BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Manusia merupakan mahluk sosial. Sebagai
manusia kita tidak akan pernah dipisahkan dengan yang namanya pinjam-meminjam
atau ‘ariyah. Karena kita bahwa semua yang kita butuhkan itu tidak semuanya
kita memilikinya. Oleh karena itulah maka adanya pinjam-meminjam atau ‘ariyah.
Didunia ini manusia tidak mngkin dapat hidup
sendiri, atau tidak bermasyarakat. Karena setiap manusia pasti saling
menbutuhkan antara satu dengan yang lainnya. Baik dalam hal materi, jasa-jasa,
maupun keahlian atau keterampilan.
Dan masalah-masalah tersebut dibahas dalam Fikih
Muamalah, yaitu Hukum Syara, yang mengatur hubungan individu satu dengan yang
lainnya. Seperti pembahasan masalah hak dan kewajiban, harta jual beli,
kerjasama dalam berbagai bidang, pinjam-meminjam, sewa–menyewa, penggunaan jasa
dan kegiatan-kegiatan lainnyayang sangat diperlukan manusia dalam kehidupan
sehari-hari.
Dalam masalah muamalah ini titik pembahasannya lebih
banyak mengenai harta dan jasa walaupun pelaku atau pelaksana muamalai ini ikut
dibahas. Dengan demikian para pelaku muamalah harus memikirkan matang-matang,
serta mengajak hati nurani untuk merennung, apakah cara memperoleh harta itu
sudah sesuai dengan syariat yang diajarkan oleh islam atau belum.dan apakah
sudah tepat pemanfaatan dan penyalurannya harta yang merupakan karunia Allah
tersebut.
Konsep islam mengenai muamalah amatlah baik. Karena
menguntungkan semua pihak yang ada didalanya.namun jiaka moral manusia tidak
baik maka pasti ada pihak yang dirugikan. Ahlakul karimah secara menyeluruh
harus menjadi rambu-rambu kita dalam bermuamalah dan harus dipatuhi sepenuhnya.
Persoalan mengenai fikih muamalah tidak secara
menyeluruh dibahas dalam makalah ini. Makalah ini hanya membahas mengenai
pinjam meminjam dalam Islam, bang islam dan bang non islam, koperasi dan
macam-macam syirkah.
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang diatas, penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
a. Apa dan bagaimana
pinjam-meminjam dalam Islam?
b. Apa dan bagaimana
dengan bank Islam dan bank non Islam itu?
c. Apa dan bagaimana
tentang koperasi serta fungsi ekonomi?
d. Apa saja macam-macam
syirkah?
1.3.Tujuan
Berdasarkan masalah
yang telah dirumuskan, penulis mempunyai tujuan sebagai berikut:
a. Untuk
memahami masalah pinjam-meminja dalam Islam.
b. Untuk
memahami bang Islam dam bang non Islam.
c. Untuk
mehahami koperasi serta fungsi ekonomi.
d. Supaya
mengetahui macam-macam syirkah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Pinjam Meminjam dalam Islam
(‘Ariyah)
v Pengertian
pinjam meminjam (‘Ariyah)
‘Ariyah berasal
dari kata a’ara yang artinya ia memberinya pinjaman. Menurut bahasa ‘Ariyah
adalah member manfaat tanpa imbalan. ‘Ariyah adalah memberikan manfaat sesuatu
yang halal kepada yang lain untuk diambil manfaatnya dengan tidak merusak
zatnya, gar zat barang itu dapt dikembalikan. Tiap-tiap yang mungkin diambil
manfaatnya dengan tidak merusakkan zat barang itu, boleh dipinjam atau
dipinjamkan. Firman Allah SWT surat Al-Maidah ayat 2:
(#qçRur$yès?ur n?tã ÎhÉ9ø9$# 3uqø)G9$#ur ( wur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ßÏx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ
Artinya:
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu
kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”. (QS. Al-Maidah:2)
tbqãèuZôJtur tbqãã$yJø9$# ÇÐÈ
Artinya:
“Dan enggan (menolong dengan) barang berguna”. (QS. Al-Ma’un:7)
Dalam
surat tersebut telah diterangkan beberapa perkara yang tidak baik, diantaranya hubungan
tetangga yang hendak pinjam-meminjam.
v Hukum
meminjamkan
Asal
hukum meminjamkan sesuatu itu sunnat, seperti tolong-menolong dengan yang lain.
Kadang-kadang menjadi wajib, seperti meminjamkan kain kepada oarang yang
terpaksa dan meminjamkan pisau untuk menyembelih binatang yang hampir mati.
Juga kadang-kadang haram, kalau yang dipinjam itu akan dipergunakan untuk
sesuatu yang haram.[1]
v Rukun meminjam
1. Ada
yang meminjamkan. Syaratnya yaitu:
a. Ahli
(berhak) berbuat kebaikan sekehendaknya. Anak kecil dan orang yang dipaksa,
tidak sah meminjamkan.
b. Manfaat
barang yang dipinjam dimiliki oleh orang yang meminjamkan, sekalipun dengan
jalan wakaf atau menyewa, karena meminjam hanya bersangkutan dengan manfaat,
bukan bersangkutan dengan zat. Oleh karena itu orang yang meminjam tidak boleh
meminjamkan barang yang dipinjamnya, karena manfaat barang yang dipinjam buka
milikya. Dia hanya diijinkan mengambilnya, tetapi membagikan manfaat yang boleh
diambilnya kepada yang lain, tidak ada halangan; misalnya dia meminjam rumah
selama satu bulan, tetapi ditempatinya hanya 15 hari, maka sisanya (15 hari
lagi) boleh diberikan kepada orang lain.
2. Ada
yang meminjam, hendaklah seorang ahli (berhak ) menerima kebaikan. Anak kecil
atau orang gila tidak sah meminjam sesuatu karena ia tidak ahli (tidak berhak)
menerima kebaikan.
3. Ada
barang yang dipinjam, Syaratnya:
a. Barang
yang benar-benar ada manfaatnya.
b. Sewaktu
diambil manfaatnya, zatnta tetap (tidak rusak). Oleh karena itu makanan dengan
sifat makanan untuk dimakan, tidak sah dipinjamkan.
4. Ada
lafaz, menurut sebagian orang, sah dengan tidaknya berlafaz.
v Syarat sah
‘Ariyah
Untuk
sahnya ‘ariyah ada empat syarat yang wajib dipenuhi :
1. Pemberi
pinjaman hendaknya orang yang layak berbaik hati. Oleh karena itu, ‘ariyah yang
dilakukan oleh orang yang sedang ditahan hartanya tidak sah.
2. Manfaat
dari barang yang dipinjamkan itu hendaklah milik dari yang meminjamkan.
Artinya, sekalipun orang itu tidak memiliki barang, hanya memiliki manfaatnya
saja, dia boleh meminjamkannya, karena meminjam hanya bersangkut dengan
manfaat, bukan bersangkut dengan zat.
3. Barang
yang dipinjamkan hendaklah ada manfaatnya. Maka tidak sah meminjamkan barang
yang tidak berguna. Karena sia-sia saja tujuan peminjaman itu.
4. Barang
pinjaman harus tetap utuh, tidak boleh rusak setelah diambil manfaatnya,
seperti kendaraan, pakaian maupun alat-alat lainnya. Maka tidak sah meminjamkan
barang-barang konsumtip, karena barang itu sendiri akan tidak utuh, seperti
meminjamkan makanan, lilin dan lainnya. Karena pemanfaatan barang-barang
konsumtip ini justru terletak dalam menghabiskannya. Padahal syarat sahnya
‘ariyah hendaklah barang itu sendiri tetap utuh.
v Mengambil
manfaat barang yangt dipinjam
Yang
meminjam boleh mengambil manfaat dari barang yang dipinjamnya hanya sekedar menurut
izin dari yang punya, atau kurang dari yang diizinkan. Umpama dia meminjam
tanah untuk menanam padi, dia diperbolehkan untuk menanam padi dan yang sama
umurnya dengan padi, atau yang kurang, seperti kacang. Tidak boleh dipergunakan
untuk tanaman yang lebih lama daripada padi, kecuali kalau tidak ditentukan
masanya, maka dia boleh bertanam menurut kehendaknya.
v Hilangnya barang
yang dipinjam
Kalau
barang yang dipinjam itu hilang atau rusak karena pemakaian yang diizinkan,
yang meminjam tidak perlu mengganti karena pinjam-meminjam itu berarti
percaya-mempercayai; tetapi kalau karena sebab lain, dia diwajibkan mengganti.
v Mengembalikan
pinjam
Kalau
mengembalikan barang yang dipinjam tadi memerlukan ongkos, maka hendaklah
ongkos itu dipikul oleh yang meminjam. Pada tiap-tiap waktu, yang meminjam dan
meminjamkan tidak berhalangan bila ingin mengembalikan atau meminta kembali
pinjaman, sebab ‘ariyah adalah akad yang tidak tetap. Atau keduanya boleh
memutuskan akad , asal tidak merugikan salah seorang dari yang meminjam atau
yang meminjamkan mati, begitu juga karena gila.
2.2.Bank Islam dan Bank Non Islam
Ø Bank Islam
a. Pengertian
Bank Islam
Bank
Islam, sebagaimana dikemukakan oleh Karnaen Perwataatmaja dan Muhammad Syafi’I
Antonio adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Dalam
redaksi lain, bank Islam adalah bank yang tata cara beroperasinya mengacu pada
ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan hadis.[2]
Menurut M. Amin Azis definisi bank Islam adalah lembaga perbankan yang
menggunakan sistem dan operasinya berdasarkan syariat Islam.[3]
Ini bararti operasi perbankan syariah mengikuti tata cara berusaha dan
perjanjian berusaha berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah.
Dari
definisi tersebut dapat dipahami bahwa bank Islam adalah lembaga perbankan
sebagaimana yang diatur dalam perundang-undangn, tetapi dalam kegiatan
operasinya disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariat Islam. Prinsip tersebut yang
paling mendasar antara lain dalam cara bermuamalah dijauhi praktik-praktik yang
dikhawatirkan mengandung unsure-unsur riba dan diganti dengan kegiatan
investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan perdagangan.
b. Prinsip-Prinsip
Bank Islam
Prinsip-prinsip yang dianut oleh bank
Islam adalah sebagai berikut:
1. Larangan
riba
Riba
dengan berbagai bentuk dan macamnya dilarang oleh lslam.
2. Mengutamakan
dan mempromosikan perdagangan dan jual beli.
3. Keadilan.
4. Kebersamaan
dan tolong menolong.
5. Saling
mendorong untuk meningkatkan prestasi
c. Ciri-Ciri
Bank Islam
Bank Islam memiliki cirri-ciri khusu
yang berbeda dengan bank konvensional. Ciri-ciri tersebut adalah sebagi
berikut:
1. Keuntungan
(misalnya pada kredit murabahah dab bai’ bitsamanin ajil) dan beban biaya (misalnya
pada [injaman al-qardh al-hasan) yang disepakati tidak kaku dan ditentukan
berdasarkan kelayakan tanggunmgan risiko dan pengorbanan masing-masing.
2. Beban
biaya tersebut hanya dikenakan sampai batas waktu kontrak. Sisa utang selepas
kontrak dilakukan dengan membuat kontrak baru.
3. Penggunaan
persentase untuk perhitungan keuntungan dan biaya administrasi selalu
dihindari, karena persentase mengandung potensi melipat gandakan.
4. Pada
bank Islam tidak dikenal keuntungan pasti (fixe
return). Kepastian keuntungan ditentukan setelah keuntungan tersebut
diperoleh, bukan sebelumnya.
5. Uang
dari jenis yang sama tidak bisa diperjual belikan/ disewakan atau dianggap
barang dagangan. Oleh karena itu, pada dasarnya bank Islam tidak memberikan
pinjaman berupa uang tunai, tetapi berupa pembiayaan atau talangan dan untuk
pengadaan barang dan jasa.
d. Produk-Produk
Bank Islam
Produk ank Islam adalah gabungan antara
produk perbankan dan landasan syariah. Sebagai lembaga perbankan, produk bank
Islam mengacu pada perundang-undangan yang berlaku. Sebagai bank yang
berpedoman kepada ketentuan-ketentuan hukum syariah, bank Islam dalam
menetapkanprodukya selalu berpedoman kepada ketentuan-ketentuan hukum syariah
yang bersumber dari Alqur’an dan Hadis.
Dilihat dari segi fungsinya, yaitu
menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kepada masyarakat yang
membutuhkannya, produk bank Islam dapat dibagi kepada dua bagian:
v Produk
berkaitan dengan simpanan:
1) Tabungan
mudharabah
Adalah simpanan pihak
ketiga di bank Islam yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat atau
beberapa kali sesuai dengan perjanjian.
2) Deposito
mudharabah
Adalah investasi
melalui simpanan pihak ketiga yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam
jangka waktu tertentu pada saat jatuh tempo, dengan mendapatkan imbalan bagi
hasil.
v Produk
berkaitan dengan penyaluran:
1) Pembiayaan
untuk investasi atas dasar bagi hasil:
a) Pembiayaan
mudharabah
Adalah suatu perjanjian
usaha antara pemilik modal dengan pengusaha, dimana pihak pemilik modal
menyediakan seluruh dana yang dibutuhkan dan pihak pengusaha melakukan
pengelolaan atas usaha tersebut.
b) Pembiayaan
musyarakah
Adalah suatu perjanjian
usaha antara dua orang pemilik modal atau lebih untuk menyertakan modalnya pada
suatu prioyek, dan keuntungan yang diperoleh dapat dibagi, baik menurut
proporsi penyertaan modal masing-masing, maupun sesuai dengan kesepakatan
bersama.
2) Pembiayaan
untuk kegiatan perdagangan:
a) Pembiayaan
al-murabahah
Adalah pembelian barang
dengan pembayaran ditangguhkan (1 bulan, 3 bulan, 1 tahun, dan seterusnya).
b) Pembiayaan
al-bai’ at-takjiri/ sewa beli.
Adalah suatu bentuk
sewa yang diakhiri dengan enjualan.
3) Pembiayaan
pengadaan untuk disewakan atau disewa belikan:
a) Sewa
guna usaha disebut al-ijarah
Adalah pemberian
kesempatan kepada penyewa untuk mengambil kemanfaatan dari barang sewaan untuk
jangka waktu tertentu dengan imbalan yang besarnya telah disepakati bersama.
b) Sewa
beli atau al-ba’i at-takjiri.
4) Pemberian
pinjaman tunai kebajikan (al-qardh al-hasan).
5) Fasilitas-fasilitas
perbankan umumnya yang tidak bertentangan dengan syariah seperti:
a) Penitipan
dana dalam rekening lancar dalam bentuk giro wadi’ah yang diberi bonus.
b) Jasa
lainnya untuk memperoleh balas jasa (fee), seperti:
(1) Pemberian
jaminan (kafalah)
(2) Pengalihan
tagihan (hiwalah)
(3) Pelayanan
khusus (ju’alah)
(4) Pembukaan
L/C (wakalah)
(5) Gadai
(rahn).[4]
Ø Bank Non Islam
a. Pengertian
bank non Islam
Didalam Ensiklopedi Indonesia disebutkan,
bahwa bang (perbangkan) ialah suatu lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah
memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran
uang, dengan tujuan memenuhi kebutuhan kredit dengan modal sendiri atau orang
lain.selain itu juga mengedarkan alat tukar baru dalam bentuk uang bang atau
giral. Jadi kegiatanya begerak dalam biadang keuangan serta kredit dan meliputi
dua fungsi penting yaitu sebagai perantara pemberikredit dan menciptakan uang.
Sedangkan dalam Undang-Undang Pokok Perbangkan
tahun 1967 adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan
jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang.[5]
b. Produk-produk
bank
Diantara produk-produk bang antara lain sebagai berikut:
1. Simpanan
Menurut UU RI No.7 tahun 1992 tentang
perbangkan, simpanan adalah dana yang dipercayakan masyarakat kepada bang
dalam bentuk giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau
bentuk lainnya yang disamakan dengan itu.
2. Giro
Pengertian giro menurut UU Perbangkan RI
No.7 tahun 1992 Tentang Perbangkan, yaitu simpanan yang dapat digunakan
sebagai alat pembayaran dan penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan
menggunakan cek, sarana pembayaran lainnya, atau dengan cara pemindah bukuan.
3. Cek
Merupakan perintah tidak bersyarat dari pemegang rekening (nasabah
giro) kepada bang untuk membayar sejumlah uang tertentu.
4. Tabungan
Bardasarkan UU RI No.7 tahun 1992, Bab I,
Pasal I, Butir 10, tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat
dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik
dengan cek atau alat yang dapat diprsamakan dengan itu.
5. Deposito
Menurut UU RI No.7 tahun 1992, Bab I, Pasal
I Butir 8, deposito barjangka adlah simpanan yang penerikannya hanya dapat
dilakukan pada waktu tertentu menurut perjanjian antara penyimpan dan bang yang
bersangkutan.
6. Inkaso dan Kliring
Inkaso adalah perhitungan utang piutang antar
bang di satu kota dengan kota yang lainnya, baik bang tersebut merupakan cabang
yang sama maupun bang yang berlainan dengan mengguanakan cek/bilyet giro, yang
berita inkasonya disampaikan melalui surat, kawat telepon, atau teleks.
Kliring adalah tata cara perhitungan piutang dalam bentuk surat dagang
dan surat berharga yang terdiri dari atas cek, bilyet giro, bukti penerimaan
transfer dari luar kota, kredit, wesel, dan surat-surat lainnya.
7. Garansi Bang
Secara umum istilah garansi bang adalah
jaminan pembayaran yang diberikan kepada satu pihak, baik perseorangan,
perusahaan, badan-badan, atau lembaga-lembaga tempat bang menyatakan akan
memenuhi kewajiban dari pihak yang tidak memenuhi (membayar) kewajiban kepada
pihak lainnya.
8. Surat yang dapat diperdagangkan
Klasifikasi surat-surat yang dapat
diperdagangkan menurut uniform commercial code pasal 3-104
9. Wesel Bang
Adalah surat yang ditarik oleh suatu bang atas
bang lain
10. Aksep Bang (Accepted Bank)
Adalah wesel yang diakseptasi oleh bang.
Akseptasi merupakan pernyataan kesanggupan pembayar atau tertarik untuk
membayar sejumlah uang yang ditulis diatas surat wesel serta menandatanganinya.
11. Endosemen
Berasal dari kata endos yang artinya di
belakang maka endoseman berarti harus dibuat dibelakang dibagian belakang
dari surat wesel bersangkutan.
12. Transaksi-trasfer
Transfer adalah satu jasa atau tugas perbangkan
untuk membantu masyarakat dalam mengirim uang dari satu tempat ketempat lain.
2.3.Koperasi dan Fungsi Ekonomi
a.
Pengertian
koperasi
Dari segi etimologi kata “koperasi” baerasal dari
bahasa Inggris, yaitu coperation yang artinya bekerja sama. Sedangkan dari segi
terminologi, koperasi ialah suatu suatu perkumpulan atau organisasi yang
beranggotakan orang-orang atau badan hukum yang bekerja sama dengan penuh
kesadaran untuk meningkatkan kesejahteraan anggota atas dasar suka rela secara
kekeluargaan.
Koperasi dari segi bidang usahanya ada yang hanya
menjalankan satu bidang usaha saja, misalnya bidang konsumsi, bidang kredit
atau bidang produksi. Ini disebut koperasi budang usaha tunggal (single
purpose). Ada pula koperasi yang meluaskan usahanya dalam berbagai bidang,
disebut koperasi serba usaha (multi purpose), misalnya pemblian dan penjualan.
Dari pengertian koperasi diatas , dapat ditarik
kesimpulan bahwa yang mendasari gagasan koperasi sesungguhnya adalah kerja
sama, gotong royong, dan demokrasi ekonomi menuju kesejahteraan umum. Kerja
sama dan gotong royong ini sekurang-kurangnya dilahat dari dua segi. Pertama, modal awal koperasi dikumpulkan
dari semua anggota-anggotanya. Mengenai keanggotaan dalam koperasi berlaku asas
satu anggota, satu suara. Karena itu besarnya modal yang dimiliki anggota,
tidak menyebabkan anggota yang lebih kecil modalnya. Kedua, permodalan itu sendiri tidak merupakan satu-satunya ukuran
dalam pembagian hasil usaha. Modal dalam koperasi diberi bunga terbatas dalam
jumlah yang sesuai dengan keputusan rapat anggota. Sisa hasil usaha sebagian
besar dibagikan kepada anggota berdasarkan besar kecilnya peranan anggota dalam
pemanfaatan jasa koperasi.
Koperasi sendiri adalah perkumpulan orang, bukan
perkumpulan modal. Sebagai badan usaha, koperasi tidak semata-mata mencari
keuntungan, akan tetapi lebih dari itu, koperasi bercita-cita memupuk kerja
sama dan mempererat persaudaraan di antara sesama anggotanya.
Sebagian ulama menganggap koperasi sebagai (Syirkah
Ta’uwuniyah) sebagai akad mudharabah, yakni suatu perjanjian kerja sama antara
dua orang atau lebih, di satu pihak menyediakan modal usaha, sedangkan pihak
lain melakukan usaha atas dasar profit
sharing (membagi keuntungan) menurut perjanjian, dan diantara syarat sah
mudharabah itu ialah menetapkan keuntungan setiap tahun dengan persentase
tetap, misalnya 1% setahun kepada salah satu pihak dari mudharabah tersebut.
Karena itu, apabila koperasi itu termasuk mudharabah atau qiradh, dengan
ketentuan tersebut di atas (menetapkan persentase keuntungan tertentu kepada
salah satu pihak dari mudharabah), maka akad mudharabah itu tidak sah (batal),
dan seluruh keuntungan usaha jatuh kepada pemilik modal, sedangkan pelaksana
usaha mendapat upah yang sepadan atau pantas.
Menurut Muhammad Syaltut, koperasi merupakan syirkah
baru yang diciptakan oleh para ahli ekonomi banyak sekali manfaatnya, yaitu
memberi keuntungan kepada para anggota pemilik saham, memberi lapangan kerja
kepada para karyawannya, memberi bantuan keuangan dari sebagian hasil koperasi
untuk mendirikan tempat ibadah, sekolah, dan lain sebagainya. Dengan demikian
jelas, bahwa dalam koperasi ini tidak ada unsur kedzaliman dan pemerasan
(eksploitasi oleh manusia yang kuat/kaya atas manusia yang lemah/miskin).
Pengelolaanya demokratis dan terbuka (open
management) serta membagi keuntungan dan kerugian kepada para anggota
menurut ketentuan yang berlaku yang telah diketahui oleh seluruh anggota
pemegang saham. Oleh karena itu koperasi dibenarkan oleh Islam.
b.
Tujuan-Tujuan koperasi Islam
Desain model
koperasi model baru adalah ditentukan berdasarkan tujuan-tujuan berikut ini:
·
Tidak melanggar prinsip al- kharaj bi al-daman
·
Menerapkan prinsip-prinsip pelarangan riba dalam model baru tersebut,
sehingga tidak ada transaksi yang dilakukan oleh koperasi yang mengandung riba
dalam segala bentuknya.
·
Akan dilakukan upaya untuk mangatisipasi akibat-akibat wajar yang
timbul dari penerapan dua prinsip tersebut dalam terma-terma kepemilikan
asset-aset bisnis oleh para shareholder dan pembentukan daman
(liabilitas) melalui kepemikan dan saran-saran lain.
·
Akan dilakukan upaya untuk memperkuat hubungan antara suatu pihak
dengan koperasi sebagai sebuah person legal dalam terma-terma kontrak dasar
seperti wakalah, kafalah, ijarah, dan amanah sehingga prinsip
hokum Islam dapat diterapkan dengan jelas dan nyata.
2.4.Syirkah (kerja sama)
a.
Pengertian
Syirkah
Syirkah
dalam bahasa adalah bercampur yakni bercampurnya salah satu dari dua harta
dengan yang lainnya, sehingga idak dapat dibedakan antara keduanya. Menurut
Ibrahim Anis mengemukakan arti syirkah menurut bahasa yaitu ia bersekutu dalam
suatu persekutuan: masing-masing dari kedua peserta itu memiliki bagian dari
padanya.[6]
Definisi syirkah menurut istilah terdapat perbedaan
pendapat di kalangan ulama, sebagai berikut:
Ø Menurut
Hanafiah
Syirkah
adalah suatu ungkapan tentang akad (perjanjian) antara dua orang yang berserikat
di dalam modal dan keuntungan.
Ø Menurut
Malikiyah
Syirkah
adalah persetujuan untuk melakukan tassaruf bagi keduanya beserta diri mereka;
yakni setiap orang yang berserikat member persetujuan kepada teman serikatnya
untuk melakukan tasarruf terhadap harta keduanya di samping masih tetapnya hak
tasarruf bagi masing-masing peserta.[7]
Ø Menurut
Syafi’iyah
Syirkah
menurut syara’ adalah suatu ungkapan tentang tetapnya hak atas suatu barang
dari dua orang atau lebih secara bersama-sama.
Ø Menurut
Hambali
Syirkah
adalah berkumpul atau bersama-sama dalam kepemilikan atas hak atau tasarruf.
Ø Dalam
kamus Al-Mu’jam Al-Wasith dikemukakan:
Syirkah
adalah suatu akad antara dua orang atau lebih untuk melakukan suatu perbuatan
secara bersama-sama.[8]
Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan di
atas dapat disimpulkan bahwa definisi menurut Hanafiah dan yang tercantum dalam
kamus Al-Mu’jam Al-Wasith adalah definisi yang lebih sesuai dengan konteks.
Karena syirkah adalah suatu akad atau
perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk bekerja sama dalm suatu kegiatan
usaha, di mana modal dan keuntungan dimiliki oleh dan dibagi bersama kepada
semua pihak yang berserikat.
b.
Macam-Macam
Syirkah
Secara
garis besar syirkah terbagi menjadi
dua bagian:
1.
Syirkah
Al-Amlak (syirkah milik)
2.
Syirkah
Al-‘Uqud
(1). Syirkah Al-Amlak
Pengertian syirkah
al-amlak
Syirkah milik adalah kepemilikan oleh
dua orang atau lebih terhadap satu barang tanpa melalui akad syirkah.[9]
Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa syirkah
milik adalah suatu syirkah di mana dua orang atau lebih bersama-sama memiliki
suatu barang tanpa melakukan akad syirkah. Contoh, dua orang diberi hibah
sebuah rumah. Dalam contoh ini rumah tersebut dimiliki oleh dua orang melalui
hibah, tanpa akad syirkah antara dua orang yang diberi hibah tersebut.
Syirkah milik terbagi menjadi dua,
yaitu:
a) Syirkah
Ikhtiyariyah, yaitu suatu bentuk kepemilikan bersama
yang timbul karena perbuatan orng-orang yang berserikat.
b) Syirkah
Jabariyah, yaitu suatu bentuk kepemilikan bersama
yang timbul bukan karena perbuatan orang-orang yang berserikat, melainkan harus
terpaksa diterima oleh mereka.
Hukum kedua syirkah ini adalah bahwa masing-masing orang yang berserikat
seolah-olah orang lain dalam bagian teman serikatnya.
(2). Syirkah Al-‘Uqud
Pengertian syirkah
al-‘uqud
Syirkah
‘uqud adalah suatu ungkapan tentang akad yang terjadi
antara dua orang atau lebih untuk bersekutu di dalam modal dan keuntungannya.[10] Menurut
Sayid Sabiq syirkah ‘uqud terbagi menjadi beberapa bagian,
yaitu:
a) Syirkah
‘Inan
Pengertian
syirkah ‘inan sebagimana dikemukakan
oleh Sayid Sabiq, syirkah ‘inan
adalah suatu persekutuan atau kerja sama antara dua pihak dalam harta (modal)
untuk diperdagangkan dan keuntungan dibagi di antara mereka.[11]
Dari
definisi tersebut dapat dipahami bahwa syirkah
‘inan adalah persekutuan dalam modal dan keuntungan, termasuk kerugian.
Dengan demikian, dalam syirkah ‘inan seorang pesero tidak dibenarkan
hanya bersekutu dalam keuntungan saja, sedangkan dalam kerugian ia dibebaskan.
Dalam
syirkah ‘inan tidak disyaratkan adanya persamaan dalam modal, tasarruf (tindakan hukum), dan
keuntungan serta kerugian. Dengan demikian, dalam syirkah ‘inan antara peserta satu dengan peserta yang lainnya modal
yang diinvestasikan boleh sama dan boleh berbeda.
Dalam
hal modal yang diinvestasiakan sama, maka keuntungan yang dibagikan boleh sama
antara para peserta dan boleh juga berbeda. Hal tersebut tergantung pada
kesepakatan yang dibuat oleh para peserta pada waktu terbentuknya akad.adapun
dalam hal kerugian maka perhitungannya disesuaikan dengan modal yang
diinvestasikan.
b) Syirkah
Mufawadhah
Mufawadha
dalam arti bahasa adalah al-musawah,
yang artinya “persamaan”. Syirkah yang kedua ini dinamakan syirkah mufawadhah karena di dalamnya terdapat unsur pesamaan dalam
modal, keuntungan, melakukan tasarruf
(tindakan hokum) dal lain-lainnya.[12]
Dalam
arti istilah, syirkah mufawadhah di
definisikan oleh Wahbah Zuhaili yaitu bahwa syirkah
mufawadhah adalah suatu akad yang dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk
bersekutu (bersama-sama) dalam mengerjakan suatu perbuatan dengan syarat
keduanya sama dalam modal, tasarruf dan agama, dan masing-masing peserta
menjadi penanggung jawab atas yang lainnya di hal-hal yang wajib dikerjakan,
baik berupa penjualan maupun pembelian.[13]
Dari
definisi tersebut dapat dipahami bahwa syirkah mufawadhah adalah suatu
perjanjian kerja sama antara beberapa orang untuk mengerjakan sesuatu
pekerjaan, di mana setiap peserta menjadi penanggung jawab atas peserta yang
lainnya. Dan dapat diketahui bahwa dalam syirkah muwafadhah terdapat
syarat-syarat yang harus dipenuhi, yaitu:
1) Persamaan
dalam modal. Apabila salah satu peserta modalnya lebih besar daripada peserta
yang lainnya, maka syirkah hukumnya tidak sah.
2) Pesamaan
dalan hak tasarruf. Maka tidak sah syirkah muwafadhah antara anak yang masih di
bawah umur dan orang dewasa, karena hak tasarruf keduanya tidak sama.
3) Persamaan
dalam agama. Dengan demikian, tidak sah syirkah muwafadhah antara orang muslim
dan orang kafir.
4) Tiap-tiap
peserta harus menjadi penanggung jawab atas peserta yang lainnya dalam hak dan
kewajiban, sekaligus sebagai wakil. Dengan demikian, tindakan hokum peserta
yang satu tidak boleh lebih besar daripada tindakan hokum pesrta yang lainnya.
Apabila syarat-syarat persamaan tersebut
dipenuhi maka akad syirkah dengan bentuk muwafadhah, hukumnya sah, dan setiap
peserta menjadi wakil dan penanggung jawab atas peserta yang lainnya.
c) Syirkah
Wujuh
Syirkah wujuh
didefinisikan oleh Sayid Sabiq, yaitu bahwa syirkah
wujuh adalah pembelian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dari orang
lain tanpa menggunakan modal, dengan berpegang kepada penampilan mereka dan
kepercayaan para pedagang terhadap mereka, dengan ketentuan mereka bersekutu
dalam keuntungan.[14]
Dapat
dipahami bahwa syirkah wujuh adalah
suatu kerja sama antara dua orang atau lebih untuk membeli sesuatu tanpa modal,
tetapi hanya kepercayaan dan keuntungan yang dibagi sesame mereka.
d) Syirkah
Abdan
Menurut
Sayid Sabiq, syirkah abdan adalah
kesepakatan antara dua orang atau lebih untuk menerima suatu pekerjaan dengan
ketentuan upah kerjanya dibagi di antara mereka sesuai dengan kesepakatan.[15]
Dengan
demikian, dapat dipahami bahwa syirkah abdan atau disebut juga syirkah a’mal
adalah suatu bentuk kerja sama antara dua orang atau lebih untuk mengerjakan
suatu pekerjaan bersama-sama, dan upah kerjanya dibagi diantara mereka sesuai
dengan persyaratan yang disepakati bersama. Seperti pemborong bangunan, tukang
batu, instalasi listrik, dan bisa juga dalam jenis pekerjaan yang lainnya.
BAB
III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ‘Ariyah berasal dari kata a’ara yang
artinya ia memberinya pinjaman. Menurut bahasa ‘Ariyah adalah member manfaat
tanpa imbalan. ‘Ariyah adalah memberikan manfaat sesuatu yang halal kepada yang
lain untuk diambil manfaatnya dengan tidak merusak zatnya, gar zat barang itu
dapt dikembalikan. Tiap-tiap yang mungkin diambil manfaatnya dengan tidak
merusakkan zat barang itu, boleh dipinjam atau dipinjamkan.
Bank Islam
adalah lembaga perbankan sebagaimana yang diatur dalam perundang-undangn,
tetapi dalam kegiatan operasinya disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariat
Islam. Prinsip tersebut yang paling mendasar antara lain dalam cara bermuamalah
dijauhi praktik-praktik yang dikhawatirkan mengandung unsure-unsur riba dan
diganti dengan kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan
perdagangan. Selain itu, bank
(perbangkan) ialah suatu lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah memberikan
kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang, dengan tujuan
memenuhi kebutuhan kredit dengan modal sendiri atau orang lain.
Syirkah
dalam bahasa adalah bercampur yakni bercampurnya salah satu dari dua harta
dengan yang lainnya, sehingga idak dapat dibedakan antara keduanya. Menurut
Sayid Sabiq syirkah ‘uqud terbagi menjadi beberapa bagian,
yaitu:
1. Syirkah
‘Inan (اَلعِنَانُ)
2. Syirkah
Mufawadhah (اَلمُفَاوَضَةُ)
3. Syirkah
Wujuh (اَلوُوُخُوْهُ)
4. Syirkah
Abdan (اَلأَبِدَانُ)
DAFTAR
PUSTAKA
Wardi Muslich, Ahmad. 2010. Fiqih Muamalat. Jakarta: Amzah.
Rasjid, Sulaiman. 2004. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru
Algensindo.
Hasan, Ali. 2004. Berbagai Macam Transaksi dalam Islam “Fiqih
Muamalat”. Jakarta: PT Raja Grafindo.
Muhammad. 2005. Konstruksi
Mudharabah Dalam Bisnis Syari’ah. Yogyakarta: BPFE.
Perwataatmadja, Karnaen dan
Antonio, Muhammad Syafi’i. 1992. Apa dan Bagaimana Bank Islam. Yogyakarta:
Dana Bhakti Wakaf.
Nyazee, Imran Ahsan Khan. 2008. Fikih
Korporasi. Surabaya: PT. Temprina Media Grafika
[1] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam,(Bandung:
Sinar Baru Algensindo, 2004), 323
[2] Ahmad Wardi Muslich, Fiqih
Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2010), hal 510
[3] Ibid,
[4] Ibid, 517
[5] M. Ali
Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, hlm. 182
[6] Ahmad Wardi Muslich, Fiqih
Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2010), hal 339
[7] Ibid, hal 340
[8] Ibid, hal 341
[9] Ibid, hal 344
[10] Ibid, hal 345
[11] Ibid, hal 347
[12] Ibid, hal 348
[13] Ibid, hal 349
[14] Ibid, hal 350
[15] Ibid, hal 351
No comments:
Post a Comment