Friday, December 12, 2014

Makalah teory behavioristik and social kognitif



Makalah teory behavioristik and social kognitif
Oleh:
moh.kamilus zaman

Dosen pengampu
Imron msi



Fakultas tarbiyah jurusan pai
Universitas islam negri maulana malik ibrahim
malang







Bab 1
pendahuluan
Latar Belakang teory behavioristik and Sosial Kognitif
Teori behavioristik and sosial kognitif berkaitan dengan berkomunikasi dalam bidang kesehatan. Pertama, teori tersebut berkaitan dengan kognitif, aspek emosi dan aspek kelakuan untuk pemahaman dari isi ilmu-ilmu prilaku. Kedua, konsep dari teori sosial kognitif memberikan jalan untuk penelitian prilaku yang baru dalam pendidikan kesehatan. Akhirnya, pemikiran dari teori-teori yang lainnya seperti psikologi muncul untuk menetapkan pengetahuan dan pemahaman yang baru.
Teori behavioristik and sosial kognitif menetapkan sebuah kerangka untuk pemahaman, prediksi dan tanggung jawab dari prilaku manusia. Teori ini mengidentifikasi prilaku manusia sebagai interaksi dari faktor perorangan, prilaku dan lingkungan.
Menurut jones (1989) “faktanya bahwa variasi prilaku berdasarkan dari situasi ke situasi lainnya mungkin tidak perlu makna bahwa prilaku adalah pengendalian dari situasi tetapi juga bahwa orang dapat menafsirkan situasi secara berbeda dan bentuk yang sama dari bentuk rangsangan mungkin memancing respon yang lain dari orang yangberbeda atau berasal dari orang yang sama dari waktu yang berbeda.”
Kesimpulannya, behavioristik teori sosial kognitif sangat membantu untuk pemahaman dan prediksi kedua prilaku dari individu dan kelompok dan mengidentifikasi metode pada saat perilalaku bisa termodifikasi atau berubah.
Rumusan masalah
1.apakah teory behavioristik?
2.apa pengertian teory sosial kognitif?
3.apa tujuan kedua teory diatas?
4.siapakah tokoh yang terkait dalam teory-teory diatas?
Bab2
pembahasan
Teori Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :
1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.
Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus - Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner
Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.
4. Social Learning menurut Albert Bandura
Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.
Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi.
.3 Deskripsi Teori Sosial Kognitif
Teori sosial kognitif adalah sebuah teori yang memberikan pemahaman, prediksi, dan perubahan perilaku manusia melalui interaksi antara manusia, perilaku, dan lingkungan (Bandura, 1986) Interaksi antara manusia dan perilakunya melibatkan pengaruh pemikiran dan kelakuan seseorang. Interaksi antara manusia dan lingkungan melibatkan kepercayaan manusia dengan kompetensi secara kognitif yang berkembang dari pengaruh dari dalam lingkungan juga. Yang terakhir, interaksi antara lingkungan dengan perilaku manusia, berkaitan dengan pengaruh perilaku terhadap aspek-aspek dalam lingkungannya dan sebaliknya perilaku yang dipengaruhi lingkungan tersebut.
Menurut Jones pada tahun 1989, fakta bahwa perilaku berubah setiap kali situasi lingkungan berubah tidak menunjukkan bahwa perilaku tersebut dipengaruhi oleh situasi lingkungan, melainkan perilaku tersebut menunjukkan perbedaan-perbedaan situasi tersebut. Jadi terlihat perbedaan ketika stimulus yang sama menghasilkan respon yang berbeda dari orang yang berbeda atau dari orang yang sama dengan waktu berbeda.
Teori sosial kognitif digunakan untuk mengenal dan memprediksi perilaku individu dan grup dan mengidentifikasi metode-metode yang tepat untuk mengubah perilaku tersebut. Teori ini erat kaitannya dengan pembelajaran seseorang menjadi pribadi yang lebih baik. Teori ini menjelaskan bahwa dalam belajar, pengetahuan (knowledge), pengalaman pribadi (personal experience), karakteristik individu (personal characteristic) berinteraksi. Kemudian, pengalaman baru yang terbentuk menjadi evaluasi terhadap perilaku lama. Pengalaman perilaku yang lama akan menuntun pribadi tersebut menginvestigasi masalah-masalah yang muncul pada pengalaman saat ini.
2.4 Faktor-faktor dari Proses Belajar
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi dalam aplikasi dari teori ini, faktor-faktor yang berproses dalam belajar observasi itu adalah :
1. Perhatian (Attention), mencakup peristiwa peniruan (adanya kejelasan, keterlibatan perasaan, tingkat kerumitan, kelaziman, nilai fungsi) dan karakteristik pengamat (kemampuanindera,minat,persepsi,penguatansebelumnya)
2. Penyimpanan atau proses mengingat (Retention), mencakup kode pengkodean simbolik, pengorganisasian pikiran, pengulangan simbol, pengualangan motorik.
3. Reproduksi motorik (Reproduction), mencakup kemampuan fisik, kemampuan meniru, keakuratanumpanbalik.
4. Motivasi, mencakup dorongan dari luar dan penghargaan terhadap diri sendiri (Motivation).
Selain itu juga yang harus diperhatikan bahwa faktor model atau teladan mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Tingkat tertinggi belajar dari pengamatan diperoleh dengan cara mengorganisasikan sejak awal dan mengulangi perilaku secara simbolik kemudian melakukannya. Proses mengingat akan lebih baik dengan cara mengkodekan perilaku yang ditiru kedalam kata-kata, tanda atau gambar dari pada hanya observasi sederhana (hanya melihat saja). Sebagai contoh: belajar gerakan tari dari instruktur membutuhkan pengamatan dari berbagai sudut yang dibantu cermin dan langsungditirukan oleh siswa pada saat itu juga. Kemudian proses meniru akan lebih terbantu jika gerakan tadi juga didukung dengan penayangan video, gambar atau instruksi yang ditulis dalambukupanduan.
2. Individu lebih menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan nilai yang dimilikinya.
3. Individu akan menyukai perilaku yang ditiru jika model atau panutan tersebut disukai dan dihargai serta perilakunya mempunyai nilai yang bermanfaat.
2.5 Aplikasi Teori
Menurut Bandura(1977), proses mengamati dan meniru perilaku, sikap orang lain sebagai model merupakan tindakan belajar. Teori belajar dari Bandura ini tampaknya memang bisa berlaku umum dalam semua langkah pendidikan sosial, komunikasi, informasi dan instruksional di lingkungan formal maupun informal.
Bandura mengusulkan tiga macam pendekatan treatment, yakni :
1. Latihan Penguasaan (desensitisasi modeling): mengajari klien menguasai tingkahlaku yang sebelumnya tidak bisa dilakukan (misalnya karena takut). Tritmen konseling dimulai dengan membantu klien mencapai relaksasi yang mendalam. Kemudian konselor meminta klien membayangkan hal yang menakutkannya secara bertahap. Misalnya, ular, dibayangkan melihat ular mainan di etalase toko. Kalau klien dapat membayangkan kejadian itu tanpa rasa takut, mereka diminta membayangkan bermain-main dengan ular mainan, kemudian melihat ular dikandang kebun binatang, kemudian menyentuh ular, sampai akhirnya menggendong ular. Ini adalah model desensitisasi sistemik yang pada paradigma behaviorrisme dilakukan dengan memanfaatkan variasi penguatan. Bandura memakai desesitisasi sistematik itu dalam fikiran (karena itu teknik ini terkadang disebut; modeling kognitif) tanpa memakai penguatan yang nyata.
2. Modeling terbuka (modeling partisipan): Klien melihat model nyata, baisanya diikuti dengan klien berpartisipasi dalam kegiatan model, dibantu oleh modelnya meniru tingkahlaku yang dikehendaki, sampai akhirnya mampu melakukan sendiri tanpa bantuan.
3. Modeling Simbolik; Klien melihat model dalam film, atau gambar/cerita. Kepuasan vikarious (melihat model mendapat penguatan) mendorong klien untuk mencoba/meniru tingkahlaku modelnya.
Aplikasi dari teori ini berlaku untuk setiap proses pembelajaran. Misalnya belajar gerakan tari dari instruktur membutuhkan pengamatan dari berbagai sudut yang dibantu cermin dan langsung ditirukan oleh siswa pada saat itu juga. Pendekatan seperti ini dengan cara modeling terbuka. Kemudian proses meniru akan lebih terbantu jika gerakan tadi juga didukung dengan penayangan video, gambar atau instruksi yang ditulis dalam buku panduan. Sedangkan untuk hal ini termasuk tritmen dalam pendekata modeling simbolik. Jadi dalam teori ini mengutamakan proses belajar dengan cara meniru dan mempraktekan langsung.
Dalam aplikasi di tempat kerja dengan pendekatan teori ini bisa dilakukan oleh trainer pada saat melakukan training mengenai cara pengoperasian suatu alat ataupun pemakaian APD. Trainer bisa memberikan contoh sambil mempraktekan atau mengsimulasikan materi tersebut sehingga para pekerja bisa langsung meniru gerakan-gerakan yang dilakukan oleh trainer.
Selain itu perlu juga ditayangkan dalam bentuk media yang lainnya seperti slide show ataupun video sehingga mereka mendapatkan contoh yang lainnya serta dapat pula diberikan refrensi lain dalam bentuk media cetak seperti booklet atau leaflet.
Individu tersebut akan lebih menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan nilai yang dimilikinya, dalam pengaplikasiannya terkadang individu bersifat tidak mengacuhkan materi yang berikan sehingga dalam hal ini bisa dilakukan beberapa cara agar individu atau pekerja tertarik untuk meniru gerakan tersebut. Cara yang bisa dilakukan adalah dengan menjadikan salah satu dari individu tersebut untuk menjadi model ataupun bisa membawakan model dari tokoh terkenal sehingga individu tadi merasa ingin meniru dan menerapkan hal-hal yang disampaikannya. Hal ini dilakukan karena individu akan menyukai perilaku yang ditiru jika model atau panutan tersebut disukai dan dihargai serta perilakunya mempunyai nilai manfaat.
Contoh penerapan teori belajar sisial lainnya adalah dalam iklan televisi. Iklan selalu menampilkan bintang-bintang yang popular dan disukai masyarakat, hal ini untuk mendorong konsumen agar membeli sabun supaya mempunyai kulit seperti para "bintang" atau minum obat masuk anginnya "orang pintar".
Namun dalam pengaplikasiannya ada beberapa dampak buruk dari pendekatan modeling terbuka dan juga simbolik yang secara tidak sengaja itu akan muncul dalam benak individu. Misalnya adegan kekerasan pada media televisi, ataupun video. Sebagian kecil orang yang sering menonton adegan kekerasan maka akan terpengaruh untuk menjadi lebih agresif disbanding orang yang tidak menonton film atau video tersebut.
e Response Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.
Teori Belajar Kognitif menurut Piaget
Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap yaitu : (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational. Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi. James Atherton (2005) menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the process by which a person takes material into their mind from the environment, which may mean changing the evidence of their senses to make it fit” dan akomodasi adalah “the difference made to one’s mind or concepts by the process of assimilation”
Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.
Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi; (2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6) generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik.
D.
Teori Belajar Gestalt
Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :
Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.
Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.
Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan; dan
Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.
Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:
Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku “Molecular”. Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah beberapa perilaku “Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku “Molecular”.
Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis).
Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang tertentu.
Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang diterima.
Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.         
BAB 3
Penutup
3.1 Kesimpulan
Teori behavioristik sosial kognitif dari Bandura telah menjelaskan bagaimana suatu proses belajar dengan cara meniru dan juga terjadi interaksi timbal balik antara faktor lingkungan, personal dan sikap. Ketiga faktor ini saling berinteraksi dan memiliki hubungan yang sangat erat. Apabila terjadi suatu perubahan dari suatu faktor tersebut maka akan membuat perubahan pada faktor yang lainnya juga.
3.2 Saran
Dalam menyampaikan suatu materi dibutuhkan beberapa metode dan cara-cara sekaligus Untuk menerapkan teori belajar ini direkomendasikan kepada orang yang memiliki tipe learning kinestetik, yaitu cara menyampaikan materi belajar secara gerakan-gerakan dan verbal. Selain itu yang dijadikan sebagai model dalam simulasinya adalah orang-orang yang cukup dikenal atau mendapat penilaian postif oleh pendengar atau penonton.
Daftar Pustaka
Social Cognitive Theory. http://www.idea.org/page110.html. di download tanggal 10 maret 2009
Gumgum Gumilar. Teori Belajar Sosial dari Albert Bandura.











No comments:

Post a Comment