MAKALAH
“ AGAMA BUDHA”
Untuk Memenuhi Tugas Individu Makuliah Studi agama
Yang dibina oleh Drs. Bashori
OLEH
:
MOH.KAMILUS ZAMAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG 2011
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT zat yang Maha Kuasa yang telah
melimpahkan begitu banyak karunia – Nya, sehingga kami dapat meyelesaikan
makalah ini yang bertema tentang Agama Budha. Kami ucapkan terima kasih kepada bapak
Dsr. Bashori yang telah membimbing kami dalam menyusun makalah ini. Tdak lupa
juga kami sampaikan terima kasih kepada rekan – rekan yang telah memberikan
saran dan masukan dalam pembuatan makalah ini.
Makalah ini
tertuju pada Studi Agama yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana agama budha
itu. Kami sebagai penyusun makalah ini mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca supaya dalam pembuatan makalah selanjutnya akan lebih baik.
Semoga makala ini
memberikan kemanfaatan bagi pembaca. Dan berguna untuk menambah wawasan kita.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Malang,
Maret 2011
Penyusun,
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................... . 1
C. Tujuan ...........................................................................................
BAB II TINJAUAN UMUM ............................................................................
A. Asal Usul Agama Buddha ............................................................
B. Pendiri Agama Buddha ................................................................
C. Konsep Ketuhanan Agama Buddha..............................................
D. Kitab Suci Agama Buddha............................................................
E. Madzhab / Sekte-sekte dalam Agama Buddha ............................
F. Doktrin Agama Buddha .............................................................
BAB III PRAKTEK
KEAGAMAAN DALAM AGAMA BUDDHA
A. Ritual Keagamaan dalam Agama Buddha ...................................
B. Upacara Keagamaan Buddha........................................................
C. Tempat-tempat Suci Agama Buddha............................................
D. Perbandingan Agama Buddha dengan Hindu ..............................
BAB IV PENUTUP ......................................................................................... ..
A. Kesimpulan .....................................................................................
B. Saran ...............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sejarah agama
Buddha mulai dari abad ke-6 SM sampai
sekarang dari lahirnya sang Buddha Siddharta
Gautama. Dengan ini, ini adalah salah satu agama tertua yang masih
dianut di dunia. Selama masa ini, agama ini sementara berkembang, unsur
kebudayaan India, ditambah dengan unsur-unsur kebudayaan Helenistik (Yunani), Asia Tengah, Asia Timur dan Asia Tenggara. Dalam proses perkembangannya ini, agama ini
praktis telah menyentuh hampir seluruh benua Asia. Sejarah agama Buddha juga
ditandai dengan perkembangan banyak aliran dan mazhab, serta
perpecahan-perpecahan. Yang utama di antaranya adalah aliran tradisi Theravada , Mahayana, dan Vajrayana (Bajrayana), yang
sejarahnya ditandai dengan masa pasang dan surut.
B.
Rumusan Masalah
a.
Bagaimana Asal Usul
Agama Budha ?
b.
Siapa pendiri agama
budha ?
c.
Bagaimana Konsep
ketuhanan agama budha ?
d.
Apa kitab suci agama
budha ?
e.
Apa saja sekte-sekte
agama budha ?
f.
Bagaimana doktrin
–doktrin agama budha ?
C.
Tujuan
a.
Untuk mengetahui asal
Usul agama budha
b.
Untuk mengetahui
siapa pendiri agama budha
c.
Untuk mengetahui
bagaimana Konsep ketuhanan agama budha
d.
Untuk mengetahui apa
kitab suci agama budha
e.
Untuk mengetahui apa
saja sekte-sekte agama budha
f.
Untuk mengetahui
bagaimana doktrin –doktrin agama budha
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Asal
– Usul Agama Buddha
Agama Budha
lahir dan berkembang pada abad ke 6 sebelum masehi. Agama ini beroleh dari
namanya panggilannya yang diberikan kepada pembangunannya yang mula-mula,
sidartha Gautama (563-483 sM), yang di panggilkan dengan : Budha[1]
Budha buka
nama orang melainkan gelar. Nama pendiri agama Budha ini ialah Sidartha Gautama
atau biasa juga di sebut Cakyamuni, artinya orang tapa dari suku turunan
cakyas.
Sidartha
Gautama dilahirkan dari seseorang raja Sudhodana di Kapilawatsu, sebelah utara
Benares di daerah Nepal sekarang, di lereng pegunungan Himalaya pada tahun 566
sebelum masehi. Di waktu beliau di lahirkan oleh beberapa orang Brahmana
pandai, di ramalkan bahwa anak itu akan meninggalkan keratin dan menjadi biksu
yakni seorang padre yanh hidupnya mengemis. Sudhodana sangat masgul mendengar
ramalan itu. Ia mencoba memikat hati putranda dengan memanjakanya dengan segala
kenikmatan hidup.[2]
B.
Pendiri Agama Buddha
Gautama Buddha nama aslinya pangeran Siddhartha pendiri Agama Buddha,
salah satu dari agama terbesar di dunia. Putra raja Kapilavastu, timur laut
India. berbatasan dengan Nepal. Siddhartha sendiri (marga Gautama dari suku
Sakya) konon lahir di Lumbini yang kini termasuk wilayah negara Nepal. Kawin
pada umur enam belas tahun dengan sepupunya yang sebaya. Dibesarkan di dalam
istana mewah, pangeran Siddhartha tak betah dengan hidup enak berleha-leha, dan
dirundung rasa tidak puas yang amat. Dari jendela istana yang gemerlapan dia
menjenguk ke luar dan tampak olehnya orang-orang miskin terkapar di
jalan-jalan, makan pagi sore tidak, atau tidak mampu makan sama sekali. Hari
demi hari mengejar kebutuhan hidup yang tak kunjung terjangkau bagai seikat
gandum di gantung di moncong keledai. Tarolah itu yang gembel. Sedangkan yang
berpunya pun sering kehinggapan rasa tak puas, waswas gelisah, kecewa dan
murung karena dihantui serba penyakit yang setiap waktu menyeretnya ke liang
lahat. Siddhartha berpikir, keadaan ini mesti dirobah. Mesti terwujud makna hidup
dalam arti kata yang sesungguhnya, dan bukan sekedar kesenangan yang bersifat
sementara yang senantiasa dibayangi dengan penderitaan dan kematian.
Tatkala berumur dua puluh sembilan tahun, tak lama sesudah putra
pertamanya lahir, Gautama mengambil keputusan dia mesti meninggalkan kehidupan
istananya dan mengharnbakan diri kepada upaya mencari kebenaran sejati yang
bukan sepuhan. Berpikir bukan sekedar berpikir, melainkan bertindak. Dengan
lenggang kangkung dia tinggalkan istana, tanpa membawa serta anak-bini, tanpa
membawa barang dan harta apa pun, dan menjadi gelandangan dengan tidak sepeser
pun di kantong. Langkah pertama, untuk sementara waktu, dia menuntut ilmu dari
orang-orang bijak yang ada saat itu dan sesudah merasa cukup mengantongi ilmu
pengetahuan, dia sampai pada tingkat kesimpulan pemecahan masalah ketidakpuasan
manusia.
C.
Sistem Ketuhanan Agama Buddha
Dalam ajaran agama
Buddha, Sang
Buddha bukanlah Tuhan
dalam agama Buddha yang bersifat non-teis (yakni, pada umumnya tidak
mengajarkan keberadaan Tuhan
sang pencipta, atau bergantung kepada Tuhan sang pencipta demi dalam usaha
mencapai pencerahan, Sang Buddha adalah pembimbing atau guru yang menunjukkan jalan menuju
nirwana). Pandangan umum
tentang Tuhan menjelaskan
suatu keberadaan yang tidak hanya memimpin tetapi juga menciptakan alam semesta. Pemikiran
dan konsep tentang inilah yang sering diperdebatkan oleh banyak Buddhis dalam
perpecahan agama Buddha.
D.
Kitab Suci Agama Bud Sistem
Ketuhanan Agama Buddha
Ajaran agama Buddha bersumber pada kitab Tripitaka,
yang artinya tiga keranjang atau tiga kelompok. Kitab ini merupakan kumpulan
khotbah, keterangan, perumpamaan, dan percakapan yang pernah dilakukan Sang
Buddha dengan para siswa dan pengikutnya. Dengan demikian isi kitab tersebut
semuanya tidak berasal dari kata-kata Sang Buddha sendiri, melainkan juga
kata-kata dan komentar dari siswanya. Kitab tersebut terbagi menjadi tiga
kelompok, yaitu
Kitab tersebut terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
a.
Sutta Pitaka, berisi khutbah-khutbah atau ajaran Buddha kepada
pengikutnya..
b.
Vinaya Pitaka, berisi peraturan-peraturan yang mengatur kehidupan Sangha
dan para penganutnya.
c.
Abhidharma Pitaka, berisi ajaran ilmu jiwa dan metafisika agama Buddha.[3]
E.
SEKTE – SEKTE AGAMA
BUDHA
1. Aliran Hinayana
Aliran Hinayana (kendaraan kecil) adalah aliran yang
mempertahankan keasliannya ajaran agama Buddha. Sesuai dengan ajaran asli
Buddha Gautama, aliran Hinayana tidak mengajarkan penyembahan kepada Tuhan.
Yang penting ialah melaksanakan ajaran moral yang diajarkan oleh gurunya itu.
Buku-buku ajarannya banyak menggunakan bahasa Pali. Tujuan dalam aliran ini
ialah menjadi Arahat yaitu seorang yang benar-benar telah lenyap nafsunya,
sehingga ia dapat mencapai Nirwana dan dengan demikian terbebaslah dari
penderitaan. Aliran ini menitikberatkan pada kelepasan individual, artinya tiap-tiap orang berusaha melepaskan dirinya masing-masing
dari penderitaan hidup.
Dalam aliran Hinayana beranggapan bahwa segala sesuatu
dalam alam semesta ini berwujud dalam suatu ketika saja. Segala sesuatu selalu
dalam perubahan, selalu dalam proses, hanya saja mata manusia tak mampu
mengamatinya. Contohnya sungai yang mengalir. Mata kita melihat adanya air yang
terbentang di hadapan kita, seolah-olah kita melihat suatu wujud benda yang
tetap. Padahal air tersebut sebetulnya berdiri dari rangkaian titik-titik air
yang berganti terus-menerus.
2. Aliran Mahayana
Aliran Mahayana (kendaraan besar) adalah aliran yang
mengadakan pembaharuan terhadap ajaran Buddha yang asli. Ciri yang menonjol
dari aliran ini adalah timbulnya upacara penyembahan kepada Tuhan dalam agama
Buddha. Buku-buku ajarannya banyak menggunakan bahasa Sanskerta. Sedangkan
penganutnya banyak terdapat di negara India, Nepal, Tibet, Mongolia, Tiongkok,
Korea, Jepang dan Indonesia.
Tujuan dalam aliran ini bukan menjadi Arahat, tetapi menjadi Boddhisatva. Seorang Boddhisatva sebenarnya bisa
langsung menikmati kebahagiaan di Nirwana, tetapi ia belum mau menetap di
Nirwana, melainkan masih ingin turun ke dunia guna menyelamatkan umat manusia
yang percaya dari penderitaan.
Dari tujuan tersebut, aliran Mahayana bukanlah
kelepasan individual, melainkan kelepasan bersama-sama orang banyak sehingga
aliran itu diberi nama “kendaraan besar” karena mempunyai jangkauan untuk menyelamatkan
lebih banyak umat manusia. [4]
F.
DOKTRIN – DOKTRIN AGAMA
BUDDHA
1.
Catur Arya
Satyani
a.
Dukkha Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Dukkha)
Berbagai
bentuk penderitaan yang ada di dunia ini dapat dirangkum ke dalam tiga bagian
utama atau kategori, yaitu:
ü Penderitaan
Biasa (Dukkha-Dukkha), misalnya sakit flu, sakit perut, sakit gigi, dan
sebagainya.
ü Penderitaan
karena Perubahan (Viparinama-Dukkha), misalnya berpisah dengan yang dicintai,
berkumpul dengan yang dibenci, tidak tercapai apa yang diinginkan, sedih, ratap
tangis, putus asa, dan sebagainya.
ü Penderitaan
karena memiliki Badan Jasmani (Sankhara-Dukkha), yaitu penderitaan karena kita
lahir sebagai manusia, sehingga bisa mengalami sakit flu, sakit gigi, sedih,
kecewa, dan sebagainya.
b.
Dukkha Samudaya Ariya
Sacca (Kebenaran Ariya tentang Asal Mula Dukkha)
Ketiga macam penderitaan di atas tentu tidak muncul begitu saja, tetapi
karena ada sebab yang mendahului, BUKAN asal mula. Karena disebut dengan SEBAB,
maka hal itu tidak dapat diketahui awal dan akhirnya. Sebab penderitaan itu
adalah karena manusia diliputi Keserakahan, Kebencian dan Kegelapan Batin,
sehingga mengakibatkan kelahiran yang berulang-ulang dari masa ke masa dari
satu alam ke alam berikutnya.
Manusia banyak yang tidak menyadari bahwa ada kebebasan dari semua
bentuk penderitaan yang dapat dicapai ketika masih hidup. Mereka kebanyakan
melekat pada kesenangan-kesenangan nafsu indera, menghancurkan kehidupan
makhluk lain, menganut pandangan salah yang menyesatkan banyak orang dan
menjanjikan kebahagiaan semu dan sementara, hidupnya tidak diarahkan dengan
baik, tidak membuka diri untuk belajar lebih dalam tentang kebenaran universal,
menjadi orang dungu yang hanya tahu tapi tidak mempraktekkan apa yang ia
ketahui, menjadi orang bodoh yang tidak mampu membedakan kebaikan dan
kejahatan. Inilah sebab penderitaan yang menyelimuti kebanyakan umat manusia,
yaitu Nafsu yang tiada henti (Tanha), dan Avijja (kebodohan batin) yang menjadi
sebab kelahiran berulang-ulang bagi dirinya.
c.
Dukkha Nirodha Ariya Sacca
(Kebenaran Ariya tentang Terhentinya Dukkha)
Sebagaimana kesakitan akan sembuh manakala sebabnya telah diketahui dan
diberikan obat yang tepat, demikian pula penderitaan seseorang juga dapat
dihentikan dengan mempraktekkan cara-cara yang benar dan berlaku secara
universal. Kebahagiaan akan dicapai manakala ia terbebas dari penderitaan itu.
Kebahagiaan ini adalah kebahagiaan sejati, dimana tidak akan diketahui kemana
perginya seseorang yang telah bebas dari derita batin dan jasmani. Inilah
kebahagiaan Nibbana. Kebahagiaan yang dapat dicapai bukan setelah meninggal
dunia saja, tetapi juga ketika masih hidup di dunia ini.
Nibbana bukanlah suatu tempat, melainkan keadaan dimana seseorang
mempunyai pikiran yang sangat jernih yang telah terbebas dari sifat serakah,
benci, dan gelap batin. Ia dapat mencapainya ketika masih memiliki badan
jasmani. Sebagaimana perjuangan Pangeran Siddhartha untuk mencari jalan keluar
dari fenomena usia tua, sakit dan kematian hingga menjadi Buddha, maka seperti
itulah seseorang dengan sekuat tenaganya sendiri berusaha mengikis habis
sifat-sifat jahat yang ada dalam dirinya, mengikis habis ego dalam dirinya,
mengikis habis nafsu-nafsu indera, dan memunculkan kebijaksanaan paling tinggi
dalam kehidupannya dan menjadikan dirinya sendiri sebagai Orang Suci meskipun
masih bergaul dengan banyak orang dan berpenghidupan di masyarakat luas. Kelak
ketika ia meninggal dunia, maka tidak akan ada lagi orang yang mengetahui
kemana ia pergi, karena Nibbana bukanlah suatu tempat. Sebagaimana api itu ada,
namun tidak seorang pun yang dapat mengetahui kemana perginya api setelah
padam.
Jika diibaratkan sebuah lilin yang menyala, apinya adalah kebencian,
keserakahan, dan kegelapan batin dan batang lilin adalah badan jasmani, maka
ketika nyala lilin padam bersamaan dengan habisnya batang lilin yang terbakar,
saat itulah fenomena-fenomena selanjutnya dari lilin tersebut tidak dapat
diketahui oleh siapapun. Inilah gambaran Nibbana secara sederhana. Jadi sangat
mungkin Kebahagiaan Sejati dapat dicapai bukan setelah meninggal dunia, tetapi
juga ketika masih hidup.
d.
Dukkha
Nirodha Gamini Patipada Magga (Kebenaran Ariya
tentang Jalan yang menuju Terhentinya Dukkha)
Cara melenyapkan Dukkha adalah dengan memiliki 8 unsur berikut (disebut
juga Jalan Mulia Berunsur Delapan):
ü Pengertian
Benar
ü Pikiran
Benar
ü Ucapan
Benar
ü Perbuatan
Benar
ü Mata
Pencaharian Benar (Penghidupan Benar bagi bhikku/bhikkuni/samanera/samaneri)
ü Usaha
Benar
ü Perhatian
Benar
ü Konsentrasi
Benar
2.
Nirwana
Nirwana
merupakan tujuan terakhir setiap pemeluk agama budha adalah mencapai nirwana,
di mana seseorang telah terlepas dari samsara, yang berarti ia lepas dari
penderitaan, dan selanjutnya ia akan merasakan kebahagiaan yang abadi. Dalam
Agama Budha nirwana adalah merupakan suatu keadaan yang lebih baik dari segala
keadaan yang dapat di nikmati di dunia. Tidak mudah untuk mencapai nirwana,
karena untuk mencapai nirwana harus hidup suci dan mampu melenyapkan tanha sama
sekali. Jika seseorang telah dapat melakukan hidup suci dan melenyapkan tanha secara
maksimal, maka akan sampailah ia ke Nirwana, sebelum mencapai tingkat yang
maksimal, maka ia harus mengalami reinkarnasi yang berulang-ulang.
Bagi orang
yang ingin mencapai nirwana, maka pokok-pokok etika ini yang harus di taati:
a. Nirwana yang dapat di capai oleh seseorang pada waktu
itu ia masih hidup yaitu pada saat lenyapnya tanha, yang berarti ia telah
mencapai arahat. Keadaan ini di sebut Upadhisesa
b. Nirwana dalam arti berhentinya segala hal proses
hidup.
3.
Arahat
Seseorang arahat adalah seseorang yang telah
melenyapakan segala hawa nafsu dan keinginanya, sehingga ia tidak teringat olej
apapun.
Sebelim seseorang mencapai tingkat Arahat maka keadaan
yang mendekatinya dapat di bagi 3 yaitu :
1. Sotapatti ,yaitu tingkatan di mana seseorang harus
menjelma tujuh kali lagi sebelum mencapai nirwana
2. Sekadagami
magga, yaitu tingkat seseorang tinggal satu kali lagi menjelma sebelum
mencapai nirwana
3. Anagami , yaitu tingkatan di mana seseorang sudah
tidak akan menjelma lagi.[5]
4.
Tri ratna
Dalam syahadat (ucapan kesaksian) agama budha yang di
sebut triratna, berbunyi :
“Aku berlindung kepada Budha “
“Aku berlindung kepada Dharma “
“Aku berlindung kepada Sangha “
Dalam susunan kalimat ini kesaksian tersebut tidak di
sebut nama Tuhan.[6]
5.
Karma
Menurut apa yang di lukiskan sang Budha, karma adalah
hukum tanpa pengadilan dan konsekuensi yang tak memihak, atau secara lebih
sederhana adalah hukum tentang akibat yang mengikuti sebab.
6.
Tiga corak
Umum
Pengajaran
pertama yang di berikan Sang budha adalah kepada para pertapa yang telah berada
bersamanya selama tahun-tahun pertapaanya. Sang budha menjelaskan
kesalingketerkaitan dari tiga corak yang menentukan semua keberadaaan.
a. Semua yang di ciptakan dan tercipta selalu berubah dan
tidak kekal ( Anicca)
b. Semua yang di ciptakan dan tercipta selamanya tidak
memuaskan dan menderita ( dukkah)
c. Semau yang di ciptakan dan tercipta tidak ada diri
atau jiwa abadi (anatta)[7]
BAB III
PRAKTEK KEAGAMAAN DALAM AGAMA BUDHA
A. Ritual Keagamaan dalam Agama Budha
1) Samadhi
Samadhi biasa disebut juga meditasi yang artinya
memusatkan pikiran pada satu obyek meditasi.
Meditasi atau Samadhi terdiri dari 2
macam yaitu:
a.
Samatha Bhavana
Meditasi yang bertujuan untuk
mencapai ketenangan batin. Hasil dari meditasi ini adalah Abhinna (Kekuatan
batin).
b.
Vipassana Bhavana
Meditasi yang bertujuan untuk
mencapai pandangan terang. Hasil meditasi ini adalah Kesucian atau Nibbana.
Obyek meditasi ini adalah Nama/Rupa (Batin/Jasmani)
Manfaat dari meditasi antara lain :
Ø
pikiran tenang dan terkendali
Ø
wajah berseri-seri
Ø
bangun tidur dengan segar
Ø
tidak mudah marah-marah
Ø
sabar menghadapi segala permasalahan
Ø
membangkitkan keberanian
Ø
menumbuhkan rasa
percaya diri, dan sebagainya.
2) Kebaktian
Dalam
Agama budha puja
bhakti dapat diartikan memuja segala kebesarannya serta berbakti kehadapannya. Dan umat budha mewajibkan melaksanakan puja
bakti / kebaktian sesuai dengan tuntutan dan tujuanya. Agar umat budha selalu
waspada dan mengontrol dalam melalukan sesuatu perbuatan yaitu
v
Peralatan Ibadat
Untuk melakukan peribadatan diperlukan perlatan
diantaranya adalah:
a. Tempat Kebaktian yaitu :
Vihara atau Cetia. Vihara biasanya lebih lengkap dan lebih besar dari cetia.
b. Patung sang Buddha,
patung tersebut diletakkan diatas altar. Hal ini bukan berarti umat Buddha
menyembah patung sebab mereka menyadari bahwa patung tetaplah patung yang tetap
dihargai sebagai apa adanya.
c. Lilin, ditaruh diatas
altar sebagai lambang penerangan, dengan penerangan seseorang akan mampu
membedakan yang baik dan yang tidak baik.
d. Air, merupakan lambang
kesucian sebab air yang sedemikian keruhnya bila ditenangkan beberapa saat maka
air itupun akan menjadi bersih dan suci.
e. Dupa, bila dupa
dinyalakan akan mengeluarkan asap yang berbau harum yang memberikan suasana
segar dalam kebaktian.
f. Bunga, persembahan ini
mengingatkan akan adanya karma yakni apapun yang telah diingat manusia.
g. Buah-buahan, persembahan
ini mengingatkan akan adanya karma yakni apaun yang telah dilakukan manusia.
h. Kue-kue,
persembahan ini mengingatkan hendaknya dalam mencari kehidupan atau bermata
pencaharian dengan jalan Tuhan Yang Maha Esa.
B. Upacara Keagamaan Buddha
Upacara adalah suatu rangkaian
tindakan atau perbuatan yang terkait dengan aturan-aturan tertentu menurut adat
atau agama. Dalam agama Buddha upacara merupakan suatu
cetusan hati nurani manusia terhadap suatu keadaan. Menurut sejarah agama
Budha, Sang Budha tidak pernah mengajar cara upacara. Sang Buddha hanya
mengajarkan Dhamma agar semua makhluk terbebas dari penderitaan.
Upacara yang sekarang
kita lihat merupakan perkembangan dari kebiasaan yg ada, yg terjadi sewaktu
Sang Buddha masih hidup yg di sebut Vattha yg artinya kewajiban yg harus di
penuhi oleh para bhikkhu seperti merawat Sang Buddha, membersihkan ruangan,
mengisi air dan sebagainya & kemudian mereka semua bersama dengan umat lalu
duduk mendengarkan kottbah Sang Buddha. Ada dua cara pemujaan dalam agama
Buddha, yaitu :
1)
Amisa Puja
Yaitu pemujaan dengan
persembahan. Dalam Kitab Mangalattha –
Dipani menguraikan 4 hal yang perlu diperhatikan dalam menerapkan Amisa
Puja ini :
a. Sakkara : memberikan
persembahan materi
b. Garukara
: Menaruh kasih serta bakti terhadap
nilai nilai luhur
c. Manana : Memperlihatkan
rasa percaya / yakin
d. Vandana
: menguncarkan
ungkapan / kata persanjungan
Selain
itu, ada 3 hal lagi yg harus diperhatikan agar amisa puja dapat dilakukan
sebaik-baiknya. Ketiga hal tersebut yaitu :
a. Vatthu
Sampada : Kesempurnaan materi
b. Cetana Sampada : Kesempurnaan
dlm kehendak
c. Dakkhineyya Sampada : Kesempurnaan dlm objek
pemujaan
2)
Patipatti Puja
Yaitu pemujaan dengan
pelaksanan, sering juga di sebut sebagai Dhamma puja. Menurut kitab
paramatthajotika, yg dimaksud “pelaksanaan” dlm hal ini adalah :
a. Berlindung
pada Tisarana ( tiga perlindungan ), yakni Buddha, Dhamma, dan Arya
Sangha
b. Serta
bertekad untuk melaksanakan Pancasila Buddhist ( lima kemoralan ) yakni
pantangan untuk membunuh, mencuri, berbuat asusila, berkata yg tidak benar,
mengkonsumsi makanan/minuman yg melemahkan kesadaran (kewaspadaan)
c. Bertekad
melaksanakan Attahanga sila ( delapan sila ) pada hari-hari uposattha
d. Berusaha
menjalankan Parisuddhi Sila ( Kemurniaan Sila ), yaitu :
1. Pengendalian diri dalam tata tertib
1. Pengendalian diri dalam tata tertib
2. Pengendalian
enam indera
3. Mencari
nafkah hidup secara benar
4. Pemenuhan
kebutuhan hidup yg layak
Dalam Sutta Pitaka
bagian Anguttara Nikaya, Dukanipata, dengan sangat jelas Sang Buddha Gotama
menandaskan demikian : “Duhai para Bhikkhu, ada dua cara pemujaan, yaitu Amisa
Puja dan Dhamma Puja. Di antara dua cara pemujaan ini, Dhamma Puja (Patipatti
Puja) adalah yang paling unggul”.
Upacara seremonial atau
hari-hari suci yang dirayakan oleh umat Buddha dan diadakan peringatan secara
umum hari-hari besar itu adalah :
1. Waisak, dirayakan setiap bulan Mei saat
bulan purnama sidhi.
2. Asadha,
diperingati 2 bulan sesudah Waisak, pada waktu bulan purnama sidhi pada bulan Juli.
3. Kathina,
diperingati pada saat bulan purnama sidhi dibulan oktober tiga bulan setelah
peringatan Asadha.
4. Metta,
diperingati setiap tanggal 1 Januari yang merupakan hari dana bagi umat Buddha.
5. Magga Puja, dirayakan tiap bulan
Februari saat bulan purnama sidhi.
Secara terperinci manfaat yg
langsung didapat dari upacara adalah sebagai berikut :
Saddha : Kenyakinan
dan bakti akan tumbuh berkembang
Brahmavihara : Empat kediaman atau keadaan batin yang luhur
akan berkembang yaitu : Metta (Cinta kasih yg universal), Karuna (Belas
kasihan), mudita (simpati atas kebahagiaan/kelebihan makhluk lain), Upekha (
seimbang dalam suka/duka)
Santutthi : Indera
akan terkendali
Samvara : Puas
Santi : Damai
Sukha : Bahagia
C. Tempat-tempat Suci Agama Buddha
Ada
empat tempat yang layak diziarahi oleh umat yang penuh keyakinan dan yang akan
mengispirasikan kebangkitan spiritual dalam diri mereka tempat-tempat itu
meliputi :
1.
Lumbini, tempat kelahiran
Sang Buddha
Lumbini adalah sebuah tempat ziarah Buddhis di distrik Kapilavastu - Nepal, dekat perbatasan India. Ini adalah tempat di mana Ratu Mayadevi
dikisahkan telah melahirkan Pangeran Siddhartha
Gautama, yang pada
akhirnya disebut sebagai Buddha Gautama, pendiri Ajaran Buddha. Sang Buddha hidup antara tahun 563
sampai dengan 483 SM. Taman Lumbini adalah salah satu dari empat tempat suci
untuk berziarah yang sudah ada sejak jaman kehidupan Buddha Gautama. Ketiga
tempat suci lainnya adalah di Kushinagar, Bodh Gaya, dan Sarnath.
Lumbini terletak di kaki
gunung Himalaya 25 km sebelah timur kota Kapilavastu, kerajaan di mana Pangeran
Siddhartha menghabiskan 29 tahun usianya. Kapilavastu adalah nama tempat
tersebut dan juga nama dari distrik sekitarnya. Lumbini memiliki sejumlah
tempat ibadah, termasuk Vihara Mayadevi dan vihara-vihara lain yang masih dalam
proses pembangunan. Juga di sini terdapat Puskarini atau Kolam Suci - tempat di
mana ibunda Pangeran Siddhartha mengambil ritual mandi sesaat sebelum
melahirkan dan di mana Pangeran Siddhartha pun mandi untuk pertama kalinya -
serta terdapat pula sisa-sisa istana Kapilavastu. Di situs lain dekat Lumbini
merupakan tempat Buddha sebelum Buddha Gautama, menurut cerita; lahir, mencapai
pencerahan dan akhirnya melepaskan bentuk keduniawian.
2.
Buddha Gaya (Bodhgaya),
tempat Sang Buddha mencapai Pencerahan Sempurna
Bodh Gaya atau Bodhgaya adalah
nama sebuah kota di distrik Gaya di negara bagian Bihar - India. Tempat
ini terkenal sebagai tempat Buddha Gautama mencapai nirvana (Pencerahan). Menurut sejarah, tempat tersebut dikenal sebagai Bodhimanda (tanah di sekitar pohon Bodhi), Uruvela, Sambodhi, Vajrasana dan
Mahabodhi. [1] Nama Bodh Gaya tidak digunakan hingga
abad ke-18. Vihara utama Bodhgaya dulu disebut Bodhimanda-Vihara (Pali). Sekarang disebut Vihara Mahabodhi. Bagi umat Buddha, Bodh Gaya adalah tempat yang paling
penting dari empat utama situs ziarah buddhis yang terkait dengan masa
kehidupan Buddha Gautama, tiga tempat suci lainnya adalah Kushinagar, Lumbini, dan Sarnath.
3. Taman Rusa di Isipatana, tempat Sang
Buddha memutar roda Dhamma untuk pertama kali
4. Kusinara, Tempat Sang Buddha mencapai
Maha Parinibbana, Pembebasan Akhir. Kusinara merupakan tempat yang sangat bersejarah dalam agama Buddha
disinilah Sang Guru Agung kita Buddha Gautama sang Tathagata mencapai Maha
Parinirvana. Konon, jika meninggal saat berziarah ke
tempat-tempat ini dengan hati yang penuh bakti, saat tubuhnya hancur setelah
mati, akan terlahir kembali di alam bahagia, bahkan di alam surga.
D.
Berbandingan Agama Buddha dengan Agama Hindu
BAB 4
PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Saran
Agar kita bisa memahami agama agama lain, walaupun kita umat muslim dan supaya kita bisa membedakan antara
agama yang satu dengan agama yang lain
Daftar Pustaka
Ahmadi,Abu.1991.Perbandingan
Agama.Jakarta:PT.RINEKA CIPTA
Dhavamony,Mariasusai.1995.fenomologi
agama.Yogyakarta:Kanisus
Rifai, Moh.Perbandingan
Agama.Semarang:PT.Wicaksana
Abdul
Manaf,Mujtahid.1994.Sejarah agama-agama.Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada
Stokes
Gillian.2001.Seri siapa dia? Budha.Jakarta:Erlangga
Sou’yb,Joesoef.1983.Agama-agama
besar di dunia.jakarta : Pustaka Al husna.
No comments:
Post a Comment