pena, Kamus Ilmiyah Populer, Surabaya, Gitamedia Press,2006, hal. 190

[26]Arqom Kuswantoro, Integrasi Ilmu dan Agama, Kahfi Offset, Jakarta, 2010, hal. 34
[27]Prof. Dr. H. Muhaimin MA. Dkk, Manajemen Pendidikan Aplikasinya Dalam Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasa, Jakarta, Kencana Prenada Media Group,2009, hal. 17

[28] http://umum.kompasiana.com/2009/01/11/transdisiplinaritas/

[29]Dr. Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, hal. 2
[30] http://umum.kompasiana.com/2009/01/11/transdisiplinaritas/

[31] Dr. Nanang Fattah , Op. Cit., hal. 2

[32]Dr. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, PT. Remaja Rosdakarya Bandung, 2007, hal. 15

[33] Prof. Dr. Mujamil Qomar, Op. Cit., hal. 36

[34] Ibid., hal. 16

No comments:

Post a Comment