DAVID AUSUBEL :
BELAJAR BERMAKNA
David Ausubel adalah
seorang ahli psikologi pendidikan. Inilah yang membedakan Ausubel dengan
teoretikus-teoretikus lainnya, khususnya ahli psikologi, yang teori-teorinya
diterjemahkan dari dunia psikologi ke dalam penerapan pendidikan. Ausubel
memberi penekanan pada belajar bermakna.
Bab ini akan dibahas prinsip-prinsip belajar menurut
Ausubel, yaitu belajar bermakna, belajar hafalan, peristiwa subsumi, diferensi
progresif, penyesuaian integratif, belajar superordinat, serta pengatur awal.
A. Belajar Menurut Ausubel
Menurut Ausubel belajar dapat diklasifisikan ke dalam dua
dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi
pelajaran yang disajikan pada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi
kedua menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada
struktur kognitif yang telah ada. Struktur kognitif ialah fakta, konsep dan
generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa.
Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi dapat
dikomunikasikan pada siswa dalam bentuk belajar penerimaan yang
menyajikan informasi itu dalam bentuk final ataupun dalam bentuk belajar
penemuan yang mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau
seluruh materi yang akan diajarkan. Dalam tingkat kedua, siswa menghubungkan
atau mengaitkan informasi itu pada pengetahuan (berupa konsep atau lainnya)
yang telah dimilikinya; dalam hal ini terjadi belajar bermakna. Akan
tetapi, siswa itu dapat juga hanya mencoba-coba menghafalkan informasi baru itu
tanpa menghubungkannya pada konsep-konsep yang telah ada dalam struktur
kognitifnya; dalam hal ini terjadi belajar hafalan.
Kedua dimensi, yaitu penerimaan/penemuan dan
hafalan/bermakna tidak menunjukkan dikotomi sederhana, melainkan merupakan
suatu kontinum (rangkaian).
1. Belajar Bermakna
Inti teori Ausubel tentang belajar ialah belajar bermakna
(Ausubel, 1968). Bagi Ausubel, belajar bermakna merupakan suatu proses
dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam
struktur kognitif seseorang. Dasar-dasar biologi belajar bermakna menyangkut
perubahan-perubahan dalam jumlah atau ciri-ciri neuron yang berpartisipasi
dalam belajar bermakna. Peristiwa psikologi tentang belajar bermakna menyangkut
asimilasi informasi baru pada pengetahuan yang telah ada dalm struktur kognitif
seseorang. Jadi, dalam belajar bermakna, informasi baru diasimilasikan pada
subsumer-subsumer relevan yang telah ada dalam struktur kognitif. Belajar
bermakna yang baru mengakibatkan pertumbuhan dan modifikasi subsumer-subsumer
yang telah ada itu.
Subsumer itu adalah bila belajar bermakna memerlukan
konsep-konsep relevan dalam struktur kognitif. Pada anak-anak, pembentukan
konsep merupakan konsep utama untuk memperoleh konsep-konsep. Pembentukan
konsep itu senidiri memiliki makana semacam belajar penemuan yang menyangkut
baik pembentukan hipotesis dan pengujian hipotesis maupun pembentukan
generaliasasi hal-hal yang khusus.
2. Belajar Hafalan
Bila dalam struktur kognitif seseorang tidak terdapat
konsep-konsep relevan atau subsumer-subsumer relevan, informasi baru dipelajari
secara hafalan. Bila tidak ada usaha yang dilakukan untuk mengasimilasikan
pengetahuan baru pada konsep-konsep relevan yang sudah ada dalam struktur
kognitif, akan terjadi belajar hafalan. Pada kenyataannya, guru dan bahan-bahan
pelajaran sangat jarang menolong para siswa dalam menentukan dan menggunakan
konsep-konsep relevan dalam struktur kognitif mereka untuk mengasimilasikan
pengetahuan baru dan akibatnya pada para siswa hanya terjadi belajar hafalan.
3. Subsumi-subsumi Obileratif
Selama belajar bermakna berlangsung, informasi baru
terkait pada konsep-konsep dalam struktur kognitif. Untuk menekankan pada
fenomena pengaitan ini, Ausubel mengemukakan istilah subsumer. Subsumer
memegang peranan dalm proses perolehan informasi baru. Dalam belajar bermakna,
subsumer mempunyai peranan interaktif, memperlancar gerakan informasi yang
relevan melalui penghalang-penghalang perseptual dan menyediakan suatu kaitan
antara informasi yang baru diterima dan pengetahua yang sudah dimiliki
sebelumnya. Lagi pula, dalam proses terjadinya kaitan ini, subsumer itu
mengalami sedikit perubahan. Proses interaktif antara materi yang baru
dipelajari dengan subsumer-subsumer inilah yang menjadi inti teori belajar
asimilasi Ausubel. Proses ini disebut proses subsumi dan secara
sistematis dinyatakan sebagai berikut :
A + a1 è A’ + a’1 + a’2 è A” a’1 a’2 + a3è A”’ a’1a’2 a’3
Waktu = 0 waktu
= 1 waktu = 2 waktu = 3
A : subsumer
A’ : subsumer yang
mengalami modifikasi
A’ dan A” : subsumer yang lebih
banyak mengalami modifikasi
a1 :
informasi baru yang mirip dengan subsumer A
Demikian pula a2 dan a3
a’1 a’2 dan a’3 :
pengetahuan baru yang telah tersubsumsi
Selama belajar bermakna,
subsumer mengalami modifikasi dan terdiferensiasi lebih lanjut. Diferensiasi
subsumer diakibatkan oleh asimilasi pengetahuan baru selama belajar bermakna
berlangsung.
Menurut Ausubel dan juga
Novak (1977), ada tiga kebaikan dari belajar bermakna, yaitu:
a. Informasi yang dipelajari secara bermakna
lebih lama dapat diingat;
b. Informasi yang tersubsumsi berakibatkan
peningkatan diferensiasi dari subsumer-subsumer, jadi memudahkan proses belajar
berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip;
c. Informasi yang dilupakan sesudah subsumsi
obliteratif meninggalkan efek residual pada subsumer sehingga mempermudah
belajar hal-hal yang mirip, walaupun telah terjadi “lupa”.
4. Variabel yang Mempengaruhi Belajar Penerimaan
Bermakna
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna
menurut Ausubel (1963) ialah struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan
kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu
tertentu. Adapun prasyarat-prasyarat belajar bermakna adalah sebagai berikut:
a. Materi yang akan dipelajari harus bermakna
secara potensial
b. Anak yang akan belajar atau siswa harus
bertujuan untuk melaksanakan belajar bermakna, jadi mempunyai kesiapan dan niat
untuk belajar bermakna. Tujuan siswa merupakan faktor utama dalam belajar
bermakna.
Kebermaknaan materi pelajaran secara potensial bergantung
pada dua faktor, yaitu sebagai berikut:
a. Materi itu harus memiliki kebermaknaan logis
b. Gagasan-gagasan yang relevan harus terdapat
dalam struktur kognitif siswa.
Materi yang memiliki kebermaknaan logis merupakan materi
yang nonarbitrer dan substantif. Materi yang nonarbitrer ialah materi yang
serupa dengan apa yang telah diketahui. Materi juga harus subtantif yang
berarti materi itu dapat dinyatakan dalam berbagai cara, tanpa mengubah.
Aspek-aspek kebermaknaan potensial ialah bahwa dalam
struktur kogniitif siswa harus ada gagasan yang relevan. Dalam hal ini yang
harus diperhatikan adalah pengalaman anak-anak, tingkat perkembangan mereka,
inteligensi dan usia. Isi pelajaran harus dipelajari secara hafalan bila
anak-anak itu tidak mempunyai pengalaman yang diperlukan mereka untuk
mengaitkan atau menghubungkan isi pelajaran itu.
Oleh karena itu, agar terjadi belajar bermakna, materi
pelajaran harus bermakna secara logis. Siswa harus bertujuan untuk memasukkan
materi itu kedalam struktur kognitifnya dan dalam struktur kognitif anak harus
terdapat unsur-unsur yang cocok untuk mengaitkan atau menghubungkan materi baru
secara nonarbitrer dan subtantif. Jika salah satu komponen ini tidak ada,
materi itu dipelajari secara hafalan (Rosser. 1984).
B. Menerpakan Teori Ausubel dalam Mengajar
Untuk dapat menerapkan teori Ausubel dala mengajar,
sebaiknyalah kita perhatikan apa yang dikemukakan oleh Ausubel dalam bukunya
yang berjudul educational Psychology;
A Cognitive View, pernyataan itu berbunyi:
“The most important single factor influencing learning is
what the leaner already knows. Ascertain this and teach him accoedingly.” (Ausubel, 1968)
Atau yang berarti sebagai berikut:
“Faktor terpenting yang mempengaruhi belajar ialah apa
yang telah diketahui siswa. Yakinlah hal ini dan ajarlah ia demikian.”
Pernyataan Ausubel inilah yang menjadi inti teori
belajarnya. Jadi, agar terjadi belajar bermakna, konsep baru atau informasi
baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur
kognitif siswa. Untuk menerapkan teori Ausubel dalam mengajar, selain
konsep-konsep yang telah dibahas terdahulu, ada bebrapa konsep dan prinsip lain
yang perlu diperhatikan. Konsep atau prinsip-prinsip itu ialah pengatur awal,
diferensiasi progresif, penyesuaian integratif dan belajar superordinat. Semua
konsep ini akan dibahas dengan seapat mungkin memberikan contoh penerapannya
dalam mengajar.
1. Pengatur Awal
David Ausubel (1960,1963) memperkenalkan konsep pengatur
awal dalam teorinya. Pengatur awal mengarahkan siswa ke materi yang akan mereka
pelajari dan menolong mereka untuk mengingat kembali informasi yang berhubungan
yang dapat digunakan dalam membantu menanamkan penegetahuan baru. Suatu
pengaturan awal dapat dianggap semacam pertolongan mental dan disajikan sebelum
materi baru.
Banyak penelitian membuktikan bahwa pengatur-pengatur
awal meningkatkan pemahaman siswa tentang berbagai macam materi pelajaran. Akan
tetapi, efek-efek pengatur awal terhadap belajar ternyata bergantung bagaimana
pengatur awal itu digunakan. Rupa-rupanya pengatur awal lebih berguna untuk
mengajar isi pelajaran yang telah mempunyai struktur teratur yang mungkin tidak
secara otomatis terlihat oleh para siswa. Bebrapa peneliti mengemukakan bahwa
pengatur awal belum pada umumnya ditemukan menolong siswa belajar informasi
faktual yang tidak diatur dengan jelas atau materi pelajaran yang terdiri atas
sejumlah besar topik yang terpisah-pisah.
2. Diferensiasi Progresif.
Selama belajar bermakna berlangsung, perlu terjadi
pengembangan dan elaborasi konsep-konsep yang tersubsumsi. Menurut Ausubel,
pengembangan konsep berlangsung paling baik jika unsur-unsur yang paling umum,
paling inklusif suatu konsep diperkenalkan terlebih dahulu, kemudian baru
diberikan hal-hal yang lebih mendetail dan lebih khusus dari konsep itu. Dengan
perkataan lain, model belajar menurut Ausubel pada umumnya berlangsung dari umum
ke khusus.
Dalam menggunakan strategi ini, guru mengajarkan
konsep-konsep yang paling inklusif dahulu, kemudian konsep-konsep yang kurang
inklusif, dan setelah itu baru mengajarkan hal-hal yang khusus. Seperti
contoh-contoh setiap konsep. Proses peyusunan konsep semacam ini disebut diferensiasi
progresif dan merupakan salah satu dari sekian banyak macam urutan belajar,
dikatan juga bahwa konsep-konsep itu disusun secara hierarki.
3. Belajar uperordinat
Selama informasi diterima dan diasosiasikan dengan konsep
dalam struktur kognitf (subsumsi), konsep itu tumbuh atau mengalami diferensiasi.
Proses subsumsi ini dapat terus berlangsung hingga pada suatu saat ditemukan
hal yang baru.
Belajar superordinat terjadi bila konsep-konsep yang
telah dipelajari sebelumnya dikenal sebagai unsur-unsur suatu konsep yang lebih
luas, lebih inklusif. Mungkin belajar superordinat tidak biasa terjadi di
sekolah sebab sebagian besar guru dan buku teks mulai dengan konsep-konsep yang
lebih inklusif, tetapi kerap kali mereka gagal untuk memperlihatkan secara
eksplisit hubungan-hubungan pada konsep-konsep inklusif ini saat di kemudian
hari disajikan konsep-konsep khusus suboerdinat.
4. Penyesuaian Integratif
Terkadang seorang siswa dihadapkan pada suatu kenyataan
yang disebut pertenatangan kognitif. Hal ini terjadi bila dua atau lebih nama
konsep digunakan untuk menyatakan konsep yang sama atau bila nama yang sama
diterapkan pada lebih dari satu konsep. Misalnya, buah merupakan nama konsep
untuk suatu konsep gizi dan juga suatu konsep botani. Siswa itu akan bertanya,
bagaimana buah dapat mencakup keduanya, yaitu masuk kedalam gizi dan juga masuk
kedalam botani.
Untuk mengatasi atau mengurangi sedapat mungkin pertentangan
kognitif ini, Ausubel menyarankan suatu prinsip lain, yaitu yang dikenal dengan
prinsip penyesuaian inregatif. Menurut Ausubel, dalam mengajar bukan
hanya diperlihatkan bagaimana konsep-konsep baru dihubungkan pada konsep-konsep
subordinat.
Pencapaian penyesuaian integratif, materi pelajaran
hendaknya disusun demikian rupa hingga kita menggerakkan hierarki-hierarki
konseptual “ke atas dan ke bawah” selama informasi disajikan. Seorang guru atau
pendidik dapat muai denga konsep-konsep yang paling umum, tetapi guru juga
perlu memperlihatkan bagaimana terkaitnya konsep-konsep subordinat. Kemudian
bergerak kembali melalui contoh-contoh ke arti-arti baru bagi konsep yang
tingkatnya lebih tinggi.
No comments:
Post a Comment