Wednesday, October 22, 2014

FIKIH MUNAKAHAT (NIKAH)


BAB II
PEMBAHASAN
A.    PERNIKAHAN
Pernikahan dalam islam ialah suatu akad atau perjanjian mengikat antara seorang laki-laki dan perempuan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak dengan suka rela dan kerelaan kedua belah pihak merupakan suatu kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang dan ketentraman (sakinah) dengan cara-cara yang di ridhloi Allah SWT.[1]
Pada hakekatnya Pernikahan adalah ikatan lahir batin manusia untuk hidup brsama antara seorang pria dan seorang wanita untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang kekal, bahagia dan sejahtera.
Sacara bahasa Az-zawaaj adalah kata dalam bahasa arab yang menunjukan arti: bersatunya dua perkara, atau bersatunya ruh dan badan untuk kebangkitan. Sebagaimana firman Allah ‘azza wa jalla (yang artinya):
#sŒÎ)ur â¨qàÿZ9$# ôMy_Íirã ÇÐÈ  
Artinya :
“Dan apabila ruh-ruh dipertemukan (dengan tubuh)” (Q.S At-Takwir :7)
Dilihat dari segi agama pernikahan itu memiliki, dua cara pengartiannya yaitu:
1. Pengertian secara bahasa
Al-nikah yutlaq ‘ala al-wat’ wa ‘ala al-‘aqd dun al-wat’. Kata al-nikah secara umum digunakan dalam makna persetubuhan, namun juga bermakna akad tanpa persetubuhan.
2. Pengertian secara istilah          
Secara umum Fuqaha’ memberikan definisi perkawinan sebagai berikut:
عقد يفيد حل استمتاع كل من العاقدين بالآخر علي الوجه المشروع
“Sebuah akad yang menghalalkan bagi kedua belah pihak untuk bersenang-senang sesuai dengan syariat.”
Definisi yang demikian memberikan kesan, bahwa perkawinan itu hanya berkaitan dengan hasrat seksual, padahal tidak demikian. Oleh karena itu, al-Imam Muhammad Abu Zahrah memberikan definisi perkawinan yang menampakkan tujuan perkawinan yang sebenarnya:
عقد يفيد حل العشرة بين الرجل والمرأة , وتعاونهما , ويحدد ما لكليهما من حقوق وما عليه من واجبات
“(Perkawinan yaitu) sebuah akad yang bermanfaat menghalalkan hubungan intim antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, kerjasama di antara keduanya, serta menentukan hak dan kewajiban masing-masing”.
a. Syarat-Syarat Sah Perkawinan/Pernikahan
1.      Mempelai Laki-Laki / Pria
Ø   Agama Islam
Ø  Tidak dalam paksaan
Ø  Pria / laki-laki normal
Ø  Tidak punya empat atau lebih istri
Ø  Tidak dalam ibadah ihram haji atau umroh
Ø  Bukan mahram calon istri
Ø  Yakin bahwa calon istri halal untuk dinikahi
Ø  Cakap hukum dan layak berumah tangga
Ø  Tidak ada halangan perkawinan[2]
2.      Mempelai Perempuan / Wanita
·         Beragama Islam
·         Wanita / perempuan normal (bukan bencong/lesbian)
·         Bukan mahram calon suami
·         Mengizinkan wali untuk menikahkannya
·         Tidak dalam masa iddah
·         Tidak sedang bersuami
·         Belum pernah li'an
·         Tidak dalam ibadah ihram haji atau umrah
3.      Syarat Wali Mempelai Perempuan
§  Pria beragama islam
§  Tidak ada halangan atas perwaliannya
§  Punya hak atas perwaliannya
4.   Syarat Bebas Halangan Perkawinan Bagi Kedua Mempelai
*      Tidak ada hubungan darah terdekat (nasab)
*      Tidak ada hubungan persusuan (radla'ah)
*      Tidak ada hubungan persemendaan (mushaharah)
*      Si pria punya istri kurang dari 4 orang dan dapat izin istrinya
*      Tidak dalam ihram haji atau umrah
*      Tidak berbeda agama
*      Si wanita tidak dalam masa iddah
*      Si wanita tidak punya suami
5.   Syarat-Syarat Syah Bagi Saksi Pernikahan/Perkawinan
v  Pria / Laki-Laki
v  Berjumlah dua orang
v  Sudah dewasa / baligh
v  Mengerti maksud dari akad nikah
v  Hadir langsung pada acara akad nikah
6.   Syarat-Syarat/Persyaratan Akad Nikah Yang Syah :
Ø  Ada ijab (penyerahan wali)
Ø  Ada qabul (penerimaan calon suami)
Ø  Ijab memakai kata nikah atau sinonim yang setara.
Ø   Ijab dan kabul jelas, saling berkaitan, satu majelis, tidak dalam ihrom haji/umroh.
Ulama Hanafi mengatakan bahwa syarat pernikahan berhubungan dengan sighat dan sebagian lagi berhubungan dengan akad, serta sebagian lagi dengan saksi:
a. Sigat, yaitu ibarat ijab dan qabul. Syaratnya adalah:
*      Menggunakan lafal tertentu, baik sarih maupun kinayah
*      Dilakukan dalam satu majlis
*      Didengar oleh saksi
*      Antara ijab dan qabul tidak berbeda maksud dan tujuan
*      Lafal sigat tidak disebut untuk waktu tertentu[3]
b. Akad, dengan syarat apabila kedua pengantin berakal, balig dan merdeka
c. Saksi, harus terdiri dari dua orang. Syaratnya adalah:
§  Berakal
§  Balig
§  Merdeka
§  Islam
§  Keduanya mendengar
b. Rukun-Rukun Pernikahan/Perkawinan Sah
*      Ada calon mempelai pengantin pria dan wanita
*      Ada wali pengantin perempuan
*      Ada dua orang saksi pria dewasa
*      Ada ijab (penyerahan wali pengantin wanita) dan ada qabul (penerimaan dari pengantin pria)
c. Pantangan / Larangan-Larangan Dalam Pernikahan/Perkawinan
v  Ada hubungan mahram antara calon mempelai pria dan wanita
v  Rukun nikah tidak terpenuhi
v  Ada yang murtad keluar dari agama islam
 d. Menurut Undang-Undang Perkawinan
·         Perkawinan/pernikahan didasari persetujuan kedua calon mempelai
·         Bagi calon yang berusia di bawah 21 tahun harus punya izin orang tua atau wali yang masih ada hubungan darah dalam garis keturunan lurus atau melalui putusan pengadilan
·         Umur atau usia minimal untuk menikah untuk pria/laki-laki berusia 19 tahun dan untuk wanita/perempuan berumur paling tidak 16 tahun
Adapun unsur atau rukun-rukun perkawinan menurut jumhur ulama adalah sebagai berikut:
  1. Adanya calon suami dan istri yang akan melakukan pernikahan
  2. Adanya wali dari pihak calon pengantin wanita
  3. Adanya dua orang saksi
  4. Sigat akad nikah[4]
Imam Malik berkata bahwa rukun pernikahan itu ada lima macam:
  1. Wali dari pihak perempuan
  2. Mahar
  3. Calon pengantin pria
  4. Calon pengantin perempuan
  5. Sigat akad nikah

Sedangkan Imam Syafii berpendapat bahwa rukun perkawinan ada lima macam, diantaranya:
  1. Calon pengantin laki-laki
  2. Calon pengantin perempuan
  3. Wali
  4. Dua orang saksi
  5. Sigat/akad nikah

e. Hukum Pernikahan dalam Islam

1. Pernikahan Yang Wajib Hukumnya

Menikah itu wajib hukumnya bagi seorang yang sudah mampu secara finansial dan juga sangat beresiko jatuh ke dalam perzinaan. Hal itu disebabkan bahwa menjaga diri dari zina adalah wajib. Maka bila jalan keluarnya hanyalah dengan cara menikah, tentu saja menikah bagi seseorang yang hampir jatuh ke dalam jurang zina wajib hukumnya.
Imam Al-Qurtubi berkata bahwa para ulama tidak berbeda pendapat tentang wajibnya seorang untuk menikah bila dia adalah orang yang mampu dan takut tertimpa resiko zina pada dirinya. Dan bila dia tidak mampu, maka Allah SWT pasti akan membuatnya cukup dalam masalah rezekinya, sebagaimana firman-Nya :[5]
É#Ïÿ÷ètGó¡uŠø9ur tûïÏ%©!$# Ÿw tbrßÅgs %·n%s3ÏR 4Ó®Lym ãNåkuŽÏZøóムª!$# `ÏB ¾Ï&Î#ôÒsù 3 tûïÏ%©!$#ur tbqäótGö6tƒ |=»tGÅ3ø9$# $£JÏB ôMs3n=tB öNä3ãZ»yJ÷ƒr& öNèdqç7Ï?%s3sù ÷bÎ) öNçGôJÎ=tæ öNÍkŽÏù #ZŽöyz ( Nèdqè?#uäur `ÏiB ÉA$¨B «!$# üÏ%©!$# öNä38s?#uä 4 Ÿwur (#qèd̍õ3è? öNä3ÏG»uŠtGsù n?tã Ïä!$tóÎ7ø9$# ÷bÎ) tb÷Šur& $YYÁptrB (#qäótGö;tGÏj9 uÚttã Ío4quŠptø:$# $u÷R9$# 4 `tBur £`gd̍õ3ム¨bÎ*sù ©!$# .`ÏB Ï÷èt/ £`ÎgÏdºtø.Î) Öqàÿxî ÒOÏm§ ÇÌÌÈ  
Artinya :
Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. dan budak-budak yang kamu miliki yang memginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat Perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu. dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari Keuntungan duniawi. dan Barangsiapa yang memaksa mereka, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa itu.(QS.An-Nur : 33)

2. Pernikahan Yang Sunnah Hukumnya
Sedangkan yang tidak sampai diwajibkan untuk menikah adalah mereka yang sudah mampu namun masih tidak merasa takut jatuh kepada zina. Barangkali karena memang usianya yang masih muda atau pun lingkungannya yang cukup baik dan kondusif.
Orang yang punya kondisi seperti ini hanyalah disunnahkan untuk menikah, namun tidak sampai wajib. Sebab masih ada jarak tertentu yang menghalanginya untuk bisa jatuh ke dalam zina yang diharamkan Allah SWT.
Bila dia menikah, tentu dia akan mendapatkan keutamaan yang lebih dibandingkan dengan dia diam tidak menikahi wanita. Paling tidak, dia telah melaksanakan anjuran Rasulullah SAW untuk memperbanyak jumlah kuantitas umat Islam.
Dari Abi Umamah bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Menikahlah, karena aku berlomba dengan umat lain dalam jumlah umat. Dan janganlah kalian menjadi seperti para rahib nasrani. (HR. Al-Baihaqi 7/78)
Bahkan Ibnu Abbas ra pernah berkomentar tentang orang yang tidak mau menikah sebab orang yang tidak sempurna ibadahnya.
3. Pernikahan Yang Haram Hukumnya
Secara normal, ada dua hal utama yang membuat seseorang menjadi haram untuk menikah. Pertama, tidak mampu memberi nafkah. Kedua, tidak mampu melakukan hubungan seksual. Kecuali bila dia telah berterus terang sebelumnya dan calon istrinya itu mengetahui dan menerima keadaannya.
Selain itu juga bila dalam dirinya ada cacat pisik lainnya yang secara umum tidak akan diterima oleh pasangannya. Maka untuk bisa menjadi halal dan dibolehkan menikah, haruslah sejak awal dia berterus terang atas kondisinya itu dan harus ada persetujuan dari calon pasangannya.
Seperti orang yang terkena penyakit menular yang bila dia menikah dengan seseorng akan beresiko menulari pasangannya itu dengan penyakit. Maka hukumnya haram baginya untuk menikah kecuali pasangannya itu tahu kondisinya dan siap menerima resikonya.
Selain dua hal di atas, masih ada lagi sebab-sebab tertentu yang mengharamkan untuk menikah. Misalnya wanita muslimah yang menikah dengan laki-laki yang berlainan agama atau atheis. Juga menikahi wanita pezina dan pelacur. Termasuk menikahi wanita yang haram dinikahi (mahram), wanita yang punya suami, wanita yang berada dalam masa iddah.
Ada juga pernikahan yang haram dari sisi lain lagi seperti pernikahan yang tidak memenuhi syarat dan rukun. Seperti menikah tanpa wali atau tanpa saksi. Atau menikah dengan niat untuk mentalak, sehingga menjadi nikah untuk sementara waktu yang kita kenal dengan nikah kontrak.[6]
4. Pernikahan Yang Makruh Hukumnya
Orang yang tidak punya penghasilan sama sekali dan tidak sempurna kemampuan untuk berhubungan seksual, hukumnya makruh bila menikah. Namun bila calon istrinya rela dan punya harta yang bisa mencukupi hidup mereka, maka masih dibolehkan bagi mereka untuk menikah meski dengan karahiyah.
Sebab idealnya bukan wanita yang menanggung beban dan nafkah suami, melainkan menjadi tanggung jawab pihak suami.
Maka pernikahan itu makruh hukumnya sebab berdampak dharar bagi pihak wanita. Apalagi bila kondisi demikian berpengaruh kepada ketaatan dan ketundukan istri kepada suami, maka tingkat kemakruhannya menjadi jauh lebih besar.
5. Pernikahan Yang Mubah Hukumnya
Orang yang berada pada posisi tengah-tengah antara hal-hal yang mendorong keharusannya untuk menikah dengan hal-hal yang mencegahnya untuk menikah, maka bagi hukum menikah itu menjadi mubah atau boleh. Tidak dianjurkan untuk segera menikah namun juga tidak ada larangan atau anjuran untuk mengakhirkannya.
Pada kondisi tengah-tengah seperti ini, maka hukum nikah baginya adalah mubah.
B.     KHITHBAH (PINANGAN)
Khithbah (pinangan) ialah ajakan kawin kepada seorang perempuan dengan wasilah yang sudah dikenal oleh masyarakat luas, jika ada kecocokan maka terjadilah perjanjian akan menikah. Perlu diingat, tidak halal bagi seorang muslim melamar perempuan yang sudah dipinang saudaranya.
Cara Meminang :
1. Meminang Sendiri
Meminang sendiri perempuan yang hendak dijadikan istri atau kepada wali atau orang tuanya merupakan salah satu cara meminang yang dibenarkan oleh syari'at Islam. Cara semacam ini halal kita praktekkan, baik kepada perempuan yang masih perawan atau yang sudah menjadi janda.
2. Meminang Oleh Orang Tua/Wali
Tradisi orang tua atau keluarga laki-laki datang meminang kepada keluarga atau wali perempuan, yang merupakan kebiasaan yang berlaku sebelum datangnya Islam ke tengah masyarakat Arab, sudah diterima oleh Islam. Kebiasaan yang telah diterima oleh Islam berarti menjadi suatu syari'at yang dibenarkan oleh Islam.
3. Meminang Oleh Utusan
Peminangan bisa dilakukan oleh utusan. Seseorang bisa meminta bantuan kepada orang lain untuk meminang perempuan yang diinginkan menjadi istri bagi dirinya. Dengan bantuan utusan yang jujur dan dapat dipercaya ia bisa mendapatkan apa yang diinginkannya.
Syarat utusan yang harus dipenuhi antara lain:
·         Taat beragama
·         Bersifat adil dan jujur
·         Memiliki kedewasaan dalam mempertimbangkan sesuatu;
·         Tidak memiliki rasa permusuhan atau kebencian terhadap orang yang dipinang
·         Secara umum dipercaya oleh lingkungan atau masyarakatnya.
4. Meminang Oleh Pemimpin
Adanya tuntunan Rosulullah saw. seperti diungkapkan dalam Hadist di atas hendaknya menjadi pelajaran bagi seluruh umat Islam bahwa seorang muslim dapat meminang seorang perempuan melalui pemimpin yang dipercaya. Hal ini telah dicontohkan oleh Rosulullah sebagai perbuatan yang diridlai.
5. Meminang Langsung Kepada Calon Seperti nomor 1.
Seorang laki-laki yang menginginkan seorang perempuan untuk menjadi istrinya boleh langsung meminang perempuan bersangkutan tanpa melalui wali atau orang tuanya. Perempuan yang masih perawan boleh langsung menerima pinangan laki-laki yang
menginginkannya atau boleh juga melalui perantara yang menjadi wakil laki-laki tersebut.
6. Meminang Kepada Orang Tua/Wali
Orang tua atau wali yang menerima pinangan sama sekali tidak berhak memaksa anak perempuannya untuk menerima kehendaknya. Sebab, pernikahan yang dilakukan bukan atas dasar saling suka tidak sah.
7. Melihat Yang Dipinang
Setelah menemukan jodoh pilihannya, seorang laki-laki seyogyanya lebih dulu melihat perempuan yang akan dipinangnya. Hal ini dimaksudkan agar ia dapat mengetahui daya tariknya, misalnya kecantikannya, yang bisa jadi merupakan salah satu faktor yang
mendorongnya untuk mempersunting perempuan tersebut. Selain itu, melihat calon yang dipinang dimaksudkan agar laki-laki bersangkutan dapat mengetahui cacat atau aib perempuan tersebut yang bisa menjadi penyebab ketidaktertarikannya, sehingga ia
membatalkan niatnya untuk meminang.
9. Tidak Menandai Pinangan Dengan Tukar Cincin
Maksudnya, orang yang meniru tradisi yang dilakukan oleh golongan di luar Islam dikatakan sebagai golongannya. Orang yang meniru hal-hal semacam itu dikategorikan sebagai orang yang melakukan perbuatan jahiliyah, sedangkan tiap-tiap perbuatan jahiliyah haram
dilakukan.
Bertukar cincin bukan cara Islam dan bukan pula cara bangsa-bangsa Asia, melainkan cara bangsa Roma (Eropa) yang mendapat pengesahan dari gereja. Jadi, tukar cincin pada mulanya bukan cara umat Kristiani, melainkan warisan kebudayaan Romawi. Sering terjadi di tengah masyarakat kita laki-laki dan perempuan yang telah bertukar cincin bebas bergaul berduaan, pergi bersama-sama seperti suami istri, berbincang, dan bercengrama sehingga merusak tata pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Perbuatan semacam ini dilarang oleh Islam.
Perempuan Yang Tidak Boleh Dipinang :
*      Perempuan Yang Bersuami
*      Perempuan Yang Sedang Dipinang
*      Perempuan Dalam Masa Iddah
*      Perempuan Yang Sedang Ihram
Masa Pinangan Dan Pembatalan Pinangan
1.      Masa Pinangan
Dalam Islam tidak ada ketentuan tentang jarak waktu atau masa pinangan dengan pernikahan. Jadi, begitu meminang, saat itu pula keduanya boleh melakukan akad nikah.
Karena jarak meminang dengan pelaksanaan pernikahan sama sekali tidak ada ketentuannya dalam Islam, kapan pun orang melakukan pernikahan setelah meminang dibenarkan. Bahkan sebaiknya pernikahan dilakukan sesegera mungkin setelah meminang. Hukum menyegerakan akad nikah setelah meminang adalah sunnah.
2.      Pembatalan Pinangan
Pembatalan pinangan berarti membatalkan perjanjian hendak melakukan akad nikah. Maksud Hadist di atas ialah bahwa membatalkan suatu perjanjian tanpa suatu alasan yang sah adalah termasuk perbuatan tercela, bahkan pelakunya dipandang sebagai orang munafik.
Membatalkan pinangan ini menjadi hak masing-masing yang tadinya telah mengikat perjanjian. Terhadap orang yang menyalahi janji dalam pinangan, Islam tidak menjatuhkan hukuman material, sekalipun perbuatan itu dipandang tercela oleh sebagian orang.
Mahar yang telah diberikan oleh peminang kepada pinangannya berhak diminta kembali, karena mahar diberikan sebagai ganti dan imbalan perkawinan. Selama perkawinan itu belum terlaksana, pihak perempuan belum mempunyai hak sedikit pun atasnya dan ia wajib mengembalikan kepada pemiliknya.
Membatalkan pinangan tidak diharamkan oleh Islam dan menurut hukum Islam, pihak yang menerima pembatalan tidak dapat menuntut apa pun dari yang bersangkutan. Segala pemberian kepada yang dipinang tidak boleh diminta secara paksa kecuali maskawin. Selama tidak ada perjanjian untuk mengembalikan, segala macam pemberian menjadi hak penerima.
C.    Walimah           
1. Definisi Walimah
Walimah bersala dari kata “al walamu” yang berarti berkumpul. Hal ini dikarenakan walimah adalah saat dimana suami dan istri dapat berkumpul. Walimatul urus adalah sebuah acara yang disusun sedemikian rupa untuk memperingati bertemunya suami istri.
2. Tata Cara Mengadakan Walimah
Setiap masyarakat mempunyai tata cara tersendiri dalam mengdakan walimah. Masing masing anggota kelompok mempunyai karakteristik tersendiri tentang resepsi pernikahan yang mereka adakan. Ketetuan acara walimah yang sesuai dengan agam islam adalah:
a). Niat Yang Benar
Hal pertama yang harus kita luruskan adalah niat. Karena sesuatu yang diniatkan dengan baik akan menjadi amal saleh. Sehingga, harta yang dibelanjakan dan waktu yang diluangkan akan diganti dengan pahala.
b). Membuat dan menyediakan hidangan sesuai kebutuhan.
وَعَنْ صَفِيَّةَ بِنْتِ شَيْبَةَ قَالَتْ : ( أَوْلَمَ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم عَلَى بَعْضِ نِسَائِهِ بِمُدَّيْنِ مِنْ شَعِيرٍ  Shafiyyah Binti Syaibah Radliyallaahu 'anhu berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengadakan walimah terhadap sebagian istrinya dengan dua mud sya'ir[7]
c). Hendaknya Mengundang Karib Kerabat, Tetangga dan Rekan-Rekan
“Anas berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah berdiam selama tiga malam di daerah antara Khaibar dan Madinah untuk bermalam bersama Shafiyyah (istri baru). Lalu aku mengundang kaum muslimin menghadiri walimahnya. Dalam walimah itu tak ada roti dan daging. Yang ada ialah beliau menyuruh membentangkan tikar kulit. Lalu ia dibentangkan dan di atasnya diletakkan buah kurma, susu kering, dan samin[8]
Mengundang karib kerabat dalam acara walimah akan mempererat tali silaturahim. Sedangkan, mengundang tetangga dapat mendatangkan kebaikan. Selain itu, mengundang rekan rekan akan melanggengkan kasih sayang dan menambah rasa cinta.
d). Hindari Perkara Perkara Mungkar
Sebuah perkara sunnah, walimah, akan dapat menjadi perkara haram jika didalamnya disertakan perkara mungkar.
3. Waktu Walimah
Ketentuan waktu mengadakan walimah:
وَعَنْ أَنَسٍ قَالَ : ( أَقَامَ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم بَيْنَ خَيْبَرَ وَالْمَدِينَةِ ثَلَاثَ لَيَالٍ , يُبْنَى عَلَيْهِ بِصَفِيَّةَ , فَدَعَوْتُ اَلْمُسْلِمِينَ إِلَى وَلِيمَتِهِ , فَمَا كَانَ فِيهَا مِنْ خُبْزٍ وَلَا لَحْمٍ , وَمَا كَانَ فِيهَا إِلَّا أَنْ أَمَرَ بِالْأَنْطَاعِ , فَبُسِطَتْ , فَأُلْقِيَ عَلَيْهَا اَلتَّمْرُ , وَالْأَقِطُ , وَالسَّمْن )ُ.
Dari Ibnu Mas'ud Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Makanan walimah pada hari pertama adalah layak, pada hari kedua adalah sunat, dan pada hari ketiga adalah sum'ah (ingin mendapat pujian dan nama baik). Barangsiapa ingin mencari pujian dan nama baik, Allah akan menjelekkan namanya." Hadits gharib riwayat Tirmidzi. Para perawinya adalah perawi-perawi kitab shahih Bukhari.” [9]
 Pada dasarnya waktu mengadakan walimah adalah sewaktu waktu. Karena tidak ada waktu terlarang untuk menikah. Sehingga, kalau mau mengadakan acara walimah pada jam 12.00 malam jumat kliwon, terserah saja.
Hukum Seputar Walimah
1. Hukum Mengadakan Walimah
Dasar:        
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم رَأَى عَلَى عَبْدِ اَلرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ أَثَرَ صُفْرَةٍ , قَالَ : مَا هَذَا ? , قَالَ : يَا رَسُولَ اَللَّهِ ! إِنِّي تَزَوَّجْتُ اِمْرَأَةً عَلَى وَزْنِ نَوَاةٍ مِنْ ذَهَبٍ. فَقَالَ : فَبَارَكَ اَللَّهُ لَكَ , أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ
“Dari Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah melihat bekas kekuningan pada Abdurrahman Ibnu Auf. Lalu beliau bersabda: "Apa ini?". Ia berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah menikahi seorang perempuan dengan maskawin senilai satu biji emas. Beliau bersabda: "Semoga Allah memberkahimu, selenggarakanlah walimah walaupun hanya dengan seekor kambing." Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Muslim[10]
Dalam kalimat “Selenggarakanlah acara pernikahan meskipun hanya dengan seekor kambing”, dapat kita ketahui bahwa hokum mengadakan walimah adalah wajib.
Beberapa ulama berpendapat bahwa hokum mengadakan walimah adalah sunnah.
2.   Hukum Memenuhi Undangan Walimah
Pendapat terbesar dalam menghadiri walimah
a). Sunnah
Pendapat ini muncul berdasar esensi walimah yang disamakan dengan penerimaan harta. Dapat kita bayangkan bahwa walimah tak ubahnya seperti bagi bagi rejeki. Bila kita menghadiri, konsekuesinya pahala. Sedangkan bagi yang menolak, maka konsekuesinya adalah nothing, kita tidak mendapat apapun.
b). Wajib Kifayah
Pendapat ini muncul dengan mengambil esensi bahwa walimah mengandung dua tujuan. yaitu:
Ø  Mengumumkan pernikahan
Ø  Membedakanya dari zina
c). Wajib
Dasar:
وَعَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم : إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ فَلْيُجِبْ ; فَإِنْ كَانَ صَائِمًا فَلْيُصَلِّ , وَإِنْ كَانَ مُفْطِرًا فَلْيُطْعَمْ
“Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila seorang di antara kamu diundang hendaknya ia memenuhi undangan tersebut, jika ia sedang puasa hendaknya ia mendoakan, dan jika ia tidak puasa hendaknya ia makan."[11]
Dari keterangan hadist diatas, dapat kita ketahui bahwa hukum mengadakan walimah adalah wajib. Mutlak, dan bersifat individualis.
Secara rinci, undangan walimah itu wajib dihadiri, apabila memenuhi syarat sebagai berikut[12]:
v  Pengundangnya mukalaf, berakal sehat, dan merdeka
v  Undanganya tidak dikhususkan kepada orang yg kaya saja.
v  Undanganya tidak dikhususukan kepada orang orang yg disenangi dan dihormati
v  Belum didahulu oleh undangan lain. Bila didahului oleh undangan lain, maka yang pertama harus didahulukan. Hal ini sesuai hadist yang berbunyi
وَعَنْ رَجُلٍ مِنْ أَصْحَابِ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : ( إِذَا اِجْتَمَعَ دَاعِيَانِ , فَأَجِبْ أَقْرَبَهُمَا بَابًا , فَإِنْ سَبَقَ أَحَدُهُمَا فَأَجِبِ اَلَّذِي سَبَقَ ) رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ , وَسَنَدُهُ ضَعِيفٌ
“Salah seorang sahabat Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berkata: Apabila dua orang mengundang secara bersamaan, maka penuhilah orang yang paling dekat pintu (rumah)nya. Jika salah seorang di antara mereka mengundang terlebih dahulu, maka penuhilah undangan yang lebih dahulu”[13]
Yang diundang tidak ada uzur syar’i.
Memperhatikan syarat syarat diatas, dapat kita ketahui bahwa apabila walimah dalam pesta perkawinan berhukum makruh bila hanya mengundang orang orang kaya saja. Hal ini sesuai dengan hadist:
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( شَرُّ اَلطَّعَامِ طَعَامُ اَلْوَلِيمَةِ: يُمْنَعُهَا مَنْ يَأْتِيهَا , وَيُدْعَى إِلَيْهَا مَنْ يَأْبَاهَا , وَمَنْ لَمْ يُجِبِ اَلدَّعْوَةَ فَقَدْ عَصَى اَللَّهَ وَرَسُولَهُ ) أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ
“Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sejahat-jahatnya makanan ialah makanan walimah, ia ditolak orang yang datang kepadanya dan mengundang orang yang tidak diundang. Maka barangsiapa tidak memenuhi undangan tersebut, ia telah durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya."[14]
Hikmah Walimah
Diadakanya walimah dalam pwsta perkawinan mempunyai beberapa hikmah. Antara lain sebagai berikut:
1.      Merupakan rasa syukur kepada Alloh SWT
2.      Tanda penyerahan anak gadis kepada suami dari kedua orang tuanya
3.      Sebagai tanda resmi adanya akad nikah
4.      Sebagai tanda baru memulai hidup suami istri[15]
D.    MAHAR
Mahar atau shadaaq dan shidaaq adalah maskawin yang termasuk wajib dalam pelaksanaan akad nikah.islam mengangkat derajat wajib dan mewajibkan wanita untuk menerima masayahnya sendiri maupun orang yang terdekat tidak berhak mengambil apa pun ,kecuali dengan keridhaannya.[16]
Adapun besar kecilnya maskawin ditetapkan atas persetujuan kedua pihak dan harus diilakukan dengan iklas. Maskawin bukan berarti harga beli atau harga jual seorang wanita.kita menyadari bahwa baik pria maupun wanita adalah saling membutuhkan. Akan tetapi, adanya kewajiban pemberian mahar atas pria lebih membutuhkan wanita.
Ø  Ketentuan besarnya mahar Islam tidak pernah memberi batasan pada mahar baik banyaknya atau sedikitnya. Karena kemampuan atau keinginan manusia dalam memberikan mahar berbeda beda sehingga tidak mungkin diberikan batasan terhadap mereka sebagaimana tidak mungkin pula diberikan batasan terhadap harga barang – branag yang ia sukai dengan batas tertentu. Allah berfirman :
Artinya : Dan hendaklah kamu berikan suatu pemberian kepada mereka orang yang mampu menurut kemampuannya (pula) yaitu pemberian menurut yang patut. yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebaikan.
Ø  Mahar sebagai ketentuan sahnya Pernikahan Dalam pernikahan merupakan pemberian wajib dari mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan. Dengan mahar ini akan terbedakan antara pernikahan dan perzinaan.
E.     TALAK
Talak menurut bahasa bermaksud melepaskan ikatan dan menurut syarak pula, talak membawa maksud melepaskan ikatan perkawinan dengan lafaz talak dan seumpamanya. Talak merupakan suatu jalan penyelesaian yang terakhir sekiranya suami dan isteri tidak dapat hidup bersama dan mencari kata sepakat untuk mecari kebahagian berumah tangga.[17]
·         Hukum Talak
Perceraian adalah sesuatu yang dihalalkan tapi paling dibenci allah,
·         Hukum Talak
Wajib :
a)      Jika perbalahan suami isteri tidak dapat didamaikan lagi
b)      Dua orang wakil daripada pihak suami dan isteri gagal membuat kata sepakat untuk Perdamaian rumah tangga mereka Apabila pihak tadi berpendapat bahwa talak adalah lebih baik
c)      Jika tidak diceraikan keadaan sedemikian, maka berdosalah suami
Haram :
1)      Menceraikan isteri ketika sedang haid atau nifas
2)      Ketika keadaan suci yang telah disetubuhi
3)      Ketika suami sedang sakit yang bertujuan menghalang isterinya daripada menuntut harta pusakanya
4)      Menceraikan isterinya dengan talak tiga sekali gus atau talak satu tetapi disebut berulang kali sehingga cukup tiga kali atau lebih
Sunat :
a)      Suami tidak mampu menanggung nafkah isterinya
b)      Isterinya tidak menjaga maruah dirinya
Makruh :
Suami menjatuhkan talak kepada isterinya yang baik, berakhlak mulia dan mempunyai pengetahuan agama
Harus :
Suami yang lemah keinginan nafsunya atau isterinya belum datang haid atau telah putus haidnya.[18]

·         Jenis Talak :

Talak Raj’i

Suami melafazkan talak satu atau talak dua kepada isterinya. Suami boleh merujuk kembali isterinya ketika masih dalam idah. Jika tempoh idah telah tamat, maka suami tidak dibenarkan merujuk melainkan dengan akad nikah baru.

Talak Bain

Suami melafazkan talak tiga atau melafazkan talak yang ketiga kepada isterinya. Isterinya tidak boleh dirujuk kembali. Si suami hanya boleh merujuk setelah isterinya berkahwin lelaki lain, suami barunya menyetubuhinya, setelah diceraikan suami barunya dan telah habis idah dengan suami barunya.

Talak Sunni

Suami melafazkan talak kepada isterinya yang masih suci dan tidak disetubuhinya ketika dalam tempoh suci

Talak Bid’i

Suami melafazkan talak kepada isterinya ketika dalam haid atau ketika suci yang disetubuhinya.

Talak Taklik

Talak taklik ialah suami menceraikan isterinya bersyarat dengan sesuatu sebab atau syarat. Apabila syarat atau sebab itu dilakukan atau berlaku, maka terjadilah penceraian atau talak.[19]
·         Penyebab pertengkaran dan perceraian
Ikatan dalam hubungan suami istri seharusnya kokoh dan etar,tidak boleh diremehkan seenaknya saja.segala usaha dan perbuatan yang dapat melemahkan hubungan dan ikatan itu dilarang oleh agama dan harus dijauhi.adapun perbuatan –perbuatan yang dapat melemahkan hubungan dan ikatan tersebut adalah sebagai berukut:
*      Cekcok dan bertengkar
*      Prasangka,cemburu,curiga,dan mencari-cari kesalahan lain.prasangka yang tidak benar akan meenyebab tuduhan lalu menimbulkan percekcokan dan pertengkaran .
*      Saling menuntut hak secara berlebihan yang membebani pasangan.
*      Adanya pihak ketiga yang mencampuri dan mempengaruhi urusan keluarga mereka.
*      Adanya sikapketiga yang membanding-bandingkan pasangan dengan orang lain.
F.     RUJUK
A.      Pengertian Rujuk
Rujuk adalah mengembalikan istri yang telah ditalak pada pernikahan yang asal sebelum diceraikan. Rujuk menurut bahasa artinya kembali (mengembalikan). Adapun yang dimaksud rujuk disini adalah mengembalikan status hukum perkawinan secara penuh setelah terjadi talak raj’i yang dilakukan oleh mantan suami terhadap mantan istrinya dalam masa iddahnya dengan ucapan tertentu.[20]
Menurut bahasa Arab, kata ruju’ berasal dari kata raja’ a-yarji’ u-rujk’an yang berarti kembali, dan mengembalikan. Sedangkan secara terminology, ruju’ artinya kembalinya seorang suami kepada istrinya yang di talak raj’I, tanpa melalui perkawinan dalam masa ‘iddah. Ada pula para ulama mazhab berpendapat dalam istilah kata ruju’ itu adalah menarik kembali wanita yang di talak dan mempertahankan (ikatan) perkawinannya. Hukumnya, menurut kesepakatan para ulama mazhab, adalah boleh. Menurut para ulama mazhab ruju’ juga tidak membutuhkan wali, mas kawin, dan juga tidak kesediaan istri yang ditalak.
Firman Allah SWT:
àM»s)¯=sÜßJø9$#ur šÆóÁ­/uŽtItƒ £`ÎgÅ¡àÿRr'Î/ spsW»n=rO &äÿrãè% 4 Ÿwur @Ïts £`çlm; br& z`ôJçFõ3tƒ $tB t,n=y{ ª!$# þÎû £`ÎgÏB%tnör& bÎ) £`ä. £`ÏB÷sム«!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# 4 £`åkçJs9qãèç/ur ,ymr& £`ÏdÏjŠtÎ/ Îû y7Ï9ºsŒ ÷bÎ) (#ÿrߊ#ur& $[s»n=ô¹Î) 4 £`çlm;ur ã@÷WÏB Ï%©!$# £`ÍköŽn=tã Å$rá÷èpRùQ$$Î/ 4 ÉA$y_Ìh=Ï9ur £`ÍköŽn=tã ×py_uyŠ 3 ª!$#ur îƒÍtã îLìÅ3ym ÇËËÑÈ  
Artinya :
Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'. tidak boleh mereka Menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. dan Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS Al Baqarah : 228)
Dapat di rumuskan bahwa ruju’ ialah mengembalikan setatus hukum perkawinan secara penuh setelah terjadinya talak raj’I yang dilakukan oleh bekas suami terhadap bekas istrinya dalam masa idddah, dengan ucapan tertentu.
Perceraian ada tiga cara, yaitu :
1.      Talaq bain qubra (talaq tiga). Laki-laki tidak boleh rujuk lagi dan tidak sah menikah lagi dengan bekas istrinya itu, keculi apbila si istri sudah menukah dengan orang lain, sudah campur, sudah diceraikan, sudah habis pula masa iddah, barulah suami pertama boleh menikahinya lagi.
2.      Talaq bain sughra (talaq tebus) dalam hal ini sumai tidak sah rujuk lagi, tetapi bileh menikah lagi, baik dalam pada masa iddah maupun sesuadah habis iddah.
3.      Talaq satu atau talaq dua, dinamakan talaq raj’i. Artinya si suami boleh rujuk kembali kepada istrinya selama msih dalam masa iddah.
B. Hukum Rujuk
a)      Wajib khusus bagi laki-laki yang mempunyai istri lebih dari satu jika salah seorang ditalak sebelum gilirannya disempurnakannya.
b)      Haram apabila rujuk itu, istri akan lebih menderita.
c)      Makruh kalau diteruskan bercerai akan lebih baik bagi suami istri
d)     Jaiz, hukum asal Rujuk.
e)      Sunah jika rujuk akan membuat lebih baik dan manfaat bagi suami istri
1. Hukum ruju’ terhadap talak raj’I
Kaum muslimin telah sepakat bahwa suami mempunyai hak meruju; istrinya selama istrinya itu dalam masa iddah, dan tidak atau tanpa pertimbangan seorang istri ataupun persetujuan seorang istri.[21]
2. Hukum ruju’ terhadap talak ba’in
Talak ba’in kadang-kadang terjadi dengan bilangan talak kurang dari tiga, dan ini terjadi pada istri yang belum digauli tanpa diperselisihkan lagi, dan pada istri
yang menerima khulu’ dengan terdapat perbedaan pendapat didalamnya. Hukum ruju’ setelah talak tersebut sama dengan nikah baru.
C. Rukun Rujuk:
a)      Istri, syaratnya pernah dicampuri, talak raj’i, dan masih dalam masa iddah, isteri yang tertentu yaitu kalau suami menalak beberapa istrinya kemudian ia rujuk dengan salah seorang dari mereka dengan tidak ditentukan siapa yang dirujukan-maka rujuknya itu tidak sah.
b)      Suami, syaratnya atas kehendak sendiri tidak dipaksa
c)      Saksi yaitu dua orang laki-laki yang adil.
d)     Sighat (lafal) rujuk ada dua, yaitu
Ø  Terang-terangan , misalnya “Saya rujuk kepadamu”
Ø  Perkataan sindiran, misalnya “Saya pegang engkau” atau “saya kawin engkau” dan sebagainya, yaitu dengan kalimat yang boleh dipakai untuk rujuk atau yng lainnya.

G.    FASAH
 Fasah adalah putusnya perkawinan melalui pengadilan yang hakikatnya hak suami-istri di sebabkan sesuati yang diketahui setelah akad berlangsung. Misalnnya suatu penyakit yang muncul setelsah akad yang menyebabkan pihak lain tidak dapat merasakan arti dan hakikat sebuah perkawinan.[22]
Selain fasakh ada juga istilah yang hampir sama dengan fasakh yaitu fasid. Maksud dari fasid adalah merupakan siuatu putusanb pengadilan yang diwajibkan melalui persidangan bahwa perkawinan yang telah dilangsungkan tersebut mempunyai cacat hokum, hal itu disebabkan misalnya tidak terpenuhinya persyaratan atau rukun nukah atau disebabkan di langgarnya ketentuan yang mengharamkan perkawinan tersebut.
Fasah adalah bentuk perceraian yang terjadi atas permintaan isteri karena suaminya sakit gila, sakit kusta, sakit sopak atau sakit berbahaya lainnya yang sukar disembuhkan atau karena cacat badan lainnya yang menyebabkan suami tak dapat melaksanakan sebagai suami.
Di dalam Islam, jika suami merasa dirugikan dengan perilaku maupun kondisi isterinya, ia berhak menjatuhkan talak, begitu pula sebaliknya, jika isteri merasa dirugikan dengan perilaku dan kondisi suaminya, ia dapat mengajukan gugatan cerai, yang dikenal dengan istilah khulu’.
H.    IDDAH
           Iddah berasal dari bahasa arab. Asal katanya adalah ‘adad yang artinya hitungan. Kaitannya dengan kata itu adalah istri menghitung hari-hari masa haid atau masa sucinya. Sedangkan menurut istilah, iddah adalah masa lamanya dimana seorang istri menunggu tidak boleh menikah lagi setelah ditinggal mati suaminya atau dicerai suaminya. Hukum dari iddah adalah wajib kecuali istri yang belum dicampuri. Dalil dari hal tersebut adalah:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) ÞOçFóss3tR ÏM»oYÏB÷sßJø9$# ¢OèO £`èdqßJçGø)¯=sÛ `ÏB È@ö6s% br&  Æèdq¡yJs? $yJsù öNä3s9 £`ÎgøŠn=tæ ô`ÏB ;o£Ïã $pktXrtF÷ès? ( £`èdqãèÏnGyJsù £`èdqãmÎhŽ| ur %[n#uŽ|  WxŠÏHsd ÇÍÒÈ  
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya Maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut'ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik- baiknya. (Al-Ahzab:49)
Terkadang selama masa iddah suami mengabaikan kewajiban. Padahal setelah diceraikan atau ditinggal mati, kewajiban suami itu masih ada. Kewajiban itu antara lain memberi istri:[23]

*      Talak raj'i dan taat : Sandang, pangan, dan papan
*      Talak ba'in hamil : Tempat tinggal, nafkah dan pakaian
*      Talak ba'in tidak hamil : Tempat tinggal ditinggal mati : Warisan
Karena kondisi setiap istri ketika ditinggalkan oleh suaminya berbeda-beda, maka dalam hal iddah pun masanya berbeda pula. Hal itu diterangkan dalam beberapa hadits dan ayat yang ada. Masanya antara lain :
Ø  Hamil : sampai melahirkan
Ø  Tidak hamil dicerai : 3 kali suci/haid
Ø  Tidak hamil ditinggal mati : empat bulan sepuluh hari
Ø  menopause/belum haid : 3 bulan
Ø  Selama masa iddah, istri tidak boleh melakukan beberapa perbuatan antara lain :
• Menerima khitbah (lamaran) dari laki-laki lain kecuali dalam bentuk sindiran.
• Menikah
• Keluar rumah
• Berhias(Al-Hidad/Al-Ihtidad).
Hukum ‘Iddah
‘Iddah wajib bagi seorang isteri yang dicerai oleh suaminya, baik cerai karena kernatian maupun cerai karena faktor lain. Dalil yang menjadi landasan nya adalah firman Allah SWT:
 tûïÏ%©!$#ur tböq©ùuqtFムöNä3ZÏB tbrâxtƒur %[`ºurør& z`óÁ­/uŽtItƒ £`ÎgÅ¡àÿRr'Î/ spyèt/ör& 9åkô­r& #ZŽô³tãur ( #sŒÎ*sù z`øón=t/ £`ßgn=y_r& Ÿxsù yy$oYã_ ö/ä3øŠn=tæ $yJŠÏù z`ù=yèsù þÎû £`ÎgÅ¡àÿRr& Å$râ÷êyJø9$$Î/ 3 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎Î6yz ÇËÌÍÈ  
Artinya :
Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah Para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. kemudian apabila telah habis 'iddahnya, Maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. (Al-Baqarah: 234)
Hikmah Disyari‘atkannya ‘Iddah
  1. Memberikan kesempatan kepada suami isteri untuk kembali kepada kehidupan rumah tangga, apabila keduanya masih melihat adanya kebaikan di dalam hal itu.
  2. Untuk mengetahui adanya kehamilan atau tidak pada isteri yang dicerai kan. Untuk selanjutnya memelihara jika terdapat bayi di dalam kandungannya, agar menjadi jelas siapa ayah dan bayi tersebut.
  3. Agar isteri yang diceraikan dapat ikut merasakan kesedihan yang dialami keluarga suaminya dan juga anak-anak mereka serta menepati permintaan suami. Hal ini jika ‘iddah tersebut di karenakan oleh kematian suami.

                          




BAB III
KESIMPULAN
Pernikahan dalam islam ialah suatu akad atau perjanjian mengikat antara seorang laki-laki dan perempuan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak dengan suka rela dan kerelaan kedua belah pihak merupakan suatu kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang dan ketentraman (sakinah) dengan cara-cara yang di ridhloi Allah SWT.
Khithbah (pinangan) ialah ajakan kawin kepada seorang perempuan dengan wasilah yang sudah dikenal oleh masyarakat luas, jika ada kecocokan maka terjadilah perjanjian akan menikah. Perlu diingat, tidak halal bagi seorang muslim melamar perempuan yang sudah dipinang saudaranya.
Walimah bersala dari kata “al walamu” yang berarti berkumpul. Hal ini dikarenakan walimah adalah saat dimana suami dan istri dapat berkumpul. Walimatul urus adalah sebuah acara yang disusun sedemikian rupa untuk memperingati bertemunya suami istri.
Mahar atau shadaaq dan shidaaq adalah maskawin yang termasuk wajib dalam pelaksanaan akad nikah.islam mengangkat derajat wajib dan mewajibkan wanita untuk menerima masayahnya sendiri maupun orang yang terdekat tidak berhak mengambil apa pun ,kecuali dengan keridhaannya.
Talak menurut bahasa bermaksud melepaskan ikatan dan menurut syarak pula, talak membawa maksud melepaskan ikatan perkawinan dengan lafaz talak dan seumpamanya. Talak merupakan suatu jalan penyelesaian yang terakhir sekiranya suami dan isteri tidak dapat hidup bersama dan mencari kata sepakat untuk mecari kebahagian berumah tangga.
Rujuk menurut bahasa artinya kembali (mengembalikan). Adapun yang dimaksud rujuk disini adalah mengembalikan status hukum perkawinan secara penuh setelah terjadi talak raj’i yang dilakukan oleh mantan suami terhadap mantan istrinya dalam masa iddahnya dengan ucapan tertentu.
Fasah adalah putusnya perkawinan melalui pengadilan yang hakikatnya hak suami-istri di sebabkan sesuati yang diketahui setelah akad berlangsung. Misalnnya suatu penyakit yang muncul setelsah akad yang menyebabkan pihak lain tidak dapat merasakan arti dan hakikat sebuah perkawinan.
Iddah berasal dari bahasa arab. Asal katanya adalah ‘adad yang artinya hitungan. Kaitannya dengan kata itu adalah istri menghitung hari-hari masa haid atau masa sucinya. Sedangkan menurut istilah, iddah adalah masa lamanya dimana seorang istri menunggu tidak boleh menikah lagi setelah ditinggal mati suaminya atau dicerai suaminya. Hukum dari iddah adalah wajib kecuali istri yang belum dicampuri.

DAFTAR PUSTAKA
Mughniyah, Muhammad Jawad. Fiqih Lima Madzhab. Lentera Jakarta 2006.
Rifa’I, H. Moh. Fiqih Islam Lengkap. PT Karya Toha Putra, Semarang 2005
Rasjid  H. Sulaiman. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Algesindo 2008  
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, Lentera
Sa’id Abdul Aziz Al-Jandul, Wanita Diantara Fitrah, Hak Dan Kewajiban, Pustaka Dariul Haq, Jakarta: 2003
Rahmat Hakim Hukum Perkawinan Isalm, Pustaka Setia, Bandung: 2000
Abdurrahman Ghazali, Fiqh Munakahat, Kencana, Jakarta: 2006
Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum Islam, Rajawali Pers, Jakarta:2002
Hasby Ash-Sidiqi  Taudhihul Ahkam, juz 5, Hukum-Hukum Fiqih Islam, Bulan Bintang, Jakarta: 1991


[1] Rasjid  H. Sulaiman. Fiqih Islam. (Bandung: Sinar Baru Algesindo), Hal 381-383.
[2] Ibid Hal 384
[3] Mughniyah, Muhammad Jawad. 2006. Fiqih Lima Madzhab. Lentera, Jakarta Hal 85

[4] Ibid Hal 87
[5] Rifa’I, H. Moh. Fiqih Islam Lengkap. PT Karya Toha Putra, Semarang 2005.Hal 49

[6] Ibid hal. 51
[7] Kitab bulughul marom hadist no 1074
[8] Ibid, hadist no 1075
[9] Ibid, hadist no 1072
[10] Ibid, hadist  no 1067
[11] Ibid, hadist no 1070
[12] Slamet abidin dkk, Fiqih munakahat 1 Hal 154
[13]  Kitab bulughul  marom hadist no 1076
[14]  Ibid, hadist no 1069
[15] Slamet abidin dkk, Fiqih munakahat 1 hal 156
[16] Abdurrahman Ghazali, Fiqh Munakahat, Kencana, Jakarta: 2006 Hal 74

[17] Salim basyarahil abdul aziz, anaku inilah nasehatku, hal. 392
[18] Ibid. hal 397-399

[19] Ibid. Hal. 394-395
[20] Rahmat Hakim Hukum Perkawinan Isalm, Pustaka Setia, Bandung: 2000 hal 85

[21] Ibid. Hal 87
[22] Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum Islam, Rajawali Pers, Jakarta:2002 Hal 38

[23] Ibid. Hal 40

No comments:

Post a Comment