Tuesday, October 21, 2014

zuhud dan tawakkal



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
 Dewasa ini salah satu penyakit ruhani yang sering menjangkit orang muslim ialah terlalu canta dunia dan takut mati dan sombong dengan usahanya, maka dari itu untuk membersihkan penyakit ruhani tersebut, ialah hanya dengan berperilaku zuhud dan tawakkal. Sifat zuhud dan tawakkal merupakan kedua sifat yang terpuji, kedua sifat tersebut merupakan sifat yang berpengaruh baik bagi kehidupan umat muslim saat ini, yaitu terhindar dari cinta dunia secara berlebihan dan akan membentuk peribadi yang selalu pasrah atas kehendak Allah.
Dalam kehidupan sehari-hari sifat zuhud dan tawakkal perlu dimiliki oleh setiap orang muslim, oleh karena itu dalam kehidupan sehari-hari sebagai umat muslim dianjurkan untuk senantiasa memiliki sifat tersebut. Sifat zuhud dan tawakal juga menjadi benteng bagi kita dari penyakit yang sangat berbahaya yaitu Wahn “cinta dunia dan takut mati”. Karena jikalau sudah terjangkit akan membawa malapetaka bagi kita. Dalam makalah ini akan kami paparkan lebih jelas lagi tentang sifat tawakal dan zuhud.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian zuhud dan tawakkal?
2.      Seperti apakah contoh perilaku zuhud dan tawakkal?
3.      Bagaimanakah membiasakan perilaku zuhud dan tawakkal dalam kehidupan sehari-hari?
1.3  Tujuan Masalah
1.      Mengetahui pengertian zuhud dan tawakkal
2.      Mengetahui contoh perilaku zuhud dan tawakkal
3.      Mengetahui membiasakan perilaku zuhud dan tawakkal dalam kehidupan sehari-hari



















BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Zuhud dan Tawakkal
a.      Zuhud
Pengertian Zuhud Secara bahasa kata zuhud berasal dari bahasa Arab زَهَدَ- يَزْهَدُ-زُهْدً berarti “meninggalkan”. Orang yang zuhud disebut Zahid. Menurut istilah zuhud didefenisikan dalam kalimat yang berbeda-beda namun tetap dalam arti yang sama.
A.    Berpaling dan meninggalkan sesuatu yang disayangi bersifat material dan kemewahan duniawi dengan mengharapkan sesuatu yang lebih baik dan bersifat spritual berupa kebahagiaan ukhrawi.
B.     Menurut Imam al-Qusyairi, zuhud adalah tidak merasa bangga kemewahan dunia yang dimiliki dan tidak merasa sedih ketika kehilangan harta
C.     Menurut Imam Gazali, zuhud adalah mengurangi keinginan untuk menguasai kemewahan dunia sesuai dengan kadar kemampuannya
D.    menurut Ali Bin abi Thaib, zuhud berarti membatasi ambisi-ambisi duniawi, syukur setiap anugrah dan menghindari apa yang telah haramkan oleh Allah Swt.
Secara harfiah, zuhud artinya tidak ingin kepada sesuatu yang bersifat keduniawian. Menurut Harun Nasution, zuhud artinya meninggalkan dunia dan materi. Secara syar’i zuhud adalah mengambil sesuatu yang halal hanya sebatas keperluannya. Zuhud kepada dunia bukanlah mengharamkan yang halal dan membuang semua harta, serta tidak mau menikmati hal-hal yang bersifat duniawi, tapi lebih meyakini apa yang ada disisi Allah ketimbang apa yang ada ditangan kita.[1]
Hakikat zuhud ialah meninggalkan sesuatu dan menginginkan sesuatu yang lain. Orang yang zuhud lebih mengutamakan kebahagiaan hidup diakhirat yang kekal dan abadi, daripada mengejar kehidupan dunia yang fana dan sementara. Tingkatan zuhud tertinggi adalah meninggalkan segala sesuatu selain Allah, bahkan dunia sekalipun.[2] Banyak ayat dan hadits yang menunjukkan keutamaan zuhud, sebagaimana firman Allah Swt:
$¯RÎ) $oYù=yèy_ $tB n?tã ÇÚöF{$# ZpoYƒÎ $ol°; óOèduqè=ö7oYÏ9 öNåkšr& ß`|¡ômr& WxyJtã ÇÐÈ  
Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya”.
ö@è% ßì»tFtB $u÷R9$# ×@Î=s% äotÅzFy$#ur ׎öyz Ç`yJÏj9 4s+¨?$# Ÿwur tbqßJn=ôàè? ¸xÏGsù  
Katakanlah: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun.[3]
Zuhud adalah sikap hati, sebab zuhud berarti menghilangkan kecintaan terhadap dunia dari dalam hati, yang mana seorang zahid tidak memalingkan hatinya kepada dunia dan tidak pula menyibukkan hatinya dengan hal-hal duniawi yang membuatnya lupa dari tujuan diciptakannya manusia oleh Allah Swt.
Seorang zahid tidak berarti melepaskan diri dari hal-hal duniawi, sehingga mengosongkan tangannya dari harta, meninggalkan usaha yang halal dan menjadi beban bagi orang lain.  Dalam hadist Rasulullah Saw bersabda, “Jika engkau melihat hamba Allah yang telah diberi sifat diam dan zuhud, maka dekatilah ia. Sesungguhnya ia mengajarkan hikmah.” Dan sabdanya dilain hadits ialah, “Jika engkau ingin dicintai Allah, maka zuhudlah terhadap dunia.”[4]
b.      Tawakkal
Tawakkal ialah menyerahkan, menyandarkan diri kepada Allah setelah melakukan usaha atau ikhtiar dalam mengharapkan pertolongan-Nya. Tawakkal dalam ajaran Islam bukan suatu pelarian bagi orang-orang yang gagal usahanya, tetapi tawakkal itu adalah tempat kembalinya segala usaha. Tawakkal bukan berarti menyerah atau pasrah tanpa usaha, tetapi menyerahkan diri pada Allah itu pertanda taat kepada-Nya setelah berusaha. Jika pasrah itu merupakan sifat malas dan putus asa, jelas dilarang oleh Allah.[5]
Ibnu Ujaibah mengatakan, “Tawakkal adalah percaya sepenuh hati terhadap Allah, sampai dia tidak bergantung kepada sesuatu selain-Nya. Dengan kata lain, tawakkal adalah bergantung dan bertumpu kepada Allah dalam segala sesuatu, berdasarkan pengetahuan bahwa Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. Selain itu, tawakkal juga menuntut subjek untuk melebihkan semua yang ada dalam kekuasaan Allah lebih percaya daripada yang ditangan subjek.”[6]
Tawakkal maksudnya ialah berserah diri kepada Allah dan menerima apa saja yang telah ditentukannya. Tetapi dengan cara berusaha (ikhtiar) sekuat tenaga dan disertai dengan doa. Satu kesalahan yang tidak dapat dibenarkan apabila ada yang berkata, bahwa tawakkal itu meninggalkan usaha. Hal ini disebutkan dalam salah satu hadits, bahwasanya suatu hari Rasulullah melihat orang baduwi melepas untanya tanpa diikat, ketika ditanya kepadanya mengapa kamu berbuat demikian, si baduwi menjawab, “saya tawakkal kepada Allah”. Lalu  Rasulullah bersabda, “bukan itu yang disebut tawakkal, tetapi ikatlah dahulu. Kemudian baru tawakkal”.[7]
Biasanya kata tawakkal dihubungkan dengan istilah ikhtiar. Ikhtiar adalah berusaha. Semua orang sudah ditentukan rezekinya, kita tinggal memperolehnya. Tentu saja rezeki itu tidak bisa diperoleh hanya dengan berpangku tangan, tetapi harus dengan ikhtiar atau usaha.[8]
Allah memberikan contoh pada kita tentang makhluk Allah yang tidak memiliki akal sempurna tetapi mampu bertahan hidup yaitu hewan, contohnya seekor burung yang pergi dari sarangnya dalam keadaan lapar setelah itu mereka pulang dalam keadaan kenyang, maksudnya ialah tawakkal kepada Allah bukannya berarti menghilangkan usaha, melainkan tawakkal harus diimbangi dengan ikhtiar, karena tawakkal tanpa ikhtiar adalah tidak sah, kita diajarkan untuk bertawakkal pada Allah. Sebagaimana Allah Swt berfirman:
È@è%ur (#qè=yJôã$# uŽz|¡sù ª!$# ö/ä3n=uHxå ¼ã&è!qßuur tbqãZÏB÷sßJø9$#ur ( šcrŠuŽäIyur 4n<Î) ÉOÎ=»tã É=øtóø9$# Íoy»pk¤9$#ur /ä3ã¥Îm7t^ãsù $yJÎ/ ÷LäêZä. tbqè=yJ÷ès? ÇÊÉÎÈ  
Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.
¬!ur Ü=øxî ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur Ïmøs9Î)ur ßìy_öãƒ ãøBF{$# ¼ã&#ä. çnôç6ôã$$sù ö@ž2uqs?ur Ïmøn=tã 4 $tBur y7/u @@Ïÿ»tóÎ/ $£Jtã tbqè=yJ÷ès? ÇÊËÌÈ
“Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nya-lah dikembalikan urusan-urusan semuanya, Maka sembahlah Dia, dan bertawakkallah kepada-Nya. dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan.(QS. Hud (11): 123)
ö@ž2uqs?ur n?tã ÇcyÛø9$# Ï%©!$# Ÿw ßNqßJtƒ ôxÎm7yur ¾ÍnÏôJpt¿2 4 4xÿŸ2ur ¾ÏmÎ/ É>qçRäÎ/ ¾ÍnÏŠ$t6Ïã #·ŽÎ7yz ÇÎÑÈ  
“Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. dan cukuplah Dia Maha mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya.(QS. Al-Furqan (25): 58)
Adapun Tingkatan tawakkal berdasarkan tingkatannya dibagi menjadi beberapa tingkatan, diantaranya :
·         Tawakkalul wakil, artinya seseorang yang mempercayakan urusannya kepada sang wakil yaitu Allah Swt. tawakkal seperti ini dilakukan oleh mukmin biasa.
·         Tawakkal Taslim, artinya seseorang yang tidak membutuhkan sesuatu selain Allah Swt. Tingkatan tawakkal seperti ini adalah tawakkalnya para Nabi/Rasul.

2.2  Contoh Perilaku Zuhud dan Tawakkal
a.      Contoh Perilaku Zuhud
·         Senantiasa mensyukuri nikmat yang diberikan Allah Swt.
·         Senantisa merasa cukup meskipun harta yang dimiliki sekedar untuk memenuhi kebutuhan.
·         Orang yang memiliki kemampuan untuk hidup mewah, tetapi mereka tidak mau, sebab mereka selalu membelanjakan hartanya di jalan Allah Swt. untuk mendaptkan keridhaan-Nya.
·         Tidak mencintai dunia secara berlebihan. Maksudnya adalah mencintai dunia sehingga melupakan cintanya kepada Allah Swt dan Rasul-Nya.
·         Tidak meninggalkan kehidupan dunia secara total namun menjadikan kehidupan dunia menjadi sarana yang menentukan kehidupan di akhirat.
Berikut ini contoh perilaku zuhud yang dilakukan oleh sahabat.
·         Umar bin Khattab r.a (Zuhud dalam hal makanan)
Sikap zuhud Umar dalam hal makanan bukan berarti ia mengharamkan yang halal, sebab mengharamkan sesuatu yang halal adalah tindakan orang-orang yang bodoh. Hanya saja Umar dikenal amat sederhana dalam memilih makanan, dan ia tidak akan mencari sesuatu yang menyulitkan dirinya, dan dia tidak menolak terhadap apa yang sudah ada dihadapannya.
Abu Bakrah Ats-Tsaqafi mengatakan, “Suatu ketika Umar diberi sepotong roti dengan zaitun saja, lalu ia pun mengusap-usap perutnya. Dan setelah itu, ia mulai memakannya seraya mengatakan, “Demi Allah, wahai perut… engkau akan terlatih untuk memakan roti dan zaitun saja.”
Bahkan oleh sebab kezuhudannya yang amat luar biasa dalam hal makanan, sampai-sampai Umar melarang tepung gandumnya disaring agar lebih lembut, dan terpilih yang baik-baik saja. Dalam hal ini Yassar bin Numair r.a pernah mengatakan, “Demi Allah, aku akan merasa bersalah apabila aku menyaring tepung gandum yang akan aku hidangkan untuk Umar.”[9]
·         Ali bin Thalib r.a (Zuhud dalam hal pakaian)
Riwayat ini telah diriwayatkan oleh lebih dari satu orang, yakni suatu ketika Ali r.a terlihat mengenakan pakaian dan jubahnya. Saat itu Ali r.a terlihat sedang menggenggam sebatang tongkat seolah mirip orang Arab Badui. Selanjutnya dalam keadaan demikian ia menuju ke pasar pakaian Karabis, dan menuju ke salah satu penjual pakaian Karabis seraya berkata, “Apakah ada baju panjang seharga tiga dirham?”
Lalu penjual itu mengeluarkan sehelai baju panjang, dan ternyata baju itu panjangnya hingga menutupi dua betisnya. Selanjutnya Ali memandangi baju itu dari arah kanan dan arah kiri. Tak berselang lama ia berkata, “Menurut pandanganku baju ini cukup baik untukku, berapakah harganya?”[10]
b.      Contoh Perilaku Tawakkal
·         Selalu mempersiapkan diri terhadap kemungkinan yang terjadi pada dirinya. seperti bersyukur apabila mendapat karunia ,jika tidak ia akan bersabar.
·         Tenang dalam menjalankan kehidupan, tidak pernah berkeluh resah dan gelisah.
·         Selalu giat bekerja dan ikhtiar, karena ia berprinsip bahwa langit tidak akan pernah menurunkan hujan emas dan perak.
·         Selalu giat berdo’a kepada Allah Swt
·         Menerima segala ketentuan Allah Swt. dengan ridho terhadap dirinya dan keadaannya.
·         Berusaha memperoleh sesuatu yang dapat memberikan manfaat kepada orang lain.


2.3 Membiasakan Perilaku Zuhud dan Tawakkal dalam Kehidupan Sehari- Hari
a.      Membiasakan Perilaku Zuhud dalam Kehidupan Sehari-Hari.
Agar kita bisa berlaku zuhud, ada hal-hal yang harus menjadi perhatian kita:[11]
1.      Selalu berorientasi pada kebahagiaan di akhirat tanpa harus mengabaikan kebahagiaan di dunia.
“Dan carilah (pahala) pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (al-Qashash: 77)
2.      Selalu merasa dalam pengawasan Allah hinggah membuatnya tidak mau menghalalkan segala cara. Jangankan dalam urusan mencari nafkah secara tidak halal, segala yang turun dari langit, yang masuk ke dalam bumi, dan segala yang naik saja meskipun kecil diketahui oleh Allah Swt. Sebagaimana firman-Nya,
“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: kemudian Dia bersemayam di atas ´arsy Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. dan Dia bersama kamu di mama saja kamu berada. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.” (al-Hadiid: 4)

3.      Menyadari adanya pertanggungjawaban pada kehidupan di akhirat nanti, termasuk yang terkait dengan harta. Oleh sebab itu, janganlah urusan harta membuat manusia lalai dari Allah Swt. Sebagaimana firman-Nya,
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk kedalam kubur. Sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), kemudian sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahuinya. Sekali-kali tidak! Sekiranya kamu mengetahui dengan pasti, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahim, kemudian kamu akan benar-benar malihatnya dengan mata kepala sendiri, kemudian kamu benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang megah di dunia itu).” (at-Takatsur: 1-8)
Dengan demikian agar kita bisa berlaku zuhud perlu kiranya kita memperhatikan dan mampu untuk mengamalkan dalam kehidupan sehahri-hari dari ketiga poin yang telah disebutkan di atas.

b.      Membiasakan Perilaku Tawakkal dalam Kehidupan Sehari-Hari.
Tawakkal merupakan sifat dan ciri-ciri orang yang beriman, sebagaimana telah dijelaskan dalam firman Allah Swt: QS. Al-Anfal (8): 2-4
$yJ¯RÎ) šcqãZÏB÷sßJø9$# tûïÏ%©!$# #sŒÎ) tÏ.èŒ ª!$# ôMn=Å_ur öNåkæ5qè=è% #sŒÎ)ur ôMuÎ=è? öNÍköŽn=tã ¼çmçG»tƒ#uä öNåkøEyŠ#y $YZ»yJƒÎ) 4n?tãur óOÎgÎn/u tbqè=©.uqtGtƒ ÇËÈ   šúïÏ%©!$# šcqßJÉ)ムno4qn=¢Á9$# $£JÏBur öNßg»uZø%yu tbqà)ÏÿZムÇÌÈ   y7Í´¯»s9'ré& ãNèd tbqãZÏB÷sßJø9$# $y)ym 4 öNçl°; ìM»y_uyŠ yYÏã óOÎgÎn/u ×otÏÿøótBur ×-øÍur ÒOƒÌŸ2 ÇÍÈ  
2. Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.
3. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.
4. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia.
Dan cara membiasakan diri untuk berperilaku tawakkal diantaranya adalah:
a)      Membaca sejarah para Nabi dan Rasul Allah Swt.sebagai suri tauladan dalam kehidupan kita. Seperti kesabaran Nabi Ayyub as. dari cobaan yang ditimpakan kepadanya dll.
b)      Selalu giat bekerja, ikhtiar dan berdo’a.
c)      Melatih kesabaran dengan memperbanyak ibadah sunah sesudah ibadah wajib.
d)       Selalu memiliki sifat optimis dan tidak putus asa dengan prinsip hidup.










BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Zuhud dan Tawakkal merupakan dua dari beberapa contoh perilaku terpuji yang disampaikan dalam makalah. Zuhud artinya tidak ingin kepada sesuatu yang bersifat keduniawian, sehingga orang itu berusaha untuk memperoleh sesuatu yang bersifat ukhrawi. Sedangkan tawakkal dalam ajaran Islam bukan suatu pelarian bagi orang-orang yang gagal usahanya, tetapi tawakkal itu adalah tempat kembalinya segala usaha. Tawakkal bukan berarti menyerah atau pasrah tanpa usaha, tetapi menyerahkan diri pada Allah itu pertanda taat kepada-Nya setelah berusaha. Jika pasrah itu merupakan sifat malas dan putus asa, jelas dilarang oleh Allah Swt.
3.2 Saran
Makalah inipun tak luput dari salah tulis atas kata-kata yang telah kami buat, serta penjelasan yang dirasa masih jauh dari kata “memuaskan”. Maka dari itu kami selaku penulis meminta saran terhadap pembaca jika ditemukan kekeliruan dalam penulisan makalah ini. Sehingga dengan demikian kami ucapkan terima kasih atas bantuan, saran dan kritiknya agar dengan adanya itu semua kami dapat lebih meningkatkan kemampuan dalam hal tulis-menulis.





Daftar Pustaka

al-Qur’anul Karim
Abdullah Yatimin, M, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an, Jakarta: Amzah, 2007.
AF, Masan, Akidah Akhlak Madrasah Tsanawiyah Kelas VIII, Semarang: Karya Toha Putra, 2009.
Yani Ahmad, Be Excellent Menjadi Pribadi Terpuji, Jakarta: Al Qalam, 2007.
Penerjemah: Fudhailurrahman, Aida Humaira, Ringkasan Ihya’  ‘Ulumuddin/Imam Ghozali, Jakarta: Sahara Publishers, 2010.
As-Sayyid, Majdi Fathi, 185 Kisah Zuhud & Ibadah Para Sahabat, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2008.
Isa, Abdul Qadir, Hakekat Tasawuf, Jakarta: Qisthi Press, 2010.


 [1]Ahmad Yani.. Be Excellent Menjadi Pribadi Terpuji. 2007, hlm. 158.
[2] Penerjemah: Fudhailurrahman, Aida Humaira.. Ringkasan Ihya’ ‘Ulumuddin/Imam Ghozali. 2010, hlm. 450.
[3] QS: An-Nisa’: 77
[4]Penerjemah: Fudhailurrahman, Aida Humaira.Op, cit. hlm. 451.
[5] M. Yatimin Abdullah. Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an. 2007, hlm. 53.
[6] Syaikh Abdul Qadir Isa. Hakekat Tasawuf. 2010. hlm. 261
[7] M. Yatimin Abdullah. Op, cit, hlm. 204.
[8] Masan, AF. Akidah Akhlak Madrasah Tsanawiyah Kelas VIII. 2009, hlm. 38
[9]Syaikh Majdi Fathi As-Sayyid. 185 Kisah Zuhud & Ibadah Para Sahabat. 2008. Hlm. 57-58
[10] Ibid. hlm. 82-83
[11]Ahmad Yani.. Op,cit, hlm. 188-189.

No comments:

Post a Comment