PENGEMBANGAN
KURIKULUM SESUAI KEBUTUHAN MASYARAKAT
Makalah Disusun untuk
Memenuhi Tugas Matakuliah
Pengembangan Kurikulum
Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengampu:
Ririn
Suneti M.Pd
Oleh:
Moh. kamilus zaman
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
OKTOBER, 2011
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah dengan segenap kerendahan hati penulis panjatkan puji syukur
kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufiq hidayah, dan inayah-Nya sehingga penulis mampu
menyelesaikan penulisan makalah ini yang berjudul “Pengembangan Kurikulum
sesuai Kebutuhan Masyarakat”.
Sholawat dan salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW
yang telah berhasil memimpin, membimbing, dan menuntun umatnya dari jalan
jahiliyah menuju jalan yang beradab.
Teriring dengan selesainya makalah ini dengan penuh
kerendahan hati penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang
tak terhingga kepada semua pihak yang ikut memberikan dorongan dan bantuan
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini, lebih-lebih penghargaan dan
terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Ririn Suneti M.Pd selaku dosen pembimbing atau pengajar pada mata kuliah
Pengembangan Kurikulum PAI yang telah banyak meluangkan waktunya untuk
membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kekeliruan dalam
penulisan makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik
pembaca untuk perbaikan di masa mendatang.
Akhirnya semoga penulisan makalah ini dapat bermanfaat dan berguna bagi
pembaca dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Semoga Allah SWT. selalu melimpahkan rahmat, taufiq hidayah
serta ‘inayah-Nya kepada kita semua. Amin.
Malang
Oktober 2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan yang mengenai tujuan, isi dan bahan
pelajaran serta cara-cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Sedangkan
Pengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensif, yang mana didalamnya
mencakup beberapa hal diantaranya adalah: perencanaan, penerapan dan evaluasi
Kurikulum
selalu dinamis mengikuti perkembangan masyarakat serta ilmu pengetahuan, dan karena
itu cenderung mengalami perubahan, perbaikan bahkan pembaharuan.
Dalam pengembangan kurikulum, tidak hanya melibatkan
orang yang terkait langsung dengan dunia pendidikan saja, namun di dalamnya melibatkan
banyak orang, seperti politikus, pengusaha, orang tua peserta didik, serta
unsur-unsur masyarakat lainnya yang merasa berkepentingan dengan pendidikan.
Dalam
makalah ini, peniulis akan mencoba memaparkan desain pengembangan kurikulum
yang berorientasikan kebutuhan masyarakat ditinjau dari berbagai asas-asas atau
landasan & desain kurikulum itu sendiri.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Apa yang di
maksud dengan kurikulum?
2. Apa landasan
yang mendasari pengembangan kurikulum sesuai kebutuhan masyarakat?
3. Apa sajakah
prespektif desain kurikulum yang berorientasikan pada kebutuhan masyarakat?
1.3 Tujuan
Masalah
1. Mengetahui hakekat kurikulum
2. Mengetahui
landasan yang mendasari pengembangan kurikulum sesuai kebutuhan masyarakat.
3. Mengetahui berbagai prespektif desain kurikulum &
pendekatan yang berorientasikan pada kebutuhan masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hakekat Kurikulum
Istilah “Kurikulum”
memiliki berbagai tafsiran yang dirumuskan oleh pakar-pakar dalam bidang
pengembangan kurikulum sejak dulu sampai dewasa ini. Tafsiran-tafsiran tersebut
berbeda-beda satu dengan yang lainnya, sesuai dengan titik berat inti dan
pandangan dari pakar yang bersangkutan. Istilah kurikulum berasal dari bahas
latin, yakni “Curriculae”, artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang
pelari. Pada waktu itu, pengertian kurikulum ialah jangka waktu pendidikan yang
harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah. Dengan
menempuh suatu kurikulum, siswa dapat memperoleh ijazah. Dalam hal ini, ijazah
pada hakikatnya merupakan suatu bukti , bahwa siswa telah menempuh kurikulum yang
berupa rencana pelajaran, sebagaimana halnya seorang pelari telah menempuh
suatu jarak antara satu tempat ketempat lainnya dan akhirnya mencapai finish.
Dengan kata lain, suatu kurikulum dianggap sebagai jembatan yang sangat penting
untuk mencapai titik akhir dari suatu perjalanan dan ditandai oleh perolehan
suatu ijazah tertentu.[1]
Di Indonesia istilah
“kurikulum” boleh dikatakan baru menjadi populer sejak tahun lima puluhan, yang
dipopulerkan oleh mereka yang memperoleh pendidikan di Amerika Serikat. Kini
istilah itu telah dikenal orang di luar pendidikan. Sebelumnya yang lazim
digunakan adalah “rencana pelajaran” pada hakikatnya kurikulum sama sama
artinya dengan rencana pelajaran.[2]
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
(Undang-Undang No.20 TH. 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional).[3]
Dari beberapa pengertian kurikulum diatas kita dapat menarik
garis besar pengertian kurikulum yaitu:
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu.
2.2 Landasan
Sosiologis dalam Pengembangan Kurikulum
Sekolah berfungsi utk mempersiapkan anak didik agar mereka dapat
berperan aktif di masyarakat. Oleh karena itu, kurikulum sebagai
alat dan pedoman dalam proses pendidikan di sekolah harus relevan dengan
kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Dengan demikian dalam konteks ini sekolah
bukan hanya berfungsi untuk mewariskan kebudayaan dan nilai-nilai suatu
masyarakat, akan tetapi juga sekolah berfungsi untuk mempersiapkan anak didik
dalam kehidupan masyarakat. Oleh karenanya, kurikulum bukan hanya berisi
berbagai nilai suatu masyarakat akan tetapi bermuatan segala sesuatu yang
dibutuhkan masyarakatnya.
Masyarakat tidak
bersifat statis. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
masyarakat selalu mengalami perubahan, bergerak menuju perkembangan yang
semakin kompleks. Perubahan bukan hanya terjadi pada sistem nilai, akan tetapi
juga pada pola kehidupan, struktur sosial, kebutuhan, dan tuntutan masyarakat.[4]
Dalam kehidupan sosial
yang semakin kompleks tersebut, maka muncul pula berbagai kekuatan kelompok
yang dapat memberikan tekanan terhadp penyelenggaraan dan praktik pendidikan
termasuk di dalamnya tekanan-tekanan dalam proses pengembangan isi kurikulum
sebagai alat dan pedoman penyelenggaraan pendidikan. Kesulitan para
pengembangan kurikulum adalah manakalah setiap kelompok sosial itu memberikan
masukan dan tuntutan yang berbeda sesuai dengan kepentingan kelompoknya,
seperti misalnya tuntutan golongan agama, politik, militer, industry, dan lain
sebagainya. Bukan hanya itu pertentangan-pertentangan pun sering terjadi
sehubungan dengan cara pandang yang berbeda tentang makana pendidikan setiap
kelompok tersebut. Misalkan cara pandang kelompok agamawan atau kelompok
budayawan yang lebih menekankan pendidikan di sekolah sebagai proses penanaman
budi pekerti berbeda dengan cara pandang kelompok industriawan yang lebih
menekankan pendidikan di sekolah sebagai wadah untuk membentuk generasi manusia
yang siap pakai dengan sejumlah keterampilan teknis sesuai dengan tuntutan industri.
Cara pandang yang berbeda semacam ini tentu saja memunjulkan kriteria
keberhasilan itu tidak pernah memuaskan semua golongan sosial.
Walaupun dirasakan
sangat susah, para pengembang kurikulum mestinya memperhatikan setiap tuntutan
dan tekanan masyarakat yang berbeda itu. Oleh sebab itu, menyerap berbagai
informasi yang dibutuhkan masyarakat merupakan salah satu langkah penting dalam
proses penyusunan suatu kurikulum. Dalam konteks inilah pengembang kurikulum perlu
menjalankan peran evaluatif dan peran kritisnya dalam menentukan muatan
kurikulum.
2.2.1 Perubahan
Pola Hidup
Perubahan pola hidup
ini dikatakan banyak orang sebagai perubahan pola hidup yang bersifat agraris
tradisional menuju pola kehidupan industry modern. Pola kehidupan masyarakat
industry modern memiliki karakteristik yang berbeda dengan pola kehidupan
agraris. Perbedaan tersebut dapat dilihat:[5]
Pertama,
dari pola kerja. Pada masyarakat agraris, pola kerja sangat teratur yang
berlangsung pada siang hari pada waktu yang tetap. Tidak demikian dengan halnya
pada masyarakat industri, selain masyarakat menggunakan waktu yang cukup
panjang untuk bekerja juga memiliki pola yang tidak beraturan. Apabila dilihat
pada masyarakat perkotaan keadaan ini sangat dapat dirasakan.
Kenyataan semacam ini
memiliki konsekuensi sterhadap cara dan strategi yang harus dipersiapkan oleh
lembaga pendidikan. Kurikulum harus didesai agar mampu membentuk manusia
produktif yang bukan hanya dapat bekerja, akan tetapi lebih jauh dapat mencintai
pekerjaan. Manusia yang hanya sekedar dapat bekerja orientasinya biasanya
ditunjukkan oleh berapa besar upah yang dapat ia terima. Manusia semacam ini
tidak lebih dari seorang buruh yang bekerja dengan ototnya. Sedangkan manusia
yang mencintai pekerjaan orientasinya adalah produk yang dihasilkan. Manusia
yang demikianlah yang dimaksud dengan manusia produktif, yang bekerja bukan
dengan ototnya akan tetapi juga dengan otaknya.
Kedua,
pola hidup yang sangat tergantung kepada hasil-hasil teknologi. Pada masyarakat
industri banyak sekali jenis-jenis pekerjaan yang sangat mengandalkan
teknologi, dari mulai pekerjaan ibu-ibu rumah tangga di dapur sampai kepada
pekerjaan-pekerjaan kantor. Ketergantungan terhadap hasil-hasil teknologi,
melenyapkan jenis-jenis pekerjaan tertentu dan memunculkan jenis-jenis
pekerjaan baru yang menuntut keahlian-keahlian tertentu. Keahlian tersebut
tentu saja harus dipersiapkan oleh lembaga-lembaga pendidikan.
Ketiga,
pola hidup dalam sistem perekonomian baru. Perubahan pola hidup ini ditandai
dengan penggunaan produk jasa perbankan dan asuransi untuk kegiatan
perekonomian, seperti menabung, p[erkreditan, dan permodalan usaha. Demikian
juga tumbuh suburnya pusat-pusat perbelanjaan dalam gedung bertingkat menggantikan
pasar-pasar tradisional. Semua ini bukan saja membawa hal-hal yang bersifat
positif, akan tetapi juga membawa efek negatif seperti misalnya tumbuhnya pola
hidup konsumtif seiring dengan program advertensi yang begitu gencar melalui
pesawat televisi, munculnya berbagai jenis kejahatan dan lain sebagainya.
Terdapatnya perubahan-perubahan semacam itu, bukan hanya memerlukan perubahan
isi kurikulum akan tetapi juga dapat merubah lingkungan sekolah termasuk
merubah bahan-bahan bacaan yang dapat memperkenalkan anak didik terhadap
fenomena-fenomena baru yang terjadi. Misalnya bagaimana cara menabung di Bank,
cara menggunakan ATM, cara berkomunikasi di telepon, semua harus diperkenalkan
lewat bahan-bahan bacaan sekolah.
2.2.2 Perubahan
Kehidupan Sosial Politik
Arus globalisasi yang
bergerak sangat cepat membawa perubahan kehidupan sosial politik ke seluruh
penjuru dunia tak terkecuali ke dalam kehidupan sosial politik di Indonesia
yang ditandai dengan munculnya gerakan reformasi yang menjatuhkan rezim orde
baru yang selama 32 Tahun berkuasa. Diakui, selama berkuasanya rezim ini hamper
tidak ada saluran komunikasi yang dapat menyuarakan kebebasan kehidupan sosial
politik tidak pernah berkembang karena bergerak dalam pola yang kaku dan
bersifat linier. Demikian juga dengan sistem pendidikan yang belaku, sistem
pendidikan yang sangat sentralistis seakan-akan sulit melepaskan dari
lingkungan kekuasaan. Diakui atau tidak pendidikan telah menjadi alat politik
rezim yang berkuasa. Akibatnya kurikulum yang berlaku pun kurang berperan
sebagai alat pembebasan dan alat pencerahan, akan tetapi digunakan untuk membentuk
manusia yang memiliki pola pokir yang seragam, manusia yang tunduk dan patuh
terhadap kekuasaan.
Dengan munculnya era
reformasi, semuanya mestinya berubah. Pendidikan harus diarahkan untuk
menciptakan manusia-manusia kritis dan demokratis. Untuk itulah, perubahan ke
arah transparansi harus ditangkap secara utuh oleh para pengembang kurikulum.
Kehidupan yang demokratis haruslah menjiwai isi kurikulum.
Produk hokum yang dapat
digunakan untuk mengadakan jiwa dan strategis pendidikan di Indonesia adalah
dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah dan tentang
perimbangan pembagian keuangan.UU itu meletakkan kewenanga seluruh urusan
pemerintahan termasuk bidang pendidikan dan kebudayaan yang selama ini berada
pada pemerintahan pusat kepada pemerintah daerah, mulai dari perencanaan,
implementasi, sampai pada pengendalian. Ini artinya setiap daerah memiliki
kewenangan untuk mengatur isi dan strategi kurikulum sesuai dengan kondisi
sosial budaya masyarakat.
Sehubungan dengan hal
diatas, maka para pengembang kurikulum dalam melaksanakan tugasnya harus
melakukan hal-hal sebagai berikut:[6]
1) Mempelajari
dan memahami kebutuhan masyarakat seperti yang dirumuskan dalam UU, keputusan
pemerintah, peraturan-peraturan daerah dan lain sebagainya.
2) Menganalisis
budaya masyarakat tempat sekolah berada.
3) Menganalisis
kekuatan serta potensi-potensi daerah.
4) Menganalisis
syarat dan tuntutan tenaga kerja.
5) Menginterpretasi
kebutuhan individu dalam keraangka kepentingan masyarakat.
2.3 Desain Kurikulum Berorientasikan Pada
Masyarakat
Asumsi yang mendasari bentuk
rancangan kurikulum ini adalah bahwa tujuan dari sekolah untuk melayani
kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, kebutuhan masyarakat harus dijadikan
dasar dalam menentukan isi kurikulum.
Contoh desain kurikulum
ini seperti yang dikembangkan oleh Smith, Stanley dan Shores dalam bukunya mereka
yang berjudul fundamentals of Curriculum
(1950); atau dalam Curriculum Theory
yang disusun oleh Beauchamp (1981). Mereka merumuskan kurikulum sebagai sebuah
desain kelompok sosial untuk dijadikan pengalaman belajar anak dalam sekolah.
Artinya, permasalahan yang dihadapi dan dibutuhkan oleh suatu kelompok sosial,
harus menjadi bahan kajian anak didik di sekolah.
Ada tiga prespektif
desain kurikulum yang berorientasikan pada kehidupan masyarakat, yakni:[7]
A. Prespektif Status Quo
Rancangan kurikulum ini diarahkan untuk melestarikan
nilai-nilai budaya masyarakat. Dalam prespektif ini kurikulum merupakan
perencanaan untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada anak didik
sebagai persiapan menjadi orang dewasa yang dibutuhkan dalam kehidupan
masyarakat. Yang dijadikan dasar oleh para perancang kurikulum adalah
aspek-aspek penting kehidupan masyarakat.
Salah seorang tokoh yang berpengaruh dalam
menentukan relevansi dengan kebutuhan sosial masyarakat adalah Franklin Bobbit. Ia mengkaji secara
ilmiah berbagai kebutuhan kurikulum. Ia berpendapat bahwa sekolah sebagai suatu
lembaga pendidikan formal harus mendidik anak agar menjadi manusia dewasa dalam
masyarakatnya. Oleh sebab itu perlu dikaji berbagai aktivitas yang dilakukan
oleh orang dewasa. Dan itulah yang semestinya menjadi isi kurikulum yang harus
diajarkan kepada anak didik. Berdasarkan kajian ilmiah yang dilakukannya Bobbit
menemukan kegiatan-kegiatan utama dalam kehidupan masyarakat yang disarankan
untuk menjadi isi kurikulum sebagai berikut:
·
Kegian berbahasa atau komunikasi sosial.
·
Kegiatan yang berhubungan dengan
kesehatan.
·
Kegiatan dalam kehidupan sosial seperti
bergaul dan berkelompok dengan orang lain.
·
Kegiatan menggunakan waktu senggang dan
menikmati rekreasi.
·
Usaha menjaga kesegaran jasmani dan
rohani.
·
Kegiatan yang berhubungan dengan
religious.
·
Kegiatan yang berhubungan dengan peran
orang tua seperti membesarkan anak, memelihara kehidupan keluarga yang harmonis.
·
Kegiatan praktis yang bersifat
vokasional atau keerampilan tertentu.
·
Melakukan pekerjaan sesuai dengan bakat
seseorang.
Disamping kegiatan-kegiatan yang harus dikuasai
seperti apa yang dilakukan oleh orang dewasa dalam prespektif ini juga
menyangkut desai kurikulum untuk memberi keterampilan sebagai persiapan untuk
bekerja (profesi). Oleh sebab itu sebelum merancang isi kurikulum para
perancang perlu terlebih dahulu menganalisis kemampuan apa yang harus dimiliki
anak didik sehubungan dengan tugas atau profesi tertentu. Dari hasil analisis
itu kemudian dirancang isi kurikulum yang diharapkan lebih efektif dan sesuai
dengan kebutuhan lapangan pekerjaan.
B. Prespektif Pembaharuan
Dalam prespektif ini kurikulum dikembangkan untuk
lebih meningkatkan kualitas masyarakat itu sendiri. Kurikulum reformis
(pembaharuan) menghendaki peran serta masyarakat secara total dalam proses
pendidikan. Pendidikan dalam prespektif ini harus berperan untuk mengubah tatanan
sosial masyarakat. Menurut pandangan
reformis, dalam proses penggunaan pendidikan sering digunakan untuk menindas
masyarakat miskin untuk kepentingan elit yang berkuasa untuk mempertahankan
strukltur sosial yang sudah ada. Dengan demikian, masyarakat lemah akan tetap
berada dalam ketidakberdayaan. Oleh sebab itu, menurut aliran ini, pendidikan
harus mampu mengubah keadaan masyarakat itu. Baik pendidikan formal maupun
pendidikan nonformal harus mengabdikan diri demi tercapainya orde sosial baru
berdasarkan pembagian kekuasaan dan kekayaan yang lebih adil dan merata.
Tokoh yang termasuk dalam prespektif reformis
diantaranya adalah Paulo Freire dan Ivan Illich. Mereka berpendapat bahwa
kurikulum yang sekedar mencari pemecahan sosial tidak akan memadai. Kurikulum
sebagai rancangan pendidikan mestinya harus mampu merombak tata sosial dan
lembaga-lembaga sosial yang sudah ada dan membangun struktur sosial baru.
C. Prespektif Masa Depan
Prespektif masa depan sering dikaitkan dengan
kurikulum rekontruksi sosial, yang menekankan kepada proses mengembangkan
hubungan antara kurikulum dan kehidupan sosial, politik dan ekonomi masyarakat.
Model kurikulum ini lebih mengutamakan kepentingan sosial daripada kepentingan
individu. Setiap individu harus mampu mengenali berbagai permasalahan yang ada
di masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan yang sangat cepat. Dengan
pemahaman tersebut akan memungkinkan setiap individu dapat mengembangkan
masyarakatnya sendiri.
Yang memelopori desain kurikulum rekonstruksi sosial
diantaranya adalah Harold Rug sekitar tahun 1920-1930-an. Rug melihat adanya
kesenjangan antara kurikulum yang diberikan di sekolah dengan kenyataan di
masyarakat. Oleh karena masyarakat merupakan asal dan tempat kembalinya para
siswa, maka menurut Rug siswa harus memahami berbagai macam persoalan di
masyarakat. Melalui pengetahuan dan konsep-konsep baru yang diperolehya,
diharapkan siswa dapat mengidentifikasi dan dapat memecahkan masalah yang
dihadapi masyarakat. Dengan demikian kurikulum sekolah akan benar-benar
memiliki nilai untuk kehidupan masyarakat.
Tujuan utama dalam kurikulum prespektif ini adalah
mempertemukan siswa dengan masalah-masalah yang dihadapai umat manusia. Para ahli
rekonstruksi sosial percaya, bahwa masalah-masalah yang dihadapi masyarakat, bukan
hanya dapat dipecahkan melalui “Bidang Studi Sosial” saja, akan tetapi oleh
setiap disiplin ilmu termasuk di dalamnya, ekonomi, estetika, kimia, dan
matematika. Berbagai macam krisis yang dialami oleh masyarakat harus menjadi
bagian dari isi kurikulum.
Ada Tiga Kriteria yang harus diperhatikan dalam
proses mengimplementasikan kurikulum ini. Ketiganya menurut pembelajaran nyata
(real), berdasarkan pada tindakan (action), dan mengandung nilai (values).
Ketiga kriteria tersebut adalah pertama,
siswa harus memfokuskan kepada salah satu aspek yang ada di masyarakat yang
dianggap perlu untuk diubah; kedua, siswa
harus melakukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi masyarakat itu; dan ketiga, tindakan sisawa harus didasarkan
kepada nilai (values), apakah tindakan itu patut dilaksanakan atau tidak;
apakah memerlukan kerja individual atau kelompok atau bahkan keduanya.
2.4 Pengembangan Kurikulum dari Segi Pendekatan Rekrontruksi
Sosial
Kurikulum ini sangat memperhatikan hubungan kurikulum
dengan sosial masyarakat dan politik perkembangan ekonomi. Kurikulum ini
bertujuan untuk menghadapkan peserta didik pada berbagai permasalahan manusia
dan kemanusian. Permasalahan yang muncul tidak harus pengetahuan sosial saja,
tetapi di setiap disiplin ilmu termasuk ekonomi, kimia, matematika dan
lain-lain. Kurikulum ini bersumber pada aliran pendidikan interaksional.
Menurut mereka pendidikan bukan upaya sendiri, melainkan kegiatan bersama.
Melalui interaksi ini siswa berusaha memecahkan problema-problema yang
dihadapinya dalam masyarakat menuju pembentukan masyrakat yang lebih baik.
Kegiatan yang dilakukan dalam
kurikulum rekonstruksi sosial antara lain melibatkan:
1.
Survey kritis tehadap suatu masyarakat.
2. Studi yang melihat hubungan antara ekonomi local
dengan ekonomi nasional atau internasional.
3. Study pengaruh sejarah dan kecenderungan situasi
ekonomi local.
4. Uji coba kaitan praktek politik dengan perekonomian.
5. Berbagai pertimbangan perubahn politik.
6.
Pembatasan kebutuhan masyarakat pada umumnya.
Pembelajaran yang dilakukan dalam
kurikulum rekonstruksi sosial harus memenuhi 3 kriteria berikut, yaitu: nyata,
membutuhkan tindakan, dan harus mengajarkan nilai. Evaluasi dalam kurikulum
rekontruksi sosial mencakup spektrum luas, yaitu kemampuan peserta didik dalam
menyampaikan permasalahan, kemungkinan pemecahan masalah, pendefinisian kembali
pandangan mereka dan kemauan mengambil tindakan.
Dr.
Abdullah Idi, M.Ed dalam bukunya Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik,
menambahkan 3 (tiga) pendekatan pengembangan kurikulum, yaitu:
1.
Pendekatan Berorientasi
pada Tujuan[8]
Pendekatan ini
menempatkan rumusan atau penempatan tujuan yang hendak dicapai dalam posisi
sentral, sebab tujuan adalah pemberi arah dalam pelaksanaan proses belajar
mengajar.
Kelebihan pendekatan
pengembangan kurikulum yang berorientasi pada tujuan adalah:
a.
Tujuan yang ingin
dicapai jelas bagi penyusun kurikulum.
b.
Tujuan yang jelas akan
memberikan arah yang jelas pula dalam menetapkan materi pelajaran, metode,
jenis kegiatan dan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan.
c.
Tujuan-tujuan yang
jelas itu juga akan memberikan arah dalam mengadakan penilaian terhadap hasil
yang dicapai.
d.
Hasil penelitian yang
terarah itu akan membantu penyusun kurikulum di dalam mengadakan
perbaikan-perbaikan yang diperlukan.
2.
Pendekatan dengan Pola
Organisasi Bahan
Pendekatan ini dapat
dilihat dari pola pendekatan:
a.
Pendekatan pola Subject
Matter Curriculum
Pendekatan ini
penekanannya pada berbagai matapelajaran secara terpisah-pisah, misalnya:
sejarah, ilmu bumi, biologi, matematika dan sebagainya. Matapelajaran ini tidak
berhubungan satu sama lain.
b.
Pendekatan pola Correlated
Curriculum
Pendekatan ini adalah
pendekatan dengan pola mengelompokkan beberapa matapelajaran (bahan) yang
sering dan bisa secara dekat berhubungan. Misalnya, bidang studi IPA, IPS dan
sebagainya.
Pendekatan ini dapat
ditinjau dari berbagai aspek (segi), yaitu:
1)
Pendekatan Struktur
Contoh: IPS, terdiri
atas Sejarah, Ekonomi, Sosiologi.
2)
Pendekatan Fungsional
Pendekatan ini
berdasarkan pada masalah yang berarti dalam kehidupan sehari-hari.
3)
Pendekatan tempat atau
daerah
Atas dasar pembicaraan
suatu tempat tertentu sebagai pokok pembicaraan.
c.
Pendekatan pola
Integrated Curriculum
Pendekatan ini
berdasarkan kepada keseluruhan hal yang mempunyai arti tertentu, Misalnya:
pohon; sebatang pohon ini bukan merupakan sejumlah bagian-bagian pohon yang
terkumpul, akan tetapi merupakan sesuatu yang memiliki arti tertentu yang utuh,
yaitu pohon.
3.
Pendekatan
Akuntabilitas (Accountability)[9]
Accountability atau
pertanggungjawaban lembaga pendidikan tentang pelaksanaan tugasnya kepada
masyarakat akhir-akhir ini menjadi hal yang penting dalam dunia pendidikan.
Akuntabilitas yang sistematis pertama kali diperkenalkan Frederick Tylor dalam
bidang industry pada permulaan abad ini. Pendekatannya yang dikenal sebagai scientific
management atau manajemen ilmiah, menetapkan tugas-tugas spesifik yang
harus diselesaikan pekerja dalam waktu tertentu. Tiap pekerja bertanggung jawab
atas penyelesaian tugas itu.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kurikulm merupakan salah satu komponen
yang memiliki peran penting dalam sistem pendidikan, sebab dalam kurikulum
bukan hanya dirumuskan tentang tujuan yang harus dicapai sehingga memperjelas
arah pendidikan, akan tetapi juga memberikan memberikan pmahaman tentang
pengalaman belajar yang harus dimiliki setiap siswa. Oleh karena itu pentingnya
funsi dan peran kurikulum, maka setiap pengembang kurikulum pada jenjang
manapun harus didasarkan pada asas-asas tertentu.
Pengembangan kurikulum pada hakekatnya
adalah proses penyusunan rencana tentang isi dan bahan pelajaran yang harus
dipelajari serta bagaimana cara mempelajarinya.
Persoalan mengembangkan isi dan bahan pelajaran
serta bagaimana cara belajar siswa bukanlah suatu proses yang sederhana, sebab
menentukan isi atau muatan kurikulum harus berangakat dari visi, misi, serta
tujuan yang ingin dicapai; sedangkan menentukan tujuan erat kaitannya dengan
persoalan sistem nilai dan kebutuhan masyarakat. Persoalan inilah yang kemudian
membawa kita pada persoalan menentukan hal-hal yang mendasar dalam proses
pengembangan kurikulum yang kemudian kita namakan asas-asas landasan
pengembangan kurikulum.
DAFTAR
PUSTAKA
Hamalik,
Oemar, 2007. Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara.
Nasution,
1993. Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti
Sanjaya,
wina, 2010. Kurikulum dan Pembelajaran.
Jakarta: Kencana.
Subandijah,
1993. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
www.ktsp.diknas.go.id/download/ktsp_smk/01.ppt
[1] Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Bumi
Aksara , 2007. 16.
[2] S. Nasution, Asas-Asas Kurikulum, Jakarta : Bumi Aksara,
2006. 2.
[3] www.ktsp.diknas.go.id/download/ktsp_smk/01.ppt
[4] H. Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Kencana 2010.
55.
[5] Ibid, 58
[6] Ibid, 61
[7] Ibid, 67
[8] Subandijah., Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 1993. 28. dalam Abdullah Idi, Pengembangan
Kurikulum Teori dan Praktik, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007. 200-201.
[9] Nasution, Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 1993. 50. dalam Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan
Praktik, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007. 203.
No comments:
Post a Comment