TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN MENURUT
PARA TOKOH DAN PEMIKIR PENDIDIKAN
Belajar adalah
usaha untuk mendapatkan kepandaian, pengetahuan perilaku dan keterampilan
dengan cara mengolah bahan ajar. Sebagian guru dan para pakar psikologi pada
umumnya, memandang belajar sebagai kelakuan yang berubah, pandangan memisahkan
pengertian yang tegas antara pengertian proses belajar dengan kegiatan yang
semata-mata bersifat hafalan. Oleh karena itu, menurut salton seharusnya
keberhasilan suatu program pengajaran diukur berdasarkan tingkatan perbedaan
cara berfikir.
Untuk menangkap isi dan pesan
belajar, maka dalam belajar individu menggunakan kemampuan dan ranah-ranah :
(1) kognitif : kemampuan yang berkenaan dengan pengetahuan, penalaran atau
pikiran (2) afektif : kemampuan yang mengutamakan perasaan, emosi, dan
reaksi-reaksi yang berbeda dengan
penalar an yang terdiri dari katagori penerimaan, partisipasi, penilaian/
penentuan sikap, organisasi, dan pembentukan pola hidup (3) psikomotorik :
kemampuan yang mengutamakan keterampilan jasmani.
Menurut Gage (1984) belajar adalah
sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat
dari pengalaman. Sedangkan Henry E.garret berpendapat bahwa belajar merupakan
proses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun
pengalaman yang membawa kepada perubahan diri dan perubahan cara reaksi
terhadap suatu perangsang tertentu.
a. Belajar menurut
pandangan Skinner
Belajar menurut dia adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian
tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Belajar dipahami sebagai suatu
perilaku, kalo belajar responnya membaik kalo tidak belajar menjadi memburuk.
Menurut Skiner dalam belajar ditemukan hal-hal berikut :
(1) Kesempatan peristiwa yg menimbulkan
respon belajar
(2) Respon si pelajar
(3) Konsekwensi terhadap suatu respon, baik
berupa hukuman atau hadiah.
Skiner berpendapat bahwa tujuan psikologi
dalam pendidikan adalah meramal dan mengontrol tingkah laku dan menganggap “reward”
atau “reinforcemen” sebagai faktor terpenting dalam proses belajar. Skinner
membagi dua jenis respon: (1) respondents response yaitu yang terjadi
karena stimuli khusus (2) operants conditioning dalam clasi
conditioning menggambarkan suatu situasi belajar dimana suatu respon dibuat
lebih kuat akibat reiforcemen langsung yaitu respon yang terjadi karena
situasi random.Oleh karena itu Skinner lebih memfokuskan pada respons yang
kedua.
b. Belajar Menurut
Pandangan Robert M. Gagne
Belajaradalah suatu proses yang kompleks, sejalan dengan itu
menurut Robert M. Gagne (1970) belajar adalah kegiatan yang kompleks dan
menghasilkan kapabilitas yang disebabkan : (1) stimulasi dari luar lingkungan
dan (2) proses kognitif yang dilakukan oleh pelajar. Gagne (1970) mengemukakan
bahwa belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia yang
terjadi setelah belajar secara terus menerus, bukan hanya disebabkan oleh
proses pertumbuhan saja. Menurutnya belajar terdiri dari tiga komponen yaitu:
kondisi ekksternal yaitu stimulus dari lingkungan dalam belajar, kondisi
internal yang menggambarkan keadaan internal dan proses kognitif siswa. Robert
M. Gagne mengemukakan delapan tipe
belajar yang membentuk suatu hierarki dari yang paling sederhana sampai yang
kompleks :
1. Belajar
tanda-tanda atau isyarat yaitu signal yang menimbulkan perasaan
tertentu.
2. Belajar hubungan stimulus-respon.
3. Belajar melalui rantai atau rangkaian
hal.
4. Belajar hubungan verbal atau asosiasi
verbal, bersifat asosiatif tinggi.
5. Belajar membedakan atau diskriminasi.
6. Belajar konsep-konsep.
7. Belajar aturan atau hukum-hukum.
8. Belajar memecahkan masalah.
B. Teori-Teori Klasik
1.
Behavioristik
Teori Behavioristik merupakan teori dengan pandangan tetang belajar adalah perubahan
dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan
respon. Atau dengan kata lain belajar adalah perubahan yang dialami
siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru
sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. (Hamzah Uno, 7: 2006). Para ahli yang banyak berkarya dalam aliran
ini adalah Thorndike, Watson, Hull,
Edwin Guthrie dan Skinner. Teori
belajar Skinner akan dijelaskan pada bagian yang khusus yaitu teori belajar
proses.
a.
Thorndike
Menurut Thorndike
(Hamzah Uno, 7:2006) belajar adalah proses interaksi antara stimulu dan respon. Menurut Thorndike perubahan tingkah laku bisa
berwujud sesuatu yang dapat diamati atau yang tidak dapat diamati
b.
Watson
Menurut Watson
(Hamzah Uno,7:2006) belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon . Stimulus dan respon tersebut berbentuk
tingkah laku yang bisa diamati. dengan kata lain Watson mengabaikan berbagai
perubahan mental yang mungkin terjadi dalam belajar dan menganggapnya sebagai
faktor yang tidak perlu diketahui karena faktor-faktor tersebut tidak bisa
menjelaskan apakah proses belajar telah terjadi atau belum.
c.
Clark Hull
Hull berpendapat bahwa tingkah laku seseorang berfungsi
untuk menjaga kelangsungan hidup. Oleh
karena itu kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis menempati posisi
sentral. Menurut Hull kebutuhan
dikonsepkan sebagai dorongan, stimulus hampir selalu dikaitan dengan kebutuhan
biologis.
d.
Edwin Guthrie
Guthrie mengemukakan bahwa belajar merupakan kaitan asosiatif antara
stimulus dan respon tertentu. Stimulus
dan respon merupakan faktor kritis dalam belajar. Oleh karena itu diperlukan pemberian stimulus
yang sering agar hubungan lebih langgeng.
Suatu respon akan lebih kuat (dan bahkan menjadi kebiasaan) apabila
respon tersebut berhubungan dengan berbagai stimulus.
Guthrie mengemukakan bahwa hukuman memegang
peranan penting dalam proses belajar. Menurutnya suatu hukuman yang diberikan
pada saat yang tepat akan mampu merubah kebiasaan seseorang. Contoh
seorang anak perempuan yang setiap kali pulang sekolah selalu mencampakkan baju
dan topinya dilantai. Ibunya menyuruh
agar baju dan topi dipakai kembali oleh anaknya. Lalu kembali keluar, dan masuk rumah kembali
sambil mengantungkan baju dan topinya di tempat gantungannya. Setelah beberapa kali melakukan hal itu,
respon menggantung topi dan baju menjadi terasosiasi dengan stimulus memasuki
rumah.
2.
Pengkondisian klasik
Teori-teori klasik dipelapori oleh seorang ahli sosiologi Rusia bernama Ivan Pavlo pada awal
tahun 1900 an. Untuk menghasilkan teori
ini Ivan Pavlov melakukan suatu
eksperimen secara sistimatis dan saintifik, dengan tujuan mengkaji bagaimana
pembelajaran berlaku pada suatu organisme.
Pavlov melakukan suatu eksperimen terhadap anjing.
Dia meletakkan secara rutin bubur daging di depan mulut anjing . Anjing mengeluarkan air liur . air liur yang dikeluarkan oleh anjing
merupakan suatu stimulus yang diasosiasikan dengan makanan. Pavlov juga
menggunakan lonceng sebelum makanan diberikan.
Berdasarkan hasil eksperimen pavlo diperoleh suatu kesimpulan bahwa
asosiasi terhadap penglihatan dan suara dengan makanan ini merupakan tipe
pembelajaran yang penting, yang kemudian dikenal dengan Teori Pengkondisian
Klasik.
Pengkondisian klasik adalah tipe pembelajaran dimana suatu
organisme belajar untuk mengaitkan atau mengasosiasikan stimulus. (Santrock, 2010). Dalam pengkondisian klasik stimulus netral
(seperti melihat seseorang) diasosiasikan dengan stimulus yang bermakna
(seperti makanan) dan menimbulkan kapasitas untuk menghasilkan respon yang
sama.
Dalam teori pengkondisian klasik ada 2 tipe stimulus dan 2 tipe respon,yang
harus dipahami yaitu Unconditioned
Stimulus (US), Unconditoned respon (ER), Conditioned Stimulus (CS), dan
Conditioned Respon (CR).
Unconditioned Stimulus (US) adalah sebuah stimulus yang secara otomatis menghasilkan respon tanpa ada
pembelajaran terlebih dahulu. Dalam eksperimen Pavlov makanan adalah US. Unconditioned Respon adalah respon yang
tidak dipelajari yang secara otomatis dihasilkan oleh US, dalam eksperimen
Pavlov air liur anjing yang merespon makanan adalah UR.
Conditioned Stimulus adalah stimulus yang sebelumnya netral yang akhirnya menghasilkan
conditioned respon setelah diasosiasi dengan US. Dalam espemen Pavlov beberapa penglihatan dan suara
yang terjadi sebelum anjing menyantap makanan.
Conditioned Respon adalah
respon yang dipelajari yang muncul setelah terjadi pasangan US – CS. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada skema
exsperimen Palvov berikut :
Sebelum Pengkondisian
US (makanan)
>>>>>>>>>>>> UR (Keluar air liur)
CS (lonceng) >>>>> tak ada CR
(air liur tidak keluar)
Selama Pengkondisian
CS(lonceng) + US
(makanan)>>>>> UR (keluar air liur)
Setelah Pengkondisian
CS (lonceng)
>>>>>>> CR (keluar air liur)
(M. Asrori, 2008)
Berdasarkan eksperimen
yang dilakukan Pavlov diperoleh kesimpulan
berkenan dengan beberapa cara perubahan tingkah laku yang dapat digunakan dalam
proses pembelajaran (M. Asrori, 8:2008
dan Santrock, 270 : 2010) , yaitu :
a.
Generalization (generalisasi)
Generalization adalah pengaruh dari stimulus yang baru untuk menghasilkan respon yang
sama. Misalnya murid dimarahi karena
ujian biologinya buruk. Saat murid untuk
ujian kimia dia juga akan menjadi gugup karena kedua pelajaran tersebut saling
berkaitan. Jadi murid menggeneralisasikan satu ujian mata pelajaran dengan mata
pelajaran yang lain.
b.
Discrimination (diskriminasi)
Descrimination dalam pengkondisian
klasik terjadi ketika organisme merespon stimulus tertentu tetapi tidak
merespon stimulus lainnya. Dalam kasus
murid yang mengikuti ujian di kelas, dia begitu gugup saat menempuh ujian
pelajaran bahasa Indonesia atau sejarah karena kedua mata pelajaran tersebut
jauh berbeda dengan mata pelajaran kimia dan biologi
c.
Extinction (pelenyapan)
Suatu stimulus yang dikondisikan tidak diikuti dengan stimulus tidak
dikondisikan, lama kelamaan organisme tidak akan merespon. Ini berarti bahwa respon secara bertahap
terhapus. Murid yang gugup mengikuti
ujian akan mulai menempuh tes dengan lebih baik,dan kecemasannya mereda.
Teori pengembangan
klasik ini sangat membantu untuk mamahami beberapa aspek pembelajaran dengan
lebih baik dan juga membantu memahami kecemasan dan ketakutan pada murid dalam
proses belajar dan pembelajaran .
3. Gestalt
Gestalt adalah sebuah teori
yang menjelaskan proses persepsi melalui pengorganisasian komponen-komponen sensasi yang memiliki hubungan, pola, ataupun
kemiripan menjadi kesatuan.
Akhmad Sudrajat (Tersedia pada : http://belajarpsikologi.com/teori-belajar-gestalt/, 16 Maret 2011) menguraikan beberapa Aplikasi
teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
a.
Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses
pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu
kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
b.
Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait
akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna
hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat
penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah
dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik
hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
c.
Perilaku bertujuan (pusposive
behavior); bahwa perilaku terarah
pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons,
tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses
pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang
ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah
aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
d.
Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia
berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan
dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
e.
Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu
ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt,
transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu
konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi
konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Jadi menekankan pentingnya
penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian
menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap
prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk
kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena
itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai
prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.
C. Teori – Teori Belajar Proses
1. Teori Skinner
Teori Skinner disebut juga dengan teori pengkondisian
operan. Pelopor teori ini adalah B.F. Skinner. Inti dari teori ini
adalah dimana konsekunsi prilaku akan menyebabkan perubahan dalam probabilitas
prilaku itu akan terjadi (Santrock,
272:2010).
Konsekuensi – imbalan atau hukuman bersifat sementara pada prilaku
organisme. Contoh seorang siswa akan mengemas bukunya secara rapi jika dia
tahu bahwa dia akan diberikan hadiah oleh gurunya.
Menurut Skinner, pengkondisian Operan terdiri dari 2 konsep
utama, yaitu : penguatan (reinforcement), yang terbagi kedalam penguatan positif dan penguatan negative, dan hukuman (punishment). (M. Asrori, 9 : 2008)
Penguatan positiv (positeve reinforcement) adalah apa saja stimulus yang dapat meningkatkan sesuatu tingkah laku. Contoh seorang siswa yang mencapai
prestasi tinggi diberikan hadiah maka dia akan mengulangi prestasi itu dengan
harapan dapat hadiah lagi. Penguatan bisa berupa benda, penguatan
sosial (pujian, sanjungan) atau token (seperti nilai ujian).
Penguatan negativ (negative reinforcement) apa saja
stimulus yang menyakitkan atau yang menimbulkan keadaan tidak menyenangkan atau
tidak mengenakan perasaan sehingga dapat mengurangi terjadinya sesuatu tingkah
laku. Contoh seorang siswa akan
meninggalkan kebiasaan terlambat mengumpulkan tugas/PR karena tidak tahan
selalu dicemooh oleh gurunya.
Hukuman (punishment) adalah apa saja stimulus yang menyebabkan sesuatu respon atau tingkah laku
menjadi berkurang atau bahkan langsung dihapuskan atau ditinggalkan. Contoh
seorang siswa yang tidak mengerjakan PR tidak dibolehkan bermain bersama
teman-temannya saat jam istirahat.
Ada sejumlah teknik-teknik dalam pengkondisian operan yang dapat digunakan
untuk pembentukan tingkah laku dalam pembelajaran (M.Asrori, 10:2008), yaitu :
a.
Pembentukan respon (Shaping Behaviour)
Teknik pembentukan respon ini dilakukan dengan cara menguatkan organisme
pada saat setiap kali ia bertindak kearah yang diinginkan sehingga ia menguasai
atau belajar merespon sampai suatu saat tidak lagi menguatkan respon
tersebut. Prosedur pembentukan respon
bisa digunakan untuk melatih tingkah
laku siswa dalam proses pembelajaran agar secara bertahap mampu merespon
stimulus dengan baik . Contoh : apabila seorang guru
memberikan ceramah, reaksi siswa sebagai pendengar dapat mempengaruhi bagaimana
guru itu bertindak. Jika sekelompok
siswa mengangguk – angguk kepala mereka, ini dapat menguatkan guru tersebut
untuk berceramah lebih semangat lagi.
b.
Generalisasi,Diskriminasi dan Penghapusan
Generalisasi adalah penguatan yang hampir sama dengan
penguatan sebelumnya akan dapat menghasilkan respon yang sama. Contoh : Seorang siswa akan mengerjakan
PR dengan tepat waktu karena pada minggu lalu mendapat pujian di depan kelas
oleh gurunya ketia menyelesaikan PR tepat waktu.
Diskriminasi adalah respon organisme terhadap sesuatu
penguatan, tetapi tidak terhadap penguatan yang lain. Contoh
: seorang siswa mengerjakan PR dengan tepat waktu Karena mendapat ujian dari
gurunya pada mata pelajaran IPA, tetapi tidak begitu halnya ketika mendapat
pujian dari guru IPS. Respon ini bias berbeda karena cara
memberikan pujiannya sudah berbeda
Penghapusan adalah suatu respon terhapus secara
bertahap apabila penguatan atau ganjaran tidak diberikan lagi. Contoh
: seorang siswa yang mampu mengerjakan PR dengan tepat waktu tadi bisa secara
bertahap menjadi tidak tepat waktu karena gurunya tidak pernah lagi memberikan
pujian sama sekali.
c.
Jadwal Penguatan (Schedule of reinforcement)
Skinner menyatakan bahwa cara atau waktu pemberian penguatan dapat mempengaruhi
respon. Penguatan disini dibagi menjadi
2 yaitu penguatan berkelanjutan (Continous Inforcement) dan penguatan
berkala (Variabel Reinforcement).
Penguatan berkelanjutan adalah penguatan yang diberikan pada
setiap saat setiap kali organisme menghasilkan respon. Contoh : setiap kali siswa mampu mengerjakan
soal dengan betul, guru selalu memberikan pujian kepadanya
Penguatan berkala adalah penguatan yang diberikan dalam
jangka waktu tertentu. Penguatan berkala
terbagi dua , yaitu : berdasarkan nisbah (rasio) yang disebut penguatan nisbah dan berdasarkan
interval waktu atau disebut juga dengan penguatan
waktu.
Penguatan nisbah dibagi menjadi dua, yaitu : Nisbah tetap adalah apabila penguatan diberikan setelah beberapa respon
terjadi. Misalnya ada 10 kali siswa
memberikan respon baru diberikan 1 kali penguatan. Dan nisbah berubah adalah apabila penguatan diberikan setelah beberapa kali respon
muncul, tetapi kadarnya tidak tetap. Misalnya penguatan diberikan kepada
siswa kadang kala setelah 10 kali respon
kadang kala setelah 5 respon
Penguatan waktu juga dibagi dua, yaitu : waktu tetap adalah apabila penguatan diberikan pada akhir waktu yang
ditetapkan. Misalnya memberikan
pengutan kepada setiap respon yang muncul setelah 1 menit. Waktu berubah adalah apabila penguatan diberikan pada akhir waktu yang
ditetapkan, tetapi waktu yang ditetapkan itu berbeda berdasarkan respon yang
muncul.
d.
Penguatan Positif
Penguatan posistif dilakukan dengan memberikan penguatan
sesegera mungkin setelah suatu tingkah laku muncul. Misalnya seorang siswa yang dapat
menjawab pertanyaan guru maka pada sait itu juga guru segera memberikan pujian.
e.
Penguatan Intermiten
Penguatan intermiten dilakukan dengan memberikan penguatan
untuk memelihara perubahan tingkah laku atau respon positif yang telah dicapai
seseorang. Dengan penguatan seperti ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri
individu . Misalnya : seorang siswa yang tadinya malu untuk membaca puisi di
depan kelas, kemudian secara bertahap dia sudah tidak malu lagi dan mampu
membaca puisi di depan kelas. Maka guru
memberikan pujian di depan teman-temannya agar keberanian membaca puisi di
depan kelas tersebut dapat terpelihara.
f.
Penghapusan
Penghapusan dilakukan dengan cara
tidak melakukan penguatan sama sekali atau tidak mengirakan respon yang akan
muncul pada seseorang. Misalnya siswa yang berbicara lucu
dengan maksud memancing teman-temannya bergurau agar suasana kelas menjadi gaduh,
tidak diberikan sapaan oleh guru bahkan guru tidak menghiraukannya. Denga
demikian, siswa yang bersangkutan akan merasa bahwa apa yang dilakukannya tidak
berkenan di hati gurunya sehingga dia
tidak akan melakukannya lagi.
g.
Percontohan (modeling)
Percontohan adalah prilaku atau respon individu yang
dilakukan dengan mencontoh tingkah laku orang lain. Contohnya : seorang siswa berusaha berbicara dengan suara keras,
tidak terges-gesa, sistematis, dan mudah dipahami karena dia meniru guru IPA
yang selalu menunjukkan prilaku seperti itu pada saat mengajar. Oleh karena itu
seorang guru harus mampu menunjukkan tutur kata, sikap, kemampuan, kecerdasan
dan tingkah laku yang dapat dicontoh oleh siswa.
h.
Token Ekonomi
Adalah memberikan gambaran terhadap sesuatu yang memiliki nilai ekonomi ketika
seseorang telah mampu menunjukkan respon atau tingkah laku yang positif sesuai
dengan yang diharapkan. Misalnya guru member hadiah buku novel
yang bagus kepada seorang siswa
2. Teori Gagne
Robert Gagne lahir tahun 1916 di North Andover, Beliau
mendapatkan gelar A.B. pada Yale tahun 1937 dan pada tahun 1940 mendapat gelar
Ph.D. Ada beberapa hal yang melandasi pandangan
Gagne tentang belajar. menurutnya belajar
bukan merupakan proses tunggal melainkan proses luas yang dibentuk oleh
pertumbuhan dan perkembangan tingkah laku, dimana tingkah laku itu merupakan
proses komulatif dari belajar. Artinya banyak
keterampilan yang dipelajari memberikan sumbangan bagi belajar keterampilan
yang lebih rumit.
Menurut Gagne belajar memberi
kontribusi terhadap adaptasi yang diperlukan untuk mengembangkan proses yang
logis, sehingga perkembangan tingkah laku (behavior) adalah hasil dari efek
belajar yang kumulatif (Gagne, 1968).
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa belajar itu bukan proses tunggal. Belajar
menurut Gagne tidak dapat didefinisikan dengan mudah, karena belajar bersifat
kompleks. Hasil belajar merupakan kapabilitas. Setelah belajar, orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap
dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut berasal dari (1) stimulasi yang berasal
dari lingkungan; dan (2) proses kognitif yang dilakukan siswa.
Dengan demikian, belajar adalah
seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati
pengolahan informasi menjadi kapabilitas baru. Juga dikemukakan bahwa belajar
merupakan faktor yang luas yang dibentuk oleh pertumbuhan, perkembangan tingkah
laku merupakan hasil dari aspek kumulatif belajar. Berdasarkan pandangan ini Gagne mendefinisikan pengertian belajar
secara formal bahwa belajar adalah perubahan
dalam disposisi atau kapabilitas manusia yang berlangsung selama satu masa
waktu dan tidak semata-mata disebabkan oleh proses pertumbuhan. Perubahan itu
berbentuk perubahan tingkah laku. Hal itu dapat diketahui dengan jalan
membandingkan tingkah laku sebelum belajar dan tingkah laku yang diperoleh
setelah belajar. Perubahan tingkah laku dapat berbentuk perubahan kapabilitas
jenis kerja atau perubahan sikap, minat atau nilai. Perubahan itu harus dapat
bertahan selama periode waktu dan dapat dibedakan dengan perubahan karena
pertumbuhan, missalnya perubahan tinggi badan atau perkembangan otot dan
lain-lain.
Gagne membagi proses belajar berlangsung dalam empat fase utama, yaitu:
·
Fase pengenalan (apprehending phase). Pada fase ini peserta didik memperhatikan
stimulus tertentu kemudian menangkap artinya dan memahami stimulus tersebut
untuk kemudian ditafsirkan sendiri dengan berbagai cara. Ini berarti bahwa
belajar adalah suatu proses yang unik pada tiap siswa, dan sebagai akibatnya
setiap siswa bertanggung jawab terhadap belajarnya karena cara yang unik yang
dia terima pada situasi belajar.
·
Fase perolehan (acqusition phase). Pada fase ini peserta didik memperoleh
pengetahuan baru dengan menghubungkan informasi yang diterima dengan
pengetahuan sebelumya. Dengan kata lain pada fase ini siswa membentuk
asosiasi-asosiasi antara informasi baru dan informasi lama.
·
Fase penyimpanan (storage phase). Fase storage/retensi adalah fase penyimpanan
informasi, ada informasi yang disimpan dalam jangka pendek ada yang dalam
jangka panjang, melalui pengulangan informasi dalam memori jangka pendek dapat
dipindahkan ke memori jangka panjang.
·
Fase pemanggilan (retrieval phase). Fase Retrieval/Recall, adalah fase
mengingat kembali atau memanggil kembali informasi yang ada dalam memori.
Kadang-kadang dapat saja informasi itu hilang dalam memori atau kehilangan
hubungan dengan memori jangka panjang. Untuk lebih daya ingat maka perlu informasi
yang baru dan yang lama disusun secara terorganisasi, diatur dengan baik atas
pengelompokan-pengelompokan menjadi katagori, konsep sehingga lebih mudah
dipanggil.
Kemudian ada fase-fase lain yang dianggap tidak utama, yaitu :
· Fase motivasi
sebelum pelajaran
dimulai guru memberikan motivasi kepada siswa untuk belajar.
· Fase generalisasi
adalah fase transer
informasi pada situasi-situasi baru, agar lebih meningkatkan daya ingat, siswa
dapat diminta mengaplikasikan sesuatu dengan informasi baru tersebut.
· Fase penampilan
adalah fase dimana
siswa harus memperlihatkan sesuatu penampilan yang nampak setelah mempelajari
sesuatu.
·
Fase umpan balik, siswa harus diberikan umpan balik dari
apa yang telah ditampilkan (reinforcement).
D. Teori – Teori Kognitif
1.
Pemrosesan informasi
Teori pemrosesan informasi adalah teori kognitif tentang belajar yang menjelaskan pemrosesan,
penyimpanan, dan pemanggilan kembali pengetahuan dari otak (Slavin, 2000: 175). Teori ini menjelaskan bagaimana seseorang
memperoleh sejumlah informasi dan dapat diingat dalam waktu yang cukup
lama. Oleh karena itu perlu menerapkan
suatu strategi belajar tertentu yang dapat memudahkan semua informasi diproses
di dalam otak melalui beberapa indera.
Pemerosesan informasi menyatakan bahwa
murid mengolah informasi, memonitiringnya, dan menyusun strategi berkenaaan
dengan informasi tersebut. Inti dari pendekatan ini adalah proses
memori dan berfikir (thinking). (Santrock, 310:2010). Anak secara bertahap mengembangkan kapasitas
untuk mengembangkan untuk memproses informasi, dan secara bertahap pula mereka
biasa mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang kompleks.
Pemerosesan informasi pada awalnya
menggunakan sistem komputer sebagai analog.
Penggunaan sistem komputer sebagai analog cara manusia memproses,
menyimpan dan mengingat kembali informasi sesungguhnya kurang tepat karena
terlalu menyederhanakan manusia. Cara manusia memproses informasi sesungguhnya
lebih kompleks dibandingkan dengan komputer. (M.Asrori, 13:2008)
Roobert Siegler (1998) mendeskripsikan tiga karateristik utama dari pendekatan pemrosesan
informasi , yaitu : Proses pikiran,
mekanisme pengubahan dan modifikasi diri. (Santrock, 310 :2010).
Pemikiran menurut pendapat Siegler (2002), berfikir adalah pemerosesan informasi. Ketika anak merasakan, malakukan,
mempresentasikan dan menyimpan informasi dari dunia sekelilingnya, mereka
sedang melakukan proses berfikir. Pikiran adalah sesuatu yang sangat
fleksibel, yang menyebabkan individu bias beradaptasi dan menyesuaikan diri
dengan perubahan dalam lingkungan, tugas dan tujuan. (Santrock, 311 : 2010).
Mekanisme pengubahan menurut Siegler (2002) dalam
pemerosesan informasi focus utamnya adalah
pada peran mekanisme pengubah dalam perkembangan. Ada empat mekanisme yang bekerjasama
menciptakan perubahan dalam keterampilan kognitif anak, yaitu : Ecoding
(penyandian), Otomatisasi, konstruksi strategis dan generalisasi.
Ecoding adalah proses memasukkan informasi kedalam memori. Aspek utama dari pemecahan problem adalah
menyandikan informasi dan relevan dan mengabaikan informasi yang tidak relevan.
Otomatisitas adalah kemampuan untuk
memproses informasi dengan sedikit atau tanpa usaha. Seiring dengan bertambahnya usia dan
pengalaman, pemerosesan informasi menjadi makin otomatis, dan anak bisa
mendeteksi hubungan – hubungan baru antara ide dan kejadian. (Kail, 2002 dalam
Santrock, 311 : 2010).
Konstruksi Strategi yaitu penemuan prosedur
baru untuk memproses informasi. Anak
perlu menyandikan informasi kunci untuk suatu problem dan mengoordinasikan
informasi tersebut dengan pengetahun sebelumnya yang relevan untuk memecahkan
masalah.
Agar dapat manfaat penuh dari strategi baru
diperlukan generalisasi. Anak perlu
melakukan generalisasi, atau mengaplikasikan strategi pada problem lain.
Modifikasi diri. Anak memainkan peran aktif dalam
perkembangan mereka. Mereka menggunakan
pengetahuan dan strategi yang telah mereka pelajari untuk menyesuaikan respon
pada situasi pembelajaran yang baru. Anak membangun respon baru dan lebih
canggih berdasarkan pengetahuan dan strategi sebelumnya.
2.
Metakognisi
Metakognisi adalah suatu kemampuan individu berdiri di
luar kepalanya dan berusaha merenungkan cara dia berfikir atau merenungkan
proses kognitif yang dilakukan. (M.Asrori, 20:2008). Pengetahuan metakognisi melibatkan usaha
monitoring dan refleksi pada pikiran seseorang pada saat sekarang. Aktivitas metakognisi terjadi pada saat murid
secara sadar menyesuaikan dan mengelola strategi pemikiran mereka pada saat
memecahkan masalah dan memikirkan sesuatu tujuan. (Santrock, 340:2010).
Orang yang pertama memperkenalkan istilah metakognisi adalah John Flavell. Ia membagi metakognisi keempat variable
yang penting, yaitu :
a.
Variabel Individu
Variabel individu mengandung makna bahwa manusia itu adalah
organism kognitif atau pemikir. Segala
tindak – tanduk kita adalah akibat dari cara kita berfikir. Variabel individu dibagi menjadi tiga, yaitu
:
·
Variabel Intra Individu
Variabel intra individu adalah apa saja yang terjadi di dalam diri
seseorang. Misalnya : seseorang yang
mengetahui dirinya lebih pandai dalam mata pelajaran matematika dibandingkan
dengan mata pelajaran sejarah.
·
Variabel antra individu
Variabel antra individu adalah kemampuan individu membandingkan dan
membedakan kemampuan kognitif dirinya dengan orang lain. Misalnya : seorang siswa mengetahui bahwa
dirinya pandai pada mata pelajaran IPA dibandingkan dengan teman yang duduk
dengan dia di kelasnya.
b.
Variabel Universal
Variabel universal adalah pengetahun yang diperoleh dari
unsur-unsur yang ada didalam sistem budaya sendiri. Misalnya : mengetahui bahwa
sebagai manusia kita lupa. Sebenarnya
kita paham terhadap apa yang kita lupakan, tetapi lama kelamaan kita sadar
bahwa kita tidak paham
c.
Variabel Tugas
Variabel tugas adalah kesanggupan individu untuk
mengetahui kesan-kesan, pentingnya dan hambatan sesuatu tugas kognitif. Contoh
: seandainya informasi yang disampaikan oleh guru adalah sesuatu yang sulit dan
siswa tahu bahwa guru tersebut tidak akan mengulangi, maka para siswa tentu
akan memberikan perhatian yang lebih serius dan mendengarkan serta memproses
informasi itu dengan lebih teliti.
d.
Variabel Strategi
Variabel strategi
adalah pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu atau mengatasi kesulitan
yang timbul.
3.
Sibernetik
Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi. (Hamzah Uno,
17 : 2006). Dalam teori sibernetik yang
lebih penting adalah sistem informasi yang diproses, karena informasi ini yang
akan menentukan proses.
Kelebihan Teori
Sibernetik
·
Cara berfikir yang berorientasi pada proses
lebih menonjol.
·
Penyajian pengetahuan memenuhi aspek
ekonomis.
·
Kapabilitas belajar dapat disajikan lebih
lengkap.
·
Adanya keterarahan seluruh kegiatan kepada
tujuan yang ingin dicapai.
·
Adanya transfer belajar pada lingkungan
kehidupan yang sesungguhnya.
·
Kontrol belajar memungkinkan belajar sesuai
dengan irama masing-masing individu
·
Balikan informativ memberikan rambu-rambu
yang jelas tentang tingkat unjuk kerja yang telah dicapai dibandingkan dengan
unjuk kerja yang diharapkan.
Kelemahan teori
sibernetik adalah teori ini dikritik karena
lebih menekankan pada
sistem informasi yang dipelajari, dan kurang memperhatikan
bagaimana proses belajar.
No comments:
Post a Comment