Metode-Metode
Penelitian Kuantitatif
Beberapa metode penelitian kuantitatif yang cukup sering
digunakan adalah survei dan eksperimen.
Metode Survei
Metode survei adalah metode penelitian yang menggunakan
kuesioner sebagai instrumen utama untuk mengumpulkan
data. Metode ini adalah yang paling
sering dipakai di kalangan mahasiswa. Desainnya sederhana, prosesnya cepat.
Tetapi bila dilakukan dengan sembrono,
temuan survei ini cenderung superficial
(dangkal) meskipun dalam analisisnya peneliti
menggunakan statistik yang rumit.
Penelitian survei dengan kuesioner
ini memerlukan responden dalam
jumlah yang cukup agar validitas temuan bisa dicapai dengan baik. Hal ini wajar, sebab apa yang
digali dari kuesioner itu cenderung
informasi umum tentang fakta atau opini yang diberikan oleh responden. Karena informasi bersifat umum dan
(cenderung) dangkal maka
diperlukan responden dalam jumlah cukup agar "pola" yang menggambarkan objek yang diteliti
dapat dijelaskan dengan baik.
Sebagai ilustrasi, lima orang saja
kemungkinan tidak mampu memberikan
gambaran yang utuh tentang sesuatu (misalnya tentang profil kesejahteraan
pegawai). Tetapi 250 orang mungkin akan lebih mampu memberi gambaran yang lebih baik tentang profil kesejahteraan pegawai itu. Perlu dicatat,
jumlah responden saja belum cukup
memenuhi syarat "keterwakilan". Teknik memilih responden ("teknik sampling") juga harus
ditentukan dengan hati-hati.
Karena validitas data sangat
tergantung pada "kejujuran" responden maka peneliti sebaiknya juga menggunakan cara lain (selain kuesioner) untuk meningkatkan
keabsahan data itu. Misalnya,
peneliti mungkin bertanya kepada responden tentang pendapatan per bulannya (dalam rupiah). Dalam hal ini,
peneliti juga mempunyai sumber
data lain untuk meyakinkan kebenaran data yang diberikan responden (misalnya dengan melihat daftar gaji si responden di kantornya). Jika hal ini sulit ditemukan
maka peneliti terpaksa harus berasumsi bahwa
semua data yang diberikan responden
adalah benar. Kita tahu, asumsi semacam ini sering kali menyesatkan.
Kesalahan yang sering dibuat oleh
peneliti dalam penelitian survei ini
adalah terletak pada analisis data. Peneliti sering kali lupa bahwa apa yang dikumpulkan melalui kuesioner
ini adalah sekedar "persepsi tentang
sesuatu", bukan "substansi dari sesuatu". Karena itu, kalaupun peneliti menggunakan analisis
statistik yang cukup kompleks
(misalnya korelasi atau regresi) maka peneliti harus ingat apa yang dianalisisnya itu tetaplah sekumpulan persepsi, bukan
substansi.
Beberapa tema penelitian dengan menggunakan metode survei
adalah sebagai berikut.
1. Survei tentang
alokasi anggaran untuk pengembangan pegawai di
semua perguruan
tinggi negeri.
2. Survei tentang
kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan di Bank
XY.
3. Analisis terhadap potensi
penerimaan calon konsumen terhadap produk
baru yang akan
diluncurkan.
4. Jajak pendapat
masyarakat terhadap metode baru dalam hal penetapan
Pajak
Pembangunan I.
Dari contoh-contoh di atas, kita sadar bahwa tidak mudah
menggolongkan suatu penelitian ke jenis penelitian
tertentu dengan hanya melihat judul atau tema
penelitian itu. Jika hanya judul
yang kita baca maka kita sebenarnya bisa memasukkan suatu penelitian ke jenis penelitian mana pun. Karena itu,
kita harus bisa membaca seluruh
desain penelitian untuk mengetahui jenis penelitian atau metode yang digunakan seorang peneliti.
Metode Eksperimen
Metode Eksperimen adalah metode penelitian yang
bertujuan untuk menjelaskan hubungan sebab-akibat
(kausalitas) antara satu variabel dengan lainnya
(variabel X dan variabel Y). Untuk menjelaskan
hubungan kausalitas ini, peneliti harus melakukan kontrol dan pengukuran yang sangat cermat terhadap variabel-variabel penelitiannya.
Tetapi metode eksperimen tidak hanya digunakan untuk menjelaskan hubungan sebab akibat antara satu dan lain
variabel, tetapi juga untuk menjelaskan dan memprediksi gerak atau arah kecenderungan suatu variabel di masa depan. Ini adalah
eksperimen yang bertujuan untuk memprediksi.
Perlu diingat, dua variabel yang berkorelasi (misalnya "tingkat pendidikan" berkorelasi dengan "tingkat
penghasilan") tidak berarti dua
variabel tersebut mempunyai hubungan sebab-akibat. Sebaliknya, dua variabel yang tidak berkorelasi (zero
correlation) bukan berarti sudah tertutup kemungkinan berhubungan
sebab-akibat (Hopkins, et al, 1987). Untuk
mengukur korelasi, metode survei
mungkin sudah cukup memadai. Tetapi untuk menjawab "Apakah tingkat
pendidikan menyebabkan naiknya pendapatan?" Diperlukan suatu studi eksperimen yang sangat ketat
aturannya.
Seperti metode-metode lain, metode
eksperimen ini mempunyai banyak variasi. Berikut ini beberapa contoh variasi
(model) metode eksperimen. Sebagai catatan:
O : adalah
Observasi
X : adalah
variabel independen
R : kelompok subjek yang dibagi secara random
EG : experimental group
CG : control
group
NO
|
NAMA MODEL
|
MODEL
|
KOMENTAR
|
1
|
One-shot
case study
|
- XO1
|
Tak ada perbandingan antara
pre dan post program
|
2
|
One-group
pretest-posttest
|
O1 XO2
|
Tanpa
kelompok pembanding
|
3
|
Static
group
|
EG: - X O1
|
Pembagian kelompok tidak
|
|
|
CG:
O2
|
dirandom
|
4
|
Pretest-posttest control group
|
EG: R O1
X O2
|
Pembagian kelompok melalui
|
|
|
CG: R O3
O4
|
random
|
5
|
Posttest
only control group
|
EG: R - XO1
CG:
R - O2
|
Kedua kelompok tidak diberi
pretest
|
6
|
Time
series
|
O1 O2 ... On X Om …O2
|
Tanpa
EG dan CG
|
7
|
Multiple time series
|
EG: O1 O2 ... X
O1 O2 ...
|
Mahal Tanpa random
|
|
|
CG: O1
O2 - O1 O2
...
|
|
8
|
Solomon
|
EG : R O1 X O2
CG : R
O1 O2
EG : R X O1
CG: R O2
|
Mahal
Rumit
|
(Sumber:
O'Sullivan& Rassel, 1995)
Untuk model pertama,
peneliti tidak melakukan pengukuran sebelum
perlakuan (X). Tetapi is langsung mengukur hasil sesudah (X). Dengan
model kedua, peneliti bisa membuat pertanyaan, apakah "suatu sistem penarikan pajak gaya baru dapat menaikkan
penerimaan pajak di daerah "X"? Dalam hal ini, peneliti tinggal membandingkan
penerimaan pajak di daerah X sebelum dan sesudah digunakannya sistem
penarikan pajak gaya
baru tersebut.
Untuk model keempat, peneliti bisa
menggunakan pertanyaan yang sama, tetapi diperlukan daerah selain X (misalnya
daerah Z) sebagai pembanding tingkat penerimaan
pajak. Daerah X dikenakan (diberlakukan) sistem
penarikan pajak gaya
baru, di daerah Z tidak. Berikut
ini adalah beberapa contoh tema penelitian dengan menggunakan metode eksperimen:
1. Apakah terdapat perbedaan dalam hal
tingkat pemahaman siswa antara
siswa yang diajar dengan metode instruksionis dengan siswa yang diajar dengan metode
konstruktivis?
2. Perbedaan efektivitas dan efisiensi
metode iqro dengan metode tradisional (dalam mempelajari bahasa Arab)
3.
Pengaruh pendekatan focused group discussion terhadap proses pengambilan keputusan.
Perlu pula diingat kembali, eksperimen di dalam penelitian ilmu-ilmu sosial sering bersifat "kuasi" (semu).
Artinya, pengontrolan terhadap variabel-variabel yang diteliti sering kali
tidak mungkin dilakukan secara ketat seperti dalam
eksperimen ilmu-ilmu eksakta {yang tidak menggunakan
unsur "manusia" sebagai objek penelitian). Dalam ilmu sosial, eksperimen semu adalah eksperimen yang tidak menggunakan "random"
untuk membagi kelompok Eksperimen dan kelompok
Kontrol. Pada model-model di atas,
semua model yang tanpa
"R" adalah Eksperimen semu.
Kesalahan dalam Metode
Eksperimen
Hal-hal yang mempengaruhi validitas internal dan eksternal dalam penelitian eksperimen, disebut "Extraneous
Variables" adalah variabel selain variabel-variabel utama yang
diteliti, yang mempengaruhi hasil
akhir penelitian (kesimpulan) jika tidak dikontrol. Borg & Gall mengutip Campbell & Stanley (1963), lihat juga Malhorta (1977) menunjukkan
ada 10 tipe variabel extraneous,
yaitu:
1. History
2. Maturation
3. Testing
4. Instrumentation
5. Statistical
regression
6. Differential
selection
7. Experimental
mortality
8. Selection-maturation
interaction
9. The John Henry Effect
10. Experimental
treatment diffusion.
1. History. Pada penelitian yang membutuhkan
waktu relatif lama, ada kemungkinan terjadi hal-hal
yang mempengaruhi proses penelitian itu sehingga
hasil akhir penelitian tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh (treatment) perlakuan, tetapi oleh hal-hal lain. Ketika terjadi kerusuhan di Indonesia pada
tahun 1998 (yang menandai
jatuhnya rejim Soeharto), banyak penelitian menjadi "kacau" karena terjadi
perubahan-perubahan mendasar di segala bidang
(ekonomi, politik, budaya, dan sebagainya).
2. Maturation. Pada saat penelitian
berlangsung, ada kemungkinan para subjek yang
diteliti mengalami "pendewasaan" (maturation). Mereka
mungkin bertambah cerdas, bertambah terampil, lebih
percaya diri dan sebagainya. Jadi, hasil penelitian lagi-lagi tidak hanya akibat dari treatment,
tetapi juga dipengaruhi faktor maturation ini.
3. Testing. Dalam studi eksperimen yang menggunakan pretest dan postest, ada kemungkinan subjek
menjadi lebih tahu tentang test (terutama postest), atau menjadi test wise. Maka, kalaupun ada kenaikan nilai test (post > pre). Hal ini mungkin
lantaran subjek menjadi lebih pintar alias test wise. Bisa juga terjadi kualitas pre
test tidak sama dengan
kualitas post test. Misalnya
post test lebih mudah dari pada pre test, maka wajar hasil post test lebih baik daripada hasil pre test-nya (lihat juga "instrumentation").
4. Instrumentation. Ini
berhubungan dengan kualitas instrumen
penelitian. Jika misalnya, pretest dibuat sangat sulit (tingkat kesukarannya tinggi), sedangkan postest dibuat dengan tingkat kesukaran lebih rendah (mungkin karena ketidaksengajaan) maka Jika pun hasil post > pre, hal ini bukan dari hasil treatment,
tetapi dari kesalahan instrumen
itu. Demikian pula bila kita telah menggunakan
jenis instrumen. Misalnya, untuk mengukur kemampuan psikomotorik diperlukan tes yang bersifat kegiatan fisik
("melakukan suatu kegiatan"). Tetapi peneliti ternyata hanya menggunakan tes tertulis. Misalnya, bukan kemampuan
psikomotorik yang diukur, tetapi
kemampuan kognitif.
5. Statistical regression. Ini berhubungan dengan perhitungan statistik.
Bila kita membandingkan dua kelompok (misalnya kelompok pengusaha kecil dan kelompok pengusaha menengah) dengan memperlakukan "treatment" yang sama (misalnya pengenalan terhadap manajemen usaha). Ternyata, setelah waktu tertentu, ada kecenderungan kelompok yang mendapat
"gain"
lebih besar adalah kelompok pengusaha kecil. Secara, "common
sense" sebenarnya kita bisa mengerti bila suatu perubahan lebih
mudah terlihat di konteks "kecil"
dari pada melihat perubahan di konteks "yang
lebih besar". Kenaikan Rp 1 juta ke Rp 2 juta adalah kenaikan 100%. Tetapi kenaikan yang sama, Rp 1 juta, dari
Rp 1 milyar ke Rp 1.001.000.000,00 "hanya" 0,001%.
6. Differential selection. Dalam studi eksperimen yang membandingkan dua kelompok (kelompok A
dan B), peneliti harus "mengatur"
sedemikian rupa sehingga kelompok A sama dengan kelompok B sehingga perbandingan bisa dilakukan secara baik.
Tetapi kadang-kadang karena satu dan lain hal, yang masuk ke kelompok A, misalnya, rata-rata lebih
baik daripada yang dikelompok B. Maka, ketika dua
kelompok ini dibandingkan di akhir
penelitian, jelas sekali kelompok A lebih baik dari kelompok B. Ini bukan karena treatment, tetapi karena
kesalahan pengelompokan.
7. Experimental mortality. Ini
berhubungan dengan tingkat drop out subjek penelitian. Jika satu per satu subjek mengundurkan diri dari penelitian, lama-lama peneliti akan
kekurangan subjek untuk diteliti. Mungkin secara kuantitas jumlahnya masih
cukup. Tetapi bila profile subjek
berubah drastis (kelompok tertentu masih banyak, kelompok lain sebagai kelompok pembanding katakanlah tinggal satu orang), penelitian praktis tidak
mungkin dilanjutkan.
8. Selection-maturation
interaction. Ini sama dengan nomor enam, tetapi satu kelompok menjalani
"pendewasaan" yang lebih cepat daripada kelompok lainnya.
9. The John Henry Effect. Ini terjadi ketika kelompok
kontrol (tidak diberi treatment) berperilaku
lebih giat, lebih rajin, dan sebagainya, daripada
kelompok eksperimen (kelompok yang diberi treatment). Hal
ini mungkin terjadi karena, misalnya, kelompok kontrol merasa bahwa nantinya mereka akan "kalah" dibandingkan dengan kelompok eksperimen. Perasaan "kalah" semacam
ini bisa memacu kelompok kontrol belajar dan
bekerja lebih giat dari biasanya, katakanlah
untuk membuktikan bahwa mereka sama baiknya dengan
kelompok eksperimen.
10. Experimental Treatment Diffusion. Ini terjadi ketika kelompok kontrol
"belajar" dari kelompok eksperimen, baik sengaja maupun tidak, Jadi, terjadi "perembesan" pembelajaran
dari kelompok eksperimen ke kelompok kontrol.
Semua variabel yang
berhubungan dengan fenomena di atas harus dikontrol oleh peneliti. Jika tidak, pasti akan terjadi
kesalahan dalam pengambilan
kesimpulan.
Apa yang dimaksud
dengan "dikontrol" adalah diantisipasi sedini mungkin dan kemudian "dijaga" agar tidak
mencemari proses eksperimen.
Misalnya, agar tidak terjadi efek "Differential Selection",
maka dua kelompok harus dipilih secara
acak (random) untuk
mencapai pembagian yang fair. Agar
tidak terjadi kesalahan karena faktor
"Instrumentation" atau
"testing", maka
instrumen harus diuji berulang-ulang
untuk mencapai validitas dan reliabilitas yang tinggi. Untuk menghindari "experiment mortality", peneliti harus melibatkan jumlah subjek yang cukup banyak. Dan sebagainya.
No comments:
Post a Comment