<!-- Start of KOMISI GRATIS Script -->
<script type="text/javascript" src="https://komisigratis.com/ads.php?pub=68040"></script>
<!-- End of KOMISI GRATIS Script -->
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang.
Di
tengah problem sosial masyarakat Indonesia dan tuntutan akan kesejahteraan
ekonomi akhir-akhir ini, keberadaan wakaf uang menjadi sangat strategis.
Disamping sebagai salah satu aspek ajaran Islam yang berdimensi spiritual,
wakaf uang juga merupakan ajaran yang menekankan pentingnya kesejahteraan
ekonomi (dimensi sosial) dan kesejahteraan umat.
Namun istilah wakaf uang belum
begitu familiar di tengah masyarakat Indonesia, ini bisa dilihat dari pemahaman
masyarakat Indonesia yang memandang wakaf hanya sebatas pada pemberian
berbentuk barang tidak bergerak, seperti tanah dan bangunan yang diperuntukkan
untuk tempat ibadah, kuburan, pondok pesantren, rumah yatim piatu dan
pendidikan semata.[1]
Pemanfaatan benda wakaf masih
berkisar pada hal-hal yang bersifat fisik, sehingga tidak memberikan dampak
ekonomi secara signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat. Banyaknya harta
benda wakaf yang ada di masyarakat Indonesia belum mampu mengatasi masalah
kemiskinan. Padahal benda yang bergerak,
seperti uang misalnya, pada hakikatnya juga merupakan salah satu bentuk
instrumen wakaf yang memang diperbolehkan dalam Islam. Saat ini dikalangan
masyarakat luas mulai muncul istilah cash waqf (wakaf uang)
Menurut M. A. Mannan, seorang ekonom yang
berasal dari Bangladesh Wakaf uang dipandang sebagai salah satu solusi yang dapat
membuat wakaf menjadi lebih produktif. Apabila wakaf uang mampu dikelola dan
diberdayakan oleh suatu lembaga secara profesional, akan sangat membantu dalam
mensejahterakan ekonomi umat, memenuhi hak-hak masyarakat, serta mengurangi
penderitaan masyarakat.[2]
Perwakafan di Indonesia jauh tertinggal dibanding negara-negara
yang mayoritas berpenduduk Islam lain, seperti: Aljazair, Arab Saudi yang mempunyai
semacam Badan Wakaf yang diberi nama Majelis Tinggi Wakaf. Majelis Tinggi Wakaf
ada di bawah Kementerian Haji dan Wakaf. Majelis Tinggi Wakaf ini diatur dengan
Ketetapan No. 574 tanggal 16 Rajab 1386 sesuai dengan Surat Keputusan Kerajaan
No. M/35, tanggal 18 Rajab 1386. Adapun wewenang Majelis Tinggi Wakaf antara
lain mengembangkan wakaf secara produktif dan mendistribusikan hasil
pengembangan wakaf kepada mereka yang berhak. Sehubungan dengan hal itu,
Majelis Tinggi Wakaf juga mempunyai wewenang untuk membuat program pengembangan
wakaf, pendataan terhadap aset wakaf serta memikirkan cara pengelolaannya,
menentukan langkah-langkah penanaman Modal,
dan langkah-langkah pengembangan wakaf produktif lainnya, serta mempublikasikan
hasil pengembangan wakaf kepada masyarakat.[3]
Turki: Di Turki, wakaf dikelola oleh
Direktorat Jenderal Wakaf. Dalam mengembangkan wakaf, pengelola melakukan
investasi di berbagai perusahaan, antara lain: Ayvalik
and Aydem Olive Oil Corporation; Tasdelen Healthy Water Corporation; Auqaf
Guraba Hospital; Taksim Hotel (Sheraton); Turkish Is Bank; Aydin Textile
Industry; Black Sea Copper Industry; Contruction and Export/Import Corporation;
Turkish Auqaf Bank. Hasil pengelolaan wakaf itu kemudian dimanfaatkan untuk
kepentingan pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi rakyat, dan kepentingan
sosial lainny.[4]
Kalau mereka bisa, mengapa Indonesia yang merupakan negara
berpenduduk muslim terbesar di dunia ini tak mampu. Penulis yakin, masyarakat
Islam Indonesia mampu melakukan, bahkan lebih dari itu, jika benar-benar serius
menangani hal ini. Apalagi, pemberdayaan wakaf di Indonesia kini sudah
diakomodir secara formal oleh peraturan perundangan yang sangat progresif dalam
mengakomodir hukum fiqh yaitu UU No. 41 tahun 2004 tentang wakaf dan PP No. 42
tahun 2006 tentang pedoman pelaksanaannya.[5]
Yang perlu
dipertanyakan saat ini. adalah sudah siapkah pemerintah melakukan proses
sosialisasi wakaf tunai itu di seluruh Indonesia? Dengan telah diundangkannya
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, tahun 2005
lalu telah dilakukan sebuah penelitian kendati dalam wilayah yang terbatas
yaitu di kota Malang, Jawa Tmur. Penelitian ini ingin menggali,bagaimanakah
tanggapan tokoh masyarakat terhadap pelaksanaan wakaf
setelah diundangkannya
undang-undang tersebut. Hasil penelitian
antara menyimpulkan bahwa sementara ini kualitas sumber daya manusia (SDM) para
nadzir masih belum memadai. Demikian pula yang berkaitan dengan proses
sosialiasi belum bisa dilaksanakan secara maksimal karena keterbatasan dana
pemerintah dan jumlah SDM sebagai tenaga pensosialisasi.[6]
Salah satu regulasi baru dalam
Undang-Undang Wakaf tersebut adalah Wakaf Uang. Makalah ini akan mencoba
membahas: “ Instrumen ekonomi Islam untuk kesejahteraan sosial: Eksplorasi potensi
Wakaf ”
B.
Rumusan Masalah.
1.
Bagaimana pengertian wakaf.?
2.
Bagaimana Instrumen ekonomi Islam untuk kesejahteraan sosial.?
C.
Tujuan masalah.
1.
Untuk
mengetahui Bagaimana
pengertian wakaf.
2.
Untuk
Mengetahui Bagaimana
pengertian wakaf
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Wakaf
Dalam peristilahan syara secara umum
wakaf adalah sejenis pemberian yang pelaksanaannya dilakukan dengan jalan menahan
(pemilikan) asal (tahbis al-asl), lalu menjadikan manfaatnya berlaku
umum. Yang dimaksud tahbis al-asl ialah menahan barang yang diwakafkan
itu agar tidak diwariskan, dijual, dihibahkan, digadaikan, disewakan, dan
sejenisnya. Sedangkan cara pemanfaatannya adalah menggunakan sesuai dengan
kehendak wakif tanpa imbalan.[7]
Menurut Imam Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal, wakaf
adalah melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, setelah
sempurna prosedur perwakafan. Wakif tidak boleh melakukan apa saja terhadap
harta yang diwakafkan, seperti perlakuan pemilik dengan cara memindahkan
kepemilikannya kepada yang lain, baik dengan tukar-menukar atau tidak. Jika wakif
wafat, harta yang diwakafkan tersebut tidak dapat diwariskan.[8]
Wakaf didefinisikan sebagai perbuatan hukum
wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk
dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut
syariah.[9]
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia dalam
putusan fatwanya tentang wakaf tunai memberikan pengertian bahwa:
“wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau
badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya guna kepentingan
ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam” dan “benda
wakaf adalah segala benda, baik bergerak atau tidak bergerak, yang memiliki
daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan bernilai menurut ajaran Islam”.[10]
Wakaf dilaksanakan dengan memenuhi unsur wakaf sebagai
berikut:
1.
Wakif ialah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya, wakif dapat
berupa perorangan, organisasi, dan badan hukum.
2.
Nazhir ialah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk
dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
3.
Harta benda hanya dapat diwakafkan apabila dimiliki dan dikuasai secara
penuh dan sah oleh wakif.
4.
Ikrar wakaf yang dibuktikan dengan pembuatan akta ikrar wakaf sebagai
bukti pernyataan kehendak wakif untuk mewakafkan harta benda miliknya guna
dikelola oleh nazhir sesuai dengan peruntukkan harta benda wakaf yang
dituangkan dalam bentuk akta.
5.
Peruntukan harta benda wakaf, dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi
wakaf, harta benda wakaf hanya dapat diperuntukkan bagi: sarana dan kegiatan
ibadah; sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan; anak telantar, yatim
piatu, beasiswa; kemajuan dan peningkatan ekonomi umat; dan/atau kemajuan
kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah dan peraturan
perundang-undangan.
6.
Jangka waktu wakaf. Saat ini wakaf dapat diberikan jangka waktu, yaitu
pada instrumen wakaf uang.[11]
Wakaf merupakan salah satu instrumen fiskal
Islam yang telah ada semenjak awal kedatangan Islam. Fakta sejarah memperlihatkan
bahwa wakaf telah menunjukkan berbagai peran penting dalam mengembangkan
berbagai kegiatan sosial, ekonomi, pendidikan, dan kebudayaan.
Wakaf harus mampu berperan efektif dalam
membangun umat, agar mampu mengurangi ketergantungan pendanaan dari pemerintah.
Wakaf terbukti mampu menjadi instrument jaminan sosial dalam pemberdayaan
masyarakat.
Definisi wakaf yang terdapat dalam Undang-undang
mengakomodir berbagai macam harta benda wakaf termasuk adalah wakaf uang.
Secara spesifik, undang-undang tersebut memuat bagian tentang wakaf uang, di
mana dalam pasal 28 sampai pasal 31 ialah wakaf uang harus disetor melalui
Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang telah ditetapkan oleh Menteri Agama RI.
Wakaf uang harus dibuktikan dengan sertifikat.
B.
Instrumen ekonomi Islam untuk kesejahteraan
sosial
wakaf di Indonesia sudah diatur secara formal oleh peraturan
perundangan yang sangat progresif dalam mengakomodir hukum fiqh yaitu UU No. 41
tahun 2004 tentang wakaf dan PP No. 42 tahun 2006 tentang pedoman
pelaksanaannya. Saat ini yang diharapkan adalah tindakan nyata dan bukan
sekedar berwacana. Kalau dulu, banyak orang berdiskusi dan berharap adanya
lembaga khusus yang menangani perwakafan di Indonesia, kini BWI sudah berdiri
(sejak 2007). Tinggal bagaimana memaksimalkan lembaga independen amanat
undang-undang itu. (Bab VI, pasal 7, UU No. 41 tahun 2004).
Walaupun
ada perbedaan faham di tengah masyarakat tentang pengelolaan wakaf ke arah
produktif, namun masyarakat hendaknya tidak perlu terpaku dengan berbagai
perbedaan tersebut. Wakaf tunai sebagai salah satu alternative pemberdayaan
wakaf secara produktif perlu dijadikan pemikiran dan selanjutnya dipraktekkan
dimasyarakat kita.
1.
Wakaf Tunai sebagai Instrumen ekonomi Islam
untuk kesejahteraan sosial
Undang
undang wakaf sudah berupaya mengakomodir beberapa persoalan wakaf di Indonesia
termasuk wakaf tunai yang diharapkan mampu menggairahkan serta memberdayakan
kegiatan wakaf, terutama di bidang ekonomi dan kesejahteraan ummat Islam itu
sendiri.
Karena menurut
Mannan wakaf tunai itu dapat memberi peluang yang unik bagi penciptaan
investasi dibidang ekonomi termasuk pula bidang keagamaan, pendidikan dan
pelayanan sosial.[12]
wakaf tunai merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem
ekonomi Islam yang integral dengan aspek pemberdayaan. Dalam konsep wakaf tunai
tersebut, wakaf dapat menjadi sumber dana tunai. Dalam hal ini wakaf dapat
diinfakkan dalam bentuk uang tunai yang memungkinkan paling tidak dua hal; Pertama,
seseorang tidak perlu dana dalam jumlah besar untuk dibelikan tanah sebagai
benda wakaf. Namun dapat diberikan dalam jumlah yang lebih kecil berupa
sertifikat wakaf. Kedua bentuk wakaf bisa berbentuk harta lancar yang
penggunaannya sangat fleksibel, sehingga harta wakaf bisa menjadi modal
finasial yang disimpan di bank-bank atau lembaga keuangan.[13]
Dalam pasal pasal 28 Undang Undang Wakaf
disebutkan wakaf tunai ini dilakukan melalui lembaga keuangan syari’ah Dana
yang terkumpul dari wakaf tunai adalah merupakan dana abadi yang seyogyanya
harus tetap ada hingga akhir zaman. Ia akan terus memberi manfaat bagi
masyarakat maupun bagi si pemberi wakaf (wakif) tersebut. Bila hal ini
terjadi maka bisa dibanyangkan berapa besar dana wakaf yang akan terkumpul
secara komulatif dari tahun ke tahun yang dapat dijadikan sebagai modal sosial
abadi.[14]
Selintas
wakaf uang ini memang tampak seperti instrumen keuangan Islam lainnya yaitu
zakat, infaq dan sadaqah (zis). Padahal wakaf uang memiliki perbedaan dimana
kalau dalam zis bisa saja dibagi bagikan dana pokoknya kepada yang berhak,
sedangkan wakaf uang dana pokoknya akan diinvestasikan terus menerus sehingga
ummat memiliki dana yang selalu ada dan insya Allah bertambah terus seiring
dengan bertambahnya jumlah wakif yang berwakaf, baru kemudian keuntungan dari
pokok itulah yang akan mendanai kebutuhan rakyat miskin. Sehingga instrumen
wakaf tunai dapat melengkapi zis sebagai instrumen penggalangan dana
masyarakat.
Di
samping itu wakaf tunai berupa uang ini sangat penting untuk pengembangan harta
benda wakaf berupa benda tidak bergerak. Tanah tanah wakaf yang terlantar bisa
menjadi mesin uang dengan memanfaatkannya untuk lahan pertanian, pendirian
pabrik, perkantoran atau menjadikannya pusat bisnis. Melaui cara ini kita tidak
lagi bermimpi mengatasi kemiskinan dengan
menggantungkan harapan pada utang luar negeri.
Dengan
demikian ummat Islam dapat mengembangkan wakaf yang ada secara produktif dan
hasilnya dapat dipergunakan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial.[15]
Pengembangan wakaf tunai juga memiliki nilai ekonomi yang
startegis. Karena dengan dikembangkan wakaf tunai, maka akan didapat sejumlah
keunggulan, diantaranya adalah:
1.
besaran dana
wakaf uang jumlahnya bisa bervariasi, sehingga seseorang yang memiliki dana
terbatas sudah bisa mulai memberikan dana wakafnya tanpa harus menunggu menjadi
orang kaya baru bisa menjalankan ibadah wakaf.
2.
melalui wakaf
uang asset asset wakaf tanah berupa tanah kosong yangselama ini terlantar bisa
mulai dimanfaatkan untuk pembangunan gedung atau diolah untuk lahan pertanian
dan perkebunan.
3.
dana wakaf tunai juga bisa membantu lembaga lembaga
pendidikan Islam yang memiliki kesulitan operasionalnya terutama dalam menggaji
civitas akdemisnya. Keempat, dana wakaf tunai diharapkan dapat membantu
memberdayakan lembaga lembaga keuangan syariah dan usaha rakyat kecil menengah
yang bagi hasilnya dapat disumbangkan untuk kepentingan sosial.[16]
2.
Pengelolaan dana Waqaf
Khusus
lembaga keuangan syari’ah diberi tugas mengelola, mengembangkan dan menyalurkan
pendapatan yang diperoleh dari wakaf tunai itu untuk kemaslahatan termasuk
pemberdayaan ekonomi ummat Islam. Difungsikannya lembaga keuangan syari’ah
terutama bank syari’ah sebagai nazhir setidaknya memiliki beberapa keunggulan
yang diharapkan dapat mengoptimalkan operasionalisasi harta (dana) wakaf, yaitu
: (1) memiliki jaringan kantor; (2) kemampuan sebagai fund manager; (3)
pengalaman, jaringan-jaringan informasi dan peta distribusi, dan; (4) memiliki
citra positif.[17]
Dengan melibatkan lembaga keuangan syari’ah
dalam pengelolaan wakaf tunai, maka selain produktif, wakaf juga bisa
dinvestasikan ke dalam berbagai jenis invetasi yang menguntungkan. Dengan demikian
masyarakat dapat merasakan manfaat dari dana hasil wakaf sebanyak mungkin.
Akhirnya area garapan dana wakaf untuk pemberdayaan ekonomi ummat semakin
beragam. Uang sebagai harta benda wakaf bersifat lebih fleksibel dan tidak
mengenal batas wilayah pendistribusian.[18]
Adanya pengaturan wakaf tunai dalam Undang Undang Wakaf adalah
merupakan terobosan yang cukup signifikan dalam dunia perwakafan di Indonesia.
Sehingga diharapkan pemahaman yang menganggap wakaf sebagai institusi keagamaan
atau fiqhiyyah belaka dapat sedikit demi sedikit dikurangi atau bahkan
dihilangkan. Karena dalam kenyataan kehidupan masyarakat Indonesia sebetulnya
tidak hanya sekedar itu, tapi merupakan penomena yang multiform yang menempati
posisi sentral dalam kehidupan kemasyarakatan. Ia juga merupakan bahagian dari
keseluruhan kehidupan masyarakat itu sendiri. Terutama dalam kehidupan
masyarakat muslim.[19]
Apalagi
dengan wakaf tunai berupa uang ini merupakan salah satu variable penting dalam
pengembangan ekonomi ummat. Wakaf tunai yang diatur dalam undang undang
tersebut bukan untuk dibelanjakan secara konsumtif, melainkan wakaf yang
diamanahkan tersebut adalah untuk dikelola secara produktif sehingga manfaatnya
dapat digunakan untuk kepentingan kesejahteraan ummat. Sehingga diharapkan
dengan wakaf tunai ini bisa menggerakkan seluruh potensi wakaf untuk
kesejahteraan masyarakat secara luas.
Terlebih
dengan adanya kenyataan rakyat Indonesia yang hamper 90% (Sembilan puluh
persen) muslim perupakan potensi besar sebagai calon wakif. Karena bagi
masyarakat muslim beramal dengan harta merupakan kebutuhan jiwa. Menurut
Mustafa Edwin Nasution (ekonom dari Universitas Indonesia), potensi penghimpun
dana dari wakaf uang di Indonesia lumayan besar. Dengan hitungan paling
moderat, dalam satu tahun bisa dihimpun dana sebanyak 3 (tiga) triliun.[20]
Mustafa Edwin Nasution pernah melakukan asumsi
bahwa jumlah penduduk Muslim kelas menengah di Indonesia sebanyak 10 juta jiwa
dengan rata-rata penghasilan perbulan antara Rp 500.000,00 (lima ratus ribu
rupiah) - Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) maka dapat dibuat
perhitungan sebagai berikut
Tingkat
Penghasilan / bulan
|
Jumlah Muslim
|
Tarif
Wakaf/bulan
|
Potensi Wakaf
Tunai / bulan
|
Potensi Wakaf
Tunai / tahun
|
Rp 500.000
|
4 juta
|
Rp 5000,-
|
Rp 20 Milyar
|
Rp 240 Milyar
|
Rp 1 juta –Rp
2 juta
|
3 juta
|
Rp 10.000
|
Rp 30 Milyar
|
Rp 360 Milyar
|
Rp 2 juta –
Rp 5 juta
|
2 juta
|
Rp 50.000
|
Rp 100 Milyar
|
Rp 1,2
Triliun
|
Rp 5 juta- Rp
10 juta
|
1 juta
|
Rp 100.000
|
Rp 100 Milyar
|
Rp 1,2
Triliun
|
Total
|
Rp 3 Triliun
|
1.
Apabila umat
Islam yang berpenghasilan Rp500.000,00 sejumlah 4 juta orang dan setiap tahun
masing-masing berwakaf sebanyak Rp60.000,00 maka setiap tahun terkumpul
Rp240.000.000.000,00.
2.
Apabila umat
yang berpenghasilan Rp1.000.000,00 - Rp2.000.000,00 sejumlah 3 juta orang
dan setiap tahun masing-masing berwakaf Rp120.000,00 maka setiap tahun
terkumpul dana sebanyak Rp360.000.000.000,00.
3.
Apabila umat
yang berpenghasilan Rp2.000.000,00 - Rp5.000.000,00 sejumlah 2 juta orang dan
setiap tahun masing-masing berwakaf Rp600.000,00 maka setiap tahun terkumpul
dana sebanyak Rp1.200.000.000.000,00.
4.
Apabila umaat
yang berpenghasilan Rp5.000.000,00 - Rp10.000.000,00 sejumlah 1 juta orang dan
setiap tahun masing-masing berwakaf Rp1.200.000,00 maka setiap tahun terkumpul
dana sebanyak Rp1,200.000.000.000,00.
Dengan demikian
wakaf yang terkumpul selama satu tahun sejumlah Rp3.000.000.000.000,00.
Berdasarkan contoh perhitungan di atas maka terlihat bahwa keberhasilan lembaga
untuk memobilisasi dana wakaf akan sangat menentukan manfaat keberadaan lembaga
wakaf. Yang menjadi masalah, uang tersebut tidak dapat langsung diberikan
kepada mauquf
‘alaih, tetapi nazhir harus mengelola dan mengembangkannya terlebih
dahulu. Yang harus disampaikan kepada mauquf ‘alaih adalah hasil
investasi dana Rp.3 triliun tersebut, sedangkan uang wakafnya sendiri tidak
boleh berkurang sedikit pun.
Dalam konteks pemanfaatan Uang Wakaf, ada tiga filosofi dasar yang perlu ditekankan yaitu:
1.
Alokasi cash
waqf harus dilihat dalam bingkai “proyek yang terintegrasi”, bukan
bagian-bagian dari biaya-biaya yang terpisah-pisah. Contoh adalah anggapan dana
wakaf akan habis bila dipakai untuk membayar gaji guru atau upah bangunan,
sementara wakaf harus abadi. Dengan bingkai proyek sesungguhnya dana wakaf akan
dialokasikan untuk program-program pendidikan dengan segala macam biaya yang
terangkum di dalamnya.
2.
Asas
kesejahteraan nadzir. Sudah terlalu lama, nadzir sering kali diposisikan kerja
asal-asalan alias lillahi ta’ala (dalam pengertian
sisa-sisa waktu dan bukan perhatian utama) dan wajib “berpuasa”. Sebagai
akibatnya seringkali kinerja nadzir asal-asalan juga. Sudah saatnya, menjadikan
nazdir sebagai profesi yang memberikan harapan kepada lulusan terbaik umat dan
profesi memberikan kesejahteraan bukan saja di akhirat tetapi juga di dunia. Di
Turki, Badan pengelola wakaf mendapatkan alokasi 5% dari net income wakaf. Di
Bangladesh, kantor administrasi wakaf juga 5 %. Sementara The central waqf
Council India mendapatkan sekitar 6 % dari net income pengelolaan dana wakaf.
Di Indonesia, maksimal 10%.
3.
Asas
transparansi dan accountability di amna badan wakaf dan lembaga yang dibantunya
harus malaporkan setip tahun akan proses pengelolaan dana kepada umat Islam
dalam audited financial report termasuk kewajaran daripos biayanya.[22]
Wakaf
uang diharapkan dapat menjadi sarana bagi rekonstruksi sosial dan pembangunan,
di mana mayoritas penduduk dapat ikut berpartisipasi. Untuk mewujudkan
partisipasi tersebut, maka berbagai upaya pengenalan tentang arti penting wakaf
uang sebagai sarana mentransfer tabungan wakif kepada para usahawan (entrepreneurs)
dan anggota masyarakat dalam mendanai berbagai kegiatan di negara-negara Islam
perlu dilakukan secara intensif.
Mekanisme efek
pengganda wakaf uang dalam dijelaskan sebagai berikut,
yaitu dana wakaf uang yang dikelola oleh nazhir untuk diinvestasikan
memberikan hasil, dimana 10% diberikan kepada nazhir
sebagai biaya pengelolaan dan 90% hasilnya diberikan untuk mauquf alaih. Hasil
investasi yang dialokasikan untuk mauquf
alaih dapat dibedakan atas dua sektor, yaitu sektor ekonomi dan sektor
non-ekonomi, seperti untuk sosial dan pendidikan. Hasil
wakaf uang yang diberikan kepada sektor ekonomi yaitu dalam
bentuk dana bergulir. Bantuan tambahan modal yang
diberikan dapat digunakan untuk meningkatkan kapasitas produksi sehingga produksi barang dan
jasa dalam perekonomian akan
meningkat.
3.
Potensi Waqaf untuk kesejahteraan Sosial
Peningkatkan
penerimaan negara akan meningkatkan dana pembangunan, peningkatan dana pembangunan ini akan kembali
lagi secara tidak langsung kepada peningkatan
pendapatan wakif.
Sementara hasil
investasi wakaf uang yang dialokasikan untuk sektor
non-ekonomi baik untuk sektor sosial dan pendidikan bersifat bantuan konsumtif kepada mauquf
alaih.
Bantuan konsumtif
yang diberikan berarti akan meningkatkan daya beli masyarakat yang menerima. Kenaikan
daya beli konsumen ini
berimplikasi pada peningkatan jumlah konsumsi masyarakat secara langsung, karena saat ini
masyarakat memiliki pendapatan yang
lebih tinggi untuk dibelanjakan. Peningkatan jumlah barang yang diminta oleh konsumen secara
langsung akan menggeser
permintaan agregat di dalam perekonomian. Kenaikan permintaan agregat ini direspons secara
positif oleh responden dengan
meningkatkan kapasitas produksi, sehingga hal ini berarti akan meningkatkan investasi.
Peningkatan kapasitas produksi
akan mampu meningkatkan penerimaan negara, salah
satunya penerimaan dalam bentuk pajak.
Penerimaan negara
semakin meningkat, semakin meningkat pula dana pembangunan negara. Hal ini akan memberikan
pengaruh secara tidak
langsung kepada peningkatan pendapatan wakif. Sehingga terlihat bahwa wakaf uang mampu
memberikan pengaruh yang
secara langsung dapat meningkatkan pendapatan wakif maupun pengaruh tidak langsung yang
distimulus dengan mekanisme dalam
perekonomian.
Berdasarkan mekanisme di atas terlihat bahwa
wakaf uang memiliki efek pengganda yang cukup signifikan dalam perekonomian.
Hal ini secara langsung dan tidak langsung akan mampu menjadi pengaruh yang
signifikan dalam program pengentasan kemiskinan.
Semakin besar wakaf uang yang mampu dikelola,
maka akan semakin besar pula pengaruh wakaf uang dalam perekonomian terutama
dalam mengentaskan kemiskinan.
Jika efek pengganda wakaf uang dapat mencapai
sebesar 700 kali-nya, maka akan terdapat pengaruh yang cukup signifikan di
dalam perekonomian. Apabila seluruh potensi wakaf uang ini dapat optimal, dan
seluruh dana tersebut dapat didayagunakan, maka akan sangat signifikan
pengaruhnya terhadap program pengentasan kemiskinan. Namun yang patut dicatat
adalah pengaruh ini dapat tercapai apabila seluruh faktor kondusif dalam
program wakaf uang di Indonesia.
Jika diasumsikan potensi wakaf uang yang mampu dikumpulkan
sesuai dengan potensi yang dihitung oleh Mustafa Edwin Nasution (2006), yaitu
sebesar tiga triliun rupiah pertahun, kemudian jika diasumsikan tingkat
pengembalian investasi sebesar 10% per tahun maka akan didapat hasil investasi
sebesar tiga ratus miliar rupiah per tahun.
Apabila dari hasil investasi tersebut 90 persen
dananya dialokasikan untuk mauquf alaih bagi untuk sektor ekonomi maupun
sektor non-ekonomi seperti dialokasikan untuk pendidikan ataupun kesehatan,
maka akan didapat dana program sebesar 270 miliar rupiah. Dana program sebesar
270 miliar rupiah tersebut kemudian diasumsikan 60 persen dialokasikan untuk
program non-ekonomi dan 40 persen dialokasikan untuk program ekonomi, sehingga
didapat dana program non-ekonomi sebesar 162 miliar rupiah dan program ekonomi
sebesar 108 miliar rupiah.
Jika disimulasikan dana program non-ekonomi
sebesar 162 miliar rupiah yang diberikan kepada wakif mampu menaikkan daya beli
masyarakat sebesar 5 persen, maka akan terjadi kenaikan daya beli sebesar 8,1
miliar rupiah, sehingga didapat akumulasi dana sebesar 170,1 miliar rupiah.
Kenaikan daya beli sebesar 5 persen ini selanjutnya diasumsikan mampu meningkatkan
investasi perusahaan sebesar 5 persen, maka akan didapat kenaikan investasi 8,5
miliar rupiah, sehingga jika diakumulasi maka akan terjadi peningkatan dana
sebesar 178,6 miliar rupiah.
Penerimaan negara dalam bentuk pajak pun diasumsikan
akan meningkat sebesar 5 persen yaitu sebesar 8,93 miliar rupiah. Hal ini akan
meningkatkan akumulasi dana menjadi 187,53 miliar rupiah. Sehingga jika
diperbandingkan dengan dana awal program sebesar 162 miliar rupiah, maka dengan
mengalokasikan kepada program non-ekonomi akan memberikan efek pengganda
sebesar 15,75 persen.
Jika diasumsikan wakaf uang diberikan pula kepada
program ekonomi, apabila program non-ekonomi dengan simulasi sederhana terlihat
mampu memberikan efek pengganda sebesar 15,75 persen, maka berbasis kepada
teori program ekonomi akan memberikan efek pengganda sebesar 2 kali lipatnya
yaitu sebesar 31,5 persen. Sehingga dengan dana awal program ekonomi sebesar
108 miliar, maka akan mampu memberikan pengaruh akumulasi dana sebesar 142,67
miliar rupiah.
Apabila kita jumlahkan kedua program ini akan
terdapat peningkatan dana dalam perekonomian sebesar 330,2 miliar rupiah, oleh
karenanya akan terlihat bahwa telah terjadi efek pengganda wakaf uang di dalam
perekonomian sebesar 22,29 persen.
Berdasarkan simulasi sederhana di atas, dengan
berbagai pelonggaran dalam asumsi-asumsi pada perekonomian membuktikan bahwa
wakaf uang mampu memberikan efek pengganda yang cukup besar di dalam
perekonomian.
Apabila potensi wakaf uang ini mampu
dioptimalkan sehingga mampu memberikan peningkatan efek pengganda sebesar 700
persen sesuai dengan yang terdapat pada Surat al-Baqarah ayat 261 akanlah
sangat baik. Hal ini menuntut pengelolaan yang profesional, transparan, dan
akuntabel dari Badan Wakaf Indonesia, baik di tingkat pusat maupun di daerah,
agar seluruh potensi wakaf uang yang tersedia mampu berdayaguna di dalam perekonomian.[24]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Pengertian wakaf adalah sejenis pemberian
yang pelaksanaannya dilakukan dengan jalan menahan (pemilikan) asal (tahbis
al-asl), lalu menjadikan manfaatnya berlaku umum. Yang dimaksud tahbisul
ashli ialah menahan barang yang diwakafkan itu agar tidak diwariskan,
dijual, dihibahkan, digadaikan, disewakan, dan sejenisnya. Sedangkan cara pemanfaatannya
adalah menggunakan sesuai dengan kehendak wakif tanpa imbalan.
2.
Instrumen ekonomi Islam untuk kesejahteraan sosial. Wakaf sebagai salah satu instrument fiskal
Islam telah memainkan peranan yang sangat penting di dalam perekonomian. Wakaf
tunai atau wakaf uang sebagai suatu instrument yang cukup baru dalam wakaf dan
ekonomi Islam sebagai suatu praktik ibadah dan saranan pencapaian kesejahteraan
sosial. Pengembangan wakaf melalui wakaf tunai, dimana manajemennya lebih
fleksibel dan menawarkan berbagai pilihan. Wakaf tunai memiliki efek pengganda
di dalam perekonomian, melalui efek inilah wakaf tunai dapat digunakan sebagai
instrument untuk mengentaskan kemiskinan melalui program pemberdayaan
masyarakat.
B.
Saran
Pemberitahuan mengenai
hukum wakaf sangat diperlukan karena pada umumnya masyarakat belum memahami
hukum wakaf dengan baik dan benar, baik dari segi rukun dan syarat wakaf,
maupun maksud disyariatkan wakaf.Seperti pengetahuan mengenai benda yang
diwakafkan adalah benda tidak bergerak (tanah), padahal benda yang diwakafkan
dapat berupa benda bergerak dan benda tidak bergerak. Lalu mempertimbangkan
kemampuan nadzir atau dapat dikatakan telah memenuhi standar kualifikasi untuk
mengelola harta wakaf sehingga tujuan wakaf untuk meningkatkan perekonomian dan
kesejahteraan umat akan optimal.Pengelolaan dan manajemen wakaf yang baik dapat
mengakibatkan pengelolaan harta wakaf optimal, harta wakaf terurus dengan baik,
dan harta wakaf tidak hilang.Dengan demikian pengelolaan harta wakaf tentu akan
bisa berkembang dan diberdayakan dengan baik serta maksimal sebagaimana
diharapkan bersama.
DAFTAR PUSTAKA
Antonio
Syafii 2004 “Cash Waqf dan Anggaran Pendidikan”, dalam Kumpulan Hasil Seminar Perwakafan. Depag RI, Jakarta
Abdul Ghafur Anshori, 2005
Hukum dan Praktek perwakafan di Indonesia, Pilar
Media, Yogyakarta.
Achmad
Junaidi dan Thobieb al Asyhar, 2005 Menuju Era Wakaf Produktif, Mumtaz
Publishing, Depok
Al Arif, M. Nur Rianto, “Potensi Wakaf Uang
dan Dampaknya terhadap Perekonomian, Jurnal Dialog, No. 70, Tahun XXXIII,
Nopember 2010, Jakarta: Balitbangdiklat Kemenag RI, 2010.
Al arif M. Nur
rianto. 2012 efek multiplier wakaf uang dan Pengaruhnya terhadap program
Pengentasan kemiskinan asy-syir’ah Jurnal ilmu syari’ah dan hukum vol. 46
no. I, januari-juni
Cholil Nafis M.
2009 “Wakaf Uang untuk Jaminan Sosial”, dalam Jurnal Al-Awqaf, Vol. II,
No. 2, April BWI: Jakarta
Djakfar Muhammad. 2005
“Peran Strategis Wakaf Sebagai Pilar Pengembangan Ekonomi Umat : Sebuah Tawaran
Solusi Dalam Konteks Indonesia ke Depan”, dalam Iqtishoduna, Jurnal Ekonomi
dan Bisnis Islam Fakultas Ekonomi UIN Malang, edisi Juli
Depag, 2006 Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai Direktorat
Pemberdayaan Wakaf, Dirjen Bimas Islam, Jakarta
Direktorat
Pemberdayaan Wakaf dan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam. 2008 Paradigma
Baru Wakaf di Indonesia, Jakarta :
Februari.
Djatmika Rahmat. 1992 wakaf dan masyarakat serta aplikasinya (aspek-aspek
undamental), Mimbar hukum, No. 7 tahun III, jakarta
Hasanah Uswatun. 2009Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan dalam Perspektif
Hukum Islam di Indonesia. jakarta: Naskah Pidato Pengukuhan Guru Besar di Universitas Indonesia, 6
April
Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Buku II, Bab
I, Pasal 215, (1) dan (4).
Mustafa
Edwin Nasution dan Uswatun Hasanah (Editor) 2005 Wakaf
Tunai Inovasi Finansial Islam, Peluang dan Tantangan dalam Mewujudkan
Kesejahteraan Umat PKTTI-UI,
Jakarta
Mannan
M.A.
1997 Sertifikat
Wakaf tunai (Sebuah Inovasi
Instrumen Keuangan Islam, Alih Bahasa Tjasmianto dan Rozidyanti) Ciber,
PKTTI-UI, Depok
Prihatni et. Al Farida. 2005 Hukum Islam (zakat dan Wakaf) Teori dan
Prakteknya di Indonesia.Papas Sinar Sinanti dan badan penerbit Fakultas
hukum UI, Jakarta.
Rahmawati,Yuke, 2010 “Efektivitas Mekanisme
Funding Wakaf Uang di Perbankan Syariah”, Jurnal Dialog, No. 70,
Tahun XXXIII, Nopember, Jakarta: Balibangdiklat Kemenag RI
Satjipto Rahardjo,
1986 Hukum dan Masyarakat Bandung: Angkasa.
Syakir Sula M. 2009
“Implementasi Wakaf dalam Instrumen Asuransi Syariah”, Jurnal
Al-Awqaf, Vol. II, No. 2, April BWI: Jakarta
Tim Depag, Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai, depag RI, Jakarta 2007
Undang-undang No.
41 tahun 2004 tentang wakaf dan peraturan pemerintah No. 42 tahun 2006.
Wadjdy Farid. 2008 Wakaf
dan Kesejahteraan Umat (Filantropi Islam yang Hampir Terlupakan), Pustaka
Pelajar Yogyakarta
[1] Direktorat
Pemberdayaan Wakaf dan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, (Jakarta : Februari, 2008), hal. 1.
[2] Farid Wadjdy, Wakaf
dan Kesejahteraan Umat (Filantropi Islam yang Hampir Terlupakan),
(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008), hal. 79.
[3]
Uswatun Hasanah, Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan dalam
Perspektif Hukum Islam di Indonesia. (Jakarta:
Naskah Pidato Pengukuhan Guru Besar di Universitas Indonesia, 6 April 2009),
hal. 32.
[6] Muhammad Djakfar “Peran
Strategis Wakaf Sebagai Pilar Pengembangan Ekonomi Umat : Sebuah Tawaran Solusi
Dalam Konteks Indonesia ke Depan”, dalam Iqtishoduna, (Jurnal Ekonomi dan
Bisnis Islam Fakultas Ekonomi UIN Malang, edisi Juli 2005)
[7] M. Cholil Nafis, “Wakaf
Uang untuk Jaminan Sosial”, dalam Jurnal Al-Awqaf, Vol. II, No. 2, April
(BWI: Jakarta, 2009).
[8] M. Syakir Sula,
“Implementasi Wakaf dalam Instrumen Asuransi Syariah”, Jurnal Al-Awqaf, Vol.
II, No. 2, April (BWI: Jakarta, 2009).
[11] Depag, Pedoman
Pengelolaan Wakaf Tunai (Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Dirjen Bimas Islam,
Jakarta: 2006).hal 69
[12]
M.A. Mannan, Sertifikat Wakaf tunai (Sebuah Inovasi Instrumen Keuangan
Islam, (Alih Bahasa Tjasmianto dan Rozidyanti) (Ciber,
PKTTI-UI, Depok, 1997), hal 95
[13]
Achmad Junaidi dan Thobieb al Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif, (Mumtaz Publishing, Depok, 2005), hal 71
[15]
Farida Prihatni et. Al, Hukum Islam (zakat dan Wakaf) Teori dan Prakteknya
di Indonesia.(Papas Sinar Sinanti dan badan penerbit Fakultas hukum UI, Jakarta,
2005), hal. 115.
[16] Yuke Rahmawati, “Efektivitas
Mekanisme Funding Wakaf Uang di Perbankan Syariah”(, Jurnal Dialog,
No. 70, Tahun XXXIII, Nopember, Jakarta: Balibangdiklat Kemenag RI, 2010).
[18]Anshori
Abdul Ghafur,Hukum dan Praktek perwakafan di Indonesia, (Yogyakarta, Pilar Media, 2005).hal
89-90.
[19]
Rahmat Djatmika, wakaf dan masyarakat serta aplikasinya (aspek-aspek
undamental), (Mimbar hukum, No. 7 tahun III,
jakarta, 1992), hal. 1
[21]
Mustafa Edwin Nasution dan Uswatun Hasanah (Editor), Wakaf
Tunai Inovasi Finansial Islam, Peluang dan Tantangan dalam Mewujudkan
Kesejahteraan Umat (PKTTI-UI, Jakarta: 2005), hal 43-44
[22]
Syafii Antonio, “Cash Waqf dan Anggaran Pendidikan”, dalam Kumpulan
Hasil Seminar Perwakafan. (Depag RI, Jakarta 2004), hal 14-15
[23] M. Nur Rianto Al
Arif, “Potensi Wakaf Uang dan Dampaknya terhadap Perekonomian, (Jurnal
Dialog, No. 70, Tahun XXXIII, Nopember 2010, Jakarta: Balitbangdiklat Kemenag RI, 2010).
[24] M. Nur rianto al
arif, efek multiplier wakaf uang dan Pengaruhnya terhadap program
Pengentasan kemiskinan asy-syir’ah (Jurnal ilmu syari’ah dan hukum vol. 46
no. I, januari-juni 2012)
No comments:
Post a Comment