BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Manusia
sebagai makhluk sosial
selalu membutuhkan orang
lain sebagai teman hidup, karena
manusia tidak dapat
hidup sendirian. Dalam
menjalani kehidupannya manusia menempati lingkungan tertentu, sehingga
manusia tersebut dapat melakukan peranannya dan dapat memenuhi kebutuhannya. Manusia dalam
kehidupannya selalu membutuhkan
pergaulan dengan orang
lain, agar mencapai taraf tingkah laku yang baik dalam
hidupnya.
Dalam
kehidupan remaja selalu
datang kebudayaan yang
belum tentu positif pengaruhnya
bagi kehidupannya. Remaja
yang selektif akan
mempelajari dan menerima kebudayaan yang baru untuk menambah wawasan
bagi dirinya, dan sebaliknya remaja yang
tidak selektif akan
mudah terbawa arus
sehingga akan terjerumus dalam
kebudayaan yang merusak kepribadian dan moralnya. Remaja harus
menyesuaikan diri terhadap
tuntutan dirinya dan
harapan lingkungan yang mengakibatkan
adanya perubahan pada
kepribadiannya. Oleh karena itu
remaja terkadang merasa gelisah dan cemas. Lingkungan yang baru dan norma yang
ada pada lingkungan
sering dirasa sebagai
suatu keadaan yang menghambat remaja dalam menyatakan
dirinya secara wajar. Kondisi remaja yang seperti ini
mengakibatkan kegagalan dalam
menyesuaikan diri dan
pencapaian konsep diri positif.
Sikap dan pandangan
individu terhadap seluruh
keadaan dirinya merupakan
pengertian konsep diri. Remaja yang memiliki konsep diri positif akan mampu
menghadapi tuntutan dari dalam diri maupun dari luar dirinya. Sebaliknya
remaja yang memiliki
konsep diri negatif
kurang mempunyai keyakinan
diri, merasa kurang yakin
dengan kepuasannya sendiri
dan cenderung mengandalkan opini dari orang lain dalam
memutuskan sesuatu.
Al-Qur’an
dan hadist sangat
menentukan dalam membentuk
konsep diri seseorang. Karena
konsep diri berperan
dalam menentukan keberhasilan
dan kegagalan remaja serta sangat mempengaruhi kepribadiannya dalam
masyarakat. Dalam kondisi seperti
ini, remaja butuh
suatu pegangan dalam
dirinya yaitu suatu kejelasan
konsep yang dapat
dijadikan sarana untuk
bertingkah laku dalam menghadapi
segala masalah hidupnya
dan menjadikan dirinya
sebagai remaja yang bermoral.
B.
Rumusan
Masalah
-
Bagaimana pandangan Al-Qur’an tentang konsep diri?
-
Apakah
faktor-faktor yang mempengaruhi konsep
diri dalam Al-Qur’an ?
C.
Tujuan
Penulisan
-
Untuk
mengetahui konsep diri dalam pandangan
Al-Qur’an.
-
Untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri
dalam Al-Qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep
Diri Perspektif Al-Qur’an
Al-Qur'an telah
mendorong kepada manusia untuk
memperhatikan dirinya
sendiri,keistimewaannya dari makhluk
lain dan proses penciptaan dirinya.
Ayat-ayat di bawah ini dapat dijadikan sebagai renungan tentang siapa
diri manusia.
Dan di
bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang
yakin, dan (juga)
pada dirimu sendiri.
Maka apakah kamu tiada memperhatikan?
(QS.
Adz-Dzariyat:20-21)[1]
Ibnu
Katsir menafsirkan bahwa
yang dimaksud ayat
ini adalah bahwa
di dunia ini telah
terdapat tanda-tanda yang
semuanya itu menunjukkan
keagungan Sang Maha Pencipta
dan kekuasaannya yang
sangat luas, seperti
bermacam-masam
tumbuh-tumbuhan,
hewan-hewan, padang-padang, gunung-gunung,
Adanya perbedaan
dalam diri manusia
inilah seharusnya membuat
setiap manusia harus memperhatikan
dirinya sendiri baik
itu dari segi
fisik maupun psikolgis. Karena
perbedaan dalam diri
manusia tersebut sangat
penting kiranya manusia untuk
memiliki konsep diri
yang jelas. Dengan
mengetahui konsep diri yang jelas setiap individu akan
mengetahui secara terfokus apa yang dapat mereka kontribusikan, baik
dalam hubungan sesama
manusia yang mencakup
moral, maupun hubungan dengan sang Kholik.
Dan mengapa
mereka tidak memikirkan
tentang (kejadian) diri mereka?
Allah tidak menjadikan langit
dan bumi
dan apa yang
ada di antara keduanya
melainkan dengan (tujuan)
yang benar dan waktu yang ditentukan. (QS. Ar-Rum:8)
Ayat di atas memiliki makna
bahwa Allah menciptakan
seluruh ciptaaanya dengan tujuan
yang benar dan waktu yang
telah ditentukan yang menurut
Ibnu Katsir adalah
hari kiamat.[2]
Berdasarkan
ini, manusia seharusnya
memikirkan dan merenungkan penciptaan diri
mereka sendiri. Sehingga
dapat mengetahui siapa
dirinya dan apa yang
harus ia perbuat semasa hidupnya
karena seluruh hidup
akan kembali kepada Sang Pencipta.
B.
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Konsep dalam Al-Qur’an
1.
Berpikir
Positif
Janganlah
kamu sedih oleh
perkataan mereka. Sesungguhnya kekuasaan itu
seluruhnya adalah kepunyaan
Allah. Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Yunus: 65)
Allah menegaskan
kepada Rasulullah SAW agar tidak
bersedih hati mendengar perkataan
orang-orang musyrikin dan
mohon pertolongan dan tawakallah hanya
kepada Allah semata
karena seluruh kekuasaan
adalah milik Allah.[3]
Kritik yang
dilontarkan seseorang
terhadap orang lain
atau diri sendiri
bisa saja sebagai
keuntungan jika gurun-gurun, dan
sungai-sungai, dan perbedaan
bahasa dan ras
atau warna kulit pada
manusia dan apa-apa
yang terdapat dalam
diri manusia yaitu
akal, pemahaman, harkat, dan kebahagiaan.[4]
diperhatikan
dengan objektif, dengan
menerimanya apabila jika
kritik itu sesuai dengan
masalah yang sedang
dihadapi atau diabaikan
karena tidak
sesuai dengan keinginan
tanpa harus merasa
lemah atas ketidakmampuan diri.Yang diperlukan adalah
bagaimana seseorang dapat memfokuskan pada tindakannya yang positif, sesuai
dengan tuntunan Al-Qur'an
dan Sunnah yang menjadi dasar
keyakinannya. Ayat di atas merupakan anjuran untuk yakin dengan
diri sendiri dan berpikir
positif tanpa menghiraukan
perkataan orang lain
dan sikap orang lain terhadap dirinya. Kehidupan akan bisa
dibina dengan baik melalui cara
berpikir yang benar, keyakinan yang teguh, dan tindakan yang tepat.
2.
Keyakinan
dan Tindakan
Jika iman dan amal bergabung dengan ketakwaan maka
pengetahuan pun akan diperoleh.
Pengetahuan yang mengantar
manusia dekat kepada Allah
bukan hanya pengetahuan
teoritis. Kebahagiaan dicapai
hanya manakala pengetahuan dan amal berpadu.[5]
Ayat al-Qur'an yang
mengaitkan antara iman
dan amal sangat banyak, yang
berarti tidak cukup
hanya keimanan atau
keyakinan tanpa adanya tindakan
yang membuktikan bahwa ia benar-benar beriman.
Dan tidaklah Kami
mengutus para rasul
itu melainkan untuk memberi kabar gembira dan memberi
peringatan. Barangsiapa yang beriman
dan mengadakan perbaikan,
maka tak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan
tidak (pula) mereka
bersedih hati. (QS.Al-An'am: 48)
Ayat di atas dapat
dipahamai bahwa dengan
adanya iman dan amal akan menimbulkan ketenangan. Banyak
manusia yang memiliki gagasan dan keyakinan
untuk menggapai kesuksesan
yang diimpikan akan
tetapi kebanyakan mereka mengubur
gagasan dan keyakinan itu
dengan menunda karena kemalasan
atau ketakutan untuk melaksanakannya.
3.
Berserah
Diri (Tawakal)
Menurut Yusuf
Qardhawi, menyerahkan diri
sepenuhnya kepada Allah.
Orang yang tawakal
akan merasakan ketenangan dan
ketentraman. Ia senantiasa merasa mantap
dan optimis dalam bertindak. Di samping itu juga akan mendapatkan
kekuatan spiritual, serta
keperkasaan luar biasa,
yang dapat mengalahkan segala
kekuatan yang material.
Perumpamaan tentang orang
yang tawakal digambarkan
oleh Buya Hamka bahwa
bukanlah orang yang
tawakal itu orang
yang tidur dibawah pohon
yang lebat buahnya
seumpama buah durian.
Karena kalau buah
itu jatuh digoyang angin,
dan orang yang tidur
tersebut ditimpanya, itu
adalah kesia-sian belaka.[6]
Sesungguhnya pembicaraan rahasia itu adalah dari syaitan, supaya orang-orang
yang beriman itu berduka cita, sedang pembicaraan itu tiadalah memberi
mudharat sedikitpun kepada
mereka, kecuali dengan izin
Allah dan kepada
Allah-lah hendaknya orang-orang yang beriman bertawakkal. (QS. Al-Mujadalah: 10)
Berserah
diri hendaknya hanya
kepada Allah. Dalam
ayat ini ditegaskan tentang
larangan berbisik-bisik dihadapan
orang lain karena akan menimbulkan kesedihan bagi orang
mukmin yang lain. Orang-orang
yang beriman adalah
orang yang bertawakal
kepada Allah, dan
meminta semua urusannya melalui
pertolongan Allah, mohon
perlindungan dari syetan dan
kejahatan.
4.
Bersyukur
Setelah
bertawakal kepada Allah
dalam arti menyerahkan sepenuhnya kepada Allah dengan usaha yang maksimal. Untuk membentuk
konsep diri positif
perlu adanya rasa
syukur untuk menimbulkan
sikap positif dan perasaan
menerima apa yang
telah didapatkan dari
tindakan yang dikerjakan kepada
Allah SWT atas
segala limpahan nikmat
yang ia berikan. Dan (ingatlah
juga), tatkala Tuhanmu
mema`lumkan: "Sesungguhnya
jika kamu bersyukur,
pasti Kami akan
menambah (ni`mat) kepadamu(QS.Ibrahim: 7)
Para ahlul jannah nantinya
akan mengucapkan syukur kepada Allah yang telah menghilangkan
kesedihan mereka dan mereka mengakui akan ke-Maha Pengampunan
dan Maha mensyukuri
Allah. Jika umat
Islam ingin menjadi ahlul jannah tentunya saat
ini umat Islam harus mensyukuri segala nikmat yang telah
dikaruniakan Allah kepada mereka.
5.
Evaluasi
Diri (Muhasabah)
Evaluasi Diri adalah salah satu ajaran yang dianjurkan Islam
kepada umatnya dalam setiap
hari untuk selalu
mengevaluasi diri agar
hari esok lebih baik dari hari
ini.
Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada
Allah dan hendaklah setiap
diri memperhatikan apa
yang telah diperbuatnya untuk hari
esok (akhirat), dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui apa
yang kamu
kerjakan.(QS.Al-Hasyr:18)
Dengan
Muhasabah seseorang akan
dapat lebih memahami
kondisi dirinya. Jika anda
mati minggu depan,
apa yang ingin
anda bisa katakan mengenai hal-hal
yang telah anda capai atau
sumbangkan pada kehidupan? Jika anda
diberi waktu setahun
lagi, apa yang
akan anda lakukan
dengan waktu tersebut.
PENUTUP
C.
Kesimpulan
Al-Qur’an
memandang bahwa konsep
diri terdiri dari
pola pikir, keyakinan dan
tindakan, tawakkal, syukur
dan evaluasi diri.
Konsep diri adalah tahap
ini masih menganggap
rasa percaya, sayang
dan kesetiaan terhadap
orang lain sebagai dasar dalam melakukan penilaian moral.
Jika kita
mengaitkan pendapat William D.
Brooks tentang ciri-ciri konsep diri,
ayat-ayat Al-Qur’an tentang
konsep diri dan
pendapat Bambang Daroeso tentang aspek
pendorong pembentukan moral,
maka dapat disimpulkan
bahwa konsep diri perspektif
Al-Qur’an merupakan dasar
bagi terbentuknya moral remaja.
DAFTAR PUSTAKA
Amstrong,
Amatullah. 1996. Khazanah
Istilah Sufi, Kunci
Memasuki Dunia
Tasawuf ; Bandung. Mizan.
Depag RI. 1989. Al-Qur'an dan Terjemahnya. Toha Putra.
Semarang.
Hamka. 1990. Tasawuf Modern. Jakarta; Pustaka Panjimas.
Katsir, Ibnu. tt. Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim. Beirut; Dar El-Fikr.
No comments:
Post a Comment