Friday, December 12, 2014

Pengaruh Modeling untuk Membangun Karakter Anak pada Usia Dini di RA. Al-Ihsaan Lawang



Pengaruh  Modeling untuk Membangun Karakter Anak pada Usia Dini di RA. Al-Ihsaan Lawang
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Teori Belajar dan Pembelajaran
Dosen pembimbing:
Imron Rosyidi, M.Th, M.Ed

Oleh:
moh. kamilus zaman


JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2011

A.      Merasakan adanya maslah
Indonesia saat ini sedang menghadapi ujian berat yang harus dilalui, yaitu terjadinya krisis multidimensi yang berkepanjangan. Ketika negara-negara lain telah bangkit dari keterpurukan setelah mengalami krisis moneter yang telah melanda Asia pada tahun 1997, Indonesia sampai kini masih mengalami krisis dan masih kelihatan suram untuk bangkit dari keterpurukan ekonomi. Krisis ini sebetulnya berawal dari menurunnya kualitas moral bangsa yang dicirikan oleh membudayanya praktek KKN, hampir 70% pemimpin Indonesia bermasalah hukum, di jabotabek 64% perempuan usia 13-17 tahun sudah tidak perawan lagi, radikalisme yang semakin sering kita temui walaupun hanya disulut oleh masalah yang ringan, menurunnya etos kerja, dan masih banyak lagi.
Pembentukan prilaku anak terbentuk dari lingkungan sekitarnya,  anak akan sangat mudah menirukan apa yang dilihatnya. Jika lingkungan dari masyarakat, keluarga, dan sekolahnya negatif, prilaku anak akan menjadi negatif.
Ada sebuah pepatah yang dikemukakan oleh Thomas Lickona: “Walaupun jumlah anak-anak hanya 25% dari total jumlah penduduk, tetapi menentukan 100% mungkin kepada anak-anak adalah kunci utama untuk membangun bangsa.
A.           Explorasi dan analisis
Menanamkan moral kepada generasi muda adalah usaha yang strategis untuk memperbaiki kemajuan bangsa. Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini. Usia dini merupakan masa kritis bagi pembentukan karakter seseorang. Banyak pakar mengatakan bahwa kegagalan penanaman karakter pada seseorang sejak usia dini, akan membentuk pribadi yang bermasalah di masa dewasanya kelak. Pendidikan moral pada anak-anak dipengaruhi oleh faktor alam dan lingkungan. Meskipun setiap manusia memiliki fitrah kebaikan, namun tanpa adanya pendidikan maka fitrah kebaikan tersebut dapat berubah menjadi fitrah keburukan. Dalam mendidik karakter anak, dimulai dari lingkungan keluarga. Pendidikan karakter adalah sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya.
Hal ini sejalan dengan Teori belajar sosial yang  menekankan bahwa lingkungan-lingkungan yang dihadapkan pada seorang secara kebetulan. Lingkungan-lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh orang orang itu sendiri melalui prilakunya sendiri. Menurut Bandura sebagaimana dikutip oleh Kard bahwa “sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain” inti dari pembelajaran Socila adalah pemodelan (modeling), dan pemodelan ini merupakan salah satu langkah penting dalam pembelajaran terpadu.
B.            Problem Possing
Latar belakang keluarga seorang anak sangat berpengaruh dalam sikap dan perwatakan anak di lingkungan sekolah. Banyak di temukan keganjalan dari tiap murit di RA. Al-Ihsaan. Salah satunya dengan perilaku yang agresif. Seorang  anak yang suka memukul, menendang, menyerang kepada sesuatu yang dipandang sebagai hal yang mengecewakan atau menghalanginya.
Hal ini bisa dilakukan seorang anak akibat sering melihat hal seperti itu, baik di rumah, maupun media televisi yang sekarang semakin mudah dikonsumsi oleh seorang anak, tanpa bimbingan atau pengawasan orang tua.
Jika hal ini dibiarkan, maka akan berdampak negatif pada generasi remaja bangsa. Generasi muda kita akan menjadi generasi anarkis. Maka hal ini harus segera di atasi bagi para pendidik.
Pendidikan  merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, sekolah, dan masyarakat, bahkan menjadi tanggung jawab seluruh bangsa Indonesia. Karena dengan adanya pendidikan maka seseorang itu akan mempunyai pengetahuan tentang suatu wawasan pendidikan.
C.           Problem Solving
Pengaruh guru begitu besar terhadap jiwa anak, sehingga segala perbuatan dan tingkah laku guru lebih mewarnai kehidupan sehari-hari anak, biyasanya anak lebih menurut bila gurunya memberi nasihat daripada orangtuanya sendiri, lebih-lebih anak di bawah usia lima tahun.
Anak didik taman kanak-kanak akan selalu memperhatikan setiap gerak laku guru, kemudian mencontohnya dan akan dikerjakannya setiap ada kesempatan. Sosok gurunya adalah sosok yang menjadi idola bagi anak taman kanak-kanak lebih banyak diwarnai oleh gurunya, karena itulah amatlah penting peranan seorang guru taman kanak-kanak dalam pembinaan dan pengembangan mental anak didiknya lebih-lebih dalam masalah pendidikan agama dan budi pekerti. Peran guru disini sebagai modeling atau role model.
Prilaku anak dapat dibentuk melalui pengamatan atau pengalaman. Teori sosial kognitif Albert Bandura ini mengemukakan tiga proposisi tentang pembentukan prilaku, yaitu:
1.        Prilaku yang diperkuat oleh reinforcement.
2. Prilaku yang mendapat reinforcement secara konsisten akan lebih kuat terbentuk.
 3. Prilaku baru dapat dipelajari melalui modeling. Prilaku terjadi sebagai hasil dari peran antara faktor kognitif dan lingkungan, suatu konsep yang dikenal sebagai mekanisme timbal balik (receprocal determinism).
D.      Refleksi
Ada sebuah penelitian yang dilakukan oleh universitas Otago, di Dunedin New Zeland pada 1000 anak-anak yang diteliti selama 23 tahun dari tahun 1972. Anak-anak yang menjadi sampel diteliti ketika usia 3 tahun dan diamati kepribadiannya, dan diteliti kembali pada usia 18 dan 21 tahun, dan kemudian ketika mereka berusia 26 tahun. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa anak-anak yang berusia 3 tahun telah diagnosa sebagai “uncontrollable toddleres” (anak yang sulit diatur, pemarah, dan pembangkang) ketika usia 18 tahun menjadi remaja yang bermasalah, agresif, dan mempunyai masalah dalam pergaulan. Pada usia 21 tahun mereka sulit membina hubungan sosial dengan orang lain, dan ada yang terlibat dalam tindakan kriminal. Begitu pula sebaliknya, anak-anak usia 3 tahun yang sehat jiwanya (well-adjusted toddlers), ternyata setelah dewasa menjadi orang-orang yang berhasil dan sehat jiwanya.
Hasil penelitian tersebut telah mengundang perdebatan diantara para pakar psikolog anak mengenai efektifitasprogram penurunan tingkat kenakalan remaja di sekolah, karena usia remaja sudah dianggap terlambat. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, tim Utton berkata: At 3, you’re made for life” (pada usia 3 tahun, kamu dibentuk untuk seumur hidup). Hal ini telah menegaskan pendapat mengenai pentingnya pendidikan karakter diberikan sedini mungkin.
Albert Bandura mengunakan mengunakan model determinan pembelajaran resiprokal yang mencakup tiga faktor utama yaitu: person/ kognitif, prilaku, dan lingkungan pembelajaran observasion, yang juga dinamakan dengan modeling dan imitasi adalah pembelajaran yang terjadi ketika seseorang mengamati dan meniru prilaku orang lain. Bandura menitik beratkan pada proses tertentu yang ada dalam pembelajaran observasional. Person ini antara lain atensi, retensi, produksi, dan motivasi.

Daftar Pustaka
Hartini, Nara. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia
Miler, Laurie. 2005. Good Kid Bad Behavior. Jakarta: Prestake
Megawangi, Ratna. 2004. Pendidikan Karakter. Indonesia Heritage Foundation






No comments:

Post a Comment