BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Seiring
terus berkembangnya zaman, pola pemikiran manusia pun semakin berkembang maju.
Tak terkecuali dalam hal kepercayaan. Bukanlah suatu hal yang aneh ketika suatu
masyarakat meyakini suatu kepercayaan tertentu yang oleh masyarakat luas bahkan
tidak dianggap bahwa itu adalah agama
Agama asli
Nusantara
adalah agama-agama tradisional yang telah ada sebelum agama Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Buddha, Konghucu masuk ke Nusantara (Indonesia).
Mungkin
banyak di kalangan masyarakat Indonesia sudah tidak lagi mengetahui bahwa
sebelum agama-agama "resmi" (agama yang diakui); Islam, Kristen
Katolik, Kristen Protestan, Hindu dan Buddha, kemudian kini Konghucu, masuk ke Nusantara
atau Indonesia,
di setiap daerah telah ada agama-agama atau kepercayaan asli, seperti Sunda Wiwitan
yang dipeluk oleh masyarakat Sunda di
Kanekes, Lebak,
Banten;
Sunda Wiwitan aliran Madrais, juga dikenal sebagai agama Cigugur
(dan ada beberapa penamaan lain) di Cigugur, Kuningan,
Jawa Barat;
agama Buhun di Jawa Barat; Kejawen di Jawa Tengah
dan Jawa Timur;
agama Parmalim, agama asli Batak;
agama Kaharingan di Kalimantan;
kepercayaan Tonaas Walian di Minahasa,
Sulawesi Utara;
Tolottang di Sulawesi Selatan;
Wetu Telu di Lombok;
Naurus di Pulau Seram
di Propinsi Maluku,
dll. Didalam Negara Republik Indonesia, agama-agama asli Nusantara tersebut
didegradasi sebagai ajaran animisme,
penyembah berhala / batu atau hanya sebagai aliran kepercayaan.
Diantara aliran-aliran kepercayaan
di indonesia yang masih sangat terkenal
hingga sekarang ialah diantaranya kejawen di jawa tengah dan jawa timur, tolottang
di sulawesi selatan, kaharingan di kalimantan dan marapu di sunda.
1.2.
Rumusan masalah
1. Apa
pengertian aliran kepercayaan ?
2. Bagaimana
sejarah munculnya aliran kepercayaan ?
3. Berapa
banyak aliran kepercayaan di Indonesia ?
4. Bagaimana
perkembangan aliran kepercayaan di Indonesia ?
1.3.
Tujuan masalah
1. agar
mahasiswa mengetahui arti dari aliran kepercayaan
2. untuk
mengetahui sejarah munculnya aliran kepercayaan
3. agar
mahasiswa mengetahui banyaknya aliran kepercayaan di Indonesia
4. agar
mahasiswa mengetahui perkembangan aliran kepercayaan di Indonesia
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian aliran kepercayaan
Menurut apa
yang bisa kita ketahui baik dari pihak aliran kepercayaan maupun pengertian
umum, aliran kepercayaan merupakan suatu
ajaran pandangan hidup berkepercayaan kepada Tuhan YME yang tidak bersandarkan
sepenuhnya kepada ajaran agama-agama yang ada. Dengan kata lain, dalam kehidupan
moralnya maupun dalam rangka menyembah kepada Tuhan penganut paham aliran kepercayaan
tidak berpegang ataupun tidak menganut pada suatu ajaran agama tertentu.
Karena tidak
menganut sesuatu ajaran agama tertentu, maka terbukalah suatu kondisi bagi para
penganjur suatu gerakan "aliran kepercayaan" untuk merumuskan atau
menafsirkan ajaran hidup moral dan penembahan kepada Tuhan sesuai dengan
pendapat dan pengalaman hidupnya sendiri. Hal ini mengakibatkan berbagai
gerakan kebatinan yang bernaung dalam sebutan "aliran kepercayaan kepada
Tuhan YME" itu ternyata tidak mempunyai guru dan ajaran yang sama satu
dengan lainnya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa dalam
ajaran Islam, aliran kepercayaan tidak dapat dibenarkan secara teologis
(akidati), walau dalam tinjauan HAM. Dalam ajaran Islam, sebagaimana dijelaskan
al Qur an, telah ditentukan "tidak ada paksaan dalam agama". Adapun sikap
dakwah praksis para ulama dapat dikelompokkan dalam dua kategori. Pertama sikap
purifikasi dan kedua adalah islamisasi. Sikap pertama cenderung menolak sama
sekali terhadap budaya kejawen misalnya, dan sikap kedua cenderung mengakomodir
budaya "aliran" setelah melakukan improvisasi (islamisasi) terlebih
dahulu. Tentu saja, kedua sikap ini ditempuh setelah terjalinnya kesepakatan
akan kebatilan "aliran kepercayaan".
2.2
. Asal usul munculnya aliran kepercayaan
Seiring
terus berkembangnya zaman, pola pemikiran manusia pun semakin berkembang maju.
Tak terkecuali dalam hal kepercayaan. Bukanlah suatu hal yang aneh ketika suatu
masyarakat meyakini suatu kepercayaan tertentu yang oleh masyarakat luas bahkan
tidak dianggap bahwa itu adalah agama.
Entah apa yang menbedakan antara yang satu dengan yang lainnya. Apakah
konsep tentang ketuhanan mereka berbeda? Atau bahkan mungkin keberagaman budayakah
yang membuat pemahaman tentang Tuhan itu berbeda-beda? Mengingat bangsa
Indonesia merupakan bangsa yang multi kultural baik dari segi bahasa, suku,
ras, dan sebagainya. maka tak heran jika pemahaman mereka tentang apa itu Tuhan
(baca: sesuatu yang dianggap harus disembah). Tentunya kita tidak bisa
menyamakan begitu saja dalam masyarakat umum bahwa apa yang biasa dipuja itu
bernama Tuhan. Nyatanya bagi masyarakat pedalaman, mereka bahkan tak mengenal
apa itu artinya Tuhan.
Dari dulu hingga sekarang kehidupan manusia tak lepas dari berbagai
kebutuhan. Tentunya spiritualitas pun menjadi suatu kebutuhan tersendiri bagi
masyarakat Indonesia pada umumnya. Berbagai hal dilakukan untuk dapat memenuhi
apa yang mereka anggap sebagai kepuasan spiritual. Dalam suatu ajaran jawa
misalnya. Seseorang dianggap telah mempunyai daya spriritual yang bagus dan
dekat dengan Tuhannya ketika telah melakukan berbagai macam puasa.
Bagi sebagian penganut ajaran tertentu, biasanya ada semacam ritual
yang dilakkan oleh para penganutnya. Entah itu ketika ada suatu kejadian besar
atau bahkan ketika memperingati suatu kejadian tertentu dimasa lampau. Biasanya
ritual-ritual itu dilakukan dengan menyajikan beragam sesajen, makanan,
buah-buahan, beberapa jenis bunga tertentu dan tak lupa kemenyan dan arangnya.
Tentunya sebelum sesajen itu siap untuk disajikan, terlebih dahulu diberi
jampi-jampi oleh seseorang yang dianggap tetua atau yang paling mengerti
tentang hal tersebut.
Beragam
kegiatan spiritual yang lainnya masih sangat banyak di nusantara ini. Sedangkan agama asli Nusantara adalah agama-agama tradisional yang telah ada sebelum agama Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Buddha, Konghucu masuk ke Nusantara (Indonesia). Mungkin banyak di kalangan
masyarakat Indonesia sudah tidak lagi mengetahui bahwa sebelum agama-agama
"resmi" (agama yang diakui) Islam, Kristen Katolik, Kristen
Protestan, Hindu dan Buddha, kemudian kini Konghucu, masuk ke Nusantara atau Indonesia, di setiap daerah telah ada
agama-agama atau kepercayaan asli.
2.3. Aliran kepercayaan di Indonesia
Diantara aliran-aliran kepercayaan
di indonesia yang masih sangat terkenal
hingga sekarang ialah diantaranya kejawen di jawa tengah dan jawa timur,
tolottang di sulawesi selatan, kaharingan di kalimantan dan marapu di sunda.
1. Kejawen
Kejawen bahasa Jawa Kejawèn adalah sebuah kepercayaan atau mungkin boleh
dikatakan agama yang terutama dianut di pulau Jawa oleh suku Jawa dan sukubangsa lainnya yang menetap
di Jawa.
Kata “Kejawen” berasal dari kata
Jawa, sebagai kata benda yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu segala
yg berhubungan dengan adat dan kepercayaan Jawa (Kejawaan). Penamaan
"kejawen" bersifat umum, biasanya karena bahasa pengantar ibadahnya
menggunakan bahasa Jawa. Dalam konteks umum, kejawen merupakan bagian dari agama
lokal Indonesia. Seorang ahli antropologi Amerika Serikat, Clifford Geertz pernah menulis tentang agama ini
dalam bukunya yang ternama The Religion of Java atau dalam bahasa lain, Kejawen
disebut "Agami Jawi".
Kejawen dalam opini umum berisikan
tentang seni, budaya, tradisi, ritual, sikap serta filosofi orang-orang Jawa. Kejawen juga
memiliki arti spiritualistis atau spiritualistis suku Jawa.
Penganut ajaran kejawen biasanya tidak menganggap ajarannya
sebagai agama dalam pengertian seperti agama monoteistik, seperti Islam atau
Kristen, tetapi lebih melihatnya sebagai seperangkat cara pandang dan
nilai-nilai yang dibarengi dengan sejumlah laku (mirip dengan "ibadah"). Ajaran kejawen biasanya
tidak terpaku pada aturan yang ketat, dan menekankan pada konsep
"keseimbangan". Dalam pandangan demikian, kejawen memiliki kemiripan
dengan Konfusianisme atau Taoisme, namun tidak sama pada
ajaran-ajarannya. Hampir tidak ada kegiatan perluasan ajaran (misi) namun
pembinaan.
Simbol-simbol "laku"
biasanya melibatkan benda-benda yang diambil dari tradisi yang dianggap asli
Jawa, seperti keris, wayang, pembacaan mantera, penggunaan bunga-bunga tertentu
yang memiliki arti simbolik, dan sebagainya. Akibatnya banyak orang (termasuk
penghayat kejawen sendiri) yang dengan mudah mengasosiasikan kejawen dengan
praktik klenik dan perdukunan.
Ajaran-ajaran kejawen bervariasi,
dan sejumlah aliran dapat mengadopsi ajaran agama pendatang, baik Hindu, Buddha, Islam, maupun Kristen. Gejala sinkretisme ini sendiri dipandang bukan sesuatu
yang aneh karena dianggap memperkaya cara pandang terhadap tantangan perubahan
zaman.
Banyak pula
pertanyaan dari masyarakat seputar ajaran Kejawen. Pertanyaan tersebut tidak
semata disampaikan oleh orang yang awam terhadap Islam, akan tetapi juga oleh
para dai, takmir masjid, dan tokoh masyarakat. Dari ‘nada’ pertanyaan mereka,
penulis menangkap bahwa masyarakat masih menganggap Kejawen merupakan bagian
dari Islam, sehingga mereka sering menyebut dengan nama Islam Kejawen.
Rahnip M.,
B.A. dalam bukunya Aliran Kepercayaan dan Kebatinan dalam Sorotan menjelaskan, “Kebatinan
adalah hasil pikiran dan angan-angan manusia yang menimbulkan suatu aliran
kepercayan dalam dada penganutnya
dengan
membawakan ritus tertentu, bertujuan untuk mengetahui hal-hal yang gai, bahkan
untuk mencapai persekutuan dengan sesuatu yang mereka anggap Tuhan secara
perenungan batin, sehingga dengan demikian (menurut anggapan mereka) dapat
mencapai budi luhur untuk kesempurnaan hidup kini dan akan datang sesuai dengan
konsep sendiri.
Dari
pengertian di atas didapat beberapa istilah kunci dari ajaran kebatinan yaitu :
a.
Merupakan hasil pikiran dan
angan-angan manusia.
b.
Memiliki cara beribadah (ritual)
tertentu
c.
Yang dituju adalah pengetahuan ghaib
dan terkadang juga malah bertujuan menyatukan diri dengan tuhan.
d.
Hasil akhir adalah kesempurnaan hidup dengan
konsep sendiri.
Aliran kejawen, kepercayaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa dalam beberapa tahun terakhir berkembang cukup pesat.
Hingga kini tercatat sejumlah 7 aliran yang berkembang di berbagai wilayah
Kabupaten Temanggung.
Ketujuh aliran tersebut adalah
Subud, Sapto Darmo, dan Mardi Santosaning Budi yang banyak berkembang di
Kecamatan Kaloran serta Kranggan. Selain ketujuh aliran tersebut, berkembang
pula suatu perkumpulan yang mirip dengan aliran kepercayaan yakni Pangestu. Jumlah
anggota ketujuh aliran ini di Temanggung mencapai ribuan
Aliran yang lainnnya diantaranya
Cahya Buana yang banyak berkembang di sekitar Kecamatan Ngadirejo, dan Palang
Putih Nusantara yang tumbuh pesat di wilayah Kedu. dan aliran Sumarah yang
berkembang di daerah Tlogomulyo dan sekitarnya, serta Hidup Betul dengan pusat
di Kecamatan Selopampang.
Namun diantara aliran-aliran
tersebut yang sangat jelas dan sangat terkenal adalah, subud, sapto darmo,
sumarah, palang putih nusantara, cahya buana.
a. Subud
Jika boleh dibedakan, aliran kepercayaan di Indonesia itu ada yang
berbentuk suatu ajaran dan adapula yang tidak. Agama termasuk kedalam aliran
kepercayaan yang berbentuk ajaran karena dalam suatu agama, ilmu itu haruslah
diberikan diajarkan dikembangkan. Hal tersebut membuat suatu agama bisa
bertahan turun menurun antar generasi. Kalaupun tidak demikian, agama bisa
dipelajari lewat kitab sucinya dan kitab-kitab pendukung lainnya.
Adapun
aliran kepercayaan yang tidak berbentuk suatu ajaran ada yang namanya Subud. Subud, merupakan kelompok atau Aliran Kepercayaan yang berasal dari
Negara Indonesia yang kini telah banyak di kenal oleh dunia Internasional. Meskipun
Subud bersumber pada pengalaman-pengalaman dalam bidang keagamaan, Subud
sendiri bukanlah agama atau ajaran. Subud merupakan pengakuan terhadap
kekuasaan Tuhan, yang meliputi dan menguasai seluruh alam raya, baik yang
kasatmata maupun yang gaib. Subud juga merupakan pengalaman tentang faal
kekuasaan Tuhan di dalam kepribadian manusia. Di dalam Subud sama sekali tidak
terdapat dogma atau pendeta. Tidak terdapat pula penguasa selain Tuhan Yang
Maha Esa.
Berpadanan
dengan ajaran semua agama besar, maka para anggota Subud berkeyakinan bahwa
Tuhan tidak dapat tercapai oleh akal-pikiran manusia. Untuk itu kita hanya
perlu berserah diri kepada-Nya dengan sabar, tawakal, dan ikhlas sambil
memasrahkan kehendak pribadi kita kepada kehendak Tuhan. Subud tidak bersifat
ketimur-timuran ataupun kebarat-baratan. Subud adalah milik umat manusia yang
esa dalam menghadap ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Subud juga bukan sesuatu
yang baru, karena hal-hal yang dialami di dalam Subud, yaitu pencurahan
kemurahan Tuhan kepada manusia sesuai dengan kehendak-Nya.
Sejarah
Subud mulai di sekitar tahun 1925, ketika almarhum R. M. Muhammad Subuh
Sumohadiwijoyo secara tak terduga dijamah dengan hebat oleh kekuasaan Tuhan.
Kontak dahsyat ini disusul dengan masa tiga tahun yang ditandai gejolak luar
biasa di dalam jiwanya. Pada akhir masa itu, doanya terkabul dengan
diperolehnya petunjuk bahwa karunia yang telah diterima beliau tidak hanya
untuk dirinya sendiri dan dapat dibagi-bagikan kepada siapa saja yang berminat.
Hanya disyaratkan bahwa anggota tidak boleh dicari-cari. Perlu menunggu
kedatangan para peminat atas prakarsa mereka sendiri. Mula-mula kontak itu
hanya disampaikan kepada anggota keluarga dan tetangga dekat, tetapi lama
kelamaan ternyata ada peminat yang datang dari lain-lain tempat di Indonesia
untuk menerima kontak.
dan lambat laun anggota-anggota
tertentu pada gilirannya juga diizinkan menyampaikan kontak kepada para
peminat.
Nama Subud
mulai dipakai pada tahun 1947, dan sejak tahun 1956 latihan kejiwaan Subud
mulai menyebar ke hampir seluruh dunia. Karena sama sekali tidak mencari
publisitas, Subud semata-mata menjalar melalui pengenalan dan keteladanan
pribadi.
pemimpin
kejiwaan yang hanya membimbing para anggota dan memberi keterangan serta
nasihat yang dimintanya. Seluruh ajaran yang dibutuhkan manusia telah tersedia,
tuturnya, dalam agama-agama besar. Di dalam Subud Bapak Subuh tidak berfungsi
sebagai guru atau penguasa, melainkan sebagai Subud tidak bermaksud memisahkan
manusia dari agamanya, malah kebalikannya. Subud, melalui proses pembersihan diri,
memungkinkan para anggotanya mengamalkan ajaran agama masing-masing, karena
lambat laun mereka dapat menjadi manusia sejati sesuai dengan kehendak Tuhan.
Dan Bapak subuh wafat di Indonesia
pada tahun 1987, dalam umur 86 tahun.
Nama Subud
tidak mempunyai hubungan langsung dengan nama pribadi Bapak Subuh. Subud
merupakan singkatan tiga kata Sanskerta, yaitu Susila, Budhi, dan Dharma. Di
dalam Subud ketiga kata tersebut ditafsirkan sebagai berikut: Susila berarti
budi pekerti manusia yang baik, sejalan dengan kehendak Tuhan Yang Maha Esa.
Budhi berarti daya kekuatan diri pribadi yang ada pada diri manusia. Dharma
berarti penyerahan, ketawakalan, dan keikhlasan terhadap kekuasaan Tuhan Yang
Maha Esa. Setelah kontak dengan daya atau kekuatan Tuhan (Budhi) diterimanya,
pelatih menyerah kepada bimbingan Tuhan (Dharma), dan, dengan demikian,
dituntun kepada budi pekerti yang utama (Susila). Bimbingan Tuhan seperti itu
dialami baik di dalam latihan kejiwaan maupun di dalam kehidupan sehari-hari.
Latihan kejiwaan
Subud merupakan kebaktian sejati kepada Tuhan melalui penyerahan kita kepada
kehendak-Nya, dan faal latihan adalah proses pembersihan dan perkembangan
batin. Banyak unsur di dalam diri kita yang kotor, baik yang ternoda oleh
kesalahan turun-menurun maupun yang ternoda oleh kesalahan kita pribadi. Banyak
hal yang masih perlu diperbaiki, dan latihan kejiwaan Subud dapat
memperbaikinya dengan cara yang di luar kemampuan kita sendiri. Hanya kekuasaan
Tuhan yang dapat merasuk sampai lubuk jiwa, tempat perbaikan diri perlu
dikerjakan, Hanya Tuhan yang tahu apa yang kita butuhkan.
Selama
paroan kedua tahun 1957, ratusan orang masuk Subud, banyak di antaranya warga
Afrika, Australia, dan Amerika, serta negeri-negeri lain di Eropa, dan mereka
pun mengundang Bapak Subuh untuk mengunjungi negerinya masing-masing.
b. Sapto dharmo
Secara umum kejawen
(kebatinan) banyak bersumber dari ajaran nenek moyang bangsa Jawa yaitu animisme
dan dinamisme, yang diwariskan secara turun temurun
sehingga tidak dapat diketahui asal-muasalnya.
Sapto Darmo
(salah satu aliran besar kejawen), sejarahnya pertama kali dicetuskan oleh
Hardjosaputro dan selanjutnya dia ajarkan hingga meninggalnya, 16 Desember
1964. Nama Sapto Darmo diambil dari bahasa jawa; sapto artinya tujuh dan darmo
artinya kewajiban suci. Jadi sapto darmo artinya tujuh kewajiban suci. Sekarang
aliran ini banyak berkembang di Yogya dan Jawa Tengah, bahkan sampai luar Jawa.
Aliran ini mempunyai pasukan dakwah yang dinamakan Corps Penyebar Sapto Darmo,
yang dalam dakwahnya sering dipimpin oleh ketuanya sendiri (Sri Pawenang) yang
bergalar Juru Bicara Tuntunan Agung.
Penganut
Sapto Darmo meyakini bahwa manusia hanya memiliki 7 kewajiban atau disebut 7
Wrwarah Suci yaitu :
1. Setia dan
tawakal kepada Pancasila Allah (Maha Agung, Maha Rahim, Maha Adil, Maha Kuasa,
dan Maha Kekal).
2. Jujur dan suci hati menjalankan
undang-undang Negara.
3. Turut menyingsingkan lengan baju menegakkan
nusa bangsa.
4. Menolong siapa saja tanpa pamrih, melainkan
atas dasar cinta kasih.
5. Berani hidup atas kepercayaan penuh pada
kekuatan diri-sendiri.
6. Hidup dalam masyarakat dengan susila dan
disertai halusnya budi pekerti.
7. Yakin bahwa dunia ini tidak abadi,
melainkan berubah-ubah
Dalam
sudut pandang aqidah Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah, ajaran Sapto Darmo
hanya berisi keimanan kepada Allah sebatas beriman terhadap Rububiyah Allah;
itupun dengan pemahaman yang salah.
Inti
ajaran Sapto Darmo hanya mengajarkan iman kepada Allah saja. Hal itu
menunjukkan batilnya ajaran Sapto Darmo dalam pandangan Islam. Aqidah
Islam memerintahkan untuk mengimani enam perkara yang dikenal dengan rukun
iman, yaitu beriman kepada Allah, Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, para
Rasul-Nya, Hari Akhir, dan Takdir yang baik maupun buruk.
Menurut Sapto
Darmo, manusia harus memiliki 5 (lima) sifat dasar yaitu:
1.
Berbudi luhur terhadap
sesama umat lain.
- Belas kasih (welas asih) terhadap sesama umat yang lain.
- Berperasaan dan bertindak adil.
- Sadar bahwa manusia dalam kekuasaan (purba wasesa) Allah.
- Sadar bahwa hanya rohani manusia yang berasal dari Nur Yang Maha Kuasa yang bersifat abadi.
Salah
satu dari ajaran Sapto Darmo dalam Panca Sifat Manusia yang perlu
dikritisi adalah bahwa hanya ruhani manusia yang berasal dari sinar cahaya Yang
Maha Kuasa yang bersifat abadi.
Bantahanya :
Dalam
pandangan Islam keyakinan seperti ini sangat bathil. Sebab semua yang ada di
alam semesta ini selain Allah adalah makhluk, dan semua makhluk adalah tidak
kekal, termasuk juga manusia, baik ruhnya maupun jasadnya. Manusia adalah
makhluk; yang diciptakan oleh Allah dari tanah. Sebagaimana firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala dalam Surat ash-Shaffat:
Artinya: “…Sesungguhnya Kami telah
menciptakan mereka dari tanah liat.” (QS. ash-Shaffat 37 :11)
Keyakinan Sapto
Darmo tentang keabadian ruh manusia muncul dari anggapan mereka bahwa pada
diri manusia terdapat ‘persatuan dua unsur’ yaitu unsur jasmani -dari tanah-
dan unsur ruhani -yang mereka dakwakan sebagai- cahaya Allah yang abadi. Dalam
terminologi kebatinan hal itu disebut dengan ajaran Panteisme, yakni
bersatunya unsur Tuhan (Laahut) dan unsur manusia (Naasut).
Kitab suci
penganut Sapto Darmo adalah yang diusahakan oleh Bopo Panuntun Gutama,
yang tidak lain adalah pendirinya itu sendiri, Hardjosapuro. Menurut pandangan
mereka, kitab ini berasal dari kumpulan ‘wahyu’ dari Tuhan yang memiliki sifat
Pancasila Allah.
Bantahannya:
Kitab Suci
penganut Sapto Darmo sebagaimana disebutkan di muka adalah yang
diusahakan oleh Bopo Panuntun Gutama, yaitu Hardjosapuro. Menurut
pandangan mereka, kitab suci mereka itu berasal dari ‘wahyu’ yang berasal dari
Tuhan yang memiliki sifat Pancasila Allah. Itu berarti bahwa ‘kitab suci’
tersebut baru, lahir sekitar 40 tahun yang lalu.
Bagaimana
kalau dikembalikan kepada ajaran Islam? Aqidah Islam mengajarkan bahwa Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah penutup kenabian dan
kerasulan. Dan al-Qur’an adalah kitab suci terakhir yang diturunkan Allah Subhanahu
wa Ta’ala; karena tidaklah kitab suci itu diturunkan melainkan melalui para
Rasul; dan Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah penutup
para Nabi dan Rasul. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
Artinya: “Muhammad itu
sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki diantara kamu, tetapi dia
adalah Rasulullah dan penutup Nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu.” (QS. al-Ahzab [33] : 40)
Konsep
alam dalam pandangan Sapto Darmo adalah meliputi 3 alam:
- Alam Wajar yaitu alam dunia sekarang ini.
- Alam Abadi yaitu alam langgeng atau alam kasuwargan. Dalam terminologi Islam maknanya mendekati alam akhirat.
- Alam Halus yaitu alam tempat roh-roh yang gentayangan (berkeliaran) karena tidak sanggup langsung menuju alam keswargaan. Roh-roh tersebut berasal dari manusia yang selama hidup di dunia banyak berdosa.
Bantahannya:
Aliran
Sapto Darmo meyakini adanya yaitu alam tempat roh-roh yang gentayangan
atau berkeliaran karena tidak sanggup langsung menuju alam keswargaan.
Kata mereka, roh-roh tersebut berasal dari manusia yang selama hidup di dunia
banyak berdosa.
Dalil-dalil
tentang Aqidah Islam tidak mengenal alam yang demikian itu. Setelah manusia
meninggal dunia –bagaimanapun cara meninggalnya– maka selanjutnya ia berada
dalam suatu alam yang disebut dengan alam kubur atau alam barzakh,
sebagaimana dijelaskan oleh al-Allamah Ali bin Ali bin Muhammad bin
Abil ‘Izzi. “Ketahuilah, bahwa adzab kubur adalah adzab barzakh. Semua
orang yang mati dalam keadaan membawa dosa berhak mendapat adzab sesuai dengan
dosa yang dilakukannya.
Sedangkan, Konsep peribadatan Sapto
Darmo tercermin dalam ajaran ‘Sujud Dasar’ yang pengikutnya diwajibkan
satu kali dalam sehari semalam. Dari konsep ini diketahui bahwa Sapto Darmo
tidak semata-mata berupa ajaran moral atau etika, tetapi aliran ini disamping
memiliki sistem aqidah; juga memiliki sistem ibadah tersendiri yang semuanya
bertentangan dengan ajaran Islam. Oleh karena itu tidak perlu kaget kalau
mendengar penganut aliran ini menolak untuk melaksanakan shalat karena memang
mereka mempunyai sistem ibadah (shalat) tersendiri. Pada hakikatnya, penolakan
mereka terhadap shalat sudah cukup untuk menggolongkan mereka ke dalam barisan
orang-orang di luar Islam (kafir).
c.
Sumarah
Guru serta
pendiri pertama dari aliran kebatinan sumarah adalah R.Ng. Soekirnohartono,
seorang pegawi Kesultanan Yogyakarta. Awal mula penyebaran ajaran kebatinan
Sumarah adalah ketika R.Ng. Soekirnohartono merasa menerima wahyu yang
diturunkan padanya dari Tuhan YME, dan berkewajiban untuk menyampaikan ajaran
sumarah kepada semua manusia.
Ajaran
kebatinan ini merupakan ilmu kebatinan dengan jalan sujud sumarah (Menyerahkan
Diri) mempelajari sampai terwujudnya penyatuan jiwa dengan Zat YME, tujuan
utama ajaran ini adalah untuk mencapai kesempurnaan hidup di dunia dan akhirat.
Kesempurnaan hidup akan diperoleh manusia jika mereka berbuat baik terhadap
sesama manusia, alam, dan berbakti terhadap Tuhan YME. Perbuatan baik akan
mendapat balasan yang baik, demikian pula sebaliknya. Selain itu, juga
diajarkan tentang wahyu, jati diri, patuh pada perintah, reinkarnasi,
persekutuan dengan Allah dan bagaimana menjadi manusia seutuhnya.
Makna Sumarah
dalam bahasa Jawa memiliki arti pasrah atau berserah diri yang apabila
dikaitkan dengan perilaku hubungan antara manusia dengan Tuhan YME, maka sikap
sumarah mengandung arti sikap batin yang pasrah total kepada Tuhan YME (Allah).
Sikap batin yang demikian hanya akan terwujud pada manusia yang memiliki
keyakinan akan adanya Tuhan YME, yang telah memberi kita hidup dan kehidupan,
Tuhan yang menciptakan dunia raya seisinya. Tentu saja kadar ke-sumarah-an
masing-masing orang akan berbeda satu sama lain, hal ini kiranya terjadi karena
faktor tingkat keyakinan, tingkat kedewasaan jiwa, dan juga tingkat kesadaran
yang dimiliki oleh masing-masing pribadi.
Konsep Manusia SumarahManusia yang
pertma kali diciptakan oleh Tuhan YME adalah Adam dan Hawa. Namun keduanya
tidak dipandang sebagai manusia riil, tetapi merekaadalah roh suci yang berasal
dari Zat Yang MahaEsa dan badan nafsu yang berasal dari iblis.. firdaus sebagai
alam kehidupan Adam dan Hawa yang pertama, menurut ajaran Sumarah, diartikan
sebagai Alam Suci. Godaan Iblis kepada Adam dan Hawa ketika masih bermukim di
Firdaus, pada dasarnya adalah godaan badan nafsu untuk kepada roh suci agar
menyekutukan Tuhan.
Manusia
menurut ajaran Sumarah terdiri dari: badan wadah (jasmani), badan nafsu,, dan
jiwa (roh). badan wadah, merupakan unsur jasmani atau fisik manusia yang
tersusun dari empat anasir, yaitu tanah, air, dan udara. badan nafsu
(emosiaonal body) merupakan percikan Tuhan dengan perantara iblis. menurut
ajaran Sumarah, manusia emiliki empat macam nafsu, yaitu:
1.
nafsu mutmainah, sebagai sumber semua
perbuatan baik dan alat untuk menemukan
Tuhan.
2.
nafsu Amarah, yaitu sumber kemarahan dan
kedurhakaan.
3.
nafsu Suwiyah, merupakan sumber erotik,
pengundang birahi.
4.
nafsu Lawamah, sumber egoisme dalam diri
manusia.
Sujud
Sumarah adalah bentuk perilaku peribadatan (ritual) bagi para warga Paguyuban
Sumarah dalam rangka berkomunikasi dengan Tuhan YME yang pada hakekatnya
merupakan aktivitas batin/rohani/spiritual/jiwa si manusia untuk bermohon,
menghaturkan bakti/sembah, menghaturkan puja dan puji serta serah diri total
kepada Tuhan YME, melalui kehendak dan tuntunan /bimbingan Tuhan YME sendiri.
Dalam
kehidupan sehari-hari, ajaran Sumarah mengajarkan pada umatnya untuk dituntut
berbuat baik terhadap siapa saja, tanpa memandang agama, ras, etnis, atau
bangsa. Berbuat baik terhadap siapa saja berarti berbuat baik terhadapa diri
sendiri dan juga Tuhan. Oleh sebab itu ajaran etika yang sekaligus menjadi
keyakinan Sumarah adalah mereka percaya penuh adanya karma (buah dari amal
perbuatan). Istilah karma (dari bahasa Sansekerta) yang berarti perbuatan dan
pahala (hasil), akan didapat oleh setiap orang sesuai perbuatannya. Hasil atau
karma dari setiap perbuatan akan diterima oleh si pelaku bahkan sampai
keturunannya, baik dalam kehidupan di dunia sekarang atau setelah mati.
Selain
ajaran karma, etika hidup Sumarah juga dilandaskan pada konsep reinkarnasi
(kelahiran kembali). Ajaran reinkarnasi yang bermula dari ajaran agama Hindu,
yaitu samsara yang berarti kelahiran manusia yang berulang-ulang atau disebetu
juga menitis.
Manusia akan mengalami kelahiran kembali ke alam dunia ini karena selama hidup di dunia dia lebih banyak bebuat buruk atau jahat.
Manusia akan mengalami kelahiran kembali ke alam dunia ini karena selama hidup di dunia dia lebih banyak bebuat buruk atau jahat.
Dalam
kebatinan Sumarah terdapat berbagai hal yang berasal dari Islam, namun tidak di
terima begitu saja, maka terjadilah akulturasi kebudayaan, baik dalam sisitem
kepercayaan maupun yang lain. Di dalam ajaran Sumarah sendiri terdapat banyak
hal yang masih mempunyai unsur keislaman seperti percaya pada Tuhan Yang Maha
Esa, Adam dan Hawa sebagai makhluk pertama di bumi, Sumarah sendiri mempunyai
makna yang kurang lebih sama dengan kata Tawakkal dalam Islam.
Namun tidak
dapat di pungkiri, di dalam ajaran Sumarah masih banyak juga ajaran yang
berasal dari Hindu-Budha, semisal adanya Reinkarnasi setelah kematian, ini
adalah kepercayaan yang di pahami oleh Hindu-Budha, namun masih di pakai dalam
ajaran Sumarah.
Paguyuban Sumarah merupakan perpaduan antara kedua kebudayaan diatas, antara budaya Islam dengan budaya Jawa yang mana Jawa disini sudah tercampur dengan paham Hindu-Budha. Maka pada akhirnya munculah suatu kepercayaan yang didalamnya mengandung unsur Islam sekaligus unsur budaya Jawa.
d. Palang putih nusantara
palang putih
nusantara adalah suatu kepercayaan mementaskan seni tari tradisional. Tidak
lagi takut dibubarkan petugas keamanan, penghayat kepercayaan Palang Putih
Nusantara (PPN) menggelar sarasehan dan pentas seni budaya di dusun Kalipan
Desa Gondang wayang Kecamatan Kedu Kabupaten Temanggung, Sarasehan ini digelar
untuk mempererat tali persaudaraan dan bukti adanya keselarasan diantara
penghayat PPN dengan masyarakat sekitar.
Sarasehan
budaya juga sebagai bukti keberhasilan dalam pelestarian seni budaya terhadap
lingkungan tersebut, Perkembangan PPN di wilayah tersebut dalam
beberapa tahun terakhir tergolong pesat. Diperkirakan jumlahnya mencapai
seribuan dan untuk di desa Gondangwayang sendiri tidak kurang dari empat
ratusan. "Tidak hanya kaum tua, yang muda pun banyak yang masuk Palang
Putih Nusantara,
Sejarah PPN,
dikemukakan PPN di Temanggung ada sejak tahun 1950-an, pada masa orde baru
karena banyak tekanan dari penguasa lantas bersembunyi dan baru banyak kegiatan
di era reformasi. dan Pada 1992 aliran PPn digelandang ke kantor polisi karena diduga
aliran sesat.
Pada saat
ini, warga penghayat PPN telah berani menggelar pernikahan dengan upacara
ritual sesuai PPN. Sampai pernah suatu
kejadian, seorang penghulu di PPN sering kualahan untuk menikahkannya.
Akan tetapi
pihak atasan juga selalu mengingatkan agar mereka tidak terjebak dalam
kepentingan politik sesaat yang hanya menjadikan terkotak-kotak. Telah terbina
keselaran antara penghayat kepercayaan dengan warga, sehingga tidak ada
kekisruhan dan pertikaian sosial.
e.
Cahya buana
Cahya buana
adalah suatu aliran kepercayaan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan. Ribuan
penganut kepercayaan Cahya Buana dari berbagai daerah menggelar tradisi kirab
bumi. Mereka menempuh rute sejauh tiga kilometer keliling Kota Parakan,
Temanggung, Jawa Tengah. Peserta berasal dari Jakarta, Cirebon, Bandung,
Surabaya, Temanggung, Magelang dan Kendal. Kirab ini sebagai ungkapan terima
kasih kepada Tuhan serta memohon agar seluruh makhluk hidup selamat dan setiap
jengkal bumi tetap subur. Usai kirab, janur kuning yang dipasang di tandu
menjadi rebutan peserta. Konon, keinginan pemegang janur akan terkabul. Acara
ini sempat memacetkan arus lalu lintas hingga berjam-jam. Aliran ini adalah
salah satu aliran yang sudah menjadi tradisi di jawa tengah,
2. Tolottang
Amparita, salah satu wilayah
kecamatan di Kabupaten Sidrap, kini masih banyak warganya menganut kepecayaan
Toani Tolotang. Sekitar 5000 warga di wilayah itu yang menganut kepercayaan
yang sudah turun temurun. Ini merupakan penganut terbesar kedua setelah
penganut Agama Islam yang jumlahnya lebih 200 ribu jiwa. penganut Tolotang
tidak mau disebut sebagai aliran kepercayaan, mereka menggabungkan diri dengan
Agama Hindu. Itulah sampai sekarang dikenal dengan nama Hindu Tolotang.
Penganut Toani Tolotang ini juga mengenal adanya
Tuhan. Mereka lebih mengenalnya dengan nama Dewata SeuwaE (Tuhan Yang Maha Esa)
yang bergelar PatotoE. PatotoE diakui memiliki kekuatan yang lebih tinggi dari
manusia, baik di dunia atas maupun dunia bawah. Dialah yang menciptakan alam
raya dan seluruh isinya. Penganut Tolotang percaya bahwa manusia pertama dibumi
ini sudah musnah. Adapun manusia yang hidup sekarang adalah manusia periode
kedua, setelah manusia pertama musnah.
Ajaran Tolotang sama
sekali tidak mengenal konsep neraka, nasib manusia sepenuhnya digantungkan pada
Uwatta. Dalam ajaran Tolotang, pengikutnya dituntut mengakui adanya Molalaleng
yakni kewajiban yang harus dijalankan oleh pengikutnya. Kewajiban dimaksud adalah
: Mappianre Inanre, yakni persembahan nasi/makanan yang dipersembahkan dalam
ritus/upacara, dengan cara menyerahkan daun sirih dan nasi lengkap dengan lauk
pauk ke rumah uwa dan uwatta. Tudang Sipulung, yakni duduk berkumpul bersama
melakukan ritus pada waktu tertentu guna meminta keselamatan pada Dewata.
Tolotang
juga mengenal empat unsur kejadian manusia, yakni tanah, air, api dan angin.
Dalam acara ritual, keempat unsur tersebut disimbolkan pada empat jenis makanan
yang lebih dikenal dengan istilah Sokko Patanrupa (nasi empat macam). Yakni
nasi putih diibaratkan air, nasi merah diibaratkan api, nasi kuning diibaratkan
angin dan nasi hitam diibaratkan tanah. Itulah sebabnya, setiap upacara selalu
menyediakan empat jenis makanan tersebut.
pada abad ke-16, ketika
Islam berpengaruh di beberapa kerajaan di Sulawesi Selatan, jumlah penganut
Tolotang tidak berubah bahkan cenderung menurun. Pada Tahun 1609, Addatuang
Sidenreng, La Patiroi dan mantunya La Pakallongi, secara resmi menerima Islam
sebagai agamanya dan menjadikannya sebagai agama kerajaan. Pengaruh Islam terus
berkembang hingga banyak masyarakat yang tadinya menganut Hindu Tolotang
beralih ke agama Islam. Hingga kini sekitar 98 % warga Sidrap memeluk agama
Islam.
3. Kaharingan
Kaharingan/Hindu Kaharingan adalah religi suku atau kepercayaan
tradisional
suku Dayak di Kalimantan. Istilah kaharingan artinya tumbuh atau hidup,
seperti dalam istilah danum kaharingan (air kehidupan), maksudnya agama suku atau kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa (Ranying), yang
hidup dan tumbuh secara turun temurun dan dihayati oleh masyarakat Dayak di
Kalimantan. Pemerintah Indonesia
mewajibkan penduduk dan warga negara untuk menganut salah satu agama yang diakui oleh pemerintah Republik Indonesia. Oleh sebab itu kepercayaan
Kaharingan dan religi suku yang lainnya seperti Tollotang (Hindu Tollotang) pada suku Bugis, dimasukkan dalam
kategori agama Hindu sejak 20 April
1980.
mengingat adanya persamaan dalam penggunaan sarana kehidupan dalam
melaksanakan ritual untuk korban (sesaji) yang dalam agama Hindu disebut Yadnya. Jadi mempunyai
tujuan yang sama untuk mencapai Tuhan Yang Maha Esa, hanya berbeda kemasannya.
Tuhan Yang Maha Esa dalam istilah agama Kaharingan disebut Ranying.
Kaharingan ini pertama kali diperkenalkan oleh Tjilik Riwut tahun 1944,
saat Ia menjabat Residen Sampit
yang berkedudukan di Banjarmasin. Tahun 1945, pendudukan Jepang mengajukan
Kaharingan sebagai penyebutan agama Dayak. Sementara pada masa Orde Baru, para
penganutnya berintegrasi dengan Hindu, menjadi Hindu Kaharingan. Pemilihan
integrasi ke Hindu ini bukan karena kesamaan ritualnya. Tapi dikarenakan Hindu
adalah agama tertua di Kalimantan.
Lambat laun, Kaharingan mempunyai tempat ibadah yang dinamakan Balai Basarah atau balai kaharingan.
Kitab suci agama mereka adalah panaturan dan buku-buku agama
lain, seperti Talatah Basarah (Kumpulan Doa), Tawar (petunjuk tatacara meminta
pertolongan Tuhan dengan upacara menabur beras), dan sebagainya.
Dewasa ini, suku Dayak sudah diperbolehkan mencantumkan agama
Kaharingan dalam Kartu
Tanda Penduduk. Dengan demikian, suku Dayak yang melakukan upacara
perkawinan menurut adat Kaharingan, diakui pula pencatatan perkawinan tersebut
oleh negara.
Tetapi di Malaysia Timur (Sarawak, Sabah), nampaknya kepercayaan
Dayak ini tidak diakui sebagai bagian umat beragama Hindu, jadi dianggap
sebagai masyarakat yang belum menganut suatu agama apapun. Pada tanggal 20
April 1980 Kaharingan dimasukan ke dalam agama Hindu Kaharingan. Organisasi
alim ulama Hindu Kaharingan adalah Majelis
Besar Agama Hindu Kaharingan (MBAHK) pusatnya di Palangkaraya,
Kalimantan Tengah.
4. Marapu
Agama Marapu adalah agama
asli yang masih hidup dan dianut oleh orang Sumba di Pulau Sumba, Nusa Tenggara
Timur. Adapun yang dimaksud dengan agama Marapu ialah sistem keyakinan
yang berdasarkan kepada pemujaan arwah-arwah leluhur. Dalam bahasa Sumba
arwah-arwah leluhur disebut Marapu , berarti “yang dipertuan” atau “yang
dimuliakan”. Karena itu agama yang mereka anut disebut Marapu pula. Marapu
ini banyak sekali jumlahnya dan ada susunannya secara hirarki yang dibedakan
menjadi dua golongan, yaitu Marapu dan Marapu Ratu. Marapu
ialah arwah leluhur yang didewakan dan dianggap menjadi cikal-bakal dari suatu kabihu
(keluarga luas, clan), sedangkan Marapu Ratu ialah marapu
yang dianggap turun dari langit dan merupakan leluhur dari para marapu
lainnya, jadi merupakan marapu yang mempunyai kedudukan yang tertinggi.
Walaupun
mempunyai banyak Marapu yang sering disebut namanya, dipuja dan dimohon
pertolongan, tetapi hal itu sama sekali tidak menyebabkan pengingkaran terhadap
adanya Yang Maha Pencipta. Tujuan utama dari upacara pemujaan bukan semata-mata
kepada arwah para leluhur itu sendiri, tetapi kepada Pencipta dan Pembuat
Manusia, Tuhan Yang Maha Esa. Pengakuan adanya Yang Maha Pencipta biasanya
dinyatakan dengan kata-kata atau kalimat kiasan, itu pun hanya dalam
upacara-upacara tertentu atau peristiwa-peristiwa penting saja.
Dalam
keyakinan Marapu, Yang Maha Pencipta tidak campur tangan dalam urusan
duniawi dan dianggap tidak mungkin diketahui hakekatnya sehingga untuk menyebut
nama-Nya pun dipantangkan. Sedangkan para Marapu itu sendiri dianggap
sebagai media atau perantara untuk menghubungkan manusia dengan Penciptanya.
Dalam kepercayaan agama Marapu,
roh ditempatkan sebagai komponen yang paling utama, karena roh inilah yang
harus kembali kepada sang
pencipta. Roh dari orang yang sudah mati akan menjadi penghuni Parai
Marapu (negeri arwah, surga) dan dimuliakan sebagai Marapu bila
semasa hidupnya di dunia memenuhi segala yang telah ditetapkan oleh para
leluhur
Hidup
manusia harus selalu disesuaikan dengan irama gerak alam semesta dan selalu
mengusahakan agar ketertiban hubungan antara manusia dengan alam tidak berubah.
Selain itu manusia harus pula mengusahakan keseimbangan hubungan dengan
kekuatan-kekuatan gaib yang ada di setiap bagian alam semesta ini. Bila selalu
memelihara hubungan baik atau kerja sama antara manusia dengan alam, maka
keseimbangan dan ketertiban itu dapat dipertahankan. Hal tersebut berlaku pula
antara manusia yang masih hidup dengan arwah-arwah dari manusia yang sudah mati.
Manusia
yang masih hidup mempunyai kewajiban untuk tetap dapat mengadakan hubungan
dengan arwah-arwah leluhurnya. Mereka beranggapan bahwa para arwah leluhur itu
selalu mengawasi dan menghukum keturunannya yang telah berani melanggar segala
peraturan sehingga keseimbangan hubungan antara manusia dengan alam sekitarnya
terganggu. Untuk memulihkan ketidakseimbangan yang disebabkan oleh perbuatan
manusia terhadap alam sekitarnya dan mengadakan kontak dengan para arwah
leluhurnya, maka manusia harus melaksanakan berbagai upacara.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
aliran kepercayaan merupakan suatu
ajaran pandangan hidup berkepercayaan kepada Tuhan YME yang tidak bersandarkan
sepenuhnya kepada ajaran agama-agama yang ada. Dengan kata lain, dalam kehidupan
moralnya maupun dalam rangka menyembah kepada Tuhan penganut paham aliran
kepercayaan tidak berpegang ataupun tidak menganut pada suatu ajaran agama
tertentu.
dalam ajaran Islam, aliran
kepercayaan tidak dapat dibenarkan secara teologis (akidati), walau dalam
tinjauan HAM. Dalam ajaran Islam, sebagaimana dijelaskan al Qur an, telah
ditentukan "tidak ada paksaan dalam agama". Adapun sikap dakwah
praksis para ulama dapat dikelompokkan dalam dua kategori. Pertama sikap
purifikasi dan kedua adalah islamisasi. Sikap pertama cenderung menolak sama
sekali terhadap budaya kejawen misalnya, dan sikap kedua cenderung mengakomodir
budaya "aliran" setelah melakukan improvisasi (islamisasi) terlebih
dahulu. Tentu saja, kedua sikap ini ditempuh setelah terjalinnya kesepakatan
akan kebatilan "aliran kepercayaan".
Diantara aliran-aliran kepercayaan
di indonesia yang masih sangat terkenal
hingga sekarang ialah diantaranya kejawen di jawa tengah dan jawa timur,
tolottang di sulawesi selatan, kaharingan di kalimantan dan marapu di sunda.
Aliran kejawen, kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
dalam beberapa tahun terakhir berkembang cukup pesat. Hingga kini tercatat
sejumlah 7 aliran yang berkembang di berbagai wilayah Kabupaten Temanggung.
Ketujuh aliran tersebut adalah Subud, Sapto Darmo, dan
Mardi Santosaning Budi yang banyak berkembang di Kecamatan Kaloran serta
Kranggan. Aliran yang lainnnya diantaranya Cahya Buana yang banyak berkembang
di sekitar Kecamatan Ngadirejo, dan Palang Putih Nusantara yang tumbuh pesat di
wilayah Kedu. dan aliran Sumarah yang berkembang di daerah Tlogomulyo dan
sekitarnya, serta Hidup Betul dengan pusat di Kecamatan Selopampang.
Namun diantara aliran-aliran tersebut yang sangat
jelas dan sangat terkenal adalah, subud, sapto darmo, sumarah, palang putih
nusantara, cahya buana.
DAFTAR PUSTAKA
Dhavamony,
Mariasusai. 1995. Fenomenologi agama, Yogyakarta. Penerbit kanisius (Anggota
IKAPI)
Beatty,
Andrew. 2001. Variasi agama di jawa. Jakarta,
penerbit pt raja grafindo persada
No comments:
Post a Comment