Friday, October 17, 2014

Pengembangan Kurikulum PAI



MAKALAH
Tugas ini dibuat untuk memenuhi mata kuliah
Pengembangan Kurikulum PAI
Dosen Pembimbing: Ririn Suneti, M.Pd

Disusun oleh:
Moh. kamilus zaman


Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Tarbiyah
Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim
Malang

2011

KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, yang tentunya tanpa rahmat, karunia dan keberkahan-Nya kita tidak dapat merealisasikan aktivitas kita sehari-hari. Khususnya dalam menyelesaikan makalah ini. Sholawat serta salam semoga selalu mengalir kepada junjungan kita Rasulullah SAW, yang dengan perjuangannya serta pengorbanannya baik yang bersifat harta, jiwa dan raga tidak lain hanya untuk menyebarkan agama Islam serta risalah Allah SWT guna untuk mengantarkan umatnya pada jalan yang lurus dalam tujuan untuk mencapai kehidupan sejahtera dan bahagia didunia maupun akhirat.
Kami persembahkan rasa terimakasih yang tak terhingga kepada Ibu Ririn atas segala didikan serta perjuangannya guna mendidik mahasiswanya menjadi orang-orang yang berguna bagi dirinya, kedua orangtuanya, masyarakat sekitar serta umat Islam secara umumnya.
Selanjutnya dalam penulisan makalah ini kami selaku manusia biasa yang tentunya mesti banyak kesalahan serta kekeliruan, baik dari segi penulisan maupun penjelasan, kami mohon maaf yang tiada batas karena tidaklah ada yang sempurna di muka bumi ini kecuali yang telah Allah SWT ciptakan dengan kesempurnaan. Maka dari itu, manakala ada kekeliruan-kekeliruan, kami siap menerima saran serta kritikan yang sifatnya membangun untuk selalu memperbaiki dan membenahi kekurangan-kekurangan yang ada pada diri kami.
Malang, 30 Oktober  2011
Penyusun








BAB I
PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
Sekolah adalah institusi sosial yang mengemban tugas menyiapkan para siswa menjadi warga masyarakat, yang sesuai dengan cita-cita, harapan, dan nilai-nilai yang berlaku dan dianut oleh masyarakat tersebut. Oleh karena itu, program sekolah haruslah didasarkan dan diarahkan sejalan dengan kondisi ipoleksosbud (ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya) dari masyarakat tersebut. Dengan demikian, keberhasilan dan jalannya proses pendidikan harus dilaksanakan dalam suatu pola kurikulum yang terencana dan bertujuan sesuai dengan pandangan masyarakat.
Tujuan pendidikan (goal, objective, atau purpose) bukan saja bersifat mengarahkan, tetapi juga menjadi dasar dalam menentukan isi pelajaran, metode dan prosedur pengajaran maupun penilaian, bahkan mendasari motivasi kerja murid dan guru di sekolah. Melihat fungsi yang sedemikian penting ini, maka jelaslah bahwa tujuan pendidikan merupakan dasar yang sangat penting dalam penyusunan kurikulum.
Oleh karena itu, sewajarnyalah jika tujuan pendidikan mendapat kesempatan pertama dalam pembahasan masalah kurikulum ini, dalam rangka realisasi sistem pendidikan nasional.

1.2 Rumusan Masalah
1.   Apa yang di maksud dengan falsafah/filosofis?
2.   Jelaskanlah macam-macam aliran dalam landasan falsafah/filosofis?
3.   Apa landasan falsafah negara Pancasila sebagai dasar pendidikan nasional?


1.3 Tujuan Masalah
1.   Menjelaskan pengertian falsafah/filosofis
2.   Menjabarkan macam-macam aliran dalam landasan falsafah/filosofis
3.   Mengidentifikasi landasan falsafah negara Pancasila sebagai dasar pendidikan nasional




















BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Landasan Filosofis
Falsafah dalam arti sebenarnya adalah cinta akan kebenaran , yang merupakan rangkaian dari dua pengertian, yakni philen (cinta) dan shopia (kebajikan). Dalam batasan modern, filsafat diartikan sebagai ilmu yang berusaha memahami semua hal yang muncul di dalam keseluruhan lingkup pengalaman manusia, yang berharap agar manusia dapat mengerti dan memiliki pandangan menyeluruh dan sistematis mengenai alam semesta. Manusia merupakan bagian dari dunia (Barnadib, 1994: 11).
Sebagai induk dari semua pengetahuan (the mother of knowledge), filsafat dapat dirumuskan sebagai kajian tentang:
a.   Metafisika, yakni studi tentang hakikat kenyataan atau realitas
b.   Epistimologi, yakni studi tentang hakikat pengetahuan
c.   Aksiologi, yakni studi tentang nilai
d.   Etika, yakni studi tentang hakikat kebaikan
e.   Estetika, yakni studi tentang hakikat keindahan
f.    Logika, yakni studi tentang hakikat penalaran
Filsafat sangat penting karena harus dipertimbangkan dalam mengambil keputusan tentang setiap aspek kurikulum. Untuk tiap keputusan harus ada dasarnya. Filsafat adalah cara berfikir yang sedalam-dalamnya, yakni sampai akarnya tentang hakikat sesuatu.
Jika diamati filsafat mempunyai jangkauan kajian yang sangat luas. Bagi para pengembang kurikulum (curriculum developers) yang memiliki pemahaman kuat tentang rumusan filsafat, kemungkinan akan memberikan dasar yang kuat pula dalam mengambil suatu keputusan yang tepat dan konsisten.
Namun, suatu hal yang perlu diperhatikan oleh pengembang kurikulum adalah dalam mengembangkan kurikulum, pengembang tidak hanya menonjolkan atau mementingkan filsafat pribadinya, tetapi juga perlu mempertimbangkan falsafah yang lain. Diantaranya, falsafah negara, falsafah lembaga pendidikan, dan staf pengajar atau pendidik (Nasution, 1989: 14-15).
Pada prinsipnya bersifat normatif yang ditentukan oleh sistem nilai yang dianut. Tujuan pendidikan adalah membina warga negara yang baik, dan norma-norma yang baik tersebut tercantum dalam falsafah bangsa. Bagi Indonesia adalah falsafah Pancasila.
Maksud dan tujuan pendidikan disusun berdasarkan kumpulan pemikiran sebuah falsafah pendidikan. Sebuah tujuan pendidikan adalah sebuah pernyataan dari pemikiran penulis yang meyakini falsafahnya, yang diarahkan langsung untuk misi sekolah.

B.  Aliran Dalam Landasan Filosofis
Para pengembang kurikulum harus mempunyai filsafat yang jelas tentang apa yang mereka junjung tinggi. Filsafat yang kabur akan menimbulkan kurikulum yang tidak menentu arahnya. Kini terdapat berbagai aliran filsafat, masing-masing dengan pemikiran tersendiri. Mengenai hal itu, ada lima aliran filsafat, diantaranya:
1.   Aliran Perennialisme
Aliran Perennialisme bertujuan mengembangkan kemampuan intelektual anak melalui pengetahuan yang “abadi, universal dan absolut” atau “perennial” yang ditemukan dan diciptakan para pemikir unggul sepanjang masa. Dalam tradisi Plato, Aristoteles dan ahli filsafat Katolik, St Thomas Aquinas, pendidikan bermaksud mengatur pikiran, kemampuan, perkembangan rasio dan pencarian kebenaran.
Pendidikan ideal adalah sebuah pendidikan yang ikut memperhatikan pengembangan pikiran. Secara garis besar, perenialisme tidak dapat membuktikan sebuah filsafat yang menarik untuk sistem pendidikan.
Kurikulum yang diinginkan oleh aliran ini terdiri atas subjek atau mata pelajaran yang terpisah sebagai disiplin ilmu dengan menolak penggabungan seperti Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Hanya mata pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan intelektual seperti, matematika, fisika, kimia, dan biologi yang diajarkan, sedangkan yang berkenaan dengan emosi dan jasmani seperti seni rupa, olah raga dikesampingkan. Pelajaran yang diberikan termasuk sulit karena memerlukan inteligensi tinggi. Kurikulum ini memberi persiapan yang sungguh-sungguh bagi studi di perguruan tinggi.

2.   Aliran Idealisme
Filsafat ini berpendapat bahwa kebenaran itu berasal dari “atas”, dari dunia supranatural dari Tuhan. Dapat dikatakan hampir semua agama menganut filsafat idealism. Kebenaran dipercayai datangnya dari Tuhan yang diterima melalui wahyu. Kebenaran ini, termasuk dogma dan norma-normanya bersifat mutlak. Apa yang datang dari Tuhan, baik dan benar. Tujuan hidup ialah memenuhi kehendak Tuhan.
Filsafat ini biasanya diterapkan di sekolah yang bersifat religious. Semua siswa diharuskan mengikuti pelajaran agama, menghadiri khutbah dan membaca kitab suci. Biasanya disiplin termasuk ketat, pelanggaran hukuman yang setimpal bahkan dapat dikeluarkan dari sekolah.

3.   Aliran Realisme
Filsafat yang mencari kebenaran di dunia ini sendiri. Melalui pengamatan dan penelitian ilmiah dapat ditemukan hukum-hukum alam. Mutu kehidupan senantiasa dapat ditingkatkan melalui kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Tujuan hidup ialah memperbaiki kehidupan melalui penelitian ilmiah.
Sekolah yang beraliran realisme mengutamakan pengetahuan yang sudah mantap sebagai hasil penelitian ilmiah yang dituangkan secara sistematis dalam berbagai disiplin ilmu atau mata pelajaran. Di sekolah akan dimulai dengan teori-teori dan prinsip-prinsip fundamental, kemudian praktek dan aplikasinya.
Karena mengutamakan pengetahuan yang esensial, maka pelajaran seperti keterampilan dan kesenian dianggap tidak perlu. Kurikulum ini tidak memperhatikan minat anak, namun diharapkan agar siswa menaruh minat terhadap pelajaran akademis. Penguasaan ilmu yang banyak dikarenakan studi yang intensif adalah persiapan yang sebaik-baiknya bagi lanjutan studi dan kehidupan dalam masyarakat. Dapat dibayangkan banyaknya murid yang tidak mampu mengikuti  studi akademis.

4.   Aliran Pragmatisme
Disebut juga aliran instrumentalisme atau utilitarianisme dan berpendapat bahwa kebenaran adalah buatan manusia berdasarkan pengalamannya. Tidak ada kebenaran mutlak, kebenaran adalah tentatif dan dapat berubah. Tujuan hidup adalah mengabdi kepada masyarakat dengan peningkatan kesejahteraan manusia.
Tugas guru bukan mengajar dalam arti menyampaikan pengetahuan, melainkan memberi kesempatan kepada anak untuk melakukan berbagai kegiatan guna memecahkan masalah, atas dasar kepercayaan bahwa belajar itu hanya dapat dilakukan oleh anak sendiri, bukan karena “dipompakan ke dalam otaknya”. Terpenting adalah bukan “what to think” melainkan “how to think” yakni melalui pemecahan masalah.
Aliran pragmatisme seiring sejalan dengan aliran rekonstruksionisme yang berpendirian bahwa sekolah harus berada pada garis depan pembangunan dan perubahan masyarakat. Dalam perencanaan kurikulum, orang tua dan masyarakat sering dilibatkan agar dapat memadukan sumber-sumber pendidikan formal dengan sumber sosial, politik, dan ekonomi guna memperbaiki ekonomi kondisi hidup manusia. Penganut aliran ini memandang sekolah sebagai masyarakat kecil.
5.   Aliran Eksistensialisme
Filsafat ini mengutamakan individu sebagai faktor dalam menentukan apa yang baik dan benar. Norma-norma hidup berbeda secara individual dan ditentukan masing-masing secara bebas, namun dengan pertimbangan jangan menyinggung perasaan orang lain. Tujuan hidup adalah menyempurnakan diri, merealisasikan diri.
Sekolah yang berlandaskan eksistensialisme mendidik anak agar dapat menentukan pilihan dan keputusan sendiri dengan menolak otoritas orang lain. Siswa harus bebas berpikir dan mengambil keputusan sendiri secara bertanggung jawab. Sekolah menolak segala kurikulum, pedoman, instruksi, buku wajib, dan lain-lain dari pihak luar. Anak mencari identitas, standard dan kurikulum sendiri.
Dari segala mata pelajaran, mungkin ilmu-ilmu sosial yang paling menarik mereka (siswa,red). Pendidikan moral tidak diajarkan kepada mereka, juga tidak ditetapkan aturan-aturan yang harus mereka patuhi. Bimbingan yang diberikan sering bersifat non-direcitve, dimana guru banyak mendengarkan dan mengajukan pertanyaan tanpa mengingatkan apa yang harus dilakukan anak.

C.  Landasan Falsafah Negara Pancasila sebagai Dasar Pendidikan Nasional
Dalam ketetapan MPR-RI No. IV/MPR/1973 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), dikemukakan bahwa pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah, serta berlangsung seumur hidup. Oleh karenanya, agar pendidikan dapat dimiliki oleh seluruh rakyat sesuai dengan kemampuan masing-masing individu, maka pendidikan tersebut merupakan tanggung jawab keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Pembangunan di bidang pendidikan didasarkan atas Falsafah Negara Pancasila dan diarahkan untuk membentuk manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohani, memiliki pengetahuan dan keterampilan, mampu mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab, mampu mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, dan mencintai bangsa dan sesama manusia, sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Setiap negara di dunia ini, baik negara berkembang maupun negara maju, memiliki falsafah atau pandangan pokok mengenai pendidikan yang kadang tidak sama dengan pandangan umum.  Keberadaan kurikulum adalah untuk memelihara keutuhan dan persatuan bangsa dan negara. Persoalannya, bagaimana upaya menyatukan beragam pandangan yang ada pada masyarakat  ke dalam satu kerangka pemikiran yang konsisten dalam upaya menyokong proses pengembangan kurikulum yang dapat disetujui oleh semua kalangan.
Agaknya, memang tidak mudah menciptakan falsafah pendidikan yang dapat diterima semua pihak. Kondisi masyarakat menyangkut suku, agama, golongan, kepentingan politik tertentu akan turut mempengaruhinya. Namun, bagi bangsa Indonesia, persoalan falsafah pendidikan bukanlah persoalan, mengingat Pancasila dan UUD 1945 telah diterima secara resmi menjadi filsafat dan dasar pendidikan nasional. Keberadaan filsafat Pancasila telah diterima oleh semua pihak, bahkan tidak bertentangan dengan filsafat Pendidikan Islam atau filsafat pendidikan (agama) lain.
Keselarasan filsafat pendidikan nasional dengan filsafat Pendidikan Islam terletak pada tujuan filosofi pendidikan masing-masing. Menurut UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, tujuan pendidikan adalah menciptakan manusia Indonesia yang beriman, bertakwa, berbudi pekerti luhur, berakhlak, berketerampilan, bertanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (UUSPN No. 2 Tahun 1989, Bab II Pasal 4).
Atau, bertujuan agar potensi anak didik berkembang dan menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, beilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Bab III Pasal 3). Kedua UU Sisdiknas itu merumuskan manusia yang diinginkan dan dibentuk oleh dan melalui pendidikan.
Dalam UU No. 2 Tahun 1989, tujuan pendidikan ditegaskan sebagai upaya mengembangkan manusia seutuhnya. Setelah itu baru diberi keterangan tentang sifat-sifat dasar yang dipandang penting. Kata “Indonesia” juga tidak disebutkan. Satu hal yang pasti akan mutlak adalah bahwa pembentukan kemanusiaan, meskipun tafsirannya dapat beragam, menjadi tujuan penting dalam pendidikan nasional. Dalam hal ini, pendidikan menghargai martabat dan hak asasi manusia.
Sementara itu, tujuan filsafat Pendidikan Islam pada dasarnya sama dengan dasar dan tujuan ajaran Islam. Filsafat Pendidikan Islam berisi teori umum tentang Pendidikan Islam yang tercantum dalam al-Qur’an dan Hadits. Jadi, tujuan filsafat pendidikan Islam adalah mencapai tingkat penciptaan manusia (QS 51:56). Tujuan filosofis pendidikan nasional dan Pendidikan Islam tidaklah saling bertentangan bahkan saling mengisi, mengingat tujuan pendidikan nasional sangat mementingkan persoalan iman, takwa dan keterampilan sebagaimana halnya dengan tujuan filosofi Pendidikan Islam, namun tujuan filosofis Pendidikan Islam bersifat hakiki dan mutlak atas keberadaannya.
Dari pemahaman mengenai dua tujuan (filosofis) pendidikan diatas, dapatlah dimengerti bahwa dalam menentukan (proses) filsafat pendidikan nasional Indonesia bukanlah hal yang mudah, ternyata masih banyak lagi aspek lain yang perlu diperhatikan oleh para pengembang (developers), agar keberadaan suatu kurikulum pendidikan nasional memang betul, betul menjadi milik semua pihak.
Keberadaan falsafah Pancasila harus dijadikan kerangka utama (mainstream) dalam mengontrol pelaksanaan lembaga-lembaga pendidikan suatu negara, karena keberadaan filsafat tersebut akan mempengaruhi semua kebijakan dan keputusan dalam pengembangan kurikulum. Dengan demikian, pelaksanaan lembaga pendidikan pada tingkat tertentu masih merupakan kelanjutan atas tingkat pendidikan sebelumnya, yang menggambarkan pencapaian tingkat pendidikan nasional, sejak jenjang pendidikan dasar (SD/MI), menengah (SMP/MTs, SMA/MA), dan perguruan tinggi (PT/PTAI), dengan tetap berdasar pada filosofi Pancasila.
·    Falsafah Lembaga Pendidikan
Pancasila merupakan falsafah nasional yang tegas dan telah diterima oleh segenap bangsa Indonesia. Dalam konteks pendidikan, Pancasila dijadikan pedoman bagi lembaga pendidikan untuk mengembangkan falsafah atau pandangan masing-masing sesuai dengan misi dan tujuan nasional serta nilai-nilai masyarakat yang dilayaninya. Tiap lembaga pendidikan, sebagai contoh UIN/IAIN, mempunyai misi yang merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional, namun tiap UIN/IAIN bisa jadi mempunyai sesuatu yang khas yang ada perbedaannya dengan UIN/IAIN/STAIN di daerah lain.
Falsafah suatu lembaga pendidikan (Universitas, UIN, IAIN, STAIN, akademik, maupun sekolah) jarang dinyatakan secara jelas, spesifik dan eksplisit dalam bentuk tulisan. Ada juga rumusan falsafah pendidikan yang sangat umum, sehingga dalam memberi arah yang jelas bagi proses pengembangan kurikulum belum menemui sasaran yang tepat. Nasution (1989:21) mengungkapkan bahwa dalam merumuskan falsafah lembaga pendidikan secara tertulis, perlu memiliki komponen-komponen berikut:
a)   Alasan rasional mengenai eksistensi lembaga pendidikan itu
b)   Prinsip-prinsip pokok yang mendasarinya
c)   Nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang dijunjung tinggi, dan
d)   Prinsip-prinsip pendidikan mengenai hakikat anak didik, hakikat proses belajar mengajar, dan hakikat pengetahuan.
·    Falsafah Pendidikan
Adanya pengetahuan tentang falsafah lembaga pendidikan dimana dia bertugas menjadi suatu tuntutan pokok. Keberadaan falsafah membuat seorang pendidik dituntut untuk selalu relevan dengan falsafah yang berlaku, sebagaimana dirumuskan dalam kurikulum yang ditetapkan lembaga pendidikan itu.
Dalam operasional kurikulum, peran pendidik memang sangat penting. Ia selalu terlibat dan karenanya peran falsafah dalam perencanaan, pengorganisasian, dan penyampaian pelajaran merupakan suatu hal yang menentukan tercapainya tujuan pendidikan yang dirumuskan dalam kurikulum sekolah tersebut. Akan sangat tidak berarti suatu kurikulum yang baik jika pendidik memiliki falsafah yang berbeda dalam memahami, menafsirkan dan melaksanakan kurikulum. Jadi, dalam konteks operasional kurikulum, pendidik merupakan pemegang peran utama.
Keberadaan falsafah bagi seorang pendidik memang sangat berpengaruh terhadap proses belajar mengajar. Oleh karenanya, seorang pendidik mesti professional secara implisit selalu menempatkan dirinya untuk menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang dipikul orangtua, dan orangtua pun sangat mengharapkan anaknya memiliki pendidikan yang baik dan professional.
Nabi Saw bersabda:
“Barang siapa ditanya tentang ilmu kemudian menyimpan ilmunya (tidak mau mengajarkan), maka Allah akan mengekang dia dengan kekangan api neraka pada hari kiamat” (Hadits)
Keberhasilan anak didik menerima ilmu pengetahuan dan perubahan tingkah laku yang diharapkan orangtua, masyarakat, dan bangsa sangat ditentukan oleh falsafah pendidik terhadap profesinya. Karena itu, dimensi filsafat perlu memperoleh perhatian serius dalam wacan pendidikan nasional.







BAB III
PENUTUP
2.1.        Kesimpulan
Dalam pengembangan kurikulum, banyak hal yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan. Apa pun jenis kurikulumnya pasti memerlukan asas-asas yang harus dipegang. Landasan atau asas tersebut cukup kompleks dan tidak jarang memiliki hal-hal yang bertentangan, karenanya harus memerlukan seleksi.
Pengembangan kurikulum pada suatu negara, baik di negara-negara berkembang (developing countries), negara terbelakang (underdeveloping countries), dan negara-negara maju (developed countries), bisa dipastikan mempunyai perbedaan-perbedaan yang mendasar, tetapi tetap ada persamaannya.
Falsafah yang berlainan bersifat otoriter, demokrasi, sekuler atau religious, akan memberi warna yang berbeda dengan kurikulum yyang dimiliki oleh bangsa bersangkutan. Begitu juga apabila dilihat dari perbedaan masyarakat, organisasi dan pilihan psikologi belajar dalam mengembangkan kurikulum tersebut.
2.2.            Saran
Makalah ini pun tak luput dari kesalahan penulisan kata-kata yang telah kami buat, serta penjelasan yang dirasa masih jauh dari kata “memuaskan”. Maka dari itu kami selaku penulis meminta saran terhadap pembaca jika ditemukan kekeliruan dalam penulisan makalah ini. Sehingga dengan demikian kami ucapkan terima kasih atas bantuan, saran dan kritiknya agar dengan adanya itu semua kami dapat lebih meningkatkan kemampuan dalam hal tulis-menulis.




DAFTAR PUSTAKA
Idi, Abdullah. 2007, Pengembangan Kurikulum Teori & Praktik, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Hamalik, Oemar. 2007, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, Bandung: Rosda
Sudjana, Nana. 1998, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Bandung: Sinar Baru
Nasution, S. 2006, Asas-Asas Kurikulum, Jakarta: Bumi Aksara
Nurgiyantoro, Burhan. 1988, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah, Yogyakarta: BPFE Yogyakarta

No comments:

Post a Comment