Makalah teory
behavioristik and social kognitif
Oleh:
moh.kamilus zaman
Dosen pengampu
Imron msi
Fakultas
tarbiyah jurusan pai
Universitas
islam negri maulana malik ibrahim
malang
Bab 1
pendahuluan
Latar Belakang teory behavioristik and Sosial Kognitif
Teori behavioristik and sosial kognitif berkaitan dengan berkomunikasi
dalam bidang kesehatan. Pertama, teori tersebut berkaitan dengan kognitif,
aspek emosi dan aspek kelakuan untuk pemahaman dari isi ilmu-ilmu prilaku.
Kedua, konsep dari teori sosial kognitif memberikan jalan untuk penelitian
prilaku yang baru dalam pendidikan kesehatan. Akhirnya, pemikiran dari
teori-teori yang lainnya seperti psikologi muncul untuk menetapkan pengetahuan
dan pemahaman yang baru.
Teori behavioristik and sosial kognitif menetapkan sebuah kerangka untuk
pemahaman, prediksi dan tanggung jawab dari prilaku manusia. Teori ini
mengidentifikasi prilaku manusia sebagai interaksi dari faktor perorangan,
prilaku dan lingkungan.
Menurut jones (1989) “faktanya bahwa variasi prilaku berdasarkan dari
situasi ke situasi lainnya mungkin tidak perlu makna bahwa prilaku adalah
pengendalian dari situasi tetapi juga bahwa orang dapat menafsirkan situasi
secara berbeda dan bentuk yang sama dari bentuk rangsangan mungkin memancing
respon yang lain dari orang yangberbeda atau berasal dari orang yang sama dari
waktu yang berbeda.”
Kesimpulannya, behavioristik teori sosial kognitif sangat membantu untuk
pemahaman dan prediksi kedua prilaku dari individu dan kelompok dan mengidentifikasi
metode pada saat perilalaku bisa termodifikasi atau berubah.
Rumusan masalah
1.apakah teory behavioristik?
2.apa pengertian teory sosial kognitif?
3.apa tujuan kedua teory diatas?
4.siapakah tokoh yang terkait dalam teory-teory diatas?
Bab2
pembahasan
Teori Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah aliran
psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan
mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui
adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar.
Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga
menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :
1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.
Dari eksperimen yang dilakukan
Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
Law of Effect; artinya bahwa
jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus - Respons
akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai
respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus-
Respons.
Law of Readiness; artinya
bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari
pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini
menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak
berbuat sesuatu.
Law of Exercise; artinya
bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika
sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov
Dari eksperimen yang dilakukan
Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
Law of Respondent Conditioning
yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara
simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan
stimulus lainnya akan meningkat.
Law of Respondent Extinction yakni
hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent
conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka
kekuatannya akan menurun.
3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner
Dari eksperimen yang dilakukan B.F.
Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan
hukum-hukum belajar, diantaranya :
Law of operant conditining
yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan
perilaku tersebut akan meningkat.
Law of operant extinction
yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses
conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku
tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003)
menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku
yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant
conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang
ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah
stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu,
namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical
conditioning.
4. Social Learning menurut Albert Bandura
Teori belajar sosial atau disebut
juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang
relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda
dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak
semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat
reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema
kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa
yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi
melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling).
Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui
pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir
dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.
Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh
lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik ini, seperti : Watson yang
menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya
yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the
treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode
rangsangan tak serasi.
.3 Deskripsi Teori Sosial Kognitif
Teori sosial kognitif adalah sebuah teori yang memberikan pemahaman,
prediksi, dan perubahan perilaku manusia melalui interaksi antara manusia,
perilaku, dan lingkungan (Bandura, 1986) Interaksi antara manusia dan
perilakunya melibatkan pengaruh pemikiran dan kelakuan seseorang. Interaksi
antara manusia dan lingkungan melibatkan kepercayaan manusia dengan kompetensi
secara kognitif yang berkembang dari pengaruh dari dalam lingkungan juga. Yang
terakhir, interaksi antara lingkungan dengan perilaku manusia, berkaitan dengan
pengaruh perilaku terhadap aspek-aspek dalam lingkungannya dan sebaliknya
perilaku yang dipengaruhi lingkungan tersebut.
Menurut Jones pada tahun 1989, fakta bahwa perilaku berubah setiap kali
situasi lingkungan berubah tidak menunjukkan bahwa perilaku tersebut
dipengaruhi oleh situasi lingkungan, melainkan perilaku tersebut menunjukkan
perbedaan-perbedaan situasi tersebut. Jadi terlihat perbedaan ketika stimulus
yang sama menghasilkan respon yang berbeda dari orang yang berbeda atau dari
orang yang sama dengan waktu berbeda.
Teori sosial kognitif digunakan untuk mengenal dan memprediksi perilaku
individu dan grup dan mengidentifikasi metode-metode yang tepat untuk mengubah
perilaku tersebut. Teori ini erat kaitannya dengan pembelajaran seseorang
menjadi pribadi yang lebih baik. Teori ini menjelaskan bahwa dalam belajar,
pengetahuan (knowledge), pengalaman pribadi (personal experience),
karakteristik individu (personal characteristic) berinteraksi. Kemudian,
pengalaman baru yang terbentuk menjadi evaluasi terhadap perilaku lama.
Pengalaman perilaku yang lama akan menuntun pribadi tersebut menginvestigasi
masalah-masalah yang muncul pada pengalaman saat ini.
2.4 Faktor-faktor dari Proses Belajar
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi dalam aplikasi dari teori ini,
faktor-faktor yang berproses dalam belajar observasi itu adalah :
1. Perhatian (Attention), mencakup peristiwa peniruan (adanya kejelasan,
keterlibatan perasaan, tingkat kerumitan, kelaziman, nilai fungsi) dan
karakteristik pengamat (kemampuanindera,minat,persepsi,penguatansebelumnya)
2. Penyimpanan atau proses mengingat (Retention), mencakup kode pengkodean simbolik, pengorganisasian pikiran, pengulangan simbol, pengualangan motorik.
3. Reproduksi motorik (Reproduction), mencakup kemampuan fisik, kemampuan meniru, keakuratanumpanbalik.
4. Motivasi, mencakup dorongan dari luar dan penghargaan terhadap diri sendiri (Motivation).
2. Penyimpanan atau proses mengingat (Retention), mencakup kode pengkodean simbolik, pengorganisasian pikiran, pengulangan simbol, pengualangan motorik.
3. Reproduksi motorik (Reproduction), mencakup kemampuan fisik, kemampuan meniru, keakuratanumpanbalik.
4. Motivasi, mencakup dorongan dari luar dan penghargaan terhadap diri sendiri (Motivation).
Selain itu juga yang harus
diperhatikan bahwa faktor model atau teladan mempunyai prinsip-prinsip sebagai
berikut:
1. Tingkat tertinggi belajar dari pengamatan diperoleh dengan cara
mengorganisasikan sejak awal dan mengulangi perilaku secara simbolik kemudian
melakukannya. Proses mengingat akan lebih baik dengan cara mengkodekan perilaku
yang ditiru kedalam kata-kata, tanda atau gambar dari pada hanya observasi
sederhana (hanya melihat saja). Sebagai contoh: belajar gerakan tari dari
instruktur membutuhkan pengamatan dari berbagai sudut yang dibantu cermin dan
langsungditirukan oleh siswa pada saat itu juga. Kemudian proses meniru akan
lebih terbantu jika gerakan tadi juga didukung dengan penayangan video, gambar
atau instruksi yang ditulis dalambukupanduan.
2. Individu lebih menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan nilai yang dimilikinya.
3. Individu akan menyukai perilaku yang ditiru jika model atau panutan tersebut disukai dan dihargai serta perilakunya mempunyai nilai yang bermanfaat.
2. Individu lebih menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan nilai yang dimilikinya.
3. Individu akan menyukai perilaku yang ditiru jika model atau panutan tersebut disukai dan dihargai serta perilakunya mempunyai nilai yang bermanfaat.
2.5 Aplikasi Teori
Menurut Bandura(1977), proses mengamati dan meniru perilaku, sikap orang
lain sebagai model merupakan tindakan belajar. Teori belajar dari Bandura ini
tampaknya memang bisa berlaku umum dalam semua langkah pendidikan sosial,
komunikasi, informasi dan instruksional di lingkungan formal maupun informal.
Bandura mengusulkan tiga macam
pendekatan treatment, yakni :
1. Latihan Penguasaan (desensitisasi modeling): mengajari klien
menguasai tingkahlaku yang sebelumnya tidak bisa dilakukan (misalnya karena
takut). Tritmen konseling dimulai dengan membantu klien mencapai relaksasi yang
mendalam. Kemudian konselor meminta klien membayangkan hal yang menakutkannya
secara bertahap. Misalnya, ular, dibayangkan melihat ular mainan di etalase
toko. Kalau klien dapat membayangkan kejadian itu tanpa rasa takut, mereka
diminta membayangkan bermain-main dengan ular mainan, kemudian melihat ular
dikandang kebun binatang, kemudian menyentuh ular, sampai akhirnya menggendong
ular. Ini adalah model desensitisasi sistemik yang pada paradigma behaviorrisme
dilakukan dengan memanfaatkan variasi penguatan. Bandura memakai desesitisasi
sistematik itu dalam fikiran (karena itu teknik ini terkadang disebut; modeling
kognitif) tanpa memakai penguatan yang nyata.
2. Modeling terbuka (modeling
partisipan): Klien melihat model nyata, baisanya diikuti dengan klien
berpartisipasi dalam kegiatan model, dibantu oleh modelnya meniru tingkahlaku
yang dikehendaki, sampai akhirnya mampu melakukan sendiri tanpa bantuan.
3. Modeling Simbolik; Klien
melihat model dalam film, atau gambar/cerita. Kepuasan vikarious (melihat model
mendapat penguatan) mendorong klien untuk mencoba/meniru tingkahlaku modelnya.
Aplikasi dari teori ini berlaku untuk setiap proses pembelajaran. Misalnya
belajar gerakan tari dari instruktur membutuhkan pengamatan dari berbagai sudut
yang dibantu cermin dan langsung ditirukan oleh siswa pada saat itu juga.
Pendekatan seperti ini dengan cara modeling terbuka. Kemudian proses meniru
akan lebih terbantu jika gerakan tadi juga didukung dengan penayangan video,
gambar atau instruksi yang ditulis dalam buku panduan. Sedangkan untuk hal ini
termasuk tritmen dalam pendekata modeling simbolik. Jadi dalam teori ini
mengutamakan proses belajar dengan cara meniru dan mempraktekan langsung.
Dalam aplikasi di tempat kerja
dengan pendekatan teori ini bisa dilakukan oleh trainer pada saat melakukan
training mengenai cara pengoperasian suatu alat ataupun pemakaian APD. Trainer
bisa memberikan contoh sambil mempraktekan atau mengsimulasikan materi tersebut
sehingga para pekerja bisa langsung meniru gerakan-gerakan yang dilakukan oleh
trainer.
Selain itu perlu juga ditayangkan
dalam bentuk media yang lainnya seperti slide show ataupun video sehingga
mereka mendapatkan contoh yang lainnya serta dapat pula diberikan refrensi lain
dalam bentuk media cetak seperti booklet atau leaflet.
Individu tersebut akan lebih
menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan nilai yang dimilikinya, dalam
pengaplikasiannya terkadang individu bersifat tidak mengacuhkan materi yang
berikan sehingga dalam hal ini bisa dilakukan beberapa cara agar individu atau
pekerja tertarik untuk meniru gerakan tersebut. Cara yang bisa dilakukan adalah
dengan menjadikan salah satu dari individu tersebut untuk menjadi model ataupun
bisa membawakan model dari tokoh terkenal sehingga individu tadi merasa ingin
meniru dan menerapkan hal-hal yang disampaikannya. Hal ini dilakukan karena individu
akan menyukai perilaku yang ditiru jika model atau panutan tersebut disukai dan
dihargai serta perilakunya mempunyai nilai manfaat.
Contoh penerapan teori belajar
sisial lainnya adalah dalam iklan televisi. Iklan selalu menampilkan
bintang-bintang yang popular dan disukai masyarakat, hal ini untuk mendorong
konsumen agar membeli sabun supaya mempunyai kulit seperti para
"bintang" atau minum obat masuk anginnya "orang pintar".
Namun dalam pengaplikasiannya ada
beberapa dampak buruk dari pendekatan modeling terbuka dan juga simbolik yang
secara tidak sengaja itu akan muncul dalam benak individu. Misalnya adegan
kekerasan pada media televisi, ataupun video. Sebagian kecil orang yang sering
menonton adegan kekerasan maka akan terpengaruh untuk menjadi lebih agresif
disbanding orang yang tidak menonton film atau video tersebut.
e Response Method), Miller
dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.
Teori Belajar Kognitif menurut
Piaget
Piaget merupakan salah seorang
tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran konstruktivisme. Salah satu
sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami
perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan
individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat
tahap yaitu : (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete
operational dan (4) formal operational. Pemikiran lain dari Piaget
tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi.
James Atherton (2005) menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the process by
which a person takes material into their mind from the environment, which may
mean changing the evidence of their senses to make it fit” dan akomodasi
adalah “the difference made to one’s mind or concepts by the process of
assimilation”
Dikemukakannya pula, bahwa belajar
akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif
peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan
eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman
sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak
memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan
lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
Bahasa dan cara berfikir anak
berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan
bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
Anak-anak akan belajar lebih baik
apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar
dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
Bahan yang harus dipelajari anak
hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
Berikan peluang agar anak belajar
sesuai tahap perkembangannya.
Di dalam kelas, anak-anak hendaknya
diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
Asumsi yang mendasari teori ini
adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam
perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut
Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk
kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar.
Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi
internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan
dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses
kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan
dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.
Menurut Gagne tahapan proses
pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi; (2) pemahaman; (3)
pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6) generalisasi; (7) perlakuan
dan (8) umpan balik.
D.
Teori Belajar Gestalt
Gestalt berasal dari bahasa Jerman
yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan
Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai
sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh
prinsip organisasi yang terpenting yaitu :
Hubungan bentuk dan latar (figure
and gound relationship); yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan
dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan
suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan figure
dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan
terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.
Kedekatan (proxmity); bahwa
unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang
pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
Kesamaan (similarity); bahwa
sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek
yang saling memiliki.
Arah bersama (common direction);
bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung
akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.
Kesederhanaan (simplicity);
bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya bentuk yang sederhana,
penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan
susunan simetris dan keteraturan; dan
Ketertutupan (closure) bahwa
orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang
tidak lengkap.
Terdapat empat asumsi yang
mendasari pandangan Gestalt, yaitu:
Perilaku “Molar“ hendaknya banyak
dipelajari dibandingkan dengan perilaku “Molecular”. Perilaku “Molecular”
adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan
perilaku “Molar” adalah perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar.
Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah beberapa perilaku
“Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku
“Molecular”.
Hal yang penting dalam mempelajari
perilaku ialah membedakan antara lingkungan geografis dengan lingkungan
behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang sebenarnya ada,
sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya,
gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan
behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan
hutan yang lebat (lingkungan geografis).
Organisme tidak mereaksi terhadap
rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi
terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan
bintang, seperti : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah
contoh dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau
binatang tertentu.
Pemberian makna terhadap suatu
rangsangan sensoris adalah merupakan suatu proses yang dinamis dan bukan
sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan merupakan suatu proses yang
dinamis dalam memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang diterima.
Aplikasi teori Gestalt dalam proses
pembelajaran antara lain :
Pengalaman tilikan (insight);
bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses
pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu
kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
Pembelajaran yang bermakna (meaningful
learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan
tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan
makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan
pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan
alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki
makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
Perilaku bertujuan (pusposive
behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi
akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan
tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika
peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru
hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu
peserta didik dalam memahami tujuannya.
Prinsip ruang hidup (life space);
bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia
berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan
dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
Transfer dalam Belajar; yaitu
pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi
lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan
melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk
kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang
tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas
dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum
(generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah
menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi
untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh
karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai
prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.
BAB 3
Penutup
3.1 Kesimpulan
Teori behavioristik sosial kognitif dari Bandura telah menjelaskan
bagaimana suatu proses belajar dengan cara meniru dan juga terjadi interaksi
timbal balik antara faktor lingkungan, personal dan sikap. Ketiga faktor ini
saling berinteraksi dan memiliki hubungan yang sangat erat. Apabila terjadi
suatu perubahan dari suatu faktor tersebut maka akan membuat perubahan pada
faktor yang lainnya juga.
3.2 Saran
Dalam menyampaikan suatu materi dibutuhkan beberapa metode dan cara-cara
sekaligus Untuk menerapkan teori belajar ini direkomendasikan kepada orang yang
memiliki tipe learning kinestetik, yaitu cara menyampaikan materi belajar
secara gerakan-gerakan dan verbal. Selain itu yang dijadikan sebagai model
dalam simulasinya adalah orang-orang yang cukup dikenal atau mendapat penilaian
postif oleh pendengar atau penonton.
Daftar Pustaka
Social Cognitive Theory. http://www.idea.org/page110.html.
di download tanggal 10 maret 2009
Teori Sosial Bandura. http://alfaned.blogspot.com/2008/09/bab-2-teori-sosial-bandura.html
di tanggal 09 maret 2009Social Cognitive Theory. http://www.cw.utwente.nl/theorieenoverzicht/Theory%20clusters/Health%20Communication/Social_cognitive_theory.doc/
didownload tanggal 10 maret 2009
Gumgum Gumilar. Teori Belajar Sosial dari Albert Bandura.
No comments:
Post a Comment