BAB.
II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Jarimah Hudud
Jarimah hudud sering
diartikan sebagai tindak pidana yang macam dan sanksinya ditetapkan secara mutlak oleh Allah.1 Sehingga manusia tidka berhak untuk
menetapkan hukuman lain
selain hukum yang ditetapkan berdasar kitabullah. Ketetapan ini
sesungguhnya hasil kreasi
ijtihad para ulama terdahulu dengan bebagai pertimbangan. Alasan para fuqaha mengklasifikasikan jarimah hudud sebagai
hak Allah, pertama, kaena perbuatan yang disebut
secara rinci oleh Al-Qur’an sangat mendatangkan kemashlahatan baik perorangan maupun kolektif. Kedua, jenis
pidana dan sanksinya secara definitif disebut secara langsung oleh lafadz yang ada di dalam
Al-Qur’an, sementara tindak pidana lainnya tidak.
Kejahatan hudud adalah kejahatan yang paling
serius dan berat dalam hukum pidana Islam.
Ia adalah kejahatan terhadap kepentingan publik. Tetapi ini tidak berarti bahwa kejahatan hudud tidak
mempengaruhi kepentingan pribadi sama sekali, namun terutama sekali berkaitan dengan apa yang disebut
dengan hak Allah. Kejahatan dalam kategori ini dapat
didefinisikan sebagai kejahatan yang diancam dengan hukuman had, yaitu
hukuman yang ditentukan sebagai hak Allah.
B.
Pembagian
Jarimah Hudud
Mengingat ini adalah bentuk ijtihad, sehingga
penggolongannyapun terjadi perselisihan pendapat.
Madzhab Malikiyah merumuskan jarimah hudud dalam lima kategori, yaitu
zina, qadzaf (tuduhan
palsu zina), sariqah (pencurian), hirabah (perampokan), dan baghy (pemberontakan). Sementara jumhur ulama
membagi jarimah hudud menjadi tujuh, yaitu zina,
qadzaf (tuduhan palsu zina), sariqah (pencurian), hirabah (perampokan),
riddah (murtad), baghy
(pemberontakan), dan syurb al khamr (meminum minuman keras).
Dalam makalah ini kami tidak mencondongkan diri
kepada madzhab manapun, jadi kami akan memaparkan seluruh pembagian jarimah
hudud yang telah dikategorikan oleh semua ulama.
1.
Jarimah zina
ü Definisi
Jarimah Zina
Secara
umum dalam artian sederhana, zina atau perzinaan adalah hubungan kelamin di luar nikah.6 Islam telah menentukan
cara penyaluran nafsu syahwat secara baik dan sah melalui
lembaga perkawinan. Oleh karenanya penyaluran nafsu syahwat di luar lembaga perkawinan tidak sesuai dengan tata cara
yang telah diatur dan ditentukan oleh Islam, sehingga
perzinaan dilarang tegas dan keras oleh Islam. Seperti yang terlihat dalam
firman Allah dalam surat Al-Isra’ ayat 32 : Janganlah kamu mendekati zina,
karena ia adalah perbuatan keji dan cara yang paling buruk.
Imam
Syafi’i mengemukakan bahwa zina adalah memasukkan alat kelamin ke dalam alat kelamin, yang diharamkan
menurut zatnya, terlepas dari segala kemungkinan kesamaran dan secara alami
perbuatan itu disenangi.7
ü Kriteria
zina
Dari
definisi yang diberikan di atas dapat ditarik hakikat yang merupakan kriteria
dari perzinaan, yaitu :
a.
Zina itu perbuatan memasukkan apa yang bernama alat kelamin laki-laki ke dalam apa yang bernama alat kelamin perempuan.
b.
Perbuatan hubungan kelamin itu menurut zat atau substansinya adalah haram. Hal
ini mengandung arti bila keharamanya itu
bukan besifat substansif atau karena factor luar
atau keadaan, maka bukan disebut zina, misalnya, suami haram melakukan hubungan kelamin dengan istrinya yang
sedang menstruasi. Haram disini bukan merupakan
substansi, sehingga tidak bisa disebut zina.
c.
Perbuatan hubungan kelamin itu pada dasarnya secara alamiah disenangi, yaitu dengan manusia hidup. Hal ini berarti
hubungan kelamin dengan mayat atau hewan tidak
disebut zina.
d.
Perbuatan hubungan kelamin itu bebas dari segala kemungkinan syubhat atau kesamaran, misalnya berhubungan kelamin
dengan perempuan yang diyakininya istrinya,
ternyata orang lain.
ü Unsur-unsur
zina
Dari
hakikat zina yang diuraikan di atas para ulama menetapkan unsur-unsur dari perbuatan zina yang berhak atas ancaman
hukuman yang berat yaitu :
a.
Perzinaan itu adalah hubungan kelamin yang diharamkan
b.
Hubungan kelamin itu dilakukan dengan sengaja dan melawan hukum.
ü Pembuktian
zina
Ancaman
hukuman terhadap perbuatan zina baru dapat dilaksanakan bila telah terjadi dengan adanya bukti-bukti yang meyakinkan
serta tidak didapati unsur-unsur syubhat. Pembuktian tersebut berlaku dengan cara-cara sebagai
berikut8 :
a. Kesaksian empat orang saksi laki-laki muslim yang adil
dan dapat dipercaya yang menyaksikan secara langsung hubungan kelamin itu
secara bersamaan.
b.
Pengakuan yang dilakukan oleh pasangan yang melakukan perzinaan secara jelas
dan bersungguh-sungguh
c.
Karena adanya tanda dan isyarat yang meyakinkan, seperti kehamilan seorang perempuan yang tidak terikat dalam
perkawinan
d. Li’an, yaitu sumpah suami yang menuduh
istrinya berzina dan tidak dapat mendatangkan
empat orang saksi. Sumpah dilakukan empat kali dan yang kelima dengan mengucapkan bahwa laknat Allah
akan menimpa si suami jika ucapannya tidak
benar. Kemudian li’an suami tidak ditolak oleh si istri dengan Li’an balik.
ü Sanksi
zina
Bila
telah dapat dibuktikan bahwa zina memang telah terjadi, maka sanksi zina dapat dijatuhkan. Hukuman terhadap pelaku zina
dibedakan menjadi dua, yaitu; bagi pelaku ghairu muhshan (belum
menikah) maka hukumannya adalah di dera sebanyak 100 kali; sedangkan bagi pelaku muhshan (sudah
menikah atau sudah pernah menikah) hukumannya adalah hukuman rajam. Dasar hukum dera atau
cambuk seratus kali adalah surat An-Nur ayat 2 :
Pezina
perempuan dan laki-laki hendaklah dicambuk seratus kali dan janganlah merasa belas kasihan kepada
keduanya sehingga mencegah kamu dalam menjalankan
hukum Allah, hal ini jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan hendaklah dalam menjatuhkan
sanksi disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.
Adapun
tindak pidana yang terkait dengan tindakan asusila, seperti pelaku lesbian dan homoseks, kebanyakan ahli hukum
menyatakan bahwa pelaku tidak dihukum had melainkan dengan ta'zir. Sedangkan dalm
kejahatan perkosaan hanya pelaku saja yang dijatuhi
hukuman
had.
ü Hal-hal
yang dapat membatalkan hukuman zina
Adapun
jika terdapat adanya syubhat atau kesamaran-kesamaran harus dibuktikan oleh si pelaku perzinaan. Hal-hal yang
dapat ditempatkan sebagai syubhat yang dapat meniadakan hukuman menurut pendapat
ulama adalah sebagai berikut :
a.
Syubhat dalam berbuat, yaitu hubungan kelamin antara pasangan yang
meyakini sebagai suami istri tetapi ternyata
bukan.
b.
Syubhat dalam hukum, yaitu hubungan kelamin antara laki-laki dan
perempuan yang oleh satu pendapat
dinyatakan sah, sedangkan menurut pendapat lain tidak sah.
c.
Hubungan kelamin antara pasangan yang meyakini sebagai pasangan yang sah tetapi ternyata kemudian tidak sah, misalnya
suami istri yang kemudian diketahui bahwa keduanya
adalah mahram.
d.
Hubungan kelamin secara terpaksa, misalnya perkosaan.
e.
Pengakuan dari pihak yang melakukan hubungan bahwa mereka adalah suami istri.
f.
Dapatnya dibuktikan bahwa si perempuan masih dalam kedaan perawan.
2.
Jarimah Qadzaf
ü Definisi
dan unsur-unsur Jarimah Qadzaf
Qadzaf
secara
bahasa berarti ar-ramyu yaitu melempar. Menurut istilah, qadzaf adalah menuduh wanita baik-baik
berbuat zina tanpa adanya alasan yang meyakinkan.13 Dalam Islam, kehormatan merupakan
suatu hak yang harus dilindungi. Oleh sebab itu, tuduhan palsu zina dianggap sangat
berbahaya dalam masyarakat. Korban tuduhan palsu zina ini bisa perempuan bisa laki-laki.
Perempuan baik-baik dinyatakan secara jelas dalam ayat14 sebagai contoh karena tuduhan palsu
kepada perempuan lebih serius dan lebih jahat sifatnya. Qadzaf yang
diancam dengan hukuman berat bila terpenuhi unsur-unsur sebagai berikut15 :
a.
Tuduhan yang dilemparkan kepada seseorang itu adalah perbuatan zina atau meniadakan nasab.
b.
Orang yang menuduh adalah muhshan, yaitu seorang muslim dewasa, berakal
sehat, dan tidak pernah tersentuh oleh
perbuatan zina atau yang berdekatan dengan itu.
c.
Adanya kesengajaan, artinya penuduh mengetahui bahwa orang yang dituduh sebenarnya tidak berbuat zina, si
penuduh sengaja melontarkan tuduhan zina dengan maksud
ingin meyakiti atau mempermalukan orang yang dituduh.
No comments:
Post a Comment