BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
pemahaman tentang manusia merupakan bagian dari kajian
filsafat. Tak mengherankan jika banyak sekali kajian atau pemikiran yang telah
dicurahkan untuk membahas tentang manusia. Meski demikian, persoalan tentang manusia
akan tetap menjadi misteri yang tak terselesaikan. Hal ini antara lain karena
keterbatasan pengetahuan para ilmuwan untuk menjangkau segala aspek yang
terdapat dalam diri manusia, juga manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan yang
istimewa agaknya memang memiliki latar belakang kehidupan yang penuh rahasia.
Manusia
merupakan karya Allah swt yang paling istimewa, bila dilihat dari sosok diri,
serta beban dan tanggung jawab yang diamanatkan kepadanya. Manusia merupakan
satu-satunya mahluk yang perbuatannya mampu mewujudkan bagian tertinggi dari
kehendak Tuhan yang mampu menjadi sejarah. Selain itu manusia adalah mahluk
kosmis yang sangat penting, karena dilengkapi semua pembawaan dan syarat-syarat
yang diperlukan. Syarat tersebut menyatakan bahwa manusia sebagai kesatuan jiwa
raga dalam hubungan timbal balik dengan dunia dan antar sesamanya.
Di samping
itu, ada unsur lain yang membuat dirinya dapat mengatasi pengaruh dunia
sekitarnya serta peroblem dirinya, yaitu unsur jasmani dan unsur rohani. Kedua
unsur ini sebenarnya sudah tampak pada berbagai mahluk lain yang diberi nama
jiwa, atau soul, anima dan psyche. Tetapi pada kedua unsur itu, manusia
dianugrahi nilai lebih, hingga kualitasnya berada di atas kemampuan yang
dimiliki mahluk-mahluk lain. Dengan bekal istimewa ini manusia mampu menopang
keselamatan, keamanan, kesejahteraan dan kualitas hidupnya. Selain itu manusia
juga merupakan mahluk berperadaban yang mempu membuat sejarah.
1.2 Rumusan masalah
1.
Apa hakikat manusia ?
2.
Apa istilah manusia di dalam
Al-quran ?
3.
Bagaimana potensi baik dan buruk
manusia ?
4.
Bagaimana fungsi manusia sebagai
ciptaan Allah ?
5.
Bagaimana teori pendidikan yang
terkait dengan manusia ?
1.3 Tujuan
1.
Agar mahasiswa mengetahui tentang
hakikat manusia
2.
Agar mahasiswa mengetahui
istilah-istilah manusia yang terdapat dalam Al-quran
3.
Agar mahasiswa mampu mendalami
potensi baik dan buruk pada manusia
4.
Agar mahasiswa mengetahui fungsi
manusia sebagai ciptan Allah di muka bumi ini
5.
Agar mahasiswa mengetahui teori-teori
yang berkaitan dengan pendidikan manusia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Manusia
tentang manusia merupakan bagian dari kajian
filsafat. Tak mengherankan jika banyak sekali kajian atau pemikiran yang telah
dicurahkan untuk membahas tentang manusia. Meski demikian, persoalan tentang
manusia akan tetap menjadi misteri yang tak terselesaikan. Hal ini antara lain
karena keterbatasan pengetahuan para ilmuwan untuk menjangkau segala aspek yang
terdapat dalam diri manusia, juga
manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan yang istimewa agaknya memang memiliki
latar belakang kehidupan yang penuh rahasia.
Dalam suasana kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi dewasa ini, masalah hakikat manusia dan kehidupannya
semakin banyak diperbincangkan. Sebab masalah ini memang sangat penting untuk
diketahui, untuk dijadikan sebagai titik tolak dalam memberikan pengertian yang
menyangkut fungsi manusia dalam kehidupan ini.
Urgensi pembahasan ini lebih terasa lagi tatkala
disadari bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan dan telah
dicapai oleh manusia itu ternyata tidak dapat menjamin kebahagiaan dan
kesejahteraan hidup manusia dalam arti yang sebenarnya, selama nilai-nilai
iptek tidak dibawah aturan-aturan yang ada dalam agama.
Islam berpandangan bahwa hakikat
manusia ialah manusia itu merupakan perkaitan antara badan dan ruh. Badan dan
ruh masing-masing merupakan substansi yang berdiri-sendiri, yang tidak
tergantung adanya oleh yang lain. Sedang alam adalah makhluk maka keduanya juga
makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT. Sebuah ayat suci Al-quran yang
menguraikan tentang proses kejadian manusia.
Dalam
Al-quran Allah berfirman :
Artinya:
Dan sesunggguhnya kami ciptakan manusia dari sari
tanah. Kemudian kami jadikan sari tanah itu air mani terletak dalam tempat
simpanan yang teguh (rahim). Kemudian dari air mani itu kami ciptakan segumpal
darah lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging dan dari daging
segumpal itu kami ciptakan tulang-belulang. Kemudian tulang-belulang itu kami tutup
(balut) dengan daging. Sesudah itu kami jadikan dia makhluk yang baru yakni
manusia yang sempurna. Maka maha berkat (suci Allah) pencipta yang paling baik.
(Al-quran: surat Al-mukminun :12-14).
2.2
Manusia
Sebagai Insan dan Basyar
Al-quran menyebut manusia dengan
tiga macam istilah, yaitu insan, basyar, dan bani ada. Dua istilah yang
pertama, yaitu insan dan basyar menunjukkan fitrah atau naluri manusia, yaitu
pelupa dan memiliki perasaan. Sedangkan istilah ketiga, yakni bani adam
menunjukkan asal-usul kejadian manusia, yaitu dari adam.
Dalam bahasa arab kata insan mengacu
kepada sifat manusia yang terpuji seperti kasih sayang dan lainnya. Selain itu,
kata insan digunakan oleh para filosof klasik sebagai kata yang menunjukkan
pada arti manusia yang secara totalitas langsung mengarah pada hakikat manusia.
Kata insan jamaknya kata al-nas. Kata insan dalam Al-quran disebut sebanyak 65
kali dalam 63 ayat, dan digunakan untuk menyatakan manusia dalam lapangan yang
lebih luas. Musa Asy’ari menyebutkan lapangan kegiatan insan dalam enam
bidang. Pertama untuk menyatakan bahwa manusia menerima pelajaran dari tuhan
tentang apa yang tidak diketahuinya. Kedua, manusia mempunyai musuh yang nyata
yaitu setan. Ketiga, manusia memikul amanat dari tuhan. Keempat, manusia harus
menggunakan waktu dengan baik. Kelima, manusia hanya akan mendapatkan bagian
dari apa yang telah dikerjakannya. Keenam, manusia mempunyai keterikatan dengan
moral atau sopan santun.
Berdasarkan keterangan tersebut, istilah
insan ternyata menunjukkan kepada makhluk yang dapat melakukan berbagai
kegiatan karena memiliki berbagai potensi baik yang bersifat fisik, moral,
mental, maupun intelektual. Manusia yang dapat mewujudkan perbuatan-perbuatan
tersebut itulah yang selanjutnya disebut insan kamil : yaitu makhluk yang
memiliki unsur-unsur insaniyah semisal intuisi, dan sifat lahut yang dapat
kekal dan bersatu secara rohaniah dengan tuhan.
Adapun istilah basyar digunakan untuk
menyebut pada semua makhluk, mempunyai pengertian adanya persamaan umum yang
selalu menjadi ciri pokok. Ciri pokok itu adalah kenyataan lahiriyahnya yang
menempati ruang dan waktu, serta terikat oleh hukum-hukum alamnya. Manusia
dalam pengertian basyar adalah manusia yang tampak pada lahiriyahnya, mempunyai
bangunan tubuh yang sama yang ada dialam ini, dan oleh pertambahan usianya.
Di dalam Al-quran kata basyar
disebut sebanyak 36 kali, dan digunakan untuk menggambarkan dimensi fisik
manusia seperti kulit tubuh manusia, suka makan, minum dan berjalan-jalan,
menunjukkan pada proses penciptaanya dari tanah, dan menerima kematian.
Al-quran banyak sekali memberi gambaran tentang manusia dan kehidupannya,
antara lain manusia diciptakan dalam bentuk fisik yang sebaik-baiknya, dan rupa
yang seindah-indahnya, serta dilengkapi dengan berbagai organ psikofisik yang
istimewa seperti panca indra dan hati, agar manusia bersyukur kepada tuhan atas
berbagai keistimewaan yang telah dianugerahkan kepadanya.
Manusia pun diberi potensi akal
untuk mampu berfikir memahami tanda-tanda keagungannya berupa alam semesta dan
dirinya sendiri. Selain itu diberikan pula potensi kalbu untuk mendapat cahaya
iman, nafsu yang paling rendah sampai yang tertinggi, dan ruh dimana Allah
mengambil kesaksian manusia mengenal keesaan-
2.3
Petensi Baik dan Buruk Manusia
Para filosof dan teolog sering
membahas tentang arti baik dan buruk, serta tentang pencipta kelakuan manusia,
yakni apakah kelakuan itu merupakan hasil pilihan atau perbuatan manusia sendiri,
ataukah berada di luar kemampuannya. kita dapat berkata bahwa secara nyata
terlihat dan sekaligus kita akui bahwa terdapat manusia yang berkelakuan baik,
dan juga sebaliknya. Ini berarti bahwa manusia memiliki kedua potensi tersebut.
Terdapat sekian banyak ayat Al-Quran yangdipahami menguraikan hal hakikat ini.
Walaupun kedua potensi ini terdapat
dalam diri manusia, namun ditemukan isyarat-isyarat dalam Al-Quran bahwa
kebajikan lebih dahulu menghiasi diri manusia daripada kejahatan, dan bahwa
manusia pada dasarnya cenderung kepada kebajikan
Kecenderungan manusia kepada
kebaikan terbukti dari persamaan konsep-konsep pokok moral pada setiap
peradaban dan zaman. Perbedaan jika terjadi terletak pada bentuk, penerapan,
atau pengertian yang tidak sempurna terhadap konsep-konsep moral, yang disebut ma'ruf
dalam bahasa Al-Quran. Tidak ada peradaban yang menganggap baik kebohongan,
penipuan, atau keangkuhan. tidak ada manusia yang menilai bahwa penghormatan
kepada kedua orang-tua adalah buruk. Tetapi, bagaimana seharusnya bentuk
penghormatan itu? Boleh jadi cara penghormatan kepada keduanya berbeda-beda
antara satu masyarakat pada generasi tertentu dengan masyarakat pada generasi
yang lain. Perbedaan-perbedaan itu selama dinilai baik oleh masyarakat dan
masih dalam kerangka prinsip umum, maka ia tetap dinilai baik (ma'ruf).
Potensi yang dimiliki manusia untuk
melakukan kebaikan dan keburukan, serta kecenderungannya yang mendasar kepada
kebaikan, seharusnya mengantarkan manusia memperkenankan perintah Allah
agama-Nya yang dinyatakan-Nya sesuai dengan fithrah asal kejadian manusia).
Dalam Al-Quran surat Ar-Rum (30).
Syaikh Muhammad Abduh dalam tafsir Al-Manar menyatakan kata iktasabat, dan semua kata yang berpatron demikian, memberi arti adanya semacam upaya sungguh-sungguh dari pelakunya, berbeda dengan kasabat yang berarti dilakukan dengan mudah tanpa pemaksaan. Dalam ayat di atas, perbuatan-perbuatan manusia yang buruk dinyatakan dengan iktasabat, sedangkan perbuatan yang baik dengan kasabat. Ini menandakan bahwa fitrah manusia pada dasarnya cenderung kepada kebaikan, sehingga dapat melakukan kebaikan dengan mudah. Berbeda halnya dengan keburukan yang harus dilakukannya dengan susah payah dan keterpaksaan (ini tentu pada saat fitrah manusia masih berada dalam kesuciannya).
mengenai persoalan kecenderungan
manusia terhadap kebaikan, atau pandangan tentang kesucian manusia sejak lahir,
hadis-hadis Nabi Saw. pun antara lain menginformasikannya:
مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ
يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ وَيُمَجِّسَانِهِ
Tidak ada
anak yang dilahirkan (oleh orangtuanya) kecuali (dilahirkan) dalam keadaan suci
(fithrah), hanya saja kedua orang-tuanya (lingkungannya) yang menjadikan dia
Yahudi. Nasrani, atau Majusi (HR Bukhari)
2.4 Manusia sebagai Abdullah dan Khalifatullah
Keberadaan manusia di dunia bukanlah
secara kebetulan. Bukan pula sebagai benda hidup lalu mati kembali ke benda
lagi dan selesai tanpa tanggung jawab. Islam memberikan garis dasar yang jelas tentang
maksud penciptaan manusia, manusia dilahirkan ke dunia menyandang tugas dan
kewajiban yang berat dalam fungsinya yang ganda yakni :
1. Manusia sebagai Abdullah
Kedudukan manusia sebagai hamba
Allah ini memang menjadi tujuan Allah menciptakan manusia dan makhluk-makhluk
lainnya.
Firman-Nya
:
Artinya:
Tidaklah
aku ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah aku (Al-quran:
surat Adz-Dzariyat: 56)
Maksud diciptzakannya manusia antara
lain agar ia mengabdi (beribadah) kepada Allah. Sebagai hamba Allah memang
memiliki keharusan dan kewajiban untuk selalu patuh kepada-Nya. Tetapi dalam
hal ini manusia diberi kebebasan untuk menentukan pilihan, apakah akan tunduk
kepada Allah ataukah mengingkarinya. Atas dasar kebebasan inilah, Allah akan
memeberikan penilaian terhadap perilaku manusia yang baik dan yang buru. Tanpa
kebebasan ini, maka penilaian baik dan buruk menjadi tidak mungkin dipahami.
Dalam pandangan Ja’far al-Shadiq,
ibadah sebagai pengabdian kepada Allah baru dapat terwujud bila seseorang mampu
memenuhi tiga hal. Pertama, menyadari
sepenuhnya bahwa apa yang dimilikinya termasuk dirinya sendiri adalah milik
Allah dan berada di bawah kekuasaan Allah, Dzat tempat seorang hamba mengabdi. Kedua, menjadikan segala bentuk sikap
dan aktivitasnya senantiasa mengarah pada usaha untuk memenuhi perintah Allah
dan menjauhi segala bentuk larangan-Nya. Ketiga,
dalam mengambil keputusan senantiasa mengaitkannya dengan restu dan izin Allah.
Sebagai hamba Allah, manusia harus
dapat menempatkan dirinya sebagai pengabdi Allah dengan sungguh-sungguh dan
ikhlas. Kemampuan ini tergambar dari pola sikap dan perilakunya, yaitu apakah
manusia sanggup memainkan peran tersebut secara baik dan tidak.
Peran
tersebut, erat kaitannya dengan ridha Allah. Dalam arti, apa pun aktivitas
manusia dalam hubungan antarmanusia maupun antar sesama makhluk harus sadar
atas keridhaan Allah SWT. Gambaran
tersebut dapat dijadikan indikator tentang tingkat kesungguhan manusia dalam
memerankan dirinya selaku ‘Abdi Allah
(hamba Allah) secara utuh. Bila peran tadi mampu dan sejalan dengan tuntunan
pedoman Allah barulah sepenuhnya peran itu memiliki nilai pengabdian hamba
kepada sang Khalik.
2. Manusia sebagai khalifatullah
Manusia
diberi kedudukan oleh tuhan sebagai penguasa, pengatur kehidupan dimuka bumi
ini. Firman Allah:
Artinya:
Dialah yang menetapkan kamu menjadi
khalifah-khalifah di muka bumi, dan ditinggikannya sebagian kamu daripada yang sebagian
beberapa derajat untuk mencobaimu dari hal apa saja yang diberikan-Nya padamu.
Sesungguhnya siksaan tuhan engkau amat lekas dan sesungguhnya Tuhan pengampun
lagi penyayang. (Al-Quran: surat Al-An’am: 165).
Khalifah berarti pengganti,
penguasa, pengelola atau pemakmur. Sebelum manusia diciptakan, Allah telah
mengemukakan rencana penciptaan tersebut kepada para malaikat. Untuk melakukan
tugas-tugas kekhalifahan itu, Allah SWT tidak membiarkan makhluk ciptaan-Nya
dalam keadaan kosong. Manusia dilengkapi Tuhan dalam berbagai potensi, antara
lain bekal pengetahuan.
Fungsi keberadaan manusia di dunia
ini adalah untuk melaksanakan tugas kekhalifahan, yaitu membangun dan mengolah
segala potensi alam sesuai dengan kehendak Tuhan. Kehendak Tuhan itu tergambar
dalam kitab suci yang diturunkan dan harus digali nilai-nilainya oleh manusia
agar bisa menyesuaikan perkembangan sosial budaya dengan nilai-nilai kitab
suci.
Tuhan melengkapi manusia dengan
berbagai dengan berbagai keistimewaan. Pertama,
kemampuan untuk mengetahui sifat, fungsi dan kegunaan segala macam benda
(science). Melalui potensi ini manusia mampu menemukan hukum-hukum dasar alam
serta memiliki pandangan yang menyeluruh terhadapnya, kemudian memadukan
berbagai aspek bentukan alam untuk dimanfaatkan dalam kehidupan. Kedua, pengalaman selama disurga, baik
pengalaman manis dan pahit. Ketiga,
Tuhan telah memudahkan alam semesta untuk diolah manusia. Disamping itu Tuhan
telah menganugerahkan beberapa daya kepada manusia yaitu : daya tubuh, daya
akal, daya kalbu, daya hidup. Keempat,
beberapa saat setelah manusia tiba di bumi, Tuhan memberikan petunjuk-petunjuk
(al-dien al-islam).
Dalam diri manusia, pada
hakikatnya terdapat sifat dan unsur-unsur ketuhanan, karena dalam proses
kejadiannya kepada manusia telah ditiupkan ruh dari Tuhan. Sifat dan unsur
ketuhanan dalam diri manusia tersebut, berupa potensi-potensi pembawaan yang
dalam proses kehidupannya manusia merealisir dan menjabarkannya dalam tingkah
laku dan perbuatan nyata. Disamping itu, manusia sebagai khalifah Allah, juga
merealisir fungsi ketuhanan, sehingga manusia adalah berfungsi kreatif,
mengembangkan diri dan memelihara diri dari kehancuran. Dengan demikian hidup
dari kehidupan manusia itu berkembang dan mengarah kepada kesempurnaan.
2.5
Teori Pendidikan Terkait dengan Manusia
1.
Teori
Nativisme ( hereditas)
Pada hakekatnya aliran nativisme
bersumber dari leibnitzian tradition yang menekankan pada kemampuan dalam diri
seorang anak, oleh karena itu faktor lingkungan termasuk faktor pendidikan
kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Hasil perkembangan ditentukan
oleh pembawaan sejak lahir dan genetik dari kedua orangtua.
Tokoh aliran Nativisme adalah Schopenhauer. la adalah filosof Jerman yang hidup pada tahun 1788-1880. Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan individu ditentukan oleh faktor bawaan sejak lahir. Faktor lingkungan kurang berpengaruh terhadap pendidikan dan perkembangan anak. Oleh karena itu, hasil pendidikan ditentukan oleh bakat yang dibawa sejak lahir. Dengan demikian, menurut aliran ini, keberhasilan belajar ditentukan oleh individu itu sendiri. Nativisme berpendapat, jika anak memiliki bakat jahat dari lahir, ia akan
menjadi
jahat, dan sebaliknya jika anak memiliki bakat baik, ia akan menjadi baik.
Pendidikan anak yang tidak sesuai dengan bakat yang dibawa tidak akan berguna
bagi perkembangan anak itu sendiri
Dalam teori ini dinyatakan bahwa
perkembangan manusia merupakan pembawaan sejak lahir atau bakat. Teori ini
muncul dari filsafat nativisma (terlahir) sebagai suatu bentuk dari filsafat
idealisme dan menghasilkan suatu pandangan bahwa perkembangan anak ditentukan
oleh hereditas, pembawaan sejak lahir, dan faktor alam yang kodrati. Teori ini
dipelopori oleh filosof Jerman Arthur Schopenhauer (1788-1860) yang beranggapan
bahwa faktor pembawaan yang bersifat kodrati tidak dapat diubah oleh alam
sekitar atau pendidikan. Dengan tegas Arthur Schaupenhaur menyatakan yang jahat
akan menjadi jahat dan yang baik akan menjadi baik. Pandanga ini sebagai lawan
dari optimisme yaitu pendidikan pesimisme memberikan dasar bahwa suatu
keberhasilan ditentukan oleh faktor pendidikan, ditentukan oleh anak itu
sendiri. Lingkungan sekitar tidak ada, artinya sebab lingkungan itu tidak akan
berdaya dalam mempengaruhi perkembangan anak. Dalam teori ini, setiap manusia
diharapkan :
a. Mampu
memunculkan bakat yang dimiliki
b. Mendorong
manusia mewujudkan diri yang berkompetensi
c. Mendorong
manusia dalam menentukan pilihan
d. Mendorong
manusia dalam mengembangkan potensi dari dalam diri seseorang
2. Teori Lingkungan Empirisme (behaviorisme)
Dalam teori behaviorisme,
menganalisa hanya perilaku yang nampak saja, yang dapat diukur, dilukiskan, dan
diramalkan. Teori kaum behavoris lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena
seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perubahan
perilaku organise sebagai pengaruh lingkungan.
Behaviorisme tidak mau memperoalkan
apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional, behaviorisme hanya
ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalian oleh faktor-faktor
lingkungan. Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku
manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon
terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku
mereka. Dari hal ini, timbulah konsep ”manusia mesin” (Homo Mechanicus). Ciri
dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat
mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau
respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar, mementingkan
peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku
yang diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya
bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran dan penguatan dari
lingkungan.
Prinsip-prinsip teori
behaviorisme
- Obyek psikologi adalah tingkah laku
- semua bentuk tingkah laku di kembalikan pada reflek
- mementingkan pembentukan kebiasaan
3.
Teori Konvergensi ( gabungan teori nativisme
dan behaviorisme )
Teori konvergensi berasal dari ahli psikologi
bangsa Jerman bernama William Louis Stern. Asumsi teori ini berdasar
eksperimennya terhadap dua anak kembar yang memiliki sifat keturunan yang sama,
namun setelah dipisahkan dalam linkungan yang berbeda anak kembar tersebut
ternyata memiliki sifat yang berbeda. Teori ini merupakan teori gabungan
(konvergensi) dari teori nativisme dan teori empirisme.
Isi teori konvergensi: faktor
pembawaan maupun pengalaman atau lingkungan mempunyai peranan yang penting
dalam mempengaruhi dan menentukan perkembangan individu.Perkembangan individu
akan ditentukan baik oleh faktor yang dibawa sejak lahir (faktor endogen)
maupun faktor lingkungan, termasuk pengalaman dan pendidikan (faktor eksogen). Faktor
endogen adalah faktor atau sifat yang dibawa oleh individu sejak dalam kandungan
hingga saat dilahirkan (faktor keturunan atau faktor bawaan). Faktor endogen
meliputi factor-faktor sebagai berikut :
a. Faktor
kejasmanian Faktor pembawaan yang berhubungan erat dengan keadaan jasmani pada umumnya tidak dapat diubah begitu saja,
dan merupakan faktor dasar dalam ciri fisik individu. Faktor kejasmanian
misalnya warna kulit, warna dan jenis rambut, rupa wajah, golongan darah, dan
sebagainya.
b. Faktor
pembawaan psikologis (temperamen) Temperamen merupakan sifat-sifat pembawaan
yang erat hubungannya dengan struktur kejasmanian seseorang, yang berhubungan
dengan fungsi fsiologik seperti darah, kelenjar-kelenjar, cairan-cairan lain
yang terdapat dalam diri manusia. dapat berubah-ubah sesuai dengan pengaruh
lingkungan.
c. Faktor
bakat (aptitude) Bakat bukanlah sesuatu yang telah jadi dan terbentuk pada
waktu individu dilahirkan, tetapi baru merupakan potensi-potensi yang
memungkinkan individu berkembang ke suatu arah. Supaya potensi tersebut
teraktualisasikan dibutuhkan kesempatan untuk mengaktualisasikan bakat-bakat
tersebut. Disinilah dukungan lingkungan yang baik diperlukan dalam perkembangan
individu.
Faktor
eksogen adalah faktor yang datang dari luar diri individu, berupa pengalaman,
alam sekitar, pendidikan, dan sebagainya. Perbedaan antara pendidikan dengan
lingkungan adalah terletak pada keaktifan proses yang dijalankan. Pendidikan
bersifat aktif, dijalankan penuh kesadaran, penuh tanggung jawab, dan secara
sistematik memang mengarahkan pada pengembangan potensi-potensi atau
bakat-bakat yang ada pada individu sesuai dengan tujuan pendidikan. Sedangkan
pada umumnya lingkungan bersifat pasif dalam arti bahwa lingkungan tidak
memberikan pengaruhnya secara paksa kepada individu.
Lingkungan
hanya menyediakan kemungkinan-kemungkinan atau kesempatan-kesempatan kepada
individu. Tergantung pada individu yang mau menggunakan kesempatan dan manfaat
yang ada atau tidak.Lingkungan yang memiliki peranan dalam perkembangan
individu terbagi dalam beberapa kategori, yaitu:
a. Lingkungan
fisik : berupa alam seperti keadaan alam atau keadaan tanah serta musim.
b. Lingkungan
sosial : berupa lingkungan tempat individu berinteraksi. Lingkungan sosial
dibedakan dalam dua bentuk. Yaitu, lingkungan sosial primer (lingkungan yang
hubungannya saling mengenal). Lingkungan sosial sekunder (lingkungan yang
hubungannya longgar).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam suasana kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi dewasa ini, masalah hakikat manusia dan kehidupannya semakin
banyak diperbincangkan. Sebab masalah ini memang sangat penting untuk
diketahui, untuk dijadikan sebagai titik tolak dalam memberikan pengertian yang
menyangkut fungsi manusia dalam kehidupan ini.
Al-quran menyebut manusia dengan
tiga macam istilah, yaitu insan, basyar, dan bani ada. Dua istilah yang
pertama, yaitu insan dan basyar menunjukkan fitrah atau naluri manusia, yaitu
pelupa dan memiliki perasaan. Sedangkan istilah ketiga, yakni bani adam
menunjukkan asal-usul kejadian manusia, yaitu dari adam. Islam memberikan garis
dasar yang jelas tentang maksud penciptaan manusia, manusia dilahirkan ke dunia
menyandang tugas dan kewajiban yang berat dalam fungsinya yang ganda yakni :
1.
Manusia sebagai Abdullah
2.
Manusia sebagai khalifatullah
Teori Pendidikan Terkait dengan Manusia
terbagi menjadi :
1.
Teori Nativisme ( hereditas)
2.
Teori Konvergensi (
gabungan teori nativisme dan behaviorisme )
3. Teori
Lingkungan Empirisme (behaviorisme)
Daftar Pustaka
Alim
Muhammad, 2006, Pendidikan Agama Islam,
Bandung, PT Remaja Rosdakarya.
Zuhairini,
1992, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara.
Dahlan.H.M.d,
1991, Landasan dan tujuan Pendidikan menurut Al-quran serta Implementasinya,
Bandung, penerbit cv. Diponegoro
No comments:
Post a Comment