BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Shalat menurut bahasa adalah do’a dalam hal
kebaikan, sedangkan menurut terminology, shalat adalah perbuatan dan perkataan
yang dilakukan secara khusus, yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan
salam, dengan syarat-syarat tertentu. Ia disebut shalat karena ia menghubungkan
seorang hamba kepada penciptanya, da shalat merupakan manifestasi penghambaan
dan kebutuhan diri kepada Allah swt. Dari sini, maka shalat dapat menjadi media
permohonan pertolongan dalam menyingkirkan segala bentuk kesulitan yang ditemui
manusia dalam perjalanan hidupnya
Shalat sunnah adalah
(juga biasa disebut shalat tathawwu’, shalat nafilah atau nawafil) adalah
shalat-shalat di luar kelima shalat fardhu yang wajib dikerjakan dalam sehari
semalam. Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Abu Daud disebutkan bahwa
shaly-shalat sunnha disyariatkan, agar menjadi penyempurna bagi
kekurangan-kekurangan yang mungkin terjadi ketika melaksanakan shalat-shalat
fardhu.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana definisi dari shalat fardhu dan
kapan waktu pelaksanaannya?
2. Bagaimana hokum dan syarat-syarat shalat?
3. Bagaimana rukun shalat dan apa hal-hal yang
menyebabkan batalnya shalat?
4. Bagaimana definisi shalat sunnah dan macam-macamnya?
C. Tujuan
1. Memahami dan mengetahui definisi dari
shalat fardhu dan kapan waktu pelaksanaannya.
2. Mengetahui hokum dan syarat-syarat shalat.
3. Memahami rukun shalat dan apa hal-hal yang
menyebabkan batalnya shalat.
4. Mengetahui dan memahami definisi shalat
sunnah dan macam-macamnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Shalat dan Waktu-Waktu Pelaksanaannya
Shalat menurut
bahasa adalah do’a dalam hal kebaikan, sedangkan menurut terminology, shalat
adalah perbuatan dan perkataan yang dilakukan secara khusus, yang dimulai
dengan takbir dan diakhiri dengan salam, dengan syarat-syarat tertentu.[1]
Ia disebut shalat
karena ia menghubungkan seorang hamba kepada penciptanya, da shalat merupakan
manifestasi penghambaan dan kebutuhan diri kepada Allah swt. Dari sini, maka
shalat dapat menjadi media permohonan pertolongan dalam menyingkirkan segala
bentuk kesulitan yang ditemui manusia dalam perjalanan hidupnya[2], sebagaimana firman Allah swt:
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. (QS. Al-Baqarah: 153)
Waktu-waktu pelaksanaan shalat
1. Waktu Dzuhur
- Awal waktu : ketika matahari tergelincir.
- Akhir waktu : ketika bayangan dan benda telah sama.
2. Waktu Ashar
- Waktu Afdlol : ketika bayangan benda telah melebihi bendanya.
- Waktu Ikhtiyar : ketika bayangan benda telah menjadi dua kali bendanya.
- Waktu Jawaz : ketika bayangan benda telah menjadi dua kali lipat, sampai keluarnya mega merah.
- Waktu Jawaz disertai hokum makruh : ketika matahari hampir terbenam.
- Waktu tahrim : ketika waktu yang tersisi sudah tidak cukup digunakan salat ashar.
3. Waktu Maghrib
- Awal waktu : ketika matahari terbenam secara keseluruhan.
- Akhir waktu : ketika mega merah telah terbenam.
4. Waktu Isya’
- Waktu ikhtiyar : ketika mega merah telah terbenam sampai sepertiga malam.
- Waktu jawaz : sejak sepertiga malam samapai terbitnya fajar shodiq, yakni fajar yang melintang pada arah selatan dan utara di belahan langit sebelah timur.
5. Waktu Subuh
- Waktu Afdlol : yakni permulaan waktu subuh (terbitnya fajar shodiq)
- Waktu ikhtiyar : mulai masuknya waktu subuh sampai hari telah mulai terang.
- Waktu jawaz : mulai masuknya waktu subuh sampai munculnya warna merah di langit sebelum terbitnya matahari.
- Waktu jawaz disertai hokum makruh : saat hari mulai terang sampai terbitnya matahari.
- Waktu tahrim : yaitu waktu yang tidak cukup digunakan untuk mengerjakan shalat subuh.[3]
B. Hukum dan
Syarat-Syarat Shalat
Hukum mengerjakan dan kewajiban
Shalat lima waktu
berhukum fardhu ‘ain bagi muslim yang baligh, berakal, serta suci dari haid dan
nifas.[4] Dalil yang dijadikan pijakan dalam
menentukan kewajiban shalat berdasarkan firman Allah:
“ Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta
orang-orang yang ruku”. (QS. Al-Baqarah: 43)
Hukum meninggalkan
1. Kafir dan murtad, yakni orang yang meninggalkan
shalat sebab mengingkari kewajiban shalat.
2. Fasiq dan maksiat, yakni orang yang
meninggalkan shalat sebab malas mengerjakan dan meremehkan shalat.
3. Tidak fasiq dan tidak maksiat, yakni orang
yang meninggalkan shalat sebab baru masuk Islam atau terpencil dari komunitas
muslim sewaktu datang kewajiban shalat kepadanya.[5]
Syarat-Syarat shalat
1.
Syarat wajib
Syarat
wajib shalat ialah suatu keadaan yang menetapkan kewajiban mendirikan shalat,
dan tidak termasuk bagiannya. Adapun syarat wajib shalat ada enam:
- Beragama Islam, bagi kafir asal tidak diwajibkan mendirikan shalat dan mengqodlo’ shalat yang ia tinggalkan. Berbeda dengan orang murtad (keluar dari Islam), maka baginya tetap ada kewajiban shalat dan mengqodlo’ shalat yang ia tinggalkan sewaktu murtad.
- Baligh, yakni orang telah sampai pada batasan usia atau lainnya, sehingga ia dibebani hukum syari’ah. Tanda orang yang telah baligh adalah:
Lelaki:
·
Genap berusia 15 tahun denga perhitungan tahun qomariyyah.
·
Pernah mimpi basah atau keluar sperma pada usia 9
tahun ke atas.
Perempuan:
·
Genap berusia 15 tahun dengan perhitungan tahun qomariyyah.
·
Pernah mimpi basah atau keluar sperma pada usia 9
tahun ke atas.
·
Keluar darah haid pada usia 9 tahun ke atas atau
Sembilan tahun kurang lima belas hari
- Berakal, oleh karenanya shalat tidak diwajibkan bagi orang gila, epilepsy, dan mabuk yang terjadi bukan karena kecerobohannya.
- Suci dari haid dan nifas
- Ajaran Islam telah sampai kepadanya.
- Terlahir dengan panca indera yang sempurna.
Apabila
tidak memenuhi syarat di atas, maka seseorang tidak wajib mengerjakan dan mengqodlo’
shalat.
2. Syarat Sah
Syarat
sah shalat adalah ssuatu yang menentukan keabsahan shalat dan tidak termasuk
bagiannya.[6]
Syarat sah shalat ada lima, yaitu:
- Mengetahui masuknya waktu shalat, yang dapat diketahui dengan:
·
Suara adzan
·
Melihat bintang
·
Melihat jam
·
Suara ayam berkokok
·
Melakukan wiridan
·
Melihat matahari
·
Melihat mega
·
Malihat fajar shodiq.
Apabila
seseorang mengerjakan shalat tanpa mengeahui masuknya waktu shalat, maka
shalatnya batal, meskipun sebenarny asudah masuk pada waktunya. Allah swt
berfirman:
“Sesungguhnya shalat atas orang-orang
yang beriman adalah suatu ketetapan yang dibatasi waktu”. (QS. An-Nisa’:
103)
- Suci dari hadast besar dan kecil, untuk hadst besar dengan mandi atau tayamum, untuk hadast kecil dengan wudhu atau tayamum. Berdasrkan firman Allah swt:
“Hai orang-orang beriman, apabila kamu
hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan
siku, dan usaplah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai kedua mata kaki dan jika
kamu junub mandilah”. (QS. Al-Maidah: 6)
- Suci dari najis, baik pakaian, badan, ataupun tempat yang tersentuh oleh tubuh atau yang tersentuh pakaiannya.
- Menutup aurat (sesuatu yang wajib ditutupi dan haram dilihat),
Adapun kriteria tutup yang dapat digunakan
menutup aurat ada dua:[7]
·
Dapat menutupi warna kulit.
·
Berupa pakaian dan sejenisnya.
Apabila
seseorang tidak mempunyai tutup sama sekali, maka baginya boleh mengerjakan
shalat dengan telanjang dan tidak perlu mengulanginya.[8]
Terdapat
perbedaan batasan aurat antara laki-laki dan perempuan, sebagaimana
berikut:
Aurat laki-laki:
·
Di dalam shalat: anggota tubuh selain wajah.
·
Di luar shalat: antara pusar dan lutut.
Aurat permpuan:
·
Di dalam shalat: anggota tubuh selain wajah dan kedua
telapak tangan.
·
Di luar shalat:
o Di hadapan laki-laki lain: seluruh anggota
tubuh.
o Di hadapan mahram: antara pusar dan lutut.
o Di hadapan wanita muslimat: antara pusar
dan lutut.
o Di hadapan wanita kafir: anggota badan
selain yang tampak ketika sibuk untuk memenuhi kebutuhan.
- Menghadap Qiblat
Kewajiban menghadap qiblat berlaku
untuk seluruh shalat, kecuali shalat sunnah pada waktu bepergian dan shalat
saat berkecamuknya perang.
Terdapat tiga cara dalam mengahadap qiblat:
·
Dengan dada, jika shalat dalam keadaan normal.
·
Dengan muka, jika shalat dikerjakan dengan tidur
miring.
·
Dengan kaki dan muka, jika shalat dikerjakan dengan
tidur terlentang.
C. Rukun dan
Batalnya Shalat
Rukun shalat adalah
bagian yang menentukan sah atau tidaknya shalat. Rukun shalat ada tujuh belas:
1. Niat, adapaun syarat yang harus dipenuhi
dalam niat adalah;
- Apabila shalat fardhu, maka harus memenuhi tiga hal:
1) Kesengajaan melakukan shalat dengan lafadh usholli.
2) Niat mengerjakan kefardhuan shalat dengan
lafadh fardha.
3) Menentukan kefardhuan shalat.
Contoh: niat shalat dzuhur;
“Usholli fardhodzuhri”
- Apabila shalat sunnah yang memiliki waktu, maka harus memenuhi dua hal:
1) Kesengajaan mengerjakan shalat dengan
lafadh usholli.
2) Menentukan waktu shalat.
Contoh: niat shalat qobliyah dzuhur;
“Usholli qobliyatadzuhri”
- Apabila shalat sunnah yang memiliki sebab, maka harus memenuhi dua hal:
1) Kesengajaan mengerjakan shalat dengan
lafadu usholli,
2) Menentukan sebab shalat.
Contoh: niat shalat gerhana matahari;
“Ushollilkusuufa”
- Apabila shalat sunnah secara mutlak, maka niat hanya cukup memenuhi satu hal saja, yakni kesengajaan mengerjakan shalat dengan menggunakan lafadh: usholli.
2. Berdiri bagi yang mampu,
Bagi
yang tidak mampu maka boleh shalat degan duduk, apabila tidak mampu duduk, maka
dengan tidur miring, jika tidak mampu, maka dengan tidur terlentang, jika jika
tidak mampu, maka dengan isyarat, dan jika tidak mampu isyarat, maka cukup
dengan gerakan hati.[10]
3. Takbirotul
ihram, disebut
takbirotul ihram sebab takbir ini mengharamkan sesuatu yang sebelum takbir
diperbolehkan. Adapun lafadh yang ddapat dijadikan takbir adalah: Allahuakbar,
Allahul akbar, Allahul jaliilul akbar, Allahu ‘azza wa jalla akbar.
Sedangkan
yang tidak dapat dijadikan takbir adalah semisal lafadh: Akbarullah,
Arrahmaanu akbar, Allahul jaliilul ‘adziimul chaliimu akbar.
Apabila tidak mampu mengucapkan takbir
dengan bahasa Arab, maka boleh menterjemahkan ke bahasa yang lain, dan tidak boleh
diganti dengan dzikir.[11]
4. Membaca surat Al-Fatihah, dengan
memperhatikan semua huruf, syiddah, dan urutannya serta dilakukan secara
berturut-turut. Bagi yang tidak mampu membaca surat Al-Fatihah boleh
menggantinya dengan ayat Al-Quran yanglain, dzikir, dan do’a yang jumlah
hurufnya tidak kurang dari jumlah huruf pada surat Al-Fatihah.
5. Ruku’, batas minimalnya adalah dengan cara
membungkukkan badan sampai kedua telapak tangan bisa menggapai lutut, sedangkan
ruku’ yang sempurna adalah dengan cara:
a. Meratakan leher dan punggung sampai seperti
selembar papan.
b. Menegakkan kedua betis.
c. Memegang kedua lutut dengan kedua telapak
tangan.
6. Diam barang sejenak (thuma’ninah)
ketika ruku’.
7. Bangun dari ruku’ ke posisi semula (I’tidal).
8. Thuma’ninah ketika I’tidal.
9. Sujud, dengan meletakkan ketujuh
anggotanya, yakni:
1) Kening,
2) Dua lutut,
3) Dua telapak tangan,
4) Bagian dalam jari-jari dua kaki.
10. Thuma’ninah ketika sujud,
11. Duduk di antara dua sujud,
12. Thuma’ninah saat duduk di antara dua sujud,
13. Duduk tsyahud akhir,
14. Membaca tasyahud akhir,
15. Membaca shalawat nabi saw dalam tsyahud
akhir,
16. Salam yang pertama,
Perkara yang membatalkan shalat
Perkara yang membatalkan shalat ada sebelas:
1. Berbicara dengan sengaja, adapau dehem
karena kesulitan membaca rukun qouli bukanlah perkara yang membatalkan
shalat,
2. Gerakan banyak, yang tidak termasuk gerakan
shalat. Ukuran banyak dalam hal ini adalah tiga kali gerakan berturut-turut
atau satu kali gerakan yang keras; seperti meloncat. Adapun bagi penderita
penyakit kulit yang parah; seperti kudis yang tidak mampu ditahan, apabila ia
menggaruk lebih dari tiga kali, shalatnya tetap sah.
3. Hadast, baik sengaja atau lupa,
4. Terkena najis (yang tidak dima’fu), kecuali
jika najisnya kering dan langsung dibuang,
5. Terbukanya aurat, kecauli jika tidak
sengaja dan langsung ditutup,
6. Berubahnya niat, yakni niat memutus shalat,
merubah niat, menggantungkan putusnya shalat, dan ragu-ragu terputusnya shalat,
7. Membelakangi qiblat, kecuali pada shalat
sunnah safar dan shalat syiddatul khauf,
8. Makan dan minum, kecuali jika sedikit
karena lupa,
9. Tertawa (qohqohah), yakni tetawa yang
sampai mengeluarkan dua huruf atau satu huruf yang memahamkan,
10. Keluar dari agama Islam (riddah), baik
sebab perbuatan, perkataan atau keyakinan.
11. Menambah rukun fi’li, yakni rukun yang
berupa perbuatan.
D. Shalat
Sunnah dan Macam-Macamnya
Yang dimaksud dengan
shalat sunnah adalah (juga biasa disebut shalat tathawwu’, shalat nafilah atau
nawafil) adalah shalat-shalat di luar kelima shalat fardhu yang wajib
dikerjakan dalam sehari semalam. Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Abu
Daud disebutkan bahwa shaly-shalat sunnha disyariatkan, agar menjadi
penyempurna bagi kekurangan-kekurangan yang mungkin terjadi ketika melaksanakan
shalat-shalat fardhu.
1. Shalat Idul
Fitri dan Idul Adha
- Hukum
Mengerjakan shalat idul Fitri dan idul Adha
berhukum sunnah muakad.[13]
- Dalil
Dalil mengerjakan shalat dua hari raya
adalah firman Allah swt:
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu,
dan berkorbanlah”. (QS. Al-Kautsar: 3)
Dan
hadist nabi Muhammad saw:
“Rasulullah saw, Abu Bakar, Umar
melakukan shalat dua hari raya sebelum khutbah dilaksanakan”. (Muttafaq
‘Alaih)
Shalat
hari raya adalah shalat yang berjumlah dua rakaat dan sunnah dengan berjamaah,
serta dikerjakan sebelum khutbah. Akan tetapi, bagi orang yang mengerjakan
ibadah haji disunnnahkan mengerjakannya tanpa berjamaah. Bagi orang yang
mengerjakannya tanpa berjamaah tidak disunnahkan melakukan khutbah setelahnya.
Adapun tempat melaksanakan shalat ‘idain adalah masjid.[14]
- Waktu pelaksanaan
Pelaksanaan shalat hari raya dimulai saat
matahari terbit sampai dengan tergelincir, dan yang paling utama adalah
mengerjakannya ketika mmatahari sudah naik kira-kira satu tombak dalam
pandangan mata.
- Kesunnahan
Kesunnahan yang dapat dilakukan pada saat
hari raya adalah:
1) Melantunkan takbir
Kesunnahan ini dimulai sejak terbenamnya
matahari hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, dan berakhir ketika imam memulai
shalat Id. Hanya saja, pada hari raya Idul Adha tetap disunnahkan alantunkannya
setiap selesai mengerjakan shalat fardhu, shalat rawatib, shalat sunnah mutlak,
dan shalat jenazah. Kesunnahan ini berlangsung sampai waktu ashar tanggal 13
Dzulhijjah.
2) Mandi dengan niat untuk melaksanakan shalat
hari raya.
3) Berangkat pagi-pagi, kecuali bagi imam
disunnahkan berangkat ketika shalat hendak dilaksanakan.
4) Berhias diri dengan memakai parfum, pakaian
yang bagus, memotong kuku, serta menghilangkan bau yang tidak sedap.
5) Menempuh jalan yang berbeda ketika
berangkat dan pulang.
6) Makan terlebih dahulu sebelum berangkat
shalat idul Fitri, sedangkan pada idul Adha sunnah melakukan shalat terlebih
dahulu.
7) Tahniah (ungkapan suka cita) atas datangnya
hari raya disertai dengan berjabat tangan.
8) Menjawab ucapan suka cita.
- Teknis pelaksanaan shalat dan khutbah hari Raya:
1) Ketika imam sampai di masjid, muraqi segera
berdiri untuk memberi aba-aba dimulainya shalat.
2) Imam segera menuju muhrab (tempat imam),
lalu niat shalat disertai takbiratul ihram.
3) Setelah takbiratul ihram, dilanjutkan
membaca do’a iftitah, kemudian melakukan takbir sebanyak tujuh kali pada rakaat
pertama, dan lima kali pada rakaat kedua. Lalu membaca tasbih di sla-sela
takbir.
4) Setelah selesai melakukan takbir ketujuh,
dilaknjutkan membaca ta’awudz, surat Al-Fatihah dna surat-surat yang
disunnahkan; seperti surat Qaf atau Al-A’la pada rakaat pertama, dan surat
Al-Qamar atau surat Al-Ghasyiyah pada rakaat kedua.
5) Selesai melaksanakan shalat. Muraqi segera
berdiri untuk memberi aba-aba dimulainya khutbah, disusul dengan membaca
shalawat sambil menyerahkan tongkat.
6) Setelah itu, khotib menuju mimbar.
7) Kemudian muraqqi membaca doa.
8) Selesai doa, khotib mengucapkan salam
kemudian duduk.
9) Lalu muraqi membaca takbir sebanyak tiga
kali.
10) Kemudian khotib melaksanakan khutbah
pertama. Selesai khutbah duduk sejenak, disusul muraqi membaca shalawat.
11) Selesai duduk, khotib melanjutkan dengan
khutbah kedua sampai selesai.
2. Shalat
Rawatib
- Pengertian
Yang
dimaksud shalat rawatib adalah shalat sunnah yang mengiringi shalat fardhu atau
shalat sunnah yang dikerjakan sebelum shalat fardhu (qabliyah) atau setelahnya
(ba’diyah).
- Hukum
Hukum mengerjakan shalat rawatib ada dua:
1)
Sunnah muakad, yakni kesunnahan yang hampir tidak
pernah ditinggalkan oleh nabi muhammad saw. Shalat sunnah yang dimaksud
berjumlah sepuluh rakaat, yakni:
·
Dua rakat sebelum subuh
·
Dua rakaat sebelum dzuhur
·
Dua rakaat setelah dzuhur
·
Dua rakaat setelah maghrib
·
Dua rakaat setelah isya’
·
Sunnah ghairuh mu’akad
Shalat sunnah yang dimaksud berjumlah dua belas rakaat, yakni:
·
Dua rakaat sebelum dzuhur
·
Dua rakaat setelah dzuhur
·
Empat rakaat sebelum ashar
·
Dua rakaat sebelum maghrib
·
Dua rakaat sebelum isya’
- Waktu
Adapun waktu mengerjakan shalat sunnah rawatib
adalah:
1)
Shalat qabliyah, dikerjakan sebelum shalat fardhu,
mulai shalat fardhu sampai habisnya waktu
2)
Shalat ba’diyah dikerjakan setelah shalat fardhu
sampai habisnya waktu shalat fardhu.
- Kesunnahan:
Diantara kesunahan dalam salat rawatib adalah :
1. Membaca surat
al-kafirun dan al-ikhlas pada rakaat pertama dan kedua salat ba’diyah magrib
setelah membaca surat al-faatihah.
2. Membaca surat
al-kafirun dan al-ikhlas pada rakaat yang pertama dan kedua salat ba’diyah
marib setelah membaca surat al-fatihah.
3. Membaca surat
an-nasr, al-kafirun, atau al-baqarah ayat 36, dan surat al-fil, al-ikhlas,
ali-imron ayat 64 pada rakaat pertama dan kedua salat kobliyah subuh setelah
membaca surat al-fatihah.
4. Berdoa
setelah mengerjakan salat kobliyah subuh.
3. Shalat
Tahajud
Tahajud
menurut bahasa adalah memaksa diri untuk tidak tidur dengan memberatkannya.
Sedangkan shalat tahajud menurut istilah adalah setiap shalat sunnah yang
dikerjakan pada malam hari setelah tidur dan sudah melaksanakan shalat isya’.
Shalat tahajud harus dikerjakan pada waktu haqiqinya, yakni setelah hilangnya
mega merah
- Hukum dan dalil
Hukum
shalat tahajud adalah sunnah berdasarkan firman Allah swt:
“ Dan pada sebagian malam hari
bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu,
mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji”. (QS.
Al-Isra’: 79)
Dan sabda Nabi saw:
“Shalat yang palingutama setelah shalat
maktubah adalah shalat tengah malam”. (Hadist riwayat Muslim)
- Jumlaah rakaat
Jumlah
rakaat shalat tahajud paling sedikit adlaah dua rakaat, dan tidak ada batasan
paling banyak. Akan tetapi, menurut Imam Ramli diperbolehkan mengerjakan shalat
tahjud dengan satu rakaat saja.
- Waktu pelaksanaan
Waktu
shalat tahajud dimulai ketika hilangnya mega merah sampai terbitnya fajar
shadiq. Adapau waktu yang paling utama ada dua:
1) Tengah malam, sekitar pukul 12.00 WIB –
01.00 WIB. Apabila malam tersebut dibagi menjadi tiga waktu.
2) Akhir malam, sekitr pukul 12.00 – 03.00
WIB. Apabila malam tersebut dibagi menjadi dua waktu.
- Petunjuk pelaksanaan
Petunjuk pelaksanaan shalat tahajud adalaha
sebagai berikut:
1) Tidur qoilullah, yakni tidur sebentar pada
siang hari sebelum tergelinccirnya matahari.
2) Berniat bangun tidur untuk mengerjakan
shalat tahajud ketika kan tidur malam.
3) Mengusap wajah pada saat bangun tidur dan
membangunkan keluarga atau teman untuk mengerjakan shalat tahajud.
4) Bersiwak.
5) Keluar rumah uuntuk memandang langit seraya
membaca surat Ali Imraaon mulai ayat 190 – 200.
6) Mengawali shalat tahajud dengan mengerjakan
shalat sunnah dua rakaat.
7) Niat shalat.
8) Memanjangkan waktu berdiri daripada rukun
yang lain. Hal ini lebih utama bahakan daripada menambah rakaat.
9) Memperbanyak doa dan istighfar, dan waktu
yang lebih utama adalah saat tengah malam yang terakhir sekitar pukul 24.00 –
03.30 WIB.
BAB III
PENUTUP
Shalat menurut bahasa adalah do’a dalam hal
kebaikan, sedangkan menurut terminology, shalat adalah perbuatan dan perkataan
yang dilakukan secara khusus, yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan
salam, dengan syarat-syarat tertentu. Ia disebut shalat karena ia menghubungkan
seorang hamba kepada penciptanya, da shalat merupakan manifestasi penghambaan
dan kebutuhan diri kepada Allah swt. Dari sini, maka shalat dapat menjadi media
permohonan pertolongan dalam menyingkirkan segala bentuk kesulitan yang ditemui
manusia dalam perjalanan hidupnya
Shalat sunnah adalah
(juga biasa disebut shalat tathawwu’, shalat nafilah atau nawafil) adalah
shalat-shalat di luar kelima shalat fardhu yang wajib dikerjakan dalam sehari
semalam. Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Abu Daud disebutkan bahwa
shaly-shalat sunnha disyariatkan, agar menjadi penyempurna bagi
kekurangan-kekurangan yang mungkin terjadi ketika melaksanakan shalat-shalat
fardhu.
DAFTAR RUJUKAN
Team Mustahiq 2005. 2008. Fiqih Praktis Al-Badi’ah. Jombang:
Pustaka Al- Muhibbin.
Bagir, Muhammad. 2008. Fiqih Praktis 1, Menurut Al-Quran, Assunnah
dan Pendapat Para Ulama.
Bandung: Penerbit Karisma
Abdul Aziz Muhammad Azzam. 2009. Fiqih Ibadah. Jakarta: Amzah.
Ibnu Qudamah. 2007. Al-Mughni 2. Jakarta: Pustaka Azzam.
Muhammad bin Umar bin Salim Bazmul. 2007. Meneladani Shalat-Shalat Sunnah Rasulullah.
Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi’i.
Muhammad Nashiruddin Al-Albani. 2006. Sifat-Sifat Shalat Nabi saw.
Bogor: Pustaka Ibnu Katsir.
[2] Abdul Aziz Muhammad Azzam
dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqih Ibadah, Thaharah, Shalat,
Zakat, Puasa dan Haji, hlm. 145
No comments:
Post a Comment