Friday, December 12, 2014

Manusia Menciptakan Keindahan




KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, serta kebaikan kepada kita semua. Para penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Makalah ini dibuat untuk melengkapi Tugas Mata Kuliah Ilmu Budaya Dasar semester I.
Tak lupa penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga
kepada :
1.              Kedua Orang Tua Para Penyusun serta keluarga atas dukungan moril yang diberikan kepada para penyusun. Juga doa yang selalu dipanjatkan agar makalah ini ter selesaikan dengan baik.
2.              Kepada Ibu Ni’matuz Z, M. Si selaku Dosen mata kuliah Ilmu Budaya Dasar, yang dengan sabar mengajar kan kami .
Dalam pembuatan makalah ini para penyusun menyadari bahwa makalah ini kurang sempurna. Karena itu para penyusun berharap Bapak dan Ibu dosen dapat memakluminya. Terima kasih.


Malang,     Oktober 2010


Para Penyusun
                         



DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar           …………………………………………………………….
Daftar  Isi        …………………………………………………………………….
BAB I PENDAHULUAN    
1.1  Latar Belakang Masalah   …………………………………………………….
1.2  Rumusan Masalah …………………………………………………………….
BAB  II  KONSEPSI TEORI
A.  PengertianKeindahan                      ..…….…………………………………………………….
1.  Nilai Ekstrinsik dan Nilai Instrinsik                    …………………………………………
2.  Nilai Estetika                   ..…………………………………………………………..
B.  MaknaKeindahan     ……..…………………………………….…...……………………
C.  Manusia dan Keindahan               ..…………………………………………………………..
D.  Keserasian                        ……………………………………………………………………
BAB III STUDI KASUS

Daftar Pustaka              ……………………………………………………………………………











BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
Ditinjau dari segi bahasa Keindahan berasal dari kata indah, diartikan sebagai keadaan yang enak dipandang, cantik, bagus benar atau elok. Keindahan identik dengan kebenaran. Keindahan adalah kebenaran, dan kebenaran adalah keindahan.
Keindahan dalam arti luas mengandung pengertian ide kebaikan. Keindahan dalam arti estetika menyangkut pengalaman estetik seseorang dalam hubungannya dengan segala sesuatu yang diserapnya. Keindahan dalam arti terbatas mempunyai arti yang lebih disempitkan sehingga hanya menyangkut benda-benda yang dapat diserap dengan Indera Penglihatan, yakni berupa keindahan bentuk dan warna.
Nilai Estetik menurut Teori The Liang Gie menjelaskan bahwa, pengertian keindahan dianggap sebagai salah satu jenis nilai seperti halnya nilai moral, nilai ekonomi, nilai Pendidikan, dan sebagainya.

Keserasian  berasal dari kata serasi, serasi dar i kata dasar Rasi artinya cocok, sesuai, atau kena benar . Kata cocok, sesuai atau kena benar mengandung unsur pengertian perpaduan, ukuran dan seimbang.


1.2  Rumusan Masalah
1.              Apakah Keindahan Itu ?
2.              Apa Nilai Estetika Itu?
3.              Apa Sebab Manusia Menciptakan Keindahan ?




BAB II
KONSEPSI TEORI
A.    PENGERTIAN KEINDAHAN
Keindahan berasal dari  kata indah, artinya bagus, permai, cantik, molek, dan sebaginya. Keindahan identik dengan kebenaran. Keindahan adalah kebenaran dan kebenaran adalah keindahan. Keduanya mempunyai nilai yang sama, yaitu abadi dan mempunyai dayatarik yang selalu bertambah, yang tidak mengandung kebenaran berarti tak indah.[1] Pengertian keindahan secara luas dibedakan menjadi:
1.      Keindahan dalam arti luas mengandung pengertian sesuatu yang baik, indah dan juga menyenangkan baik dari segi manapun. Pengertian keindahan seluas-luasnya meliputi:
a.       Keindahn seni
b.      Keindahan alam
c.       Keindahan moral
d.      Keindahan intelektual
2.      Keindahan dalam arti estetika murni menyangkut pengalaman estetika seseorang dalam hubungannya dengan segala sesuatu yang diserapnya.
3.      Keindahan dalam arti yang terbatas mempunyai arti yang lebih disempitkan sehingga hanya  menyangkut benda-benda yang dapat diserap oleh penglihatan: yakni berupa keindahan bentuk dan warna.
        Keindahan adalah sesuatu yang menyenangkan bilamana dilihat. Ada yang membedakan antara nilai subjektif dan objektif, atau ada yang membedakan nilai perseorangan dan nilai kemasyarakatan. Akan tetapi, penggolongan yang penting ialah nilai ekstrinsik dan intrinsik.


1.      Nilai Ekstrinsik dan Nilai Instrinsik
Nilai ekstrinsik adalah sifat yang baik dari suatu benda sebagai alat atau sarana untuk hal lainnya, yakni nilai yang bersifat sebagai alat atau pembantu. Nilai intrinsik adalah sifat baik dari benda yang bersangkutan, atau sebagai tujuan ataupun demi kepentingan benda tersebut.
Keindahan itu pada dasarnya adalah alamiah sedangkan alam adalah ciptaan Tuhan. Ini berarti bahwa keindahan adalah ciptaan Tuhan. Alamiah memiliki arti wajar, tidak berlebihan tidak pula kurang. Kalau wanita dalam lukisan lebih cantik dari pada keadaan sebenarnya, justru tidak indah. Bila ada pemain drama yang berlebihan-lebihan, misalnya marah dengan meluap-luap padahal kesalahan kecil, atau karena kehilangan sesuatu yang tak berharga kemudian menangis meraung-raung, itu berarti tidak alamiah.[2]
Ciri-ciri keindahan menyangkut kualita hakiki adalah segala benda yang mengandung kesatuan (unity), keselarasan (harmoni), kesetangkupan (symmetry), keseimbangan (balance), dan pertentangan (contrast). Dari ciri-ciri itu timbul kesimpulan, bahwa keindahan tersusun dari keselarasan dan pertentangan garis, warna, bentuk, nada, dan kata-kata.
Nilai berarti kebenaran (worth) atau kebaikan (goodness). Nilai ekstrinsik adalah sesuatu realita psikologis yang harus dibedakan secara tegas dari kegunaan karena terdapat pada jiwa manusia dan bukan pada benda itu sendiri. Ada yang membedakan nilai ini sebagai nilai subjektif  dan nilai objektif atau nilai perseorangan dengan nilai kemasyarakatan. Penggolongan yang lebih penting ialah nilai ekstrinsik dan nilai intrinsik. Nilai ekstrinsik dipandang dari bendanya, sedangkan nilai instrinsik dari isinya.[3]

           Pada dasarnya keindahan ini sangat dibutuhkan pada kehidupan manusia, karena dengan adanya keindahan ini, hidup kita menjadi lebih bermakna. Contohnya: hidup kita membutuhkan
sensasi berupa hiburan, kesenian budaya dan sebagainya. Tetapi dalam kehidupan kita ini sangat jauh sekali dengan terwujudnya seni kebudayaan. Seakan seni budaya ini semakin terlupakan, dan lebih mementingkan, budaya-budaya diluar Indonesia, sehinnga budaya di Indonesia semakin punah dan tidak ada yang mengembangkannya.
2.      Nilai Estetika
Kata estetika berasal dari kata Aesthesis yang artinya perasaan atau sensitivitas, karena memang pada awalnya pengertian ini berhubungan dengan lidah dan perasaan. Dalam pengertian teknis, Estetika adalah ilmu keindahan atau  ilmu  yang mempelajari keindahan, kecantikan secara umum. Pengertian ini berdasarkan kepada, bila kita memandang  sesuatu obyek dan obyek itu dapat  memberikan  rasa senang, puas dan sebagainya yang sejalur dengan kata tersebut, maka dapat dikatakan obyek yang dipandang itu mengandung keindahan. Dalam perkembangannya,  pengertian ini, kemudian berubah meluas, tidak lagi berkaitan dengan lidah dan perasaan, tetapi berhubungan dengan pikiran, etika dan logika.
Teori The Liang Gie menjelaskan bahwa, pengertian keindahan dianggap sebagai salah satu jenis nilai seperti halnya nilai Moral, nilai Ekonomi, nilai Pendidikan, dan sebagainya. Nilai yang ber hubungan dengan segala sesuatu yang tercakup dalam pengertian keindahan disebut Nilai Estetik.
                Masalah sekarang ialah: apakah Nilai Estetik. itu? Dalam bidang filsafat, istilah nilai sering kali dipakai suatu kata benda abstrak yang berarti keber hargaan (Worth) atau kebaikan (Goodness). Dalam “Dictionary Of Sociology And Related Science” diberikan rumus

tentang nilai sebagai berikut : “Kemampuan yang di anggap ada pada suatu benda yang dapat memuaskan keinginan manusia. Sifat dari suatu benda yang menarik minat seseorang atau suatu kelompok”.
                Hal itu berarti, bahwa nilai ini adalah semata-mata adalah realita psikologi yang harus di bedakan secara tegas dari kegunaan, karena terdapat dalam jiwa manusia dan bukan pada hendaknya itu sendiri. Nilai itu (oleh orang) dianggap terdapat pada suatu benda sampai terbukti letak kebenarannya. Tentang nilai itu ada yang

membedakan antara nilai subjektif dan objektif, atau ada yang membedakan nilai perseorangan dan nilai. kemasyarakatan. Tetapi penggolongan yang penting ialah : Nilai Ekstrinsik dan Nilai Instrinsik.
Nilai Ekstrinsik adalah sifat baik dari suatu benda sebagai alat atau sarana untuk sesuatu hal lainnya (instrumental/ Contributory value), yakni nilai yang bersifat sebagai alat atau membantu. Nilai Instrinsik adalah sifat baik dari benda yang bersangkutan, atau sebagai suatu tujuan, ataupun demi kepentingan benda itu sendiri.
Contoh :
1.              Puisi bentuk puisi yang terdiri dari bahasa, diksi, baris, sajak, irama, itu disebut nilai ekstrinsik. Sedangkan pesan yang ingin disampaikan kepada pembaca melalui (alat benda) puisi itu disebut Nilai Intrinsik.
2.              Tari, tarian Kecak dari Bali suatu tarian yang halus segala macam jenis pakaian dan gerak- geriknya. Dan merupakan nilai ekstrinsik.




Description: D:\ibd\Tari-Kecak_large.jpg
Gambar 1 : Tar i Kecak,
mengandung nilai Ekstrinsik dan Instrinsik

3.      Sebab Manusia Mencipta Keindahan
Keindahan itu pada dasarnya adalah alamiah. Alam itu ciptaan Tuhan. Ini berarti bahwa keindahan itu ciptaan Tuhan. Alamiah itu artinya wajar, tidak berlebihan tidak pula kurang. Kalau pelukis wanita lebih cantik dari keadaan sebenarnya, justru tidak indah. Karena akan ada ucapan “ lebih cantik dari warna aslinya” . Bila ada pamain drama yang berlebih-lebihan, misalnya marah dengan meluap-luap padahal kesalahan kecil, atau karena kehilangan sesuatu yang tak berharga kemudian menangis meraung-raung, itu berarti tidak alamiah.
Dibawah ini adalah alasan dan tujuan manusia menciptakan keindahan :
a.       Tata nilai yang telah usang
          Tata nilai yang sudah tidak sesuai dengan kondisi dan keadaan pada zaman sekarang, sehingga dirasakan sebagai hambatan yang dapat merugikan nilai- nilai kemanusiaan dan dipandang sebagai hak- hal dapat mengurangi nilai moral bermasyarakat, sehingga bisa dikatakan tidak indah.



b.              Kemerosotan zaman
          Keadaan yang merendahkan derajat dan nilai kemanusiaan ditandai dengan kemerosotan moral. Kemerosotan moral dapat diketahui dari tingkah laku dan perbuatan bejat terutama dari segi kebutuhan seksual. Kebutuhan seksual ini dipenuhinya tanpa menghiraukan ketentuan- ketentuan agama dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Yang demikian itu tidak baik, yang tidak baik itu tidak indah.
c.               Penderitaan Manusia
Penderitaan merupakan hal yang pernah dialami semua orang, dan hal ini merupakan resiko hidup manusia, yang diberikan oleh Tuhan agar manusia sadar untuk tidak menjauh dari Nya. Walaupun penderitaan adalah resiko hidup manusia, tapi hampir semua orang menyukai adanya penderitaan, dan menganggap penderitaan merupakan hal yang tidak baik, yang tidak baik itu tidak indah.
d.             Keagungan Tuhan
Keindahan merupakan anugerah yang diberikan oleh manusia dan maka dari itu kita sebagai manusia wajib mensyukurinya, dan sebagian dari kita mengungkapkan rasa syukur tersebut dalam bentuk karya seni, seperti melukis pemandangan, yang merupakan hasil karya seni yang Agung yang diciptakan oleh Allah untuk kita sebagai hambanya.

B.           MAKNA KEINDAHAN
Menjawab pertanyaan sekitar apa itu keindahan, boleh jadi merupakan pekerjaan yang sulit. Ini kalau yang dituntut jawaban yang bisa memuaskan semua pihak. Karena keindahan intu bersifat relatif, dan tiap orang mempunyai penilaian yang berbeda-beda. Kesulitan semacam itu memang bisa dimengerti oleh karena sampai sekarang ini bisa kita temukan sebagai batasan atau pengertian tentang keindahan yang celakanya, berbeda satu


sama lain. Padahal, yang namanya keindahan itu secara akademis sudah dikaji manusia sejak abad ke delapan belas, pada saat para filsuf banyak tertarik untuk mengembangkan estetika, salah satu cabang dari filsafat yang tidak lain berbicara soal keindahan.
Beberapa definisi keindahan berdasarkan pendapat para ahli antara lain menjelaskan (Gie, 1996 : 13- 14) :
a.       Mortiner Adler
Sifat dari suatu benda yang memberi kita kesenangan yang tidak berkepentingan yang kita bisa memperolehnya semata-mata dari memikirkan atau melihat benda individual itu sebagaimana adanya.
b.              Thomas Aqui nas
Sesuatu yang menyenangkan ketika dilihat. Aristoteles, selain yang baik juga adalah Menyenangkan.
c.  Ch ar l es  J.  Bu sh el l
Kualitas yang mendatangkan penghargaan yang mendalam tentang bebagai nilai atau ideal yang membangkitkan semangat.
d.             Samuel Coler idge
Keindahan adalah perpaduan dari sesuatu yang baik bentuknya dengan yang bertenaga hidup. Kini studi estetika sebagai ilmu yang dipelajari bukanlah cara untuk menikmati keindahan, tetapi usaha untuk memahami keindahan. Walaupun rasa keindahan bersifat subyektif, bergantung kepada rasa perseorangan.
                Secara keilmuan dapat diobjektifkan, Sekedar penguat konstatasi diatas, baik juga dilihat beberapa persepsi tentang keindahan berikut ini :
a.               Tol stoy
Keindahan adalah sesuatu yang mendatangkan rasa menyenangkan bagi yang melihat Baumgarten.  Keindahan adalah keseluruhan yang merupakan susunan yang teratur dari bagian- bagian yang saling berhubungan satu sama lain, atau dengan keseluruhan itu sendiri. Atau, “ Beauty is an order of parts in their manual relations and in an relation to the whole”.

b.              Shaftesbury
Keindahan adalah suatu yang dapat mendatangkan rasa senang yang  indah adalah yang memiliki proporsi yang harmonis. Karena proporsi yang harmonis itu nyata, maka keindahan itu dapat disamakan dengan kebaikan. Jadi yang indah adalah nyata dan  yang  nyata adalah yang baik. 2
c.       David Hume Hamsterhuis
Keindahan adalah suatu yang dapat mendatangkan rasa senang. Yang indah adalah yang paling banyak mendatangkan rasa senang, dan itu adalah yang dalam waktu sesingkat- singkatnya paling banyak memberikan pengalaman yang menyenangkan.
d.             Kahlil Gibr an
Keindahan adalah sesuatu yang menarik jiwamu. Keindahan adalah cinta yang tidak memberi namun Menerima.
e.       Winchelmann
Keindahan dapat  terlepas sama sekali dari kebaikan.
f.                Sulzer
Yang indah hanyalah yang baik. Jika belum baik ciptaan itu belum indah. Keindahan harus dapat memupukan rasa moral. Jadi ciptaan- ciptaan yang moral tidak bisa dikatakan indah, karena tidak dapat digunakan untuk memupuk moral.
                Selain dari pengertian keindahan tersebut di atas terlalu sayang kalau tidak kita lihat pendapat Emmanuel Kant berikut ini : Menurut Kant, keindahan itu bisa di lihat dari 2 segi, yaitu dari segi arti yang Subjektif dan dari segi arti yang Objektif. Dari segi arti subjektif keindahan dikatakan sebagai sesuatu yang tanpa harus direnungkan ataupun disangkut-pautkan dengan kegunaan-kegunaan praktis sudah bisa mendapatkan rasa senang pada diri si penghayat; sebagai keserasian yang dikandung objek sejauh objek tersebut tidak ditinjau dari segi gunanya.

                Dengan melihat demikian beragamnya pengertian keindahan, dan kita harus percaya bahwa yang di atas itu hanyalah sebagian kecil, boleh jadi akan mengecewakan kita yang memuaskan. Namun demikian, dari ber- bagai pengertian yang ada, sebenarnya, kita bisa menempatkannya dalam kelompok-kelompok pengertian tersendiri, paling tidak kita bisa menangkap arah atau kecenderungan dari suatu penger tian yang dikemukakan seseor ang sesuai dengan pengelompokan seseorang sesuai dengan pengelompokan- pengelompokan yang ada.
Pengelompokan-pengelompokan yang bisa kita buat adalah sebagai berikut :
1.              Pengelompokan pengertian keindahan berdasar pada titik pijak atau landasannya. Dalam hal ini ada 2 pengertian keindahan, yaitu yang bertumpu pada objek dan subjek. Yang pertama, yaitu yang bertumpu Keindahan Objektif, adalah keindahan yang memang ada pada objeknya sementara kita sebagai pengamat harus menerima sebagaimana mestinya. Sedangkan yang kedua, yang disebut Keindahan Subjektif adalah keindahan yang biasanya ditinjau dari segi subjek yang melihat dan menghayatinya. Disini keindahan diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat menimbulkan rasa senang pada diri si penikmat dan penghayat (Subjek) tanpa dicampuri keinginan–keinginan yang bersifat praktis, atau kebutuhan-kebutuhan pribadi si penghayat.
2.              Pengelompokan pengertian keindahan dengan berdasar pada cakupannya. Bertitik tolak dari landasan ini kita bisa membedakan antara keindahan sebagai kualitas abstrak dan keindahan sebagai sebuah benda tertentu yang memang indah. Perbedaan semacam ini lebih tampak, misalnya dalam penggunaan bahasa inggris yang mengenalnya istilah “Beauty  untuk keindahan yang pertama, dan  isitilah The beautiful untuk pengertian yang




kedua, yaitu benda atau hal- hal ter tentu yang memang indah.
3.              Pengelompokan pengertian keindahan berdasar luas-sempitnya. Dalam pengelompokan ini kita bisa membedakan antara pengertian keindahan dalam arti luas, dalam arti estetik murni, dan dalam arti yang terbatas.
Dari apa yang dikemukakan di atas, dua hal bisa kita petik, yaitu : Pertama, keindahan menyangkut persoalan filsafati, sehingga jawaban terhadap apa itu keindahan sudah barang tentu bisa bermacam- macam. Kedua, keindahan sebagai pengertian mempunyai makna relatif, yaitu sangat tergantung kepada subjeknya.
Secara demikian, upaya memperoleh pengertian yang jernih tentang keindahan tidak bisa hanya bertumpu pada definisi-definisi yang bersifat perorangan. Kendatipun dikemukakan seorang filsuf sekalipun. Langkah yang barangkali, bisa membantu adalah dengan mencoba menemukan ciri-ciri umum dari keindahan, baik yang ada pada semua benda ataupun semua kualis. Dalam hubungan ini Herbert Read pernah mengemukakan, bahwa “Keindahan adalah suatu kesatuan hubungan formal dari pengamatan kita yang dapat menimbulkan rasa senang”.
Keindahan itu merangsang timbulnya rasa senang tanpa pamrih dalam diri subjek yang melihatnya, serta bertumpu pada ciri-ciri dari objek yang sesuai dengan rasa senang itu sendiri. Kalau kita amati pemikiran Read tersebut, boleh jadi timbul kesan bahwa itulah pemikiran yang paling mendekati kebenaran. Akan tetapi kalau kita amati dengan lebih mendalam lagi, tampak bahwa konsep Herbert Read terlalu bertumpu pada aspek sensual atau jasmaniah, dan kurang memberikan porsi pada objek yang diamati atau yang dimiliki keindahan itu sendiri. Padahal, yang namanya keindahan itu tidak hanya merupakan perpaduan pengamatan batiniah.
Pengertian keindahan tidak hanya terbatas pada kenikmatan penglihatan semata-


mata, tetapi lebih dalam dari itu, juga merupakan perpaduan pengamatan batiniah. Itulah sebabnya Al - Ghazali memasukkan nilai-nilai spiritual, moral dan agama sebagai unsur-unsur keindahan. Disamping sudah barang tentu unsur- unsur yang lain .
Dari apa yang dikemukakan diatas, satu kenyataan sekali lagi menghadang kita, bahwa sulit untuk memberikan jawaban yang memuaskan atas pernyataan apa itu keindahan? itulah sebabnya dalam estetika modern orang lebih suka berbicara keindahan dengan mengaitkan pada dunia seni dan pengalaman estetik. Ini tidak lain disebabkan karena seni dan pengalaman estetik bukanlah pengalaman yang abstrak, melainkan gejala konkrit yang dapat ditelaah dengan pengamatan secara empirik ataupun melalui penguraian yang sistematik.
C.           MANUSIA DAN KEINDAHAN
Akal dan budi merupakan kekayaan manusia yang tidak dimiliki oleh makhluk lain. Oleh akal dan budi manusia memiliki kehendak atau keinginan pada manusia ini tentu saja berbeda dengan “kehendak atau keinginan” pada hewan karena keduanya timbul dari sumber yang berbeda kehendak atau keinginan pada manusia bersumber dari akal dan budi, sedangkan kehendak dan keinginan pada hewan bersumber dari naluri.
Sesuai dengan sifat kehidupan yang jasmani dan rohani, maka kehendak dan keinginan manusia itu pun bersifat demiikian. Jumlahnya tak terbatas. Tetapi jika dilihat dari tujuannya, satu hal sudah pasti yakni, untuk menciptakan kehidupan yang menyenangkan, yang memuaskan hatinya. Sudah bukan rahasia lagi bahwa yang mampu menyenangkan atau memuaskan hati setiap manusia itu tidak lain adalah sesuatu yang “Baik”, yang “Indah”. Maka “Keindahan” pada hakikatnya merupakan dambaan setiap manusia, karena dengan keindahan itu manusia merasa nyaman hidupnya. Melalui suasana keindahan itu peraasaan “ (ke)- manusia-(annya)”  tidak ter ganggu.



Keindahan yang bersifat jasmani yang dimaksudkan ialah keindahan yang dapat “menyenangkan” atau “memuaskan“ indera manusia, baik indera penglihatan maupun indera pendengaran. Keindahan yang bersifat rohani dimaksudkan keindahan yang dapat “ menyenangkan” atau “ memuaskan“ batin manusia. Tetapi perlu segera dipahami bahwa walaupun secara material keduanya dapat dibedakan, secara Esensial keduanya tidak dapat dipisahkan, karena pada akhirnya “ Unsur kemanusiaan” itulah yang harus menjadi penentunya. Sebuah lukisan yang secara lahiriah “menyenangkan” tetapi jika “batin” manusia menolaknya karen lukisan itu dapat ”merusak” . Kemanusiaan manusia, maka lukisan itu tidak berhak disebut indah.
Kodrat manusia selalu mendambakan sesuatu yang baik, yang dapat menyempurnakan kemanusiaannya. Disadari atau tidak setiap manusia tidak senang terhadap sesuatu yang jorok, yang tidak baik, dan yang merendahkan martabatnya. Karena itu “Kei ndahan” bagi manusia sebenarnya bukan sekedar sesuatu yang menjadi “ harapannya“ melainkan merupakan sesuatu yang“ harus diusahakan adanya salah satu definisi yang paling dikenal adalah hasil pemikiran penyair romantik Inggris, John Keats. Dibukunya yang ditulis tahun 1817, Endymion, terapat definisi tentang Keindahan semacam ini :  “Sesuatu yang indah adalah kegembiraan selama-lamanya. Kemolekannya bertambah, dan takkan pernah menuju ketiadaan” .
Description: D:\ibd\john_keats.jpg


Gambar 1: John Keats
Pengusung konsep “ Endymion”
                Persepsi manusia terhadap keindahan antara yang satu dengan yang lain itu tidak sama. Sebab per- sepsi manusia terhadap keindahan sangat ditentukan oleh daya penggerak yang menjadi sumber kehendak atau keinginan terhadap keindahan itu sendiri. Persepsi keindahan yang muncul dari akal dan budi dapatlahdisebut keindahan alam arti yang sebenarnya, sedangkan keindahan yang muncul dalam dorongnan nafsu merupakan Keindahan Semu. Keindahan seperti itu tentu saja tidak akan diterima oleh “Kemanusiaan manusia” yaitu akal dan budi, karena keindahan seperti itu bukannya untuk menyempurnakan Kemanusiaan manusia” , melainkan justru sebaliknya.
                Berbicara tentang keindahan tak akan lepas dari pengertian Objektif maupun Subjektif. Artinya ada Keindahan Objektif dan Keindahan Subjektif. Secara asasi keindahan Objektif, ada pada sesuatu benda atau barang. Sifatnya abadi dan universal, selama benda itu belum berubah dari keadaan semula. Keindahan yang abadi tidak terikat oleh waktu dan perkembangan mode. Disenangi atau tidak ia tetap ada. Keindahan objektif tidak tergantung kepada asas kegunaan (Manfaat) lahiriah ataupun yang bersifat material.
Keindahan subjektif sangat bergantung kepada selera perorangan, karena sangat relatif. Ia bersumber dari asas kegunaan benda tadi bagi masing- masing individu. Jadi sangat relative, Artinaya sebuah benda sangat bermanfaat bagi seseorang, namun bagi orang lain tidak berguna, bahkan mungkin sangat tidak disenangi.
Menurut John Keats, keindahan objektif disamakan dengan kebenaran. Keindahan adalah kebenaran, dan kebenaran adalah keindahan. Sebab keduanya memiliki nilai yang sama, yaitu Universal dan Abadi. Disamping itu juga mempunyai daya tarik yang selalu bertambah jelasnya tidak ada keindahan jika tidak mengandung kebenaran, dan yang tidak mengandung kebenaran tidak  indah.5

Supaya orang tidak terjerumus kedalam “keindahan semu” maka orang itu selalu mempertemukan keindahan subjektif dengan keindahan objektif. Orang itu harus berupaya mempertemukan selera atau minat orang yang bersangkutan dengan selera atau minat akal budinya. Seseorang disebut sebagai orang yang berpribadi mulia, bila orang tadi memiliki rasa keindahan atau minatnya terhdap keindahan cenderung kepada keindahan objektif. Orang yang seperti itu segala prilakunya akan baik pula, seperti sabda Nabi Muhammad SAW : “ Dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging. Manakala segumpal daging itu baik, maka akan baiklah jasad manusia itu seluruhnya. Tetapi manakala segumpal daging itu tidak baik maka akan menjadi tidak baiklah jasad manusia itu seluruhnya. Segumpal daging yang dimaksud adalah hati”.
Cara mengusahakan supaya rasa keindahan atau minat terhadap keindahan itu cenderung kepada keindahan objektif, tidak lain melatih mendengarkan “ bisikan” akal dan budi tersebut; sebab pada akal dan budi  itulah sesungguhnya letak “ kemanusiaan” .
Akal dan budi itu sesungguhnya selalu mengajak kepada manusia kearah perbuatan yang baik, indah, dan yang benar. Manusia yang tidak senang akan kebaikan, keindahan, dan kebenaran serta tidak berusaha menciptakannya, orang itu sudah kehilangan predikat manusia lagi. Baiklah jasad manusia itu seluruhnya. Tetapi manakala segumpal daging itu tidak baik maka akan menjadi tidak baiklah jasad manusia itu seluruhnya. Segumpal daging yang dimaksud adalah hati.
D.  KESERASIAN
Keser asian ber asal dar i kata ser asi ser asi dar i  kata dasar Rasi  ar tinya cocok,  sesuai,  atau   kena benar . Kata cocok, sesuai  atau  kena benar  mengandung  unsur  pengertian  perpaduan, ukuran dan seimbang. Perpaduan  misalnya orang  berpakaian antara  kulit  dan  warnanya  yang  dipakai cocok.  Sebaliknya  orang  hitam  memakai  warna  hijau,  tentu makin  hitam. Warna  hijau  pantas  dipakai  oleh  orang  berkulit  kuning.  Atau  ke  pasar  menggunakan  pakaian  pesta,  atau sebaliknya  berpesta 


menggunakan  pakaian  santai,  dan  lain-lain.  Hal seperti  ini  tentu  tidak  serasi dan  kur ang  cocok,  kurang   kena.  Dan  tentu akan dikatakan oleh setiap orang “ Sayang” atau kata-kata lain yang  menunjukkan  kekecewaan. Oleh  karena  yang  memandang  itu merasa kecewa dengan adanya hal yang kurang serasi .
Dalam memadu rumah dan halaman, rumah yang bagus dengan halaman luas dan tersusun rapi dengan bunga-bunga yang indah, orang akan memuji keserasian itu. Tetapi sebaliknya, rumah yang bagus yang tidak mempunyai halaman tentu orang akan mengatakan “ Sayang” . Jadi dalam hal memadu rumah dan halaman itu ada unsur  ukuran- ukuran yang seimbang.
Dalam berpakaian sangat diutamakan keserasian warna dan bentuk serta potongan tubuh. Atau dapat juga kita kagum atas kecantikan wanita dan kecakapan pria pada waktu duduk. Setiap orang melihat terheran-heran melihat wajahnya. Hampir semua mata memandang ke arah wanita atau pria yang dikagumi semua yang hadir itu. Tetapi setelah berdiri, semua orang mengeluh “Sayang”, karena tinggi orang itu tidak sesuai dengan harapan kita, ternyata terlalu pendek hal seperti itu juga menyatakan ukuran.
Lagu merupakan pertentangan suara tinggi-rendah, panjang-pendek, keras-lembut yang terpadu begitu rupa, sehingga telinga kita dibuat asyik mendengarkan dan hati kita merasa puas. Tetapi apabila terjadi sekonyong-konyong suara yang seharusnya menurut rasa kita menanjak justru kebalikannya, kita tentu akan kecewa. Dalam hal lagu, irama yang indah itu merupakan pertentangan yang serasi.4





BAB III
STUDI KASUS
Keberadaan Gelandangan dan Pengemis di Kota Malang
Pemerintah daerah kota Malang, selalu berusaha untuk menciptakan keindahan dan kebersihan kota sebaik dan semaksimal mungkin, hal tersebut dilakukan untuk menciptakan nama baik untuk keindahan dan kebersihan wilayah kota. Banyak hal yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk melaksanakan  program-program mengenai keindahan dan kebersihan kota, dalam hal ini pemerintah kota Malang khususnya dikenal sebagai kota pendidikan, pariwisata, dan industri secara terus-menerus melakukan inovasi-inovasi dalam meningkatkan keindahan dan kebersihan kota, keberadaan gelandangan dan pengemis merupakan salah satu faktor yang dapat berpengaruh terhadap eksistensi[4] kebersihan dan keindahan kota, hal tersebut  disebabkan pola hidup mereka yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku  di masyarakat, hal tersebut dapat dilihat dari kharakteristik  umum dan pribadi gelandangan dan pengemis, sehingga keberadaanya membuat resah pemerintah setempat dan
masyarakat di sekitarnya karena mereka mendirikan bangunan dan rumah-rumah kumuh di pinggir kali, kolong jembatan, dan pemakaman umum, terminal, pasar dan tempat umum lainnya, sehingga dapat mengganggu eksistensi keindahan dan kebersihan kota.
Penelitian tentang efektifitas program pemerintah kota Malang dalam upaya penertiban kebersihan dan keindahan kota, menggunakan pendekatan deskriptif  kualitatif, yaitu pendekatan yang mengarah pada metode deskriptif, sehingga prosedur  penelitian dalam metode ini menggunakan pengamatan terhadap gejala-gejala dan peristiwa dari kondisi aktual dimasa sekarang, dan teknik pengumpulan data dalam penelitian, pemerintah kota Malang mengeluarkan kebijakan berupa Perda No. 05 Tahun 2001 yang bertujuan untuk mengatur ketertiban dan kebersihan kota, tetapi perda tersebut tidak mengatur secara khusus mengenai keberadaan gelandangan dan pengemis, Perda tersebut masih bersifat umum, dengan alasan masalah gelandangan dan pengemis
masih dapat teratasi dan belum memberikan ancaman dalam skala besar terhadap
eksisitensi kebersihan dan keindahan kota, selain itu pemerintah kota Malang juga mengeluarkan  Surat Keputusan Walikota Malang No. 367 Tahun 2005, tentang komite  penanganan masalah kesejahteraan sosial, yaitu dengan cara memberikan pembinaan, rehabilitasi[5] dan juga mereka dididik dan dibekali keterampilan-keterampilan khusus untuk membantu mereka dalam mencari penghasilan, namun dalam pelaksanaan program-program tersebut membutuhkan dana yang cukup besar, hal tersebut merupakan kendala utama dalam penanggulangan para gelandangan dan pengemis di kota Malang,
sehingga pelaksaanan program-program tersebut tidak berjalan secara maksimal, untuk itu  serangkaian program-program yang dijalankan oleh pemerintah daerah kota Malang dalam  upaya penertiban gelandangan dan pengemis  tidak berjalan secara efektif
Dengan tolak ukur bahwa target dan sasaran dari program-program tersebut tidak maksimal, hal tersebut terbukti dengan jumlah gelandangan dan pengemis dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 terus mengalami perkembangan yaitu pada tahun 2006 berjumlah 277 orang, 2007 berjumlah 320 orang, tahun 2008 berjumlah 378 orang, tahun 2009 berjumlah 391 orang dan tahun 2010 berjumlah 431 orang. tidak adanya penurunan jumlah gelandangan dan pengemis secara signifikan[6], walapun program-program tersebut
sudah di implementasikan[7].


BAB IV
ANALISA, SOLUSI, KESIMPULAN
1.                 Analisa
      Bahwa keindahan merupakan sebagian dari kebudayaan. Keindahan adalah kebenaran dan kebenaran adalah keindahan. Dari studi kasus diatas tentang keberadaan gelandangan di kota Malang, mengakibatkatkan kota Malang ini menjadi tidak ibdah lagi dikerenakan banyaknya pengemis yang berada dijalan semakin bertambah disetiap tahunnya.

2.              Solusi
Perlu adanya kesadaran dari pemerintah untuk menindaklanjuti tentang keberadaan gelandangan (pengemis) dengan mendirikan rumah-rumah untuk menampung  para gelandangan (pengemis) yang berada dikota Malang, sehingga kota malang ini akan menjadi indah kembali, dengan cara memberikan pembinaan, rehabilitasi dan juga mereka dididik dan dibekali keterampilan-keterampilan khusus untuk membantu mereka dalam mencari penghasilan, namun dalam pelaksanaan program-program tersebut membutuhkan dana yang cukup besar, hal tersebut merupakan kendala utama dalam penanggulangan para gelandangan dan pengemis di kota Malang.







3.                 Kesimpulan
Bahwa pemerintah kota malang bertujuan untuk mengatur kebersiahan dan keindahan kota, akan tetapi tujuan tersebut tidak terlaksana, tujuan pemerintah untuk menengani masalah social tersebut masih belum bisa karena hal tersebut membutuhkan dana yang cukup besar sehingga itu termasuk kendala utama dalam penanggulangan gelandangan (pengemis) dikota malang, akibat dari tidak terlaksananya penanggulangan tersebut, kota malang masih saja dihujani gelandangan (pengemis) sehingga hal tersebut membuat pemandangan kota malang ini menjadi tidak indah.


[1] Drs. Mawardi-Ir. Nur Hidayati, Ilmu Budaya Dasar , (Durakarta : CV. Pustaka Setia, 2000), hal 157

Drs. Suyadi MP, Ilmu Budaya Dasar, (Durakarta :CV. Pustaka Setia, 2000), hal 161
[3] Ibid, Ilmu Budaya Dasar, (Durakarta: CV. Pustaka Setia, 2000), hal 162


                                            



2 Dikutip dengan sedikit perubahan dari I Made Suru, “Manusia dan Keindahan”
 dalam M. Habib Mustopo (Ed). Manusia dan Budaya, Usaha Nasional, Surabaya, 1983, hal. 112-114

5 Akiel, Ahiruddin, S.Pd, Bahan Kuliah Ilmu Budya Dasar, Unindra
4 Drs. Suyadi M.P., Buku Materi Pokok IBD, Depdikbud 1984 hal.19.
[4] Yang dimaksud eksistensi adalah keberadaan; wujud (yang tampak); adanya; sesuatu yang membedakan antara suatu benda dengan benda lain.
[5] Yang dimaksud dengan Rehabilitasi adalah pemulihan (perbaikan/ pembetulan) seperti sediakala; pengembalian nama baik secara hukum; pembaruan kembali.
[6] Yang dimaksud dengan Signifitas adalah yang mengandung arti penting; banyak artinya.
[7] Yang dimaksud dengan Implementasi adalah pelaksanaan; penerapan implement.

No comments:

Post a Comment