BAB 1
PENDAHULUAN
Kegiatan pendidikan dan pengajaran yang merupakan
tugas setiap warga negara dan pemerintah, harus berlandaskan filsafat dan
pandangan hidup bangsa ini dan harus dapat membina warga negara yang
berfilsafat dan berpandangan hidup yang sama. Oleh karena itu landasan
pendidikannya harus sesuai dengan filsafat dan pandangan hidup itu. Dan sebagai
penganut suatu agama yang taat, seluruh aspek kehidupannya harus disesuaikan
dengan ajaran agamanya. Maka warga negara yang setia pada bangsa dan taat pada
agama, harus dapat menyesuaikan filsafat dan pandangan hidup bangsanya. Bila
ternyata ada ketidak sesuaian atau pertentangan maka para mujahid di bidang
pendidikan harus berusaha mencari jalan keluarnya dengan menggunakan ijtihad
yang digariskan oleh agama, dengan ketentuan bahwa ajaran agama yang prinsip tidak boleh dilanggar
atau ditinggalkan[1].
Sebagaimana
yang kita ketahui bahwa dunia pendidikan saat ini diwarnai ideologi – ideologi
pendidikan yang pada umumnya berasal dari dan berlandaskan semangat pemikiran
Barat seperti yang diungkapkan William F.O. Neil yaitu ideologi konservatif dan
liberalis dengan cabang – cabangnya. Ideologi – ideologi tersebut menawarkan
doktrin – doktrin pendidikan sebagai terapi atas krisis yang melanda dunia
pendidikan, tetapi di sisi lain bisa membingungkan para perencana dan praktisi
pendidikan.
Dengan
membanjirnya ideologi – ideologi pendidikan kontemporer Barat yang hampir
semuanya berlatar filsafat pendidikan sekuler yakni liberalisme dan pragmatisme
memberi pengaruh yang cukup besar di negeri kita, apakah tidak
seyogyanya Islam yang sarat nilai – nilai transcendental dan universal dapat memenuhi hajat hidup
manusia yang tidak bisa menawarkan
ideologi pendidikan Islam secara paradigmatic berdasarkan pada nilai – nilai Islam
tersebut. Hal ini sekurang – kurangnya dapat digunakan sebagai ideologi
alternatif, sedang di kalangan pendidik muslim menjadi tempat kembali “back to
Basic”[2].
BAB 2.
PEMBAHASAN
2.1 Filsafat Pendidikan Islam
A. Pengertian Filsafat Pendidikan Islam
Filsafat
Pendidikan Islam, terdiri dari atas perkataan Filsafat, Pendidikan dan Islam.
Namun demikian ketiga-tiganya tidaklah berdiri melainkan mempunyai hubungan
yang erat menurut hukum D.M (Diterangkan Menerangkan), sehingga ketiga-tiganya
memiliki satu pengertian yang bulat dan tersendiri. Pokok yang dibicarakan
ialah Filsafat, tetapi masih harus diikuti dengan pertanyaan: filsafat tentang
apa? Jawabannya ialah Filsafat tentang pendidikan. Pendidikan tentang apa yang
bercorak bagaimana? Jawabannya: Pendidikan yang bercorak islam, singkatnya
Pendidikan Islam[3]. Jadi kesimpulan
pertanyaan-pertanyaan tersebut yakni
Filsafat tentang Pendidikan yang bercorak Islam.
Adapun
Pengertian Filsafat secara etimologi adalah kata yang berasal dari bahasa Arab
‘falsafah’, yang berasal dari bahasa Yunani Philosophia yang
berarti ‘philos’ sama dengan cinta, suka (loving), dan ‘shopia’
sama dengan pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi, ‘philosophia’
berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta pada kebenaran. Maksudnya orang
yang berfilsafat akan menjadi bijaksana[4].
Orang yang cinta kepada pengetahuan disebut ‘philosopher’, dalam arabnya
‘failasuf’. Pecinta pengetahuan ialah orang yang menjadikan pengetahuan
sebagai tujuan hidupnya, atau dengan perkataan lain, mengabdikan dirinya kepada
pengetahuan[5].
Dari
pengertian secara etimologi itu, Prof. Dr. Harun Nasution berpendapat bahwa
intisari filsafat ialah “berfikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas
(tidak terikat pada tradisi, dogma serta agama) dan dengan sedalam-dalamnya
sehingga sampai ke dasar-dasar persoalannya[6].
Adanya pengertian yang bermacam-macam terungkapkan juga oleh Drs. Sidi
Gazalba, bahwa para filosof mempunyai penertian atau definisi tentang
filsafat sendiri-sendiri. Sebagai contoh ia mengemukakan beberapa pengertian
filsafat menurut beberapa ahli, antara lain[7].
1.
Plato,
mengatakan bahwa filsafat tidaklah lain daripada pengetahuan tentang segala yang ada.
2.
Aristoteles,
berpendapat bahwa kewajiban filsafat ialah menyelidiki sebab dan asas segala
benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu yang umum sekali.
3.
Kant,
mengatakan bahwa filsafat adalah pokok dan pangkal segala pengetahuan dan
pekerjaan.
4.
Fitche,
menyebut filsafat sebagai Wissenschaftslehre : ilmu dari ilmu-ilmu, yakni ilmu
yang umum, yang menjadi dasar segala ilmu.
5.
Al
Kindi, sebagai ahli pikir pertama dalam filsafat islam yang memberikan pengertian
filsafat di kalangan umat islam, membagi filsafat itu dalam 3 lapangan :
a.
Ilmu
Fisika (al ilmu al thobiyyat), merupakan tingkatan terendah.
b.
Ilmu
Mtematika (al ilmu al riyadi), tingkatan tengah.
c.
Ilmu
Ketuhanan (al ilmu al rububiyyat), tingkatan tertinggi.
6.
Al
Farobi, mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud
dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya[8].
7.
Ibnu
Sina, juga membagi filsafat dalam dua bagian, yaitu teori dan praktek, yang
keduanya berhubungan dengan agama, dimana dasarnya terdapat dalam syari’at
Tuhan, yang penjelasan dan kelengkapannya diperoleh dengan tenaga akal manusia.
Dalam
ajaran islam, motivasi, dorongan dan anjuran untuk berfikir mendalam dan
mengkaji berbagai hal yang terkait dengan alam semesta, kehidupan mahasiswa,
bahkan dengan Tuhan sekalipun sangat banyak dikemukakan baik melalui al-Qur’an
dan al-Hadist[9]. Di antara ayat al-Qur’an
yang mendorong manusia untuk berfilsafat yaitu :
a. Surah Ali Imron (3) ayat 190:
اِنَّ
في خلق السّموات ولأرض واختلاف الّيل والنّهار لايت لاولى الالباب
“Sesungguhnya dalam
kejadian langit dan bumi serta pertukaran malam dan siang, ada beberapa
pertanda untuk mereka yang mempunyai (mempergunakan) akalnya”.
b. Surah Al An’am (6) ayat 98:
قد
فصّلنا الايت لقوم يّفقهون
“Sesungguhnya Kami
terangkan ayat-ayat ini sejelas-jelasnyabagi orang yang mengerti”.
c. Surah Ali Imron (3) ayat 191:
ربّنا
ما خلقت هذا باطلا سبحنك فقنا عذاب النّار
“Tuhan kami, tidaklah
Engkau jadilkan ini dengan percuma (dengan tidak mengandung hikmah), Mahasuci
Engkau”.
Kemudian arti Pendidikan itu sendiri
adalah ikhtiar atau usaha manusia dewasa untuk mendewasakan peserta didik agar
menjadi manusia mandiri dan bertanggung jawab baik terhadap dirinya maupun
segala sesuatu di luar dirinya, orang lain, hewan dan sebagainya[10].
Juga bisa disebut mengkader manusia atau peserta didik menjadi dewasa. Menurut
Drs.Ahmad Marimba Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh
Si Pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani Si Terdidik menuju
terbentuknya kepribadian yang utama[11].
Sedangkan
arti islam menurut Harun Nasution (1979) adalah agama yang ajaran-ajarannya
diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui Nabi Muhammad SAW sebagai rasul. Islam
adalah agama yang seluruh ajarannya bersumber dari al-Qur’an dan al Hadist dalam
rangka mengatur dan menuntun kehidupan manusia dalam hubungannya dengan Allah,
sesama manusia dan dengan alam semesta[12].
Sehingga Pendidikan islam adalah bimbingan jasmani dan rohani yang berdasarkan
hukum-hukum Agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut
ukuran-ukuran Islam[13].
Dengan itu pendidikan berdasarkan islam sangatlah penting, agar tidak melampaui
batas-batas ketentuan dalam proses balajar dan mengajar.
Setelah
mengetahui pengertian ketiga kata tersebut, maka secara keseluruhan Filsafat Pendidikan Islam adalah suatu
aktivitas berfikir menyeluruh dan mendalam dalam rangka merumuskan konsep,
menyelenggarakan dan / atau mengatasi berbagai problem pendidikan Islam dengan
mengkaji kandungan makna dan nilai-nilai dalam al-Qur’an dan al-Hadits[14].
B. Peran Filsafat Pendidikan Islam
Peran
utama filsafat adalah definisi yang tegas tentang tujuan, nilai dan teorinya
yang diperlukan pendidikan untuk dapat berfungsi dengan baik. Jadi dengan
berfilsafat akan dapat mengetahui tujuan dan mendapatkan nilai dan teorinya.
Karena perannya yang penting bagi kehidupan manusia. Sehingga pendidikan perlu
disajikan secara filosofis, tentang tabiat manusia, tujuan pendidikan,
norma-norma moral, serta nilai-nilai kependidikan dan sosial yang merupakan topik-topik
kefilsafatan yang dikaji dalam perspektif kependidikan[15].
Adapun
tugas filsafat secara rinciannya adalah melaksanakan pemikiran rasional
analisis dan teoritis (bahkan spekulatif) secara mendalam dan mendasar melalui
proses pemikiran yang sistematis, logis dan radikal (sampai ke akar-akarnya),
tentang problem hidup dan kehidupan manusia[16].
Produk pemikirannaya merupakan pandangan dasar yang berintikan kepada
“Trichotomi” (tiga kekuatan rohaniah pokok) yang berkembang dalam pusat
kemanusiaan manusia (antropologis centra) yang meliputi :
a. Individualitas : kemampuan mengembangkan
diri pribadi sebagai makhluk hidup.
b. Sosialitas : kemampuan mengembangkan
diri selaku anggota masyarakat.
c. Moralitas : kemampuan mengembangkan diri
selaku pribadi dan anggota masyarakat berdasarkan moralitas (nilai-nilai moral
dan agama).
Ketiga
pokok rohaniah diatas berkembang dalam pola hubungan tiga arah yang kita
namakan “Trilogi Hubungan”, yaitu :
a. Hubungannya dengan Tuhan, karena ia
sebagai makhluk ciptaan-Nya.
b. Hubungannya dengan masyarakat, karena ia
sebagai anggota masyarakat.
c. Hubungannya dengan alam sekitar, karena ia
makhluk Allah yang harus mengelola, mengatur, memanfaatkan kekayaan alam
sekitar yang terdapat di atas, di bawah dan di dalam perut bumi ini.
Konsep
pemikiran secara mendalam dan mendasar seperti apa yang dilakukan oleh filsafat
tersebut benar-benar sesuai dengan kehendak Allah seperti yang difirmankan
dalam Al Qur’an, antara lain :
يئ
تي الحكمة من يّشاءُ ومن يئتَ الحكمة فقد اوتي خيراًكثيراً (البقرة 269
)
“Allah memberi hikmah kepada siapa saja
yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang diberi hikmah (mampu berfikir
filsafat) maka sesungguhnya ia telah diberi kebaikan yang banyak. (Al Baqoroh
269).
Maka
dari itu Filsafat Pendidikan Islam berusaha menunjukkan arah ke mana Pendidikan
Islam harus ditujukan.
Hubungan
antara filsafat dan pendidikan ibarat hubungan dua sisi mata uang,yaitu dua
aspek dari hakikat yang satu, sebab pendidikan pada hakikatnya merupakan
aplikasi dari filsafat. Filsafat umum berupaya memahami hakikat sebagai
totalitas serta mengkajinya dengan cara
berusaha memahami pendidikan secara menyeluruh dengan menafsirkannya
melalui konsep-konsep umum yang diterapkan dalam memilih tujuan dan strategi
pendidikan. Kalau filsafat umum mengkoordinasi temuan-temuan berbagai ilmu,
maka dengan cara yang sama filsafat pendidikan menafsirkan temuan-temuan itu
dalam hubungannya dengan pendidikan, jadi filsafat merupakan lapangan berfikir
manusia tentang hakikat (semua hakikat), sementara pendidikan merupakan proses
yang mengubah individu dari sekedar struktur organisme (biologis) menjadi
makhluk yang berfikir, bertingkah laku, dan berinteraksi dengan lingkungan
sosialnya[17].
Dengan
demikian filsafat pendidikan menyumbangkan analisanya kepada ilmu pendidikan
islam tentang hakikat masalah yang nyata dan rasional yang mengandung
nilai-nilai dasar yang dijadikan landasan atau petunjuk dalam proses
kependidikan[18]. Sehingga hubungan yang
sangat erat ini dapat dianalogkan kepada kedua sisi mata uang yang saling
menyatu, melengkapi dan bersama.
Ideologi
menurut bahasa berasal dari
kata idea dan logos. Idea adalah gagasan, konsep,
pengertian dasar, cita-cita; sedangkan logos atau logoi
adalah ilmu atau pengetahuan. Jadi, ideologi artinya ilmu pengetahuan tentang
ide-ide tentang keyakinan atau tentang gagasan. Menurut istilah ideologi
merupakan dasar atau landasan tempat berpijak dalam setiap usaha dan kegiatan
yang bertujuan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995 hlm.366.) disebutkan
bahwa Ideologi yaitu konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat yang
memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup.
Sedangkan
pendidikan Islam seperti yang dinyatakan oleh Dr. Miqdad Yaljan ialah: “Usaha
menumbuhkan dan membentuk manusia muslim yang sempurna dari segala aspek yang
bermacam – macam: aspek kesehatan, akal, keyakinan, kejiwaan, akhlaq, kemauan,
daya cipta dalam semua tingkat pertumbuhan yang disinari oleh cahaya yang
dibawa oleh Islam dengan versi dan metode – metode pendidikan yang ada di
antaranya”[19].
Oleh sebab itu, pendidikan Islam sebagai suatu usaha membentuk manusia, harus
mempunyai landasan ke mana semua kegiatan dan semua perumusan tujuan pendidikan
Islam itu dihubungkan.
Dari pengertian di atas, maka yang dimaksud dengan
ideologi pendidikan Islam adalah: “Pandangan
hidup yang melandasi seluruh aktifitas pendidikan yang didasari nilai – nilai
agama (ilahiyah), baik yang termuat dalam al-Qur’an maupun Sunnah Rasul yang
diyakini mengandung kebenaran mutlak yang bersifat transendental, universal dan
(abadi).
Untuk menentukan dasar / landasan pendidikan,
diperlukan jasa filsafat pendidikan. Berdasarkan pertimbangan filosofis
(metafisika dan aksiologi) diperoleh nilai – nilai yang memiliki kebenaran yang
meyakinkan. Untuk menentukan dasar pendidikan Islam, selain pertimbangan
filosofis, juga tidak lepas dari pertimbangan teologis seorang muslim. Islam
sebagai pandangan hidup yang berdasarkan nilai – nilai ilahiyah, baik
yang termuat dalam al-Qur’an maupun Sunnah Rasul diyakini mengandung kebenaran
mutlak, sehingga secara akidah diyakini oleh pemeluknya akan selalu sesuai
dengan fitrah manusia, artinya memenuhi kebutuhan manusia kapan dan di mana
saja.
Karena pendidikan Islam adalah upaya normatif yang
berfungsi untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia, maka harus
didasarkan pada nilai – nilai tersebut di atas baik dalam menyusun teori maupun
praktik pendidikan. Sehingga dengan berdasarkan nilai – nilai yang demikian itu
konsep pendidikan Islam dapat dibedakan dengan konsep pendidikan lain yang
bukan Islam. Maka dari pengertian di atas, dapat diperoleh bahwa dasar /
landasan pendidikan Islam tidak lain adalah al-Qur’an dan Hadits yang dapat
dikembangkan dengan ijtihad, qiyas, al-maslahah al-mursalah, istihsan, dan
sebagainya[20].
a. Al-Qu’an
Al-Qur’an ialah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan oleh Jibril
kepada Nabi Muhammad SAW. Di dalamnya terkandung ajaran pokok yang dapat
dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek kehidupan melalui ijtihad. Ajaran
yang terkandung dalam al-Qur’an itu terdiri dari dua prinsip besar, yaitu yang
berhubungan dengan masalah keimanan yang disebut AQIDAH, dan yang berhubungan
dengan amal yang disebut SYARI’AH. Pembahasan ajaran – ajaran yang berkenaan
dengan iman dalam al-Qur’an tidak sebanyak pembahasan ajaran yang berkenaan
dengan amal perbuatan. Ini menunjukkan bahwa amal itulah yang paling banyak
dilaksanakan, sebab semua amal perbutan manusia dalam hubungannya dengan Allah,
dirinya sendiri, masyarakat, alam dan lingkungannya, dan makhluk lainnya,
termasuk dalam ruang lingkup amal saleh (syari’ah).
Pendidikan, karena termasuk ke dalam usaha atau
tindakan untuk membentuk manusia, termasuk ke dalam ruang lingkup mu’amalah. Pendidikan
sangat penting karena ia ikut menentukan corak dan bentuk amal dan kehidupan
manusia, baik pribadi maupun masyarakat.
Di adalam al-Qur’an terdapat banyak ajaran yang berisi
prinsip – prinsip berkenaan dengan kegiatan atau usaha pendidikan itu. Sebagai
contoh:
1. Dalam surat al-Baqarah 31 dikisahkan bahwa Allah
memulai pendidikan Islam dengan mendidik dan membimbing manusia pertama yaitu Adam sebagai subyek
didik untuk mengajarkan ilmu pengetahuan (nama – nama benda) yang tidak
diajarkan kepada makhluk lain termasuk kepada malaikat sekalipun.
وعلّم ءادم الأسماء كلّها ثمّ عرضهم علي الملئكة فقال
أنبئونى بأسماء هؤلاء انكنتم صدقين
“Dan Dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda)
semuanya, kemudian Dia terlihatkan kepada para malaikat, seraya berfirman, “Sebutkan
kepada Ku nama semua (benda) ini, jika kamu yang benar !”.
2. Kisah Lukman mengajari anaknya dalam surat Lukman ayat
12 yang menggariskan prinsip materi pendidikan berupa iman dan akhlaq.
واذقال لقمان لابنه وهو يعظه يا بنيّلا تشرك بالله انّ
الشرك لظلمٌ عظيم.
“Dan sungguh, telah Kami
berikan hikmah kepada Luqman, yaitu, “Bersyukurlah kepada Allah!, maka
sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa tidak
bersyukur (kufur), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya, Maha Terpuji”.
a. Sunnah Rasul (Hadits)
Dasar yang kedua selain al-Qur’an adalah Sunnah
Rasulullah. Amalan yang dikerjakan oleh Rasulullah Saw. dalam proses perubahan
hidup sehari –hari menjadi sumber utama pendidikan Islam karena Allah Swt.
menjadikan Muhammad sebagai teladan bagi ummatnya.
Firman Allah Swt:
لقد كان لكم في رسول الله اسوة حسنة
(الاحزب 21)
“Sesungguhnya telah
ada pada diri Rasul itu suriteladan yang baik.”
Sunnah mencerminkan prinsip manifestasi wahyu dalam
segala perbuatan,
perkataan, dan taqrir Nabi. Maka beliau menjadi teladan yang harus
diikuti. Dalam keteladanan Nabi terkadang unsur – unsur pendidkan sangat besar
artinya. Dalam pendidikan Islam, acuan tersebut dapat dilihat dari dua bentuk,
yaitu :
(1) sebagai acuan syariah
yang meliputi muatan pokok ajaran Islam secara teoretis;
(2) acuan
operasional-aplikatif yang meliputi cara Nabi memainkan peranannya sebagai
pendidik dan sekaligus sebagai evaluator yang profesional, adil, dan
tetpa menunjang nilai – nilai ajaran Islam. Semuanya dapat dilihat dari
bagaimana cara Nabi melaksanakan proses belajar – mengajar, metode yang
digunakan sehingga dalam waktu singkat mampu diserap oleh para sahabat;
kharisma dan syarat pribadi yang harus ada pada diri seorang pendidik yang
telah ditunjuk nabi, bagaimana cara Nabi dalam memilih materi, alat peraga, dan
kondisi yang begitu adaptik, maupun cara Nabi dalam menempatkan posisi peserta
didiknya, dan lain sebagainya[21].
Kemudian, kedua
landasan pendidikan Islam di atas dapat dikembangkan dengan:
(1) Perkataan,
perbuatan, dan sikap para sahabat
Pada masa Khulafaur Rasyidin dasar pendidikan Islam
sudah mengalami perkembangan. Selain al-Quran dan Sunnah, juga perkataan,
sikap, dan perbuatan para sahabat. Perkataan mereka dapat dijadikn sebagai
pegangan karena Allah sendiri di dalam al-Qur’an yang memberikan pernyataan.
Firman Allah:
والسابقون الأوّلون من المهجرين والانصار والذين
اتّبعوهم باحسن رضي الله عنهم و رضوا عنه وأعدّ لهم جنّت تجري تحتها الأنهار خلدين
فيها أبدا ذلك الفوز العظيم. (التوبة 100)
“Orang – orang yang terdahulu lagi pertama – tama
masuk islam diantara orang – orang Muhajirin dan Anshor dan orang – orang yang
mengikuti mereka dengan baik Allah ridho kepada mereka dan mereka pun ridho
kepada Allah dan Allah menjadikan bagi mereka surga – surga yang mengalir sungai
– sungai di dalamnya, mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.”
Sikap sahabat yang dapat dijadikan sebagai dasar
pendidikan dalam Islam, diantarnya:
1)
Umar bin Khattab terkenal dengan sifatnya yang jujur, adil, cakap,
berjiwa demokrasi yang dapat dijadikan panutan masyarakat. Sifat – sifat
seperti ini sangat perlu dimiliki oleh seorang pendidik, karena di dalamnya
terkandung nilai – nilai pedagogis dan teladan yang baik yang harus ditiru.
2)
Usaha – usaha para sahabat dalam pendidikan Islam sangat menentukan bagi
perkembangan pendidikan Islam sampai sekarang, diantaranya:
a)
Abu Bakar melakukan modifikasi al-Qur’an;
b)
Usman bin Affan sebagai bapak pemersatu sistematika penulisan ilmiah
melalui upaya mempersatukan sistematika penulisan al-Qur’an.
(2) Ijtihad
Ijtihad ini dilakukan untuk menetapkan hukum atau
tuntunan suatu perkara yang adakalanya tidak terdapat dalam al-Qur’an maupun
Sunnah, dan untuk menjelaskan suatu perkara dan ditetapkan hukumnya bila tidak
terdapat keterangan dari al-Qur’an maupun Sunnah. Menurut al-Amidi dan
al-Khudhari, pendapat yang terkuat adalah pendapat fuqaha’ yang mengatakan
bahwa Rasulullah pernah berijtihad dalam masalah peperangan dan hukum – hukum
syara’. Apabila pada masa Nabi saja ijtihad sudah bisa dilakukan, maka sepeninggal
Nabi, tentu jauh lebih mungkin dan diperlukan.
Dengan kata lain, ijtihad berarti usaha keras dan
bersungguh – sungguh yang dilakukan oleh para ulama’ untuk menetapkan hukum
suatu perkara atau suatu ketetapan atas persoalan tertentu yang dalam pelaksanaannya
dapat menggunakan ijma’, qiyas, istishab, maslahah mursalah, dan lain – lain.
BAB 3
KESIMPULAN
Maka
dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa :
1.
Filsafat
Pendidikan Islam adalah suatu aktivitas berfikir menyeluruh dan mendalam dalam
rangka merumuskan konsep, menyelenggarakan dan / atau mengatasi berbagai
problem pendidikan Islam dengan mengkaji kandungan makna dan nilai-nilai dalam
al-Qur’an dan al-Hadits[22].
2.
Peran
filsafat secara rinciannya adalah melaksanakan pemikiran rasional analisis dan
teoritis (bahkan spekulatif) secara mendalam dan mendasar melalui proses
pemikiran yang sistematis, logis dan radikal (sampai ke akar-akarnya), tentang
problem hidup dan kehidupan manusia.
3.
Hubungan antara filsafat dan pendidikan islam ibarat hubungan dua sisi
mata uang,yaitu dua aspek dari hakikat yang satu, sebab pendidikan pada
hakikatnya merupakan aplikasi dari filsafat. Dengan
demikian filsafat pendidikan menyumbangkan analisanya kepada ilmu pendidikan
islam tentang hakikat masalah yang nyata dan rasional yang mengandung
nilai-nilai dasar yang dijadikan landasan atau petunjuk dalam proses
kependidikan[23]. Sehingga hubungan yang
sangat erat ini dapat dianalogkan kepada kedua sisi mata uang yang saling
menyatu, melengkapi dan bersama.
4.
Ideologi pendidikan Islam adalah:
“Pandangan hidup yang melandasi seluruh aktifitas pendidikan yang didasari
nilai – nilai agama (ilahiyah), baik yang termuat dalam al-Qur’an maupun Sunnah
Rasul yang diyakini mengandung kebenaran mutlak yang bersifat transendental,
universal dan eternal (abadi).
5.
Dasar / Landasan pendidikan Islam tidak lain adalah al-Qur’an dan Hadits
yang dapat dikembangkan dengan ijtihad, qiyas, al-maslahah al-mursalah,
istihsan, dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
1.
H. Ahmad Asyar’i M.Pd, Filsafat Pendidikan islam,
cet.I;Jakarta,Pustaka Firdaus,2005, hlm. 5.
2.
Prof.
H.M. Arifin, M.Ed, Ilmu Pendidikan Islam, cet. II;Jakarta, Bumi
Aksara,1993, hlm. 44.
3.
Samsul Nizar, Pengantar
Dasar – Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama,
2001, hlm. 98-99.
4.
Prof. DR. Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam,cet.II; Yogyakarta,
Pustaka Pelajar, 2010.
5.
Drs. Hery Noer Aly, MA & Drs. H. Munzier S, MA, Watak
Pendidikan Islam, cet. II;Jakarta,Friska Agung Insani,2003, hlm. 19.
6.
Proyek Pembinaan Perguruan
Tinggi Agama, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, 1984, hlm. 23.
7.
Prof. Dr. Achmadi, Ideologi
Pendidikan Islam, Cet. II;Yogyakarta,2010, hlm. 8.
8.
Drs. Ahmad D. Darimba. Pengantar Filsafat
Pendidikan Islam. (Cet. VIII;Bandung,PT Al-Ma’arif,1989), hlm. 10.
9.
Abd. Aziz, M. Pd.I, Filsafat Pendidikan Islam.
(Cet. I;Yogyakarta,TERAS,2009), hlm. 2.
10.
Dr. Harun
Nasution, Filsafat Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1973.
FILSAFAT
DAN IDEOLOGI PENDIDIKAN ISLAM
Makalah
ini disusun untuk
MemenuhiTugas
Mata Kuliah Semester 2
Dasar
– Dasar Pendidikan Islam
Yang
dibimbing oleh
Ustdz.
Siti Ma’rifatul Hasanah, M.Pd. I
Oleh
:
DANY EKA APRILIA
(12110186)
SYIVAUN NADHIROH
(12110062)
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK
IBRAHIM MALANG
APRIL 2012
[1]
Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama, Ilmu
Pendidikan Islam, Jakarta, 1984, hlm. 23.
[2]
Prof. Dr. Achmadi, Ideologi Pendidikan
Islam, Cet. II;Yogyakarta,2010, hlm. 8.
[3] Drs.
Ahmad D. Darimba. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. (Cet. VIII;Bandung,PT
Al-Ma’arif,1989), hlm. 10.
[4]
Bijaksana yakni selalu menggunakan akal budinya (pengalaman dan
pengetahuannya), arif, tajam pikiran dan pandai serta hati-hati (cermat,
teliti, dsb) apabila menghadapi kesulitan. KBBI.
[5] Abd.
Aziz, M. Pd.I, Filsafat Pendidikan Islam. (Cet.
I;Yogyakarta,TERAS,2009), hlm. 2.
[6] Dr.
Harun Nasution, Filsafat Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1973.
[7] Dra.
Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, cet. III,Jakarta,BUMI
AKSARA,2004, hlm.4.
[8] Abd.
Aziz, M. Pd.I, Filsafat Pendidikan Islam. (Cet.
I;Yogyakarta,TERAS,2009), hlm. 3.
[9] H. Ahmad
Asyar’i M.Pd, Filsafat Pendidikan islam, cet.I;Jakarta,Pustaka
Firdaus,2005, hlm. 3.
[10] Ibid,
hlm. 4.
[11] Drs.
Ahmad D. Darimba. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. (Cet.
VIII;Bandung,PT Al-Ma’arif,1989), hlm. 19.
[12] H.
Ahmad Asyar’i M.Pd, Filsafat Pendidikan islam, cet.I;Jakarta,Pustaka
Firdaus,2005, hlm. 5.
[13] Drs.
Ahmad D. Darimba. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. (Cet.
VIII;Bandung,PT Al-Ma’arif,1989), hlm. 23.
[14] H.
Ahmad Asyar’i M.Pd, Filsafat Pendidikan islam, cet.I;Jakarta,Pustaka
Firdaus,2005, hlm. 5.
[15] Drs.
Hery Noer Aly, MA & Drs. H. Munzier S, MA, Watak Pendidikan Islam,
cet. II;Jakarta,Friska Agung Insani,2003, hlm. 19
[16] Prof.
H.M. Arifin, M.Ed, Ilmu Pendidikan Islam, cet. II;Jakarta,Bumi
Aksara,1993, hlm. 44.
[17] Drs.
Hery Noer Aly, MA & Drs. H. Munzier S, MA, Watak Pendidikan Islam,
cet. II;Jakarta,Friska Agung Insani,2003, hlm. 19.
[18] Prof.
H.M. Arifin, M.Ed, Ilmu Pendidikan Islam, cet. II;Jakarta, Bumi
Aksara,1993, hlm. 44.
[19]
HM. Djumransjah, Pendidikan
Islam, cet.I;Malang, UIN-Malang Press, 2007, hlm. 16.
[21]
Samsul Nizar, Pengantar
Dasar – Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama,
2001, hlm. 98-99.
[22] H.
Ahmad Asyar’i M.Pd, Filsafat Pendidikan islam, cet.I;Jakarta,Pustaka
Firdaus,2005, hlm. 5.
[23] Prof.
H.M. Arifin, M.Ed, Ilmu Pendidikan Islam, cet. II;Jakarta, Bumi
Aksara,1993, hlm. 44.
No comments:
Post a Comment