Friday, October 17, 2014

PENGEMBANGAN KURIKULUM SESUAI KEBUTUHAN MASYARAKAT



PENGEMBANGAN KURIKULUM SESUAI KEBUTUHAN MASYARAKAT
Makalah Disusun untuk Memenuhi Tugas Matakuliah
Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampu:
Ririn Suneti M.Pd







Oleh:
Moh. kamilus zaman


JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
OKTOBER, 2011

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dengan segenap kerendahan hati penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT  yang telah melimpahkan rahmat, taufiq hidayah, dan inayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan makalah ini yang berjudul “Pengembangan Kurikulum sesuai Kebutuhan Masyarakat”.
Sholawat dan salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah berhasil memimpin, membimbing, dan menuntun umatnya dari jalan jahiliyah menuju jalan yang beradab.
Teriring dengan selesainya makalah ini dengan penuh kerendahan hati penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang ikut memberikan dorongan dan bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini, lebih-lebih penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Ririn Suneti M.Pd selaku dosen pembimbing atau pengajar pada mata kuliah Pengembangan Kurikulum PAI yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kekeliruan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik pembaca untuk perbaikan di masa mendatang.
Akhirnya semoga penulisan makalah ini dapat bermanfaat dan berguna bagi pembaca dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Semoga Allah SWT.  selalu melimpahkan rahmat, taufiq hidayah serta ‘inayah-Nya kepada kita semua. Amin.


Malang

Oktober 2011

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan yang mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara-cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Sedangkan Pengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensif, yang mana didalamnya mencakup beberapa hal diantaranya adalah: perencanaan, penerapan dan evaluasi
Kurikulum selalu dinamis mengikuti perkembangan masyarakat serta ilmu pengetahuan, dan karena itu cenderung mengalami perubahan, perbaikan bahkan pembaharuan.
Dalam pengembangan kurikulum, tidak hanya melibatkan orang yang terkait langsung dengan dunia pendidikan saja, namun di dalamnya melibatkan banyak orang, seperti politikus, pengusaha, orang tua peserta didik, serta unsur-unsur masyarakat lainnya yang merasa berkepentingan dengan pendidikan.
Dalam makalah ini, peniulis akan mencoba memaparkan desain pengembangan kurikulum yang berorientasikan kebutuhan masyarakat ditinjau dari berbagai asas-asas atau landasan & desain kurikulum itu sendiri.

1.2     Rumusan Masalah
1.    Apa yang di maksud dengan kurikulum?
2.    Apa landasan yang mendasari pengembangan kurikulum sesuai kebutuhan masyarakat?
3.    Apa sajakah prespektif desain kurikulum yang berorientasikan pada kebutuhan masyarakat?




1.3     Tujuan Masalah
1.    Mengetahui hakekat kurikulum
2.    Mengetahui landasan yang mendasari pengembangan kurikulum sesuai kebutuhan masyarakat.
3.    Mengetahui berbagai prespektif desain kurikulum & pendekatan yang berorientasikan pada kebutuhan masyarakat.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Hakekat Kurikulum
Istilah “Kurikulum” memiliki berbagai tafsiran yang dirumuskan oleh pakar-pakar dalam bidang pengembangan kurikulum sejak dulu sampai dewasa ini. Tafsiran-tafsiran tersebut berbeda-beda satu dengan yang lainnya, sesuai dengan titik berat inti dan pandangan dari pakar yang bersangkutan. Istilah kurikulum berasal dari bahas latin, yakni “Curriculae”, artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Pada waktu itu, pengertian kurikulum ialah jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah. Dengan menempuh suatu kurikulum, siswa dapat memperoleh ijazah. Dalam hal ini, ijazah pada hakikatnya merupakan suatu bukti , bahwa siswa telah menempuh kurikulum yang berupa rencana pelajaran, sebagaimana halnya seorang pelari telah menempuh suatu jarak antara satu tempat ketempat lainnya dan akhirnya mencapai finish. Dengan kata lain, suatu kurikulum dianggap sebagai jembatan yang sangat penting untuk mencapai titik akhir dari suatu perjalanan dan ditandai oleh perolehan suatu ijazah tertentu.[1]
Di Indonesia istilah “kurikulum” boleh dikatakan baru menjadi populer sejak tahun lima puluhan, yang dipopulerkan oleh mereka yang memperoleh pendidikan di Amerika Serikat. Kini istilah itu telah dikenal orang di luar pendidikan. Sebelumnya yang lazim digunakan adalah “rencana pelajaran” pada hakikatnya kurikulum sama sama artinya dengan rencana pelajaran.[2]
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan  sebagai pedoman penyelenggaraan  kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. (Undang-Undang No.20 TH. 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional).[3]
Dari beberapa pengertian kurikulum diatas kita dapat menarik garis besar pengertian kurikulum yaitu:
 Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

2.2  Landasan Sosiologis dalam Pengembangan Kurikulum
Sekolah berfungsi utk mempersiapkan anak didik agar mereka dapat berperan aktif di masyarakat. Oleh karena itu, kurikulum sebagai alat dan pedoman dalam proses pendidikan di sekolah harus relevan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Dengan demikian dalam konteks ini sekolah bukan hanya berfungsi untuk mewariskan kebudayaan dan nilai-nilai suatu masyarakat, akan tetapi juga sekolah berfungsi untuk mempersiapkan anak didik dalam kehidupan masyarakat. Oleh karenanya, kurikulum bukan hanya berisi berbagai nilai suatu masyarakat akan tetapi bermuatan segala sesuatu yang dibutuhkan masyarakatnya.
Masyarakat tidak bersifat statis. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, masyarakat selalu mengalami perubahan, bergerak menuju perkembangan yang semakin kompleks. Perubahan bukan hanya terjadi pada sistem nilai, akan tetapi juga pada pola kehidupan, struktur sosial, kebutuhan, dan tuntutan masyarakat.[4]
Dalam kehidupan sosial yang semakin kompleks tersebut, maka muncul pula berbagai kekuatan kelompok yang dapat memberikan tekanan terhadp penyelenggaraan dan praktik pendidikan termasuk di dalamnya tekanan-tekanan dalam proses pengembangan isi kurikulum sebagai alat dan pedoman penyelenggaraan pendidikan. Kesulitan para pengembangan kurikulum adalah manakalah setiap kelompok sosial itu memberikan masukan dan tuntutan yang berbeda sesuai dengan kepentingan kelompoknya, seperti misalnya tuntutan golongan agama, politik, militer, industry, dan lain sebagainya. Bukan hanya itu pertentangan-pertentangan pun sering terjadi sehubungan dengan cara pandang yang berbeda tentang makana pendidikan setiap kelompok tersebut. Misalkan cara pandang kelompok agamawan atau kelompok budayawan yang lebih menekankan pendidikan di sekolah sebagai proses penanaman budi pekerti berbeda dengan cara pandang kelompok industriawan yang lebih menekankan pendidikan di sekolah sebagai wadah untuk membentuk generasi manusia yang siap pakai dengan sejumlah keterampilan teknis sesuai dengan tuntutan industri. Cara pandang yang berbeda semacam ini tentu saja memunjulkan kriteria keberhasilan itu tidak pernah memuaskan semua golongan sosial.
Walaupun dirasakan sangat susah, para pengembang kurikulum mestinya memperhatikan setiap tuntutan dan tekanan masyarakat yang berbeda itu. Oleh sebab itu, menyerap berbagai informasi yang dibutuhkan masyarakat merupakan salah satu langkah penting dalam proses penyusunan suatu kurikulum. Dalam konteks inilah pengembang kurikulum perlu menjalankan peran evaluatif dan peran kritisnya dalam menentukan muatan kurikulum.
2.2.1  Perubahan Pola Hidup
Perubahan pola hidup ini dikatakan banyak orang sebagai perubahan pola hidup yang bersifat agraris tradisional menuju pola kehidupan industry modern. Pola kehidupan masyarakat industry modern memiliki karakteristik yang berbeda dengan pola kehidupan agraris. Perbedaan tersebut dapat dilihat:[5]
Pertama, dari pola kerja. Pada masyarakat agraris, pola kerja sangat teratur yang berlangsung pada siang hari pada waktu yang tetap. Tidak demikian dengan halnya pada masyarakat industri, selain masyarakat menggunakan waktu yang cukup panjang untuk bekerja juga memiliki pola yang tidak beraturan. Apabila dilihat pada masyarakat perkotaan keadaan ini sangat dapat dirasakan.
Kenyataan semacam ini memiliki konsekuensi sterhadap cara dan strategi yang harus dipersiapkan oleh lembaga pendidikan. Kurikulum harus didesai agar mampu membentuk manusia produktif yang bukan hanya dapat bekerja, akan tetapi lebih jauh dapat mencintai pekerjaan. Manusia yang hanya sekedar dapat bekerja orientasinya biasanya ditunjukkan oleh berapa besar upah yang dapat ia terima. Manusia semacam ini tidak lebih dari seorang buruh yang bekerja dengan ototnya. Sedangkan manusia yang mencintai pekerjaan orientasinya adalah produk yang dihasilkan. Manusia yang demikianlah yang dimaksud dengan manusia produktif, yang bekerja bukan dengan ototnya akan tetapi juga dengan otaknya.
Kedua, pola hidup yang sangat tergantung kepada hasil-hasil teknologi. Pada masyarakat industri banyak sekali jenis-jenis pekerjaan yang sangat mengandalkan teknologi, dari mulai pekerjaan ibu-ibu rumah tangga di dapur sampai kepada pekerjaan-pekerjaan kantor. Ketergantungan terhadap hasil-hasil teknologi, melenyapkan jenis-jenis pekerjaan tertentu dan memunculkan jenis-jenis pekerjaan baru yang menuntut keahlian-keahlian tertentu. Keahlian tersebut tentu saja harus dipersiapkan oleh lembaga-lembaga pendidikan.
Ketiga, pola hidup dalam sistem perekonomian baru. Perubahan pola hidup ini ditandai dengan penggunaan produk jasa perbankan dan asuransi untuk kegiatan perekonomian, seperti menabung, p[erkreditan, dan permodalan usaha. Demikian juga tumbuh suburnya pusat-pusat perbelanjaan dalam gedung bertingkat menggantikan pasar-pasar tradisional. Semua ini bukan saja membawa hal-hal yang bersifat positif, akan tetapi juga membawa efek negatif seperti misalnya tumbuhnya pola hidup konsumtif seiring dengan program advertensi yang begitu gencar melalui pesawat televisi, munculnya berbagai jenis kejahatan dan lain sebagainya. Terdapatnya perubahan-perubahan semacam itu, bukan hanya memerlukan perubahan isi kurikulum akan tetapi juga dapat merubah lingkungan sekolah termasuk merubah bahan-bahan bacaan yang dapat memperkenalkan anak didik terhadap fenomena-fenomena baru yang terjadi. Misalnya bagaimana cara menabung di Bank, cara menggunakan ATM, cara berkomunikasi di telepon, semua harus diperkenalkan lewat bahan-bahan bacaan sekolah.
2.2.2  Perubahan Kehidupan Sosial Politik
Arus globalisasi yang bergerak sangat cepat membawa perubahan kehidupan sosial politik ke seluruh penjuru dunia tak terkecuali ke dalam kehidupan sosial politik di Indonesia yang ditandai dengan munculnya gerakan reformasi yang menjatuhkan rezim orde baru yang selama 32 Tahun berkuasa. Diakui, selama berkuasanya rezim ini hamper tidak ada saluran komunikasi yang dapat menyuarakan kebebasan kehidupan sosial politik tidak pernah berkembang karena bergerak dalam pola yang kaku dan bersifat linier. Demikian juga dengan sistem pendidikan yang belaku, sistem pendidikan yang sangat sentralistis seakan-akan sulit melepaskan dari lingkungan kekuasaan. Diakui atau tidak pendidikan telah menjadi alat politik rezim yang berkuasa. Akibatnya kurikulum yang berlaku pun kurang berperan sebagai alat pembebasan dan alat pencerahan, akan tetapi digunakan untuk membentuk manusia yang memiliki pola pokir yang seragam, manusia yang tunduk dan patuh terhadap kekuasaan.
Dengan munculnya era reformasi, semuanya mestinya berubah. Pendidikan harus diarahkan untuk menciptakan manusia-manusia kritis dan demokratis. Untuk itulah, perubahan ke arah transparansi harus ditangkap secara utuh oleh para pengembang kurikulum. Kehidupan yang demokratis haruslah menjiwai isi kurikulum.
Produk hokum yang dapat digunakan untuk mengadakan jiwa dan strategis pendidikan di Indonesia adalah dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah dan tentang perimbangan pembagian keuangan.UU itu meletakkan kewenanga seluruh urusan pemerintahan termasuk bidang pendidikan dan kebudayaan yang selama ini berada pada pemerintahan pusat kepada pemerintah daerah, mulai dari perencanaan, implementasi, sampai pada pengendalian. Ini artinya setiap daerah memiliki kewenangan untuk mengatur isi dan strategi kurikulum sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat.
Sehubungan dengan hal diatas, maka para pengembang kurikulum dalam melaksanakan tugasnya harus melakukan hal-hal sebagai berikut:[6]
1)   Mempelajari dan memahami kebutuhan masyarakat seperti yang dirumuskan dalam UU, keputusan pemerintah, peraturan-peraturan daerah dan lain sebagainya.
2)   Menganalisis budaya masyarakat tempat sekolah berada.
3)   Menganalisis kekuatan serta potensi-potensi daerah.
4)   Menganalisis syarat dan tuntutan tenaga kerja.
5)   Menginterpretasi kebutuhan individu dalam keraangka kepentingan masyarakat.

2.3  Desain Kurikulum Berorientasikan Pada Masyarakat
Asumsi yang mendasari bentuk rancangan kurikulum ini adalah bahwa tujuan dari sekolah untuk melayani kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, kebutuhan masyarakat harus dijadikan dasar dalam menentukan isi kurikulum.
Contoh desain kurikulum ini seperti yang dikembangkan oleh Smith, Stanley dan Shores dalam bukunya mereka yang berjudul fundamentals of Curriculum (1950); atau dalam Curriculum Theory yang disusun oleh Beauchamp (1981). Mereka merumuskan kurikulum sebagai sebuah desain kelompok sosial untuk dijadikan pengalaman belajar anak dalam sekolah. Artinya, permasalahan yang dihadapi dan dibutuhkan oleh suatu kelompok sosial, harus menjadi bahan kajian anak didik di sekolah.
Ada tiga prespektif desain kurikulum yang berorientasikan pada kehidupan masyarakat, yakni:[7]

A.  Prespektif Status Quo
Rancangan kurikulum ini diarahkan untuk melestarikan nilai-nilai budaya masyarakat. Dalam prespektif ini kurikulum merupakan perencanaan untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada anak didik sebagai persiapan menjadi orang dewasa yang dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat. Yang dijadikan dasar oleh para perancang kurikulum adalah aspek-aspek penting kehidupan masyarakat.
Salah seorang tokoh yang berpengaruh dalam menentukan relevansi dengan kebutuhan sosial masyarakat adalah Franklin Bobbit. Ia mengkaji secara ilmiah berbagai kebutuhan kurikulum. Ia berpendapat bahwa sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan formal harus mendidik anak agar menjadi manusia dewasa dalam masyarakatnya. Oleh sebab itu perlu dikaji berbagai aktivitas yang dilakukan oleh orang dewasa. Dan itulah yang semestinya menjadi isi kurikulum yang harus diajarkan kepada anak didik. Berdasarkan kajian ilmiah yang dilakukannya Bobbit menemukan kegiatan-kegiatan utama dalam kehidupan masyarakat yang disarankan untuk menjadi isi kurikulum sebagai berikut:
·           Kegian berbahasa atau komunikasi sosial.
·           Kegiatan yang berhubungan dengan kesehatan.
·           Kegiatan dalam kehidupan sosial seperti bergaul dan berkelompok dengan orang lain.
·           Kegiatan menggunakan waktu senggang dan menikmati rekreasi.
·           Usaha menjaga kesegaran jasmani dan rohani.
·           Kegiatan yang berhubungan dengan religious.
·           Kegiatan yang berhubungan dengan peran orang tua seperti membesarkan anak, memelihara kehidupan keluarga yang harmonis.
·           Kegiatan praktis yang bersifat vokasional atau keerampilan tertentu.
·           Melakukan pekerjaan sesuai dengan bakat seseorang.
Disamping kegiatan-kegiatan yang harus dikuasai seperti apa yang dilakukan oleh orang dewasa dalam prespektif ini juga menyangkut desai kurikulum untuk memberi keterampilan sebagai persiapan untuk bekerja (profesi). Oleh sebab itu sebelum merancang isi kurikulum para perancang perlu terlebih dahulu menganalisis kemampuan apa yang harus dimiliki anak didik sehubungan dengan tugas atau profesi tertentu. Dari hasil analisis itu kemudian dirancang isi kurikulum yang diharapkan lebih efektif dan sesuai dengan kebutuhan lapangan pekerjaan.

B.  Prespektif Pembaharuan
Dalam prespektif ini kurikulum dikembangkan untuk lebih meningkatkan kualitas masyarakat itu sendiri. Kurikulum reformis (pembaharuan) menghendaki peran serta masyarakat secara total dalam proses pendidikan. Pendidikan dalam prespektif ini harus berperan untuk mengubah tatanan sosial masyarakat. Menurut  pandangan reformis, dalam proses penggunaan pendidikan sering digunakan untuk menindas masyarakat miskin untuk kepentingan elit yang berkuasa untuk mempertahankan strukltur sosial yang sudah ada. Dengan demikian, masyarakat lemah akan tetap berada dalam ketidakberdayaan. Oleh sebab itu, menurut aliran ini, pendidikan harus mampu mengubah keadaan masyarakat itu. Baik pendidikan formal maupun pendidikan nonformal harus mengabdikan diri demi tercapainya orde sosial baru berdasarkan pembagian kekuasaan dan kekayaan yang lebih adil dan merata.
Tokoh yang termasuk dalam prespektif reformis diantaranya adalah Paulo Freire dan Ivan Illich. Mereka berpendapat bahwa kurikulum yang sekedar mencari pemecahan sosial tidak akan memadai. Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mestinya harus mampu merombak tata sosial dan lembaga-lembaga sosial yang sudah ada dan membangun struktur sosial baru.

C.  Prespektif Masa Depan
Prespektif masa depan sering dikaitkan dengan kurikulum rekontruksi sosial, yang menekankan kepada proses mengembangkan hubungan antara kurikulum dan kehidupan sosial, politik dan ekonomi masyarakat. Model kurikulum ini lebih mengutamakan kepentingan sosial daripada kepentingan individu. Setiap individu harus mampu mengenali berbagai permasalahan yang ada di masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan yang sangat cepat. Dengan pemahaman tersebut akan memungkinkan setiap individu dapat mengembangkan masyarakatnya sendiri.
Yang memelopori desain kurikulum rekonstruksi sosial diantaranya adalah Harold Rug sekitar tahun 1920-1930-an. Rug melihat adanya kesenjangan antara kurikulum yang diberikan di sekolah dengan kenyataan di masyarakat. Oleh karena masyarakat merupakan asal dan tempat kembalinya para siswa, maka menurut Rug siswa harus memahami berbagai macam persoalan di masyarakat. Melalui pengetahuan dan konsep-konsep baru yang diperolehya, diharapkan siswa dapat mengidentifikasi dan dapat memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. Dengan demikian kurikulum sekolah akan benar-benar memiliki nilai untuk kehidupan masyarakat.
Tujuan utama dalam kurikulum prespektif ini adalah mempertemukan siswa dengan masalah-masalah yang dihadapai umat manusia. Para ahli rekonstruksi sosial percaya, bahwa masalah-masalah yang dihadapi masyarakat, bukan hanya dapat dipecahkan melalui “Bidang Studi Sosial” saja, akan tetapi oleh setiap disiplin ilmu termasuk di dalamnya, ekonomi, estetika, kimia, dan matematika. Berbagai macam krisis yang dialami oleh masyarakat harus menjadi bagian dari isi kurikulum.
Ada Tiga Kriteria yang harus diperhatikan dalam proses mengimplementasikan kurikulum ini. Ketiganya menurut pembelajaran nyata (real), berdasarkan pada tindakan (action), dan mengandung nilai (values). Ketiga kriteria tersebut adalah pertama, siswa harus memfokuskan kepada salah satu aspek yang ada di masyarakat yang dianggap perlu untuk diubah; kedua, siswa harus melakukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi masyarakat itu; dan ketiga, tindakan sisawa harus didasarkan kepada nilai (values), apakah tindakan itu patut dilaksanakan atau tidak; apakah memerlukan kerja individual atau kelompok atau bahkan keduanya.

2.4  Pengembangan Kurikulum dari Segi Pendekatan Rekrontruksi Sosial
Kurikulum ini sangat memperhatikan hubungan kurikulum dengan sosial masyarakat dan politik perkembangan ekonomi. Kurikulum ini bertujuan untuk menghadapkan peserta didik pada berbagai permasalahan manusia dan kemanusian. Permasalahan yang muncul tidak harus pengetahuan sosial saja, tetapi di setiap disiplin ilmu termasuk ekonomi, kimia, matematika dan lain-lain. Kurikulum ini bersumber pada aliran pendidikan interaksional. Menurut mereka pendidikan bukan upaya sendiri, melainkan kegiatan bersama. Melalui interaksi ini siswa berusaha memecahkan problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat menuju pembentukan masyrakat yang lebih baik.
Kegiatan yang dilakukan dalam kurikulum rekonstruksi sosial antara lain melibatkan:
1.      Survey kritis tehadap suatu masyarakat.
2.      Studi yang melihat hubungan antara ekonomi local dengan ekonomi nasional atau internasional.
3.      Study pengaruh sejarah dan kecenderungan situasi ekonomi local.
4.      Uji coba kaitan praktek politik dengan perekonomian.
5.      Berbagai pertimbangan perubahn politik.
6.      Pembatasan kebutuhan masyarakat pada umumnya.
Pembelajaran yang dilakukan dalam kurikulum rekonstruksi sosial harus memenuhi 3 kriteria berikut, yaitu: nyata, membutuhkan tindakan, dan harus mengajarkan nilai. Evaluasi dalam kurikulum rekontruksi sosial mencakup spektrum luas, yaitu kemampuan peserta didik dalam menyampaikan permasalahan, kemungkinan pemecahan masalah, pendefinisian kembali pandangan mereka dan kemauan mengambil tindakan.
            Dr. Abdullah Idi, M.Ed dalam bukunya Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, menambahkan 3 (tiga) pendekatan pengembangan kurikulum, yaitu:
1.        Pendekatan Berorientasi pada Tujuan[8]
Pendekatan ini menempatkan rumusan atau penempatan tujuan yang hendak dicapai dalam posisi sentral, sebab tujuan adalah pemberi arah dalam pelaksanaan proses belajar mengajar.
Kelebihan pendekatan pengembangan kurikulum yang berorientasi pada tujuan adalah:
a.    Tujuan yang ingin dicapai jelas bagi penyusun kurikulum.
b.    Tujuan yang jelas akan memberikan arah yang jelas pula dalam menetapkan materi pelajaran, metode, jenis kegiatan dan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan.
c.    Tujuan-tujuan yang jelas itu juga akan memberikan arah dalam mengadakan penilaian terhadap hasil yang dicapai.
d.   Hasil penelitian yang terarah itu akan membantu penyusun kurikulum di dalam mengadakan perbaikan-perbaikan yang diperlukan.
2.        Pendekatan dengan Pola Organisasi Bahan
Pendekatan ini dapat dilihat dari pola pendekatan:
a.    Pendekatan pola Subject Matter Curriculum
Pendekatan ini penekanannya pada berbagai matapelajaran secara terpisah-pisah, misalnya: sejarah, ilmu bumi, biologi, matematika dan sebagainya. Matapelajaran ini tidak berhubungan satu sama lain.
b.    Pendekatan pola Correlated Curriculum
Pendekatan ini adalah pendekatan dengan pola mengelompokkan beberapa matapelajaran (bahan) yang sering dan bisa secara dekat berhubungan. Misalnya, bidang studi IPA, IPS dan sebagainya.
Pendekatan ini dapat ditinjau dari berbagai aspek (segi), yaitu:
1)    Pendekatan Struktur
Contoh: IPS, terdiri atas Sejarah, Ekonomi, Sosiologi.
2)    Pendekatan Fungsional
Pendekatan ini berdasarkan pada masalah yang berarti dalam kehidupan sehari-hari.
3)    Pendekatan tempat atau daerah
Atas dasar pembicaraan suatu tempat tertentu sebagai pokok pembicaraan.
c.    Pendekatan pola Integrated Curriculum
Pendekatan ini berdasarkan kepada keseluruhan hal yang mempunyai arti tertentu, Misalnya: pohon; sebatang pohon ini bukan merupakan sejumlah bagian-bagian pohon yang terkumpul, akan tetapi merupakan sesuatu yang memiliki arti tertentu yang utuh, yaitu pohon.
3.        Pendekatan Akuntabilitas (Accountability)[9]
Accountability atau pertanggungjawaban lembaga pendidikan tentang pelaksanaan tugasnya kepada masyarakat akhir-akhir ini menjadi hal yang penting dalam dunia pendidikan. Akuntabilitas yang sistematis pertama kali diperkenalkan Frederick Tylor dalam bidang industry pada permulaan abad ini. Pendekatannya yang dikenal sebagai scientific management atau manajemen ilmiah, menetapkan tugas-tugas spesifik yang harus diselesaikan pekerja dalam waktu tertentu. Tiap pekerja bertanggung jawab atas penyelesaian tugas itu.

BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Kurikulm merupakan salah satu komponen yang memiliki peran penting dalam sistem pendidikan, sebab dalam kurikulum bukan hanya dirumuskan tentang tujuan yang harus dicapai sehingga memperjelas arah pendidikan, akan tetapi juga memberikan memberikan pmahaman tentang pengalaman belajar yang harus dimiliki setiap siswa. Oleh karena itu pentingnya funsi dan peran kurikulum, maka setiap pengembang kurikulum pada jenjang manapun harus didasarkan pada asas-asas tertentu.
Pengembangan kurikulum pada hakekatnya adalah proses penyusunan rencana tentang isi dan bahan pelajaran yang harus dipelajari serta bagaimana cara mempelajarinya.
Persoalan mengembangkan isi dan bahan pelajaran serta bagaimana cara belajar siswa bukanlah suatu proses yang sederhana, sebab menentukan isi atau muatan kurikulum harus berangakat dari visi, misi, serta tujuan yang ingin dicapai; sedangkan menentukan tujuan erat kaitannya dengan persoalan sistem nilai dan kebutuhan masyarakat. Persoalan inilah yang kemudian membawa kita pada persoalan menentukan hal-hal yang mendasar dalam proses pengembangan kurikulum yang kemudian kita namakan asas-asas landasan pengembangan kurikulum.

DAFTAR PUSTAKA

Hamalik, Oemar, 2007. Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara.
Nasution, 1993. Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti
Sanjaya, wina, 2010. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
Subandijah, 1993. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
www.ktsp.diknas.go.id/download/ktsp_smk/01.ppt


[1] Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara , 2007. 16.
[2] S. Nasution, Asas-Asas Kurikulum, Jakarta : Bumi Aksara, 2006. 2.
[3] www.ktsp.diknas.go.id/download/ktsp_smk/01.ppt
[4] H. Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Kencana 2010. 55.
[5] Ibid, 58
[6] Ibid, 61
[7] Ibid, 67
[8] Subandijah., Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993. 28. dalam Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007. 200-201.
[9] Nasution, Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993. 50. dalam Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007. 203.

No comments:

Post a Comment