Makalah Terapan
APLIKASI KREATIVITAS PEMECAHAN
PROBLEM DALAM UPAYA MEMECAHKAN MASALAH TERHADAP SISWA SMA YANG TIDAK BERMINAT
TERHADAP MATERI PAI
Untuk Memenuhi
Tugas Mata Kuliah Teori Belajar dan Pembelajaran
Dosen Pembimbing:
Imron Rosyidi, M. Th. M. Ed
Oleh:
moh. kamilus zaman
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTASTARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MALIKI
MALANG
2011
1.
Merasakan Adanya Masalah.
Pendidikan Agama Islam adalah upaya mendidikkan agama Islam atau ajaran
Islam dan nilai-nilainya, agar menjadi way of life (pandangan dan sikap
hidup) seseorang.[1]
Demikian pendidikan Islam merupakan sistem pendidikan yang sengaja didirikan
dan diselenggarakan dengan hasrat dan niat (rencana yang sungguh-sungguh) untuk
mengejewantahkan ajaran dan nilai-nilai islam, sebagaimana tertuang atau
terkandung dalam visi, misi, tujuan, program kegiatan maupun pada praktik
pelaksanaan kependidikannya..
Siswa SMA yang merupakan masa remaja adalah suatu periode kehidupan di
mana kapasitas untuk memperoleh dan menggunakan pengetahuan secara efisien
mencapai puncaknya. Selama perode ini proses pertumbuhan otak mencapai
kesempurnaan. Terjadi reorganisasi lingkaran saraf prontal lobe yang
berfungsi dalam aktivitas kognitif tingkat tinggi, yang sangat berpengaruh
terhadap kemampuan kognitif remaja, sehingga mereka mengembangkan kemampuan
penalaran yang memberiya suatu tingkat pertimbangan moral dan kesadaran sosial
yang baru.[2]
Namun, pada realitasnya siswa-siswa di sekolah-sekolah yang berbasis umum
seperti SMA, banyak yang kurang berminat dalam mata pelajaran PAI. Mereka
mengaku cenderung mengantuk dan malas dengan materi PAI. Siswa memahami materi
yang diajarkan dengan asal, yang terkesan meremehkan mata pelajaran PAI dan
dianggapnya tidak lebih penting dari mata-mata pelajaran umum yang lain seperti
Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, IPA dan lain-lain. Sehingga
mereka tidak mampu memenuhi Standar Kompetnsi dari PAI yang diharapkan Lebih
dari itu, akibatnya mereka tidak dapat mempertimbangkan perilakunya dengan
nilai-nilai yang telah ada.
2.
Eksplorasi Dan Analisis Masalah
Rasdianah mengemukakan beberapa kelemahan dari pendidikan Islam di
sekolah, baik dalam pemahaman materi pendidikan islam maupun pelaksanaanya,
yaitu; (a) dalam bidang teologi, ada kecenderungan mengarah pada faham
fatalistik, (b) bidang akhlak yang berorientasi pada urusan sopan santun dan
belum dipahami sebagai keseluruhan pribadi manusia beragama, (c) bidang ibadah
diajarkan sebagai kegiatan rutin agama dan kurang ditekankan sebagai proses
pembentukan kepribadian, (d) dalam bidang hukum (fiqh) cenderung dipelajari
sebagai tata aturan yang tidak akan berubah sepanjang masa, dan kurang memahami
dinamika dan jiwa dan kurang mengembangkan rasioalitas serta kecintaan pada
masih cenderung diajarkan sebagai sebagai dogma dan kurang mengembangkan
rasionalitas serta kecintaan pada kemajuan ilmu pengetahuan, (e) agama Islam
cenderung diajarkan sebagai dogma dan kurang mengembangkan rasionalitas serta
kecintaan pada kemajuan ilmu pengetahuan, (6) orientasi mempelajari Al-Qur’an
masih cenderung pada kemampuan membaca teks, belum mengarah pada pemahaman arti
dan penggalan makna.[3]
Usia siswa SMA adalah masa-masa remaja, rata-rata mencapai umur 15-18/19
sebagai masa remaja pertengahan, yang demikian memiliki sifat-sifat kontinuitas
dan diskontinuitas. Ditinjau dari perspektif teori piaget, pemikiran masa siswa
SMA telah mencapai tahap pemikiran operasional formal.
Pada pemikiran operasional formal ini menyebabkan egosentrisme remaja.
Yang mana egosentrisme dapat menerangkan beberapa perilaku yang nampak ceroboh.
Masa-masa yang dapat mencemaskan dan bergejolak ini, mereka tetap mempunyai
kemampuan mengambil keputusan, yang berarti dapat ceroboh pula. Siswa SMA yang
mudah terbawa lingkungan bersama-teman-temannya lebih bersikap materialistik
dan kapitalistik, mampu menganggap bahwa
PAI bukan materi yang penting dalam kehidupannya.
3.
Penyajian Masalah
Kemampuan menggunkan pemikiran formal operasional siswa SMA timbul secara
gradual (bertahap) dari pada secara orisinil. Pengalaman personal dalam
berbagai aspek kehidupan, secara umum mungkin menentukan aplikasi dari
pemikiran formal operasioanl tersebut. Oleh karena itu siswa SMA mungkin mampu
menggunakan pemikiran formal operasional dalam satu mata pelajaran, tetapi
tidak pada mata pelajaran yang lain.
Dari fenomena-fenomena yang tersebut diatas, diperlukan pengajaran dan
kreativitas dalam mengajarkan pendidikan agama Islam, agar mereka dapat
meningkatkan kreativitas pemikiran dalam pemecahan problem terhadap
fenomena-fenomena tersebut, Maka:
Bagaimana kreatifitas pemikiran pemecahan problem siswa SMA yang tidak
berminat terhadap pendidikan agama Islam?
4.
Pemecahan Masalah (Problem Solving).
Kreativitas adalah kemampuan berfikir tentang sesuatu dengan cara baru
dan tidak bisa menghasilkan solusi yang unik atas suatu problem.[4] Maka
dari fenomena yang ada, strategi yang dapat digunakan adalah:
a.
Mengembangkan brainstorming. Ajak para siswa
untuk berdiskusi seputar isu atau problem menarik dari PAI yang ada pada waktu
itu. Seperti isu tentang Ahmadiyah, konflik karikatur Nabi, kekerasan dalam
perilaku agama dan lain-lain. Minta mereka untuk memberikan suatu pendapat
seputar permasalahan yang ada dan alasan-alasan yang mereka buat, serta meminta
menanggapi satu sama lain dengan situasi yang tetap terkondisikan.
b.
Menyediakan lingkungan yang memicu kreativitas. Belajar
di dalam ruangan kelas terkadang membosankan, maka lebih baik mengajak mereka
belajar di tempat-tempat yang membuat mereka fress dan berfikir jernih,
sehingga mereka merasa menarik dalam mengikuti materi pelajaran PAI. Dengan
situasi ini, pemikir yang kreatif bisa memanfaatkan dengan memberi tambahan
penjelasan penting dari PAI yang terkait.
c.
Jangan terlalu mengatur siswa. Masa SMA adalah masa
gejolak yang mudah berontak dalam jiwanya dan yang tidak dapat dipaksakan dalam
pilihannya. Beri kesempatan kepada mereka untuk mengutarakan pendapat bagaimana
belajar yang menarik bagi mereka kemudian sesuaikan dan aplikasikan dalam
proses belajar mereka.
d.
Mendorong motivasi internal. Lebih terbuka terhadap
para siswa, mampu memberikan contoh konkrit yang terjadi diantara masa remaja
dan beri kesempatan terhadap permasalahan yang ada pada mereka dan memberikan
solusi yang tepat. Sehingga mereka merasa apa yang ada dihadapan mereka memang
penting adanya. Mampu memahami esensi dari PAI yang sebenarnya dan menjadikan
PAI sebagai kebutuhan bagi mereka.
e.
Memberikan pemikiran yang fleksibel dan main-main.
Siswa lebih menyukai keadaan yang tidak formal dan tidak abstrak dalam belajar,
sehingga mereka lebih rileks menerima materi, pemikir yang kreatif harus bisa
membawa keadaan tersebut.
f.
Memperkenalkan siswa dengan orang-orang kreatif. Siswa
SMA yang tidak berminat dengan PAI perlu dikenalkan dengan tokoh-tokoh agama
yang mempunyai tingkat nasionalis yang tinggi, yang mempunyai tempat di dalam
masyarakat. Karena mereka tidak merasa awam dan dapat menangkap pesan secara
mudah. Seperti mengadakan seminar dengan menghadirkan tokoh yang termaksud di
atas. Tokoh-tokoh agama yang kreatif lebih memahami strategi dan bahasa dalam
penyampaiannya, mereka juga tidak terkesan mendokrin secara besar-besaran dalam
menyampaikan topic/materi.
Dari strategi di atas, pemikir yang kratif akan bisa memanfaat kesempatan
dan perhatian dari para siswa untuk menyampaikan materi penting PAI sehingga
siswa dapat mencapai standar kompetensi yang ditentukan.
5.
Refleksi Terhadap Proses & Hasil Pemecahan
Masalah
Pemikir yang kreatif akan bisa membawa siswa dalam situasi belajar yang
dapat diminati siswa, seperti yang dikemukakan di atas penemuan dan pemahaman
problem adalah aspek penting dalam pemecahan problem. Penting untuk
meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dengan cara, (a) beri
kesempatan luas untuk memecahkan problem dunia riil, (b) pantau apakah strategi
pemecahan murid efektif atau tidak, (c) libatkan orang dalam pemecahan masalah
anak, (d) gunakan teknologi secara efektif.[5]
Selain itu, dalam masa-masa yang sulit bagi siswa yang tidak dapat
menyelesaikan masalahnya, maka penting bagi mereka untuk mendapatkan bantuan
dari orang tua, guru atau teman sebaya yang lebih kompeten untuk membentuk
scaffold, yaitu membentuk anak berpindah dari kesulitan pada satu masalah, pada
satu jenjang dimana anak tersebut mampu menyelesaikan masalah secara
independent.
Daftar
Pustaka
Desmita. Psikologi
Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006. cet ke-2
Muhaimin. Paradigma
Pendidikan Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004. cet ke-4.
Santrock, John
W. Psikologi Pendidikan. Edisi kedua,
Santrock, John W. Life-Span Development
(Perkembangan Masa Hidup). Jakarta: Penerbit Erlangga, 2005. Edisi 5, jilid
I. cet ke-6.
No comments:
Post a Comment