Friday, December 12, 2014

istilah manusia




BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

            pemahaman tentang manusia merupakan bagian dari kajian filsafat. Tak mengherankan jika banyak sekali kajian atau pemikiran yang telah dicurahkan untuk membahas tentang manusia. Meski demikian, persoalan tentang manusia akan tetap menjadi misteri yang tak terselesaikan. Hal ini antara lain karena keterbatasan pengetahuan para ilmuwan untuk menjangkau segala aspek yang terdapat dalam diri manusia, juga manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan yang istimewa agaknya memang memiliki latar belakang kehidupan yang penuh rahasia.
Manusia merupakan karya Allah swt yang paling istimewa, bila dilihat dari sosok diri, serta beban dan tanggung jawab yang diamanatkan kepadanya. Manusia merupakan satu-satunya mahluk yang perbuatannya mampu mewujudkan bagian tertinggi dari kehendak Tuhan yang mampu menjadi sejarah. Selain itu manusia adalah mahluk kosmis yang sangat penting, karena dilengkapi semua pembawaan dan syarat-syarat yang diperlukan. Syarat tersebut menyatakan bahwa manusia sebagai kesatuan jiwa raga dalam hubungan timbal balik dengan dunia dan antar sesamanya.
Di samping itu, ada unsur lain yang membuat dirinya dapat mengatasi pengaruh dunia sekitarnya serta peroblem dirinya, yaitu unsur jasmani dan unsur rohani. Kedua unsur ini sebenarnya sudah tampak pada berbagai mahluk lain yang diberi nama jiwa, atau soul, anima dan psyche. Tetapi pada kedua unsur itu, manusia dianugrahi nilai lebih, hingga kualitasnya berada di atas kemampuan yang dimiliki mahluk-mahluk lain. Dengan bekal istimewa ini manusia mampu menopang keselamatan, keamanan, kesejahteraan dan kualitas hidupnya. Selain itu manusia juga merupakan mahluk berperadaban yang mempu membuat sejarah.


1.2  Rumusan masalah

1.     Apa hakikat manusia ?
2.     Apa istilah manusia di dalam Al-quran ?
3.     Bagaimana potensi baik dan buruk manusia ?
4.     Bagaimana fungsi manusia sebagai ciptaan Allah ?
5.     Bagaimana teori pendidikan yang terkait dengan manusia ?

1.3 Tujuan

1.     Agar mahasiswa mengetahui tentang hakikat manusia
2.     Agar mahasiswa mengetahui istilah-istilah manusia yang terdapat dalam Al-quran
3.     Agar mahasiswa mampu mendalami potensi baik dan buruk pada manusia
4.     Agar mahasiswa mengetahui fungsi manusia sebagai ciptan Allah di muka bumi ini
5.     Agar mahasiswa mengetahui teori-teori yang berkaitan dengan pendidikan manusia








BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Manusia

           tentang manusia merupakan bagian dari kajian filsafat. Tak mengherankan jika banyak sekali kajian atau pemikiran yang telah dicurahkan untuk membahas tentang manusia. Meski demikian, persoalan tentang manusia akan tetap menjadi misteri yang tak terselesaikan. Hal ini antara lain karena keterbatasan pengetahuan para ilmuwan untuk menjangkau segala aspek yang terdapat dalam diri manusia,  juga manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan yang istimewa agaknya memang memiliki latar belakang kehidupan yang penuh rahasia.

          Dalam suasana kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini, masalah hakikat manusia dan kehidupannya semakin banyak diperbincangkan. Sebab masalah ini memang sangat penting untuk diketahui, untuk dijadikan sebagai titik tolak dalam memberikan pengertian yang menyangkut fungsi manusia dalam kehidupan ini.

          Urgensi   pembahasan ini lebih terasa lagi tatkala disadari bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan dan telah dicapai oleh manusia itu ternyata tidak dapat menjamin kebahagiaan dan kesejahteraan hidup manusia dalam arti yang sebenarnya, selama nilai-nilai iptek tidak dibawah aturan-aturan yang ada dalam agama.

          Islam berpandangan bahwa hakikat manusia ialah manusia itu merupakan perkaitan antara badan dan ruh. Badan dan ruh masing-masing merupakan substansi yang berdiri-sendiri, yang tidak tergantung adanya oleh yang lain. Sedang alam adalah makhluk maka keduanya juga makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT. Sebuah ayat suci Al-quran yang menguraikan tentang proses kejadian manusia.




Dalam Al-quran Allah berfirman :

Description: 12.jpgDescription: 13.jpgDescription: 14.jpg

Artinya:
Dan sesunggguhnya kami ciptakan manusia dari sari tanah. Kemudian kami jadikan sari tanah itu air mani terletak dalam tempat simpanan yang teguh (rahim). Kemudian dari air mani itu kami ciptakan segumpal darah lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging dan dari daging segumpal itu kami ciptakan tulang-belulang. Kemudian tulang-belulang itu kami tutup (balut) dengan daging. Sesudah itu kami jadikan dia makhluk yang baru yakni manusia yang sempurna. Maka maha berkat (suci Allah) pencipta yang paling baik. (Al-quran: surat Al-mukminun :12-14).

2.2    Manusia Sebagai Insan dan Basyar

            Al-quran menyebut manusia dengan tiga macam istilah, yaitu insan, basyar, dan bani ada. Dua istilah yang pertama, yaitu insan dan basyar menunjukkan fitrah atau naluri manusia, yaitu pelupa dan memiliki perasaan. Sedangkan istilah ketiga, yakni bani adam menunjukkan asal-usul kejadian manusia, yaitu dari adam.

            Dalam bahasa arab kata insan mengacu kepada sifat manusia yang terpuji seperti kasih sayang dan lainnya. Selain itu, kata insan digunakan oleh para filosof klasik sebagai kata yang menunjukkan pada arti manusia yang secara totalitas langsung mengarah pada hakikat manusia. Kata insan jamaknya kata al-nas. Kata insan dalam Al-quran disebut sebanyak 65 kali dalam 63 ayat, dan digunakan untuk menyatakan manusia dalam lapangan yang lebih luas. Musa Asy’ari menyebutkan lapangan kegiatan insan dalam enam bidang. Pertama untuk menyatakan bahwa manusia menerima pelajaran dari tuhan tentang apa yang tidak diketahuinya. Kedua, manusia mempunyai musuh yang nyata yaitu setan. Ketiga, manusia memikul amanat dari tuhan. Keempat, manusia harus menggunakan waktu dengan baik. Kelima, manusia hanya akan mendapatkan bagian dari apa yang telah dikerjakannya. Keenam, manusia mempunyai keterikatan dengan moral atau sopan santun.

            Berdasarkan keterangan tersebut, istilah insan ternyata menunjukkan kepada makhluk yang dapat melakukan berbagai kegiatan karena memiliki berbagai potensi baik yang bersifat fisik, moral, mental, maupun intelektual. Manusia yang dapat mewujudkan perbuatan-perbuatan tersebut itulah yang selanjutnya disebut insan kamil : yaitu makhluk yang memiliki unsur-unsur insaniyah semisal intuisi, dan sifat lahut yang dapat kekal dan bersatu secara rohaniah dengan tuhan.

            Adapun istilah basyar digunakan untuk menyebut pada semua makhluk, mempunyai pengertian adanya persamaan umum yang selalu menjadi ciri pokok. Ciri pokok itu adalah kenyataan lahiriyahnya yang menempati ruang dan waktu, serta terikat oleh hukum-hukum alamnya. Manusia dalam pengertian basyar adalah manusia yang tampak pada lahiriyahnya, mempunyai bangunan tubuh yang sama yang ada dialam ini, dan oleh pertambahan usianya.

            Di dalam Al-quran kata basyar disebut sebanyak 36 kali, dan digunakan untuk menggambarkan dimensi fisik manusia seperti kulit tubuh manusia, suka makan, minum dan berjalan-jalan, menunjukkan pada proses penciptaanya dari tanah, dan menerima kematian. Al-quran banyak sekali memberi gambaran tentang manusia dan kehidupannya, antara lain manusia diciptakan dalam bentuk fisik yang sebaik-baiknya, dan rupa yang seindah-indahnya, serta dilengkapi dengan berbagai organ psikofisik yang istimewa seperti panca indra dan hati, agar manusia bersyukur kepada tuhan atas berbagai keistimewaan yang telah dianugerahkan kepadanya.

            Manusia pun diberi potensi akal untuk mampu berfikir memahami tanda-tanda keagungannya berupa alam semesta dan dirinya sendiri. Selain itu diberikan pula potensi kalbu untuk mendapat cahaya iman, nafsu yang paling rendah sampai yang tertinggi, dan ruh dimana Allah mengambil kesaksian manusia mengenal keesaan-


2.3     Petensi Baik dan Buruk Manusia

            Para filosof dan teolog sering membahas tentang arti baik dan buruk, serta tentang pencipta kelakuan manusia, yakni apakah kelakuan itu merupakan hasil pilihan atau perbuatan manusia sendiri, ataukah berada di luar kemampuannya. kita dapat berkata bahwa secara nyata terlihat dan sekaligus kita akui bahwa terdapat manusia yang berkelakuan baik, dan juga sebaliknya. Ini berarti bahwa manusia memiliki kedua potensi tersebut. Terdapat sekian banyak ayat Al-Quran yangdipahami menguraikan hal hakikat ini.

            Walaupun kedua potensi ini terdapat dalam diri manusia, namun ditemukan isyarat-isyarat dalam Al-Quran bahwa kebajikan lebih dahulu menghiasi diri manusia daripada kejahatan, dan bahwa manusia pada dasarnya cenderung kepada kebajikan

            Kecenderungan manusia kepada kebaikan terbukti dari persamaan konsep-konsep pokok moral pada setiap peradaban dan zaman. Perbedaan jika terjadi terletak pada bentuk, penerapan, atau pengertian yang tidak sempurna terhadap konsep-konsep moral, yang disebut ma'ruf dalam bahasa Al-Quran. Tidak ada peradaban yang menganggap baik kebohongan, penipuan, atau keangkuhan. tidak ada manusia yang menilai bahwa penghormatan kepada kedua orang-tua adalah buruk. Tetapi, bagaimana seharusnya bentuk penghormatan itu? Boleh jadi cara penghormatan kepada keduanya berbeda-beda antara satu masyarakat pada generasi tertentu dengan masyarakat pada generasi yang lain. Perbedaan-perbedaan itu selama dinilai baik oleh masyarakat dan masih dalam kerangka prinsip umum, maka ia tetap dinilai baik (ma'ruf).

            Potensi yang dimiliki manusia untuk melakukan kebaikan dan keburukan, serta kecenderungannya yang mendasar kepada kebaikan, seharusnya mengantarkan manusia memperkenankan perintah Allah agama-Nya yang dinyatakan-Nya sesuai dengan fithrah asal kejadian manusia). Dalam Al-Quran surat Ar-Rum (30).
  
           Syaikh Muhammad Abduh dalam tafsir Al-Manar menyatakan kata iktasabat, dan semua kata yang berpatron demikian, memberi arti adanya semacam upaya sungguh-sungguh dari pelakunya, berbeda dengan kasabat yang berarti dilakukan dengan mudah tanpa pemaksaan. Dalam ayat di atas, perbuatan-perbuatan manusia yang buruk dinyatakan dengan iktasabat, sedangkan perbuatan yang baik dengan kasabat. Ini menandakan bahwa fitrah manusia pada dasarnya cenderung kepada kebaikan, sehingga dapat melakukan kebaikan dengan mudah. Berbeda halnya dengan keburukan yang harus dilakukannya dengan susah payah dan keterpaksaan (ini tentu pada saat fitrah manusia masih berada dalam kesuciannya).

            mengenai persoalan kecenderungan manusia terhadap kebaikan, atau pandangan tentang kesucian manusia sejak lahir, hadis-hadis Nabi Saw. pun antara lain menginformasikannya:


مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ وَيُمَجِّسَانِهِ
Tidak ada anak yang dilahirkan (oleh orangtuanya) kecuali (dilahirkan) dalam keadaan suci (fithrah), hanya saja kedua orang-tuanya (lingkungannya) yang menjadikan dia Yahudi. Nasrani, atau Majusi (HR Bukhari)


2.4     Manusia sebagai Abdullah dan Khalifatullah

            Keberadaan manusia di dunia bukanlah secara kebetulan. Bukan pula sebagai benda hidup lalu mati kembali ke benda lagi dan selesai tanpa tanggung jawab. Islam memberikan garis dasar yang jelas tentang maksud penciptaan manusia, manusia dilahirkan ke dunia menyandang tugas dan kewajiban yang berat dalam fungsinya yang ganda yakni :

1.   Manusia sebagai Abdullah

            Kedudukan manusia sebagai hamba Allah ini memang menjadi tujuan Allah menciptakan manusia dan makhluk-makhluk lainnya.
Firman-Nya :



Description: adz.png
Artinya:

Tidaklah aku ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah aku (Al-quran: surat Adz-Dzariyat: 56)

            Maksud diciptzakannya manusia antara lain agar ia mengabdi (beribadah) kepada Allah. Sebagai hamba Allah memang memiliki keharusan dan kewajiban untuk selalu patuh kepada-Nya. Tetapi dalam hal ini manusia diberi kebebasan untuk menentukan pilihan, apakah akan tunduk kepada Allah ataukah mengingkarinya. Atas dasar kebebasan inilah, Allah akan memeberikan penilaian terhadap perilaku manusia yang baik dan yang buru. Tanpa kebebasan ini, maka penilaian baik dan buruk menjadi tidak mungkin dipahami.

            Dalam pandangan Ja’far al-Shadiq, ibadah sebagai pengabdian kepada Allah baru dapat terwujud bila seseorang mampu memenuhi tiga hal. Pertama, menyadari sepenuhnya bahwa apa yang dimilikinya termasuk dirinya sendiri adalah milik Allah dan berada di bawah kekuasaan Allah, Dzat tempat seorang hamba mengabdi. Kedua, menjadikan segala bentuk sikap dan aktivitasnya senantiasa mengarah pada usaha untuk memenuhi perintah Allah dan menjauhi segala bentuk larangan-Nya. Ketiga, dalam mengambil keputusan senantiasa mengaitkannya dengan restu dan izin Allah.

            Sebagai hamba Allah, manusia harus dapat menempatkan dirinya sebagai pengabdi Allah dengan sungguh-sungguh dan ikhlas. Kemampuan ini tergambar dari pola sikap dan perilakunya, yaitu apakah manusia sanggup memainkan peran tersebut secara baik dan tidak.

            Peran tersebut, erat kaitannya dengan ridha Allah. Dalam arti, apa pun aktivitas manusia dalam hubungan antarmanusia maupun antar sesama makhluk harus sadar atas keridhaan Allah SWT.  Gambaran tersebut dapat dijadikan indikator tentang tingkat kesungguhan manusia dalam memerankan dirinya selaku ‘Abdi Allah (hamba Allah) secara utuh. Bila peran tadi mampu dan sejalan dengan tuntunan pedoman Allah barulah sepenuhnya peran itu memiliki nilai pengabdian hamba kepada sang Khalik.




2.   Manusia sebagai khalifatullah

Manusia diberi kedudukan oleh tuhan sebagai penguasa, pengatur kehidupan dimuka bumi ini. Firman Allah:
Description: QS.ku.png



Artinya:
Dialah yang menetapkan kamu menjadi khalifah-khalifah di muka bumi, dan ditinggikannya sebagian kamu daripada yang sebagian beberapa derajat untuk mencobaimu dari hal apa saja yang diberikan-Nya padamu. Sesungguhnya siksaan tuhan engkau amat lekas dan sesungguhnya Tuhan pengampun lagi penyayang. (Al-Quran: surat Al-An’am: 165).

            Khalifah berarti pengganti, penguasa, pengelola atau pemakmur. Sebelum manusia diciptakan, Allah telah mengemukakan rencana penciptaan tersebut kepada para malaikat. Untuk melakukan tugas-tugas kekhalifahan itu, Allah SWT tidak membiarkan makhluk ciptaan-Nya dalam keadaan kosong. Manusia dilengkapi Tuhan dalam berbagai potensi, antara lain bekal pengetahuan.

            Fungsi keberadaan manusia di dunia ini adalah untuk melaksanakan tugas kekhalifahan, yaitu membangun dan mengolah segala potensi alam sesuai dengan kehendak Tuhan. Kehendak Tuhan itu tergambar dalam kitab suci yang diturunkan dan harus digali nilai-nilainya oleh manusia agar bisa menyesuaikan perkembangan sosial budaya dengan nilai-nilai kitab suci.

            Tuhan melengkapi manusia dengan berbagai dengan berbagai keistimewaan. Pertama, kemampuan untuk mengetahui sifat, fungsi dan kegunaan segala macam benda (science). Melalui potensi ini manusia mampu menemukan hukum-hukum dasar alam serta memiliki pandangan yang menyeluruh terhadapnya, kemudian memadukan berbagai aspek bentukan alam untuk dimanfaatkan dalam kehidupan. Kedua, pengalaman selama disurga, baik pengalaman manis dan pahit. Ketiga, Tuhan telah memudahkan alam semesta untuk diolah manusia. Disamping itu Tuhan telah menganugerahkan beberapa daya kepada manusia yaitu : daya tubuh, daya akal, daya kalbu, daya hidup. Keempat, beberapa saat setelah manusia tiba di bumi, Tuhan memberikan petunjuk-petunjuk (al-dien al-islam).

                 Dalam diri manusia, pada hakikatnya terdapat sifat dan unsur-unsur ketuhanan, karena dalam proses kejadiannya kepada manusia telah ditiupkan ruh dari Tuhan. Sifat dan unsur ketuhanan dalam diri manusia tersebut, berupa potensi-potensi pembawaan yang dalam proses kehidupannya manusia merealisir dan menjabarkannya dalam tingkah laku dan perbuatan nyata. Disamping itu, manusia sebagai khalifah Allah, juga merealisir fungsi ketuhanan, sehingga manusia adalah berfungsi kreatif, mengembangkan diri dan memelihara diri dari kehancuran. Dengan demikian hidup dari kehidupan manusia itu berkembang dan mengarah kepada kesempurnaan.


2.5     Teori Pendidikan Terkait dengan Manusia

1.      Teori Nativisme ( hereditas)

            Pada hakekatnya aliran nativisme bersumber dari leibnitzian tradition yang menekankan pada kemampuan dalam diri seorang anak, oleh karena itu faktor lingkungan termasuk faktor pendidikan kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Hasil perkembangan ditentukan oleh pembawaan sejak lahir dan genetik dari kedua orangtua.

             Tokoh aliran Nativisme adalah Schopenhauer. la adalah filosof Jerman yang hidup pada tahun 1788-1880. Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan individu ditentukan oleh faktor bawaan sejak lahir. Faktor lingkungan kurang berpengaruh terhadap pendidikan dan perkembangan anak. Oleh karena itu, hasil pendidikan ditentukan oleh bakat yang dibawa sejak lahir. Dengan demikian, menurut aliran ini, keberhasilan belajar ditentukan oleh individu itu sendiri. Nativisme berpendapat, jika anak memiliki bakat jahat dari lahir, ia akan
menjadi jahat, dan sebaliknya jika anak memiliki bakat baik, ia akan menjadi baik. Pendidikan anak yang tidak sesuai dengan bakat yang dibawa tidak akan berguna bagi perkembangan anak itu sendiri

            Dalam teori ini dinyatakan bahwa perkembangan manusia merupakan pembawaan sejak lahir atau bakat. Teori ini muncul dari filsafat nativisma (terlahir) sebagai suatu bentuk dari filsafat idealisme dan menghasilkan suatu pandangan bahwa perkembangan anak ditentukan oleh hereditas, pembawaan sejak lahir, dan faktor alam yang kodrati. Teori ini dipelopori oleh filosof Jerman Arthur Schopenhauer (1788-1860) yang beranggapan bahwa faktor pembawaan yang bersifat kodrati tidak dapat diubah oleh alam sekitar atau pendidikan. Dengan tegas Arthur Schaupenhaur menyatakan yang jahat akan menjadi jahat dan yang baik akan menjadi baik. Pandanga ini sebagai lawan dari optimisme yaitu pendidikan pesimisme memberikan dasar bahwa suatu keberhasilan ditentukan oleh faktor pendidikan, ditentukan oleh anak itu sendiri. Lingkungan sekitar tidak ada, artinya sebab lingkungan itu tidak akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan anak. Dalam teori ini, setiap manusia diharapkan :

a.       Mampu memunculkan bakat yang dimiliki
b.      Mendorong manusia mewujudkan diri yang berkompetensi
c.       Mendorong manusia dalam menentukan pilihan
d.      Mendorong manusia dalam mengembangkan potensi dari dalam diri seseorang


2.      Teori Lingkungan Empirisme (behaviorisme)

            Dalam teori behaviorisme, menganalisa hanya perilaku yang nampak saja, yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Teori kaum behavoris lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perubahan perilaku organise sebagai pengaruh lingkungan.

            Behaviorisme tidak mau memperoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional, behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalian oleh faktor-faktor lingkungan. Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah konsep ”manusia mesin” (Homo Mechanicus). Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar, mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran dan penguatan dari lingkungan.


Prinsip-prinsip teori behaviorisme
  • Obyek psikologi adalah tingkah laku
  • semua bentuk tingkah laku di kembalikan pada reflek
  • mementingkan pembentukan kebiasaan
3.       Teori Konvergensi ( gabungan teori nativisme dan behaviorisme )

            Teori  konvergensi berasal dari ahli psikologi bangsa Jerman bernama William Louis Stern. Asumsi teori ini berdasar eksperimennya terhadap dua anak kembar yang memiliki sifat keturunan yang sama, namun setelah dipisahkan dalam linkungan yang berbeda anak kembar tersebut ternyata memiliki sifat yang berbeda. Teori ini merupakan teori gabungan (konvergensi) dari teori nativisme dan teori empirisme.

            Isi teori konvergensi: faktor pembawaan maupun pengalaman atau lingkungan mempunyai peranan yang penting dalam mempengaruhi dan menentukan perkembangan individu.Perkembangan individu akan ditentukan baik oleh faktor yang dibawa sejak lahir (faktor endogen) maupun faktor lingkungan, termasuk pengalaman dan pendidikan (faktor eksogen). Faktor endogen adalah faktor atau sifat yang dibawa oleh individu sejak dalam kandungan hingga saat dilahirkan (faktor keturunan atau faktor bawaan). Faktor endogen meliputi factor-faktor sebagai berikut :
a.       Faktor kejasmanian Faktor pembawaan yang berhubungan erat dengan keadaan jasmani   pada umumnya tidak dapat diubah begitu saja, dan merupakan faktor dasar dalam ciri fisik individu. Faktor kejasmanian misalnya warna kulit, warna dan jenis rambut, rupa wajah, golongan darah, dan sebagainya.
b.      Faktor pembawaan psikologis (temperamen) Temperamen merupakan sifat-sifat pembawaan yang erat hubungannya dengan struktur kejasmanian seseorang, yang berhubungan dengan fungsi fsiologik seperti darah, kelenjar-kelenjar, cairan-cairan lain yang terdapat dalam diri manusia. dapat berubah-ubah sesuai dengan pengaruh lingkungan.
c.       Faktor bakat (aptitude) Bakat bukanlah sesuatu yang telah jadi dan terbentuk pada waktu individu dilahirkan, tetapi baru merupakan potensi-potensi yang memungkinkan individu berkembang ke suatu arah. Supaya potensi tersebut teraktualisasikan dibutuhkan kesempatan untuk mengaktualisasikan bakat-bakat tersebut. Disinilah dukungan lingkungan yang baik diperlukan dalam perkembangan individu.
Faktor eksogen adalah faktor yang datang dari luar diri individu, berupa pengalaman, alam sekitar, pendidikan, dan sebagainya. Perbedaan antara pendidikan dengan lingkungan adalah terletak pada keaktifan proses yang dijalankan. Pendidikan bersifat aktif, dijalankan penuh kesadaran, penuh tanggung jawab, dan secara sistematik memang mengarahkan pada pengembangan potensi-potensi atau bakat-bakat yang ada pada individu sesuai dengan tujuan pendidikan. Sedangkan pada umumnya lingkungan bersifat pasif dalam arti bahwa lingkungan tidak memberikan pengaruhnya secara paksa kepada individu.
Lingkungan hanya menyediakan kemungkinan-kemungkinan atau kesempatan-kesempatan kepada individu. Tergantung pada individu yang mau menggunakan kesempatan dan manfaat yang ada atau tidak.Lingkungan yang memiliki peranan dalam perkembangan individu terbagi dalam beberapa kategori, yaitu:
a.       Lingkungan fisik : berupa alam seperti keadaan alam atau keadaan tanah serta musim.
b.      Lingkungan sosial : berupa lingkungan tempat individu berinteraksi. Lingkungan sosial dibedakan dalam dua bentuk. Yaitu, lingkungan sosial primer (lingkungan yang hubungannya saling mengenal). Lingkungan sosial sekunder (lingkungan yang hubungannya longgar).

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

            Dalam suasana kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini, masalah hakikat manusia dan kehidupannya semakin banyak diperbincangkan. Sebab masalah ini memang sangat penting untuk diketahui, untuk dijadikan sebagai titik tolak dalam memberikan pengertian yang menyangkut fungsi manusia dalam kehidupan ini.

            Al-quran menyebut manusia dengan tiga macam istilah, yaitu insan, basyar, dan bani ada. Dua istilah yang pertama, yaitu insan dan basyar menunjukkan fitrah atau naluri manusia, yaitu pelupa dan memiliki perasaan. Sedangkan istilah ketiga, yakni bani adam menunjukkan asal-usul kejadian manusia, yaitu dari adam. Islam memberikan garis dasar yang jelas tentang maksud penciptaan manusia, manusia dilahirkan ke dunia menyandang tugas dan kewajiban yang berat dalam fungsinya yang ganda yakni :

1.   Manusia sebagai Abdullah
2.   Manusia sebagai khalifatullah

 Teori Pendidikan Terkait dengan Manusia terbagi menjadi :

1.       Teori Nativisme ( hereditas)
2.      Teori Konvergensi ( gabungan teori nativisme dan behaviorisme )
3.      Teori Lingkungan Empirisme (behaviorisme)






Daftar Pustaka

Alim Muhammad, 2006, Pendidikan Agama  Islam, Bandung, PT Remaja Rosdakarya.
Zuhairini, 1992, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara.
Dahlan.H.M.d, 1991, Landasan dan tujuan Pendidikan menurut Al-quran serta Implementasinya, Bandung, penerbit cv. Diponegoro



No comments:

Post a Comment