Wednesday, October 22, 2014

Hudud







BAB. II
PEMBAHASAN
A. Definisi Jarimah Hudud
Jarimah hudud sering diartikan sebagai tindak pidana yang macam dan sanksinya ditetapkan secara mutlak oleh Allah.1 Sehingga manusia tidka berhak untuk menetapkan hukuman lain selain hukum yang ditetapkan berdasar kitabullah. Ketetapan ini sesungguhnya hasil kreasi ijtihad para ulama terdahulu dengan bebagai pertimbangan. Alasan para fuqaha mengklasifikasikan jarimah hudud sebagai hak Allah, pertama, kaena perbuatan yang disebut secara rinci oleh Al-Qur’an sangat mendatangkan kemashlahatan baik perorangan maupun kolektif. Kedua, jenis pidana dan sanksinya secara definitif disebut secara langsung oleh lafadz yang ada di dalam Al-Qur’an, sementara tindak pidana lainnya tidak.
Kejahatan hudud adalah kejahatan yang paling serius dan berat dalam hukum pidana Islam. Ia adalah kejahatan terhadap kepentingan publik. Tetapi ini tidak berarti bahwa kejahatan hudud tidak mempengaruhi kepentingan pribadi sama sekali, namun terutama sekali berkaitan dengan apa yang disebut dengan hak Allah. Kejahatan dalam kategori ini dapat didefinisikan sebagai kejahatan yang diancam dengan hukuman had, yaitu hukuman yang ditentukan sebagai hak Allah.
B. Pembagian Jarimah Hudud
Mengingat ini adalah bentuk ijtihad, sehingga penggolongannyapun terjadi perselisihan pendapat. Madzhab Malikiyah merumuskan jarimah hudud dalam lima kategori, yaitu zina, qadzaf (tuduhan palsu zina), sariqah (pencurian), hirabah (perampokan), dan baghy (pemberontakan). Sementara jumhur ulama membagi jarimah hudud menjadi tujuh, yaitu zina, qadzaf (tuduhan palsu zina), sariqah (pencurian), hirabah (perampokan), riddah (murtad), baghy (pemberontakan), dan syurb al khamr (meminum minuman keras).
Dalam makalah ini kami tidak mencondongkan diri kepada madzhab manapun, jadi kami akan memaparkan seluruh pembagian jarimah hudud yang telah dikategorikan oleh semua ulama.
1. Jarimah zina
ü  Definisi Jarimah Zina
Secara umum dalam artian sederhana, zina atau perzinaan adalah hubungan kelamin di luar nikah.6 Islam telah menentukan cara penyaluran nafsu syahwat secara baik dan sah melalui lembaga perkawinan. Oleh karenanya penyaluran nafsu syahwat di luar lembaga perkawinan tidak sesuai dengan tata cara yang telah diatur dan ditentukan oleh Islam, sehingga perzinaan dilarang tegas dan keras oleh Islam. Seperti yang terlihat dalam firman Allah dalam surat Al-Isra’ ayat 32 : Janganlah kamu mendekati zina, karena ia adalah perbuatan keji dan cara yang paling buruk.
Imam Syafi’i mengemukakan bahwa zina adalah memasukkan alat kelamin ke dalam alat kelamin, yang diharamkan menurut zatnya, terlepas dari segala kemungkinan kesamaran dan secara alami perbuatan itu disenangi.7
ü  Kriteria zina
Dari definisi yang diberikan di atas dapat ditarik hakikat yang merupakan kriteria dari perzinaan, yaitu :
a. Zina itu perbuatan memasukkan apa yang bernama alat kelamin laki-laki ke dalam apa yang bernama alat kelamin perempuan.
b. Perbuatan hubungan kelamin itu menurut zat atau substansinya adalah haram. Hal ini mengandung arti bila keharamanya itu bukan besifat substansif atau karena factor luar atau keadaan, maka bukan disebut zina, misalnya, suami haram melakukan hubungan kelamin dengan istrinya yang sedang menstruasi. Haram disini bukan merupakan substansi, sehingga tidak bisa disebut zina.
c. Perbuatan hubungan kelamin itu pada dasarnya secara alamiah disenangi, yaitu dengan manusia hidup. Hal ini berarti hubungan kelamin dengan mayat atau hewan tidak disebut zina.
d. Perbuatan hubungan kelamin itu bebas dari segala kemungkinan syubhat atau kesamaran, misalnya berhubungan kelamin dengan perempuan yang diyakininya istrinya, ternyata orang lain.
ü  Unsur-unsur zina
Dari hakikat zina yang diuraikan di atas para ulama menetapkan unsur-unsur dari perbuatan zina yang berhak atas ancaman hukuman yang berat yaitu :
a. Perzinaan itu adalah hubungan kelamin yang diharamkan
b. Hubungan kelamin itu dilakukan dengan sengaja dan melawan hukum.
ü  Pembuktian zina
Ancaman hukuman terhadap perbuatan zina baru dapat dilaksanakan bila telah terjadi dengan adanya bukti-bukti yang meyakinkan serta tidak didapati unsur-unsur syubhat. Pembuktian tersebut berlaku dengan cara-cara sebagai berikut8 :
a. Kesaksian empat orang saksi laki-laki muslim yang adil dan dapat dipercaya yang menyaksikan secara langsung hubungan kelamin itu secara bersamaan.
b. Pengakuan yang dilakukan oleh pasangan yang melakukan perzinaan secara jelas dan bersungguh-sungguh
c. Karena adanya tanda dan isyarat yang meyakinkan, seperti kehamilan seorang perempuan yang tidak terikat dalam perkawinan
d. Li’an, yaitu sumpah suami yang menuduh istrinya berzina dan tidak dapat mendatangkan empat orang saksi. Sumpah dilakukan empat kali dan yang kelima dengan mengucapkan bahwa laknat Allah akan menimpa si suami jika ucapannya tidak benar. Kemudian li’an suami tidak ditolak oleh si istri dengan Li’an balik.
ü  Sanksi zina
Bila telah dapat dibuktikan bahwa zina memang telah terjadi, maka sanksi zina dapat dijatuhkan. Hukuman terhadap pelaku zina dibedakan menjadi dua, yaitu; bagi pelaku ghairu muhshan (belum menikah) maka hukumannya adalah di dera sebanyak 100 kali; sedangkan bagi pelaku muhshan (sudah menikah atau sudah pernah menikah) hukumannya adalah hukuman rajam. Dasar hukum dera atau cambuk seratus kali adalah surat An-Nur ayat 2 :
Pezina perempuan dan laki-laki hendaklah dicambuk seratus kali dan janganlah merasa belas kasihan kepada keduanya sehingga mencegah kamu dalam menjalankan hukum Allah, hal ini jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan hendaklah dalam menjatuhkan sanksi disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.
Adapun tindak pidana yang terkait dengan tindakan asusila, seperti pelaku lesbian dan homoseks, kebanyakan ahli hukum menyatakan bahwa pelaku tidak dihukum had melainkan dengan ta'zir. Sedangkan dalm kejahatan perkosaan hanya pelaku saja yang dijatuhi
hukuman had.
ü  Hal-hal yang dapat membatalkan hukuman zina
Adapun jika terdapat adanya syubhat atau kesamaran-kesamaran harus dibuktikan oleh si pelaku perzinaan. Hal-hal yang dapat ditempatkan sebagai syubhat yang dapat meniadakan hukuman menurut pendapat ulama adalah sebagai berikut :
a. Syubhat dalam berbuat, yaitu hubungan kelamin antara pasangan yang meyakini sebagai suami istri tetapi ternyata bukan.
b. Syubhat dalam hukum, yaitu hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan yang oleh satu pendapat dinyatakan sah, sedangkan menurut pendapat lain tidak sah.
c. Hubungan kelamin antara pasangan yang meyakini sebagai pasangan yang sah tetapi ternyata kemudian tidak sah, misalnya suami istri yang kemudian diketahui bahwa keduanya adalah mahram.
d. Hubungan kelamin secara terpaksa, misalnya perkosaan.
e. Pengakuan dari pihak yang melakukan hubungan bahwa mereka adalah suami istri.
f. Dapatnya dibuktikan bahwa si perempuan masih dalam kedaan perawan.
2. Jarimah Qadzaf
ü  Definisi dan unsur-unsur Jarimah Qadzaf
Qadzaf secara bahasa berarti ar-ramyu yaitu melempar. Menurut istilah, qadzaf adalah menuduh wanita baik-baik berbuat zina tanpa adanya alasan yang meyakinkan.13 Dalam Islam, kehormatan merupakan suatu hak yang harus dilindungi. Oleh sebab itu, tuduhan palsu zina dianggap sangat berbahaya dalam masyarakat. Korban tuduhan palsu zina ini bisa perempuan bisa laki-laki. Perempuan baik-baik dinyatakan secara jelas dalam ayat14 sebagai contoh karena tuduhan palsu kepada perempuan lebih serius dan lebih jahat sifatnya. Qadzaf yang diancam dengan hukuman berat bila terpenuhi unsur-unsur sebagai berikut15 :
a. Tuduhan yang dilemparkan kepada seseorang itu adalah perbuatan zina atau meniadakan nasab.
b. Orang yang menuduh adalah muhshan, yaitu seorang muslim dewasa, berakal sehat, dan tidak pernah tersentuh oleh perbuatan zina atau yang berdekatan dengan itu.
c. Adanya kesengajaan, artinya penuduh mengetahui bahwa orang yang dituduh sebenarnya tidak berbuat zina, si penuduh sengaja melontarkan tuduhan zina dengan maksud ingin meyakiti atau mempermalukan orang yang dituduh.

No comments:

Post a Comment