Saturday, July 20, 2019

konsep diri dalam pandangan Al-Qur’an.


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang Masalah

Manusia  sebagai  makhluk  sosial  selalu  membutuhkan  orang  lain  sebagai teman hidup,  karena  manusia  tidak  dapat  hidup  sendirian.  Dalam  menjalani kehidupannya manusia menempati lingkungan tertentu, sehingga manusia tersebut dapat melakukan peranannya dan dapat  memenuhi kebutuhannya. Manusia dalam kehidupannya  selalu  membutuhkan  pergaulan  dengan  orang  lain,  agar  mencapai taraf tingkah laku yang baik dalam hidupnya. 
Dalam  kehidupan  remaja  selalu  datang  kebudayaan  yang  belum  tentu positif  pengaruhnya  bagi  kehidupannya.  Remaja  yang  selektif  akan  mempelajari dan menerima kebudayaan yang baru untuk menambah wawasan bagi dirinya, dan sebaliknya  remaja  yang  tidak  selektif  akan  mudah  terbawa  arus  sehingga  akan terjerumus dalam kebudayaan yang merusak kepribadian dan moralnya. Remaja  harus  menyesuaikan  diri  terhadap  tuntutan  dirinya  dan  harapan lingkungan  yang  mengakibatkan  adanya  perubahan  pada  kepribadiannya.  Oleh karena itu remaja terkadang merasa gelisah dan cemas. Lingkungan yang baru dan norma  yang  ada  pada  lingkungan  sering  dirasa  sebagai  suatu  keadaan  yang menghambat remaja dalam menyatakan dirinya secara wajar. Kondisi remaja yang seperti  ini  mengakibatkan  kegagalan  dalam  menyesuaikan  diri  dan  pencapaian konsep diri positif.
Sikap  dan  pandangan  individu  terhadap  seluruh  keadaan  dirinya merupakan pengertian konsep diri. Remaja yang memiliki konsep diri positif akan mampu menghadapi tuntutan dari dalam diri maupun dari luar dirinya. Sebaliknya remaja  yang  memiliki  konsep  diri  negatif  kurang  mempunyai  keyakinan  diri, merasa  kurang  yakin  dengan  kepuasannya  sendiri  dan  cenderung  mengandalkan opini dari orang lain dalam memutuskan sesuatu. 
Al-Qur’an  dan  hadist  sangat  menentukan  dalam  membentuk  konsep  diri seseorang.  Karena  konsep  diri  berperan  dalam  menentukan  keberhasilan  dan kegagalan remaja serta sangat mempengaruhi kepribadiannya dalam masyarakat. Dalam  kondisi  seperti  ini,  remaja  butuh  suatu  pegangan  dalam  dirinya yaitu  suatu  kejelasan  konsep  yang  dapat  dijadikan  sarana  untuk  bertingkah  laku dalam  menghadapi  segala  masalah  hidupnya  dan  menjadikan  dirinya  sebagai remaja yang bermoral.

B.     Rumusan Masalah
-          Bagaimana  pandangan Al-Qur’an tentang konsep diri?
-          Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi konsep  diri  dalam Al-Qur’an ?

C.    Tujuan Penulisan
-          Untuk mengetahui  konsep diri dalam pandangan Al-Qur’an.
-          Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi konsep  diri  dalam Al-Qur’an.



















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Konsep Diri Perspektif Al-Qur’an
            Al-Qur'an telah mendorong  kepada manusia untuk memperhatikan  dirinya sendiri,keistimewaannya  dari makhluk lain dan proses penciptaan dirinya.  Ayat-ayat di bawah ini dapat dijadikan sebagai renungan tentang siapa diri manusia.
Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang  yang  yakin,  dan  (juga)  pada  dirimu  sendiri.  Maka apakah kamu tiada memperhatikan?
 (QS. Adz-Dzariyat:20-21)[1]
            Ibnu  Katsir  menafsirkan  bahwa  yang  dimaksud  ayat  ini  adalah  bahwa  di dunia  ini  telah  terdapat  tanda-tanda  yang  semuanya  itu  menunjukkan  keagungan Sang  Maha  Pencipta  dan  kekuasaannya  yang  sangat  luas,  seperti  bermacam-masam  tumbuh-tumbuhan,  hewan-hewan,  padang-padang,  gunung-gunung,
            Adanya  perbedaan  dalam  diri  manusia  inilah  seharusnya  membuat  setiap manusia  harus  memperhatikan  dirinya  sendiri  baik  itu  dari  segi  fisik  maupun psikolgis.  Karena  perbedaan  dalam  diri  manusia  tersebut  sangat  penting  kiranya manusia  untuk  memiliki  konsep  diri  yang  jelas.  Dengan  mengetahui  konsep  diri yang jelas setiap individu akan mengetahui secara terfokus apa yang dapat mereka kontribusikan,  baik  dalam  hubungan  sesama  manusia  yang  mencakup  moral, maupun hubungan dengan sang Kholik.
Dan  mengapa  mereka  tidak  memikirkan  tentang  (kejadian)  diri mereka?  Allah  tidak menjadikan langit dan  bumi  dan  apa  yang  ada di  antara  keduanya  melainkan  dengan  (tujuan)  yang  benar  dan waktu yang ditentukan. (QS. Ar-Rum:8)
Ayat  di  atas  memiliki  makna  bahwa  Allah  menciptakan  seluruh ciptaaanya  dengan  tujuan  yang  benar dan waktu yang telah  ditentukan  yang menurut  Ibnu  Katsir  adalah  hari  kiamat.[2]


Berdasarkan  ini,  manusia  seharusnya  memikirkan  dan  merenungkan penciptaan  diri  mereka  sendiri.  Sehingga  dapat    mengetahui  siapa  dirinya dan  apa  yang  harus  ia  perbuat semasa  hidupnya  karena  seluruh  hidup  akan kembali kepada Sang Pencipta.

B.     Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep dalam Al-Qur’an
1.    Berpikir Positif 
Janganlah  kamu  sedih  oleh  perkataan  mereka.  Sesungguhnya kekuasaan  itu  seluruhnya  adalah  kepunyaan  Allah.  Dialah  Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Yunus: 65)
Allah  menegaskan kepada  Rasulullah SAW  agar tidak  bersedih  hati mendengar  perkataan  orang-orang  musyrikin  dan  mohon  pertolongan  dan tawakallah  hanya  kepada  Allah  semata  karena  seluruh  kekuasaan  adalah milik  Allah.[3]
  Kritik  yang  dilontarkan  seseorang terhadap  orang  lain  atau  diri  sendiri  bisa  saja  sebagai  keuntungan  jika gurun-gurun,  dan  sungai-sungai,  dan  perbedaan  bahasa  dan  ras  atau  warna  kulit pada  manusia  dan  apa-apa  yang  terdapat  dalam  diri  manusia  yaitu  akal, pemahaman, harkat, dan kebahagiaan.[4]
diperhatikan  dengan  objektif,  dengan  menerimanya  apabila  jika  kritik  itu sesuai  dengan  masalah  yang  sedang    dihadapi  atau  diabaikan  karena  tidak
sesuai  dengan  keinginan    tanpa  harus  merasa  lemah  atas  ketidakmampuan diri.Yang diperlukan adalah bagaimana seseorang dapat memfokuskan pada tindakannya  yang positif,    sesuai  dengan  tuntunan  Al-Qur'an  dan  Sunnah yang menjadi dasar keyakinannya.  Ayat di atas  merupakan anjuran untuk yakin  dengan  diri sendiri dan berpikir  positif  tanpa  menghiraukan  perkataan  orang  lain  dan  sikap  orang lain terhadap  dirinya. Kehidupan akan  bisa  dibina dengan baik melalui  cara berpikir yang benar, keyakinan yang teguh, dan tindakan yang tepat. 



2.    Keyakinan dan Tindakan
Jika iman dan amal bergabung dengan ketakwaan maka pengetahuan pun  akan  diperoleh.  Pengetahuan  yang  mengantar  manusia  dekat  kepada Allah  bukan  hanya  pengetahuan  teoritis.  Kebahagiaan  dicapai  hanya manakala pengetahuan dan amal berpadu.[5] Ayat  al-Qur'an  yang  mengaitkan  antara  iman  dan  amal  sangat banyak,  yang  berarti  tidak  cukup  hanya  keimanan  atau  keyakinan  tanpa adanya tindakan yang membuktikan bahwa ia benar-benar beriman. 
Dan  tidaklah  Kami  mengutus  para  rasul  itu  melainkan  untuk memberi kabar gembira dan memberi peringatan. Barangsiapa yang beriman  dan  mengadakan  perbaikan,  maka  tak  ada  kekhawatiran terhadap  mereka  dan  tidak  (pula)  mereka  bersedih  hati. (QS.Al-An'am: 48)
Ayat di  atas  dapat  dipahamai  bahwa  dengan  adanya  iman  dan amal akan menimbulkan ketenangan. Banyak manusia yang memiliki gagasan dan keyakinan  untuk  menggapai  kesuksesan  yang  diimpikan  akan  tetapi kebanyakan  mereka  mengubur  gagasan dan keyakinan itu  dengan  menunda karena kemalasan atau ketakutan untuk melaksanakannya. 

3.    Berserah Diri (Tawakal)
 Menurut  Yusuf  Qardhawi,  menyerahkan  diri  sepenuhnya  kepada Allah.
Orang  yang tawakal  akan merasakan  ketenangan dan ketentraman. Ia senantiasa merasa  mantap dan optimis dalam  bertindak. Di  samping itu juga akan  mendapatkan  kekuatan  spiritual,  serta  keperkasaan  luar  biasa,  yang dapat  mengalahkan  segala  kekuatan  yang  material.  Perumpamaan  tentang  orang  yang  tawakal  digambarkan  oleh  Buya Hamka  bahwa  bukanlah  orang  yang  tawakal  itu  orang  yang  tidur  dibawah pohon  yang  lebat  buahnya  seumpama  buah  durian.  Karena  kalau  buah  itu jatuh  digoyang  angin,  dan orang  yang  tidur  tersebut  ditimpanya,  itu  adalah kesia-sian belaka.[6] 
Sesungguhnya pembicaraan rahasia itu adalah dari syaitan, supaya orang-orang yang beriman itu berduka cita, sedang pembicaraan itu tiadalah  memberi  mudharat  sedikitpun  kepada  mereka,  kecuali dengan  izin  Allah  dan  kepada  Allah-lah  hendaknya  orang-orang yang beriman bertawakkal. (QS. Al-Mujadalah: 10)
Berserah  diri  hendaknya  hanya  kepada  Allah.  Dalam  ayat  ini ditegaskan  tentang  larangan  berbisik-bisik  dihadapan  orang  lain  karena akan menimbulkan kesedihan bagi  orang  mukmin  yang lain. Orang-orang yang  beriman  adalah  orang  yang  bertawakal  kepada  Allah,  dan  meminta semua  urusannya  melalui  pertolongan  Allah,  mohon  perlindungan  dari syetan dan kejahatan.

4.    Bersyukur 
Setelah  bertawakal  kepada  Allah  dalam  arti  menyerahkan sepenuhnya kepada Allah  dengan usaha yang maksimal. Untuk membentuk konsep  diri  positif  perlu  adanya  rasa  syukur  untuk  menimbulkan  sikap positif  dan  perasaan  menerima  apa  yang  telah  didapatkan  dari  tindakan yang  dikerjakan  kepada  Allah  SWT  atas  segala  limpahan  nikmat  yang  ia berikan. Dan  (ingatlah  juga),  tatkala  Tuhanmu  mema`lumkan: "Sesungguhnya  jika  kamu  bersyukur,  pasti  Kami  akan  menambah (ni`mat) kepadamu(QS.Ibrahim: 7)
Para ahlul jannah  nantinya akan mengucapkan  syukur  kepada Allah yang telah menghilangkan kesedihan mereka dan mereka mengakui akan ke-Maha  Pengampunan  dan  Maha  mensyukuri  Allah.  Jika  umat  Islam  ingin menjadi ahlul  jannah tentunya  saat  ini umat Islam  harus  mensyukuri segala nikmat yang telah dikaruniakan Allah kepada mereka.

5.    Evaluasi Diri (Muhasabah)
Evaluasi Diri  adalah  salah satu ajaran yang dianjurkan Islam kepada umatnya  dalam  setiap  hari  untuk  selalu  mengevaluasi  diri  agar  hari  esok lebih baik dari hari ini.
Hai  orang-orang  yang  beriman,  bertakwalah  kepada  Allah  dan hendaklah  setiap  diri  memperhatikan  apa  yang  telah  diperbuatnya untuk  hari  esok  (akhirat),  dan  bertakwalah  kepada  Allah, sesungguhnya  Allah  Maha  Mengetahui  apa  yang  kamu
kerjakan.(QS.Al-Hasyr:18)
Dengan  Muhasabah  seseorang  akan  dapat  lebih  memahami  kondisi dirinya.  Jika  anda  mati  minggu  depan,  apa  yang  ingin  anda  bisa  katakan mengenai  hal-hal  yang telah anda  capai  atau  sumbangkan  pada  kehidupan? Jika  anda  diberi  waktu  setahun  lagi,  apa  yang  akan  anda  lakukan  dengan waktu tersebut.





























PENUTUP

C.      Kesimpulan
Al-Qur’an  memandang  bahwa  konsep  diri  terdiri  dari  pola  pikir, keyakinan  dan  tindakan,  tawakkal,  syukur  dan  evaluasi  diri.  Konsep  diri  adalah tahap  ini  masih  menganggap  rasa  percaya,  sayang  dan  kesetiaan  terhadap  orang lain sebagai dasar dalam melakukan penilaian moral.
Jika kita  mengaitkan  pendapat  William D.  Brooks  tentang ciri-ciri  konsep diri,  ayat-ayat  Al-Qur’an  tentang  konsep  diri  dan  pendapat  Bambang  Daroeso tentang  aspek  pendorong  pembentukan  moral,  maka  dapat  disimpulkan  bahwa konsep  diri  perspektif  Al-Qur’an  merupakan  dasar  bagi  terbentuknya  moral remaja.




















DAFTAR PUSTAKA


Amstrong,  Amatullah.  1996.  Khazanah  Istilah  Sufi,  Kunci  Memasuki  Dunia
Tasawuf ; Bandung. Mizan.
Depag RI. 1989. Al-Qur'an dan Terjemahnya. Toha Putra. Semarang. 
Hamka. 1990. Tasawuf Modern. Jakarta; Pustaka Panjimas.
Katsir, Ibnu. tt. Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim. Beirut; Dar El-Fikr.

























 



[1] Depag RI. 1989. Al-Qur'an dan Terjemahnya. Toha Putra. Semarang
[2] Katsir, Ibnu. tt. Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim. Beirut; Dar El-Fikr  Jilid  III: 517-518)
[3] Ibid, hal. 516
[4] Ibid hal. 281-282
[5] Amstrong,  Amatullah.  1996.  Khazanah  Istilah  Sufi,  Kunci  Memasuki  Dunia hal: 28
[6] Hamka. 1990. Tasawuf Modern. Jakarta; Pustaka Panjimas


No comments:

Post a Comment