Pengaruh Modeling untuk
Membangun Karakter Anak pada Usia Dini di RA. Al-Ihsaan Lawang
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Teori
Belajar dan Pembelajaran
Dosen pembimbing:
Imron Rosyidi, M.Th, M.Ed
Oleh:
moh. kamilus zaman
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2011
A.
Merasakan
adanya maslah
Indonesia
saat ini sedang menghadapi ujian berat yang harus dilalui, yaitu terjadinya
krisis multidimensi yang berkepanjangan. Ketika negara-negara lain telah
bangkit dari keterpurukan setelah mengalami krisis moneter yang telah melanda Asia
pada tahun 1997, Indonesia sampai kini masih mengalami krisis dan masih
kelihatan suram untuk bangkit dari keterpurukan ekonomi. Krisis ini sebetulnya
berawal dari menurunnya kualitas moral bangsa yang dicirikan oleh membudayanya
praktek KKN, hampir 70% pemimpin Indonesia bermasalah hukum, di jabotabek 64%
perempuan usia 13-17 tahun sudah tidak perawan lagi, radikalisme yang semakin
sering kita temui walaupun hanya disulut oleh masalah yang ringan, menurunnya
etos kerja, dan masih banyak lagi.
Pembentukan
prilaku anak terbentuk dari lingkungan sekitarnya, anak akan sangat mudah menirukan apa yang
dilihatnya. Jika lingkungan dari masyarakat, keluarga, dan sekolahnya negatif,
prilaku anak akan menjadi negatif.
Ada sebuah pepatah yang dikemukakan oleh Thomas Lickona: “Walaupun
jumlah anak-anak hanya 25% dari total jumlah penduduk, tetapi menentukan 100%
mungkin kepada anak-anak adalah kunci utama untuk membangun bangsa.
A.
Explorasi
dan analisis
Menanamkan
moral kepada generasi muda adalah usaha yang strategis untuk memperbaiki
kemajuan bangsa. Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia
dini. Usia dini merupakan masa kritis bagi pembentukan karakter seseorang.
Banyak pakar mengatakan bahwa kegagalan penanaman karakter pada seseorang sejak
usia dini, akan membentuk pribadi yang bermasalah di masa dewasanya kelak.
Pendidikan moral pada anak-anak dipengaruhi oleh faktor alam dan lingkungan.
Meskipun setiap manusia memiliki fitrah kebaikan, namun tanpa adanya pendidikan
maka fitrah kebaikan tersebut dapat berubah menjadi fitrah keburukan. Dalam
mendidik karakter anak, dimulai dari lingkungan keluarga. Pendidikan karakter
adalah sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan
dengan bijak dan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka
dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya.
Hal
ini sejalan dengan Teori belajar sosial yang
menekankan bahwa lingkungan-lingkungan yang dihadapkan pada seorang
secara kebetulan. Lingkungan-lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh
orang orang itu sendiri melalui prilakunya sendiri. Menurut Bandura sebagaimana
dikutip oleh Kard bahwa “sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan
secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain” inti dari pembelajaran
Socila adalah pemodelan (modeling), dan pemodelan ini merupakan salah
satu langkah penting dalam pembelajaran terpadu.
B.
Problem Possing
Latar belakang keluarga seorang anak
sangat berpengaruh dalam sikap dan perwatakan anak di lingkungan sekolah.
Banyak di temukan keganjalan dari tiap murit di RA. Al-Ihsaan. Salah satunya
dengan perilaku yang agresif. Seorang
anak yang suka memukul, menendang, menyerang kepada sesuatu yang
dipandang sebagai hal yang mengecewakan atau menghalanginya.
Hal ini bisa dilakukan seorang anak
akibat sering melihat hal seperti itu, baik di rumah, maupun media televisi
yang sekarang semakin mudah dikonsumsi oleh seorang anak, tanpa bimbingan atau
pengawasan orang tua.
Jika hal ini dibiarkan, maka akan
berdampak negatif pada generasi remaja bangsa. Generasi muda kita akan menjadi
generasi anarkis. Maka hal ini harus segera di atasi bagi para pendidik.
Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara
keluarga, sekolah, dan masyarakat, bahkan menjadi tanggung jawab seluruh bangsa
Indonesia. Karena dengan adanya pendidikan maka seseorang itu akan mempunyai
pengetahuan tentang suatu wawasan pendidikan.
C.
Problem Solving
Pengaruh guru begitu besar terhadap jiwa anak,
sehingga segala perbuatan dan tingkah laku guru lebih mewarnai kehidupan
sehari-hari anak, biyasanya anak lebih menurut bila gurunya memberi nasihat
daripada orangtuanya sendiri, lebih-lebih anak di bawah usia lima tahun.
Anak didik taman kanak-kanak akan selalu
memperhatikan setiap gerak laku guru, kemudian mencontohnya dan akan
dikerjakannya setiap ada kesempatan. Sosok gurunya adalah sosok yang menjadi
idola bagi anak taman kanak-kanak lebih banyak diwarnai oleh gurunya, karena
itulah amatlah penting peranan seorang guru taman kanak-kanak dalam pembinaan
dan pengembangan mental anak didiknya lebih-lebih dalam masalah pendidikan
agama dan budi pekerti. Peran guru disini sebagai modeling atau
role model.
Prilaku
anak dapat dibentuk melalui pengamatan atau pengalaman. Teori sosial kognitif
Albert Bandura ini mengemukakan tiga proposisi tentang pembentukan prilaku,
yaitu:
1.
Prilaku
yang diperkuat oleh reinforcement.
2. Prilaku yang mendapat reinforcement secara konsisten akan
lebih kuat terbentuk.
3. Prilaku baru dapat
dipelajari melalui modeling. Prilaku terjadi sebagai hasil dari peran antara
faktor kognitif dan lingkungan, suatu konsep yang dikenal sebagai mekanisme
timbal balik (receprocal determinism).
D.
Refleksi
Ada
sebuah penelitian yang dilakukan oleh universitas Otago, di Dunedin New Zeland pada
1000 anak-anak yang diteliti selama 23 tahun dari tahun 1972. Anak-anak yang
menjadi sampel diteliti ketika usia 3 tahun dan diamati kepribadiannya, dan
diteliti kembali pada usia 18 dan 21 tahun, dan kemudian ketika mereka berusia
26 tahun. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa anak-anak yang berusia 3
tahun telah diagnosa sebagai “uncontrollable toddleres” (anak yang sulit
diatur, pemarah, dan pembangkang) ketika usia 18 tahun menjadi remaja yang
bermasalah, agresif, dan mempunyai masalah dalam pergaulan. Pada usia 21 tahun
mereka sulit membina hubungan sosial dengan orang lain, dan ada yang terlibat
dalam tindakan kriminal. Begitu pula sebaliknya, anak-anak usia 3 tahun yang
sehat jiwanya (well-adjusted toddlers), ternyata setelah dewasa menjadi
orang-orang yang berhasil dan sehat jiwanya.
Hasil
penelitian tersebut telah mengundang perdebatan diantara para pakar psikolog
anak mengenai efektifitasprogram penurunan tingkat kenakalan remaja di sekolah,
karena usia remaja sudah dianggap terlambat. Berdasarkan hasil penelitian
tersebut, tim Utton berkata: At 3, you’re made for life” (pada usia 3
tahun, kamu dibentuk untuk seumur hidup). Hal ini telah menegaskan pendapat
mengenai pentingnya pendidikan karakter diberikan sedini mungkin.
Albert Bandura
mengunakan mengunakan model determinan pembelajaran resiprokal yang mencakup
tiga faktor utama yaitu: person/ kognitif, prilaku, dan lingkungan
pembelajaran observasion, yang juga dinamakan dengan modeling dan
imitasi adalah pembelajaran yang terjadi ketika seseorang mengamati dan meniru
prilaku orang lain. Bandura menitik beratkan pada proses tertentu yang ada
dalam pembelajaran observasional. Person ini antara lain atensi, retensi,
produksi, dan motivasi.
Daftar Pustaka
Hartini, Nara. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia
Indonesia
Miler, Laurie. 2005. Good Kid Bad Behavior. Jakarta:
Prestake
Megawangi,
Ratna. 2004. Pendidikan Karakter. Indonesia Heritage Foundation
No comments:
Post a Comment