Pemikiran
Pendidikan Abdullah Nasih Ulwan
(Tarbiyah Al-Aulad fi al-Islam “Studi
Tentang Pendidikan Terhadap Moral Anak”)
A.
Pendahuluan
Anak adalah merupakan amanah Allah SWT
yang harus dibina, dipelihara, dan diurus secara seksama serta sempurna agar
kelak menjadi insan kamil atau manusia sempurna, berguna bagi agama, bangsa dan
negara di samping dapat menjadi pelipur lara orang tua, penenang hati dan
kebanggaan keluarga. Semua harapan positif terhadap anak tersebut tidaklah
dapat terpenuhi tanpa adanya bimbingan yang memadai, selaras dan seimbang
dengan tuntutan dan kebutuhan fitrah manusia secara kodrati.
Semua itu tidak akan didapatkan secara
sempurna kecuali pada ajaran Islam yang bersumber kepada wahyu Illahi yang
paling mengerti tentang hakikat manusia sebagai mahkluk ciptaan-Nya.
Untuk itu Abdullah Nashih Ulwan
memberikan panduan yang lengkap bagi terwujudnya pola asuh yang
sempurna/lengkap karena selain memuat berbagai macam dalil naqli mangacu langsung
kepada nash-nash Al-Qur’an dan Hadits yang shohih, beliau melengkapinya pula
dengan bukti-bukti ilmiah dan rasional.
Salah satu karya Ulwan adalah
kitab “Tarbiyatul Aulad Fil–Islam” merupakan kajian utama dalam
makalah ini, maka menurut pemakalah perlu diberikan gambaran secara global. Hal
ini tidak dimaksudkan mengurangi isi kitab tersebut.
Kitab “Tarbiyatul Aulad
Fil-Islam” telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dalam dua versi.
Versi pertama diterjemahkan oleh Saifullah Kamalie dan Hery Noer Ali dengan
judul “Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam” oleh penerbit Asy-syifa` Semarang,
yang terdiri dari dua jilid. Sedangkan versi kedua yang diterjemahkan oleh
Khalilullah Ahmas masjkur oleh penerbit Remaja Rosdakarya Bandung.
Kitab “Tarbiyatul Aulad Fil
Islam” memiliki karakteristik tersendiri. Keunikan karakteristik itu
terletak pada uraiannya yang menggambarkan totalitas dan keutamaan Islam. Islam
sebagai agama yang tertinggi dan tidak ada yang melebihi ketinggiannya adalah
menjadi obsesi Ulwan dalam setiap analisa dan argumentasinya, sehingga tidak
ada satu bagian pun dalam kitab tersebut yang uraiannya tidak didasarkan atas
dasar-dasar dan kaidah-kaidah nash.
Sebagaimana dikemukakan Ulwan
bahwa kitab ini disusun dalam tiga bagian atau “qism” yang kronologis,
masing-masing bagian memuat beberapa pasal dan setiap pasal mengandung beberapa
topik pembahasan, yaitu:
· Bagian pertama
terdiri dari empat pasal, yaitu:
- Pasal pertama adalah perkawinan teladan dalam kaitannya dengan pendidikan.
- Pasal kedua adalah perasaan psikologis terhadap anak-anak.
- Pasal ketiga adalah hukum umum dalam hubungannya dengan anak yang lahir.
Pasal ini terdiri dari empat bahasan :
1.
Pertama ,
adalah yang dilakukan oleh pendidik ketika
lahir.
2.
Kedua , yaitu
penamaan anak dan hukumnya.
3.
Ketiga , adalah
aqiqah anak dan hukumnya.
4.
Keempat ,
adalah menyunatkan anak dan hukumnya.
- Pasal keempat adalah sebab-sebab kelainan pada anak dan penanggulangannya.
·
Bagian kedua
yaitu tanggung jawab terbesar bagi para pendidik, bagian ini terdiri dari tujuh pasal
adalah sebagai berikut :
- Pasal pertama adalah tanggung jawab pendidikan Iman.
- Pasal kedua adalah tanggung jawab pendidikan moral.
- Pasal ketiga adalah tanggung jawab pendidikan fisik
- Pasal keempat adalah tanggung jawab pendidikan intelektual.
- Pasal kelima adalah tanggung jawab pendidikan psikologis.
- Pasal keenam adalah tanggung jawab pendidikan sosial.
- Pasal ketujuh adalah tanggung jawab pendidikan seksual.
· Bagian ketiga
terdiri dari tiga pasal dan penutup :
- Pasal pertama , adalah faktor-faktor pendidikan yang berpengaruh.
- Pasal kedua adalah dasar-dasar fundamental dalam mendidik anak.
- Pasal ketiga berisi saran-saran paedagogis.[1]
Bagian pertama sampai dengan bagian
ketiga tersebut, terdapat dalam jilid I. Sedangkan dalam jilid II, meliputi
tiga pasal, yaitu :
a.
Pasal pertama
adalah metode pendidikan yang influentif terhadap anak.
b.
Pasal kedua
adalah kaidah-kaidah elementer dalam pendidikan anak.
Dalam pasal-pasal yang terdapat pada
bagian-bagian tersebut, memuat pembahasan dan topik-topik yang penting dan
berguna bagi orang tua ataupun pendidik karena terdapat konsep-konsep dalam
mendidik anak. Banyaknya topik/pembahasan yang ada dalam buku Tarbiyat
al-Aulād fi al-Islām tersebut tidak memungkinkan untuk disampaikan secara
rinci pada makalah yang sifatnya terbatas ini. Oleh karena itu, penulis hanya
mengambil satu topik/pembahasan pada bagian kedua, pasal 2 tentang metode
pendidikan terhadap moral anak. Topik/pembahasan tersebut penulis tuangkan
dalam bentuk makalah dengan judul “Pendidikan Anak Menurut Nasih Ulwan (Studi
Tentang Pendidikan Terhadap Moral Anak)”.
B.
Biografi
Abdullah Nashih Ulwan merupakan
pemerhati masalah pendidikan terutama pendidikan anak dan dakwah Islam.[3] Ia dilahirkan
di kota Halab, Suriah, tahun 1928. Beliau menyelesaikan studi di sekolah
lanjutan tingkat atas jurusan Ilmu Syariah dan Pengetahuan Alam di Halab, tahun
1949. Kemudian melanjutkan di al-Azhar University (Mesir) mengambil fakultas
Ushuluddin, yang selesai pada tahun 1952. Selang 2 tahun kemudian, yaitu 1954,
ia lulus dan menerima ijazah spesialisasi pendidikan, setara dengan Master
of Arts (M.A).[4] Pada tahun
yang sama (1954), ia tidak sempat meraih gelar doktor pada perguruan tinggi
tersebut, karena diusir dari negeri Mesir oleh pemerintahan Jamal Abdel Naser.
Semenjak ditetapkan sebagai tenaga
pengajar untuk materi pendidikan Islam di sekolah-sekolah lanjutan atas di
Halab, yaitu tahun 1954, Ulwan juga aktif menjadi seorang da’i. Ulwan termasuk
penulis yang produktif, untuk masalah-masalah dakwah, syariah, dan bidang
tarbiyah sebagai spesialisnya. Ia dikenal sebagai seorang penulis yang selalu
memperbanyak fakta-fakta Islami, baik yang terdapat dalam al-Qur’an, as-Sunnah,
dan atsar-atsar para salaf yang saleh terutama dalam bukunya yang berjudul “Tarbiyatul
Aulad Fil-Islam.” Hal ini sesuai dengan pendapat Syaikh Wahbi Sulaiman
al-Ghawaji al-Albani yang berkata : bahwa dia adalah seorang beriman yang
pandai dan hidup.[5]
Diantara karya-karya beliau adalah :
1.
Karya yang
berkisar pada masalah dakwah dan pendidikan :
a. Al-Takafulul
al- Ijtima`i Fil- Islam.
b. Ta`addudu
al-Zaujat Fil-Islam.
c. Shalahuddin
al-Ayyubi.
d. Hatta Ya`lama
al-Syabab.
e. Tarbiyatul
Aulad Fil-Islam.
2.
Karya yang
menyangkut kajian Islam (studi Islam) :
a. Ila Kulli Abin
Ghayyur Yu`min billah.
b. Fadha`ilul
al-Shiyam wa ahkamuhu.
c. Hukmu al-Ta`min
Fil-Islam.
d. Ahkamul
al-Zakat (4 madzhab).
e. Syubhat wa
Rudud Haulal al -Aqidah wa Ashlul al-Insan.
f. Aqabatul
al -Zawaj wa thuruqu Mu`alajatiha `ala Dhanil al- Islam.
g.
Mas`uliyatul al-Tarbiyah al-Jinsiyyah.
h.
Ila Waratsatil al-Anbiya`.
i.
Hukmul al-Islam FI Wasa`ilil al-I`lam.
j.
Takwinu al-Syakh Syiyyah al-Insaniyyah fi Nazharil al-Islam.
k.
Adabul al-Khitbah wa al-Zilaf wa haququl al-Zaujain.
l.
Ma`alimul al-Hadharah al-Islamiyyah wa Atsaruha fil al-Nahdhah
al-Aurubiyyah.
m.
Nizhamul al-Rizqi fil al-Islam.
n.
Hurriyatul al-I`tiqad Fil al-Syari`ah al-Islamiyyah.
o.
Al-Islam Syari`atul al-Zaman wa al-Makan.
C.
Pengertian Pendidikan Moral
Pendidikan Moral ialah satu program
yang mendidik anak supaya menjadi insan yang bermoral atau berakhlak
mulia dengan menekankan aspek perkembangan pemikiran moral, perasaan
moral dan tingkah laku moral. Sehingga melahirkan Prinsip-prinsip insani
seperti:
Bertanggungjawab pada diri, keluarga dan orang
lain;
Berpegang teguh pada ajaran agama;
Prihatin kepada alam sekitar;
Mengekalkan keamanan dan keharmonian hidup;
Bersemangat patriotik;
Menghormati hak asasi manusia; dan
Mengamalkan prinsip demokrasi dalam kehidupan[7]
Ibn Miskawaih menyatakan bahwa
letak keutamaan pentingnya pendidikan moral adalah dalam urgensi nilainya yang
cukup signifikan dalam membentuk kepribadian manusia. Bahwa semua krisis yang
melanda manusia termasuk di dalamnya krisis spiritual lebih disebabkan oleh
hancurnya pendidikan Akhlak. Minusnya moral (akhlaq) ini akan membuat predikat
manusia yang mulia – dengan akhlaq dan taqwa – turun menjadi hina (lihat Q.S.
al-Tin,95:5).
Pada hakekatnya, pendidikan budi
pekerti memiliki substansi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan
pendidikan akhlak. Haidar (2004) mengemukakan bahwa pendidikan budi
pekerti adalah usaha sadar yang dilakukan dalam rangka menanamkan atau
menginternalisasikan nilai-nilai moral ke dalam sikap dan prilaku
peserta didik agar memiliki sikap dan prilaku yang luhur (berakhlakul karimah)
dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam berinteraksi dengan Tuhan, dengan
sesama manusia maupun dengan alam/lingkungan,[8]
Secara konsepsional, Pendidikan
Moral dapat dimaknai sebagai usaha sadar melalui kegiatan bimbingan,
pembiasaan, pengajaran dan latihan, serta keteladanan untuk menyiapkan
peserta didik menjadi manusia seutuhnya yang berbudi pekerti luhur dalam
segenap peranannya di masa yang akan datang. Pendidikan budi pekerti juga
merupakan suatu upaya pembentukan,pengembangan, peningkatan, pemeliharaan dan
perbaikan perilaku peserta didik agar mau dan mampu melaksanakan tugas-tugas
hidupnya secara selaras, serasi, seimbang antara lahir-batin,
jasmani-rohani, material-spiritual, dan individusosial.[9]
Menurut Lickona dikutif oleh Ki Hajar Dewantara, bahwa dalam
proses pendidikan moral/budi pekerti, hendaknya pendidik tidak semata-mata
terfokus pada pemberian materi tentang konsep-konsep pendidikan
moral/budi pekerti kepada peserta didik, tetapi yang lebih penting adalah
terbentuknya karakter yang baik, yaitu pribadi yang memiliki pengetahuan moral,
perasaan moral dan tindakan atau perilaku moral. Pernyataan tersebut semakin
memperkokoh bahwa pendidikan moral hendaknya tidak hanya terfokus pada aspek
kognitif saja, tetapi juga harus menyentuh pada aspek afektif dan psikomotorik.[10]
Secara umum, dapat dikatakan bahwa
hakekat dari tujuan pendidikan moral adalah membentuk pribadi anak supaya
menjadi manusia yang baik, warga masyarakat dan warga negara yang baik.
Indikator manusia yang baik, warga masyarakat dan warga negara yang baik bagi
suatu masyarakat atau bangsa, secara umum didasarkan atas nilai-nilai sosial
tertentu yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat atau bangsa tersebut.
Oleh karena itu, hakikat pendidikan budi pekerti dalam konteks pendidikan di
Indonesia adalah pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya
bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda
D.
Metode Pendidikan Moral Anak dalam Keluarga menurut Abdullah Nashih Ulwan
Sarana untuk membentuk keluarga dalam
Islam harus melalui ikatan pernikahan. Dengan melangsungkan pernikahan, maka
pasangan suami istri akan memperoleh manfaat dari pernikahan tersebut. Salah
satu manfaatnya adalah memelihara kelangsungan jenis manusia di dunia yang fana
ini. Kelahiran anak merupakan amanat dari Allah SWT kepada bapak dan ibu
sebagai pemegang amanat yang harusnya dijaga, dirawat, dan diberikan pendidikan.
Itu semua merupakan bagian dari tanggung jawab orang tua kepada anaknya.
Anak dilahirkan tidak dalam keadan
lengkap dan tidak pula dalam keadaan kosong. Ia dilahirkan dalam keadaan
fitrah. Memang ia dilahirkan dalam keadaan tidak tahu apa-apa, akan tetapi anak
telah dibekali dengan pendengaran, penglihatan, dan kata hati.[11]
Dengan diberikannya penglihatan,
pendengaran, dan kata hati tersebut, diharapkan orang tua harus mampu
membimbing, mengarahkan, dan mendidiknya dengan ekstra hati-hati karena anak
sebagai peniru yang ulung. Oleh karena itu semaksimal mungkin orang tua
memberikan pelayanan terhadap anaknya. Pelayanan yang maksimal akan
menghasilkan suatu harapan bagi bapak ibunya, tiada lain suatu kebahagiaan
hasil jerih payahnya. Sebab anak adalah sumber kebahagiaan, kesenangan, dan
sebagai harapan dimasa yang akan datang.[12] Harapan-harapan
orang tua akan terwujud, tatkala mereka mempersiapkan sedini mungkin pendidikan
yang baik sebagai sarana pertumbuhan dan perkembangan bagi anak.
Memang diakui bahwa mengemudikan
bahtera rumah tangga yang baik, yang sakinah, dan yang maslahah merupakan tugas
kewajiban yang sangat rumit, tidak kalah rumitnya dengan mengelola sebuah
pabrik, dan tidak kalah canggihnya dengan mengemudikan pesawat terbang karena
orang tua harus siap untuk memperpadukan sekian banyak unsur dan dimensi mulai
dari dimensi sikap mental, ilmu pengetahuan, ketrampilan dan lain sebagainya.
Sebagai kewajiban dari orang tua, dalam hal ini adalah pemegang amanat, maka
barang siapa yang mampu menjaga amanat tersebut akan diberi pahala, dan
sebaliknya. Hal ini sesuai dengan janji Allah SWT dalam firmanya, QS.al-Kahfi
(18) : 46.
ãA$yJø9$# tbqãZt6ø9$#ur èpuZÎ Ío4quysø9$# $u÷R9$# ( àM»uÉ)»t7ø9$#ur àM»ysÎ=»¢Á9$# îöyz
yZÏã y7În/u
$\/#uqrO îöyzur WxtBr&
ÇÍÏÈ
Artinya: “harta dan anak-anak adalah
perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah
lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi
harapan”. (QS. Al-Kahfi : 46)
Dalam mendidik anak, tentunya harus ada
kesepakatan antara bapak ibu sebagai orang tua, akan dibawa kepada pendidikan
yang otoriter atau pendidikan yang demokratis atau bahkan yang liberal, sebab
mereka penentu pelaksana dalam keluarga.
Dalam kehidupan masyarakat terkecil,
yaitu keluarga, suami secara fungsional adalah penanggung jawab utama rumah
tangga (keluarga) sedangkan istri adalah mitra setia yang aktif konstruktif
mengelola rumah tangga. Operasionalisasi kehidupan berkeluarga sebaiknya
dilakukan berdasarkan amar makruf nahi munkar.
Salah satu wujud amar makruf nahi
munkar dalam kehidupan berkeluarga adalah memberikan pendidikan kepada
putra putrinya berdasarkan ajaran Islam. Antara keluarga satu dengan keluarga
lainnya mempunyai prinsip dan sistem sendiri-sendiri dalam mendidik anaknya.
Namun orang tua jangan terbuai atau melupakan terhadap ajaran-ajaran Islam,
terutama dalam hal pendidikan anak sebagaimana yang telah dicontohkan Rasul
saw. sebagai pembawa panji-panji Islam, Rasul SAW tidak pernah mendidik
putra-putrinya dengan pendidikan keras dan tidak dengan membebaskan
anak-anaknya, tetapi beliau dalam mendidik keluarganya terutama kepada
anak-anaknya adalah dengan limpahan kasih sayang yang amat besar. Senada
dengan yang dikatakan oleh sahabat Anas ra. yaitu “aku tidak mendapatkan
seseorang yang kasih sayangnya pada keluarganya melebihi Rasulullah SAW.” [13]
Seorang muslim sepatutunya mencontoh
teladan yang telah diberikan Rasul SAW, dalam memuliakan putra putrinya. Beliau
dalam mendidik anak-anaknya melalui ajaran wahyu Ilahi yaitu dengan penuh kasih
sayang terhadap anak-anaknya. Dengan pemberian kasih sayang tersebut,
diharapkan dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak. Sebab anak
merupakan aset masa depan. Sebagai orang tua dapat meneladani ajaran-ajaran
Rasul SAW tersebut, melalui para pemikir dan pemerhati pendidikan (anak) dalam
Islam. Salah satu pemerhati pendidikan (anak) dalam Islam yang memberikan
gambaran yang benar sesuai dengan ajaran Islam adalah Ulwan. Ia memberikan
pandangannya dalam mendidik anak dalam keluarga melalui metode-metode yang
harus diterapkan dalam pendidikan anak termasuk dalam hal pendidikan moral.
Apabila metode-metode tersebut diterapkan, niscaya apa yang menjadi harapan
bersama sebagai muslimin yaitu tumbuhnya para generasi Islam yang tangguh dan
sebagai penebar kebenaran, dapat direalisasikan.
Untuk mmemperoleh hasil yang baik dalam
pelaksanaan pendidikan (moral) maka harus memenuhi beberapa faktor-faktornya.
Salah satu faktornya adalah metode. Metode merupakan sarana untuk menyampaikan
isi atau materi pendidikan tersebut, agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai
dengan hasil yang baik.
Diantara metode-metode pendidikan moral
anak dalam keluarga menurutnya adalah :
- Pendidikan dengan keteladanan.
- Pendidikan dengan adat kebiasaan.
- Pendidikan dengan nasihat.
- Pendidikan dengan memberikan perhatian.
- Pendidikan dengan memberikan hukuman. [14]
Menurut pemikiran Ulwan, apabila
metode-metode tersebut diterapkan dalam pendidikan anak khususnya dalam
keluarga, maka secara bertahap mereka para orang tua mempersiapkan anak-anaknya
untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna bagi kehidupan dan
pasukan-pasukan yang kuat untuk kepentingan Islam (sebagai penegak
ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan).
- Pendidikan dengan keteladanan
Menurut al-Ghazali anak adalah amanat
bagi orang tuanya. Hatinya yang suci merupakan permata tak ternilai harganya,
masih murni dan belum terbentuk. Orang tuanya merupakan arsitek atau
pengukir kepribadian anaknya. Sebelum mendidik orang lain,
sebaiknya orang tua harus mendidik pada dirinya terlebih dahulu. Sebab anak
merupakan peniru ulung. Segala informasi yang masuk pada diri anak, baik
melalui penglihatan dan pendengaran dari orang di sekitarnya, termasuk orang tua
akan membentuk karakter anak tersebut. Apalagi anak yang berumur sekitar 3-6
tahun, ia senantiasa melakukan imitasi terhadap orang yang ia kagumi (ayah dan
ibunya). Rasa imitasi dari anak yang begitu besar, sebaiknya membuat orang tua
harus ekstra hati-hati dalam bertingkah laku, apalagi didepan anak-anaknya.
Sekali orang tua ketahuan berbuat salah dihadapan anak, jangan berharap anak
akan menurut apa yang diperintahkan. Oleh karena itu sudah sepantasnya bagi
orang tua pemegang amanat, untuk memberikan teladan yang baik kepada putra
putrinya dalam kehidupan berkeluarga. Keluarga merupakan sekolah pertama bagi
anak. Orang tua terutama ibu merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak
dalam membentuk pribadinya. [15]
Ibu mempengaruhi anak melalui sifatnya
yang menghangatkan, menumbuhkan rasa diterima, dan menanamkan rasa aman pada
diri anak. Sedangkan ayah mempengaruhi anaknya melalui sifatnya yang
mengembangkan kepribadian, menanamkan disiplin, memberikan arah dan dorongan
serta bimbingan agar anak tambah berani dalam menghadapi kehidupan.[16]
Teladan yang baik dari orang tua kepada
anak (sekitar umur 6 tahun) akan berpengaruh besar kepada perkembangan anak di
masa mendatang. Sebab kebaikan di waktu kanak-kanak awal menjadi dasar untuk
pengembangan di masa dewasa kelak. Untuk itu lingkungan keluarga harus sebanyak
mungkin memberikan keteladanan bagi anak. Dengan keteladanan akan memudahkan
anak untuk menirunya. Sebab keteladanan lebih cepat mempengaruhi tingkah laku
anak. Apa yang dilihatnya akan ia tirukan dan lama kelamaan akan menjadi
tradisi bagi anak. Hal ini sesuai firman Allah SWT QS. al-Ahzab ( 33):21.
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu
«!$#
îouqóé&
×puZ|¡ym
`yJÏj9 tb%x. (#qã_öt
©!$#
tPöquø9$#ur
tÅzFy$# tx.sur ©!$#
#ZÏVx. ÇËÊÈ
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada
(diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut
Allah.”(QS. Al-Ahzab : 21)
Dalam hal keteladanan ini, lebih jauh
Abdullah Nashih Ulwan menafsirkan dalam beberapa bentuk, yaitu:
a.
Keteladanan
dalam ibadah.
b.
Keteladanan
bermurah hati.
c.
Keteladanan
kerendahan hati.
d.
Keteladanan
kesantunan.
e.
Keteladanan
keberanian.
Karena obyeknya anak (kanak-kanak)
tentunya bagi orang tua dalam memberikan teladan harus sesuai dengan
perkembangannya sehingga anak mudah mencerna apa yang disampaikan oleh bapak
ibunya. Sebagai contoh agar anak membiasakan diri dengan ucapan “salam”,
maka senantiasa orang tua harus memberikan ajaran tersebut setiap hari yaitu
hendak pergi dan pulang ke rumah (keteladanan kerendahan hati). Yang penting
bagi orang tua tampil dihadapan anak sesuai dengan ajaran-ajaran Islam, niscaya
semua itu akan ditirunya.
- Pendidikan dengan adat kebiasaan
Setiap manusia yang dilahirkan membawa
potensi, salah satunya berupa potensi beragama. Potensi beragama ini dapat
terbentuk pada diri anak (manusia) melalui 2 faktor, yaitu : faktor pendidikan
Islam yang utama dan faktor pendidikan lingkungan yang baik. Faktor pendidikan
Islam yang bertanggung jawab penuh adalah bapak ibunya. Ia merupakan pembentuk
karakter anak. Hal ini sesuai dengan sabda Rasul SAW yang diriwayatkan oleh
Muslim dan Abu Hurairah.
عن ابى هريرة رضي الله عنه قال: قال
رسول الله صلى الله عليه وسلّم مامن مولود إلا يولد على الفطرة فأبواه يهوّدانه
وينصّر انه
ويمجّسـانه –(رواه مســلم)–
Artinya : “Dari
Abi hurairah ra. telah bersabda Rasulullah SAW. tidak ada anak yang dilahirkan,
kecuali dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang akan
menjadikannya sebagai orang yahudi, nasrani, atau majusi”. (HR. Muslim)[18]
Setelah anak diberikan masalah
pengajaran agama sebagai sarana teoritis dari orang tuanya, maka faktor
lingkungan harus menunjang terhadap pengajaran tersebut, yakni orang tua
senantiasa memberikan aplikasi pembiasaan ajaran agama dalam lingkungan
keluarganya. Sebab pembiasaan merupakan upaya praktis dan pembentukan
(pembinaan) dan persiapan.[19]
Pada umur kanak-kanak kecenderungannya
adalah meniru apa yang dilakukan oleh orang-orang disekitarnya, baik saudara
famili terdekatnya ataupun bapak ibunya. Oleh karena itu patut menjadi
perhatian semua pihak, terutama orang tuanya selaku figur yang terbaik di mata
anaknya. Jika orang tua menginginkan putra putrinya tumbuh dengan menyandang
kebiasaan-kebiasaan yang baik dan akhlak terpuji serta kepribadian yang sesuai
ajaran Islam, maka orang tua harus mendidiknya sedini mungkin dengan moral yang
baik. Karena tiada yang lebih utama dari pemberian orang tua kecuali budi
pekerti yang baik. Hal ini sesuai dengan sabda Rasul SAW yang diriwayatkan
al-Tirmidzi dari Ayyub bin Musa.
“Diceritakan dari Ayyub bin Musa dari
ayahnya dari kakeknya, bahwa Rasulullah saw bersabda : Tidak ada pemberian yang
lebih utama dari seorang ayah kepada anaknya kecuali budi pekerti yang
baik”. (H.R At-Tirmidzi)[20]
Apabila anak dalam lahan yang baik
(keluarganya) memperoleh bimbingan, arahan, dan adanya saling menyayangi antar
anggota keluarga, niscaya lambat laun anak akan terpengaruh informasi yang ia
lihat dan ia dengar dari semua perilaku orang– orang disekitarnya. Dan
pengawasan dari orang tua sangat diperlukan sebagai kontrol atas kekeliruan
dari perilaku anak yang tak sesuai dengan ajaran Islam.
- Pendidikan dengan Nasihat (Mauidzhah)
Pemberi nasihat seharusnya orang yang
berwibawa di mata anak. Dan pemberi nasihat dalam keluarga tentunya orang
tuanya sendiri selaku pendidik bagi anak. Anak akan mendengarkan nasihat
tersebut, apabila pemberi nasihat juga bisa memberi keteladanan. Sebab nasihat
saja tidak cukup bila tidak diikuti dengan keteladanan yang baik.
Anak tidak akan melaksanakan nasihat
tersebut apabila didapatinya pemberi nasihat tersebut juga tidak
melaksanakannya. Anak tidak butuh segi teoritis saja, tapi segi praktislah yang
akan mampu memberikan pengaruh bagi diri anak.
Nasihat yang berpengaruh, membuka
jalannya ke dalam jiwa secara langsung melalui perasaan. Setiap manusia (anak)
selalu membutuhkan nasihat, sebab dalam jiwa terdapat pembawaan itu biasanya
tidak tetap, dan oleh karena itu kata–kata atau nasihat harus diulang–ulang.[21] Nasihat
akan berhasil atau mempengaruhi jiwa anak, tatkala orangtua mampu memberikan
keadaan yang baik. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS. al-Baqarah ( 2) : 44 .
*
tbrâßDù's?r& }¨$¨Y9$#
ÎhÉ9ø9$$Î/ tböq|¡Ys?ur öNä3|¡àÿRr& öNçFRr&ur tbqè=÷Gs?
|=»tGÅ3ø9$# 4 xsùr&
tbqè=É)÷ès? ÇÍÍÈ
Artinya: Mengapa kamu suruh orang lain
(mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri,
Padahal kamu membaca Al kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?(Q.S
al-Baqarah : 44)
Agar harapan orang tua terpenuhi yakni
anak mengikuti apa– apa yang telah diperintahkan dan yang telah diajarkannya,
tentunya disamping memberikan nasihat yang baik juga ditunjang dengan teladan
yang baik pula. Karena pembawaan anak mudah terpengaruh oleh kata–kata yang
didengarnya dan juga tingkah aku yang sering dilihatnya dalam kehidupan
sehari–hari dari pagi hari sampai sore hari. Nasihat juga harus diberikan
sesering mungkin kepada anak–anak masa sekolah dasar, sebab anak sudah
bersosial dengan teman sebayanya. Agar apa–apa yang telah diberikan dalam
keluarganya tidak mudah luntur atau tepengaruh dengan lingkungan barunya.
Menurut Ulwan, dalam Penyajian atau
memberikan nasihat itu ada pembagiannya, yaitu:
- Menyeru untuk memberikan kepuasan dengan kelembutan atau penolakan. Sebagai contohnya adalah seruan Lukman kepada anak–anaknya, agar tidak mempersekutukan Allah SWT. Q.S. Lukman (31) :13.
øÎ)ur tA$s% ß`»yJø)ä9
¾ÏmÏZö/ew uqèdur ¼çmÝàÏèt ¢Óo_ç6»t w õ8Îô³è@
«!$$Î/ (
cÎ)
x8÷Åe³9$# íOù=Ýàs9
ÒOÏàtã ÇÊÌÈ
Artinya: dan (ingatlah) ketika Luqman
berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai
anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan
(Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".(Q.S Luqman : 13)
- Metode cerita dengan disertai nasihat
Metode ini mempunyai pengaruh terhadap
jiwa dan akal. Biasanya anak itu menyenangi tentang cerita-cerita. Untuk itu
orang tua sebisa mungkin untuk memberikan masalah cerita yang berkaitan dengan
keteladanan yang baik yang dapat menyentuh perasaannya.Sebagaimana firman-Nya
dalam QS. al-A`raf (7) : 176.
öqs9ur $oYø¤Ï© çm»uZ÷èsùts9 $pkÍ5 ÿ¼çm¨ZÅ3»s9ur
t$s#÷zr&
n<Î) ÇÚöF{$#
yìt7¨?$#ur çm1uqyd 4 ¼ã&é#sVyJsù È@sVyJx.
É=ù=x6ø9$# bÎ) ö@ÏJøtrB Ïmøn=tã
ô]ygù=t
÷rr&
çmò2çøIs? ]ygù=t 4 y7Ï9º©
ã@sVtB ÏQöqs)ø9$# úïÏ%©!$#
(#qç/¤x. $uZÏG»t$t«Î/ 4
ÄÈÝÁø%$$sù }È|Ás)ø9$# öNßg¯=yès9 tbrã©3xÿtFt ÇÊÐÏÈ
Artinya: “dan kalau Kami menghendaki, Sesungguhnya
Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi Dia cenderung kepada
dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, Maka perumpamaannya seperti
anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya
Dia mengulurkan lidahnya (juga). demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang
mendustakan ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu
agar mereka berfikir”.(Al-A’raf : 176)
- Pengarahan melalui wasiat
Orang tua yang bertanggung jawab
tentunya akan berusaha menjaga amanat-Nya dengan memberikan yang terbaik buat
anak demi masa depannya dan demi keselamatannya.[22]
- Pendidikan dengan Perhatian
Sebagai orangtua berkewajiban untuk
memenuhi kebutuhan–kebutuhan anaknya, baik kebutuhan jasmani ataupun kebutuhan
yang berbentuk rohani. Diantara kebutuhan anak yang bersifat rohani adalah anak
ingin diperhatikan dalam perkembangan dan pertumbuhannya.
Pendidikan dengan perhatian adalah
mencurahkan, memperhatikan dan senantiasa mengikuti perkembangan anak dalam
pembinaan akidah dan moral, persiapan spiritual dan sosial, disamping selalu
bertanya tentang situasi pendidikan jasmani dan daya hasil ilmiahnya.[23]
Orang tua yang bijaksana tentunya
mengetahui perkembangan-perkembangan anaknya. Dan ibu adalah pembentuk pribadi
putra putrinya lebih besar prosentasenya dibanding seorang ayah. Tiap hari
waktu Ibu banyak bersama dengan anak, sehingga wajar bila kecenderungan anak
lebih dekat dengan para ibunya. Untuk itu ibu diharapkan mampu berkiprah dalam
mempersiapkan pertumbuhan dan perkembangan putra-putrinya.
Orang tua yang baik senantiasa akan
mengoreksi perilaku anaknya yang tidak baik dengan perasaan kasih sayangnya,
sesuai dengan perkembangan usia anaknya. Sebab pengasuhan yang baik akan
menanamkan rasa optimisme, kepercayaan, dan harapan anak dalam hidupnya.[24] Dalam
memberi perhatian ini, hendaknya orang tua bersikap selayak mungkin, tidak
terlalu berlebihan dan juga tidak terlalu kurang. Namun perhatian orang tua
disesuaikan dengan perkembangan dan pertumbuhan anak.
Apabila orang tua mampu bersikap penuh
kasih sayang dengan memberikan perhatian yang cukup, niscaya anak-anak akan
menerima pendidikan dari orang tuanya dengan penuh perhatian juga. Namun
pangkal dari seluruh perhatian yang utama adalah perhatian dalam akidah.
- Pendidikan dengan memberikan hukuman
Hukuman diberikan, apabila
metode-metode yang lain sudah tidak dapat merubah tingkah laku anak, atau
dengan kata lain cara hukuman merupakan jalan terakhir yang ditempuh oleh
pendidik, apabila ada perilaku anak yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Sebab hukuman merupakan tindakan tegas untuk mengembalikan persoalan di tempat
yang benar.[25] Hukuman
sesungguhnya tidaklah mutlak diberikan. Karena ada orang dengan teladan dan
nasehat saja sudah cukup, tidak memerlukan hukuman. Tetapi pribadi manusia
tidak sama seluruhnya.[26] Sebenarnya
tidak ada pendidik yang tidak sayang kepada siswanya. Demikian juga tidak ada
orang tua yang merasa senang melihat penderitaan anaknya. Dengan memberikan
hukuman, orang tua sebenarnya merasa kasihan terhadap anaknya yang tidak mau
melaksanakan ajaran Islam. Karena salah satu fungsi dari hukuman adalah
mendidik.[27] Sebelum
anak mengerti peraturan, ia dapat belajar bahwa tindakan tertentu benar apabila
tidak menerima hukuman dan tindakan lainnya salah apabila mendapatkan suatu
hukuman.
Dalam memberikan hukuman ini diharapkan
orang tua melihat ruang waktu dan tempatnya. Diantara metode memberikan hukuman
kepada anak adalah :
- Menghukum anak dengan lemah lembut dan kasih sayang.
- Menjaga tabiat anak yang salah.
- Hukuman diberikan sebagai upaya perbaikan terhadap diri anak, dengan tahapan yang paling akhir dari metode-metode yang lain.[28]
Memberi hukuman pada anak, seharusnya
para orang tua sebisa mungkin menahan emosi untuk tidak memberi hukuman
berbentuk badaniah. Kalau hukuman yang berbentuk psikologis sudah mampu merubah
sikap anak, tentunya tidak dibutuhkan lagi hukuman yang menyakitkan anak
tersebut. Menurut Nashih Ulwan, hukuman bentuknya ada dua, yakni hukuman
psikologis dan hukuman biologis.
Bentuk hukuman yang bersifat psikologis adalah :
- Menunjukkan kesalahan dengan pengarahan.
- Menunjukkan kesalahan dengan memberikan isyarat.
- Menunjukkan kesalahan dengan kecaman.[29]
Hukuman bentuk psikologis ini diberikan
kepada anak dibawah umur 10 tahun. Apabila hukuman psikologis tidak mampu
merubah perilaku anak, maka hukuman biologislah yang dijatuhkan tatkala anak
sampai umur 10 tahun tidak ada perubahan pada sikapnya. Hal ini dilakukan
supaya anak jera dan tidak meneruskan perilakunya yang buruk. Sesuai sabda
Rasul SAW yang diriwayatkan Abu Daud dari Mukmal bin Hisyam.
حدثنا مأمل بن هشام قال: قال رسول
الله صلى الله عليه وسلّم مروا اولادكم بالصلاة و ابـناء سبع سـنـين واضربوهم عليها وهم أبناء عشر وف رقوا
بـيـنهم فى الـمضاجع –(رواه ابو داود)-
Artinya : “Suruhlah anak kalian
mengerjakan shalat, sedang mereka berumur tujuh tahun, dan pukulilah mereka itu
karena shalat ini, sedang mereka berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur
mereka”. (HR. Abu Daud)[30]
E.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan makalah diatas
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:
- Karya-karya beliau berkisar pada masalah dakwah dan pendidikan serta kajian islam (studi Islam
- Metode-metode pendidikan moral anak dalam keluarga menurut Abdullah Nasih Ulwan adalah :
a.
Pendidikan
dengan keteladanan.
b.
Pendidikan
dengan adat kebiasaan.
c.
Pendidikan
dengan nasihat.
d. Pendidikan
dengan memberikan perhatian.
e.
Pendidikan
dengan memberikan hukuman.
- Dalam memberikan keteladanan kepada anak, lebih jauh Abdullah Nashih Ulwan menafsirkan dalam beberapa bentuk, yaitu: Keteladanan dalam ibadah, Keteladanan bermurah hati, Keteladanan kerendahan hati, Keteladanan kesantunan, Keteladanan keberanian, Keteladanan memegang akidah
- Menurut Nasih Ulwan seharusnya orang tua senantiasa memberikan aplikasi pembiasaan ajaran agama dalam lingkungan keluarganya. Sebab pembiasaan merupakan upaya praktis dan pembentukan (pembinaan) dan persiapan
- Menurut Ulwan, dalam Penyajian atau memberikan nasihat itu ada pembagiannya, yaitu:
a.
Menyeru untuk
memberikan kepuasan dengan kelembutan atau penolakan
b.
Metode cerita
dengan disertai tamsil ibarat dan nasihat
c.
Pengarahan
melalui wasiat
- Menurut Ulwan pendidikan dengan perhatian adalah mencurahkan, memperhatikan dan senantiasa mengikuti perkembangan anak dalam pembinaan akidah dan moral, persiapan spiritual dan sosial, disamping selalu bertanya tentang situasi pendidikan jasmani dan daya hasil ilmiahnya
- Menurut Ulwan metode memberikan hukuman kepada anak adalah :
a.
Menghukum anak
dengan lemah lembut dan kasih sayang.
b.
Menjaga tabiat
anak yang salah.
c.
Hukuman
diberikan sebagai upaya perbaikan terhadap diri anak, dengan tahapan yang
paling akhir dari metode-metode yang lain.
Maka
dari itu sebagai upaya pirbaikan terhadap idri anak,dengan tahapan yg paling
penting dari metide yang lain.seperti yang tercantum diatas.
No comments:
Post a Comment