Saturday, July 20, 2019

Instrumen ekonomi Islam untuk kesejahteraan sosial: Eksplorasi potensi Wakaf


<!-- Start of KOMISI GRATIS Script -->

<script type="text/javascript" src="https://komisigratis.com/ads.php?pub=68040"></script>
<!-- End of KOMISI GRATIS Script -->

BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang.
Di tengah problem sosial masyarakat Indonesia dan tuntutan akan kesejahteraan ekonomi akhir-akhir ini, keberadaan wakaf uang menjadi sangat strategis. Disamping sebagai salah satu aspek ajaran Islam yang berdimensi spiritual, wakaf uang  juga merupakan ajaran yang menekankan pentingnya kesejahteraan ekonomi (dimensi sosial) dan kesejahteraan umat.
Namun istilah wakaf uang belum begitu familiar di tengah masyarakat Indonesia, ini bisa dilihat dari pemahaman masyarakat Indonesia yang memandang  wakaf hanya sebatas pada pemberian berbentuk barang tidak bergerak, seperti tanah dan bangunan yang diperuntukkan untuk tempat ibadah, kuburan, pondok pesantren, rumah yatim piatu dan pendidikan semata.[1]
Pemanfaatan benda wakaf masih berkisar pada hal-hal yang bersifat fisik, sehingga tidak memberikan dampak ekonomi secara signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat. Banyaknya harta benda wakaf yang ada di masyarakat Indonesia belum mampu mengatasi masalah kemiskinan. Padahal benda yang bergerak, seperti uang misalnya, pada hakikatnya juga merupakan salah satu bentuk instrumen wakaf yang memang diperbolehkan dalam Islam. Saat ini dikalangan masyarakat luas mulai muncul istilah cash waqf   (wakaf uang)
Menurut M. A. Mannan, seorang ekonom yang berasal dari Bangladesh Wakaf uang dipandang sebagai salah satu solusi yang dapat membuat wakaf menjadi lebih produktif. Apabila wakaf uang mampu dikelola dan diberdayakan oleh suatu lembaga secara profesional, akan sangat membantu dalam mensejahterakan ekonomi umat, memenuhi hak-hak masyarakat, serta mengurangi penderitaan masyarakat.[2]
Perwakafan di Indonesia jauh tertinggal dibanding negara-negara yang mayoritas berpenduduk Islam lain, seperti: Aljazair, Arab Saudi yang mempunyai semacam Badan Wakaf yang diberi nama Majelis Tinggi Wakaf. Majelis Tinggi Wakaf ada di bawah Kementerian Haji dan Wakaf. Majelis Tinggi Wakaf ini diatur dengan Ketetapan No. 574 tanggal 16 Rajab 1386 sesuai dengan Surat Keputusan Kerajaan No. M/35, tanggal 18 Rajab 1386. Adapun wewenang Majelis Tinggi Wakaf antara lain mengembangkan wakaf secara produktif dan mendistribusikan hasil pengembangan wakaf kepada mereka yang berhak. Sehubungan dengan hal itu, Majelis Tinggi Wakaf juga mempunyai wewenang untuk membuat program pengembangan wakaf, pendataan terhadap aset wakaf serta memikirkan cara pengelolaannya, menentukan langkah-langkah penanaman Modal, dan langkah-langkah pengembangan wakaf produktif lainnya, serta mempublikasikan hasil pengembangan wakaf kepada masyarakat.[3]
Turki: Di Turki, wakaf dikelola oleh Direktorat Jenderal Wakaf. Dalam mengembangkan wakaf, pengelola melakukan investasi di berbagai perusahaan, antara lain: Ayvalik and Aydem Olive Oil Corporation; Tasdelen Healthy Water Corporation; Auqaf Guraba Hospital; Taksim Hotel (Sheraton); Turkish Is Bank; Aydin Textile Industry; Black Sea Copper Industry; Contruction and Export/Import Corporation; Turkish Auqaf Bank. Hasil pengelolaan wakaf itu kemudian dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi rakyat, dan kepentingan sosial lainny.[4]
Kalau mereka bisa, mengapa Indonesia yang merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia ini tak mampu. Penulis yakin, masyarakat Islam Indonesia mampu melakukan, bahkan lebih dari itu, jika benar-benar serius menangani hal ini. Apalagi, pemberdayaan wakaf di Indonesia kini sudah diakomodir secara formal oleh peraturan perundangan yang sangat progresif dalam mengakomodir hukum fiqh yaitu UU No. 41 tahun 2004 tentang wakaf dan PP No. 42 tahun 2006 tentang pedoman pelaksanaannya.[5]
Yang perlu dipertanyakan saat ini. adalah sudah siapkah pemerintah melakukan proses sosialisasi wakaf tunai itu di seluruh Indonesia? Dengan telah diundangkannya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, tahun 2005 lalu telah dilakukan sebuah penelitian kendati dalam wilayah yang terbatas yaitu di kota Malang, Jawa Tmur. Penelitian ini ingin menggali,bagaimanakah tanggapan tokoh masyarakat terhadap pelaksanaan wakaf
setelah diundangkannya undang-undang  tersebut. Hasil penelitian antara menyimpulkan bahwa sementara ini kualitas sumber daya manusia (SDM) para nadzir masih belum memadai. Demikian pula yang berkaitan dengan proses sosialiasi belum bisa dilaksanakan secara maksimal karena keterbatasan dana pemerintah dan jumlah SDM sebagai tenaga pensosialisasi.[6]
Salah satu regulasi baru dalam Undang-Undang Wakaf tersebut adalah Wakaf Uang. Makalah ini akan mencoba membahas: Instrumen ekonomi Islam untuk kesejahteraan sosial: Eksplorasi potensi Wakaf ”

B.            Rumusan Masalah.
1.           Bagaimana pengertian wakaf.?
2.           Bagaimana Instrumen ekonomi Islam untuk kesejahteraan sosial.?
C.           Tujuan masalah.
1.           Untuk mengetahui Bagaimana pengertian wakaf.
2.           Untuk Mengetahui Bagaimana pengertian wakaf








BAB II
PEMBAHASAN
A.           Pengertian Wakaf
Dalam peristilahan syara secara umum wakaf adalah sejenis pemberian yang pelaksanaannya dilakukan dengan jalan menahan (pemilikan) asal (tahbis al-asl), lalu menjadikan manfaatnya berlaku umum. Yang dimaksud tahbis al-asl ialah menahan barang yang diwakafkan itu agar tidak diwariskan, dijual, dihibahkan, digadaikan, disewakan, dan sejenisnya. Sedangkan cara pemanfaatannya adalah menggunakan sesuai dengan kehendak wakif tanpa imbalan.[7]
Menurut Imam Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal, wakaf adalah melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, setelah sempurna prosedur perwakafan. Wakif tidak boleh melakukan apa saja terhadap harta yang diwakafkan, seperti perlakuan pemilik dengan cara memindahkan kepemilikannya kepada yang lain, baik dengan tukar-menukar atau tidak. Jika wakif wafat, harta yang diwakafkan tersebut tidak dapat diwariskan.[8]
Wakaf didefinisikan sebagai perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.[9]
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia dalam putusan fatwanya tentang wakaf tunai memberikan pengertian bahwa:
wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam” dan “benda wakaf adalah segala benda, baik bergerak atau tidak bergerak, yang memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan bernilai menurut ajaran Islam”.[10]

Wakaf dilaksanakan dengan memenuhi unsur wakaf sebagai berikut:
1.             Wakif ialah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya, wakif dapat berupa perorangan, organisasi, dan badan hukum.
2.             Nazhir ialah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
3.             Harta benda hanya dapat diwakafkan apabila dimiliki dan dikuasai secara penuh dan sah oleh wakif.
4.             Ikrar wakaf yang dibuktikan dengan pembuatan akta ikrar wakaf sebagai bukti pernyataan kehendak wakif untuk mewakafkan harta benda miliknya guna dikelola oleh nazhir sesuai dengan peruntukkan harta benda wakaf yang dituangkan dalam bentuk akta.
5.             Peruntukan harta benda wakaf, dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf, harta benda wakaf hanya dapat diperuntukkan bagi: sarana dan kegiatan ibadah; sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan; anak telantar, yatim piatu, beasiswa; kemajuan dan peningkatan ekonomi umat; dan/atau kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah dan peraturan perundang-undangan.
6.             Jangka waktu wakaf. Saat ini wakaf dapat diberikan jangka waktu, yaitu pada instrumen wakaf uang.[11]
Wakaf merupakan salah satu instrumen fiskal Islam yang telah ada semenjak awal kedatangan Islam. Fakta sejarah memperlihatkan bahwa wakaf telah menunjukkan berbagai peran penting dalam mengembangkan berbagai kegiatan sosial, ekonomi, pendidikan, dan kebudayaan.
Wakaf harus mampu berperan efektif dalam membangun umat, agar mampu mengurangi ketergantungan pendanaan dari pemerintah. Wakaf terbukti mampu menjadi instrument jaminan sosial dalam pemberdayaan masyarakat.
Definisi wakaf yang terdapat dalam Undang-undang mengakomodir berbagai macam harta benda wakaf termasuk adalah wakaf uang. Secara spesifik, undang-undang tersebut memuat bagian tentang wakaf uang, di mana dalam pasal 28 sampai pasal 31 ialah wakaf uang harus disetor melalui Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang telah ditetapkan oleh Menteri Agama RI. Wakaf uang harus dibuktikan dengan sertifikat.
B.            Instrumen ekonomi Islam untuk kesejahteraan sosial
wakaf di Indonesia sudah diatur secara formal oleh peraturan perundangan yang sangat progresif dalam mengakomodir hukum fiqh yaitu UU No. 41 tahun 2004 tentang wakaf dan PP No. 42 tahun 2006 tentang pedoman pelaksanaannya. Saat ini yang diharapkan adalah tindakan nyata dan bukan sekedar berwacana. Kalau dulu, banyak orang berdiskusi dan berharap adanya lembaga khusus yang menangani perwakafan di Indonesia, kini BWI sudah berdiri (sejak 2007). Tinggal bagaimana memaksimalkan lembaga independen amanat undang-undang itu. (Bab VI, pasal 7, UU No. 41 tahun 2004).
Walaupun ada perbedaan faham di tengah masyarakat tentang pengelolaan wakaf ke arah produktif, namun masyarakat hendaknya tidak perlu terpaku dengan berbagai perbedaan tersebut. Wakaf tunai sebagai salah satu alternative pemberdayaan wakaf secara produktif perlu dijadikan pemikiran dan selanjutnya dipraktekkan dimasyarakat kita.
1.             Wakaf Tunai sebagai Instrumen ekonomi Islam untuk kesejahteraan sosial
Undang undang wakaf sudah berupaya mengakomodir beberapa persoalan wakaf di Indonesia termasuk wakaf tunai yang diharapkan mampu menggairahkan serta memberdayakan kegiatan wakaf, terutama di bidang ekonomi dan kesejahteraan ummat Islam itu sendiri.
Karena menurut Mannan wakaf tunai itu dapat memberi peluang yang unik bagi penciptaan investasi dibidang ekonomi termasuk pula bidang keagamaan, pendidikan dan pelayanan sosial.[12]
wakaf tunai merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem ekonomi Islam yang integral dengan aspek pemberdayaan. Dalam konsep wakaf tunai tersebut, wakaf dapat menjadi sumber dana tunai. Dalam hal ini wakaf dapat diinfakkan dalam bentuk uang tunai yang memungkinkan paling tidak dua hal; Pertama, seseorang tidak perlu dana dalam jumlah besar untuk dibelikan tanah sebagai benda wakaf. Namun dapat diberikan dalam jumlah yang lebih kecil berupa sertifikat wakaf. Kedua bentuk wakaf bisa berbentuk harta lancar yang penggunaannya sangat fleksibel, sehingga harta wakaf bisa menjadi modal finasial yang disimpan di bank-bank atau lembaga keuangan.[13]
Dalam pasal pasal 28 Undang Undang Wakaf disebutkan wakaf tunai ini dilakukan melalui lembaga keuangan syari’ah Dana yang terkumpul dari wakaf tunai adalah merupakan dana abadi yang seyogyanya harus tetap ada hingga akhir zaman. Ia akan terus memberi manfaat bagi masyarakat maupun bagi si pemberi wakaf (wakif) tersebut. Bila hal ini terjadi maka bisa dibanyangkan berapa besar dana wakaf yang akan terkumpul secara komulatif dari tahun ke tahun yang dapat dijadikan sebagai modal sosial abadi.[14]
Selintas wakaf uang ini memang tampak seperti instrumen keuangan Islam lainnya yaitu zakat, infaq dan sadaqah (zis). Padahal wakaf uang memiliki perbedaan dimana kalau dalam zis bisa saja dibagi bagikan dana pokoknya kepada yang berhak, sedangkan wakaf uang dana pokoknya akan diinvestasikan terus menerus sehingga ummat memiliki dana yang selalu ada dan insya Allah bertambah terus seiring dengan bertambahnya jumlah wakif yang berwakaf, baru kemudian keuntungan dari pokok itulah yang akan mendanai kebutuhan rakyat miskin. Sehingga instrumen wakaf tunai dapat melengkapi zis sebagai instrumen penggalangan dana masyarakat.
Di samping itu wakaf tunai berupa uang ini sangat penting untuk pengembangan harta benda wakaf berupa benda tidak bergerak. Tanah tanah wakaf yang terlantar bisa menjadi mesin uang dengan memanfaatkannya untuk lahan pertanian, pendirian pabrik, perkantoran atau menjadikannya pusat bisnis. Melaui cara ini kita tidak lagi bermimpi mengatasi kemiskinan dengan menggantungkan harapan pada utang luar negeri.
Dengan demikian ummat Islam dapat mengembangkan wakaf yang ada secara produktif dan hasilnya dapat dipergunakan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial.[15]
Pengembangan wakaf tunai juga memiliki nilai ekonomi yang startegis. Karena dengan dikembangkan wakaf tunai, maka akan didapat sejumlah keunggulan, diantaranya adalah:
1.             besaran dana wakaf uang jumlahnya bisa bervariasi, sehingga seseorang yang memiliki dana terbatas sudah bisa mulai memberikan dana wakafnya tanpa harus menunggu menjadi orang kaya baru bisa menjalankan ibadah wakaf.
2.             melalui wakaf uang asset asset wakaf tanah berupa tanah kosong yangselama ini terlantar bisa mulai dimanfaatkan untuk pembangunan gedung atau diolah untuk lahan pertanian dan perkebunan.
3.             dana wakaf tunai juga bisa membantu lembaga lembaga pendidikan Islam yang memiliki kesulitan operasionalnya terutama dalam menggaji civitas akdemisnya. Keempat, dana wakaf tunai diharapkan dapat membantu memberdayakan lembaga lembaga keuangan syariah dan usaha rakyat kecil menengah yang bagi hasilnya dapat disumbangkan untuk kepentingan sosial.[16]
2.             Pengelolaan dana Waqaf
Khusus lembaga keuangan syari’ah diberi tugas mengelola, mengembangkan dan menyalurkan pendapatan yang diperoleh dari wakaf tunai itu untuk kemaslahatan termasuk pemberdayaan ekonomi ummat Islam. Difungsikannya lembaga keuangan syari’ah terutama bank syari’ah sebagai nazhir setidaknya memiliki beberapa keunggulan yang diharapkan dapat mengoptimalkan operasionalisasi harta (dana) wakaf, yaitu : (1) memiliki jaringan kantor; (2) kemampuan sebagai fund manager; (3) pengalaman, jaringan-jaringan informasi dan peta distribusi, dan; (4) memiliki citra positif.[17]
Dengan melibatkan lembaga keuangan syari’ah dalam pengelolaan wakaf tunai, maka selain produktif, wakaf juga bisa dinvestasikan ke dalam berbagai jenis invetasi yang menguntungkan. Dengan demikian masyarakat dapat merasakan manfaat dari dana hasil wakaf sebanyak mungkin. Akhirnya area garapan dana wakaf untuk pemberdayaan ekonomi ummat semakin beragam. Uang sebagai harta benda wakaf bersifat lebih fleksibel dan tidak mengenal batas wilayah pendistribusian.[18]
Adanya pengaturan wakaf tunai dalam Undang Undang Wakaf adalah merupakan terobosan yang cukup signifikan dalam dunia perwakafan di Indonesia. Sehingga diharapkan pemahaman yang menganggap wakaf sebagai institusi keagamaan atau fiqhiyyah belaka dapat sedikit demi sedikit dikurangi atau bahkan dihilangkan. Karena dalam kenyataan kehidupan masyarakat Indonesia sebetulnya tidak hanya sekedar itu, tapi merupakan penomena yang multiform yang menempati posisi sentral dalam kehidupan kemasyarakatan. Ia juga merupakan bahagian dari keseluruhan kehidupan masyarakat itu sendiri. Terutama dalam kehidupan masyarakat muslim.[19]
Apalagi dengan wakaf tunai berupa uang ini merupakan salah satu variable penting dalam pengembangan ekonomi ummat. Wakaf tunai yang diatur dalam undang undang tersebut bukan untuk dibelanjakan secara konsumtif, melainkan wakaf yang diamanahkan tersebut adalah untuk dikelola secara produktif sehingga manfaatnya dapat digunakan untuk kepentingan kesejahteraan ummat. Sehingga diharapkan dengan wakaf tunai ini bisa menggerakkan seluruh potensi wakaf untuk kesejahteraan masyarakat secara luas.
Terlebih dengan adanya kenyataan rakyat Indonesia yang hamper 90% (Sembilan puluh persen) muslim perupakan potensi besar sebagai calon wakif. Karena bagi masyarakat muslim beramal dengan harta merupakan kebutuhan jiwa. Menurut Mustafa Edwin Nasution (ekonom dari Universitas Indonesia), potensi penghimpun dana dari wakaf uang di Indonesia lumayan besar. Dengan hitungan paling moderat, dalam satu tahun bisa dihimpun dana sebanyak 3 (tiga) triliun.[20]
Mustafa Edwin Nasution pernah melakukan asumsi bahwa jumlah penduduk Muslim kelas menengah di Indonesia sebanyak 10 juta jiwa dengan rata-rata penghasilan perbulan antara Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) - Rp  10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) maka dapat dibuat perhitungan sebagai berikut

Tingkat Penghasilan / bulan
Jumlah Muslim
Tarif Wakaf/bulan
Potensi Wakaf Tunai / bulan
Potensi Wakaf Tunai / tahun
Rp 500.000
4 juta
Rp 5000,-
Rp 20 Milyar
Rp 240 Milyar
Rp 1 juta –Rp 2 juta
3 juta
Rp 10.000
Rp 30 Milyar
Rp 360 Milyar
Rp 2 juta – Rp 5 juta
2 juta
Rp 50.000
Rp 100 Milyar
Rp 1,2 Triliun
Rp 5 juta- Rp 10 juta
1 juta
Rp 100.000
Rp 100 Milyar
Rp 1,2 Triliun
Total
Rp 3 Triliun
Tabel: Potensi Wakaf Uang di Indonesia.[21]
1.             Apabila umat Islam yang berpenghasilan Rp500.000,00 sejumlah 4 juta orang dan setiap tahun masing-masing berwakaf sebanyak Rp60.000,00 maka setiap tahun terkumpul Rp240.000.000.000,00.
2.             Apabila umat yang berpenghasilan Rp1.000.000,00 - Rp2.000.000,00 sejumlah  3 juta orang dan setiap tahun masing-masing berwakaf Rp120.000,00 maka setiap tahun terkumpul dana sebanyak Rp360.000.000.000,00.
3.             Apabila umat yang berpenghasilan Rp2.000.000,00 - Rp5.000.000,00 sejumlah 2 juta orang dan setiap tahun masing-masing berwakaf Rp600.000,00 maka setiap tahun terkumpul dana sebanyak Rp1.200.000.000.000,00.
4.             Apabila umaat yang berpenghasilan Rp5.000.000,00 - Rp10.000.000,00 sejumlah 1 juta orang dan setiap tahun masing-masing berwakaf Rp1.200.000,00 maka setiap tahun terkumpul dana sebanyak Rp1,200.000.000.000,00.
   Dengan demikian wakaf yang terkumpul selama satu tahun sejumlah Rp3.000.000.000.000,00. Berdasarkan contoh perhitungan di atas maka terlihat bahwa keberhasilan lembaga untuk memobilisasi dana wakaf akan sangat menentukan manfaat keberadaan lembaga wakaf. Yang menjadi masalah, uang tersebut tidak dapat langsung diberikan kepada mauquf ‘alaih, tetapi nazhir harus mengelola dan mengembangkannya terlebih dahulu. Yang harus disampaikan kepada mauquf ‘alaih adalah hasil investasi dana Rp.3 triliun tersebut, sedangkan uang wakafnya sendiri tidak boleh berkurang sedikit pun.
Dalam konteks pemanfaatan Uang Wakaf, ada tiga filosofi dasar yang perlu ditekankan yaitu:
1.             Alokasi cash waqf harus dilihat dalam bingkai “proyek yang terintegrasi”, bukan bagian-bagian dari biaya-biaya yang terpisah-pisah. Contoh adalah anggapan dana wakaf akan habis bila dipakai untuk membayar gaji guru atau upah bangunan, sementara wakaf harus abadi. Dengan bingkai proyek sesungguhnya dana wakaf akan dialokasikan untuk program-program pendidikan dengan segala macam biaya yang terangkum di dalamnya.
2.             Asas kesejahteraan nadzir. Sudah terlalu lama, nadzir sering kali diposisikan kerja asal-asalan alias lillahi ta’ala (dalam pengertian sisa-sisa waktu dan bukan perhatian utama) dan wajib “berpuasa”. Sebagai akibatnya seringkali kinerja nadzir asal-asalan juga. Sudah saatnya, menjadikan nazdir sebagai profesi yang memberikan harapan kepada lulusan terbaik umat dan profesi memberikan kesejahteraan bukan saja di akhirat tetapi juga di dunia. Di Turki, Badan pengelola wakaf mendapatkan alokasi 5% dari net income wakaf. Di Bangladesh, kantor administrasi wakaf juga 5 %. Sementara The central waqf Council India mendapatkan sekitar 6 % dari net income pengelolaan dana wakaf. Di Indonesia, maksimal 10%.
3.             Asas transparansi dan accountability di amna badan wakaf dan lembaga yang dibantunya harus malaporkan setip tahun akan proses pengelolaan dana kepada umat Islam dalam audited financial report termasuk kewajaran daripos biayanya.[22]
Wakaf uang diharapkan dapat menjadi sarana bagi rekonstruksi sosial dan pembangunan, di mana mayoritas penduduk dapat ikut berpartisipasi. Untuk mewujudkan partisipasi tersebut, maka berbagai upaya pengenalan tentang arti penting wakaf uang sebagai sarana mentransfer tabungan wakif kepada para usahawan (entrepreneurs) dan anggota masyarakat dalam mendanai berbagai kegiatan di negara-negara Islam perlu dilakukan secara intensif.











Skema Pengelolaan Wakaf Uang.[23]
Mekanisme efek pengganda wakaf uang dalam dijelaskan sebagai berikut, yaitu dana wakaf uang yang dikelola oleh nazhir untuk diinvestasikan memberikan hasil, dimana 10% diberikan kepada nazhir sebagai biaya pengelolaan dan 90% hasilnya diberikan untuk mauquf alaih. Hasil investasi yang dialokasikan untuk mauquf alaih dapat dibedakan atas dua sektor, yaitu sektor ekonomi dan sektor non-ekonomi, seperti untuk sosial dan pendidikan. Hasil wakaf uang yang diberikan kepada sektor ekonomi yaitu dalam bentuk dana bergulir. Bantuan tambahan modal yang diberikan dapat digunakan untuk meningkatkan kapasitas produksi sehingga produksi barang dan jasa dalam perekonomian akan meningkat.


3.             Potensi Waqaf untuk kesejahteraan Sosial
Peningkatkan penerimaan negara akan meningkatkan dana pembangunan, peningkatan dana pembangunan ini akan kembali lagi secara tidak langsung kepada peningkatan pendapatan wakif.
Sementara hasil investasi wakaf uang yang dialokasikan untuk sektor non-ekonomi baik untuk sektor sosial dan pendidikan bersifat bantuan konsumtif kepada mauquf alaih.
Bantuan konsumtif yang diberikan berarti akan meningkatkan daya beli masyarakat yang menerima. Kenaikan daya beli konsumen ini berimplikasi pada peningkatan jumlah konsumsi masyarakat secara langsung, karena saat ini masyarakat memiliki pendapatan yang lebih tinggi untuk dibelanjakan. Peningkatan jumlah barang yang diminta oleh konsumen secara langsung akan menggeser permintaan agregat di dalam perekonomian. Kenaikan permintaan agregat ini direspons secara positif oleh responden dengan meningkatkan kapasitas produksi, sehingga hal ini berarti akan meningkatkan investasi. Peningkatan kapasitas produksi akan mampu meningkatkan penerimaan negara, salah satunya penerimaan dalam bentuk pajak.
Penerimaan negara semakin meningkat, semakin meningkat pula dana pembangunan negara. Hal ini akan memberikan pengaruh secara tidak langsung kepada peningkatan pendapatan wakif. Sehingga terlihat bahwa wakaf uang mampu memberikan pengaruh yang secara langsung dapat meningkatkan pendapatan wakif maupun pengaruh tidak langsung yang distimulus dengan mekanisme dalam perekonomian.
     Berdasarkan mekanisme di atas terlihat bahwa wakaf uang memiliki efek pengganda yang cukup signifikan dalam perekonomian. Hal ini secara langsung dan tidak langsung akan mampu menjadi pengaruh yang signifikan dalam program pengentasan kemiskinan.
Semakin besar wakaf uang yang mampu dikelola, maka akan semakin besar pula pengaruh wakaf uang dalam perekonomian terutama dalam mengentaskan kemiskinan.
Jika efek pengganda wakaf uang dapat mencapai sebesar 700 kali-nya, maka akan terdapat pengaruh yang cukup signifikan di dalam perekonomian. Apabila seluruh potensi wakaf uang ini dapat optimal, dan seluruh dana tersebut dapat didayagunakan, maka akan sangat signifikan pengaruhnya terhadap program pengentasan kemiskinan. Namun yang patut dicatat adalah pengaruh ini dapat tercapai apabila seluruh faktor kondusif dalam program wakaf uang di Indonesia.
Jika diasumsikan potensi wakaf uang yang mampu dikumpulkan sesuai dengan potensi yang dihitung oleh Mustafa Edwin Nasution (2006), yaitu sebesar tiga triliun rupiah pertahun, kemudian jika diasumsikan tingkat pengembalian investasi sebesar 10% per tahun maka akan didapat hasil investasi sebesar tiga ratus miliar rupiah per tahun.
Apabila dari hasil investasi tersebut 90 persen dananya dialokasikan untuk mauquf alaih bagi untuk sektor ekonomi maupun sektor non-ekonomi seperti dialokasikan untuk pendidikan ataupun kesehatan, maka akan didapat dana program sebesar 270 miliar rupiah. Dana program sebesar 270 miliar rupiah tersebut kemudian diasumsikan 60 persen dialokasikan untuk program non-ekonomi dan 40 persen dialokasikan untuk program ekonomi, sehingga didapat dana program non-ekonomi sebesar 162 miliar rupiah dan program ekonomi sebesar 108 miliar rupiah.
Jika disimulasikan dana program non-ekonomi sebesar 162 miliar rupiah yang diberikan kepada wakif mampu menaikkan daya beli masyarakat sebesar 5 persen, maka akan terjadi kenaikan daya beli sebesar 8,1 miliar rupiah, sehingga didapat akumulasi dana sebesar 170,1 miliar rupiah. Kenaikan daya beli sebesar 5 persen ini selanjutnya diasumsikan mampu meningkatkan investasi perusahaan sebesar 5 persen, maka akan didapat kenaikan investasi 8,5 miliar rupiah, sehingga jika diakumulasi maka akan terjadi peningkatan dana sebesar 178,6 miliar rupiah.
Penerimaan negara dalam bentuk pajak pun diasumsikan akan meningkat sebesar 5 persen yaitu sebesar 8,93 miliar rupiah. Hal ini akan meningkatkan akumulasi dana menjadi 187,53 miliar rupiah. Sehingga jika diperbandingkan dengan dana awal program sebesar 162 miliar rupiah, maka dengan mengalokasikan kepada program non-ekonomi akan memberikan efek pengganda sebesar 15,75 persen.
Jika diasumsikan wakaf uang diberikan pula kepada program ekonomi, apabila program non-ekonomi dengan simulasi sederhana terlihat mampu memberikan efek pengganda sebesar 15,75 persen, maka berbasis kepada teori program ekonomi akan memberikan efek pengganda sebesar 2 kali lipatnya yaitu sebesar 31,5 persen. Sehingga dengan dana awal program ekonomi sebesar 108 miliar, maka akan mampu memberikan pengaruh akumulasi dana sebesar 142,67 miliar rupiah.
Apabila kita jumlahkan kedua program ini akan terdapat peningkatan dana dalam perekonomian sebesar 330,2 miliar rupiah, oleh karenanya akan terlihat bahwa telah terjadi efek pengganda wakaf uang di dalam perekonomian sebesar 22,29 persen.
Berdasarkan simulasi sederhana di atas, dengan berbagai pelonggaran dalam asumsi-asumsi pada perekonomian membuktikan bahwa wakaf uang mampu memberikan efek pengganda yang cukup besar di dalam perekonomian.
Apabila potensi wakaf uang ini mampu dioptimalkan sehingga mampu memberikan peningkatan efek pengganda sebesar 700 persen sesuai dengan yang terdapat pada Surat al-Baqarah ayat 261 akanlah sangat baik. Hal ini menuntut pengelolaan yang profesional, transparan, dan akuntabel dari Badan Wakaf Indonesia, baik di tingkat pusat maupun di daerah, agar seluruh potensi wakaf uang yang tersedia mampu berdayaguna di dalam perekonomian.[24]








BAB III
PENUTUP
A.           Kesimpulan
1.             Pengertian wakaf adalah sejenis pemberian yang pelaksanaannya dilakukan dengan jalan menahan (pemilikan) asal (tahbis al-asl), lalu menjadikan manfaatnya berlaku umum. Yang dimaksud tahbisul ashli ialah menahan barang yang diwakafkan itu agar tidak diwariskan, dijual, dihibahkan, digadaikan, disewakan, dan sejenisnya. Sedangkan cara pemanfaatannya adalah menggunakan sesuai dengan kehendak wakif tanpa imbalan.
2.             Instrumen ekonomi Islam untuk kesejahteraan sosial. Wakaf sebagai salah satu instrument fiskal Islam telah memainkan peranan yang sangat penting di dalam perekonomian. Wakaf tunai atau wakaf uang sebagai suatu instrument yang cukup baru dalam wakaf dan ekonomi Islam sebagai suatu praktik ibadah dan saranan pencapaian kesejahteraan sosial. Pengembangan wakaf melalui wakaf tunai, dimana manajemennya lebih fleksibel dan menawarkan berbagai pilihan. Wakaf tunai memiliki efek pengganda di dalam perekonomian, melalui efek inilah wakaf tunai dapat digunakan sebagai instrument untuk mengentaskan kemiskinan melalui program pemberdayaan masyarakat.
B.            Saran
Pemberitahuan mengenai hukum wakaf sangat diperlukan karena pada umumnya masyarakat belum memahami hukum wakaf dengan baik dan benar, baik dari segi rukun dan syarat wakaf, maupun maksud disyariatkan wakaf.Seperti pengetahuan mengenai benda yang diwakafkan adalah benda tidak bergerak (tanah), padahal benda yang diwakafkan dapat berupa benda bergerak dan benda tidak bergerak. Lalu mempertimbangkan kemampuan nadzir atau dapat dikatakan telah memenuhi standar kualifikasi untuk mengelola harta wakaf sehingga tujuan wakaf untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan umat akan optimal.Pengelolaan dan manajemen wakaf yang baik dapat mengakibatkan pengelolaan harta wakaf optimal, harta wakaf terurus dengan baik, dan harta wakaf tidak hilang.Dengan demikian pengelolaan harta wakaf tentu akan bisa berkembang dan diberdayakan dengan baik serta maksimal sebagaimana diharapkan bersama.



DAFTAR PUSTAKA

Antonio Syafii 2004 “Cash Waqf dan Anggaran Pendidikan”, dalam Kumpulan Hasil Seminar Perwakafan. Depag RI, Jakarta
Abdul Ghafur Anshori, 2005 Hukum dan Praktek perwakafan di Indonesia, Pilar Media, Yogyakarta.
Achmad Junaidi dan Thobieb al Asyhar, 2005 Menuju Era Wakaf Produktif, Mumtaz Publishing, Depok
Al Arif, M. Nur Rianto, “Potensi Wakaf Uang dan Dampaknya terhadap Perekonomian, Jurnal Dialog, No. 70, Tahun XXXIII, Nopember 2010, Jakarta: Balitbangdiklat Kemenag RI, 2010.
Al arif M. Nur rianto. 2012 efek multiplier wakaf uang dan Pengaruhnya terhadap program Pengentasan kemiskinan asy-syir’ah Jurnal ilmu syari’ah dan hukum vol. 46 no. I, januari-juni
Cholil Nafis M. 2009 “Wakaf Uang untuk Jaminan Sosial”, dalam Jurnal Al-Awqaf, Vol. II, No. 2, April BWI: Jakarta
Djakfar Muhammad. 2005 “Peran Strategis Wakaf Sebagai Pilar Pengembangan Ekonomi Umat : Sebuah Tawaran Solusi Dalam Konteks Indonesia ke Depan”, dalam Iqtishoduna, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Fakultas Ekonomi UIN Malang, edisi Juli
Depag, 2006 Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Dirjen Bimas Islam, Jakarta
Direktorat Pemberdayaan Wakaf dan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam.  2008  Paradigma Baru Wakaf di Indonesia,  Jakarta : Februari.
Djatmika Rahmat. 1992 wakaf dan masyarakat serta aplikasinya (aspek-aspek undamental), Mimbar hukum, No. 7 tahun III, jakarta
Hasanah Uswatun. 2009Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan dalam Perspektif Hukum Islam di Indonesia. jakarta: Naskah Pidato Pengukuhan Guru Besar di Universitas Indonesia, 6 April
Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Buku II, Bab I, Pasal 215, (1) dan (4).
Mustafa Edwin Nasution dan Uswatun Hasanah (Editor) 2005 Wakaf Tunai Inovasi Finansial Islam, Peluang dan Tantangan dalam Mewujudkan Kesejahteraan Umat PKTTI-UI, Jakarta
Mannan M.A. 1997 Sertifikat Wakaf tunai (Sebuah Inovasi Instrumen Keuangan Islam, Alih Bahasa Tjasmianto dan Rozidyanti) Ciber, PKTTI-UI, Depok
Prihatni et. Al Farida. 2005 Hukum Islam (zakat dan Wakaf) Teori dan Prakteknya di Indonesia.Papas Sinar Sinanti dan badan penerbit Fakultas hukum UI, Jakarta.
Rahmawati,Yuke, 2010 “Efektivitas Mekanisme Funding Wakaf Uang di Perbankan Syariah”, Jurnal Dialog, No. 70, Tahun XXXIII, Nopember, Jakarta: Balibangdiklat Kemenag RI
Satjipto Rahardjo, 1986 Hukum dan Masyarakat Bandung: Angkasa.
Syakir Sula M. 2009 “Implementasi Wakaf dalam Instrumen Asuransi Syariah”, Jurnal Al-Awqaf, Vol. II, No. 2, April BWI: Jakarta
Tim Depag, Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai,  depag RI, Jakarta 2007
Undang-undang No. 41 tahun 2004 tentang wakaf dan peraturan pemerintah No. 42 tahun 2006.
Wadjdy Farid. 2008 Wakaf dan Kesejahteraan Umat (Filantropi Islam yang Hampir Terlupakan), Pustaka Pelajar Yogyakarta







[1] Direktorat Pemberdayaan Wakaf dan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam,   Paradigma Baru Wakaf di Indonesia,  (Jakarta : Februari, 2008), hal. 1.
[2] Farid Wadjdy, Wakaf dan Kesejahteraan Umat (Filantropi Islam yang Hampir Terlupakan), (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008), hal. 79.
[3] Uswatun Hasanah, Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan dalam Perspektif Hukum Islam di Indonesia. (Jakarta: Naskah Pidato Pengukuhan Guru Besar di Universitas Indonesia, 6 April 2009), hal. 32.
[4] Hasanah, Wakaf Produktif......., hal 11
[5] Satjipto Rahardjo, Hukum dan Masyarakat (Bandung: Angkasa, 1986) hal. 117.
[6] Muhammad Djakfar “Peran Strategis Wakaf Sebagai Pilar Pengembangan Ekonomi Umat : Sebuah Tawaran Solusi Dalam Konteks Indonesia ke Depan”, dalam Iqtishoduna, (Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam Fakultas Ekonomi UIN Malang, edisi Juli 2005)
[7] M. Cholil Nafis, “Wakaf Uang untuk Jaminan Sosial”, dalam Jurnal Al-Awqaf, Vol. II, No. 2, April (BWI: Jakarta, 2009).
[8] M. Syakir Sula, “Implementasi Wakaf dalam Instrumen Asuransi Syariah”, Jurnal Al-Awqaf, Vol. II, No. 2, April (BWI: Jakarta, 2009).
[9] Undang-undang No. 41 tahun 2004 tentang wakaf dan peraturan pemerintah No. 42 tahun 2006.
[10]  Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Buku II, Bab I, Pasal 215, (1) dan (4).
[11] Depag, Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai (Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Dirjen Bimas Islam, Jakarta: 2006).hal 69
[12] M.A. Mannan, Sertifikat Wakaf tunai (Sebuah Inovasi Instrumen Keuangan Islam, (Alih Bahasa Tjasmianto dan Rozidyanti) (Ciber, PKTTI-UI, Depok, 1997), hal 95
[13] Achmad Junaidi dan Thobieb al Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif, (Mumtaz Publishing, Depok, 2005), hal 71
[14] Achmad Junaidi dan Thobieb al Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif...., hal 98
[15] Farida Prihatni et. Al, Hukum Islam (zakat dan Wakaf) Teori dan Prakteknya di Indonesia.(Papas Sinar Sinanti dan badan penerbit Fakultas hukum UI, Jakarta, 2005), hal. 115.
[16] Yuke Rahmawati, “Efektivitas Mekanisme Funding Wakaf Uang di Perbankan Syariah”(, Jurnal Dialog, No. 70, Tahun XXXIII, Nopember, Jakarta: Balibangdiklat Kemenag RI, 2010).
[17] Tim Depag, Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai,  (depag RI, Jakarta 2007), hal. 46.
[18]Anshori Abdul Ghafur,Hukum dan Praktek perwakafan di Indonesia, (Yogyakarta, Pilar Media, 2005).hal 89-90.
[19] Rahmat Djatmika, wakaf dan masyarakat serta aplikasinya (aspek-aspek undamental), (Mimbar hukum, No. 7 tahun III, jakarta, 1992), hal. 1
[20] Abdul Ghafur,Hukum dan Praktek perwakafan...., hal 98.
[21] Mustafa Edwin Nasution dan Uswatun Hasanah (Editor), Wakaf Tunai Inovasi Finansial Islam, Peluang dan Tantangan dalam Mewujudkan Kesejahteraan Umat (PKTTI-UI, Jakarta: 2005), hal 43-44
[22] Syafii Antonio, “Cash Waqf dan Anggaran Pendidikan”, dalam Kumpulan Hasil Seminar Perwakafan. (Depag RI, Jakarta 2004), hal 14-15
[23] M. Nur Rianto Al Arif, “Potensi Wakaf Uang dan Dampaknya terhadap Perekonomian, (Jurnal Dialog, No. 70, Tahun XXXIII, Nopember 2010, Jakarta: Balitbangdiklat Kemenag RI, 2010).
[24] M. Nur rianto al arif, efek multiplier wakaf uang dan Pengaruhnya terhadap program Pengentasan kemiskinan asy-syir’ah (Jurnal ilmu syari’ah dan hukum vol. 46 no. I, januari-juni 2012)

No comments:

Post a Comment