KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, serta
kebaikan kepada kita semua. Para penyusun dapat menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu. Makalah ini dibuat untuk melengkapi Tugas Mata Kuliah Ilmu
Budaya Dasar semester I.
Tak lupa penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang
tak terhingga
kepada :
1.
Kedua Orang Tua Para Penyusun serta keluarga atas
dukungan moril yang diberikan kepada para penyusun. Juga doa yang selalu
dipanjatkan agar makalah ini ter selesaikan dengan baik.
2.
Kepada Ibu Ni’matuz Z, M. Si selaku Dosen
mata kuliah Ilmu Budaya Dasar, yang dengan sabar mengajar kan kami .
Dalam pembuatan makalah ini para
penyusun menyadari bahwa makalah ini kurang sempurna. Karena itu para penyusun
berharap Bapak dan Ibu dosen dapat memakluminya. Terima kasih.
Malang, Oktober
2010
Para Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
Kata
Pengantar …………………………………………………………….
Daftar Isi …………………………………………………………………….
BAB
I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah …………………………………………………….
1.2 Rumusan
Masalah …………………………………………………………….
BAB II KONSEPSI TEORI
A. PengertianKeindahan ..…….…………………………………………………….
1. Nilai
Ekstrinsik dan Nilai Instrinsik …………………………………………
2. Nilai Estetika ..…………………………………………………………..
B. MaknaKeindahan ……..…………………………………….…...……………………
C. Manusia dan Keindahan ..…………………………………………………………..
D. Keserasian ……………………………………………………………………
BAB III STUDI KASUS
Daftar Pustaka ……………………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Ditinjau dari
segi bahasa Keindahan berasal dari kata indah, diartikan sebagai keadaan yang enak
dipandang, cantik, bagus benar atau elok. Keindahan identik dengan kebenaran.
Keindahan adalah kebenaran, dan kebenaran adalah keindahan.
Keindahan dalam arti
luas mengandung pengertian ide kebaikan. Keindahan dalam arti estetika
menyangkut pengalaman estetik seseorang dalam hubungannya dengan segala sesuatu
yang diserapnya. Keindahan dalam arti terbatas mempunyai arti yang lebih
disempitkan sehingga hanya menyangkut benda-benda yang dapat diserap
dengan Indera Penglihatan, yakni berupa keindahan bentuk dan warna.
Nilai Estetik menurut Teori The Liang Gie menjelaskan
bahwa, pengertian keindahan dianggap sebagai salah satu jenis nilai seperti
halnya nilai moral, nilai ekonomi, nilai Pendidikan, dan sebagainya.
Keserasian berasal dari kata serasi, serasi dar i
kata dasar Rasi artinya cocok, sesuai, atau kena benar . Kata cocok,
sesuai atau kena benar mengandung unsur pengertian perpaduan, ukuran dan
seimbang.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apakah Keindahan Itu ?
2.
Apa Nilai Estetika Itu?
3.
Apa Sebab Manusia Menciptakan Keindahan ?
BAB II
KONSEPSI TEORI
A.
PENGERTIAN
KEINDAHAN
Keindahan berasal dari kata indah, artinya bagus, permai, cantik,
molek, dan sebaginya. Keindahan identik dengan kebenaran. Keindahan adalah
kebenaran dan kebenaran adalah keindahan. Keduanya mempunyai nilai yang sama,
yaitu abadi dan mempunyai dayatarik yang selalu bertambah, yang tidak
mengandung kebenaran berarti tak indah.[1] Pengertian
keindahan secara luas dibedakan menjadi:
1. Keindahan
dalam arti luas mengandung pengertian sesuatu yang baik, indah dan juga
menyenangkan baik dari segi manapun. Pengertian keindahan seluas-luasnya
meliputi:
a.
Keindahn seni
b.
Keindahan alam
c.
Keindahan moral
d.
Keindahan intelektual
2. Keindahan
dalam arti estetika murni menyangkut pengalaman estetika seseorang dalam
hubungannya dengan segala sesuatu yang diserapnya.
3. Keindahan
dalam arti yang terbatas mempunyai arti yang lebih disempitkan sehingga
hanya menyangkut benda-benda yang dapat
diserap oleh penglihatan: yakni berupa keindahan bentuk dan warna.
Keindahan
adalah sesuatu yang menyenangkan bilamana dilihat. Ada yang membedakan antara
nilai subjektif dan objektif, atau ada yang membedakan nilai perseorangan dan
nilai kemasyarakatan. Akan tetapi, penggolongan yang penting ialah nilai
ekstrinsik dan intrinsik.
1.
Nilai Ekstrinsik dan Nilai Instrinsik
Nilai ekstrinsik adalah sifat yang baik
dari suatu benda sebagai alat atau sarana untuk hal lainnya, yakni nilai yang
bersifat sebagai alat atau pembantu. Nilai intrinsik adalah sifat baik dari
benda yang bersangkutan, atau sebagai tujuan ataupun demi kepentingan benda
tersebut.
Keindahan itu pada dasarnya adalah
alamiah sedangkan alam adalah ciptaan Tuhan. Ini berarti bahwa keindahan adalah
ciptaan Tuhan. Alamiah memiliki arti wajar, tidak berlebihan tidak pula kurang.
Kalau wanita dalam lukisan lebih cantik dari pada keadaan sebenarnya, justru
tidak indah. Bila ada pemain drama yang berlebihan-lebihan, misalnya marah
dengan meluap-luap padahal kesalahan kecil, atau karena kehilangan sesuatu yang
tak berharga kemudian menangis meraung-raung, itu berarti tidak alamiah.[2]
Ciri-ciri keindahan menyangkut kualita
hakiki adalah segala benda yang mengandung kesatuan (unity), keselarasan
(harmoni), kesetangkupan (symmetry), keseimbangan (balance), dan pertentangan
(contrast). Dari ciri-ciri itu timbul kesimpulan, bahwa keindahan tersusun dari
keselarasan dan pertentangan garis, warna, bentuk, nada, dan kata-kata.
Nilai berarti kebenaran (worth) atau kebaikan
(goodness). Nilai ekstrinsik adalah sesuatu realita psikologis yang harus
dibedakan secara tegas dari kegunaan karena terdapat pada jiwa manusia dan
bukan pada benda itu sendiri. Ada yang membedakan nilai ini sebagai nilai
subjektif dan nilai objektif atau nilai
perseorangan dengan nilai kemasyarakatan. Penggolongan yang lebih penting ialah
nilai ekstrinsik dan nilai intrinsik. Nilai ekstrinsik dipandang dari bendanya,
sedangkan nilai instrinsik dari isinya.[3]
Pada dasarnya keindahan ini sangat dibutuhkan
pada kehidupan manusia, karena dengan adanya keindahan ini, hidup kita menjadi
lebih bermakna. Contohnya: hidup kita membutuhkan
sensasi
berupa hiburan, kesenian budaya dan sebagainya. Tetapi dalam kehidupan kita ini
sangat jauh sekali dengan terwujudnya seni kebudayaan. Seakan seni budaya ini
semakin terlupakan, dan lebih mementingkan, budaya-budaya diluar Indonesia,
sehinnga budaya di Indonesia semakin punah dan tidak ada yang mengembangkannya.
2.
Nilai Estetika
Kata estetika berasal dari kata
Aesthesis yang artinya perasaan atau sensitivitas, karena
memang pada awalnya pengertian ini berhubungan dengan lidah dan perasaan. Dalam
pengertian teknis, Estetika adalah ilmu keindahan atau ilmu yang
mempelajari keindahan, kecantikan secara umum. Pengertian ini berdasarkan
kepada, bila kita memandang sesuatu obyek
dan obyek itu dapat memberikan rasa senang, puas dan sebagainya yang sejalur
dengan kata tersebut, maka dapat dikatakan obyek yang dipandang itu mengandung
keindahan. Dalam perkembangannya, pengertian ini, kemudian berubah meluas, tidak
lagi berkaitan dengan lidah dan
perasaan, tetapi berhubungan dengan pikiran, etika dan logika.
Teori The Liang Gie menjelaskan
bahwa, pengertian keindahan dianggap sebagai salah satu jenis nilai seperti
halnya nilai Moral, nilai Ekonomi, nilai Pendidikan, dan sebagainya. Nilai yang
ber hubungan dengan segala sesuatu yang tercakup dalam pengertian keindahan
disebut Nilai Estetik.
Masalah
sekarang ialah: apakah Nilai Estetik. itu? Dalam bidang filsafat, istilah nilai
sering kali dipakai suatu kata benda abstrak yang berarti keber hargaan (Worth) atau kebaikan
(Goodness). Dalam “Dictionary Of
Sociology And Related Science” diberikan rumus
tentang nilai sebagai berikut : “Kemampuan yang
di anggap ada pada suatu benda yang dapat memuaskan keinginan
manusia. Sifat dari suatu benda yang menarik minat seseorang atau suatu
kelompok”.
Hal
itu berarti, bahwa nilai ini adalah semata-mata adalah realita
psikologi yang harus di bedakan secara tegas dari kegunaan, karena terdapat
dalam jiwa manusia dan bukan pada hendaknya itu sendiri. Nilai itu (oleh orang)
dianggap terdapat pada suatu benda sampai terbukti letak kebenarannya. Tentang nilai itu ada yang
membedakan antara nilai subjektif dan objektif, atau
ada yang membedakan nilai perseorangan dan nilai. kemasyarakatan. Tetapi
penggolongan yang penting ialah : Nilai Ekstrinsik dan Nilai
Instrinsik.
Nilai Ekstrinsik adalah sifat baik dari suatu benda
sebagai alat atau sarana untuk sesuatu hal lainnya (instrumental/ Contributory value), yakni nilai yang bersifat sebagai alat atau
membantu. Nilai Instrinsik adalah sifat baik dari benda yang bersangkutan,
atau sebagai suatu tujuan, ataupun demi
kepentingan benda itu sendiri.
Contoh :
1.
Puisi bentuk puisi yang terdiri dari bahasa, diksi, baris,
sajak, irama, itu disebut nilai ekstrinsik. Sedangkan pesan yang ingin
disampaikan kepada pembaca melalui (alat benda) puisi itu disebut Nilai
Intrinsik.
2.
Tari, tarian Kecak dari Bali suatu tarian yang halus segala macam
jenis pakaian dan gerak- geriknya. Dan merupakan nilai ekstrinsik.
Gambar 1 : Tar i Kecak,
mengandung nilai Ekstrinsik dan Instrinsik
3.
Sebab Manusia Mencipta Keindahan
Keindahan itu
pada dasarnya adalah alamiah. Alam itu ciptaan Tuhan. Ini berarti bahwa
keindahan itu ciptaan Tuhan. Alamiah itu artinya wajar, tidak berlebihan tidak
pula kurang. Kalau pelukis wanita lebih cantik dari keadaan sebenarnya, justru
tidak indah. Karena akan ada ucapan “ lebih cantik dari warna aslinya” . Bila
ada pamain drama yang berlebih-lebihan, misalnya marah dengan meluap-luap
padahal kesalahan kecil, atau karena kehilangan sesuatu yang
tak berharga kemudian menangis meraung-raung, itu berarti tidak alamiah.
Dibawah ini adalah alasan dan tujuan manusia menciptakan keindahan :
a.
Tata nilai yang telah usang
Tata nilai yang sudah tidak sesuai
dengan kondisi dan keadaan pada zaman sekarang, sehingga dirasakan sebagai
hambatan yang dapat merugikan nilai- nilai kemanusiaan dan dipandang sebagai
hak- hal dapat mengurangi nilai moral bermasyarakat, sehingga bisa dikatakan tidak
indah.
b.
Kemerosotan zaman
Keadaan yang merendahkan derajat dan
nilai kemanusiaan ditandai dengan kemerosotan moral. Kemerosotan moral dapat
diketahui dari tingkah laku dan perbuatan bejat terutama dari segi kebutuhan
seksual. Kebutuhan seksual ini dipenuhinya tanpa menghiraukan ketentuan-
ketentuan agama dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Yang demikian itu tidak baik, yang tidak baik itu
tidak indah.
c.
Penderitaan
Manusia
Penderitaan merupakan hal yang pernah dialami semua
orang, dan hal ini merupakan resiko hidup manusia, yang diberikan oleh Tuhan
agar manusia sadar untuk tidak menjauh dari Nya. Walaupun penderitaan adalah resiko
hidup manusia, tapi hampir semua orang menyukai adanya penderitaan, dan
menganggap penderitaan merupakan hal yang tidak baik, yang tidak baik itu tidak indah.
d.
Keagungan Tuhan
Keindahan merupakan anugerah yang diberikan oleh manusia
dan maka dari itu kita sebagai manusia wajib mensyukurinya, dan sebagian dari
kita mengungkapkan rasa syukur tersebut dalam bentuk karya seni, seperti
melukis pemandangan, yang merupakan hasil karya seni yang Agung yang
diciptakan oleh Allah untuk kita sebagai hambanya.
B.
MAKNA KEINDAHAN
Menjawab
pertanyaan sekitar apa itu keindahan, boleh jadi merupakan pekerjaan yang
sulit. Ini kalau yang dituntut jawaban yang bisa memuaskan semua pihak. Karena
keindahan intu bersifat relatif, dan tiap orang mempunyai penilaian yang
berbeda-beda.
Kesulitan semacam itu memang bisa dimengerti oleh karena sampai sekarang ini
bisa kita temukan sebagai batasan atau pengertian tentang keindahan yang
celakanya, berbeda satu
sama lain. Padahal, yang namanya keindahan itu secara
akademis sudah dikaji manusia sejak abad ke delapan belas, pada saat para
filsuf banyak tertarik untuk mengembangkan estetika, salah satu cabang dari
filsafat yang tidak lain berbicara soal keindahan.
Beberapa definisi keindahan berdasarkan pendapat para
ahli antara lain menjelaskan (Gie, 1996 : 13- 14) :
a.
Mortiner Adler
Sifat dari
suatu benda yang memberi kita kesenangan yang tidak berkepentingan yang kita
bisa memperolehnya
semata-mata
dari memikirkan atau melihat benda
individual itu sebagaimana adanya.
b.
Thomas Aqui nas
Sesuatu yang
menyenangkan ketika dilihat. Aristoteles, selain yang baik juga adalah Menyenangkan.
c. Ch ar l es J. Bu
sh el l
Kualitas yang
mendatangkan penghargaan yang mendalam tentang bebagai nilai atau ideal yang
membangkitkan semangat.
d.
Samuel Coler idge
Keindahan
adalah perpaduan dari sesuatu yang baik bentuknya dengan yang bertenaga hidup.
Kini studi estetika sebagai ilmu yang dipelajari bukanlah cara untuk menikmati
keindahan, tetapi usaha untuk memahami keindahan. Walaupun rasa keindahan bersifat subyektif,
bergantung kepada rasa perseorangan.
Secara keilmuan dapat diobjektifkan, Sekedar penguat
konstatasi diatas, baik juga dilihat beberapa persepsi tentang
keindahan berikut ini :
a.
Tol stoy
Keindahan adalah
sesuatu yang mendatangkan rasa menyenangkan bagi yang melihat Baumgarten. Keindahan adalah keseluruhan yang merupakan
susunan yang
teratur dari bagian- bagian yang saling berhubungan satu sama lain, atau dengan
keseluruhan itu
sendiri. Atau, “ Beauty is an order of parts in their manual relations and in
an relation to the whole”.
b.
Shaftesbury
Keindahan adalah suatu yang dapat
mendatangkan rasa senang yang indah
adalah yang memiliki proporsi yang harmonis. Karena proporsi yang
harmonis itu nyata, maka keindahan itu dapat disamakan dengan kebaikan. Jadi
yang indah adalah nyata dan yang nyata adalah yang baik. 2
c.
David Hume Hamsterhuis
Keindahan adalah suatu yang dapat mendatangkan rasa senang. Yang indah
adalah yang paling banyak mendatangkan rasa senang, dan itu adalah yang dalam waktu
sesingkat- singkatnya paling banyak memberikan pengalaman yang
menyenangkan.
d.
Kahlil Gibr an
Keindahan
adalah sesuatu yang menarik jiwamu. Keindahan adalah cinta yang tidak
memberi namun Menerima.
e.
Winchelmann
Keindahan dapat terlepas sama
sekali dari kebaikan.
f.
Sulzer
Yang indah
hanyalah yang baik. Jika belum baik ciptaan itu belum indah. Keindahan harus
dapat memupukan rasa
moral. Jadi ciptaan- ciptaan yang moral tidak bisa dikatakan indah, karena
tidak dapat digunakan untuk memupuk moral.
Selain
dari pengertian keindahan tersebut di atas terlalu sayang kalau tidak kita
lihat pendapat Emmanuel Kant berikut ini : Menurut Kant, keindahan itu bisa di
lihat dari 2 segi, yaitu dari segi arti yang Subjektif dan dari segi arti yang
Objektif. Dari segi arti subjektif keindahan dikatakan sebagai sesuatu yang tanpa harus
direnungkan ataupun disangkut-pautkan dengan kegunaan-kegunaan praktis sudah
bisa mendapatkan rasa senang pada diri si penghayat; sebagai keserasian yang
dikandung objek sejauh objek tersebut tidak ditinjau dari segi gunanya.
Dengan
melihat demikian beragamnya pengertian keindahan, dan kita harus percaya bahwa
yang di atas itu hanyalah sebagian kecil, boleh jadi akan mengecewakan kita
yang memuaskan. Namun demikian, dari ber- bagai pengertian yang ada,
sebenarnya, kita bisa menempatkannya dalam kelompok-kelompok pengertian
tersendiri, paling tidak kita bisa menangkap arah atau kecenderungan dari suatu
penger tian yang dikemukakan seseor ang sesuai dengan pengelompokan seseorang
sesuai dengan pengelompokan- pengelompokan yang ada.
Pengelompokan-pengelompokan yang bisa
kita buat adalah sebagai berikut :
1.
Pengelompokan pengertian keindahan berdasar pada titik
pijak atau landasannya. Dalam hal ini ada 2 pengertian keindahan, yaitu yang
bertumpu pada objek dan subjek. Yang pertama, yaitu yang bertumpu Keindahan
Objektif, adalah
keindahan yang memang ada pada objeknya sementara kita sebagai pengamat harus
menerima sebagaimana mestinya. Sedangkan yang kedua, yang disebut Keindahan
Subjektif adalah keindahan yang biasanya ditinjau dari segi subjek yang melihat
dan menghayatinya. Disini keindahan diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat
menimbulkan rasa senang pada diri si penikmat dan penghayat (Subjek) tanpa
dicampuri keinginan–keinginan yang bersifat praktis, atau kebutuhan-kebutuhan
pribadi si penghayat.
2.
Pengelompokan pengertian keindahan dengan berdasar pada
cakupannya. Bertitik tolak dari landasan ini kita bisa membedakan antara keindahan
sebagai kualitas abstrak dan keindahan sebagai sebuah benda tertentu yang
memang indah. Perbedaan semacam ini lebih tampak, misalnya dalam penggunaan
bahasa inggris yang mengenalnya istilah “Beauty untuk keindahan yang pertama, dan isitilah The beautiful untuk
pengertian yang
kedua, yaitu
benda atau hal- hal ter tentu yang memang indah.
3.
Pengelompokan pengertian keindahan berdasar luas-sempitnya.
Dalam pengelompokan ini kita bisa membedakan antara pengertian keindahan dalam arti luas, dalam arti estetik murni, dan
dalam arti yang terbatas.
Dari apa yang
dikemukakan di atas, dua hal bisa kita petik, yaitu : Pertama, keindahan
menyangkut persoalan filsafati, sehingga jawaban terhadap apa itu keindahan
sudah barang tentu bisa bermacam- macam. Kedua, keindahan sebagai pengertian
mempunyai makna relatif, yaitu sangat tergantung kepada subjeknya.
Secara
demikian, upaya memperoleh pengertian yang jernih tentang keindahan tidak bisa
hanya bertumpu pada definisi-definisi yang bersifat perorangan. Kendatipun
dikemukakan seorang filsuf sekalipun. Langkah yang barangkali, bisa membantu
adalah dengan mencoba menemukan ciri-ciri umum dari keindahan, baik yang ada
pada semua benda ataupun semua kualis. Dalam hubungan ini Herbert Read pernah
mengemukakan, bahwa “Keindahan adalah suatu kesatuan hubungan formal
dari pengamatan kita yang dapat menimbulkan rasa senang”.
Keindahan itu
merangsang timbulnya rasa senang tanpa pamrih dalam diri subjek yang
melihatnya, serta bertumpu pada ciri-ciri dari objek yang sesuai dengan rasa
senang itu sendiri. Kalau kita amati pemikiran Read tersebut, boleh jadi
timbul kesan bahwa itulah pemikiran yang paling mendekati kebenaran. Akan
tetapi kalau kita amati dengan lebih mendalam lagi, tampak bahwa konsep Herbert Read terlalu
bertumpu pada aspek sensual atau jasmaniah, dan kurang memberikan porsi pada
objek yang diamati atau yang dimiliki keindahan itu sendiri. Padahal, yang
namanya keindahan itu
tidak hanya merupakan perpaduan pengamatan batiniah.
Pengertian keindahan tidak hanya
terbatas pada kenikmatan penglihatan semata-
mata, tetapi lebih dalam dari itu, juga merupakan
perpaduan pengamatan batiniah. Itulah sebabnya Al - Ghazali memasukkan
nilai-nilai spiritual, moral dan agama sebagai unsur-unsur keindahan. Disamping
sudah barang tentu unsur- unsur yang lain .
Dari apa yang
dikemukakan diatas, satu kenyataan sekali lagi menghadang kita, bahwa sulit
untuk memberikan jawaban yang memuaskan atas pernyataan apa itu keindahan?
itulah sebabnya dalam estetika modern orang lebih suka berbicara keindahan
dengan mengaitkan pada dunia seni dan pengalaman estetik. Ini tidak lain
disebabkan karena seni dan pengalaman estetik bukanlah pengalaman yang abstrak,
melainkan gejala konkrit yang dapat ditelaah dengan pengamatan secara empirik ataupun
melalui penguraian yang sistematik.
C.
MANUSIA DAN KEINDAHAN
Akal dan budi
merupakan kekayaan manusia yang tidak dimiliki oleh makhluk lain. Oleh akal dan
budi manusia memiliki kehendak atau keinginan pada manusia ini tentu saja
berbeda dengan “kehendak atau keinginan” pada hewan karena keduanya timbul
dari sumber yang berbeda kehendak atau keinginan pada manusia bersumber dari
akal dan budi, sedangkan kehendak dan keinginan pada hewan
bersumber dari naluri.
Sesuai dengan
sifat kehidupan yang jasmani dan rohani, maka kehendak dan keinginan manusia
itu pun bersifat demiikian. Jumlahnya tak terbatas. Tetapi jika dilihat dari
tujuannya, satu hal sudah pasti yakni, untuk menciptakan kehidupan yang
menyenangkan, yang memuaskan hatinya. Sudah bukan rahasia lagi bahwa yang mampu
menyenangkan atau memuaskan hati setiap manusia itu tidak lain adalah sesuatu
yang “Baik”, yang “Indah”. Maka “Keindahan” pada
hakikatnya merupakan dambaan setiap manusia, karena dengan keindahan itu
manusia merasa nyaman hidupnya. Melalui suasana keindahan itu peraasaan “ (ke)- manusia-(annya)” tidak
ter ganggu.
Keindahan yang
bersifat jasmani yang dimaksudkan ialah keindahan yang dapat “menyenangkan”
atau “memuaskan“ indera manusia, baik indera penglihatan maupun indera
pendengaran. Keindahan yang bersifat rohani dimaksudkan keindahan yang dapat “
menyenangkan” atau “ memuaskan“ batin manusia. Tetapi perlu segera dipahami
bahwa walaupun secara material keduanya dapat dibedakan, secara Esensial keduanya
tidak dapat dipisahkan, karena pada akhirnya “ Unsur kemanusiaan” itulah yang
harus menjadi penentunya. Sebuah lukisan yang secara lahiriah “menyenangkan”
tetapi jika “batin” manusia menolaknya karen lukisan itu dapat ”merusak” . Kemanusiaan
manusia, maka lukisan itu tidak berhak disebut indah.
Kodrat manusia
selalu mendambakan sesuatu yang baik, yang dapat menyempurnakan kemanusiaannya.
Disadari atau tidak setiap manusia tidak senang terhadap sesuatu yang jorok,
yang tidak baik, dan yang merendahkan martabatnya. Karena itu “Kei ndahan” bagi
manusia sebenarnya bukan sekedar sesuatu yang menjadi “ harapannya“ melainkan
merupakan sesuatu yang“ harus diusahakan adanya salah satu definisi yang paling
dikenal adalah hasil pemikiran penyair romantik Inggris, John Keats. Dibukunya yang
ditulis tahun 1817, Endymion, terapat definisi tentang Keindahan semacam ini : “Sesuatu yang indah adalah kegembiraan selama-lamanya.
Kemolekannya bertambah, dan takkan
pernah menuju ketiadaan” .
Gambar 1: John Keats
Pengusung konsep “ Endymion”
Persepsi
manusia terhadap keindahan antara yang satu dengan yang lain itu tidak sama.
Sebab per- sepsi manusia terhadap keindahan sangat ditentukan oleh daya
penggerak yang menjadi sumber kehendak atau keinginan terhadap keindahan itu
sendiri. Persepsi keindahan yang muncul dari akal dan budi dapatlahdisebut
keindahan alam arti yang sebenarnya, sedangkan keindahan yang muncul dalam
dorongnan nafsu merupakan Keindahan Semu. Keindahan seperti itu tentu saja
tidak akan diterima oleh “Kemanusiaan manusia” yaitu akal dan budi, karena
keindahan seperti itu bukannya untuk menyempurnakan “Kemanusiaan
manusia” , melainkan
justru sebaliknya.
Berbicara
tentang keindahan tak akan lepas dari pengertian Objektif maupun Subjektif.
Artinya ada Keindahan Objektif dan Keindahan Subjektif. Secara asasi keindahan
Objektif, ada pada sesuatu benda atau barang. Sifatnya abadi dan universal,
selama benda itu belum berubah dari keadaan semula. Keindahan yang abadi tidak
terikat oleh waktu dan perkembangan mode. Disenangi atau tidak ia tetap ada.
Keindahan objektif tidak tergantung kepada asas kegunaan (Manfaat) lahiriah ataupun yang bersifat
material.
Keindahan
subjektif sangat bergantung kepada selera perorangan, karena sangat relatif. Ia
bersumber dari asas kegunaan benda tadi bagi masing- masing individu. Jadi
sangat relative, Artinaya sebuah benda sangat bermanfaat bagi seseorang, namun
bagi orang lain tidak berguna, bahkan mungkin sangat tidak disenangi.
Menurut John Keats, keindahan
objektif disamakan dengan kebenaran. Keindahan adalah kebenaran, dan kebenaran
adalah keindahan. Sebab keduanya memiliki nilai yang sama, yaitu Universal dan Abadi.
Disamping itu juga mempunyai daya tarik yang selalu bertambah jelasnya tidak
ada keindahan jika tidak mengandung kebenaran, dan yang tidak mengandung kebenaran
tidak indah.5
Supaya orang
tidak terjerumus kedalam “keindahan semu” maka orang itu selalu mempertemukan
keindahan subjektif dengan keindahan objektif. Orang itu harus berupaya
mempertemukan selera atau minat orang yang bersangkutan dengan selera atau
minat akal budinya. Seseorang disebut sebagai orang yang berpribadi mulia, bila
orang tadi memiliki rasa keindahan atau minatnya terhdap keindahan cenderung
kepada keindahan objektif. Orang yang seperti itu segala prilakunya akan baik
pula, seperti sabda Nabi Muhammad SAW : “ Dalam tubuh manusia itu ada
segumpal daging. Manakala segumpal daging itu baik, maka akan baiklah jasad
manusia itu seluruhnya. Tetapi manakala segumpal daging itu tidak baik maka
akan menjadi tidak baiklah jasad manusia itu seluruhnya. Segumpal daging yang
dimaksud adalah hati”.
Cara mengusahakan
supaya rasa keindahan atau minat terhadap keindahan itu cenderung kepada
keindahan objektif, tidak lain melatih mendengarkan “ bisikan” akal dan budi
tersebut; sebab pada akal dan budi itulah sesungguhnya letak “
kemanusiaan” .
Akal dan budi
itu sesungguhnya selalu mengajak kepada manusia kearah perbuatan yang baik,
indah, dan yang benar. Manusia yang tidak senang akan kebaikan, keindahan, dan
kebenaran serta tidak berusaha menciptakannya, orang itu sudah
kehilangan predikat manusia lagi. Baiklah jasad manusia itu seluruhnya.
Tetapi manakala segumpal daging itu tidak baik maka akan menjadi tidak baiklah
jasad manusia itu seluruhnya. Segumpal daging yang dimaksud adalah hati.
D. KESERASIAN
Keser asian
ber asal dar i kata ser asi ser asi dar i kata dasar Rasi ar tinya cocok, sesuai,
atau kena benar . Kata cocok,
sesuai atau kena benar
mengandung unsur pengertian
perpaduan, ukuran dan seimbang. Perpaduan misalnya orang berpakaian antara kulit dan warnanya
yang dipakai cocok.
Sebaliknya orang hitam
memakai warna hijau,
tentu makin hitam. Warna hijau pantas dipakai
oleh orang berkulit kuning. Atau ke pasar
menggunakan pakaian pesta,
atau sebaliknya berpesta
menggunakan pakaian santai, dan
lain-lain. Hal seperti ini
tentu tidak serasi dan
kur ang cocok, kurang
kena. Dan
tentu akan dikatakan oleh setiap orang “ Sayang” atau kata-kata
lain yang menunjukkan kekecewaan. Oleh karena
yang memandang
itu merasa kecewa dengan adanya hal yang kurang serasi .
Dalam memadu
rumah dan halaman, rumah yang bagus dengan halaman luas dan tersusun rapi
dengan bunga-bunga yang indah, orang akan memuji keserasian
itu. Tetapi sebaliknya, rumah yang bagus yang tidak mempunyai halaman tentu
orang akan mengatakan “ Sayang” . Jadi dalam hal memadu rumah dan halaman itu ada unsur ukuran- ukuran yang seimbang.
Dalam berpakaian
sangat diutamakan keserasian warna dan bentuk serta potongan tubuh. Atau dapat
juga kita kagum atas kecantikan wanita dan kecakapan pria pada waktu duduk.
Setiap orang melihat terheran-heran melihat wajahnya. Hampir semua mata
memandang ke arah wanita atau pria yang dikagumi semua yang hadir itu. Tetapi
setelah berdiri, semua orang mengeluh “Sayang”, karena tinggi orang itu tidak sesuai
dengan harapan kita, ternyata terlalu pendek hal seperti itu juga menyatakan ukuran.
Lagu merupakan
pertentangan suara tinggi-rendah, panjang-pendek, keras-lembut
yang terpadu begitu rupa, sehingga telinga kita dibuat asyik mendengarkan dan
hati kita merasa puas. Tetapi apabila terjadi sekonyong-konyong suara yang
seharusnya menurut rasa kita menanjak justru kebalikannya, kita tentu akan
kecewa. Dalam hal lagu, irama yang indah itu merupakan pertentangan yang serasi.4
BAB III
STUDI KASUS
Keberadaan
Gelandangan dan Pengemis di Kota Malang
Pemerintah
daerah kota Malang, selalu berusaha untuk menciptakan keindahan
dan kebersihan kota sebaik dan semaksimal mungkin, hal tersebut dilakukan untuk
menciptakan nama baik untuk keindahan dan kebersihan
wilayah kota. Banyak hal yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk melaksanakan program-program mengenai keindahan
dan kebersihan kota, dalam hal ini pemerintah kota Malang khususnya dikenal
sebagai kota pendidikan, pariwisata, dan industri secara terus-menerus
melakukan inovasi-inovasi dalam meningkatkan keindahan
dan kebersihan kota, keberadaan gelandangan dan pengemis merupakan salah satu
faktor yang dapat berpengaruh terhadap eksistensi[4] kebersihan
dan keindahan kota, hal tersebut disebabkan pola hidup mereka yang menyimpang
dari norma-norma yang berlaku di masyarakat, hal tersebut dapat dilihat
dari kharakteristik umum dan pribadi gelandangan dan pengemis, sehingga
keberadaanya membuat resah pemerintah setempat dan
masyarakat di sekitarnya karena mereka mendirikan bangunan dan rumah-rumah kumuh di pinggir kali, kolong jembatan, dan pemakaman umum, terminal, pasar dan tempat umum lainnya, sehingga dapat mengganggu eksistensi keindahan dan kebersihan kota.
masyarakat di sekitarnya karena mereka mendirikan bangunan dan rumah-rumah kumuh di pinggir kali, kolong jembatan, dan pemakaman umum, terminal, pasar dan tempat umum lainnya, sehingga dapat mengganggu eksistensi keindahan dan kebersihan kota.
Penelitian
tentang efektifitas program pemerintah kota Malang dalam upaya penertiban
kebersihan dan keindahan kota, menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, yaitu pendekatan yang mengarah pada metode deskriptif,
sehingga prosedur penelitian dalam metode ini menggunakan pengamatan
terhadap gejala-gejala dan peristiwa dari kondisi aktual dimasa sekarang, dan
teknik pengumpulan data dalam penelitian, pemerintah kota Malang mengeluarkan
kebijakan berupa Perda No. 05 Tahun 2001 yang bertujuan untuk mengatur ketertiban
dan kebersihan kota, tetapi perda tersebut tidak mengatur secara khusus
mengenai keberadaan gelandangan dan pengemis, Perda tersebut masih bersifat
umum, dengan alasan masalah gelandangan dan pengemis
masih dapat teratasi dan belum memberikan ancaman dalam skala besar terhadap
eksisitensi kebersihan dan keindahan kota, selain itu pemerintah kota Malang juga mengeluarkan Surat Keputusan Walikota Malang No. 367 Tahun 2005, tentang komite penanganan masalah kesejahteraan sosial, yaitu dengan cara memberikan pembinaan, rehabilitasi[5] dan juga mereka dididik dan dibekali keterampilan-keterampilan khusus untuk membantu mereka dalam mencari penghasilan, namun dalam pelaksanaan program-program tersebut membutuhkan dana yang cukup besar, hal tersebut merupakan kendala utama dalam penanggulangan para gelandangan dan pengemis di kota Malang,
sehingga pelaksaanan program-program tersebut tidak berjalan secara maksimal, untuk itu serangkaian program-program yang dijalankan oleh pemerintah daerah kota Malang dalam upaya penertiban gelandangan dan pengemis tidak berjalan secara efektif.
masih dapat teratasi dan belum memberikan ancaman dalam skala besar terhadap
eksisitensi kebersihan dan keindahan kota, selain itu pemerintah kota Malang juga mengeluarkan Surat Keputusan Walikota Malang No. 367 Tahun 2005, tentang komite penanganan masalah kesejahteraan sosial, yaitu dengan cara memberikan pembinaan, rehabilitasi[5] dan juga mereka dididik dan dibekali keterampilan-keterampilan khusus untuk membantu mereka dalam mencari penghasilan, namun dalam pelaksanaan program-program tersebut membutuhkan dana yang cukup besar, hal tersebut merupakan kendala utama dalam penanggulangan para gelandangan dan pengemis di kota Malang,
sehingga pelaksaanan program-program tersebut tidak berjalan secara maksimal, untuk itu serangkaian program-program yang dijalankan oleh pemerintah daerah kota Malang dalam upaya penertiban gelandangan dan pengemis tidak berjalan secara efektif.
Dengan
tolak ukur bahwa target dan sasaran dari program-program tersebut tidak maksimal,
hal tersebut terbukti dengan jumlah gelandangan dan pengemis dari tahun 2006 sampai
dengan tahun 2009 terus mengalami perkembangan yaitu pada tahun 2006 berjumlah
277 orang, 2007 berjumlah 320 orang, tahun 2008 berjumlah 378 orang, tahun 2009
berjumlah 391 orang dan tahun 2010 berjumlah 431 orang. tidak adanya penurunan jumlah
gelandangan dan pengemis secara signifikan[6],
walapun program-program tersebut
sudah di implementasikan[7].
sudah di implementasikan[7].
BAB IV
ANALISA,
SOLUSI, KESIMPULAN
1.
Analisa
Bahwa keindahan
merupakan sebagian dari kebudayaan. Keindahan adalah kebenaran dan kebenaran
adalah keindahan. Dari studi kasus diatas tentang keberadaan gelandangan di
kota Malang, mengakibatkatkan kota Malang ini menjadi tidak ibdah lagi
dikerenakan banyaknya pengemis yang berada dijalan semakin bertambah disetiap
tahunnya.
2.
Solusi
Perlu adanya kesadaran dari pemerintah untuk menindaklanjuti tentang
keberadaan gelandangan (pengemis) dengan mendirikan rumah-rumah untuk
menampung para gelandangan (pengemis)
yang berada dikota Malang, sehingga kota malang ini akan menjadi indah kembali,
dengan cara memberikan pembinaan, rehabilitasi dan juga mereka dididik dan
dibekali keterampilan-keterampilan khusus untuk membantu mereka dalam mencari
penghasilan, namun dalam pelaksanaan program-program tersebut membutuhkan dana
yang cukup besar, hal tersebut merupakan kendala utama dalam penanggulangan
para gelandangan dan pengemis di kota Malang.
3.
Kesimpulan
Bahwa
pemerintah kota malang bertujuan untuk mengatur kebersiahan dan keindahan kota,
akan tetapi tujuan tersebut tidak terlaksana, tujuan pemerintah untuk menengani
masalah social tersebut masih belum bisa karena hal tersebut membutuhkan dana
yang cukup besar sehingga itu termasuk kendala utama dalam penanggulangan
gelandangan (pengemis) dikota malang, akibat dari tidak terlaksananya
penanggulangan tersebut, kota malang masih saja dihujani gelandangan (pengemis)
sehingga hal tersebut membuat pemandangan kota malang ini menjadi tidak indah.
[1] Drs. Mawardi-Ir. Nur
Hidayati, Ilmu Budaya Dasar ,
(Durakarta : CV. Pustaka Setia, 2000), hal 157
Drs.
Suyadi MP, Ilmu Budaya Dasar,
(Durakarta :CV. Pustaka Setia, 2000), hal
161
dalam M. Habib
Mustopo (Ed). Manusia dan Budaya, Usaha Nasional, Surabaya, 1983, hal. 112-114
[4] Yang dimaksud eksistensi
adalah keberadaan; wujud (yang tampak); adanya; sesuatu yang membedakan antara
suatu benda dengan benda lain.
[5] Yang dimaksud dengan
Rehabilitasi adalah pemulihan (perbaikan/ pembetulan) seperti sediakala;
pengembalian nama baik secara hukum; pembaruan kembali.
No comments:
Post a Comment