Saturday, July 20, 2019

macam - macam hadisst dan kriterianya


A.           Pengertian, kriteria dan macam-macam hadist sahih.
1.      Pengertian hadist Sahih
الحديث المسند الذي اتصل سنده بنقل العدل الضابط عن العدل الضابط حتى ينتهي الى رسول الله صلى الله عليه وسلم أو الى منتهاه من صحابي أو من دونه ولا يكون شاذا ولا معللا
“Hadits yang sanadnya sambung, dikutip oleh orang yang adil lagi dlobith (cermat) dari orang yang sama, sampai berakhir kepada Rosulullah saw. atau kepada sahabat atau kepada tabi’in, bukan hadits yang syadz (kontroversial) dan terkena illat (yang menyebabkannya cacat dalam penerimaannya).”
2.      Kriteria hadist Sahih
terdapat lima poin syarat yang harus dipenuhi.
a.       .اتصال السند artinya setiap perowi benar-benar meriwayatkan hadits tersebut langsung dari orang (guru) diatasnya. Begitu seterusnya hingga akhir sanad.
b.       عدالة الرواة artinya setiap perowi adalah seorang muslim yang sudah baligh dan berakal sehat yang tidak memiliki sifat fasiq serta terjaga wibawanya.
c.        ضبط الرواة artinya setiap perowi adalah seorang pemelihara hadits yang sempurna, baik menjaganya dengan hati (hafalan) maupun dengan tulisan.
d.      عدم الشذوذ artinya hadits tersebut tidak berpredikat syadz yaitu hadits yang bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh orang yang lebih tsiqoh (terpercaya)
e.        عدم العلة artinya hadits tersebut bukan hadits yang terkena illat. Yaitu sifat samar yang mengakibatkan hadits tersebut cacat dalam penerimaanya, kendati secara lahiriyah hadits tersebut terbebas dari illat.


3.      Macam- macam hadist Sahih
Macam-macam Hadits shahih ada dua macam, yaitu:
a.      Shahih Lidzatih ( shahih dengan sendirinya), karena telah memnuhi lima kriteria hadits shahih sebagaimana definisi, contoh, dan keterangan di atas.
b.      Shahih lighayrihi (shahih karena yang lain), yaitu: hadits hasan lidzatihi ketika ada periwayatan melalui jalan lain yang sama atau lebih kuat dari padanya.

B.            Pengertian, kriteria dan macam-macam Hadist hasan
1.      Pengertian Hadist Hasan
hadits hasan adalah hadits yang sanadnya bersambung, oleh penukil yang adil namun tidak terlalu kuat ingatannya, dan terhindar dari keganjilan serta penyakit.
2.      Kriteria Hadist hasan
Untuk menghilangkan keganjilan antara hadits shahih dan hasan, yang terpenting akan batasannya ini , adalah bahwa keadilan pada hadits hasan disandang oleh orang-orang yang tidak begitu kuat ingatannya, sedangkan pada hadits shahih, melekat pada rawi yang benar-benar kuat ingatannya. Tetapi keduanya terbebas dari penyakit dan keganjilan, dan keduanya dijadikan sebagai hujjah dan kandungannya dapat dijadikan penguat.
Di antara gelar ta’dil para perawi yang digunakan dalam hadits maqbul atau hasan sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Al-Jah wa At-Ta’dil adalah:
المعروف     : orang yang dikenal/orang yang baik
المخفوظ    : Terpelihara
المجود        : Orang baik
الثاب       : Orang yang teguh/kuat
القوي     : Orang kuat
المشبه     : Serupa dengan shahih
الصا      : Orang baik/bagus
a.    Perkataan mereka muhadditsin: هدا حديث حسن الأسناد : ini adalah hasan sanadnya. Maknanya hadits ini hanya hasan sanadnya saja sedang matan-nya perlu penelitian lebih lanjut. Mukharij hadits tersebut tidak menanggung kekehasanan matan mungkin ada syadzdz atau ‘illat. Berarti ada kesempatan luas bagi para peneliti belakangan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang matan hadits tersebut apakah matannya juga hasan atau tidak.
Di antara gelar ta’dil para perawi yang digunakan dalam hadits maqbul atau hasan sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Al-Jah wa At-Ta’dil adalah:
المعروف     : orang yang dikenal/orang yang baik
المخفوظ    : Terpelihara
المجود        : Orang baik
الثاب       : Orang yang teguh/kuat
القوي     : Orang kuat
المشبه     : Serupa dengan shahih
الصا      : Orang baik/bagus
b.    Perkataan mereka muhadditsin: هدا حديث حسن الأسناد : ini adalah hasan sanadnya. Maknanya hadits ini hanya hasan sanadnya saja sedang matan-nya perlu penelitian lebih lanjut. Mukharij hadits tersebut tidak menanggung kekehasanan matan mungkin ada syadzdz atau ‘illat.
3.      macam-macam Hadist hasan

Hadits Hasan terbagi menbjadi dua macam yaitu sebagai berikut:
a.  Hasan Lidzatih
Hadits hasan lidzatih adalah hadits hasan dengan sendirinya, karena telah memnuhi segala kriteria dan persyaratan yang ditentukan. Hadits hasan lidzatih sebagaimana definisi dan penjelasannya di atas.
b. Hasan Lighayrih
Hadits hasan lighayrih ada beberapa pendapat diantaranya: a) adalah hadits dha’if jika diriwayatkan melalui jalan (sanad) lain yang sama atau lebih kuat, b) adalah hadits dla’if jika berbilangan jalan sanadnya dan sebab kedla’ifan bukan karena fasik atau dustanya perawi.[1]Adapun batas hasan lighayrih ini adalah: hadits yang didalam isnadnya terdapat orang yang tidak diketahui  keadaannya, tidak bisa dipastikan kelayakan atau ketidaklayakannya. Namun ia bukan orang lemah yang banyak berbuat salah dan tidakpula di tuduh berbuat dusta. Sedangkan matannya didukung oleh muttabi’ dan syahid.

C.           Pengertian, kriteria dan macam-macam Hadist doif
1.             Pengertian hadist doif
Da’if: Sebuah hadis yang tidak memenuhi kualifikasi hadis shahih ataupun juga hasan sebagaimana dijelaskan di atas. Semisal akibat terputusnya sanad di antara periwayat atau terdeteksinya periwayat yang tidak dikenal dan sebagainya.
2.             Macam- macam hadist Doif
Dalam pengertian lemah dan ditolaknya sebuah hadis, pada umumnya dipetakan dalam dua kategori, yaitu karena aspek tidak bersambungnya sanad semisal:
1.       mursal (riwayat tabi’in yang di-marfukan atau secara langsung disandarkan pada Nabi saw.)
2.      munqati’ (seseorang dalam sebuah sanad yang tidak disebutkan namanya),
3.      mu’dal (dua rawi gugur secara berurutan dalam sebuah sanad),
4.      mudallas (penyamaran dari sisi sanad maupun guru)
5.      dan mu’allal (mengandung cacat). Dan sebab-sebab lain semisal
6.      muda’af (diperdebatkan kuat & lemahnya),
7.      mudtarrib (satu level kualitas namun bertentangan dan berindikasi nasikh mansukh),
8.      maqlub (terjadi perubahan dalam sanad maupun matan),
9.      matruk (periwayat dikenal sebagai pendusta, pelupa, banyak menghayal dsb.),
10.  matruh (periwayat yang riwayatnya tidak dihiraukan),
11.  maudu’ (hadis palsu atau direkayasa demi kepentingan tertentu)
12.  Majhul (Hadits yang dalam sanadnya terdapat perawi yang tidak dikenal jati dirinya atau tidak dikenal sifat-sifatnya)
13.  Mubham (seorang perawi yang tidak disebutkan namanya baik dalam sanad maupun dalam matan karena hanya disebutkan seorang laki-laki atau si fulan).
14.  Munkar (hadits yang pada sanadnya ada seorang perawi yang parah kesalahannya atau banyak kelupaannya atau nampak kefasikannya)
15.  Mu’allal (hadits yang dilihat dari dalamnya terdapat illat yang membuat cacar keshahihan hadits, padahal lahirnya selamat dari padanya)
16.  Mudraj (memasukkan atau menghimpun dan atau menyisipkan)
17.  Maqlub (mengubah, mengganti, berpindah dan atau membalik)
18.  Mudhtharib (hadits yang kontara satu sama lainnya yang tidak dapat dikompromikan dan tidak dapat ditarjih (dicari yang lebih unggul) dan sama kualitasnya.)
19.  Mushahhaf dan Muharraf (salah baca tulisan yang bisa disebabkan oleh salah mendengar atau melihat. Sedangkan Muharraf berarti mengubah atau mengganti)
20.  Syadzdz hadits ganjil karena hanya dia yang meriwayatkan atau periwayatannya menyalahi periwayatan orang tsiqah atau yang lebih tsiqah.






3.             Kriteria- kriteria hadist doif
Kriteria- kiteria hadist doif berdasaekan macam- macam dapat dilihat diskema berikut:
 


















D.    Hadist hasan dapat naik derajatnya menjadi hadist sahih

shahih lighayrihi, semestinya sedikit tidak memnuhi persyaratan hadits shahih ia baru sampai tingkat hadits hasan, karena diantara perawi ada yang kurang sedikit hapalannya dibandingkan dalam hadits shahih, tetapi karena diperkuat dengan jalan/sanad lain, maka naik menjadi shahih li ghayrih (shahihnya karena yang lain). Kualitas sanad lain terkadang sama-sama hasan atau lebih kuat lagi yakni shahih.
Contoh, hadits yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi melalui jalan Muhammad bin Amr dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW. Bersabda:
لَوْلاَ أَنْ أَشُقَ عَلىَ أُمَتِى لأَمَرْتُهُمْ بِاسِوَاكِ عِنْدَ كُلِ صَلاَةِ
“Seandainya aku tidak khawatir memberatkan atas umatku, tentu aku perintah mereka bersiwak ketika setelah selesai shalat.
Hadits diatas berkualitas hasan lidzatih, karena semua perawinya bersifat tsiqah (adil dhabith) selain muhammad bin Amr, ia bertitel: shadiq (banyak benarnya). Tetapi hadits ini mempunyai jalan lain yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim melalui jalan Abu Az-Zanad dari Al-A’raj dari abu Hurairah. Maka hadits diatas kualitasnya dapat naik menjadi shahih lighayrihi
E.            Hadist tidak dapat naik derajatnya menjadi hadist sahih
F.            Hujjah menggunakan Hadist Dhaif
Khusus hadits dhaif, maka para ulama hadits terpercaya semacam Al-Hafidzh Ibnu Hajar Al-Asqalani menyebutkan bahwa hadits dhaif boleh digunakan, dengan beberapa syarat:
1.      Level Kedhaifannya TidakParah :
Ternyata yang namanya hadits dhaif itu sangat banyak jenisnya dan banyak jenjangnya. Dari yang paling parah sampai yang mendekati shahih atau hasan.
Maka menurut para ulama, masih ada di antara hadits dhaif yang bisa dijadikan hujjah, asalkan bukan dalam perkara aqidah dan syariah (hukum halal haram). Hadits yang level kedhaifannya tidak terlalu parah, boleh digunakan untuk perkara fadahilul a'mal (keutamaan amal).
2.      Berada  dibawah Nash Lain yang Shahih:
Maksudnya hadits yang dhaif itu kalau mau dijadikan sebagai dasar dalam fadhailul a'mal, harus didampingi dengan hadits lainnya. Bahkan hadits lainnya itu harus shahih. Maka tidak boleh hadits dha’if jadi pokok, tetapi dia harus berada di bawah nash yang sudah shahih.
3.   Ketika Mengamalkannya, Tidak Boleh Meyakini Ke-Tsabit-annya
Maksudnya, ketika kita mengamalkan hadits dhaif itu, kita tidak boleh meyakini 100% bahwa ini merupakan sabda Rasululah SAW atau perbuatan beliau. Tetapi yang kita lakukan adalah bahwa kita masih menduga atas kepastian datangnya informasi ini dari Rasulullah SAW.
Sikap ulama hadits terhadap hadits dhaif itu sangat beragam. Setidaknya kami mencatat ada tiga kelompok besar dengan pandangan dan hujjah mereka masing-masing. Paling tidak ada tiga golongan besar dalam hal ini, yaitu:

2.   Kalangan Yang Menerima Semua Hadits Dhaif
Jangan salah, ternyata ada juga kalangan ulama yang tetap menerima semua hadits dhaif. Mereka adalah kalangan yang boleh dibilang mau menerima secara bulat setiap hadits dhaif, asal bukan hadits palsu (maudhu'). Bagi mereka, sedhai'f-dha'if-nya suatu hadits, tetap saja lebih tinggi derajatnya dari akal manusia dan logika.
Di antara para ulama yang sering disebut-sebut termasuk dalam kelompok ini antara lain Al-Imam Ahmad bin Hanbal, pendiri mazhab Hanbali. Mazhab ini banyak dianut saat ini antara lain di Saudi Arabia. Selain itu juga ada nama Al-Imam Abu Daud, Ibnul Mahdi, Ibnul Mubarok dan yang lainnya.
Al-Imam As-Suyuthi mengatakan bawa mereka berkata, 'Bila kami meriwayatkan hadits masalah halal dan haram, kami ketatkan. Tapi bila meriwayatkan masalah fadhilah dan sejenisnya, kami longgarkan."
.
G.           Membentengi dari ingkar sunnah
1.      Argumen naqli para pengingkar sunnah, diantara argumen ini adalah sebagai berikut:
a.    QS. Al-Nahl: 89 dan QS. Yunus: 36
Menurut para pengingkar sunnah , kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa al-qur’an telah mencakup segala sesuatu berkenaan dengan ketentuan agama. Dengan demikian tidak diperlukan adanya keterangan lain, misalkan sunnah.
Menurut para pengingkar sunnah sesuatu yang zhanni tidak dapat dijadikan hujjah. Kalau agama didasarkan kepada sesuatu yang zhanni, maka berarti agama berdiri diatas dasar yang tidak pasti. Hal itu tidak boleh terjadi. Karenanya hadist atau sunnah bukanlah sumber ajaran islam. Sumber ajaran islam haruslah sesuatu yang bersifat qath’i saja, yakni al-qur’an.
Kelompok pengingkar sunnah terbagi dua. Pertama kelompok menerima hadist mutawatir sebagai hujjah, sebab berstatus qath’i, kedua kelompok yang menolak seluruh hadist, sebab jumlah hadist mutawatir hanya sedikit, yang terbanyak adalah hadist ahad.
2.      Argumen non naqli para pengingkar sunnah, yang diajukan oleh para pengingkar sunnah, diantaranya:
1)   Al-qur’an di wahyukan melalui jibril dengan bahasa arab. Orang arab mampu memahami al-qur’an secara langsung tanpa bantuan hadist nabi. Jadi hadis nabi tidak diperlukan untuk memahami petunjuk al-qur’an.
2)   Hadist nabi merupakan sumber kemunduran umat islam karena menyebabkan terpecah-pecahnya umat islam.
3)   Asal mula hadist nabi adalah dongeng semata karena baru dibuat setelah nabi wafat.
4)   Kritik sanad yang terkenal dalam ilmu hadist sangat lemah untuk menemukan keshahian hadist.
3.      Bukti kelemahan argumen naqli para pengingkar sunnah:
1)   Menurut al-Syafi’i berhubungan dengan ayat QS. Al-Nahl: 89 mengandung pengertian dan petunjuk, sebagai berikut, yaitu: a). Al-qur’an secara tegas menerangkan, berbagai kewajiban, berbagai larangan, teknik pelaksanaan ibadah, b). Al-qur’an menjelaskan adanya kewajiban tertentu yang sifatnya global, seperti shalat dalam hal ini hadist yang menerangkan teknik pelaksanaanya c). Nabi menetapkan ketentuan yang dalam al-qur’an tidak dikemukakan secara tegas, d). Allah mewajibkan hambanya untuk melakukan ijtihad
2)   Matan dan riwayat hadist yang digunakan para pengingkar kualitasnya sangat lemah, setelah diteliti oleh para ahli hadist.
4.      Kelemahan argumen non-naqli para pengingkar sunnah, diantaranya adalah sebagai berikut:
1)   Al-qur’an diturunkan dalam bahasa arab, namun ada kata yang bersifat umum dan khusus.
2)   Islam memang mengalami kemunduran tapi dikarenakan Bagdad jatuh ketangan Hulago Khan.
3)   Sejak zaman nabi, ibnu abbas, sahabat nabi rajin mencatat hadist nabi walaupun belum dibukukan.
4)   Kelemahan salah satu dasar sanad adalah ilmu al jarh wa al-ta’dil, ilmu yang digunakan untuk menilai secara kritis kualitas pribadi dan kapasitas intelektual para perawih, serta metode periwayatan hadist.
5.      Upaya para pembela sunnah dalam melestarikan sunnah, adalah sebagai berikut:
Sunnah sebagai salah satu sumber ajaran islam
Alasan mereka bahwa sunnah itu dhanni, sedang kita diharuskan mengikuti yang pasti, maka masalahnya tidak demikian. Sebab al-qur’an sendiri, tidak semua ayat memberikan petunjuk hukum yang pasti. Sebab banyak ayat-ayat pengertian yang masih dhanni.
Dasar utama dari keyakinan itu adalah ayat yang dikutip pertama (QS. Al-hasyr: 7) mengandung petunjuk yang bersifat umum, yakni bahwa semua perintah dan larangan yang berasal dari nabi wajib dipatuhi oleh orang-orang yang beriman. Kedua (QS. Ali-imran: 32) mengandung petunjuk bahwa bentuk ketaatan kepada Allah adalah dengan mematuhi petunjuk al-qur’an, sedang bentuk ketaatan rasululla adalah dengan mengikuti sunnah beliau. Ketiga (QS. Al-nisa: 80) memberi petunjuk bahwa ketaatan kepada rasulullah yakni dengan mengikuti segala sunnah beliau, merupakan bukti ketaatan kepada Allah. Keempat (QS. Al-ahzab: 21) Allah menyatakan bahwa nabi muhammad adalah teladan hidup bagi orang-orang yang beriman. Bagi mereka yang sempat bertemu dengan rasulullad dapat meneladani secara langsung, sedangkan yang tidak sezaman, cara meneladani perilaku rasulullah dengan mempelajari, memahami, danmengikuti petunjuk-petunjuk yang termuat dalam sunnah beliau.
 <!-- Start of KOMISI GRATIS Script -->

<script type="text/javascript" src="https://komisigratis.com/ads.php?pub=68042"></script>
<!-- End of KOMISI GRATIS Script -->




[1] Khon Majid Abdul, op.cit. Hlm. 160.

No comments:

Post a Comment