Saturday, July 20, 2019

Membangun Bisnis: Perspektif Etika Profetik Ala Rasulullah SAW


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Bisnis merupakan aktivitas (sa’yun-amal) dari kehidupan manusia. Aktivitas bisnis merupakan sebuah keniscayaan karena bisa terjadi di kalangan masyarakat dalam berbagai strata sosial, di manapun dan kapanpun saja. Masyarakat tradisional, transisional, dan modern sekalipun tidak akan pernah lepas dari aktivitas bisnis karena bisnis itu sendiri merupakan bagian dari sebuah pilihan profesi yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Semakin maju peradaban manusia, berkecenderungan akan semakin maju pula bisnis yang dilakukan, terlebih lagi di era globalisasi yang kian dipacu oleh kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi yang tidak mustahil telah turut memacu perilaku konsumtif dan kian tingginya kebutuhan manusia.[1]
Dalam aktivitas bisnis sesungguhnya etika sangat diperlukan dan diimplementasikan karena etika merupakan cabang filsafat yang mempelajari baik buruknya perilaku manusia dan tidak pernah terpisah sama sekali. Sehingga pelaku binis bisa menjalankan bisnisnya dengan baik. Bagaimanapun perilaku mencerminkan akhlak (etika) seseorang. Apabila seseorang taat pada etika, berkecendrungan akan menghasilkan perilaku yang baik dalam setiap akativitas atau tindakan tanpa terkecuali dalam aktivitas bisnis. Secara kongkret bisa diilustrasikan jika seorang pelaku bisnis yang peduli pada etika, bisa diprediksikan ia akan bersikap jujur, amanah, adil, selalu melihat kepentingan orang lain (moral altruistik) dan sebagainya. Sebaliknya bagi mereka yang tidak mempunyai kesadaran akan etika, dimanapun dan kapanpun saja tipe kelompok orang kedua ini akan menampakkan sikap kontra produktif dengan sikap tipe kelompok orang pertama dalam mengendalikan bisnis. Seorang pengusaha (pembisnis) dalam pandangan islam bukan sekedar mencari keuntungan, melainkan juga keberkahan yaitu kemantapan dari usaha itu dengan memperoleh keuntungan yang wajar dan diridhoi oleh Allah SWT. Ini berarti yang harus diraih oleh seorang pedagang dalam melakukan bisnis tidak sebatas keuntungan materiil (bendawi), tetapi yang paling penting lagi adalah keuntungan imateriil (spiritual). [2]Dan inilah yang dicontohkan Nabi Muhammad saw yang membangun bisnis dengan mengimplementasikan etika sehingga terbukti beliau menjadi pembisnis yang sukses.
Nabi muhammad saw juga sebagai rasul yang ditugasi untuk menyampaikan kebenaran kepada umat islam. Oleh karena itu segala perilakunya jelas perlu menjadi cermin kebajikan dan kebenaran bagi semua manusia, tanpa terkecuali dalam persoalan aktivitas bisnis. Dalam kaitannya dengan masalah bisnis, paling tidak ada dua perilaku Nabi Muhammad yang patut menjadi uswah terutama bagi pelaku bisnis yaitu etos kerja dan etika dalam bisnis. Konsep dagang (bisnis) yang diajarkan Rasulullah saw adalah apa yang disebut value drivenyang bertujuan menjaga, mempertahankan, menarik nilai-nilai dari pengguna (konsumen). Value driven erat kaitannya dengan yang disebut relationship marketing yang berusaha untuk menjalin hubungan erat antara pedagang, produsen dengan para pelanggan. Sebagai pedagang bagaimanapun seseorang harus menjaga reputasi sebagai orang yang dipercaya oleh mitra bisnis dan para konsumen, kepercayaan dan kejujuran adalah dua kata kunci yang akan membawa keberhasilan bagi pelaku bisnis kedepan.[3] Dan inilah yang dipraktekan oleh Nabi Muhammad saw, serta masih banyak lagi hal – hal yang dicontohkan nabi dalam membangun sebuah bisnis atau melaksanakan bisnisnya yang akan kita bahas pada makalah ini, dengan harapan para pelaku bisnis nantinya bisa mencontoh perilaku-perilaku bisnis yang dilakukan Nabi Muhammad saw sehingga para pelaku bisnis selain memperoleh keuntungan juga diridhoi oleh Allah SWT.
 <!-- Start of KOMISI GRATIS Script -->

<script type="text/javascript" src="https://komisigratis.com/ads.php?pub=68041"></script>
<!-- End of KOMISI GRATIS Script -->

1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaiman Aspek Bisnis yang Islami?
2.      Bagaimana cara dan Sifat Rasulullah saw berbisnis?
3.      Bagaimana Akhlak (Etika)  Marketing Ralulullah saw?
4.      Perilaku Bisnis apasaja yang diAnjurkan dan diLarang dalam Islam?
1.3    Tujuan
1.      Untuk mengetahui aspek bisnis yang Islami.
2.      Untuk mengetahui cara dan sifat Rasulullah saw berbisnis.
3.      Untuk mengetahui akhlak (etika) marketing Rasulullah saw.
4.      Untuk mengetahui perilaku bisnis yang dianjurkan dan dilarang dalam Islam.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aspek Etika Bisnis yang Islami
1. Anjuran Berbisnis
Islam telah secara jelas menganjurkan kepada manusia untuk berusaha mencari rezeki dimuka bumi ini sebagai bekal hidupnya didunia dalam rangka melaksanakan ibadah kepada Allah. Segala sumber daya yang tersedia di dunia terdiri atas tanah dengan segala kandungan yang ada didalamnya, air dan matahari, dan lain-lain. semuanya diciptakan Allah untuk digunakan dan dikelola serta dimanfaatkan oleh manusia sebagai bekal hidupnya supaya manusia hidup sejahtra lahir batin. Hal ini sesuai dengan firman Allah di dalam al qur’an dan sabda Nabi sebagai berikut:
a. QS, AL Mulk (67: 15): “ Dialah Allah yang telah menjadikan bumi itu mudah bagi kalian, maka berjalanlah (berusaha-berbisnis) disegala penjuru dan makanlah sebagian rezekiNya.
b. QS, Al-A’raf (7:10): “ Sesungguhnya kami telah menempatkan kalian di bumu, dan kami jadikan didalamnya (sumber) penghidupan.
c. QS, Al-Qashas (28:77): “ Dan tuntutlah (bahagian) yang diberikan Allah di akhirat nanti dan janganlah kalian lupakan bahagian didunia ini.
d.QS, Al-Jumu’ah (62:10): “ Apabila telah selesai sholat, maka bertebaranlah kalian dibumi ini dan carilah anugerah Allah, dan zikirlah kepada Allah banyak-banyak, agar kalian mendapat keberuntungan.
e. Hadist Riwayat Thabrani : “Bila kalian telah selesai shalat shubuh, janganlah kaliantidur, lalai mencari rizki kalian.
f.  Hadist Riwayat Thabrani: “ Sesungguhnya Allah telah mewajibkan, kepada kalian untuk berusaha, maka hendaklah kalian berusaha.
g. Umar Ibn Khatab pernah berkata: “ Janganlah sekali-kali diantara kalian ada orang yang duduk enggan mencari rizki dan hanya berdoa: Ya Allah limpakanlah rizki kepadaku, padahal dia tau bahwa langit tidak menurunkan hujan emas atau perak.
2.    Tujuan Berbisnis
Berbisnis dalam arti berusaha mencari rezeki dengan menjalankan fungsi-fungsi bisnis pada akhirnya bertujuan untuk beribadah dan mencari ridho Allah. Hal ini memang sesuai dengan tugas peran manusia dilahirkan dimuka bumi untuk mengemban amanah Allah. Berusaha dalam arti khusus, berbisnis merupakan salah satu bagian dari keseluruhan upaya manusia untuk menjalankan tugas hidupnya selama didunia yang diproyeksikan ke kehidupan yang berdimensi jangka panjang diakhirat dengan segala konsekuensinya. Ini sesuai dengan firman Allah dalam QS. Al-A,’aam (6: 161): “Sesungguhnya shalatku, ibdahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”. Dalam surah lain QS. Al Ankabut (29: 17) Allah berfirman: “Sesungguhnya apa-apa yang kalian sembah selain daripada Allah, mereka itu tidak dapat memberika rizki buat kalian, maka tuntutlah rizki itu dari Allah, dan sembahlah Dia, serta bersyukurlah kepadaNya”.
3.    Berbisnis Merupakan Ibadah dan Jihad
Islam sangat mendorong kepada para pemeluknya untuk melaksanakan kegiatan bisnis (melakukan kegiatan ekonomi) baik dibidang pertanian, peternakan, industri, perdagangan maupun bekerja dalam berbagai keahlian. Karena kegiatan bisnis atau ekonomi ini akan membuat manusia dapat meneruskan dan meningkatkan perjuangan hidupnya dalam rangka beribadah kepada Allah swt. [4]

2.2 Nabi Muhammad saw Berbisnis
Nabi muhammad adalah nabi terakhir yang diturunkan untuk menyempurnakan ajaran-ajaran tuhan yang diturunkan sebelumnya. Rasulullah adalah suri teladan umat-Nya, “Sesungguhnya pada diri Rasulullah terdapat suri teladan yang baik bagi kamu, (yaitu) bagi siapa yang mengharap rahmat Allah dan  kebahagiaan hari kiamat dan ia banyak menyebut nama Allah. (Q.S Al-Ahzab 33 ayat 21). Nabi Muhammad menjadi suri teladan dalam semua aspek kehidupan termasuk dalam aktivitas bisnis. Nabi Muhammad sebagai seorang pedagang dan memberikan contoh yang sangat baik dalam setiap transaksi bisnisnya. Beliau melakukan teransaksi-teransaksi secara jujur, adil, dan tidak pernah membuat pelanggan mengeluh apalagi kecewa. Beliau selalu menepati janji dan mengantarkan barang dagangannya dengan standar kualitas sesuai dengan permintaan pelanggan. Lebih dari itu, Nabi Muhammad juga meletakan prinsip-prinsip dasar dalam melakukan transaksi dagang secara adil. Kejujuran dan keterbukaan Nabi Muhammad dalam melakukan transaksi perdagangan merupakan teladan abadi bagi pengusaha generasi selanjutnya. [5]
Nabi Muhammad tidak hanya mampu menciptakan pelanggan yang loyal, tetapi juga mampu pelanggan yang percaya dengan menggunakan formula kejujuran, keiklasan, silaturahim, dan bermurah hati dari seluruh kegiatan marketing yang dilakukan oleh Nabi Muhammad.
1.    Jujur
Janella Brarlow dan Dianna Maul dalam buku mereka Emotional Value: Creating Strong Brand With Your Customer mengatakan bahwa banyak pelanggan pada saat ini yang tidak lagi butuh sebuah service atau produk dengan kualitas yang tinggi, tetapi sebuah nilai tambah secara emosional yang sangat lebih berharga daripada nilai dari produk atau jasa itu sendiri. Nabi Muhammad telah memikirkan hal tersebut jauh sebelum produk benar-benar canggih dan berkualitas tinggi. Rasulullah menyadari sepenuhnya bahwa marketing yang sesungguhnya bukanlah sebatas produk atau service, tetapi lebih pada muatan emosi yang terkandung. Sikap jujur adalah inti dari nilai tambah dan pengalaman lebih akan yang ditawarkan. Sebaik apapun value yang kita coba tawarkan pada konsumen apabila kita tidak bersikap jujur akan menjadi sia-sia.
Sebelum memulai karier sebagai pengusaha, Nabi Muhammad telah lama dikenal sebagai seorang yang dapat dipercaya oleh semua orang. Setelah Nabi Muhammad melakukan perniagaan sikap tersebut tidak berkurang sedikitpun. Sikap jujur yang menjadi dasar kegiatan dan ucapan Nabi Muhammad secara otomatis membuahkan kepercayaan jangka penjang dari semua orang yang berinteraksi dengannya baik dalam hal bisnis maupun kehidupan sehari – hari. Seorang pegawai yang jujur akan mendapat nilai lebih di mata para atasannya. Seorang pengusaha yang jujur akan dengan tenang menjalankan usahanya dan sebuah perusahaan yang jujur akan mendapat kepercayaan dari para pelanggannya. Sikap jujur adalah kunci utama dari kepercayaan pelanggan. Kepercayaan bukanlah sesuatu yang diciptakan tetapi kepercayaan adalah sesuatu yang dilahirkan.[6]
2.    Profesional
Selain sikap Nabi yang jujur dan penuh keikhlasan, Nabi Muhammad juga menekankan pada pentingnya sikap profesional dalam pekerjaan. The Right Man on The Right Job menjadi inti dari sikap profesional. Sikap ini menjauhkan dari sifat malas, tidak mau berusaha dan hanya menerima tanpa ada usaha untuk menuju ke arah yang lebih baik. Nabi Muhammad pernah mengingatkan, jika menempatkan seseorang bukan pada pekerjaan yang dia kuasai, besiaplah untuk mengalami kehancuran. Orang yang tidak kompeten dalam menjalankan suatu bidang atau pekerjaan tertentu hanya kan memperburuk keadaan. Seorang yang profesional juga akan selalu bersikap cermat dalam setiap perbuatan yang dilakukan karena ia percaya hari esok harus lebih baik dari hari ini. Nabi Muhammad bersabda: “yang terbaik dari kalian (manusia) adalah yang tidak mengabaikan dunia demi mengejar hari akhir, atau yang mengejar hari akhir demi dunia ini dan tidak menjadi beban bagi orang lain”.
Penekanan pada “tidak menjadi beban untuk orang lain” memicu sikap untuk terus berusaha mengejar cita-cita atau target yang diinginkan. Pada akhirnya, sikap ini akan membawa seorang individu pada pemanfaatan waktu dan sumber daya yang semakin efektif dan efisien. Hanya ada penekanan pada sikap ikhlas tidak berarti setiap orang menjadi malas. Profesionalisme dan ikhlas adalah dua hal yang saling berkaitan dan saling menyeimbangkan. Ikhlas menjaga seseorang dari sikap terlalu memaksakan diri dan menerima apapun hasilnya setelah usaha yang optimal. Profesionalisme menjaga diri sikap malas dan hanya menerima apa adanya tanpa usaha yang optimal. Keduanya adalah sebuah sistem yang bersinambungan. Dengan memiliki dua sikap tersebut, seorang pengusaha tidak akan menjadi sosok yang terlalu memaksakan ataupun terlalu mudah menyerah.
3.    Silaturahim
Silaturahim pada dasarnya adalah formula untuk menjaga hubungan baik dengan sesama manusia, lingkungan, makhluk hidup yang lain, dan tentu saja sama tuhan. Dengan silaturahim, kita melakukan suatu hubungan atas dasar kasih sayang. Silaturahim adalah kunci dalam melakukan usaha sebagai sarana untuk menuju sumber daya yang tidak terbatas. Silaturahim membuat kita mampu mengetahui dan memahami apa-apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Pada saat itu tepatnya pada abad ke-7, Nabi Muhammad saw sudah menekankan pada pentingnya silaturahim dalam rangka mengetahui costumer insight dengan menggunakan silaturahim sebagai salah satu seni dalam berdagang yang tentu saja secara tidak langsung akan menaikan omzet perdagangan. Dengan silaturahim kita dapat membangun jaringan kerja yang tidak terbatas. Silaturahim meiliki arti dan pengertian yang jauh lebih dalam dari pada hanya sebatas hubungan bisnis. Silaturahim, sebuah sikap dalam menjalin hubungan dengan siapapun atas dasar jujur, ikhlas, dan profesional. [7]
4.    Murah Hati
Terkadang setelah mendapatkan kesetiaan pelanggan, sebuah perusahaan cendrung memanfaatkan kesetian tersebut untuk mendapatkan keuntungan yang lebihbanyak. Pelanggan yang dulunya cermat akan menjadi royal karena terpengaruh oleh janji-janji indah yang ditawarkan oleh sebuah perusahaan dengan produk mereka yang tampak sebagai solusi pada setiap permasalahan konsumen. Nabi Muhammad saw tidak pernah menawarkan semua jenis produk atau menjanjikan semua solusi untuk semua orang. Murah hati yang membentuk marketing, itulah salah satu cara Nabi Muhammad menjaga siapapun dari melakukan sikap pembodohan dan pemanfaatan konsumen. Murah hati adalah the center soul marketing, sebuah konsep marketing yang dilakukan Nabi Muhammad.
Kejujuran menghasilkan kepercayaan, keihkhlasan menghasilkan ketenangan dalam bekerja, profesionalisme menghasilkan kesungguhan dan dedikasi tinggi serta silaturahim membentuk jaringan kerja dan keuntungan moril dan materil yang tidak terbatas. Dengan didasari sikap murah hati dan cara kerja dari keempat elemen tersebut yang berkesinambungan akan membentuk sebuah pola pikir yang ideal, sebuah paradigma baru yang berpusat pada sikap murah hati. Ini adalah the real solution dalam marketing yang dilakukan oleh Nabi Muhammad, beliau bersabda: “Allahmemberikan rahmat-Nya pada setiap orang yang bersikap baik ketika menjual, membeli dan membuat suatu pernyataan”. Nabi Muhammad bukanlah seorang pengusaha yang profit oriented, tetapi beliau lebih mementingkan pada peningkatan hubungan jangka panjang dengan didasari saling menghormati dan percaya, Nabi Muhammad justru menghasilkan profit lebih baik dibanding para pengusaha lain pada waktu itu. Nabi Muhammad dengan formula sederhananya telah menyentuh jiwa setiap orang yang berinteraksi dengannya sehingga dapat dikatakan bahwa Nabi Muhammad telah menyentuh soul-share dari customer. Diluar kapasitas Nabi Muhammad yang jauh diatas semua orang, jejak langkahnya yang menekankan pada kejujuran, keikhlasanm profesional dan senantiasa bermurah hati adalah sebuah konsep sederhana dengan efek yang luar biasa. [8]
Untuk lebih kongkretnya, sifat dasar dalam prophetic values of business and managemen yang melekat pada diri Rasulullah saw dikemukakan pendapat sebagai berikut:
1.    Siddiq, benar, nilai dasarnya ialah integritas, nilai-nilai dalam bisnisnya berupa kejujuran, ikhlas, terjamin, keseimbangan emosional.
2.    Amanah, nilai dasarnya dan nilai-nilai dalam bisnisnya ialah adanya kepercayaan, bertanggung jawab, transparan, tepat waktu.
3.    Fathanah, nilai dasarnya ialah memiliki pengetahuan luas, nilai-nilai dalam bisnisnya ialah memiliki visi, pemimpin yang cerdas, sadar produk dan jasa, serta belajar keberlanjutan.
4.    Tabligh, nilai dasarnya ialah komunikatif, dan nilai bisnisnya ialah supel, penjual yang cerdas, deskripsi tugas, delegasi wewenang, kerja tim, kordinasi, ada kendali dan super visi.
5.    Ada yang perlu ditambahkan yaitu syaja’ah, artinya berani, nilai bisnisnya mau dan mampu mengambil keputusan, menganalisis data, keputusan yang tepat, dan cepat tanggap.
Nilai-nilai dasar inilah yang telah mengantar Rasulullah saw menjadi seorang pelaku bisnis yang andal dan berhasil serta dipercaya oleh semua kalangan yang pernah bermitra dengannya. Sifat-sifat dasar itu mungkin dalam era modern ini sudah mu         lai menipis karena jarang sekali ditetapkan oleh para pelaku bisnis. [9]

2.3 Akhlak (Etika) Marketing Rasulullah saw
Ada sembilan etika pemasar dalam islam (syariat) yang ini perlu di implementasikan oleh para pelaku bisnis dan ini semua sudah dilakukan oleh Nabi Muhammad saw.
1.    Memiliki Keperibadian Spiritual (Takwa)
Seorang muslim diperintahkan untuk selalu mengingat Allah, bahkan dalam suasana mereka sedang sibuk dalam aktivitas mereka. Ia hendaknya sadar penuh terhadap perioritas-perioritas yang telah ditentukan oleh maha pencipta. Kesadaran akan Allah ini hendaklah menjadi sebuah kekuatan pemicu dalam segala tindakan. Misalnya, ia harus menghentikan bisnisnya saat datang panggilan shalat, demikian juga dengan kewajiban-kewajiban yang lain. semua kegiatan bisnis hendaklah selaras dengan moralitas dan nilai utama yang digariskan oleh al qur’an. Al – Qur’an menegaskan bahwa setiap tindakan dan transaksi hendaknya ditujukan untuk tujuan hidup yang lebih mulia. Umat muslim diperintahkan untuk mencari kebahagian akhirat dengan cara menggunakan nikmat yang Allah karuniakan kepadanya dengan jalan yang sebaik-baiknya. Al Qur’an memerintahkan untuk mencari dan mencapai perioritas-perioritas yang Allah tentukan didalam Al-qur’an. 1) Hendaklah mereka mendahulukan pencarian pahala yang besar dan abadi si akherat ketimbang keuntungan kecil dan terbatas yang ada didunia. 2) Mendahulukan sesuatu yang secara moral bersih daripada sesuatu yang secara moral kotor, walaupun misalnya yang disebut terakhir mendatangkan banyak keuntungan yang lebih besar. 3) Mendahulukan pekerjaan yang halal daripada yang haram.[10]
Dengan dimilikinya sifat taqwa yang demikian kuat, maka seorang pembisnis akan melakukan usaha-usaha bisnis dengan cara-cara yang legal dan halal serta jauh dari praktek-praktek ekploitasi, monopoli dan semua unsur yang akan mengakibatkan kerugian bagi pihak-pihak lain seperti mempermainkan ukuran dan timbangan, dan sebagainya. Demikian pula dia tidak akan melakukan manipulasi barang, sehingga yang baik dikatakan baik, dan yang tidak baik ya katakan tidak baik. Selain itu dia juga tidak mau mempermainkan harga misalnya dengan menumpuk barang sehingga suplai terhenti lalu barang tersebut menjadi langka di pasaran. Di saat itu baru dia keluarkan barang tersebut dengan harga yang tinggi. Rasulullah memasukan perbuatan ini ke dalam penzaliman terhadap darah dan harta seseorang. Dalam konteks ini beliau bersabda: saya sungguh berharap ketika menemui Allah kelak di akhirat tidak seorangpun yang mengadukan perihal penzaliman terhadap darah dan harta seseorang (H.R Ahmad, Abu Dawud, al Tirmidzi, Ibnu Majah, al Darimi, dan Abu Ya’la) dalam hadist lain Rasulullah bersabda: Siapapun yang menumpuk makanan sampai 40 malam, maka Allah benar-benar berlepas tangan darinya” (HR. Ahmad, al Hakim, Ibn Abi Syaibah dan al Bazar).
Dengan adanya sifat taqwa, seorang pembisnis tidak perlu menghindari persaingan selama dilakukan secara santun dan penuh keakraban, dalam arti persaingan itu tidak dalam konteks saling menjatuhkan melainkan sama-sama berubah mendapatkan keuntungan dengan cara-cara yang benar dan legal. Dengan demikian tidak perlu mencari dukun atau para normal, apalagi meminta tolong kepada jin atau tuyul untuk mendapat kemenangan dalam persaingan. [11]
2.    Berperilaku Baik dan Simpatik (Shidiq)
Al-Qur’an mengajarkan untuk senantiasa berwajah manis, berperilaku baik, dan simpatik. Allah SWT berfirman “Dan berendah hatilah kamu terhadap orang-orang yang beriman”, (QS. Al-Hijr (15) ayat 88). Berperilaku baik, sopan santun dalam pergaulan adalah fondasi dasar dan inti dari kebaikan tingkah laku. Sifat ini sangat dihargai dengan nilai yang tinggi dan cukup memncakup semua sisi manusia. Sifat ini adalah sifat Allah yang harus dimiliki oleh kaum muslim. Al qur’an juga mengharuskan pemeluknya untuk berlaku sopan dalam setiap hal, bahkan dalam melakukan trensaksi bisnis dengan orang-orang bodoh tetap harus berbicara dengan ucapan dan uangkapan yang baik (QS Al-Nisa (4): ayat 5&8). Kaum muslim diharuskan untuk berlaku manis den dermawan terhadap orang-orang miskin, dan jika dengan alasan tertentu ia tidak mampu memberikan uang kepada orang-orang yang miskin itu, setidak-tidaknya memperlakukan mereka dengan kata-kata yang baik dan sopan dalam pergaulan(QS Al-Isra (17) ayat 28). Begitulah seorang syariah marketer harus berperilaku sangat simpatik, bertutur kata yang manis, dan rendah hati. Semua orang yang pernah mengenalnya pasti memberi kesan yang baik dan senang bersahabat dengannya.[12]
3.    Berlaku Adil dalam Bisnis (Al-Adl)
Berbisnislah kalian secara adil, Allah berfirman : “Berusahalah secara adil dan kamu tidak boleh bertindak dengan tidak adil” ini adalah salah satu akhlak yang harus dimiliki seorang marketer. Berbisnis secara adil adalah wajib hukumnya bukan hanya imbauan dari Allah. Sikap adil termasuk diantara nilai – nilai yang telah ditetapkan dalam islam dalam semua aspek ekonomi islam. Allah mencintai orang-orang yang berbuat adil dan membenci orang-orang yang berbuat zalim, bahkan melaknat mereka. Firman-Nya “Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim” (QS Hud (11):ayat 8).Islam telah mengharamkan setiap hubungan bisnis yang mengandung kezaliman dan mewajibkan terpenuhinya keadilan yang teraplikasikan dalam setiap hubungan dagang dan kontrak-kontrak bisnis. [13]
4.    Bersikap Melayani dan Rendah Hati (Khidmah)
Sikap melayani merupakan sikap utama dari seorang pemasar. Tanpa sikap melayani yang melekat dalam kepribadiannya dia bukanlah seorang yang berjiwa pemasar. Melekat dalam sikap melayani ini adalah sikap sopan, santun, dan rendah hati. Orang yang beriman diperintahkan untuk bermurah hati, sopan, dan bersahabat saat berelasi dengan mitra bisnisnya. Rasulullah bersabda bahwa salah satu ciri orang yang beriman adalah mudah bersahabat dengan orang lain, dan orang lainpun mudah bersahabat dengannya. Sikap selanjutnya adalah memberikan kemudahan kepada orang yang kesulitan. Seorang muslim yang baik hendaklah bertasamuh (toleran) kepada saudaranya saat membayar/menagih utang, cicilan kredit bak, dan sebagainya jika ia sedang kesusahan atau kesulitan. Allah SWT berfirman “Dan jika (orang berutang itu) dalam kesukaran, berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah (2) ayat 280). Syariah marketer juga tidak boleh terbawa dalam gaya hidup yang berlebih-lebihan dan harus menunjukan iktikad baik dalam semua transaksi bisnisnya. Allah SWT berfirman “Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan yang berlaku suka sama suka diantara kamu” (QS Al Nisa (4) ayat 29). [14]
5.    Menepati Janji dan tidak Curang
Allah SWT berfirman tentang sikap amanah “.....jika sebagian kamu memercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercaya itu menunaikan amanahnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah tuhannya....” (QS Al Baqarah (2) ayat 283). Amanah bermakna keinginan untuk memenuhi sesuatu dengan ketentuan. Secara umum, amanah dari Allah SWT kepada manusia ada dua yaitu ibadah dan khafilah. Dalam kehidupan seorang muslim harus melaksanakan segala perintah Allah dan meninggalkan laranganNya. Kepatuhan kepada Allah adalah kepatuhan yang bersifat mutlaq karena Allah memang menciptakan manusia untuk mengabdi kepadaNya. Seorang pembisnis syariah harus senantiasa menjaga amanah yang dipercayakan kepadanya. Demikian juga dengan seorang syariah marketer harus dapat menjaga amanah yang diberikan kepadanya sebagai wakil perusahaan dalam memasarkan dan mempromosikan produk kepada pelanggan. [15]
6.    Jujur dan Terpercaya (Al-Amanah)
Diantara akhlaq yang harus menghiasi bisnis syariah dan rasulullah melakukannya yaitu dalam setiap gerak-geriknya adalah kejujuran. Kadang-kadang sikap jujur dianggap mudah untuk dilakukan bagi orang-orang awam manakala tidak dihadapkan pada ujian yang berat atau tidak dihadapkan pada godaan duniawi. Disinilah islam menjelaskan bahwa kejujuran yang hakiki itu terletak pada muamalah mereka. Jika ingin mengetahui sejauh mana tingkat kejujuran seorang sahabat, ajaklah kerjasama dalam bisnis. Disana akan kelihatan sifat-sifat aslinya, terutama dalam hal kejujuran. Rasulullah bersabda “penjual dan pembeli masih mempunyai hak khiyar (hak untuk memilih) sebelum keduanya berpisah. Jika keduanya berlaku jujur dan terus terang, maka transaksi keduanya akan mendapat berkah. Jika keduanya berlaku dusta dan menutup-nutupi mungkin saja berdua mendapatkan laba, tetapi jual beli mereka kehilangan berkah”.
Tidak diragukan lagi bahwasannya ketidakjujuran adalah bentuk kecurangan yang paling jelek. Orang yang tidak jujur akan selalu berusaha melakukan penipuan pada orang lain, kapanpun dan dimanapun kesempatan itu terbuka bagi dirinya. Al qur’an dengan tegas melarang ketidakjujuran itu. Allah berfirman “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan juga janganlah kamu menghianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedangkan kamu mengetahui” (QS Al Anfal (8) ayat 27). Demikian pentingnya sikap amanah dalam bisnis sehingga kutukan, celaan, dan larangan terhadap ketidakjujuran, kecurangan, dan penghianatan amanah terdapat lebih dari sembilan belas ayat didalam Al Qur’an. Pantas saja ketika langit, bumi, dan gunung-gunung akan diserahi amanah oleh Allah mereka enggan menerimanya karena amanah itu memang amat berat pertanggungjawabannya. [16]
7.    Tidak Suka Berburuk Sangka (Su uzh-zhann)
Saling menghormati satu sama lain merupakan ajaran Nabi Muhammad saw yang harus diimplementasikan dalam perilaku bisnis modern. Tidak boleh satu pengusaha menjelekan pengusaha lain, hanya bermotifkan persaingan bisnis. Amat naif jika perilaku seperti ini terdapat pada praktik bisnis, apalagi bagi praktisi yang sudah berani menempelkan atribut syariah sebagai positioning bisnisnya. Karena itu sepatutnya akhlak para praktisi, akademisi, dan para pakar ekonomi syariah harus bisa menjadi teladan bagi umat. Islam melindungi. [17] Islam melindungi kehormatan pribadi dari suatu pembicaraan oleh yang tidak disukainya untuk disebut-sebut dalam ghibah, padahal omongan itu benar adanya. Maka bagaimana lagi kalau omongan itu justru dibuat-buat dan tidak sesuai dengan fakta, jelas itu merupakan dosa. Seperti yang dituturkan dalam hadist Nabi Muhammad “Barang siapa membicarakan seseorang dengan sesuatu yang tidak ada padanya karena hendak mencela dia, Allah akan dia di Neraka jahanam, sehingga dia datang untuk membebaskan apa yang dia bicarakan itu.[18]
8.    Tidak Suka Menjelek-jelekkan (Ghibah)
Penyakit hati yang lain, selain su’uzh-zhann yang banyak menipu umat islam termasuk praktisi dan akademisi ekonomi syariah, pembisnis adalah ghibah. Karena ghibah (mengumpat/menjelek-jelekkan) ini dilarang. Seperti firman Allah “Dan jangan sebagian dari kamu mengumpat sebagian yang lain”. Rasulullah saw berkehendak akan mempertajam pengertian ayat tersebut kepada sahabat-sahabatnya yang dimulai dengan cara tanya jawab, berkata nabi kepada mereka: tahukan kamu apakah yang disebut dengan ghibah itu? Mereka menjawab: Allah dan Rasulnya lebih tahu itu. Maka beliau menjawab lagi, yaitu kamu membicarakan saudaramu tentang sesuatu yang ia tidak menyukainya. Kemudian nabi ditanya: bagaimana jika saudaraku itu memang seperti yang saya katakan tadi? Rasulullah menjawab: jika padanya terdapat apa yang kamu bicarakan itu, berarti kamu mengumpat (ghibah) dan jika tidak seperti yang kamu bicarakan itu maka kamu telah memfitnahnya.Biasanya seorang pemasar sehari-hari senang jika telah mengetahui kelemahan, kejelekan, dan kekurangan lawan bisnisnya. Dan biasanya kelemahan dan kejelekan ini dijadikan senjata untuk memenangkan pertarungan di pasar dengan jalan menjelek-jelekkan (karena faktanya benar) atau memfitnah (karena faktanya tidak benar).[19]
9.    Tidak Melakukan Sogok/Suap (Risywah)
Dalam syariah menyuap hukumnya haram, dan menyuap termasuk dalam kategori makan harta orang lain dengan cara batil. Memberikan sejumlah uang dengan maksud agar kita dapat memenangkan tender suatu bisnis, atau memberikan sejumlah uang kepada hakim atau penguasa agar kita dapat memperoleh hukum yang lebih ringan atau termasuk dalam kategori suap. Islam mengharamkan orang muslim menyuap penguasa dan pembantu-pembantunya. Memberi dan menerima uang suap dalam bentuk apapun dalam menjalankan tugas adalah diharamkan oleh syariat. Ketentuan ini berlaku bagi siapapun baik hakim, polisi, menteri, lurah dan yang lainnya dan dalam perkara apapun pengurusan ijin usaha, pembuatan ktp, perpanjang sim, dan sebagainya termasuk dalam praktik bisnis sekalipun. Juga berlaku bagi para perantara, broker, biro jasa, dan siapapun yang ikut terlibat dalam proses didalamnya. Allah SWT berfirman “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang bati danh janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan bertaubat) dosa, padahal kamu mengetahui” (QS Al Baqarah (2) ayat 188). [20]

2.4 Perilaku Bisnis yang diAnjurkan dan diLarang
Dalam Islam semua kegiatan atau perilaku apapun suduh ada aturannya, baik dalam berkomunikasi, bersosial, bermuamalah, berbisnis semuanya sudah diatur dengan baik, tinggal bagaimana manusia mengimplementasikannya agar semua kegiatan yang dilakukan mendapat ridhonya Allah. Dalam berbisnis perlu memperhatikan aturan–aturan atau perilaku yang membolehkan dan yang melarang apalagi orang yang melakukannya seorang muslim agar mendapatkan keberkahan serta ridhonya Allah. Adapun perilaku-perilaku yang dianjurkan dalam berbisnis diantaranya:
1.    Menggunakan Niat yang Tulus
Niat yang tulus dalam berbisnis adalah ibadah. Dalam surat Adz Dzariyaat ayat 56 “ Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”. Allah juga merupakan sang pemberi rezeki, dalam surah Al Ankabut ayat 17 Allah berfirman “Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rezeki kepadamu, maka mintalah rezeki itu dari sisi Allah, sembahlah Dia dan bersyukurlah kepadaNya, hanya kepadanyalah kamu kembali”. Dari Umar bin Khathab R.A Rasulullah bersabda “ Sesungguhnya amal itu dinilai bila disertai dengan niat. Dan sesungguhnya masing-masing orang mendapatkan balasan dari perbuatannya sesuai dengan niatnya” ( HR Bukhari dan Muslim).
2.    Al Qur’an dan Hadist sebagai Pedoman
Al Qur’an sebagai pedoman untuk manusia, termasuk dalam melakukan bisnis. Dalam surah Al Jaatsiyah ayat 20 “Al Qur’an ini adalah pedoman bagi manusia, petuntuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini”. Adapaun dari hadist nabi yang diriwayatkan dari Aisyah RA bahwasannya: “Rasulullah saw masuk kerumahku lalu aku bercerita kepadanya. Kemudian beliau bersabda : beli dan merdekakanlah. Sesungguhnya wala’ (kewalian) bagi siapa yang memerdekakan”. Petang hari beliau berdiri, lalu beliau memuji Allah menurut mestinya kemudian beliau bersabda:“bagaimanakah pikiran orang banyak, mereka mengadakan syarat-syarat yang tidak ada dalam kitabullah. Barang siapa mengadakan syarat yang tidak terdapat dalam kitabullah, syarat itu batal. Walaupun ia mengadakan seratus syarat, starat yang dibuat Allah lebih benar dan lebih kuat (HR. Bukhari).
3.    Meneladani Akhlak Rasulullah
Allah SWT memberikan pujian tentang budi pekerti kepada Rasulullah saw. Dalam surah Al Qolam ayat 4 Allah berfirman “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”. Nabi Muhammad merupakan orang yang berperilaku lemah lembut, pemaaf, memohonkan ampun untuk orang lain, bermusyawaran dan bertawakal kepada Allah, seperti yang difirmankan Allah dalam surah Ali Imron ayat 159 : “Maka disebabkan dari rahmat Allah-lah kamu (Muhammad)berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu, karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudia apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepadaNya”. [21]
4.    Melakukan Jual-Beli yang Halal
Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Dalam surah al baqarah ayat 275 Allah berfirman: “ Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (perpendapat) sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba) maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan), dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang-orang yang mengulangi (mengambil riba) maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal didalamnya”. Rasulullah saw menganjurkan jual beli yang halal dan semampu mungkin menghindari yang syubhat, apalagi yang haram. Pernah suatu ketika Rasulullah ditanya: “Ya Rasulullah pekerjaan apakah yang terbaik? Beliau menjawab: “pekerjaan yang terbaik ialah usahanya seseorang dengan tangannya sendiri dan semua jual-beli yang dianggap baik (Ahmad dan Baihaqi).  Dari Nu’man bin Basyir, RA Nabi Bersabda: “yang halal sudah nyata, yang haram sudah nyata dan antara keduanya beberapa perkara yang diragukan. Barangsiapa yang meninggalkan apa yang diragukan tentang dosanya, biasanya orang itu meninggalkan pula apa yang sudah nyata berdosa. Dan siapa yang berani melakukan apa yang masih diragukan tentang dosanya, dikhawatirkan ia jatuh pada perkara yang nyata dosanya. Segala macam ma’siat adalah larangan Allah, barangsiapa bermain-main sekitar larangan Allah, dikhawatirkan ia akan jatuh kedalamnya” (HR Bukhari dan Muslim).
5.    Melaksanakan Keadilan
Allah menganjurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis dan kegiatan lainnya. Dalam surah Ar rahman ayat 9 : “Dan tegakanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi necara itu”. Dalam surah al an’aam ayat 152: “Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil”. Dalam surah Huud ayat 85: “Dan ssuaib berkata: Hai kaumku cukupkanlah takaran dan timbangan denganadil”.
6.    Melaksanakan Kejujuran
Allah menganjurkan untuk melaksanakan kejujuran. Dalam surah al anfal ayat 58: “Dan jika kamu khawatir akan terjadinya penghianatan dari satu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat”. Demikian pula dalam surah Al Baqarah ayat 282: “Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah keadaannya atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah maka hendaklah walinya mengimlakkan”. Dari Abu Said AL Khudri RA Rasulullah saw besabda: “pedagang yang jujur dan dapat dipercaya termasuk golongan para nabi, orang – orang yang benar-benar tulus dan para syuhada (HR Tirmidi, Darimi dan Daraqutni). Dari ibnu Umar RA, ia berkata: Rasulullah saw pernah ditanya mengenai usaha apakah yang paling baik? Beliau menjawab: “Usaha seseorang dengan tangannya sendiri dan pedagang yang jujur (Thabrani dalam Al Ausath dan para perawinya terpercaya). Dari Anas, RA Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya pedagang yang jujur dan benar akan berada di bawah naungan Arsy Allah pada hari kiamat (Ashbhani).
7.    Menepati Janji
Allah menganjurkan untuk menepati janji dalam jual – beli dan aktivitas lainnya. Disebutkan dalam al maidah ayat 1: “Hai orang-orang yang beriman penuhilah akad-akad itu: Disebutkan juga dalam surah al israa’ ayat 34: “ Dan janganlah kemu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu diminta pertanggungjawabannya”.[22]
Selain perilaku bisnis yang dibolehkan atau dianjurkan dalam Islam, begitupun dengan praktiknya ada yang kemudian diperbolehkan dan ada juga yang dilarang atau bahkan diharamkan oleh agama. Islam hanya mencantumkah hal – hal yang dilarang, itupun dalam bentuk nilai-nilai. Namun dalam beberapa hadist, Rasulullah saw terkadang memberikan komentar tentang beberapa bisnis yang diperbolehkan kendatipun ini tidak mutlaq dan bukan berarti mengabaikan profesi atau bisnis lainnya yang belum ada pada zaman Rasulullah. Beberapa kegiatan ekonomi yang diperbolehkan yang terdapat dalam hadist adalah:
1.      Kegiatan perdagangan
2.      Kegiatan pertanian/perkebunan
3.      Peternakan/mengembala
Daftar ini bukan berarti berbagai kegiatan yang ada sekarang ini tidak dianjurklan atau tidak boleh. Prinsip yang dipegang seperti dikekukakan di atas, semuanya boleh kecuali yang dilarang. [23]
Sebalikannya dengan pembahasan sebelumya tentang prilaku yang dianjurkan oleh Islam dan oleh Nabi. Dibawah ini adalah perilaku-perilaku yang dilarang dalam Islam bahkan dikecam oleh Nabi Muhammad saw. Diantaranya adalah:
1.    Riba
Mula-mula adalah penting untuk mengetahui bahwa tak ada perbedaan dalam pandangan umat Islam mengenai larangan riba. Dan seluruh aliran dalam Islam memandang kesenangan akan transaksi yang berdasarkan riba adalah dosa besar. Ini dikarenakan sumber primer syariah Islam yakni Al Qur’an dan Hadist atau As sunnah, sangat mengutuk riba. Namun demikian, ada perbedaan terkait makna riba ataupun apa yang menentukan sebuah riba, yang harus dihindari demi kesetaraan aktivitas ekonomi terhadap keyakinan akan syariah islam. Ada sejumlah mitos dan kebingungan besar, bahkan diantara sesama muslim yang taat dan sholeh sekalipun. Kendatipun beberapa muslim yang menganut paham liberal menganggap bahwa bungan adalah bukanlah riba yang dilarang Islam, banyak muslim yang shaleh dan taat memiliki keyakinan bahwa keuntungan yang ditentukan lebih awal pada segala jenis transaksi adalah riba dan demikian hal tersebut dilarang. Banyak pihak di komunitas bisnis menganggap bahwa dalam perbankan Islam, uang yang tak bernilai semsetinya selalu tersedia. Sejumlah ekonom dan pada penjualan kredit yang diselenggarakan perbankan Islam sama saja dengan riba. Dalam pembahasan riba bahwa al qur’an dengan jelas menyebutkan bahwa riba dilarang. Dalam surah Ar Ruum (30) ayat 39 Allah berfirman: “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah, dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhoan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan pahalanya”. Dalam surah An Nissa (4) ayat 16 disebutkan juga terkait riba. Allah SWT berfirman: “ Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang – orang yang kafir diantara mereka itu siksa yang pedih”. [24]
2.    Larangan Gharar
Larangan utama kedua adalah gharar, yang merujuk kepada ketidakpastian atau resiko yang disebabkan kurangnya kejelasan sehubungan dengan pokok masalah atau harga dalam kontrak atau perdagangan. Sebuah jual-beli atau kontrak bisnis lain yang menyebabkan unsur gharar adalah haram/dilarang.
Gharar artinya peluang, bertaruh, atau resiko (khatar). Khatar/gharar ditemukan jika kewajiban dari beberapa pihak atas sebuah kontrak bersifat tidak pasti atau tidak jelas, pengiriman salah satu item yang diperdagangkan tidak dikontrol oleh pihak manapun, atau pembayaran dari satu pihak tidak pasti. Dalam terminologi dari para ahli hukum, disebtkan bahwa gharar adalah jual-beli sesuatu yang tidak ada ditangan atau jual beli sesuatu yang konsekuensinya (aqibah) tidak diketahui atau sebuah jual beli yang mengandung bahaya dimana seseorang tak mengetahui apakah itu akan terjadi atau tidak, misalnya jual beli ikan di dalam air atau seekor burung di udara. Material yang tersedia tentang gharar dalam literatur keuangan dan ekonomi islam jauh lebih sedikit ketimbang tentang riba. Namun demikian para ahli hukum telah berupaya memperbincangkan aspek-aspek yang berbeda demi menentukan ada atau tidaknya kandungan gharar dalam transaksi yang dilakukan secara nonsyariah. Dalam bisnis apapun ketidakpastian tidak dapat dihindari sepenuhnya. Pengamblan resiko lebih merupakan sebuah kondisi untuk hak mendapat laba dalam bisnis. Namun demikian, masalahnya adalahnya sedikit banyaknya ketidakpastian yang membuat sebuah transaksi menjadi haram belum jelas terdefinisikan. [25]


3.    Larangan Maisir/Qimar (Undian)
Kata maisir dan qimar sama-sama digunakan dalam bahasa arab. Maisir merujuk pada kekayaan yang tersedia dengan mudah atau akuisisi kekayaan secara tak sengaja, apakah itu dengan mengambil hak milik orang maupun tidak. Qimar berarti permainan (undian) seseorang meraih keuntungan melalui biaya orang-orang lain; seseorang menyimpan uangnya atau sebagian dari kekayaan dengan taruhan dimana sejimlah uang yang diresikokan akan membawa keuntungan uang yang besar atau mungkin hilang atau hancur/rusak. Meski kata yang digunakan dalam al qur’an untuk larangan berjudi dan bertaruh adalah maisir Allah SWT berfirman dalam surah Al Baqarah ayat 219: “ Mereka bertanya kepadamu tentang khomar dan judi, katakanlah: pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnay. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahnkan. Katakanlah yang lebih dari keperluan. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatnya kepadamu supaya kamu berpikir.” [26]
4.    Apabila Jual-Beli Menghalangi Seseorang dari Ibadah
Mengambil waktu ibadah, misalnya seseorang sibuk berjual beli sampai menahannya dari shalat berjamaah dimasjid sehingga dia kehilangan kesempatan sahalat berjamaah atau sebagian dari itu. Hal seperti ini dilarang. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surah Al Munafaafiqun (63: 9) : “Hai orang-orang yang beriman, jagalah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dan mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka itulah orang-orang yang merugi”.
Perhatiakn arti ayat diatas “...... mereka itulah orang-orang yang merugi”. Allah menetapkan mereka bahwa mereka adalah orang-orang yang merugi meskipun mereka mungkin kaya, memiliki timbunan uang, dan mempunyai banyak anak. Ini karena anak-anaknya tidak dapat menggantikan apa yang tidak mereka dapatkan dari mengingat Allah sehingga meskipun mereka mendapatkan keuntungan atau memperoleh penghasilan didunia, mereka tetap merugi. Mereka hanya akan memperoleh keberuntungan jika mereka mengumpulkan kedua kebaikan ini. Jika mereka menyatukan antara mencari rezeki dan beribadan kepada Allah dengan berjual beli pada waktunya dan mendirikan shalat pada waktunya maka mereka telah mengumpulkan kebaikan didunia dan kebaikan diakhirat. Dan mereka telah berbuat sebagaimana firman Allah swt dalam surah Al Ankabuut (29: 17) “ Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Allah itu adalah berhala, dan kamu membuat dusta. Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rezeki kepadamu, maka mintalah rezeki itu di sisi Allah, dan sembahnlah Dia dan bersyukurlah kepadaNya. Hanya kepadaNyalah kamu akan dikembalikan.[27]
5.    Menjual Barang yang diLarang
Ini karena ketika Allah menetapkan sesuatu itu terlarang, Allah juga menetapkan mengambil penghasilan darinya adalah terlarang, misalnya seseorang menjual sesuatu yang dilarang untuk dijual. Rasulullah melarang menjual bangkai, khamar (minuman yang memabukkan), babi, patung. Maka barangsiapa yang menjual bangkai yakni daging yang tidak ada ketentuan zakatnya maka dia menjual bangkai dan menghasilkan uang haram. Hal ini juga berlaku dalam menjual khamar. Apa yang dimaksud dengan khamar adalah segala sesuatu yang memabukan, berdasarkan sabda Nabi : “Setiap yang memabukan adalah khamar, dan setiap khamar adalah haram”. Dan beliau mencela sepuluh yang berkaitan dengan khamar, sebagaimana terdapat dalam hadist shahih: “Sesungguhnya Allah melaknat khamar, orang yang membuatnya dan dan orang yang baginya khamar dibuat, orang yang menjualnya dan orang membelinya, orang yang meminumnya dan orang yang mendapatkan penghasilan darinya, orang yang membawanya dan orang yang dibawakan khamar untuknya, dan orang yang melayaninya”. (HR. Tirmdizi dan Ibnu Majah).
6.    Menjual musik dan alat alat hiburan dalam segala jenis bentuknya
Menjual instrumen yang menggunakan senar, yang ditiup, atau alat-alat musik dan segala jenis alat yang serupa meskipun mereka menamakannya dengan nama lain seperti “peralatan teknik” adalah diharamkan.
7.    Menjual Gambar dan Patung
Nabi saw melarang kita mwnjual patung yang berbentuk makhluk hidup. Hal ini karena patung merupakan perwakilan gambar, tidak peduli apakah itu dari kuda, burung, binatang, atau manusia. Segala sesuatu yang asalnya mempunyai ruh, maka menjual gambar atau patungnya adalah haram, dan penghasilan yang diperoleh darinya adalah haram. Nabi melaknat pembuat gambar dan telah mengabarkan bahwa merekalah yang akan menerima siksa yang paling pedih dihari kiamat. Demikian juga tidak diperbolehkan menjual majalah yang dipebuhi gambar-gambar, terlebih jika majalah tersebut mengandung gambar-gambar yang tidak senonoh (misalnya wanita telanjang). Hal ini dikarenakan selain majalah tersebut mengandung gambar yang dilarang, dia juga menyebarkan fitnah (godaan) dan rangsangan bagi manusi untuk berbuat jahat. Dalam perspektif lain menjual film-film yang tidak bermoral (yakni film porno), juga demikian. Film-film terseburt dapat mengundang dan merangsang pemuda/pemudi melakukan hal-hal yang tidak bermoral. Karena itu, kita tidak diperbolehkan menjual film-film porno. Bahkan merupakan tugas kita untuk menjaga, menghancurkan, dan menjauhkan film-film seperti itu dari lingkungan kaum muslimin. Siapapun yang membuat toko (atau persewaan) video porno, berarti dian telah membuka tempat maksiat dan memperoleh penghasilan yang haram dan tidak sah. Itu artinya dia jyga telah membuka tempat fitnah dan benteng bagi syaitan. [28]
Disamping itu, dari segi praktiknya hal-hal yang larang atau bahkan diharamkan  dalam al-qur’an dan hadist diantaranya:
1.      Melaksanakan sistem ekonomi ribawi
2.      Mengambil hak dan harta orang secara batil
3.      Kecurangan mengurangi timbangan/takaran
4.      Menipu atau mengurangi kualitas
5.      Memproduksi serta menjual barang haram yang merusak jiwa, badan dan masyarakat, misalnya minuman keras, narkotika, rokok, dan sejenisnya.
6.      Melaksanakan dan membantu pelaksanaan yang dilarang, seperti judi.
7.      Berbisnis dalam ketidakpastian, seperti ijonm, menjual barang yang tidak jelas (gharar).
8.      Melakukan berbagai bentuk penipuan
9.      Menimbun barang untuk mengambil keuntungan
10.  Melakukan teransaksi jual beli barang sebelum masuk pasar atau sebelum penjual mengetahui pasar.
11.  Melakukan berbagai kegiatan monopoli, oligopoli, kartel, dan monopsoni yang merugikan masyarakat.
12.  Melakukan persaingan tidak sehat
13.  Melakukan kegiatan korupsi, kolusi, dan nepotisme negatif
14.  Melakukan berbagai kegiatan pemborosan dan tidak efisien
15.  Hedonisme yang menimbulkan lupa mengingat tuhan
16.  Melakukan berbagai kegiatan spekulasi. [29]


BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
Berdasarkan paparan diatas maka dapat penulis simpulkan beberapa poin tertentu mengenai membangun bisnis ala Rasulullah:
1.    Bisnis merupakan aktivitas (sa’yun-amal) dari kehidupan manusia, masyarakat tradisional, transisional, dan modern sekalipun tidak akan pernah lepas dari aktivitas bisnis karena bisnis itu sendiri merupakan bagian dari sebuah pilihan profesi yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.
2.    Islam telah secara jelas menganjurkan kepada manusia untuk berusaha mencari rezeki salah satunya dengan berbisnis. Nabi Muhammad sebagai seorang pedagang/pembisnis memberikan contoh yang sangat baik dalam setiap transaksi bisnisnya. Beliau melakukan teransaksi-teransaksi secara jujur, adil, profesional, murah hati dan tidak pernah membuat pelanggan mengeluh apalagi kecewa karena nabi memiliki dan menjungjung tinggi sifat siddiq, amanah, fathanah, tabligh, syaja’ah.
3.    Adapun akhlak (etika) yang harus dimiliki marketing dalam berbisnis yaitu: memiliki keperibadian spiritual (Takwa), berperilaku baik dan simpatik (Shidiq), berlaku adil, bersikap melayani dan rendah hati, menepati janji dan tidak curang, jujur dan terpercaya, tidak suka berburuk sangka, tidak menjelek-jelekan, tidak melakukan sogok.
4.    Adapun disamping itu perilaku – perilaku bisnis yang dilarang oleh agama bahkan dikecam oleh Rasulullah: riba, larangan gharar, larangan maisir (undian), jual-beli menhalagi seseorang dari ibadah, menjual barang yang dilarang, menjual gambar dan patung. Sedangkan perilaku bisnis yang dibolehkan adalah menggunakan niat yang tulus, al qur’an dan hadist pedoman, meneladani akhlak Rasulullah, melakukan jual beli yang halal, melaksanakan keadilan, jujur dan yang lainnya.





3.2    Saran
Dalam aktivitas bisnis sesungguhnya etika sangat diperlukan dan diimplementasikan karena etika merupakan cabang filsafat yang mempelajari baik buruknya perilaku manusia. Bagaimanapun perilaku mencerminkan akhlak (etika) seseorang. Apabila seseorang taat pada etika, berkecendrungan akan menghasilkan perilaku yang baik dalam setiap akativitas atau tindakan, tanpa terkecuali dalam aktivitas bisnis dan bisa diprediksikan ia akan bersikap jujur, amanah, adil, selalu melihat kepentingan orang lain (moral altruistik) dan sebagainya. Sebaliknya bagi mereka yang tidak mempunyai kesadaran akan etika, dimanapun dan kapanpun saja tipe orang ini akan menampakkan sikap kontra produktif dengan yang memiliki sikap yang menjungjung tinggi etika. Sehingga para pelaku bisnis sangat perlu dalam bisnisnya meneladani Nabi Muhammad saw orang yang paling ahli dalam semua aspek termasuk dalam membangun bisnis.
Penulis menyadari dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna melengkapi makalah yang sederhana ini agar lebih baik dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi semuanya.












[1]Muhammad Djakfar, Etika Bisnis (Menangkap Spirit Ajaran Langit dan Pesan Moral Ajaran Bumi). (Jakarta: Penerbit Penebar Plus, 2012), 322.
[2]Muhammad Djakfar, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam ( Malang: UIN-Malang Press, 2007), 20-21
[3]Muhammad Djakfar, Etika Bisnis (Menangkap Spirit Ajaran Langit dan Pesan Moral Ajaran Bumi). (Jakarta: Penerbit Penebar Plus, 2012), 329-330
[4][4]Muslich, Etika Bisnis, Pendekatan Substantif dan Fungsional (Yogyakarta, penerbit Ekonisa, 1998), 83-84
[5] Herman Kartajaya dan Muhammad Syakir Sula, Syariah Marketing (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2006), 43-44
[6] Thorik Gunara dan Utus Hardiono Sudibyo, Marketing Muhammad sawStrategi Andal dan Jitu Praktik Bisnis Nabi Muhammad saw” (Bandung: PT. Karya Kita, 2008), 90-91
[7] Ibid., 93-94
[8]Ibid., 96-97
[9] Muhammad Djakfar, Etika Bisnis Islami ‘Tataran Teoritis dan Praksis’ (Malang: UIN-Malang Press, 2008), 196-197
[10]Herman Kartajaya dan Muhammad Syakir Sula, Syariah Marketing (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2006), 67-69
[11]Nashruddin Baidan dan Erwati Aziz, Etika Islam dalam Berbisnis ( Solo: Zada Haniva, 2008) 126-127
[12] Ibid., 70-71
[13] Ibid., 72-73
[14] Ibid., 75-76
[15] Ibid., 77-78
[16]Ibid., 82-84
[17] Ibid., 85
[18] Ibid., 87
[19]Ibid., 89-90
[20] Ibid., 93
[21]M. Suyanto, Muhammad Business Strategy & Ethics (Yogyakarta: C.V Andi Offset, 2008), 184-186
[22] Ibid., 188-190
[23]Sofyan S. Harahap, Etika Bisnis dalan Perspektif Islam (Jakarta: Salemba Empat, 2011), 136
[24]Veithzal Rivai, Islamic Marketing ”Membangun dan Mengembangkan Bisnis dengan Praktik Marketing Rasulullah” (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2012), 224, 225 dan 228
[25]Ibid., 239-240
[26]Ibid., 245-246
[27] Ibid., 250-252
[28]Ibid., 257
[29]Sofyan S. Harahap, Etika Bisnis dalan Perspektif Islam (Jakarta: Salemba Empat, 2011), 136

No comments:

Post a Comment