BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Bisnis merupakan aktivitas (sa’yun-amal) dari kehidupan manusia.
Aktivitas bisnis merupakan sebuah keniscayaan karena bisa terjadi di kalangan
masyarakat dalam berbagai strata sosial, di manapun dan kapanpun saja.
Masyarakat tradisional, transisional, dan modern sekalipun tidak akan pernah
lepas dari aktivitas bisnis karena bisnis itu sendiri merupakan bagian dari
sebuah pilihan profesi yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.
Semakin maju peradaban manusia, berkecenderungan akan semakin maju pula bisnis
yang dilakukan, terlebih lagi di era globalisasi yang kian dipacu oleh kemajuan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi yang tidak mustahil telah turut
memacu perilaku konsumtif dan kian tingginya kebutuhan manusia.[1]
Dalam aktivitas bisnis sesungguhnya etika sangat diperlukan dan
diimplementasikan karena etika merupakan cabang filsafat yang mempelajari baik
buruknya perilaku manusia dan tidak pernah terpisah sama sekali. Sehingga
pelaku binis bisa menjalankan bisnisnya dengan baik. Bagaimanapun perilaku mencerminkan
akhlak (etika) seseorang. Apabila seseorang taat pada etika, berkecendrungan
akan menghasilkan perilaku yang baik dalam setiap akativitas atau tindakan
tanpa terkecuali dalam aktivitas bisnis. Secara kongkret bisa diilustrasikan
jika seorang pelaku bisnis yang peduli pada etika, bisa diprediksikan ia akan
bersikap jujur, amanah, adil, selalu melihat kepentingan orang lain (moral
altruistik) dan sebagainya. Sebaliknya bagi mereka yang tidak mempunyai
kesadaran akan etika, dimanapun dan kapanpun saja tipe kelompok orang kedua ini
akan menampakkan sikap kontra produktif dengan sikap tipe kelompok orang
pertama dalam mengendalikan bisnis. Seorang pengusaha (pembisnis) dalam
pandangan islam bukan sekedar mencari keuntungan, melainkan juga keberkahan
yaitu kemantapan dari usaha itu dengan memperoleh keuntungan yang wajar dan
diridhoi oleh Allah SWT. Ini berarti yang harus diraih oleh seorang pedagang
dalam melakukan bisnis tidak sebatas keuntungan materiil (bendawi), tetapi yang
paling penting lagi adalah keuntungan imateriil (spiritual). [2]Dan
inilah yang dicontohkan Nabi Muhammad saw yang membangun bisnis dengan
mengimplementasikan etika sehingga terbukti beliau menjadi pembisnis yang
sukses.
Nabi muhammad saw juga sebagai rasul yang ditugasi untuk menyampaikan
kebenaran kepada umat islam. Oleh karena itu segala perilakunya jelas perlu
menjadi cermin kebajikan dan kebenaran bagi semua manusia, tanpa terkecuali
dalam persoalan aktivitas bisnis. Dalam kaitannya dengan masalah bisnis, paling
tidak ada dua perilaku Nabi Muhammad yang patut menjadi uswah terutama bagi
pelaku bisnis yaitu etos kerja dan etika dalam bisnis. Konsep dagang (bisnis)
yang diajarkan Rasulullah saw adalah apa yang disebut value drivenyang
bertujuan menjaga, mempertahankan, menarik nilai-nilai dari pengguna
(konsumen). Value driven erat kaitannya dengan yang disebut relationship
marketing yang berusaha untuk menjalin hubungan erat antara pedagang,
produsen dengan para pelanggan. Sebagai pedagang bagaimanapun seseorang harus
menjaga reputasi sebagai orang yang dipercaya oleh mitra bisnis dan para
konsumen, kepercayaan dan kejujuran adalah dua kata kunci yang akan membawa
keberhasilan bagi pelaku bisnis kedepan.[3]
Dan inilah yang dipraktekan oleh Nabi Muhammad saw, serta masih banyak lagi hal
– hal yang dicontohkan nabi dalam membangun sebuah bisnis atau melaksanakan
bisnisnya yang akan kita bahas pada makalah ini, dengan harapan para pelaku
bisnis nantinya bisa mencontoh perilaku-perilaku bisnis yang dilakukan Nabi
Muhammad saw sehingga para pelaku bisnis selain memperoleh keuntungan juga
diridhoi oleh Allah SWT.
<script type="text/javascript" src="https://komisigratis.com/ads.php?pub=68041"></script>
<!-- End of KOMISI GRATIS Script -->
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaiman
Aspek Bisnis yang Islami?
2.
Bagaimana
cara dan Sifat Rasulullah saw berbisnis?
3.
Bagaimana
Akhlak (Etika) Marketing
Ralulullah saw?
4.
Perilaku
Bisnis apasaja yang diAnjurkan dan diLarang dalam Islam?
1.3
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui aspek bisnis yang Islami.
2.
Untuk
mengetahui cara dan sifat Rasulullah saw berbisnis.
3.
Untuk
mengetahui akhlak (etika) marketing Rasulullah saw.
4.
Untuk
mengetahui perilaku bisnis yang dianjurkan dan dilarang dalam Islam.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Aspek Etika Bisnis yang Islami
1. Anjuran
Berbisnis
Islam telah secara jelas menganjurkan kepada manusia untuk berusaha
mencari rezeki dimuka bumi ini sebagai bekal hidupnya didunia dalam rangka
melaksanakan ibadah kepada Allah. Segala sumber daya yang tersedia di dunia
terdiri atas tanah dengan segala kandungan yang ada didalamnya, air dan
matahari, dan lain-lain. semuanya diciptakan Allah untuk digunakan dan dikelola
serta dimanfaatkan oleh manusia sebagai bekal hidupnya supaya manusia hidup
sejahtra lahir batin. Hal ini sesuai dengan firman Allah di dalam al qur’an dan
sabda Nabi sebagai berikut:
a.
QS,
AL Mulk (67: 15): “ Dialah Allah yang telah menjadikan bumi itu mudah bagi
kalian, maka berjalanlah (berusaha-berbisnis) disegala penjuru dan makanlah
sebagian rezekiNya.
b.
QS,
Al-A’raf (7:10): “ Sesungguhnya kami telah menempatkan kalian di bumu, dan kami
jadikan didalamnya (sumber) penghidupan.
c.
QS,
Al-Qashas (28:77): “ Dan tuntutlah (bahagian) yang diberikan Allah di akhirat
nanti dan janganlah kalian lupakan bahagian didunia ini.
d.QS, Al-Jumu’ah (62:10): “ Apabila telah selesai sholat, maka
bertebaranlah kalian dibumi ini dan carilah anugerah Allah, dan zikirlah kepada
Allah banyak-banyak, agar kalian mendapat keberuntungan.
e.
Hadist
Riwayat Thabrani : “Bila kalian telah selesai shalat shubuh, janganlah
kaliantidur, lalai mencari rizki kalian.
f.
Hadist
Riwayat Thabrani: “ Sesungguhnya Allah telah mewajibkan, kepada kalian untuk
berusaha, maka hendaklah kalian berusaha.
g.
Umar
Ibn Khatab pernah berkata: “ Janganlah sekali-kali diantara kalian ada orang
yang duduk enggan mencari rizki dan hanya berdoa: Ya Allah limpakanlah rizki
kepadaku, padahal dia tau bahwa langit tidak menurunkan hujan emas atau perak.
2.
Tujuan
Berbisnis
Berbisnis dalam arti berusaha mencari rezeki dengan menjalankan
fungsi-fungsi bisnis pada akhirnya bertujuan untuk beribadah dan mencari ridho
Allah. Hal ini memang sesuai dengan tugas peran manusia dilahirkan dimuka bumi
untuk mengemban amanah Allah. Berusaha dalam arti khusus, berbisnis merupakan
salah satu bagian dari keseluruhan upaya manusia untuk menjalankan tugas
hidupnya selama didunia yang diproyeksikan ke kehidupan yang berdimensi jangka
panjang diakhirat dengan segala konsekuensinya. Ini sesuai dengan firman Allah
dalam QS. Al-A,’aam (6: 161): “Sesungguhnya shalatku, ibdahku, hidupku, dan
matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”. Dalam surah lain QS. Al Ankabut
(29: 17) Allah berfirman: “Sesungguhnya apa-apa yang kalian sembah selain
daripada Allah, mereka itu tidak dapat memberika rizki buat kalian, maka
tuntutlah rizki itu dari Allah, dan sembahlah Dia, serta bersyukurlah
kepadaNya”.
3.
Berbisnis
Merupakan Ibadah dan Jihad
Islam sangat mendorong kepada para pemeluknya untuk melaksanakan
kegiatan bisnis (melakukan kegiatan ekonomi) baik dibidang pertanian,
peternakan, industri, perdagangan maupun bekerja dalam berbagai keahlian.
Karena kegiatan bisnis atau ekonomi ini akan membuat manusia dapat meneruskan
dan meningkatkan perjuangan hidupnya dalam rangka beribadah kepada Allah swt. [4]
2.2 Nabi Muhammad saw Berbisnis
Nabi muhammad adalah nabi terakhir yang diturunkan untuk
menyempurnakan ajaran-ajaran tuhan yang diturunkan sebelumnya. Rasulullah
adalah suri teladan umat-Nya, “Sesungguhnya pada diri Rasulullah terdapat suri
teladan yang baik bagi kamu, (yaitu) bagi siapa yang mengharap rahmat Allah
dan kebahagiaan hari kiamat dan ia
banyak menyebut nama Allah. (Q.S Al-Ahzab 33 ayat 21). Nabi Muhammad menjadi
suri teladan dalam semua aspek kehidupan termasuk dalam aktivitas bisnis. Nabi
Muhammad sebagai seorang pedagang dan memberikan contoh yang sangat baik dalam
setiap transaksi bisnisnya. Beliau melakukan teransaksi-teransaksi secara
jujur, adil, dan tidak pernah membuat pelanggan mengeluh apalagi kecewa. Beliau
selalu menepati janji dan mengantarkan barang dagangannya dengan standar
kualitas sesuai dengan permintaan pelanggan. Lebih dari itu, Nabi Muhammad juga
meletakan prinsip-prinsip dasar dalam melakukan transaksi dagang secara adil.
Kejujuran dan keterbukaan Nabi Muhammad dalam melakukan transaksi perdagangan
merupakan teladan abadi bagi pengusaha generasi selanjutnya. [5]
Nabi Muhammad tidak hanya mampu menciptakan pelanggan yang loyal,
tetapi juga mampu pelanggan yang percaya dengan menggunakan formula kejujuran,
keiklasan, silaturahim, dan bermurah hati dari seluruh kegiatan marketing yang
dilakukan oleh Nabi Muhammad.
1.
Jujur
Janella Brarlow
dan Dianna Maul dalam buku mereka Emotional Value: Creating Strong Brand
With Your Customer mengatakan bahwa banyak pelanggan pada saat ini yang
tidak lagi butuh sebuah service atau produk dengan kualitas yang tinggi, tetapi
sebuah nilai tambah secara emosional yang sangat lebih berharga daripada nilai
dari produk atau jasa itu sendiri. Nabi Muhammad telah memikirkan hal tersebut
jauh sebelum produk benar-benar canggih dan berkualitas tinggi. Rasulullah
menyadari sepenuhnya bahwa marketing yang sesungguhnya bukanlah sebatas produk
atau service, tetapi lebih pada muatan emosi yang terkandung. Sikap
jujur adalah inti dari nilai tambah dan pengalaman lebih akan yang ditawarkan.
Sebaik apapun value yang kita coba tawarkan pada konsumen apabila kita
tidak bersikap jujur akan menjadi sia-sia.
Sebelum memulai
karier sebagai pengusaha, Nabi Muhammad telah lama dikenal sebagai seorang yang
dapat dipercaya oleh semua orang. Setelah Nabi Muhammad melakukan perniagaan
sikap tersebut tidak berkurang sedikitpun. Sikap jujur yang menjadi dasar
kegiatan dan ucapan Nabi Muhammad secara otomatis membuahkan kepercayaan jangka
penjang dari semua orang yang berinteraksi dengannya baik dalam hal bisnis
maupun kehidupan sehari – hari. Seorang pegawai yang jujur akan mendapat nilai
lebih di mata para atasannya. Seorang pengusaha yang jujur akan dengan tenang
menjalankan usahanya dan sebuah perusahaan yang jujur akan mendapat kepercayaan
dari para pelanggannya. Sikap jujur adalah kunci utama dari kepercayaan
pelanggan. Kepercayaan bukanlah sesuatu yang diciptakan tetapi kepercayaan
adalah sesuatu yang dilahirkan.[6]
2.
Profesional
Selain sikap
Nabi yang jujur dan penuh keikhlasan, Nabi Muhammad juga menekankan pada
pentingnya sikap profesional dalam pekerjaan. The Right Man on The Right Job
menjadi inti dari sikap profesional. Sikap ini menjauhkan dari sifat malas,
tidak mau berusaha dan hanya menerima tanpa ada usaha untuk menuju ke arah yang
lebih baik. Nabi Muhammad pernah mengingatkan, jika menempatkan seseorang bukan
pada pekerjaan yang dia kuasai, besiaplah untuk mengalami kehancuran. Orang
yang tidak kompeten dalam menjalankan suatu bidang atau pekerjaan tertentu
hanya kan memperburuk keadaan. Seorang yang profesional juga akan selalu
bersikap cermat dalam setiap perbuatan yang dilakukan karena ia percaya hari
esok harus lebih baik dari hari ini. Nabi Muhammad bersabda: “yang terbaik dari
kalian (manusia) adalah yang tidak mengabaikan dunia demi mengejar hari akhir,
atau yang mengejar hari akhir demi dunia ini dan tidak menjadi beban bagi orang
lain”.
Penekanan pada
“tidak menjadi beban untuk orang lain” memicu sikap untuk terus berusaha
mengejar cita-cita atau target yang diinginkan. Pada akhirnya, sikap ini akan
membawa seorang individu pada pemanfaatan waktu dan sumber daya yang semakin
efektif dan efisien. Hanya ada penekanan pada sikap ikhlas tidak berarti setiap
orang menjadi malas. Profesionalisme dan ikhlas adalah dua hal yang saling
berkaitan dan saling menyeimbangkan. Ikhlas menjaga seseorang dari sikap
terlalu memaksakan diri dan menerima apapun hasilnya setelah usaha yang
optimal. Profesionalisme menjaga diri sikap malas dan hanya menerima apa adanya
tanpa usaha yang optimal. Keduanya adalah sebuah sistem yang bersinambungan.
Dengan memiliki dua sikap tersebut, seorang pengusaha tidak akan menjadi sosok
yang terlalu memaksakan ataupun terlalu mudah menyerah.
3.
Silaturahim
Silaturahim
pada dasarnya adalah formula untuk menjaga hubungan baik dengan sesama manusia,
lingkungan, makhluk hidup yang lain, dan tentu saja sama tuhan. Dengan
silaturahim, kita melakukan suatu hubungan atas dasar kasih sayang. Silaturahim
adalah kunci dalam melakukan usaha sebagai sarana untuk menuju sumber daya yang
tidak terbatas. Silaturahim membuat kita mampu mengetahui dan memahami apa-apa
yang menjadi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Pada saat itu tepatnya pada
abad ke-7, Nabi Muhammad saw sudah menekankan pada pentingnya silaturahim dalam
rangka mengetahui costumer insight dengan menggunakan silaturahim
sebagai salah satu seni dalam berdagang yang tentu saja secara tidak langsung
akan menaikan omzet perdagangan. Dengan silaturahim kita dapat membangun
jaringan kerja yang tidak terbatas. Silaturahim meiliki arti dan pengertian
yang jauh lebih dalam dari pada hanya sebatas hubungan bisnis. Silaturahim,
sebuah sikap dalam menjalin hubungan dengan siapapun atas dasar jujur, ikhlas,
dan profesional. [7]
4.
Murah
Hati
Terkadang
setelah mendapatkan kesetiaan pelanggan, sebuah perusahaan cendrung
memanfaatkan kesetian tersebut untuk mendapatkan keuntungan yang lebihbanyak.
Pelanggan yang dulunya cermat akan menjadi royal karena terpengaruh oleh
janji-janji indah yang ditawarkan oleh sebuah perusahaan dengan produk mereka
yang tampak sebagai solusi pada setiap permasalahan konsumen. Nabi Muhammad saw
tidak pernah menawarkan semua jenis produk atau menjanjikan semua solusi untuk
semua orang. Murah hati yang membentuk marketing, itulah salah satu cara Nabi
Muhammad menjaga siapapun dari melakukan sikap pembodohan dan pemanfaatan
konsumen. Murah hati adalah the center soul marketing, sebuah konsep
marketing yang dilakukan Nabi Muhammad.
Kejujuran
menghasilkan kepercayaan, keihkhlasan menghasilkan ketenangan dalam bekerja,
profesionalisme menghasilkan kesungguhan dan dedikasi tinggi serta silaturahim
membentuk jaringan kerja dan keuntungan moril dan materil yang tidak terbatas.
Dengan didasari sikap murah hati dan cara kerja dari keempat elemen tersebut
yang berkesinambungan akan membentuk sebuah pola pikir yang ideal, sebuah
paradigma baru yang berpusat pada sikap murah hati. Ini adalah the real
solution dalam marketing yang dilakukan oleh Nabi Muhammad, beliau
bersabda: “Allahmemberikan rahmat-Nya pada setiap orang yang bersikap baik
ketika menjual, membeli dan membuat suatu pernyataan”. Nabi Muhammad
bukanlah seorang pengusaha yang profit oriented, tetapi beliau lebih
mementingkan pada peningkatan hubungan jangka panjang dengan didasari saling
menghormati dan percaya, Nabi Muhammad justru menghasilkan profit lebih
baik dibanding para pengusaha lain pada waktu itu. Nabi Muhammad dengan formula
sederhananya telah menyentuh jiwa setiap orang yang berinteraksi dengannya
sehingga dapat dikatakan bahwa Nabi Muhammad telah menyentuh soul-share dari
customer. Diluar kapasitas Nabi Muhammad yang jauh diatas semua orang,
jejak langkahnya yang menekankan pada kejujuran, keikhlasanm profesional dan
senantiasa bermurah hati adalah sebuah konsep sederhana dengan efek yang luar
biasa. [8]
Untuk lebih kongkretnya, sifat dasar dalam prophetic values of
business and managemen yang melekat pada diri Rasulullah saw dikemukakan
pendapat sebagai berikut:
1.
Siddiq,
benar, nilai dasarnya ialah integritas, nilai-nilai dalam bisnisnya
berupa kejujuran, ikhlas, terjamin, keseimbangan emosional.
2.
Amanah,
nilai dasarnya dan nilai-nilai dalam bisnisnya ialah adanya
kepercayaan, bertanggung jawab, transparan, tepat waktu.
3.
Fathanah,
nilai dasarnya ialah memiliki pengetahuan luas, nilai-nilai dalam
bisnisnya ialah memiliki visi, pemimpin yang cerdas, sadar produk dan jasa,
serta belajar keberlanjutan.
4.
Tabligh,
nilai dasarnya ialah komunikatif, dan nilai bisnisnya ialah supel,
penjual yang cerdas, deskripsi tugas, delegasi wewenang, kerja tim, kordinasi,
ada kendali dan super visi.
5.
Ada
yang perlu ditambahkan yaitu syaja’ah, artinya berani, nilai bisnisnya
mau dan mampu mengambil keputusan, menganalisis data, keputusan yang tepat, dan
cepat tanggap.
Nilai-nilai dasar inilah yang telah mengantar Rasulullah saw
menjadi seorang pelaku bisnis yang andal dan berhasil serta dipercaya oleh
semua kalangan yang pernah bermitra dengannya. Sifat-sifat dasar itu mungkin
dalam era modern ini sudah mu lai
menipis karena jarang sekali ditetapkan oleh para pelaku bisnis. [9]
2.3 Akhlak (Etika) Marketing Rasulullah saw
Ada sembilan etika pemasar dalam islam (syariat) yang ini perlu di
implementasikan oleh para pelaku bisnis dan ini semua sudah dilakukan oleh Nabi
Muhammad saw.
1.
Memiliki
Keperibadian Spiritual (Takwa)
Seorang muslim
diperintahkan untuk selalu mengingat Allah, bahkan dalam suasana mereka sedang
sibuk dalam aktivitas mereka. Ia hendaknya sadar penuh terhadap
perioritas-perioritas yang telah ditentukan oleh maha pencipta. Kesadaran akan
Allah ini hendaklah menjadi sebuah kekuatan pemicu dalam segala tindakan.
Misalnya, ia harus menghentikan bisnisnya saat datang panggilan shalat,
demikian juga dengan kewajiban-kewajiban yang lain. semua kegiatan bisnis
hendaklah selaras dengan moralitas dan nilai utama yang digariskan oleh al
qur’an. Al – Qur’an menegaskan bahwa setiap tindakan dan transaksi hendaknya
ditujukan untuk tujuan hidup yang lebih mulia. Umat muslim diperintahkan untuk
mencari kebahagian akhirat dengan cara menggunakan nikmat yang Allah karuniakan
kepadanya dengan jalan yang sebaik-baiknya. Al Qur’an memerintahkan untuk mencari
dan mencapai perioritas-perioritas yang Allah tentukan didalam Al-qur’an. 1)
Hendaklah mereka mendahulukan pencarian pahala yang besar dan abadi si akherat
ketimbang keuntungan kecil dan terbatas yang ada didunia. 2) Mendahulukan
sesuatu yang secara moral bersih daripada sesuatu yang secara moral kotor,
walaupun misalnya yang disebut terakhir mendatangkan banyak keuntungan yang
lebih besar. 3) Mendahulukan pekerjaan yang halal daripada yang haram.[10]
Dengan
dimilikinya sifat taqwa yang demikian kuat, maka seorang pembisnis akan
melakukan usaha-usaha bisnis dengan cara-cara yang legal dan halal serta jauh
dari praktek-praktek ekploitasi, monopoli dan semua unsur yang akan
mengakibatkan kerugian bagi pihak-pihak lain seperti mempermainkan ukuran dan
timbangan, dan sebagainya. Demikian pula dia tidak akan melakukan manipulasi
barang, sehingga yang baik dikatakan baik, dan yang tidak baik ya katakan tidak
baik. Selain itu dia juga tidak mau mempermainkan harga misalnya dengan
menumpuk barang sehingga suplai terhenti lalu barang tersebut menjadi langka di
pasaran. Di saat itu baru dia keluarkan barang tersebut dengan harga yang
tinggi. Rasulullah memasukan perbuatan ini ke dalam penzaliman terhadap darah
dan harta seseorang. Dalam konteks ini beliau bersabda: saya sungguh berharap
ketika menemui Allah kelak di akhirat tidak seorangpun yang mengadukan perihal
penzaliman terhadap darah dan harta seseorang (H.R Ahmad, Abu Dawud, al
Tirmidzi, Ibnu Majah, al Darimi, dan Abu Ya’la) dalam hadist lain Rasulullah
bersabda: Siapapun yang menumpuk makanan sampai 40 malam, maka Allah
benar-benar berlepas tangan darinya” (HR. Ahmad, al Hakim, Ibn Abi Syaibah dan
al Bazar).
Dengan adanya
sifat taqwa, seorang pembisnis tidak perlu menghindari persaingan selama
dilakukan secara santun dan penuh keakraban, dalam arti persaingan itu tidak
dalam konteks saling menjatuhkan melainkan sama-sama berubah mendapatkan
keuntungan dengan cara-cara yang benar dan legal. Dengan demikian tidak perlu
mencari dukun atau para normal, apalagi meminta tolong kepada jin atau tuyul
untuk mendapat kemenangan dalam persaingan. [11]
2.
Berperilaku
Baik dan Simpatik (Shidiq)
Al-Qur’an mengajarkan
untuk senantiasa berwajah manis, berperilaku baik, dan simpatik. Allah SWT
berfirman “Dan berendah hatilah kamu terhadap orang-orang yang beriman”, (QS.
Al-Hijr (15) ayat 88). Berperilaku baik, sopan santun dalam pergaulan
adalah fondasi dasar dan inti dari kebaikan tingkah laku. Sifat ini sangat
dihargai dengan nilai yang tinggi dan cukup memncakup semua sisi manusia. Sifat
ini adalah sifat Allah yang harus dimiliki oleh kaum muslim. Al qur’an juga
mengharuskan pemeluknya untuk berlaku sopan dalam setiap hal, bahkan dalam
melakukan trensaksi bisnis dengan orang-orang bodoh tetap harus berbicara
dengan ucapan dan uangkapan yang baik (QS
Al-Nisa (4): ayat 5&8). Kaum muslim
diharuskan untuk berlaku manis den dermawan terhadap orang-orang miskin, dan jika
dengan alasan tertentu ia tidak mampu memberikan uang kepada orang-orang yang
miskin itu, setidak-tidaknya memperlakukan mereka dengan kata-kata yang baik
dan sopan dalam pergaulan(QS
Al-Isra (17) ayat 28). Begitulah
seorang syariah marketer harus berperilaku sangat simpatik, bertutur kata yang
manis, dan rendah hati. Semua orang yang pernah mengenalnya pasti memberi kesan
yang baik dan senang bersahabat dengannya.[12]
3.
Berlaku
Adil dalam Bisnis (Al-Adl)
Berbisnislah
kalian secara adil, Allah berfirman : “Berusahalah secara adil dan kamu
tidak boleh bertindak dengan tidak adil” ini adalah salah satu akhlak yang
harus dimiliki seorang marketer. Berbisnis secara adil adalah wajib hukumnya
bukan hanya imbauan dari Allah. Sikap adil termasuk diantara nilai – nilai yang
telah ditetapkan dalam islam dalam semua aspek ekonomi islam. Allah mencintai
orang-orang yang berbuat adil dan membenci orang-orang yang berbuat zalim,
bahkan melaknat mereka. Firman-Nya “Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan)
atas orang-orang yang zalim”
(QS Hud (11):ayat 8).Islam telah
mengharamkan setiap hubungan bisnis yang mengandung kezaliman dan mewajibkan
terpenuhinya keadilan yang teraplikasikan dalam setiap hubungan dagang dan
kontrak-kontrak bisnis. [13]
4.
Bersikap
Melayani dan Rendah Hati (Khidmah)
Sikap melayani
merupakan sikap utama dari seorang pemasar. Tanpa sikap melayani yang melekat
dalam kepribadiannya dia bukanlah seorang yang berjiwa pemasar. Melekat dalam
sikap melayani ini adalah sikap sopan, santun, dan rendah hati. Orang yang beriman
diperintahkan untuk bermurah hati, sopan, dan bersahabat saat berelasi dengan
mitra bisnisnya. Rasulullah bersabda bahwa salah satu ciri orang yang beriman
adalah mudah bersahabat dengan orang lain, dan orang lainpun mudah bersahabat
dengannya. Sikap selanjutnya adalah memberikan kemudahan kepada orang yang
kesulitan. Seorang muslim yang baik hendaklah bertasamuh (toleran) kepada
saudaranya saat membayar/menagih utang, cicilan kredit bak, dan sebagainya jika
ia sedang kesusahan atau kesulitan. Allah SWT berfirman “Dan jika (orang
berutang itu) dalam kesukaran, berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan
menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu
mengetahui.” (QS. Al-Baqarah (2) ayat 280). Syariah marketer juga
tidak boleh terbawa dalam gaya hidup yang berlebih-lebihan dan harus menunjukan
iktikad baik dalam semua transaksi bisnisnya. Allah SWT berfirman “Hai
orang-orang yang beriman janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan yang berlaku suka sama suka diantara
kamu” (QS Al Nisa (4) ayat 29). [14]
5.
Menepati
Janji dan tidak Curang
Allah SWT
berfirman tentang sikap amanah “.....jika sebagian kamu memercayai sebagian
yang lain, hendaklah yang dipercaya itu menunaikan amanahnya dan hendaklah ia
bertakwa kepada Allah tuhannya....” (QS Al Baqarah (2) ayat 283). Amanah
bermakna keinginan untuk memenuhi sesuatu dengan ketentuan. Secara umum, amanah
dari Allah SWT kepada manusia ada dua yaitu ibadah dan khafilah. Dalam
kehidupan seorang muslim harus melaksanakan segala perintah Allah dan
meninggalkan laranganNya. Kepatuhan kepada Allah adalah kepatuhan yang bersifat
mutlaq karena Allah memang menciptakan manusia untuk mengabdi kepadaNya.
Seorang pembisnis syariah harus senantiasa menjaga amanah yang dipercayakan
kepadanya. Demikian juga dengan seorang syariah marketer harus dapat
menjaga amanah yang diberikan kepadanya sebagai wakil perusahaan dalam
memasarkan dan mempromosikan produk kepada pelanggan. [15]
6.
Jujur
dan Terpercaya (Al-Amanah)
Diantara akhlaq
yang harus menghiasi bisnis syariah dan rasulullah melakukannya yaitu dalam
setiap gerak-geriknya adalah kejujuran. Kadang-kadang sikap jujur dianggap
mudah untuk dilakukan bagi orang-orang awam manakala tidak dihadapkan pada
ujian yang berat atau tidak dihadapkan pada godaan duniawi. Disinilah islam
menjelaskan bahwa kejujuran yang hakiki itu terletak pada muamalah mereka. Jika
ingin mengetahui sejauh mana tingkat kejujuran seorang sahabat, ajaklah
kerjasama dalam bisnis. Disana akan kelihatan sifat-sifat aslinya, terutama
dalam hal kejujuran. Rasulullah bersabda “penjual dan pembeli masih mempunyai
hak khiyar (hak untuk memilih) sebelum keduanya berpisah. Jika keduanya berlaku
jujur dan terus terang, maka transaksi keduanya akan mendapat berkah. Jika
keduanya berlaku dusta dan menutup-nutupi mungkin saja berdua mendapatkan laba,
tetapi jual beli mereka kehilangan berkah”.
Tidak diragukan
lagi bahwasannya ketidakjujuran adalah bentuk kecurangan yang paling jelek.
Orang yang tidak jujur akan selalu berusaha melakukan penipuan pada orang lain,
kapanpun dan dimanapun kesempatan itu terbuka bagi dirinya. Al qur’an dengan
tegas melarang ketidakjujuran itu. Allah berfirman “Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu menghianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan juga
janganlah kamu menghianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedangkan
kamu mengetahui” (QS Al Anfal (8) ayat 27). Demikian pentingnya sikap
amanah dalam bisnis sehingga kutukan, celaan, dan larangan terhadap
ketidakjujuran, kecurangan, dan penghianatan amanah terdapat lebih dari sembilan
belas ayat didalam Al Qur’an. Pantas saja ketika langit, bumi, dan
gunung-gunung akan diserahi amanah oleh Allah mereka enggan menerimanya karena
amanah itu memang amat berat pertanggungjawabannya. [16]
7.
Tidak
Suka Berburuk Sangka (Su uzh-zhann)
Saling menghormati
satu sama lain merupakan ajaran Nabi Muhammad saw yang harus diimplementasikan
dalam perilaku bisnis modern. Tidak boleh satu pengusaha menjelekan pengusaha
lain, hanya bermotifkan persaingan bisnis. Amat naif jika perilaku seperti ini
terdapat pada praktik bisnis, apalagi bagi praktisi yang sudah berani
menempelkan atribut syariah sebagai positioning bisnisnya. Karena itu
sepatutnya akhlak para praktisi, akademisi, dan para pakar ekonomi syariah
harus bisa menjadi teladan bagi umat. Islam melindungi. [17]
Islam melindungi kehormatan pribadi dari suatu pembicaraan oleh yang tidak
disukainya untuk disebut-sebut dalam ghibah, padahal omongan itu benar adanya.
Maka bagaimana lagi kalau omongan itu justru dibuat-buat dan tidak sesuai
dengan fakta, jelas itu merupakan dosa. Seperti yang dituturkan dalam hadist
Nabi Muhammad “Barang siapa membicarakan seseorang dengan sesuatu yang tidak
ada padanya karena hendak mencela dia, Allah akan dia di Neraka jahanam,
sehingga dia datang untuk membebaskan apa yang dia bicarakan itu.[18]
8.
Tidak
Suka Menjelek-jelekkan (Ghibah)
Penyakit hati
yang lain, selain su’uzh-zhann yang banyak menipu umat islam termasuk praktisi
dan akademisi ekonomi syariah, pembisnis adalah ghibah. Karena ghibah
(mengumpat/menjelek-jelekkan) ini dilarang. Seperti firman Allah “Dan jangan
sebagian dari kamu mengumpat sebagian yang lain”. Rasulullah saw
berkehendak akan mempertajam pengertian ayat tersebut kepada sahabat-sahabatnya
yang dimulai dengan cara tanya jawab, berkata nabi kepada mereka: tahukan kamu
apakah yang disebut dengan ghibah itu? Mereka menjawab: Allah dan Rasulnya
lebih tahu itu. Maka beliau menjawab lagi, yaitu kamu membicarakan saudaramu
tentang sesuatu yang ia tidak menyukainya. Kemudian nabi ditanya: bagaimana
jika saudaraku itu memang seperti yang saya katakan tadi? Rasulullah menjawab:
jika padanya terdapat apa yang kamu bicarakan itu, berarti kamu mengumpat
(ghibah) dan jika tidak seperti yang kamu bicarakan itu maka kamu telah
memfitnahnya.Biasanya seorang pemasar sehari-hari senang jika telah mengetahui
kelemahan, kejelekan, dan kekurangan lawan bisnisnya. Dan biasanya kelemahan
dan kejelekan ini dijadikan senjata untuk memenangkan pertarungan di pasar
dengan jalan menjelek-jelekkan (karena faktanya benar) atau memfitnah (karena
faktanya tidak benar).[19]
9.
Tidak
Melakukan Sogok/Suap (Risywah)
Dalam syariah
menyuap hukumnya haram, dan menyuap termasuk dalam kategori makan harta orang
lain dengan cara batil. Memberikan sejumlah uang dengan maksud agar kita dapat
memenangkan tender suatu bisnis, atau memberikan sejumlah uang kepada hakim
atau penguasa agar kita dapat memperoleh hukum yang lebih ringan atau termasuk
dalam kategori suap. Islam mengharamkan orang muslim menyuap penguasa dan
pembantu-pembantunya. Memberi dan menerima uang suap dalam bentuk apapun dalam
menjalankan tugas adalah diharamkan oleh syariat. Ketentuan ini berlaku bagi
siapapun baik hakim, polisi, menteri, lurah dan yang lainnya dan dalam perkara
apapun pengurusan ijin usaha, pembuatan ktp, perpanjang sim, dan sebagainya
termasuk dalam praktik bisnis sekalipun. Juga berlaku bagi para perantara,
broker, biro jasa, dan siapapun yang ikut terlibat dalam proses didalamnya.
Allah SWT berfirman “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang
lain diantara kamu dengan jalan yang bati danh janganlah kamu membawa urusan
harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda
orang lain itu dengan (jalan bertaubat) dosa, padahal kamu mengetahui” (QS
Al Baqarah (2) ayat 188). [20]
2.4 Perilaku Bisnis yang diAnjurkan dan diLarang
Dalam Islam semua kegiatan atau perilaku apapun suduh ada
aturannya, baik dalam berkomunikasi, bersosial, bermuamalah, berbisnis semuanya
sudah diatur dengan baik, tinggal bagaimana manusia mengimplementasikannya agar
semua kegiatan yang dilakukan mendapat ridhonya Allah. Dalam berbisnis perlu
memperhatikan aturan–aturan atau perilaku yang membolehkan dan yang melarang
apalagi orang yang melakukannya seorang muslim agar mendapatkan keberkahan
serta ridhonya Allah. Adapun perilaku-perilaku yang dianjurkan dalam berbisnis
diantaranya:
1.
Menggunakan
Niat yang Tulus
Niat yang tulus
dalam berbisnis adalah ibadah. Dalam surat Adz Dzariyaat ayat 56 “ Dan aku
tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”.
Allah juga merupakan sang pemberi rezeki, dalam surah Al Ankabut ayat 17 Allah
berfirman “Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah itu tidak mampu
memberikan rezeki kepadamu, maka mintalah rezeki itu dari sisi Allah, sembahlah
Dia dan bersyukurlah kepadaNya, hanya kepadanyalah kamu kembali”. Dari Umar
bin Khathab R.A Rasulullah bersabda “ Sesungguhnya amal itu dinilai bila
disertai dengan niat. Dan sesungguhnya masing-masing orang mendapatkan balasan
dari perbuatannya sesuai dengan niatnya” ( HR Bukhari dan Muslim).
2.
Al
Qur’an dan Hadist sebagai Pedoman
Al Qur’an
sebagai pedoman untuk manusia, termasuk dalam melakukan bisnis. Dalam surah Al
Jaatsiyah ayat 20 “Al Qur’an ini adalah pedoman bagi manusia, petuntuk dan
rahmat bagi kaum yang meyakini”. Adapaun dari hadist nabi yang diriwayatkan
dari Aisyah RA bahwasannya: “Rasulullah saw masuk kerumahku lalu aku bercerita
kepadanya. Kemudian beliau bersabda : beli dan merdekakanlah. Sesungguhnya
wala’ (kewalian) bagi siapa yang memerdekakan”. Petang hari beliau berdiri,
lalu beliau memuji Allah menurut mestinya kemudian beliau
bersabda:“bagaimanakah pikiran orang banyak, mereka mengadakan syarat-syarat
yang tidak ada dalam kitabullah. Barang siapa mengadakan syarat yang tidak
terdapat dalam kitabullah, syarat itu batal. Walaupun ia mengadakan seratus
syarat, starat yang dibuat Allah lebih benar dan lebih kuat (HR. Bukhari).
3.
Meneladani
Akhlak Rasulullah
Allah SWT
memberikan pujian tentang budi pekerti kepada Rasulullah saw. Dalam surah Al
Qolam ayat 4 Allah berfirman “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi
pekerti yang agung”. Nabi Muhammad merupakan orang yang berperilaku lemah
lembut, pemaaf, memohonkan ampun untuk orang lain, bermusyawaran dan bertawakal
kepada Allah, seperti yang difirmankan Allah dalam surah Ali Imron ayat 159 : “Maka
disebabkan dari rahmat Allah-lah kamu (Muhammad)berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu, karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah
ampun bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudia
apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepadaNya”. [21]
4.
Melakukan
Jual-Beli yang Halal
Allah menghalalkan
jual beli dan mengharamkan riba. Dalam surah al baqarah ayat 275 Allah
berfirman: “ Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka
berkata (perpendapat) sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang
telah sampai kepadanya larangan dari tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba) maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan), dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang-orang yang mengulangi
(mengambil riba) maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal
didalamnya”. Rasulullah saw menganjurkan jual beli yang halal dan semampu
mungkin menghindari yang syubhat, apalagi yang haram. Pernah suatu ketika
Rasulullah ditanya: “Ya Rasulullah pekerjaan apakah yang terbaik? Beliau
menjawab: “pekerjaan yang terbaik ialah usahanya seseorang dengan tangannya
sendiri dan semua jual-beli yang dianggap baik (Ahmad dan Baihaqi). Dari Nu’man bin Basyir, RA Nabi Bersabda:
“yang halal sudah nyata, yang haram sudah nyata dan antara keduanya beberapa
perkara yang diragukan. Barangsiapa yang meninggalkan apa yang diragukan
tentang dosanya, biasanya orang itu meninggalkan pula apa yang sudah nyata
berdosa. Dan siapa yang berani melakukan apa yang masih diragukan tentang
dosanya, dikhawatirkan ia jatuh pada perkara yang nyata dosanya. Segala macam
ma’siat adalah larangan Allah, barangsiapa bermain-main sekitar larangan Allah,
dikhawatirkan ia akan jatuh kedalamnya” (HR Bukhari dan Muslim).
5.
Melaksanakan
Keadilan
Allah
menganjurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis dan kegiatan lainnya. Dalam
surah Ar rahman ayat 9 : “Dan tegakanlah timbangan itu dengan adil dan
janganlah kamu mengurangi necara itu”. Dalam surah al an’aam ayat 152: “Dan
sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil”. Dalam surah Huud ayat
85: “Dan ssuaib berkata: Hai kaumku cukupkanlah takaran dan timbangan
denganadil”.
6.
Melaksanakan
Kejujuran
Allah menganjurkan untuk
melaksanakan kejujuran. Dalam surah al anfal ayat 58: “Dan jika kamu
khawatir akan terjadinya penghianatan dari satu golongan, maka kembalikanlah
perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berkhianat”. Demikian pula dalam surah Al Baqarah
ayat 282: “Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah
keadaannya atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah maka
hendaklah walinya mengimlakkan”. Dari Abu Said AL Khudri RA Rasulullah saw
besabda: “pedagang yang jujur dan dapat dipercaya termasuk golongan para
nabi, orang – orang yang benar-benar tulus dan para syuhada (HR Tirmidi,
Darimi dan Daraqutni). Dari ibnu Umar RA, ia berkata: Rasulullah saw pernah
ditanya mengenai usaha apakah yang paling baik? Beliau menjawab: “Usaha
seseorang dengan tangannya sendiri dan pedagang yang jujur (Thabrani dalam Al
Ausath dan para perawinya terpercaya). Dari Anas, RA Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya pedagang yang jujur dan benar akan berada di bawah naungan Arsy
Allah pada hari kiamat (Ashbhani).
7.
Menepati
Janji
Allah
menganjurkan untuk menepati janji dalam jual – beli dan aktivitas lainnya.
Disebutkan dalam al maidah ayat 1: “Hai orang-orang yang beriman penuhilah
akad-akad itu: Disebutkan juga dalam surah al israa’ ayat 34: “ Dan janganlah
kemu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik
(bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu
diminta pertanggungjawabannya”.[22]
Selain perilaku bisnis yang dibolehkan atau dianjurkan dalam Islam,
begitupun dengan praktiknya ada yang kemudian diperbolehkan dan ada juga yang
dilarang atau bahkan diharamkan oleh agama. Islam hanya mencantumkah hal – hal
yang dilarang, itupun dalam bentuk nilai-nilai. Namun dalam beberapa hadist,
Rasulullah saw terkadang memberikan komentar tentang beberapa bisnis yang
diperbolehkan kendatipun ini tidak mutlaq dan bukan berarti mengabaikan profesi
atau bisnis lainnya yang belum ada pada zaman Rasulullah. Beberapa kegiatan
ekonomi yang diperbolehkan yang terdapat dalam hadist adalah:
1.
Kegiatan
perdagangan
2.
Kegiatan
pertanian/perkebunan
3.
Peternakan/mengembala
Daftar
ini bukan berarti berbagai kegiatan yang ada sekarang ini tidak dianjurklan
atau tidak boleh. Prinsip yang dipegang seperti dikekukakan di atas, semuanya
boleh kecuali yang dilarang. [23]
Sebalikannya dengan pembahasan sebelumya tentang prilaku yang
dianjurkan oleh Islam dan oleh Nabi. Dibawah ini adalah perilaku-perilaku yang
dilarang dalam Islam bahkan dikecam oleh Nabi Muhammad saw. Diantaranya adalah:
1.
Riba
Mula-mula adalah penting untuk mengetahui bahwa tak ada perbedaan
dalam pandangan umat Islam mengenai larangan riba. Dan seluruh aliran dalam
Islam memandang kesenangan akan transaksi yang berdasarkan riba adalah dosa
besar. Ini dikarenakan sumber primer syariah Islam yakni Al Qur’an dan Hadist
atau As sunnah, sangat mengutuk riba. Namun demikian, ada perbedaan terkait
makna riba ataupun apa yang menentukan sebuah riba, yang harus dihindari demi
kesetaraan aktivitas ekonomi terhadap keyakinan akan syariah islam. Ada
sejumlah mitos dan kebingungan besar, bahkan diantara sesama muslim yang taat
dan sholeh sekalipun. Kendatipun beberapa muslim yang menganut paham liberal
menganggap bahwa bungan adalah bukanlah riba yang dilarang Islam, banyak muslim
yang shaleh dan taat memiliki keyakinan bahwa keuntungan yang ditentukan lebih
awal pada segala jenis transaksi adalah riba dan demikian hal tersebut
dilarang. Banyak pihak di komunitas bisnis menganggap bahwa dalam perbankan
Islam, uang yang tak bernilai semsetinya selalu tersedia. Sejumlah ekonom dan
pada penjualan kredit yang diselenggarakan perbankan Islam sama saja dengan
riba. Dalam pembahasan riba bahwa al qur’an dengan jelas menyebutkan bahwa riba
dilarang. Dalam surah Ar Ruum (30) ayat 39 Allah berfirman: “Dan sesuatu
riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka
riba itu tidak menambah pada sisi Allah, dan apa yang kamu berikan berupa zakat
yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhoan Allah, maka (yang berbuat
demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan pahalanya”. Dalam surah
An Nissa (4) ayat 16 disebutkan juga terkait riba. Allah SWT berfirman: “ Dan
disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang
daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang
batil. Kami telah menyediakan untuk orang – orang yang kafir diantara mereka
itu siksa yang pedih”. [24]
2.
Larangan
Gharar
Larangan utama
kedua adalah gharar, yang merujuk kepada ketidakpastian atau resiko yang
disebabkan kurangnya kejelasan sehubungan dengan pokok masalah atau harga dalam
kontrak atau perdagangan. Sebuah jual-beli atau kontrak bisnis lain yang
menyebabkan unsur gharar adalah haram/dilarang.
Gharar artinya
peluang, bertaruh, atau resiko (khatar). Khatar/gharar ditemukan jika kewajiban
dari beberapa pihak atas sebuah kontrak bersifat tidak pasti atau tidak jelas,
pengiriman salah satu item yang diperdagangkan tidak dikontrol oleh pihak
manapun, atau pembayaran dari satu pihak tidak pasti. Dalam terminologi dari
para ahli hukum, disebtkan bahwa gharar adalah jual-beli sesuatu yang tidak ada
ditangan atau jual beli sesuatu yang konsekuensinya (aqibah) tidak diketahui
atau sebuah jual beli yang mengandung bahaya dimana seseorang tak mengetahui
apakah itu akan terjadi atau tidak, misalnya jual beli ikan di dalam air atau
seekor burung di udara. Material yang tersedia tentang gharar dalam literatur
keuangan dan ekonomi islam jauh lebih sedikit ketimbang tentang riba. Namun
demikian para ahli hukum telah berupaya memperbincangkan aspek-aspek yang
berbeda demi menentukan ada atau tidaknya kandungan gharar dalam transaksi yang
dilakukan secara nonsyariah. Dalam bisnis apapun ketidakpastian tidak dapat
dihindari sepenuhnya. Pengamblan resiko lebih merupakan sebuah kondisi untuk
hak mendapat laba dalam bisnis. Namun demikian, masalahnya adalahnya sedikit
banyaknya ketidakpastian yang membuat sebuah transaksi menjadi haram belum
jelas terdefinisikan. [25]
3.
Larangan
Maisir/Qimar (Undian)
Kata maisir dan qimar sama-sama digunakan dalam
bahasa arab. Maisir merujuk pada kekayaan yang tersedia dengan mudah atau
akuisisi kekayaan secara tak sengaja, apakah itu dengan mengambil hak milik
orang maupun tidak. Qimar berarti permainan (undian) seseorang meraih keuntungan
melalui biaya orang-orang lain; seseorang menyimpan uangnya atau sebagian dari
kekayaan dengan taruhan dimana sejimlah uang yang diresikokan akan membawa
keuntungan uang yang besar atau mungkin hilang atau hancur/rusak. Meski kata
yang digunakan dalam al qur’an untuk larangan berjudi dan bertaruh adalah
maisir Allah SWT berfirman dalam surah Al Baqarah ayat 219: “ Mereka bertanya
kepadamu tentang khomar dan judi, katakanlah: pada keduanya terdapat dosa yang
besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari
manfaatnay. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahnkan. Katakanlah
yang lebih dari keperluan. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatnya kepadamu
supaya kamu berpikir.” [26]
4.
Apabila
Jual-Beli Menghalangi Seseorang dari Ibadah
Mengambil waktu
ibadah, misalnya seseorang sibuk berjual beli sampai menahannya dari shalat
berjamaah dimasjid sehingga dia kehilangan kesempatan sahalat berjamaah atau
sebagian dari itu. Hal seperti ini dilarang. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam
surah Al Munafaafiqun (63: 9) : “Hai orang-orang yang beriman, jagalah
hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dan mengingat Allah. Barangsiapa yang
berbuat demikian maka itulah orang-orang yang merugi”.
Perhatiakn arti
ayat diatas “...... mereka itulah orang-orang yang merugi”. Allah menetapkan
mereka bahwa mereka adalah orang-orang yang merugi meskipun mereka mungkin
kaya, memiliki timbunan uang, dan mempunyai banyak anak. Ini karena
anak-anaknya tidak dapat menggantikan apa yang tidak mereka dapatkan dari
mengingat Allah sehingga meskipun mereka mendapatkan keuntungan atau memperoleh
penghasilan didunia, mereka tetap merugi. Mereka hanya akan memperoleh
keberuntungan jika mereka mengumpulkan kedua kebaikan ini. Jika mereka
menyatukan antara mencari rezeki dan beribadan kepada Allah dengan berjual beli
pada waktunya dan mendirikan shalat pada waktunya maka mereka telah
mengumpulkan kebaikan didunia dan kebaikan diakhirat. Dan mereka telah berbuat
sebagaimana firman Allah swt dalam surah Al Ankabuut (29: 17) “ Sesungguhnya
apa yang kamu sembah selain Allah itu adalah berhala, dan kamu membuat dusta.
Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rezeki
kepadamu, maka mintalah rezeki itu di sisi Allah, dan sembahnlah Dia dan bersyukurlah
kepadaNya. Hanya kepadaNyalah kamu akan dikembalikan.[27]
5.
Menjual
Barang yang diLarang
Ini karena ketika Allah menetapkan sesuatu itu terlarang, Allah
juga menetapkan mengambil penghasilan darinya adalah terlarang, misalnya
seseorang menjual sesuatu yang dilarang untuk dijual. Rasulullah melarang
menjual bangkai, khamar (minuman yang memabukkan), babi, patung. Maka
barangsiapa yang menjual bangkai yakni daging yang tidak ada ketentuan zakatnya
maka dia menjual bangkai dan menghasilkan uang haram. Hal ini juga berlaku
dalam menjual khamar. Apa yang dimaksud dengan khamar adalah segala sesuatu
yang memabukan, berdasarkan sabda Nabi : “Setiap yang memabukan adalah
khamar, dan setiap khamar adalah haram”. Dan beliau mencela sepuluh yang
berkaitan dengan khamar, sebagaimana terdapat dalam hadist shahih:
“Sesungguhnya Allah melaknat khamar, orang yang membuatnya dan dan orang yang
baginya khamar dibuat, orang yang menjualnya dan orang membelinya, orang yang
meminumnya dan orang yang mendapatkan penghasilan darinya, orang yang
membawanya dan orang yang dibawakan khamar untuknya, dan orang yang
melayaninya”. (HR. Tirmdizi dan Ibnu Majah).
6.
Menjual
musik dan alat alat hiburan dalam segala jenis bentuknya
Menjual
instrumen yang menggunakan senar, yang ditiup, atau alat-alat musik dan segala
jenis alat yang serupa meskipun mereka menamakannya dengan nama lain seperti
“peralatan teknik” adalah diharamkan.
7.
Menjual
Gambar dan Patung
Nabi saw melarang kita mwnjual patung yang berbentuk makhluk hidup.
Hal ini karena patung merupakan perwakilan gambar, tidak peduli apakah itu dari
kuda, burung, binatang, atau manusia. Segala sesuatu yang asalnya mempunyai
ruh, maka menjual gambar atau patungnya adalah haram, dan penghasilan yang
diperoleh darinya adalah haram. Nabi melaknat pembuat gambar dan telah
mengabarkan bahwa merekalah yang akan menerima siksa yang paling pedih dihari
kiamat. Demikian juga tidak diperbolehkan menjual majalah yang dipebuhi
gambar-gambar, terlebih jika majalah tersebut mengandung gambar-gambar yang tidak
senonoh (misalnya wanita telanjang). Hal ini dikarenakan selain majalah
tersebut mengandung gambar yang dilarang, dia juga menyebarkan fitnah (godaan)
dan rangsangan bagi manusi untuk berbuat jahat. Dalam perspektif lain menjual
film-film yang tidak bermoral (yakni film porno), juga demikian. Film-film
terseburt dapat mengundang dan merangsang pemuda/pemudi melakukan hal-hal yang
tidak bermoral. Karena itu, kita tidak diperbolehkan menjual film-film porno.
Bahkan merupakan tugas kita untuk menjaga, menghancurkan, dan menjauhkan
film-film seperti itu dari lingkungan kaum muslimin. Siapapun yang membuat toko
(atau persewaan) video porno, berarti dian telah membuka tempat maksiat dan
memperoleh penghasilan yang haram dan tidak sah. Itu artinya dia jyga telah membuka
tempat fitnah dan benteng bagi syaitan. [28]
Disamping itu, dari segi praktiknya hal-hal yang larang atau bahkan
diharamkan dalam al-qur’an dan hadist
diantaranya:
1.
Melaksanakan
sistem ekonomi ribawi
2.
Mengambil
hak dan harta orang secara batil
3.
Kecurangan
mengurangi timbangan/takaran
4.
Menipu
atau mengurangi kualitas
5.
Memproduksi
serta menjual barang haram yang merusak jiwa, badan dan masyarakat, misalnya
minuman keras, narkotika, rokok, dan sejenisnya.
6.
Melaksanakan
dan membantu pelaksanaan yang dilarang, seperti judi.
7.
Berbisnis
dalam ketidakpastian, seperti ijonm, menjual barang yang tidak jelas (gharar).
8.
Melakukan
berbagai bentuk penipuan
9.
Menimbun
barang untuk mengambil keuntungan
10. Melakukan teransaksi jual beli barang sebelum masuk pasar atau
sebelum penjual mengetahui pasar.
11. Melakukan berbagai kegiatan monopoli, oligopoli, kartel, dan
monopsoni yang merugikan masyarakat.
12. Melakukan persaingan tidak sehat
13. Melakukan kegiatan korupsi, kolusi, dan nepotisme negatif
14. Melakukan berbagai kegiatan pemborosan dan tidak efisien
15. Hedonisme yang menimbulkan lupa mengingat tuhan
16. Melakukan berbagai kegiatan spekulasi. [29]
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Berdasarkan
paparan diatas maka dapat penulis simpulkan beberapa poin tertentu mengenai
membangun bisnis ala Rasulullah:
1.
Bisnis
merupakan aktivitas (sa’yun-amal) dari kehidupan manusia, masyarakat
tradisional, transisional, dan modern sekalipun tidak akan pernah lepas dari
aktivitas bisnis karena bisnis itu sendiri merupakan bagian dari sebuah pilihan
profesi yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.
2.
Islam
telah secara jelas menganjurkan kepada manusia untuk berusaha mencari rezeki salah
satunya dengan berbisnis. Nabi Muhammad sebagai seorang pedagang/pembisnis
memberikan contoh yang sangat baik dalam setiap transaksi bisnisnya. Beliau
melakukan teransaksi-teransaksi secara jujur, adil, profesional, murah hati dan
tidak pernah membuat pelanggan mengeluh apalagi kecewa karena nabi memiliki dan
menjungjung tinggi sifat siddiq, amanah, fathanah, tabligh, syaja’ah.
3.
Adapun
akhlak (etika) yang harus dimiliki marketing dalam berbisnis yaitu:
memiliki keperibadian spiritual (Takwa), berperilaku baik dan simpatik (Shidiq),
berlaku adil, bersikap melayani dan rendah hati, menepati janji dan tidak
curang, jujur dan terpercaya, tidak suka berburuk sangka, tidak
menjelek-jelekan, tidak melakukan sogok.
4.
Adapun
disamping itu perilaku – perilaku bisnis yang dilarang oleh agama bahkan
dikecam oleh Rasulullah: riba, larangan gharar, larangan maisir (undian),
jual-beli menhalagi seseorang dari ibadah, menjual barang yang dilarang,
menjual gambar dan patung. Sedangkan perilaku bisnis yang dibolehkan adalah
menggunakan niat yang tulus, al qur’an dan hadist pedoman, meneladani akhlak Rasulullah,
melakukan jual beli yang halal, melaksanakan keadilan, jujur dan yang lainnya.
3.2
Saran
Dalam aktivitas bisnis sesungguhnya etika sangat diperlukan dan
diimplementasikan karena etika merupakan cabang filsafat yang mempelajari baik
buruknya perilaku manusia. Bagaimanapun perilaku mencerminkan akhlak (etika)
seseorang. Apabila seseorang taat pada etika, berkecendrungan akan menghasilkan
perilaku yang baik dalam setiap akativitas atau tindakan, tanpa terkecuali
dalam aktivitas bisnis dan bisa diprediksikan ia akan bersikap jujur, amanah,
adil, selalu melihat kepentingan orang lain (moral altruistik) dan sebagainya.
Sebaliknya bagi mereka yang tidak mempunyai kesadaran akan etika, dimanapun dan
kapanpun saja tipe orang ini akan menampakkan sikap kontra produktif dengan
yang memiliki sikap yang menjungjung tinggi etika. Sehingga para pelaku bisnis
sangat perlu dalam bisnisnya meneladani Nabi Muhammad saw orang yang paling
ahli dalam semua aspek termasuk dalam membangun bisnis.
Penulis menyadari dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun guna melengkapi makalah yang sederhana ini agar lebih baik dimasa
yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis
dan umumnya bagi semuanya.
[1]Muhammad
Djakfar, Etika Bisnis (Menangkap Spirit Ajaran Langit dan Pesan Moral Ajaran
Bumi). (Jakarta: Penerbit Penebar Plus, 2012), 322.
[2]Muhammad
Djakfar, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam ( Malang: UIN-Malang Press, 2007),
20-21
[3]Muhammad
Djakfar, Etika Bisnis (Menangkap Spirit Ajaran Langit dan Pesan Moral Ajaran
Bumi). (Jakarta: Penerbit Penebar Plus, 2012), 329-330
[4][4]Muslich, Etika
Bisnis, Pendekatan Substantif dan Fungsional (Yogyakarta, penerbit Ekonisa,
1998), 83-84
[5] Herman
Kartajaya dan Muhammad Syakir Sula, Syariah Marketing (Bandung: PT.
Mizan Pustaka, 2006), 43-44
[6] Thorik Gunara
dan Utus Hardiono Sudibyo, Marketing Muhammad saw “Strategi Andal dan
Jitu Praktik Bisnis Nabi Muhammad saw” (Bandung: PT. Karya Kita, 2008),
90-91
[7] Ibid., 93-94
[8]Ibid., 96-97
[9] Muhammad
Djakfar, Etika Bisnis Islami ‘Tataran Teoritis dan Praksis’ (Malang:
UIN-Malang Press, 2008), 196-197
[10]Herman
Kartajaya dan Muhammad Syakir Sula, Syariah Marketing (Bandung: PT.
Mizan Pustaka, 2006), 67-69
[11]Nashruddin Baidan dan Erwati
Aziz, Etika Islam dalam Berbisnis ( Solo: Zada Haniva, 2008) 126-127
[12] Ibid., 70-71
[13] Ibid., 72-73
[14] Ibid., 75-76
[15] Ibid., 77-78
[16]Ibid., 82-84
[17] Ibid., 85
[18] Ibid., 87
[19]Ibid., 89-90
[20] Ibid., 93
[21]M. Suyanto, Muhammad Business
Strategy & Ethics (Yogyakarta: C.V Andi Offset, 2008), 184-186
[22] Ibid., 188-190
[23]Sofyan S. Harahap, Etika Bisnis
dalan Perspektif Islam (Jakarta: Salemba Empat, 2011), 136
[24]Veithzal Rivai, Islamic
Marketing ”Membangun dan Mengembangkan Bisnis dengan Praktik Marketing
Rasulullah” (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2012), 224, 225 dan 228
[25]Ibid., 239-240
[26]Ibid., 245-246
[27] Ibid., 250-252
[28]Ibid., 257
[29]Sofyan S. Harahap, Etika Bisnis
dalan Perspektif Islam (Jakarta: Salemba Empat, 2011), 136
No comments:
Post a Comment