BAB II
PEMBAHASAN
A.
PERNIKAHAN
Pernikahan dalam
islam ialah suatu akad atau perjanjian mengikat antara seorang laki-laki dan
perempuan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak dengan
suka rela dan kerelaan kedua belah pihak merupakan suatu kebahagiaan hidup
berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang dan ketentraman (sakinah) dengan
cara-cara yang di ridhloi Allah SWT.[1]
Pada
hakekatnya Pernikahan adalah ikatan lahir
batin manusia untuk hidup brsama antara seorang pria dan seorang wanita untuk
membentuk keluarga (rumah tangga) yang kekal, bahagia dan sejahtera.
Sacara
bahasa Az-zawaaj adalah kata dalam bahasa arab yang menunjukan arti: bersatunya
dua perkara, atau bersatunya ruh dan badan untuk kebangkitan. Sebagaimana
firman Allah ‘azza wa jalla (yang artinya):
#sÎ)ur â¨qàÿZ9$# ôMy_Íirã ÇÐÈ
Artinya :
“Dan apabila ruh-ruh dipertemukan (dengan
tubuh)” (Q.S At-Takwir :7)
Dilihat dari segi agama pernikahan itu
memiliki, dua cara pengartiannya yaitu:
1. Pengertian secara bahasa
Al-nikah
yutlaq ‘ala al-wat’ wa ‘ala al-‘aqd dun al-wat’. Kata al-nikah secara umum
digunakan dalam makna persetubuhan, namun juga bermakna akad tanpa
persetubuhan.
2. Pengertian secara istilah
Secara umum Fuqaha’ memberikan definisi
perkawinan sebagai berikut:
عقد يفيد
حل استمتاع كل من العاقدين بالآخر علي الوجه المشروع
“Sebuah akad yang menghalalkan bagi kedua belah
pihak untuk bersenang-senang sesuai dengan syariat.”
Definisi
yang demikian memberikan kesan, bahwa perkawinan itu hanya berkaitan dengan
hasrat seksual, padahal tidak demikian. Oleh karena itu, al-Imam Muhammad Abu
Zahrah memberikan definisi perkawinan yang menampakkan tujuan perkawinan yang
sebenarnya:
عقد يفيد
حل العشرة بين الرجل والمرأة , وتعاونهما , ويحدد ما لكليهما من حقوق وما عليه من
واجبات
“(Perkawinan
yaitu) sebuah akad yang bermanfaat menghalalkan hubungan intim antara seorang
laki-laki dan seorang perempuan, kerjasama di antara keduanya, serta menentukan
hak dan kewajiban masing-masing”.
a. Syarat-Syarat Sah Perkawinan/Pernikahan
1.
Mempelai
Laki-Laki / Pria
Ø Agama
Islam
Ø Tidak dalam paksaan
Ø Pria / laki-laki normal
Ø Tidak punya empat atau lebih istri
Ø Tidak dalam ibadah ihram haji atau umroh
Ø Bukan mahram calon istri
Ø Yakin bahwa calon istri halal untuk dinikahi
Ø Cakap hukum dan layak berumah tangga
Ø Tidak ada halangan perkawinan[2]
2.
Mempelai
Perempuan / Wanita
·
Beragama
Islam
·
Wanita /
perempuan normal (bukan bencong/lesbian)
·
Bukan
mahram calon suami
·
Mengizinkan
wali untuk menikahkannya
·
Tidak
dalam masa iddah
·
Tidak
sedang bersuami
·
Belum
pernah li'an
·
Tidak
dalam ibadah ihram haji atau umrah
3.
Syarat
Wali Mempelai Perempuan
§ Pria beragama islam
§ Tidak ada halangan atas perwaliannya
§ Punya hak atas perwaliannya
4. Syarat
Bebas Halangan Perkawinan Bagi Kedua Mempelai
Tidak
ada hubungan darah terdekat (nasab)
Tidak ada
hubungan persusuan (radla'ah)
Tidak
ada hubungan persemendaan (mushaharah)
Si pria
punya istri kurang dari 4 orang dan dapat izin istrinya
Tidak
dalam ihram haji atau umrah
Tidak
berbeda agama
Si
wanita tidak dalam masa iddah
Si
wanita tidak punya suami
5. Syarat-Syarat
Syah Bagi Saksi Pernikahan/Perkawinan
v Pria / Laki-Laki
v Berjumlah dua orang
v Sudah dewasa / baligh
v Mengerti maksud dari akad nikah
v Hadir langsung pada acara akad nikah
6. Syarat-Syarat/Persyaratan
Akad Nikah Yang Syah :
Ø Ada ijab (penyerahan wali)
Ø Ada qabul (penerimaan calon suami)
Ø Ijab memakai kata nikah atau sinonim yang
setara.
Ø Ijab dan
kabul jelas, saling berkaitan, satu majelis, tidak dalam ihrom haji/umroh.
Ulama Hanafi mengatakan bahwa syarat pernikahan berhubungan dengan
sighat dan sebagian lagi berhubungan dengan akad, serta sebagian lagi dengan
saksi:
a. Sigat, yaitu ibarat ijab dan
qabul. Syaratnya adalah:
Menggunakan lafal tertentu, baik sarih maupun kinayah
Dilakukan dalam satu majlis
Didengar oleh saksi
Antara ijab dan qabul tidak berbeda maksud dan tujuan
Lafal sigat tidak disebut untuk waktu tertentu[3]
b. Akad, dengan syarat apabila
kedua pengantin berakal, balig dan merdeka
c. Saksi, harus terdiri dari dua
orang. Syaratnya adalah:
§
Berakal
§
Balig
§
Merdeka
§
Islam
§
Keduanya mendengar
b. Rukun-Rukun Pernikahan/Perkawinan Sah
Ada
calon mempelai pengantin pria dan wanita
Ada wali
pengantin perempuan
Ada dua
orang saksi pria dewasa
Ada ijab
(penyerahan wali pengantin wanita) dan ada qabul (penerimaan dari pengantin
pria)
c. Pantangan / Larangan-Larangan Dalam
Pernikahan/Perkawinan
v Ada hubungan mahram antara calon mempelai pria
dan wanita
v Rukun nikah tidak terpenuhi
v Ada yang murtad keluar dari agama islam
d. Menurut
Undang-Undang Perkawinan
·
Perkawinan/pernikahan
didasari persetujuan kedua calon mempelai
·
Bagi
calon yang berusia di bawah 21 tahun harus punya izin orang tua atau wali yang
masih ada hubungan darah dalam garis keturunan lurus atau melalui putusan
pengadilan
·
Umur
atau usia minimal untuk menikah untuk pria/laki-laki berusia 19 tahun dan untuk
wanita/perempuan berumur paling tidak 16 tahun
Adapun
unsur atau rukun-rukun perkawinan menurut jumhur ulama adalah sebagai berikut:
- Adanya calon suami dan istri yang akan melakukan pernikahan
- Adanya wali dari pihak calon pengantin wanita
- Adanya dua orang saksi
- Sigat akad nikah[4]
Imam Malik
berkata bahwa rukun pernikahan itu ada lima macam:
- Wali dari pihak perempuan
- Mahar
- Calon pengantin pria
- Calon pengantin perempuan
- Sigat akad nikah
Sedangkan
Imam Syafii berpendapat bahwa rukun perkawinan ada lima macam, diantaranya:
- Calon pengantin laki-laki
- Calon pengantin perempuan
- Wali
- Dua orang saksi
- Sigat/akad nikah
e. Hukum Pernikahan dalam Islam
1. Pernikahan Yang Wajib Hukumnya
Menikah itu wajib hukumnya bagi seorang yang sudah mampu secara
finansial dan juga sangat beresiko jatuh ke dalam perzinaan. Hal itu disebabkan
bahwa menjaga diri dari zina adalah wajib. Maka bila jalan keluarnya hanyalah
dengan cara menikah, tentu saja menikah bagi seseorang yang hampir jatuh ke dalam
jurang zina wajib hukumnya.
Imam Al-Qurtubi berkata bahwa para ulama tidak berbeda pendapat
tentang wajibnya seorang untuk menikah bila dia adalah orang yang mampu dan
takut tertimpa resiko zina pada dirinya. Dan bila dia tidak mampu, maka Allah
SWT pasti akan membuatnya cukup dalam masalah rezekinya, sebagaimana firman-Nya
:[5]
É#Ïÿ÷ètGó¡uø9ur tûïÏ%©!$# w tbrßÅgs %·n%s3ÏR 4Ó®Lym ãNåkuÏZøóã ª!$# `ÏB ¾Ï&Î#ôÒsù 3 tûïÏ%©!$#ur tbqäótGö6t |=»tGÅ3ø9$# $£JÏB ôMs3n=tB öNä3ãZ»yJ÷r& öNèdqç7Ï?%s3sù ÷bÎ) öNçGôJÎ=tæ öNÍkÏù #Zöyz ( Nèdqè?#uäur `ÏiB ÉA$¨B «!$# üÏ%©!$# öNä38s?#uä 4 wur (#qèdÌõ3è? öNä3ÏG»utGsù n?tã Ïä!$tóÎ7ø9$# ÷bÎ) tb÷ur& $YYÁptrB (#qäótGö;tGÏj9 uÚttã Ío4quptø:$# $u÷R9$# 4 `tBur £`gdÌõ3ã ¨bÎ*sù ©!$# .`ÏB Ï÷èt/ £`ÎgÏdºtø.Î) Öqàÿxî ÒOÏm§ ÇÌÌÈ
Artinya :
Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian
(diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. dan budak-budak
yang kamu miliki yang memginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat Perjanjian
dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah
kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu. dan
janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang
mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari Keuntungan
duniawi. dan Barangsiapa yang memaksa mereka, Maka Sesungguhnya Allah adalah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa itu.(QS.An-Nur : 33)
2. Pernikahan Yang Sunnah Hukumnya
Sedangkan yang tidak sampai diwajibkan untuk menikah adalah mereka
yang sudah mampu namun masih tidak merasa takut jatuh kepada zina. Barangkali
karena memang usianya yang masih muda atau pun lingkungannya yang cukup baik
dan kondusif.
Orang yang punya kondisi seperti ini hanyalah disunnahkan untuk
menikah, namun tidak sampai wajib. Sebab masih ada jarak tertentu yang
menghalanginya untuk bisa jatuh ke dalam zina yang diharamkan Allah SWT.
Bila dia menikah, tentu dia akan mendapatkan keutamaan yang lebih
dibandingkan dengan dia diam tidak menikahi wanita. Paling tidak, dia telah
melaksanakan anjuran Rasulullah SAW untuk memperbanyak jumlah kuantitas umat
Islam.
Dari Abi Umamah bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Menikahlah,
karena aku berlomba dengan umat lain dalam jumlah umat. Dan janganlah kalian
menjadi seperti para rahib nasrani. (HR. Al-Baihaqi 7/78)
Bahkan Ibnu Abbas ra pernah berkomentar tentang orang yang tidak
mau menikah sebab orang yang tidak sempurna ibadahnya.
3. Pernikahan Yang Haram Hukumnya
Secara normal, ada dua hal utama yang membuat seseorang menjadi
haram untuk menikah. Pertama, tidak mampu memberi nafkah. Kedua, tidak mampu
melakukan hubungan seksual. Kecuali bila dia telah berterus terang sebelumnya
dan calon istrinya itu mengetahui dan menerima keadaannya.
Selain itu juga bila dalam dirinya ada cacat pisik lainnya yang
secara umum tidak akan diterima oleh pasangannya. Maka untuk bisa menjadi halal
dan dibolehkan menikah, haruslah sejak awal dia berterus terang atas kondisinya
itu dan harus ada persetujuan dari calon pasangannya.
Seperti orang yang terkena penyakit menular yang bila dia menikah
dengan seseorng akan beresiko menulari pasangannya itu dengan penyakit. Maka
hukumnya haram baginya untuk menikah kecuali pasangannya itu tahu kondisinya
dan siap menerima resikonya.
Selain dua hal di atas, masih ada lagi sebab-sebab tertentu yang
mengharamkan untuk menikah. Misalnya wanita muslimah yang menikah dengan
laki-laki yang berlainan agama atau atheis. Juga menikahi wanita pezina dan
pelacur. Termasuk menikahi wanita yang haram dinikahi (mahram), wanita yang
punya suami, wanita yang berada dalam masa iddah.
Ada juga pernikahan yang haram dari sisi lain lagi seperti
pernikahan yang tidak memenuhi syarat dan rukun. Seperti menikah tanpa wali
atau tanpa saksi. Atau menikah dengan niat untuk mentalak, sehingga menjadi
nikah untuk sementara waktu yang kita kenal dengan nikah kontrak.[6]
4. Pernikahan Yang Makruh Hukumnya
Orang yang tidak punya penghasilan sama sekali dan tidak sempurna
kemampuan untuk berhubungan seksual, hukumnya makruh bila menikah. Namun bila
calon istrinya rela dan punya harta yang bisa mencukupi hidup mereka, maka
masih dibolehkan bagi mereka untuk menikah meski dengan karahiyah.
Sebab idealnya bukan wanita yang menanggung beban dan nafkah suami,
melainkan menjadi tanggung jawab pihak suami.
Maka pernikahan itu makruh hukumnya sebab berdampak dharar bagi
pihak wanita. Apalagi bila kondisi demikian berpengaruh kepada ketaatan dan ketundukan
istri kepada suami, maka tingkat kemakruhannya menjadi jauh lebih besar.
5. Pernikahan Yang Mubah Hukumnya
Orang yang berada pada posisi tengah-tengah antara hal-hal yang
mendorong keharusannya untuk menikah dengan hal-hal yang mencegahnya untuk
menikah, maka bagi hukum menikah itu menjadi mubah atau boleh. Tidak dianjurkan
untuk segera menikah namun juga tidak ada larangan atau anjuran untuk
mengakhirkannya.
Pada kondisi tengah-tengah seperti ini, maka hukum nikah baginya
adalah mubah.
B.
KHITHBAH (PINANGAN)
Khithbah (pinangan) ialah ajakan kawin kepada seorang perempuan
dengan wasilah yang sudah dikenal oleh masyarakat luas, jika ada kecocokan maka
terjadilah perjanjian akan menikah. Perlu diingat, tidak halal bagi seorang
muslim melamar perempuan yang sudah dipinang saudaranya.
Cara
Meminang :
1.
Meminang Sendiri
Meminang sendiri perempuan yang hendak dijadikan istri atau kepada wali
atau orang tuanya merupakan salah satu cara meminang yang dibenarkan oleh
syari'at Islam. Cara semacam ini halal kita praktekkan, baik kepada perempuan
yang masih perawan atau yang sudah menjadi janda.
2.
Meminang Oleh Orang Tua/Wali
Tradisi orang tua atau keluarga laki-laki datang meminang kepada keluarga
atau wali perempuan, yang merupakan kebiasaan yang berlaku sebelum datangnya
Islam ke tengah masyarakat Arab, sudah diterima oleh Islam. Kebiasaan yang
telah diterima oleh Islam berarti menjadi suatu syari'at yang dibenarkan oleh
Islam.
3.
Meminang Oleh Utusan
Peminangan bisa dilakukan oleh utusan. Seseorang bisa meminta bantuan
kepada orang lain untuk meminang perempuan yang diinginkan menjadi istri bagi
dirinya. Dengan bantuan utusan yang jujur dan dapat dipercaya ia bisa mendapatkan
apa yang diinginkannya.
Syarat
utusan yang harus dipenuhi antara lain:
·
Taat beragama
·
Bersifat adil dan jujur
·
Memiliki kedewasaan dalam mempertimbangkan sesuatu;
·
Tidak memiliki rasa permusuhan atau kebencian terhadap orang yang
dipinang
·
Secara umum dipercaya oleh lingkungan atau masyarakatnya.
4.
Meminang Oleh Pemimpin
Adanya tuntunan Rosulullah saw. seperti diungkapkan dalam Hadist di
atas hendaknya menjadi pelajaran bagi seluruh umat Islam bahwa seorang muslim
dapat meminang seorang perempuan melalui pemimpin yang dipercaya. Hal ini telah
dicontohkan oleh Rosulullah sebagai perbuatan yang diridlai.
5.
Meminang Langsung Kepada Calon Seperti nomor 1.
Seorang laki-laki yang menginginkan seorang perempuan untuk menjadi
istrinya boleh langsung meminang perempuan bersangkutan tanpa melalui wali atau
orang tuanya. Perempuan yang masih perawan boleh langsung menerima pinangan
laki-laki yang
menginginkannya atau boleh juga melalui perantara yang menjadi wakil laki-laki tersebut.
menginginkannya atau boleh juga melalui perantara yang menjadi wakil laki-laki tersebut.
6.
Meminang Kepada Orang Tua/Wali
Orang tua atau wali yang menerima pinangan sama sekali tidak berhak
memaksa anak perempuannya untuk menerima kehendaknya. Sebab, pernikahan yang
dilakukan bukan atas dasar saling suka tidak sah.
7.
Melihat Yang Dipinang
Setelah menemukan jodoh pilihannya, seorang laki-laki seyogyanya lebih
dulu melihat perempuan yang akan dipinangnya. Hal ini dimaksudkan agar ia dapat
mengetahui daya tariknya, misalnya kecantikannya, yang bisa jadi merupakan
salah satu faktor yang
mendorongnya untuk mempersunting perempuan tersebut. Selain itu, melihat calon yang dipinang dimaksudkan agar laki-laki bersangkutan dapat mengetahui cacat atau aib perempuan tersebut yang bisa menjadi penyebab ketidaktertarikannya, sehingga ia
membatalkan niatnya untuk meminang.
mendorongnya untuk mempersunting perempuan tersebut. Selain itu, melihat calon yang dipinang dimaksudkan agar laki-laki bersangkutan dapat mengetahui cacat atau aib perempuan tersebut yang bisa menjadi penyebab ketidaktertarikannya, sehingga ia
membatalkan niatnya untuk meminang.
9.
Tidak Menandai Pinangan Dengan Tukar Cincin
Maksudnya, orang yang meniru tradisi yang dilakukan oleh golongan di
luar Islam dikatakan sebagai golongannya. Orang yang meniru hal-hal semacam itu
dikategorikan sebagai orang yang melakukan perbuatan jahiliyah, sedangkan
tiap-tiap perbuatan jahiliyah haram
dilakukan.
dilakukan.
Bertukar cincin bukan cara Islam dan bukan pula cara bangsa-bangsa Asia,
melainkan cara bangsa Roma (Eropa) yang mendapat pengesahan dari gereja. Jadi,
tukar cincin pada mulanya bukan cara umat Kristiani, melainkan warisan
kebudayaan Romawi. Sering terjadi di tengah masyarakat kita laki-laki dan
perempuan yang telah bertukar cincin bebas bergaul berduaan, pergi bersama-sama
seperti suami istri, berbincang, dan bercengrama sehingga merusak tata
pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Perbuatan semacam
ini dilarang oleh Islam.
Perempuan
Yang Tidak Boleh Dipinang :
Perempuan Yang Bersuami
Perempuan Yang Sedang Dipinang
Perempuan Dalam Masa Iddah
Perempuan Yang Sedang Ihram
Masa
Pinangan Dan Pembatalan Pinangan
1.
Masa Pinangan
Dalam Islam tidak ada ketentuan tentang jarak waktu atau masa pinangan
dengan pernikahan. Jadi, begitu meminang, saat itu pula keduanya boleh
melakukan akad nikah.
Karena jarak meminang dengan pelaksanaan pernikahan sama sekali tidak
ada ketentuannya dalam Islam, kapan pun orang melakukan pernikahan setelah
meminang dibenarkan. Bahkan sebaiknya pernikahan dilakukan sesegera mungkin
setelah meminang. Hukum menyegerakan akad nikah setelah meminang adalah sunnah.
2.
Pembatalan Pinangan
Pembatalan pinangan berarti membatalkan perjanjian hendak melakukan
akad nikah. Maksud Hadist di atas ialah bahwa membatalkan suatu perjanjian tanpa
suatu alasan yang sah adalah termasuk perbuatan tercela, bahkan pelakunya
dipandang sebagai orang munafik.
Membatalkan pinangan ini menjadi hak masing-masing yang tadinya telah
mengikat perjanjian. Terhadap orang yang menyalahi janji dalam pinangan, Islam
tidak menjatuhkan hukuman material, sekalipun perbuatan itu dipandang tercela
oleh sebagian orang.
Mahar yang telah diberikan oleh peminang kepada pinangannya berhak diminta
kembali, karena mahar diberikan sebagai ganti dan imbalan perkawinan. Selama
perkawinan itu belum terlaksana, pihak perempuan belum mempunyai hak sedikit
pun atasnya dan ia wajib mengembalikan kepada pemiliknya.
Membatalkan pinangan tidak diharamkan oleh Islam dan menurut hukum Islam,
pihak yang menerima pembatalan tidak dapat menuntut apa pun dari yang
bersangkutan. Segala pemberian kepada yang dipinang tidak boleh diminta secara
paksa kecuali maskawin. Selama tidak ada perjanjian untuk mengembalikan, segala
macam pemberian menjadi hak penerima.
C.
Walimah
1.
Definisi Walimah
Walimah bersala dari kata “al walamu” yang berarti berkumpul. Hal
ini dikarenakan walimah adalah saat dimana suami dan istri dapat berkumpul. Walimatul
urus adalah sebuah acara yang disusun sedemikian rupa untuk memperingati
bertemunya suami istri.
2.
Tata Cara Mengadakan Walimah
Setiap masyarakat mempunyai tata cara tersendiri dalam mengdakan
walimah. Masing masing anggota kelompok mempunyai karakteristik tersendiri
tentang resepsi pernikahan yang mereka adakan. Ketetuan acara walimah yang
sesuai dengan agam islam adalah:
a). Niat Yang Benar
Hal pertama yang harus kita luruskan
adalah niat. Karena sesuatu yang diniatkan dengan baik akan menjadi amal saleh.
Sehingga, harta yang dibelanjakan dan waktu yang diluangkan akan diganti dengan
pahala.
b). Membuat dan menyediakan hidangan sesuai kebutuhan.
وَعَنْ صَفِيَّةَ بِنْتِ شَيْبَةَ قَالَتْ : ( أَوْلَمَ اَلنَّبِيُّ
صلى الله عليه وسلم عَلَى بَعْضِ نِسَائِهِ بِمُدَّيْنِ مِنْ شَعِيرٍ “Shafiyyah
Binti Syaibah Radliyallaahu 'anhu berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
mengadakan walimah terhadap sebagian istrinya dengan dua mud sya'ir[7]”
c). Hendaknya Mengundang Karib Kerabat, Tetangga dan Rekan-Rekan
“Anas
berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah berdiam selama tiga malam
di daerah antara Khaibar dan Madinah untuk bermalam bersama Shafiyyah (istri
baru). Lalu aku mengundang kaum muslimin menghadiri walimahnya. Dalam walimah
itu tak ada roti dan daging. Yang ada ialah beliau menyuruh membentangkan tikar
kulit. Lalu ia dibentangkan dan di atasnya diletakkan buah kurma, susu kering,
dan samin[8]”
Mengundang karib kerabat dalam acara
walimah akan mempererat tali silaturahim. Sedangkan, mengundang tetangga dapat
mendatangkan kebaikan. Selain itu, mengundang rekan rekan akan melanggengkan
kasih sayang dan menambah rasa cinta.
d). Hindari Perkara Perkara Mungkar
Sebuah
perkara sunnah, walimah, akan dapat menjadi perkara haram jika didalamnya disertakan
perkara mungkar.
3.
Waktu Walimah
Ketentuan waktu mengadakan walimah:
وَعَنْ أَنَسٍ قَالَ : ( أَقَامَ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم
بَيْنَ خَيْبَرَ وَالْمَدِينَةِ ثَلَاثَ لَيَالٍ , يُبْنَى عَلَيْهِ بِصَفِيَّةَ ,
فَدَعَوْتُ اَلْمُسْلِمِينَ إِلَى وَلِيمَتِهِ , فَمَا كَانَ فِيهَا مِنْ خُبْزٍ
وَلَا لَحْمٍ , وَمَا كَانَ فِيهَا إِلَّا أَنْ أَمَرَ بِالْأَنْطَاعِ ,
فَبُسِطَتْ , فَأُلْقِيَ عَلَيْهَا اَلتَّمْرُ , وَالْأَقِطُ , وَالسَّمْن )ُ.
“Dari Ibnu Mas'ud
Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:
"Makanan walimah pada hari pertama adalah layak, pada hari kedua adalah
sunat, dan pada hari ketiga adalah sum'ah (ingin mendapat pujian dan nama
baik). Barangsiapa ingin mencari pujian dan nama baik, Allah akan menjelekkan namanya."
Hadits gharib riwayat Tirmidzi. Para perawinya adalah perawi-perawi kitab
shahih Bukhari.” [9]
Pada dasarnya waktu
mengadakan walimah adalah sewaktu waktu. Karena tidak ada waktu terlarang untuk
menikah. Sehingga, kalau mau mengadakan acara walimah pada jam 12.00 malam
jumat kliwon, terserah saja.
Hukum Seputar Walimah
1. Hukum
Mengadakan Walimah
Dasar:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله
عليه وسلم رَأَى عَلَى عَبْدِ اَلرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ أَثَرَ صُفْرَةٍ , قَالَ :
مَا هَذَا ? , قَالَ : يَا رَسُولَ اَللَّهِ ! إِنِّي تَزَوَّجْتُ اِمْرَأَةً
عَلَى وَزْنِ نَوَاةٍ مِنْ ذَهَبٍ. فَقَالَ : فَبَارَكَ اَللَّهُ لَكَ , أَوْلِمْ
وَلَوْ بِشَاةٍ
“Dari
Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah
melihat bekas kekuningan pada Abdurrahman Ibnu Auf. Lalu beliau bersabda:
"Apa ini?". Ia berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah
menikahi seorang perempuan dengan maskawin senilai satu biji emas. Beliau
bersabda: "Semoga Allah memberkahimu, selenggarakanlah walimah walaupun
hanya dengan seekor kambing." Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Muslim[10]”
Dalam kalimat “Selenggarakanlah acara pernikahan meskipun hanya
dengan seekor kambing”, dapat kita ketahui bahwa hokum mengadakan walimah adalah
wajib.
Beberapa ulama berpendapat bahwa hokum mengadakan walimah adalah
sunnah.
2. Hukum Memenuhi Undangan Walimah
Pendapat
terbesar dalam menghadiri walimah
a). Sunnah
Pendapat ini muncul berdasar esensi walimah yang disamakan dengan
penerimaan harta. Dapat kita bayangkan bahwa walimah tak ubahnya seperti bagi
bagi rejeki. Bila kita menghadiri, konsekuesinya pahala. Sedangkan bagi yang
menolak, maka konsekuesinya adalah nothing, kita tidak mendapat apapun.
b). Wajib Kifayah
Pendapat ini muncul dengan mengambil esensi bahwa walimah
mengandung dua tujuan. yaitu:
Ø Mengumumkan
pernikahan
Ø Membedakanya
dari zina
c). Wajib
Dasar:
وَعَنْهُ قَالَ :
قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم : إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ فَلْيُجِبْ
; فَإِنْ كَانَ صَائِمًا فَلْيُصَلِّ , وَإِنْ كَانَ مُفْطِرًا فَلْيُطْعَمْ
“Dari
Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam bersabda: "Apabila seorang di antara kamu diundang hendaknya ia
memenuhi undangan tersebut, jika ia sedang puasa hendaknya ia mendoakan, dan
jika ia tidak puasa hendaknya ia makan."[11]
Dari keterangan hadist diatas, dapat kita ketahui bahwa hukum
mengadakan walimah adalah wajib. Mutlak, dan bersifat individualis.
Secara rinci, undangan walimah itu wajib dihadiri, apabila memenuhi
syarat sebagai berikut[12]:
v Pengundangnya
mukalaf, berakal sehat, dan merdeka
v Undanganya
tidak dikhususkan kepada orang yg kaya saja.
v Undanganya
tidak dikhususukan kepada orang orang yg disenangi dan dihormati
v Belum didahulu
oleh undangan lain. Bila didahului oleh undangan lain, maka yang pertama harus
didahulukan. Hal ini sesuai hadist yang berbunyi
وَعَنْ رَجُلٍ مِنْ أَصْحَابِ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ :
( إِذَا اِجْتَمَعَ دَاعِيَانِ , فَأَجِبْ أَقْرَبَهُمَا بَابًا , فَإِنْ سَبَقَ
أَحَدُهُمَا فَأَجِبِ اَلَّذِي سَبَقَ ) رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ , وَسَنَدُهُ
ضَعِيفٌ
“Salah
seorang sahabat Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berkata: Apabila dua orang
mengundang secara bersamaan, maka penuhilah orang yang paling dekat pintu
(rumah)nya. Jika salah seorang di antara mereka mengundang terlebih dahulu,
maka penuhilah undangan yang lebih dahulu”[13]
Yang diundang
tidak ada uzur syar’i.
Memperhatikan syarat syarat diatas, dapat kita ketahui bahwa
apabila walimah dalam pesta perkawinan berhukum makruh bila hanya mengundang
orang orang kaya saja. Hal ini sesuai dengan hadist:
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ
صلى الله عليه وسلم ( شَرُّ اَلطَّعَامِ طَعَامُ اَلْوَلِيمَةِ: يُمْنَعُهَا مَنْ
يَأْتِيهَا , وَيُدْعَى إِلَيْهَا مَنْ يَأْبَاهَا , وَمَنْ لَمْ يُجِبِ
اَلدَّعْوَةَ فَقَدْ عَصَى اَللَّهَ وَرَسُولَهُ ) أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ
“Dari
Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam bersabda: "Sejahat-jahatnya makanan ialah makanan walimah, ia
ditolak orang yang datang kepadanya dan mengundang orang yang tidak diundang.
Maka barangsiapa tidak memenuhi undangan tersebut, ia telah durhaka kepada
Allah dan Rasul-Nya."[14]
Hikmah Walimah
Diadakanya
walimah dalam pwsta perkawinan mempunyai beberapa hikmah. Antara lain sebagai
berikut:
1.
Merupakan rasa syukur kepada Alloh SWT
2.
Tanda penyerahan anak gadis kepada suami dari kedua orang tuanya
3.
Sebagai tanda resmi adanya akad nikah
4.
Sebagai tanda baru memulai hidup suami istri[15]
D.
MAHAR
Mahar atau shadaaq dan shidaaq adalah maskawin
yang termasuk wajib dalam pelaksanaan akad nikah.islam mengangkat derajat wajib
dan mewajibkan wanita untuk menerima masayahnya sendiri maupun orang yang
terdekat tidak berhak mengambil apa pun ,kecuali dengan keridhaannya.[16]
Adapun besar kecilnya maskawin ditetapkan atas
persetujuan kedua pihak dan harus diilakukan dengan iklas. Maskawin bukan
berarti harga beli atau harga jual seorang wanita.kita menyadari bahwa baik
pria maupun wanita adalah saling membutuhkan. Akan tetapi, adanya kewajiban
pemberian mahar atas pria lebih membutuhkan wanita.
Ø Ketentuan besarnya mahar Islam tidak pernah
memberi batasan pada mahar baik banyaknya atau sedikitnya. Karena kemampuan
atau keinginan manusia dalam memberikan mahar berbeda beda sehingga tidak
mungkin diberikan batasan terhadap mereka sebagaimana tidak mungkin pula
diberikan batasan terhadap harga barang – branag yang ia sukai dengan batas
tertentu. Allah berfirman :
Artinya : Dan hendaklah kamu berikan suatu
pemberian kepada mereka orang yang mampu menurut kemampuannya (pula) yaitu
pemberian menurut yang patut. yang demikian itu merupakan ketentuan bagi
orang-orang yang berbuat kebaikan.
Ø Mahar sebagai ketentuan sahnya Pernikahan Dalam
pernikahan merupakan pemberian wajib dari mempelai laki-laki kepada mempelai
perempuan. Dengan mahar ini akan terbedakan antara pernikahan dan perzinaan.
E.
TALAK
Talak menurut bahasa bermaksud melepaskan
ikatan dan menurut syarak pula, talak membawa maksud melepaskan ikatan perkawinan dengan lafaz
talak dan seumpamanya. Talak merupakan suatu jalan penyelesaian yang terakhir sekiranya
suami dan isteri tidak dapat hidup bersama dan mencari kata
sepakat untuk mecari kebahagian berumah tangga.[17]
·
Hukum
Talak
Perceraian adalah sesuatu yang dihalalkan tapi
paling dibenci allah,
·
Hukum Talak
Wajib :
|
a)
Jika
perbalahan suami isteri tidak dapat didamaikan lagi
b)
Dua orang
wakil daripada pihak suami dan isteri gagal membuat kata sepakat untuk
Perdamaian rumah tangga mereka Apabila pihak tadi berpendapat bahwa talak
adalah lebih baik
c)
Jika tidak
diceraikan keadaan sedemikian, maka berdosalah suami
|
Haram :
|
2)
Ketika
keadaan suci yang telah disetubuhi
3)
Ketika suami
sedang sakit yang bertujuan menghalang isterinya daripada menuntut harta
pusakanya
4)
Menceraikan
isterinya dengan talak tiga sekali gus atau talak satu tetapi disebut
berulang kali sehingga cukup tiga kali atau lebih
|
Sunat :
|
a)
Suami tidak
mampu menanggung nafkah isterinya
b)
Isterinya
tidak menjaga maruah dirinya
|
Makruh :
|
Suami
menjatuhkan talak kepada isterinya yang baik, berakhlak mulia dan mempunyai pengetahuan
agama
|
Harus :
|
Suami yang
lemah keinginan nafsunya atau isterinya belum datang haid atau telah putus
haidnya.[18]
|
· Jenis Talak :
Talak Raj’i
Suami
melafazkan talak satu atau talak dua kepada isterinya. Suami boleh merujuk
kembali isterinya ketika masih dalam idah. Jika tempoh idah telah tamat, maka
suami tidak dibenarkan merujuk melainkan dengan akad nikah baru.
Talak Bain
Suami
melafazkan talak tiga atau melafazkan talak yang ketiga kepada isterinya.
Isterinya tidak boleh dirujuk kembali. Si suami hanya boleh merujuk setelah
isterinya berkahwin lelaki lain, suami barunya menyetubuhinya, setelah
diceraikan suami barunya dan telah habis idah dengan suami barunya.
Talak Sunni
Suami
melafazkan talak kepada isterinya yang masih suci dan tidak disetubuhinya
ketika dalam tempoh suci
Talak Bid’i
Suami melafazkan talak kepada isterinya ketika
dalam haid atau ketika suci yang disetubuhinya.
Talak Taklik
Talak
taklik ialah suami menceraikan isterinya bersyarat dengan sesuatu sebab atau
syarat. Apabila syarat atau sebab itu dilakukan atau berlaku, maka terjadilah
penceraian atau talak.[19]
·
Penyebab
pertengkaran dan perceraian
Ikatan dalam hubungan suami istri seharusnya
kokoh dan etar,tidak boleh diremehkan seenaknya saja.segala usaha dan perbuatan
yang dapat melemahkan hubungan dan ikatan itu dilarang oleh agama dan harus
dijauhi.adapun perbuatan –perbuatan yang dapat melemahkan hubungan dan ikatan
tersebut adalah sebagai berukut:
Cekcok dan
bertengkar
Prasangka,cemburu,curiga,dan
mencari-cari kesalahan lain.prasangka yang tidak benar akan meenyebab tuduhan
lalu menimbulkan percekcokan dan pertengkaran .
Saling menuntut
hak secara berlebihan yang membebani pasangan.
Adanya pihak
ketiga yang mencampuri dan mempengaruhi urusan keluarga mereka.
Adanya sikapketiga
yang membanding-bandingkan pasangan dengan orang lain.
F.
RUJUK
A.
Pengertian Rujuk
Rujuk adalah mengembalikan istri yang telah ditalak pada pernikahan
yang asal sebelum diceraikan. Rujuk menurut bahasa artinya kembali
(mengembalikan). Adapun yang dimaksud rujuk disini adalah mengembalikan status
hukum perkawinan secara penuh setelah terjadi talak raj’i yang dilakukan oleh
mantan suami terhadap mantan istrinya dalam masa iddahnya dengan ucapan
tertentu.[20]
Menurut bahasa Arab, kata ruju’ berasal dari kata raja’ a-yarji’
u-rujk’an yang berarti kembali, dan mengembalikan. Sedangkan secara
terminology, ruju’ artinya kembalinya seorang suami kepada istrinya yang di
talak raj’I, tanpa melalui perkawinan dalam masa ‘iddah. Ada pula para ulama
mazhab berpendapat dalam istilah kata ruju’ itu adalah menarik kembali wanita
yang di talak dan mempertahankan (ikatan) perkawinannya. Hukumnya, menurut
kesepakatan para ulama mazhab, adalah boleh. Menurut para ulama mazhab ruju’ juga
tidak membutuhkan wali, mas kawin, dan juga tidak kesediaan istri yang ditalak.
Firman Allah SWT:
Firman Allah SWT:
àM»s)¯=sÜßJø9$#ur ÆóÁ/utIt £`ÎgÅ¡àÿRr'Î/ spsW»n=rO &äÿrãè% 4 wur @Ïts £`çlm; br& z`ôJçFõ3t $tB t,n=y{ ª!$# þÎû £`ÎgÏB%tnör& bÎ) £`ä. £`ÏB÷sã «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# 4 £`åkçJs9qãèç/ur ,ymr& £`ÏdÏjtÎ/ Îû y7Ï9ºs ÷bÎ) (#ÿrß#ur& $[s»n=ô¹Î) 4 £`çlm;ur ã@÷WÏB Ï%©!$# £`Íkön=tã Å$rá÷èpRùQ$$Î/ 4 ÉA$y_Ìh=Ï9ur £`Íkön=tã ×py_uy 3 ª!$#ur îÍtã îLìÅ3ym ÇËËÑÈ
Artinya :
Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga
kali quru'. tidak boleh mereka Menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam
rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan suami-suaminya
berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki
ishlah. dan Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut
cara yang ma'ruf. akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan
daripada isterinya. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS Al Baqarah : 228)
Dapat di rumuskan bahwa ruju’ ialah mengembalikan setatus hukum
perkawinan secara penuh setelah terjadinya talak raj’I yang dilakukan oleh
bekas suami terhadap bekas istrinya dalam masa idddah, dengan ucapan tertentu.
Perceraian ada tiga cara, yaitu :
1.
Talaq bain qubra (talaq tiga). Laki-laki tidak boleh rujuk lagi dan
tidak sah menikah lagi dengan bekas istrinya itu, keculi apbila si istri sudah
menukah dengan orang lain, sudah campur, sudah diceraikan, sudah habis pula
masa iddah, barulah suami pertama boleh menikahinya lagi.
2.
Talaq bain sughra (talaq tebus) dalam hal ini sumai tidak sah rujuk
lagi, tetapi bileh menikah lagi, baik dalam pada masa iddah maupun sesuadah
habis iddah.
3.
Talaq satu atau talaq dua, dinamakan talaq raj’i. Artinya si suami
boleh rujuk kembali kepada istrinya selama msih dalam masa iddah.
B.
Hukum Rujuk
a)
Wajib khusus bagi laki-laki yang mempunyai istri lebih dari satu
jika salah seorang ditalak sebelum gilirannya disempurnakannya.
b)
Haram apabila rujuk itu, istri akan lebih menderita.
c)
Makruh kalau diteruskan bercerai akan lebih baik bagi suami istri
d)
Jaiz, hukum asal Rujuk.
e)
Sunah jika rujuk akan membuat lebih baik dan manfaat bagi suami
istri
1. Hukum
ruju’ terhadap talak raj’I
Kaum muslimin telah sepakat bahwa suami mempunyai hak meruju;
istrinya selama istrinya itu dalam masa iddah, dan tidak atau tanpa
pertimbangan seorang istri ataupun persetujuan seorang istri.[21]
2. Hukum
ruju’ terhadap talak ba’in
Talak ba’in kadang-kadang terjadi dengan bilangan talak kurang dari
tiga, dan ini terjadi pada istri yang belum digauli tanpa diperselisihkan lagi,
dan pada istri
yang menerima khulu’ dengan terdapat perbedaan pendapat didalamnya. Hukum ruju’ setelah talak tersebut sama dengan nikah baru.
yang menerima khulu’ dengan terdapat perbedaan pendapat didalamnya. Hukum ruju’ setelah talak tersebut sama dengan nikah baru.
C.
Rukun Rujuk:
a)
Istri, syaratnya pernah dicampuri, talak raj’i, dan masih dalam
masa iddah, isteri yang tertentu yaitu kalau suami menalak beberapa istrinya
kemudian ia rujuk dengan salah seorang dari mereka dengan tidak ditentukan
siapa yang dirujukan-maka rujuknya itu tidak sah.
b)
Suami, syaratnya atas kehendak sendiri tidak dipaksa
c)
Saksi yaitu dua orang laki-laki yang adil.
d)
Sighat (lafal) rujuk ada dua, yaitu
Ø Terang-terangan
, misalnya “Saya rujuk kepadamu”
Ø Perkataan
sindiran, misalnya “Saya pegang engkau” atau “saya kawin engkau” dan
sebagainya, yaitu dengan kalimat yang boleh dipakai untuk rujuk atau yng
lainnya.
G.
FASAH
Fasah adalah putusnya perkawinan melalui pengadilan yang
hakikatnya hak suami-istri di sebabkan sesuati yang diketahui setelah akad
berlangsung. Misalnnya suatu penyakit yang muncul setelsah akad yang
menyebabkan pihak lain tidak dapat merasakan arti dan hakikat sebuah
perkawinan.[22]
Selain fasakh ada juga istilah yang hampir sama dengan fasakh yaitu
fasid. Maksud dari fasid adalah merupakan siuatu putusanb pengadilan yang
diwajibkan melalui persidangan bahwa perkawinan yang telah dilangsungkan
tersebut mempunyai cacat hokum, hal itu disebabkan misalnya tidak terpenuhinya
persyaratan atau rukun nukah atau disebabkan di langgarnya ketentuan yang
mengharamkan perkawinan tersebut.
Fasah
adalah bentuk perceraian yang terjadi atas permintaan isteri karena suaminya
sakit gila, sakit kusta, sakit sopak atau sakit berbahaya lainnya yang sukar
disembuhkan atau karena cacat badan lainnya yang menyebabkan suami tak dapat
melaksanakan sebagai suami.
Di dalam
Islam, jika suami merasa dirugikan dengan perilaku maupun kondisi isterinya, ia
berhak menjatuhkan talak, begitu pula sebaliknya, jika isteri merasa dirugikan
dengan perilaku dan kondisi suaminya, ia dapat mengajukan gugatan cerai, yang
dikenal dengan istilah khulu’.
H.
IDDAH
Iddah berasal dari
bahasa arab. Asal katanya adalah ‘adad yang artinya hitungan. Kaitannya dengan
kata itu adalah istri menghitung hari-hari masa haid atau masa sucinya.
Sedangkan menurut istilah, iddah adalah masa lamanya dimana seorang istri
menunggu tidak boleh menikah lagi setelah ditinggal mati suaminya atau dicerai
suaminya. Hukum dari iddah adalah wajib kecuali istri yang belum dicampuri.
Dalil dari hal tersebut adalah:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sÎ) ÞOçFóss3tR ÏM»oYÏB÷sßJø9$# ¢OèO £`èdqßJçGø)¯=sÛ `ÏB È@ö6s% br& Æèdq¡yJs? $yJsù öNä3s9 £`Îgøn=tæ ô`ÏB ;o£Ïã $pktXrtF÷ès? ( £`èdqãèÏnGyJsù £`èdqãmÎh| ur %[n#u| WxÏHsd ÇÍÒÈ
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sÎ) ÞOçFóss3tR ÏM»oYÏB÷sßJø9$# ¢OèO £`èdqßJçGø)¯=sÛ `ÏB È@ö6s% br& Æèdq¡yJs? $yJsù öNä3s9 £`Îgøn=tæ ô`ÏB ;o£Ïã $pktXrtF÷ès? ( £`èdqãèÏnGyJsù £`èdqãmÎh| ur %[n#u| WxÏHsd ÇÍÒÈ
Artinya
:
Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang
beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya Maka
sekali-sekali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta
menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut'ah dan lepaskanlah mereka itu dengan
cara yang sebaik- baiknya.
(Al-Ahzab:49)
Terkadang
selama masa iddah suami mengabaikan kewajiban. Padahal setelah diceraikan atau
ditinggal mati, kewajiban suami itu masih ada. Kewajiban itu antara lain
memberi istri:[23]
Talak raj'i dan taat : Sandang, pangan, dan papan
Talak ba'in hamil : Tempat tinggal, nafkah dan pakaian
Talak ba'in tidak hamil : Tempat tinggal ditinggal mati : Warisan
Karena
kondisi setiap istri ketika ditinggalkan oleh suaminya berbeda-beda, maka dalam
hal iddah pun masanya berbeda pula. Hal itu diterangkan dalam beberapa hadits
dan ayat yang ada. Masanya antara lain :
Ø Hamil : sampai
melahirkan
Ø Tidak hamil
dicerai : 3 kali suci/haid
Ø Tidak hamil
ditinggal mati : empat bulan sepuluh hari
Ø menopause/belum
haid : 3 bulan
Ø
Selama masa iddah, istri tidak boleh melakukan beberapa perbuatan
antara lain :
• Menerima
khitbah (lamaran) dari laki-laki lain kecuali dalam bentuk sindiran.
• Menikah
• Keluar rumah
•
Berhias(Al-Hidad/Al-Ihtidad).
Hukum
‘Iddah
‘Iddah
wajib bagi seorang isteri yang dicerai oleh suaminya, baik cerai karena
kernatian maupun cerai karena faktor lain. Dalil yang menjadi landasan nya
adalah firman Allah SWT:
tûïÏ%©!$#ur tböq©ùuqtFã öNä3ZÏB tbrâxtur
%[`ºurør& z`óÁ/utIt £`ÎgÅ¡àÿRr'Î/ spyèt/ör& 9åkôr&
#Zô³tãur ( #sÎ*sù z`øón=t/
£`ßgn=y_r& xsù yy$oYã_ ö/ä3øn=tæ $yJÏù z`ù=yèsù
þÎû £`ÎgÅ¡àÿRr&
Å$râ÷êyJø9$$Î/ 3 ª!$#ur $yJÎ/
tbqè=yJ÷ès?
×Î6yz ÇËÌÍÈ
Artinya :
Orang-orang
yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah
Para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari.
kemudian apabila telah habis 'iddahnya, Maka tiada dosa bagimu (para wali)
membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah
mengetahui apa yang kamu perbuat. (Al-Baqarah:
234)
Hikmah Disyari‘atkannya
‘Iddah
- Memberikan kesempatan kepada suami isteri untuk kembali kepada kehidupan rumah tangga, apabila keduanya masih melihat adanya kebaikan di dalam hal itu.
- Untuk mengetahui adanya kehamilan atau tidak pada isteri yang dicerai kan. Untuk selanjutnya memelihara jika terdapat bayi di dalam kandungannya, agar menjadi jelas siapa ayah dan bayi tersebut.
- Agar isteri yang diceraikan dapat ikut merasakan kesedihan yang dialami keluarga suaminya dan juga anak-anak mereka serta menepati permintaan suami. Hal ini jika ‘iddah tersebut di karenakan oleh kematian suami.
BAB III
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Pernikahan dalam islam
ialah suatu akad atau perjanjian mengikat antara seorang laki-laki dan
perempuan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak dengan
suka rela dan kerelaan kedua belah pihak merupakan suatu kebahagiaan hidup
berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang dan ketentraman (sakinah) dengan
cara-cara yang di ridhloi Allah SWT.
Khithbah (pinangan) ialah ajakan kawin kepada seorang perempuan
dengan wasilah yang sudah dikenal oleh masyarakat luas, jika ada kecocokan maka
terjadilah perjanjian akan menikah. Perlu diingat, tidak halal bagi seorang
muslim melamar perempuan yang sudah dipinang saudaranya.
Walimah bersala dari kata “al walamu” yang berarti berkumpul. Hal
ini dikarenakan walimah adalah saat dimana suami dan istri dapat berkumpul.
Walimatul urus adalah sebuah acara yang disusun sedemikian rupa untuk
memperingati bertemunya suami istri.
Mahar atau
shadaaq dan shidaaq adalah maskawin yang termasuk wajib dalam pelaksanaan akad
nikah.islam mengangkat derajat wajib dan mewajibkan wanita untuk menerima
masayahnya sendiri maupun orang yang terdekat tidak berhak mengambil apa pun
,kecuali dengan keridhaannya.
Talak menurut
bahasa bermaksud melepaskan ikatan dan menurut syarak pula, talak membawa
maksud melepaskan ikatan perkawinan dengan lafaz
talak dan seumpamanya. Talak merupakan suatu jalan penyelesaian yang terakhir sekiranya
suami dan isteri tidak dapat hidup bersama dan mencari kata
sepakat untuk mecari kebahagian berumah tangga.
Rujuk menurut bahasa artinya kembali (mengembalikan). Adapun yang
dimaksud rujuk disini adalah mengembalikan status hukum perkawinan secara penuh
setelah terjadi talak raj’i yang dilakukan oleh mantan suami terhadap mantan
istrinya dalam masa iddahnya dengan ucapan tertentu.
Fasah adalah putusnya perkawinan melalui pengadilan yang hakikatnya
hak suami-istri di sebabkan sesuati yang diketahui setelah akad berlangsung.
Misalnnya suatu penyakit yang muncul setelsah akad yang menyebabkan pihak lain
tidak dapat merasakan arti dan hakikat sebuah perkawinan.
Iddah berasal dari bahasa arab. Asal katanya adalah ‘adad yang
artinya hitungan. Kaitannya dengan kata itu adalah istri menghitung hari-hari
masa haid atau masa sucinya. Sedangkan menurut istilah, iddah adalah masa
lamanya dimana seorang istri menunggu tidak boleh menikah lagi setelah
ditinggal mati suaminya atau dicerai suaminya. Hukum dari iddah adalah wajib
kecuali istri yang belum dicampuri.
DAFTAR PUSTAKA
Mughniyah, Muhammad
Jawad. Fiqih Lima Madzhab. Lentera Jakarta 2006.
Rifa’I, H. Moh. Fiqih
Islam Lengkap. PT Karya Toha Putra, Semarang 2005
Rasjid
H. Sulaiman. Fiqih Islam.
Bandung: Sinar Baru Algesindo 2008
Muhammad
Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, Lentera
Sa’id
Abdul Aziz Al-Jandul, Wanita Diantara Fitrah, Hak Dan Kewajiban, Pustaka
Dariul Haq, Jakarta: 2003
Rahmat
Hakim Hukum Perkawinan Isalm, Pustaka Setia, Bandung: 2000
Abdurrahman
Ghazali, Fiqh Munakahat, Kencana, Jakarta: 2006
Jaih
Mubarok, Modifikasi Hukum Islam, Rajawali Pers, Jakarta:2002
Hasby
Ash-Sidiqi Taudhihul Ahkam, juz 5, Hukum-Hukum
Fiqih Islam, Bulan Bintang, Jakarta: 1991
No comments:
Post a Comment